• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja 2.1.1. Pengertian Kinerja - PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL, MOTIVASI, DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT MADUBARU PG PS MADUKISMO YOGYAKARTA - UMBY repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja 2.1.1. Pengertian Kinerja - PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL, MOTIVASI, DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT MADUBARU PG PS MADUKISMO YOGYAKARTA - UMBY repository"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

10 2.1. Kinerja

2.1.1. Pengertian Kinerja

Kinerja (Job Performance) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara 2005:67). Menurut Prawirosentono (2014:87), kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.

Definisi lain prestasi kerja atau kinerja menurut Hasibuan (2001:160) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya atas kecakapan, usaha dan kesempatan. Simamora (2006:34) berpendapat bahwa kinerja merupakan prestasi kerja, yakni perbandingan antara hasil kerja yang dapat dilihat secara nyata dengan standar kerja yang telah ditetapkan organisasi.

(2)

dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.

Beberapa pengertian kinerja diatas, dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang telah dibebankan kepadanya menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan.

2.1.2. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja adalah proses dimana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan (Handoko, 2008:135). Sedangkan menurut Simamora (2006:338) penilaian kinerja adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan.

Menurut Cumming dan Worley (2005) terdapat lima elemen penting dalam penilaian kinerja, yaitu tujuan penilaian, penilai, peran karyawan yang dinilai, pengukuran dan waktu penilaian. Pendekatan baru dalam penilaian kerja lebih menekankan keterlibatan pada proses penilaian yang berlangsung. Pada pendekatan ini kinerja seseorang karyawan akan dinilai oleh atasan, rekan kerja, orang lain, dan oleh diri sendiri.

(3)

sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang. Keuntungan dari penilaian diri sendiri (self assessment) yaitu dapat berpartisipasi dalam proses penilaian prestasi kerja, meningkatkan motivasi kerja, melatih kejujuran dalam organisasi, memperbaiki diri sendiri, dapat menentukan tujuan-tujuan yang akan datang secara mandiri dan melatih diri karyawan untuk menentukan serta merencanakan kinerjanya dimasa yang akan datang (Timple, 1999).

Menurut Mangkunegara, (2009) model penilaian kinerja self assessment yaitu:

a. Penilaian sendiri

(4)

suku dan kependidikan. Dengan demikian tingkat kematangan personal dalam menilai hasil karya menjadi hal yang patut diperhatikan.

b. Penilaian atasan

Pada organisasai pada kematangan tingkat majemuk, personal biasanya dinilai oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi, penilaian ini yang termasuk dilakukan oleh supervisor atau atasan langsung.

c. Penilaian mitra

Penilaian mitra lebih cocok digunakan pada kelompok kerja yang mempunyai otonomi yang cukup tinggi. Dimana wewenang pengambilan keputusan pada tingkat tertentu telah didelegasikan oleh manajemen kepada anggota kinerja kelompok kerja. Penilaian mitra dilakukan oleh seluruh anggota kerja kelompok dan umpan balik untuk personal yang dinilai yang dilakukan oleh komite kerja dan bukan oleh supervisor. Penilaian mitra biasanya lebih ditujukan untuk pengembangan personal dibandingkan untuk evaluasi.

d. Penilaian bawahan

(5)

manajer dalam rangka perencanaan dan penilaian kinerja manajer. Program ini meminta kepada manajer untuk dapat menerima penilaian bawahan sebagai umpan balik atas kemampuan manajemen mereka.

Menurut Campbell dan Garfinkel (1996:74) pengelolaan kinerja membantu mengintegrasikan tujuan perusahaan, individu dan kelompok kerja, sehingga diperlukan peningkatan efektivitas penilaian kinerja dengan melibatkan diri sendiri dan manajer senior dalam proses penilaian, integrasi tujuan penilaian dengan tujuan perusahaan, mengembangkan training bagi appraiser dan appraisee, mengukur kinerja dan menekankan feedback dan coaching. Sedangkan menurut Ken dan Blanchard (2001:65), eksekutif harus memperhatikan berbagai situasi dalam pengelolaan kinerja. Dalam mengambil keputusan eksekutif harus terbuka dengan informasi, mengarahkan kreativitas karyawan, melaksanakan tindakan secara efisien dan melepaskan karyawan yang bermoral rendah. Keberhasilan perusahaan dalam pengelolaan kinerja berkaitan dengan efektivitas sistem penilaian kinerja.

(6)

dan menerima feedback dari karyawan lain atau rekan sekerja, atasan, maupun konsumen. Seluruh personel perusahaan dengan proses penilaian 360 derajat feedback bertanggung jawab menilai kinerja karyawannya. Setiap karyawan berusaha menunjukkan kinerja yang berkualitas dihadapan atasan, bawahan, rekan kerja, konsumen dan pihak eksternal lainnya. Karyawan mendapat umpan balik dari berbagai sumber termasuk dari dirinya sendiri dalam mengevaluasi kontribusinya untuk perusahaan. Menurut Antonioni (2003:146) perusahaan dalam mengembangkan proses penilaian kinerja 360 derajat feedback akan mendapatkan manfaat seperti: meningkatkan kesadaran individu terhadap apa yang diharapkan oleh penilai (appraiser), meningkatkan management learning, mengurangi penilaian buruk atau prasangka terhadap appraiser, meningkatkan tanggung jawab karyawan terhadap kinerja mereka dan menciptakan budaya organisasi perusahaan akan menjadi lebih jujur.

(7)

2.1.3. Tujuan Penilaian Kinerja

Robbins (2002:258) menjelaskan bahwa tujuan penilaian kinerja adalah :

1. Manajemen menggunakan penilaian untuk mengambil keputusan personalia secara umum.

2. Penilaian memberikan penjelasan tentang pelatihan dan pengembangan yang dibutuhkan.

3. Penilaian kinerja dapat dijadikan sebagai kriteria untuk program seleksi dan pengembangan yang disahkan.

4. Penilaian kinerja juga untuk memenuhi tujuan umpan balik yang ada terhadap para pekerja tentang bagaimana organisasi memandang kinerja mereka.

5. Penilaian kinerja digunakan sebagai dasar untuk mengalokasikan atau menetukan penghargaan.

(8)

oraganisasi. Sedangkan tujuan khusunya adalah evaluasi dan pengembangan.

2.1.4. Faktor -Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Bernardin (dalam Robbins, 2016:263) mengemukakan bahwa kinerja dikatakan baik bila karyawan memenuhi hal-hal sebagai berikut :

1. Kualitas kerja

Tingkat dimana hasil aktivitas yang dikehendaki mendekati sempurna dalam arti menyesuaikan beberapa cara ideal dari penampilan aktivitas, maupun memenuhi tujuan-tujuan yang diharapkan dari suatu aktivitas. Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan kemampuan karyawan.

2. Kuantitas

Merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan. Kuantitas yang diukur dari persepsi karyawan terhadap jumlah aktifitas yang ditugaskan beserta hasilnya.

3. Ketepatan waktu

(9)

Ketepatan waktu diukur dari persepsi pegawai terhadap suatu aktifitas yang diselesaikan dari awal waktu sampai menjadi output.

4. Efektivitas

Tingkat penggunaan sumber daya organisasi (tenaga, uang, teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikan hasil dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya. Efektifitas kerja diukur dari persepsi karyawan dalam menilai pemanfaatan waktu dalam menjalankan tugas, efektifitas menyelesaikan tugas yang dibebankan organisasi. 5. Kemandirian

Tingkat dimana karyawan dapat melakukan fungsi kerjanya tanpa meminta bantuan atau bimbingan dari orang lain. Kemandirian diukur dari persepsi karyawan dalam melakukan fungsi kerjanya masing-masing, sesuai dengan tanggung jawabnya.

6. Komitmen kerja

(10)

Sedangkan menurut Dharma, 2001:554 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja adalah :

1. Kuantitas kerja (quantity of work), yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan.

2. Kualitas kerja (quality of work), yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya.

3. Kreativitas (creativeness), yaitu keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan yang dilakukan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul.

4. Pengetahuan mengenai pekerjaan (knowledge of job), yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya.

5. Kerjasama (cooperation), yaitu kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain sesama anggota organisasi.

6. Inisiatif (initiative), yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru.

7. Ketergantungan (dependability), yaitu kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dalam melaksanakan pekerjaan. 8. Kualitas pribadi (personal quality), yaitu menyangkut kepribadian,

(11)

2.1.5. Indikator Kinerja

Menurut Prawirosentono (2014:87), kinerja dapat dinilai atau diukur dengan beberapa indikator yaitu:

1. Jumlah pekerjaan

Hal ini berkaitan dengan kuantitas (jumlah) hasil pekerjaan yang mampu diselesaikan oleh seorang karyawan.

2. Kualitas pekerjaan.

Pengecekan atas hasil pekerjaan adalah bagian dari ketelitian yang dimiliki oleh karyawan bersangkutan.

3. Pengetahuan atas tugas

Pengetahuan seorang karyawan tentang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.

4. Kerja sama

Ketergantungan kepada orang lain dari seorang karyawan perlu dinilai, karena berkaitan dengan kemandirian (self confidence) seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya.

5. Tanggung jawab

(12)

6. Sikap kerja

Judgement atau kebijakan yang bersifat naluriah yang dimiliki seorang karyawan dapat mempengaruhi kinerja, karena dia mempunyai kemampuan menyesuaikan dan menilai tugasnya dalam menunjang tujuan organisasi.

7. Inisiatif

Kehadiran dalam rapat disertai dengan kemampuan menyampaikan gagasan-gagasannya kepada orang lain mempunyai nilai tersendiri dalam menilai kinerja seorang karyawan.

8. Keterampilan teknis

Pengetahuan teknis atas pekerjaan yang menjadi tugas seorang karyawan harus dinilai, karena hal ini berkaitan dengan mutu pekerjaan dan kecepatan seorang karyawan mentelesaikan suatu pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.

9. Kemampuan mengambil keputusan

Kepemimpinan menjadi faktor yang harus dinilai dalam menilai kinerja seorang karyawan.

10.Kepemimpinan

(13)

11.Administrasi

Kemampuan bekerja sama seorang karyawan dengan orang-orang lain sangat berperan dalam menentukan kinerjanya.

12.Kreativitas

Kemampuan mengatur pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, termasuk membuat jadwal kerja, umumnya mempengaruhi kinerja seorang karyawan.

Seperti telah dijelaskan bahwa yang memegang peranan penting dalam suatu organisasi tergantung pada kinerja pegawainya. Agar pegawai dapat bekerja sesuai yang diharapkan, maka dalam diri seorang pegawai harus ditumbuhkan motivasi bekerja untuk meraih segala sesuatu yang diinginkan. Apabila semangat kerja menjadi tinggi maka semua pekerjaan yang dibebankan kepadanya akan lebih cepat dan tepat selesai. Pekerjaan yang dengan cepat dan tepat selesai adalah merupakan suatu prestasi kerja yang baik.

2.2. Gaya Kepemimpinan

2.2.1. Pengertian Gaya Kepemimpinan

(14)

program dan yang berperilaku secara bersama-sama dengan anggota kelompok dengan mempergunakan cara atau gaya tertentu, sehingga kepemimpinan mempunyai peranan sebagai kekuatan dinamik yang mendorong, memotivasi dan mengkordinasikan perusahaan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Menurut Kartono (2008:34), Menyatakan sebagai berikut “Gaya kepemimpinan adalah sifat, kebiasaan, tempramen, watak dan

kepribadian yang membedakan seorang pemimpin dalam berinteraksi

dengan orang lain”. Menurut Thoha (2010:49) mengemukakan bahwa

“Gaya kepemimpinan merupakan norma prilaku yang digunakan oleh

seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi prilaku orang lain atau bawahan”.

Menurut Supardo (2006:4), Gaya kepemimpinan adalah suatu cara dan proses kompleks dimana seseorang mempengaruhi orang-orang lain untuk mencapai suatu misi, tugas atau suatu sasaran dan mengarahkan organisasi dengan cara yang lebih masuk akal”.

(15)

Berdasarkan pengertian - pengertian gaya kepemimpinan diatas dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan adalah kemampuan seseorang pemimpin dalam mengarahkan, mempengaruhi, mendorong dan mengendalikan orang bawahan untuk bisa melakukan sesuatu pekerjaan atas kesadarannya dan sukarela dalam mencapai suatu tujuan tertentu.

2.2.2. Tipe Gaya Kepemimpinan

Menurut Robbins (2016:287) mengidentifikasi empat jenis gaya kepemimpinan antara lain:

1. Gaya kepemimpinan kharismatik

Para pengikut terpacu kemampuan kepemimpinan yang heroik atau yang luar biasa ketika mereka mengamati perilaku-perilaku tertentu pemimpin mereka. Terdapat lima karakteristik pokok pemimpin kharismatik:

a. Visi dan artikulasi, yaitu pemimpin memiliki visi ditujukan dengan sasaran ideal yang berharap masa depan lebih baik daripada status quo, dan mampu mengklarifikasi pentingnya visi yang dapat dipahami orang lain.

(16)

c. Peka terhadap lingkungan, mereka mampu menilai secara realistis kendala lingkungan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk membuat perubahan.

d. Kepekaan terhadap kebutuhan pengikut, pemimpin kharismatik perseptif (sangat pengertian) terhadap kemampuan orang lain dan responsif terhadap kebutuhan dan perasaan mereka.

e. Perilaku tidak konvensional, pemimpin kharismatik terlibat dalam perilaku yang dianggap baru dan berlawanan dengan norma.

2. Gaya kepemimpinan transaksional

Pemimpin transaksional merupakan pemimpin yang memandu atau memotivasi para pengikut mereka menuju sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas. Gaya kepemimpinan transaksional lebih berfokus pada hubungan pemimpin-bawahan tanpa adanya usaha untuk menciptakan perubahan bagi bawahannya. Terdapat empat karakteristik pemimpin transaksional:

(17)

b. Manajemen berdasar pengecualian (aktif) yaitu melihat dengan mencari penyimpangan dari aturan dan standar, menempuh tindakan perbaikan.

c. Manajemen berdasar pengecualian (pasif) merupakan suatu tindakan mengintervensi jika standar tidak dipenuhi.

d. Laissez-Faire yaitu melepas tanggung jawab, menghindari pembuatan keputusan.

3. Gaya kepemimpinan transformasional

Pemimpin transformasional mencurahkan perhatian pada hal-hal dan kebutuhan pengembangan dari masing-masing pengikut, Pemimpin transformasional mengubah kesadaran para pengikut akan persoalan-persoalan dengan membantu mereka memandang masalah lama dengan cara-cara baru, dan mereka mampu menggairahkan, membangkitkan, dan mengilhami para pengikut untuk mengeluarkan upaya ekstra demi mencapai sasaran kelompok. Terdapat empat karakteristik pemimpin transformasional:

a. Kharisma yaitu pemimpim memberikan visi dan rasa atas misi, menanamkan kebanggaan, meraih penghormatan dan kepercayaan kepada bawahannya.

(18)

c. Stimulasi intelektual yaitu pemimin mendorong intelegensia, rasionalitas, dan pemecahan masalah secara hati-hati.

d. Pertimbangan individual yaitu pemimpin memberikan perhatian pribadi, melayani karyawan secara pribadi, melatih dan menasehati.

4. Gaya kepemimpinan visioner

Kemamuan menciptakan dan mengartikulasikan visi yang realistis, kredibel, dan menarik mengenai masa depan organisasi atau unit organisasi yang tengah tumbuh dan membaik dibanding saat ini. Visi ini jika diseleksi dan diimplementasikan secara tepat, mempunyai kekuatan besar sehingga bisa mengakibatkan terjadinya lompatan awal ke masa depan dengan membangkitkan keterampilan, bakat, dan sumber daya untuk mewujudkannya.

2.2.3. Gaya Kepemimpinan Transformasional

(19)

Modiani (2012:47), kepemimpinan transformasional merupakan kemampuan untuk memberikan inspirasi dan memotivasi para pengikutnya untuk mencapai hasil-hasil yang lebih besar daripada yang direncanakan secara orisinil dan untuk imbalan internal. Sedangkan menurut Yukl (2009:290), gaya kepemimpinan transformasional menyerukan nilai-nilai moral dari pengikut dalam upayanya untuk meningkatkan kesadaran karyawannya tentang masalah etis dan untuk memobilisasi energi dan sumber daya mereka untuk mereformasi institusi.

Menurut Burns dalam Safaria (2004:62), Kepemimpinan transformasional dicirikan sebagai pemimpin yang berfokus pada pencapaian perubahan nilai – nilai, kepercayaan, sikap, perilaku, emosional dan kebutuhan bawahan menuju perubahan yang lebih baik dimasa depan. Pemimpin transformasional merupakan seorang agen perubahan yang berusaha keras melakukan transformasi ulang organisasi secara menyeluruh sehingga organisasi bisa mencapai kinerja yang lebih maksimal dimasa depan.

(20)

termotivasi untuk melakukan lebih daripada yang awalnya diharapkan. Pemimpin transformasional memotivasi para bawahannya dengan :

a. Membuat para bawahan lebih sadar mengenai pentingnya hasil suatu pekerjaan.

b. Mendorong para bawahan untuk lebih mementingkan organisasi atau tim daripada kepentingan individu.

c. Mengaktifkan kebutuhan – kebutuhan para bawahan pada kebutuhan yang lebih tingi.

2.2.4. Karakteristik Kepemimpinan Transformasional

Menurut Robbins dan Judge (2011:292), bahwa pemimpin transformasional merupakan pemimpin yang menginspirasi para pengikut untuk mengesampingkan kepentingan pribadi demi kebaikan organisasi dan mereka mampu memiliki pengaruh yang luar biasa pada diri pengikutnya. Berikut merupakan macam-macam karakteristik gaya kepemimpinan transformasional :

a. Charismatic leadership

(21)

mengilhami loyalitas, ketekunan, menanamkan kebanggaan dan kesetiaan, serta membangkitkan rasa hormat.

b. Inspirational leadership

Pemimpin transformasional mampu untuk membangkitkan semangat pengikutnya yang merasa ragu-ragu atau tidak mampu dalam menyelesaikan suatu tugas. Pemimpin dapat memberikan inspirasi, secara emosional membangkitkan, menggerakkan, dan menyemarakkan kondisi yang sudah tidak lagi menggairahkan.

c. Belief

Pemimpin transformasional memiliki insting atau naluri yang kuat, dapat melihat dan membuat keputusan-keputusan tepat yang berdampak positif bagi organisasi, sehingga mampu bertindak dengan penuh keyakinan dan menanamkan kepercayaan kepada para pengikutnya.

d. Intellectual stimulation

(22)

e. Individualized consideration

Ciri ini berkaitan dengan tanggung jawab dan kemampuan pemimpin dalam memberikan kepuasan dan meningkatkan produktifitas para pengikutnya. Pemimpin transformasional cenderung bersikap membaur menjadi satu dengan pengikutnya sebagaimana layaknya individu dengan kebutuhan masing - masing. Pemimpin transformasional memperhatikan faktor-faktor individual, karena adanya perbedaan, kepentingan, dan pengembangan diri yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.

2.2.5. Faktor Yang Mempengaruhi KepemimpinanTransformasional

Robbins (2010:263), menjelaskan bahwa seorang pemimpin dapat mentransformasikan bawahannya melalui empat komponen yang terdiri dari :

a. Kharismatik (Charismatic Leadership)

Pemimpin tersebut mempunyai power dan pengaruh. karyawan dibangkitkan, sehingga mempunyai tingkat kepercayaan dan keyakinan.Pemimpin membangkitkan dan menyenangkan karyawannya dengan meyakinkan bahwa mereka mampu menyelesaikan sesuatu yang lebih besar dengan usaha ekstra.

b. Motivasi inspiratif (Inspirational Motivation)

(23)

selalu mengkomunikasikan visi, misi dan harapan-harapan dengan tujuan agar bawahan mempunyai komitmen yang tinggi untuk mencapai tujuan.

c. Stimulasi intelektual (Intellectual Stimulation)

Pemimpin selalu menstimuli bawahannya secara intelektual, sehingga mereka menjadi inovatif dan kreatif dalam menyelesaikan masalah dengan cara-cara yang baru. Selain itu, pemimpin mengajarkan dengan melihat kesulitan sebagai masalah yang harus diselesaikan dan memberikan penyelesaian masalah secara rasional. d. Konsiderasi individual (Individualized Consideration)

Pemimpin memberikan perhatian kepada karyawan secara individual, seperti : kebutuhan karyawan untuk berprestasi, memberikan gaji, memberi nasehat kepada karyawan sehingga karyawan dapat tumbuh dan berkembang.

2.2.6. Indikator Kepemimpinan Transformasional

Ada beberapa indikator gaya kepemimpinan transformasional menurut Robbins (2010:263):

a. Kharisma

(24)

mewujudkan atmosfir motivasi atas dasar komitmen dan identitas emosional pada visi, filosofi, dan gaya mereka dalam diri bawahanya.

b. Motivasi Inspiratif

Motivasi inspiratif menggambarkan pemimpin bergairah dalam mengkomunikasikan masa depan organisasi yang idealis. Pemimpin menggunakan komunikasi verbal atau penggunaan simbol-simbol yang ditujukan untuk memacu semangat bawahan. Pemimpin memotivasi bawahan akan arti penting visi dan misi organisasi sehingga seluruh bawahannya terdorong untuk memiliki visi yang sama. Kesamaan visi ini memacu bawahan untuk bekerja sama mencapai tujuan jangka panjang dengan optimis. Sehingga pemimpin tidak saja membangkitkan semangat individu tapi juga semangat tim.

c. Stimulasi Intelektual

Stimulasi intelektual menggambarkan pemimpin mampu mendorong karyawan untuk memecahkan masalah lama dengan cara yang baru. Pemimpin berupaya mendorong perhatian dan kesadaran bawahannya akan permasalahan yang seang dihadapi bawahannya. Pemimpinan kemudian berusaha mengembangkan kemampuan bawahan untuk menyelesaikan permasalahan dengan pendekatan-pendekatan atau perspektif baru.

d. Pertimbangan Individu

(25)

individual, melatih dan menasehati. Pemimpin mengajak karyawan untuk jeli melihat kemampuan orang lain. Pemimpin memfokuskan karyawan untuk mengembangkan kelebihan pribadi.

Indikator gaya kepemimpinan transformasional menurut Yukl (2009:305) yaitu:

a. Pengaruh ideal atau kharismatik yaitu perilaku yang membangkitkan emosi dan identifikasi yang kuat dari pengikut terhadap pemimpin. b. Pertimbangan individual meliputi pemberian dorongan, dukungan

dan pelatihan terhadap pengikut.

c. Motivasi inspirasional yang meliputi penyampaian visi yang menarik, untuk memfokuskan bawahan, dan model perilaku yang tepat.

d. Stimulasi intelektual perilaku yang meningkatkan kesadaran pengikut yang membangkitkan emosi dan identifikasi yang kuat dari pengikut untuk memandag masalah dari perspektif yang baru.

Indikator gaya kepemimpinan transformasional yang dipakai di dalam penelitian ini adalah dari pendapat yang dikemukakan oleh Robbins (2010:263), Indikator tersebut adalah sebagai berikut :

a. Kharisma

(26)

2.3. Motivasi

2.3.1. Pengertian Motivasi

Motivasi mempunyai kaitan erat dengan gaya kepemimpinan. Karena keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakkan orang lain sangat tergantung kepada kewibawaan dan bagaimana menciptakan motivasi dalam diri setiap karyawan, sehingga tujuan yang ditetapkan dapat tercapai. Karyawan sangat membutuhkan motivasi dari pimpinan untuk mewujudkan cita-cita di masa mendatang baik melalui pelatihan pada saat bekerja, sehingga terbentuk suatu sinergi yang dapat meningkatkan produktivitas. Pada dasarnya motivasi kerja dapat memacu karyawan untuk bekerja keras sehingga dapat mencapai tujuan mereka. Hal ini akan meningkatkan produktivitas kerja karyawan sehingga berpengaruh pada pencapaian tujuan perusahaan.

Menurut Samsudin (2010:281), mengemukakan bahwa motivasi adalah proses mempengaruhi atau mendorong dari luar terhadap seseorang atau kelompok kerja agar mereka mau melaksanakan sesuatu yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Siagian (2009:102), menyatakan bahwa motivasi merupakan daya dorong bagi seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi keberhasilan organisasi mencapai tujuannya.

(27)

keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Motivasi yang ada pada seseorang merupakan kekuatan pendorong yang akan mewujudkan suatu perilaku guna mencapai tujuan kepuasan dirinya.

Motivasi sebagai proses yang ikut menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam usaha mencapai sasaran. Motivasi umumnya terkait dengan upaya ke arah sasaran, tapi fokus dalam hal ini adalah tujuan organisasi agar mencerminkan minat tunggal terhadap perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan. Selanjutnya dikenal teori dua faktor atau teori motivasi higiene yang dikemukakan oleh psikolog Frederick Herzberg:

a. Faktor motivator (satisfiers), situasi yang merupakan sumber kepuasan kerja, sehingga mendorong orang untuk berperilaku tertentu dan memotivasi untuk bekerja lebih giat dan semangat, sehingga memberikan kepuasan kerja, terdiri dari penghargaan, tanggung jawab, pekerjaan yang menarik, pertumbuhan dan perkembangan, prestasi kerja dan lain-lain.

(28)

Sedangkan menurut Mathis dan Jackson (2006:114), motivasi adalah keinginan dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut bertindak. Orang biasanya bertindak karena satu alasan yaitu untuk mencapai tujuan. Jadi motivasi adalah sebuah dorongan yang diatur oleh tujuan dan jarang muncul dalam kekosongan. Kebutuhan, keinginan, hasrat dan dorongan, semuanya serupa dengan motif, yang merupakan asal dari kata motivasi. Memahami motivasi sangatlah penting karena kinerja, reaksi terhadap kompensasi, dan persoalan sumber daya manusia yang lain dipengaruhi dan mempengaruhi motivasi.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu keahlian dalam mengarahkan atau mengendalikan dan menggerakan seseorang untuk melakukan tindakan akan perilaku yang diinginkan berdasarkan sasaran-sasaran yang sudah ditetapkan untuk mencapai tujuan tertentu.

2.3.2. Teori Motivasi

2.3.2.1 Teori Hirarki Kebutuhan Maslow

Teori motivasi yang paling dikenal adalah Teori Hirarki Kebutuhan Abraham Maslow. Maslow adalah psikolog humanistik yang berpendapat bahwa pada diri setiap orang terdapat hirarki lima kebutuhan, yaitu:

(29)

2. Kebutuhan keamanan (Safety needs): keamanan dan perlindungan dari gangguan fisik dan emosi, dan juga kepastian bahwa kebutuhan fisik akan terus terpenuhi.

3. Kebutuhan sosial (Social needs): kasih sayang, menjadi bagian dari kelompoknya, diterima oleh teman-teman, dan persahabatan. 4. Kebutuhan harga diri (Esteem needs): faktor harga diri internal,

seperti penghargaan diri, otonomi, pencapaian prestasi dan harga diri eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian.

5. Kebutuhan aktualisasi diri (Self-actualization needs): pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri yaitu dorongan untuk menjadi apa yang dia mampu capai.

Seorang individu bergerak naik ke hirarki kebutuhan dari satu tingkat ke tingkat yang berikutnya. Selain itu, Maslow memisahkan lima kebutuhan ke tingkat yang lebih tinggi dan lebih rendah. Kebutuhan fisiologis dan keamanan dianggap kebutuhan yang lebih rendah, sedangkan kebutuhan sosial, harga diri, dan aktualisasi diri dianggap kebutuhan yang lebih tinggi. Kebutuhan urutan lebih rendah didominasi oleh kepuasan eksternal sementara kebutuhan tingkat tinggi didominasi oleh kepuasan internal.

2.3.2.2 Mc. Clelland’s Achievement Motivation Theory oleh Mc.

Clelland

(30)

digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia. Mc. Celland (Robbins 2016 : 120) mengelompokkan tiga kebutuhanan manusia yang dapat memotivasi gairah bekerja, yaitu:

a. Kebutuhan untuk berprestasi (Need for Achievement), merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Karena itu kebutuhanakan berprestasi akan mendorng seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan akan mencapai prestasi kerja yang optimal.

b. Kebutuhan untuk berafiliasi (Need for Affliation), kebutuhan ini menjadi daya penggerak yang akaan memotivasi semangat bekerja seseorang. Hal itu dikarenakan kebutuhan akan afiliasi ini dapat merangsang gairah kerja seseorang.

c. Kebutuhan untuk berkuasa (Need for Power), Ego manusia yang ingin lebih berkuasa dari manusia lainnya sehinnga menimbulkan persaingan yang sengaja ditumbuhkan secara sehat oleh atasannya dapat dijadikan motivasi untuk merangsang dan memotivasi gairah kerja karyawan. Sehingga kebutuhan akan kekuasaan ini termasuk gaya penggerak yang dapat meningkatkan motivasi karyawan.

(31)

1. Prestasi (Achievement), artinya karyawan memperoleh kesempatan untuk mencapai hasil yang baik atau berprestasi.

2. Pengakuan (Recognition), artinya karyawan memperoleh pengakuan dari pihak perusahaan bahwa mereka berprestasi, baik, diberi penghargaan, pujian, dimanusiakan, dan sebagainya.

3. Pekerjaan itu sendiri (Work Itself), artinya memang pekerjaan yang dilakukan itu sesuai dan menyenangkan bagi karyawan.

4. Tanggung jawab (Responsibility), artinya karyawan diserahi tanggung jawab dalam pekerjaan yang dilaksanakannya, tidak hanya semata-mata melaksanakan pekerjaan.

5. Pertumbuhan dan perkembangan (Advancement and Growth), artinya dalam setiap pekerjaan itu ada kesempatan bagi karyawan untuk tumbuh dan berkembang.

Adapun faktor-faktor pemelihara motivasi (faktor-faktor ekstrinsik) meliputi :

1. Pengawasan (Supervision) terhadap karyawan. 2. Kebijakan dalam perusahaan (Company Policy).

(32)

5. Gaji (Salary) yang diterima karyawan.

6. Hubungan dengan rekan-rekan kerja sederajat (Relationship with Peers).

7. Kehidupan pribadi para karyawan (Personal Life).

8. Hubungan dengan bawahan (Relationship with Subordinates).

9. Kedudukan (Status) karyawan.

10.Keamanan dan keselamatan kerja (Security). 2.3.3. Indikator Motivasi

Indikator-indikator motivasi menurut (Maslow Dalam Robbins,2006:124 ) yaitu :

1. Kebutuhan Fisiologis (Physiological need)

Kebutuhan Fisiologis merupakan hirarki kebutuhan manusia yang paling dasar yang merupakan kebutuhan untuk dapat hidup seperti makan, minum, perumahan, oksigen, tidur dan sebagainya. 2. Kebutuhan rasa aman (safety need)

(33)

3. Kebutuhan sosial (social need)

Jika kebutuhan fisiologis dan rasa aman telah terpuaskan secara minimal, maka akan muncul kebutuhan sosial. Yaitu kebutuhan untuk persahabatan, afiliasi dana interaksi yang lebih erat dengan orang lain. Dalam organisasi akan berkaitan dengan kebutuhan akan adanya kelompok kerja yang kompak, supervise yang baik, rekreasi bersama dan sebagainya.

4. Kebutuhan penghargaan (Esteem need)

Kebutuhan ini meliputi kebutuhan keinginan untuk dihormati, dihargai atas prestasi seseorang, pengakuan atas kemampuan dan keahlian seseorang serta efektifitas kerja seseorang. 5. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization need)

(34)

2.4. Disiplin Kerja

2.4.1. Pengertian Disiplin Kerja

Singodimenjo (2011:86) “Disiplin adalah sikap kesediaan

dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan mentaati norma-norma peraturan yang berlaku di sekitarnya”. Hasibuan dalam Barnawi

(2012:112) Disiplin kerja adalah kemampuan kerja seseorang untuk secara teratur, tekun, terus-menerus, dan bekerja sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dengan tidak melanggar aturan-aturan-aturan-aturan yang sudah ditetapkan. Menurut Simamora (2004:234), disiplin adalah prosedur yang mengoreksi atau menghukum bawahan karena melanggar peraturan atau prosedur. Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku (Rivai, 2004:444).

Menurut Hasibuan (2013:193), Disiplin kerja adalah “Kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan

perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku”. Menurut Mangkunegara (2013:129) bahwa : “Disiplin kerja dapat diartikan

sebagai pelaksanaan manajemen untuk memperteguh

(35)

disiplin kerja adalah “Kesediaan dan kerelaan seseorang untuk

menaati dan menjalankan norma-norma atau aturan yang berlaku”. Berdasarkan pengertian diatas disimpulkan bahwa disiplin kerja merupakan suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis, dan bila melanggar akan ada sanksi atas pelanggarannya. Setiyawan dan Waridin (2006:101), ada 5 faktor dalam penilaian disiplin kerja yaitu : a. Kualitas kedisiplinan kerja, meliputi datang dan pulang yang tepat

waktu, pemanfaatan waktu untuk pelaksanaan tugas dankemampuan mengembangkan potensi diri berdasarkan motivasi yang positif.

b. Kuantitas pekerjaan meliputi volume keluaran dan kontribusi. c. Kompensasi yang diperlukan meliputi saran, arahan atau perbaikan. d. Lokasi tempat kerja atau tempat tinggal.

e. Konservasi meliputi penghormatan terhadap aturan dengan keberanian untuk selalu melakukan pencegahan terjadinya tindakan yang bertentangan dengan aturan.

Terdapat empat perspektif daftar yang menyangkut disiplin kerja menurut Rivai (2004:444):

a. Disiplin retributif (retributive discipline) yaitu berusaha menghukum orang yang berbuat salah.

(36)

c. Perspektif hak-hak individu (individual right perspective) yaitu berusaha melindungi hak-hak dasar individu selama tindakan-tindakan disipliner.

d. Perspektif utilitarian (utilitarian perspective) yaitu berfokus kepada penggunaan disiplin hanya pada saat konsekuensi-konsekuensi tindakan disiplin melebihi dampak-dampak negatifnya.

2.4.2. Tujuan Disiplin Kerja

Penerapan disiplin dalam kehidupan perusahaan ditujukan agar semua karyawan yang ada dalam perusahaan bersedia dengan sukarela mematuhi dan mentaati segala peraturan dan tata tertib yang berlaku dalam perusahaan itu tanpa paksaan. Apabila setiap orang dalam perusahaan itu dapat mengendalikan diri dan mematuhi semua norma-norma yang berlaku, maka hal ini dapat menjadi modal utama yang amat menentukan dalam pencapaian tujuan perusahaan. Mematuhi peraturan berarti memberi dukungan positif pada perusahaan dalam melaksanakan program – program yang telah ditetapkan, sehingga akan lebih memudahkan tercapainya tujuan perusahaan. Menurut Sutrisno (2009:126), mengemukakan bahwa tujuan disiplin kerja adalah sebagai berikut :

(37)

b. Tingginya semangat dan gairah kerja dan inisiatif para karyawaan untuk melaksanakan pekerjaan.

c. Besarnya rasa tanggung jawab pada karyawan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.

d. Berkembangnya rasa memiliki dan rasa solidaritas dan rasa solidaritas yang tinggi dikalangan karyawan.

e. Meningkatnya efisiensi dan produktivitas kerja pada karyawaan. 2.4.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Disiplin Kerja

Hasibuan (2010 : 194) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi, diantaranya :

a. Tujuan dan Kemampuan

Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karywan bersangkutan, agar karyawan bekerja dengan sungguh-sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya.

b. Teladanan Pimpinan

(38)

berdisiplin baik, jujur, adil serta sesuai kata dengan perbuatannya. Dengan keteladanan pimpinan yang baik, kedisiplinan bawahanpun akan ikut baik.

c. Balas Jasa

Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap organisasi atau pekerjaannya.

d. Keadilan

Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan pegawai, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam memberikan balas jasa (pengakuan) atau hukuman akan merangsang terciptannya kedisiplinan pegawai yang baik.

e. Waskat

(39)

f. Sanksi Hukuman

Sanksi hukuman berperan penting dalam memeihara kedisiplinan karyawan. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, pegawai akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan organisasi, sikap, dan perilaku indisipliner pegawai akan berkurang. Berat atau ringan saksi hukuman yang akan diterapkan ikut mempengaruhi baik buruknya kedisiplinan pegawai. Sanksi hukuman harus ditetapkan berdasarkan pertimbangan logis, masuk akal, dan diinformasikan secara jelas kepada semua pegawai.

g. Ketegasan

Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisiplinan pegawai. Pimpinan harus berani dan tegas untuk menghukum setiap pegawai yang indispliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan. Impinan yang berani bertindak tegas menerapkan hukuman bagi pegawai indisipliner akan akan disegani dan diakui kepemimpinanya oleh bawahan.

2.4.4. Dimensi Disiplin Kerja

(40)

a. Selalu datang dan pulang tepat pada waktunya

Ketepatan pegawai datang dan pulang sesuai dengan aturan dapat dijadikan ukuran disiplin kerja. Dengan selalu datang dan pulang tepat dengan waktunya, atau sudah sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan maka dapat mengindikasikan baik tidaknya tingkat kedisiplinan dalam organisasi tersebut.

b. Mengerjakan semua pekerjaan dengan baik

Mengerjakan semua pekerjaan dengan baik menjadi salah satu indikator kedisiplinan, dengan hasil pekerjaan yang baik dapat menunjukkan kedisiplinan pegawai suatu organisasi dalam mengerjakan tugas yang diberikan.

c. Mematuhi semua peraturan organisasi dan norma-norma yang berlaku.

Mematuhi semua peraturan organisasi dan norma-norma yang berlaku merupakan salah satu sikap disiplin pegawai sehingga apabila pegawai tersebut tidak mematuhi aturan dan melanggar norma-norma yang berlaku maka itu menunjukkan adanya sikap tidak disiplin.

2.4.5. Indikator Disiplin Kerja

(41)

a. Taat terhadap aturan waktu

Dilihat dari jam masuk kerja, jam pulang, dan jam istirahat yang tepat waktu sesuai dengan aturan yang berlaku di perusahaan. b. Taat terhadap peraturan perusahaan

Peraturan dasar tentang cara berpakaian, dan bertingkah laku dalam pekerjaan.

c. Taat terhadap aturan perilaku dalam pekerjaan

Ditunjukan dengan cara-cara melakukan pekerjaan-pekerjaan sesuai dengan jabatan, tugas dan tanggung jawab serta cara berhubungan dengan unit kerja lain.

d. Taat terhadap peraturan lainnya diperusahaan

Aturan tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh para pegawai dalam perusahaan.

Indikator disiplin kerja lainnya yang digunakan untuk mengukur disiplin kerja menurut Hasibuan (2013:163) yaitu :

a. Kriteria berdasarkan sikap

Mental dan perilaku karyawan yang berasal dari kesadaran atau kerelaan dirinya sendiri dalam melaksanakan tugas dan peraturan perusahaaan.

b. Kriteria berdasarkan norma

(42)

c. Kriteria berdasarkan tanggung jawab

Merupakan kemampuan dalam menjalankan tugas dan peraturan dalam perusahaan. Menyelesaikan pekerjaan pada waktu yang ditentukan karyawan harus bertanggung jawab atas pekerjaannya dengan menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktu yang ditentukan perusahaan.

2.5.Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Daftar Tabel Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Alat

Analisis

Hasil penelitian

1. Windy Dyah Indriyani (2016) Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Kkaryawan Pada PT Karya Indah Buana Surabaya.

(X1) Gaya Kepemimpinan. (X2)Motivasi. (X3) Disiplin Kerja. (Y) Kinerja Karyawan. Analisis Regresi. Variabel Gaya Kepemimpinan, Motivasi, Dan Disiplin Kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT Karya Indah Buana Surabaya.

2. Muhammad Aris Nuraini (2012) Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada STIKES Surya Global Yogyakarta. (X1) Gaya Kepemimpinan. (X2) Motivasi. (X3) Disiplin Kerja. (Y) Kinerja Karyawan. Analisis Regresi. Variabel Gaya Kepemimpinan, Motivasi dan disiplin kerja secara parsial dan simultan berpengaruh secara signifikan terhadap Kinerja Karyawan Pada STIKES Surya Global Yogyakarta. 3. Fenny

Fitriawaty (2015) Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi Dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT Indah Jaya Express Surabaya.

(X1) Gaya Kepemimpinan. (X2) Motivasi. (X3) Disiplin Kerja. (Y) Kinerja Karyawan. Analisis Regresi. Variabel Gaya Kepemimpinan, Motivasi, dan Disiplin Kerja tidak

berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Karyawan PT Indah Jaya Express Surabaya.

(43)

Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Pegawai PT Empat Enam Jaya Abadi Balikpapan.

(X3) Disiplin kerja. (Y) Kinerja.

Kerja secara simultan dan parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Kinerja Karyawan PT Empat Enam Jaya Abadi Balikpapan. 5. Siswandi

( 2006 )

Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Komunikasi Internal Dan Motivas Terhadap Kinerja Karyawan Pand’s Collection Semarang. (X1) Gaya Kepemimpinan. (X2) Komunikasi Interpersonal. (X3) Motivasi. (Y) Kinerja Karyawan. Analisis Regresi. Variabel Gaya Kepemimpinan, Komunikasi Internal Dan Motivasi secara simultan memiliki pengaruh signifikan terhadap Kinerja Karyawan Pand’s Collection Semarang.

2.6. Hubungan Antar Variabel

1. Hubungan Gaya Kepemimpinan Transformasional Dengan Kinerja Karyawan

(44)

Berdasarkan hasil penelitian Ariana (2013) disebutkan bahwa perusahaan bisa lebih memperhatikan kemampuan karyawan, balas jasa terhadap karyawan, sanksi terhadap pelanggaran disiplin, pengawasan yang lebih ketat dalam upaya meningkatkan atau memperbaiki kinerja karyawan. Hal-hal tersebut membuktikan bahwa disiplin kerja merupakan faktor penting dalam meningkatkan kinerja karyawan. Dengan adanya disiplin kerja yang baik dari karyawan seperti datang tepat waktu, melaksanakan pekerjaan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh perusahaan, mentaati peraturan perusahaan maka akan dapat meningkatkan kinerja dari karyawan tersebut sehingga target perusahaan akan tercapai. Hal ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Modiani (2012) yang menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh signifkan terhadap kinerja karyawan.

2. Hubungan Motivasi Dengan Kinerja Karyawan

(45)

Dengan segala kebutuhan tersebut, seseorang dituntut untuk lebih giat dan aktif dalam bekerja, untuk mencapai hal ini diperlukan adanya motivasi dalam melakukan pekerjaan, karena dapat mendorong seseorang bekerja dan selalu berkeinginan untuk melanjutkan usahanya. Oleh karena itu jika pegawai yang mempunyai motivasi kerja yang tinggi biasanya mempunyai kinerja yang tinggi pula. Menurut Purba (2004:67) menyebutkan ada salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu faktor motivasi, dimana motivasi merupakan kondisi yang menggerakan seseorang berusaha untuk mencapai tujuan atau mencapai hasil yang diinginkan. Rivai (2004:455) menunjukan bahwa semakin kuat motivasi kerja, kinerja pegawai akan semakin tinggi. Penelitian yang dilakukan Hidayat (2007) menunjukkan bahwa motivasi kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan.

3. Hubungan Disilin Kerja Dengan Kinerja Karyawan

(46)

antara keinginan dan kenyataan. Untuk menciptakan kondisi yang harmonis tersebut terlebih dahulu harus diwujudkan keselarasan antara kewajiban dan hak karyawan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa disiplin merupakan sikap kesetiaan dan ketaatan seseorang atau sekelompok orang terhadap peraturan-peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis, yang tercermin dalam bentuk tingkah laku dan perbuatan. Hal demikian membuktikan bila kedisiplinan karyawan memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan. Kristiyanti dan Lisda (2009) menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara disiplin kerja terhadap kinerja karyawan. Wahyuni (2008) menyatakan dalam penelitinnya bahwa disiplin kerja berpengaruh positif terhadap kinerja. Berdasarkan beberapa hasil penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. 4. Hubungan Gaya Kepemimpinan Tansformasional, Motivasi, Dan

Disiplin Kerja Dengan Kinerja Karyawan

(47)

bawahannya. Dengan adanya hal tersebut maka karyawan menjadi lebih termotivasi untuk bekerja. Hal ini juga tentunya dapat meningkatkan disiplin kerja para karyawan dalam sebuah perusahaan. Dari pernyataan tersebut terlihat bahwa gaya kepemimpinan transformasional, motivasi dan disiplin kerja sangat berpengaruh dalam meningkatkan kinerja karyawan. Ratnaningsih (2015) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional, motivasi, dan disiplin kerja secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan. 2.7.Model Penelitian

Berdasarkan uraian yang penulis kemukakan pada latar belakang masalah dan juga dikembangkan dalam landasan teori, maka model penelitian ini ditunjukkan pada gambar 2.1. berikut :

Gambar 2.1 Model Penelitian

Motivasi (X2) Kinerja (Y)

Gaya Kepemimpinan Transformasional (X1)

Disiplin Kerja (X3)

H1

H2

H3

(48)

2.8.Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah tersebut dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik dengan data. (Sugiyono, 2015:53). Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

H1 : Diduga gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT Madubaru PG PS Madukismo Yogyakarta.

H2 : Diduga motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT Madubaru PG PS Madukismo Yogyakarta.

H3 : Diduga disiplin kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT Madubaru PG PS Madukismo Yogyakarta.

Gambar

Tabel 2.1
Gambar 2.1 Model Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

tersebut, akhirnya peneliti mendapatkan ide untuk menjadikannya sebagai judul skripsi. Shopee ingin memanjakan pengguna setianya dengan mengadakan promo mulai tanggal

Hampir sama dengan beban gravitasi, beban vertikal akibat beban gempa yang ditransfer oleh TB dapat diketahui dari besarnya gaya dalam lintang yang terjadi pada balok prategang.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa padeye dengan jumlah 4 yang diletakkan tepat pada posisi deck leg merupakan paling tepat.. untuk main deck Widuri pada

Sampel dengan sepuluh kali cycle memang memiliki nilai kekerasan lebih rendah dibandingkan dengan lima kali cycle tetapi Gambar 4.6 (d) dan Tabel 4.1 menujukkan bahwa

Hasil analisis menunjukkan bahwa galur terung yang memiliki potensi hasil yang paling tinggi adalah galur ‘Bandung’, kandungan vitamin C buah tertinggi pada galur

Peranan wanita pada rantai nilai produk tuna-cakalang asap didukung oleh beberapa faktor, yaitu rata-rata usia yang produktif, pengalaman kerja yang cukup, jumlah tanggungan

Berkenaan dengan hal tersebut diatas, diharapkan agar Saudara dapat hadir tepat waktu dengan membawa dokumen asli dan 1 (satu) rangkap fotocopy untuk setiap data yang telah

Memahami al-Qur’an: Perspektif Baru Metodologi Tafsir Muqarin.. Nasr, Seyyed