UNIVERSITAS INDONESIA
EVALUASI BANGUNAN BERTINGKAT AKIBAT BEBAN GEMPA DENGAN BALOK PRATEGANG SEBAGAI TRANSFER BEAM
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Sipil
WISNU PRATAMA PUTRA 0806329691
FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL DEPOK
JUNI 2012
Skripsi ini adalah hasil karya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah dinyatakan dengan benar.
Nama : Wisnu Pratama Putra
NPM : 0806329691
Tanda Tangan :
Tanggal : 25 Juni 2012
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Wisnu Pratama Putra
NPM : 0806329691
Program Studi : Teknik Sipil
Judul Skripsi : Evaluasi Bangunan Bertingkat akibat Beban Gempa dengan Balok Prategang sebagai Transfer Beam
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Dr. Ir. Yuskar Lase, DEA
Penguji I : Ir. Syahril A Rahim, M.Eng
Penguji II : Mulia Orientielize, S.T, M.Eng
Ditetapkan di : Depok Tanggal : 25 Juni 2012
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan berkat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Sipil kekhususan Struktur pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Selain itu tentunya, dengan skripsi, banyak pelajaran yang dapat diambil baik itu pelajaran teknis maupun non-teknis.
Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari awal perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus karena atas rahmat-Nya lah yang begitu besar, saya bisa diberikan kesempatan untuk menjalani dan menyelesaikan pembuatan skripsi ini.
2. Ayah, ibu dan kakak adik saya yang telah memberikan doa, perhatian, dan kasih sayangnya serta bantuan biaya dalam penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Ir. Yuskar Lase, DEA, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi selama satu tahun ini.
4. Bapak Ir. Syahril A Rahim, M.Eng, selaku dosen penguji serta dosen penulis dalam beberapa mata kuliah, yang telah begitu banyak memberikan ilmu praktis dan teoritis tentang keindahan dunia teknik sipil. Totalitas beliau dalam mengajar telah menjadi inspirasi bagi penulis untuk terus bersemangat. 5. Seluruh tim dosen departemen teknik sipil FTUI khususnya dosen peminatan
struktur, Pak Josia, Ibu Elly, Ibu Cece, Ibu Essy, Pak Heru, dan lain-lain. 6. Seluruh teman-teman satu bimbingan dengan Pak Yuskar, terima kasih untuk
sharing ilmu yang telah diberikan.
7. Seluruh keluarga besar Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan angkatan 2008.
8. Emiliana, teman baik penulis yang selalu mengingatkan untuk terus bersemangat dalam menjalankan sekaligus menyelesaikan tugas akhir ini.
senantiasa melaju.
10. SMA Strada St.Thomas Aquino, teman-teman di kelas XI IPA 3 dan XII IPA 2 oleh karena kultur serta kondisi alam yang pada akhirnya “memaksa” penulis untuk berubah sekaligus berhasil masuk ke Universitas Indonesia. 11. Seluruh pihak, kerabat, sahabat, teman baik, teman, mantan teman baik, dan
semua yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Saya sadar bahwa masih banyak kekurangan yang terjadi dalam penulisan skripsi ini, saran dan masukan tentu akan semakin menambah kebaikan dari skripsi ini. Untuk keindahan ilmu pengetahuan, dan untuk orang-orang yang telah berjasa diluar sana, skripsi ini didedikasikan.
Depok, Juni 2012
Penulis
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Wisnu Pratama Putra
NPM : 0806329691
Program Studi : Teknik Sipil Departemen : Teknik Sipil Fakultas : Teknik Jenis karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Evaluasi Bangunan Bertingkat akibat Beban Gempa dengan Balok Prategang sebagai Transfer Beam
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : Juni 2012
Yang menyatakan
(Wisnu Pratama Putra)
Nama : Wisnu Pratama Putra Program Studi : Teknik Sipil
Judul : Evaluasi Bangunan Bertingkat akibat Beban Gempa dengan Balok Prategang sebagai Transfer Beam
Kebutuhan perluasan ruang vertikal di daerah perkotaan terutama Jakarta terkadang mengalami hambatan dari keberadaan bangunan purbakala yang harus dilestarikan. Oleh karena itu bangunan baru yang ingin dibangun diatas bangunan purbakala harus menggunakan sistem transfer, yang dalam penelitian ini berupa balok prategang dan kolom pendukungnya. Terletak pada wilayah gempa, nantinya beban gempa termasuk gempa vertikal dan beban gravitasi akan dikerjakan pada bangunan bertingkat yang akan diteliti. Selain itu, untuk menjamin bahwa sistem transfer tidak gagal terlebih dahulu daripada komponen struktur lainnya, gaya gempa pada sistem transfer diperbesar dengan faktor kuat lebih yang diambil berdasarkan SNI 03-1726-2002.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja sistem transfer akan semakin baik dengan penambahan dimensi dari balok prategang. Selain itu, kinerja sistem transfer akan semakin baik seiring dengan pertambahan jumlah lantai yang dipikulnya. Displacement pada titik tengah balok prategang akan semakin berkurang seiring peningkatan jumlah lantai dengan profil dan gaya prategang yang berbeda-beda serta akan berkurang juga seiring dengan peningkatan dimensi balok prategang. Dapat dilihat juga dengan adanya sistem prategang pada balok transfer, kebutuhan tulangan longitudinal non-prategang pada balok dapat berkurang.
Kata kunci: bangunan purbakala, bangunan sistem transfer, balok transfer, balok prategang, kolom pendukung, gempa vertikal, faktor kuat lebih, respons dinamik, tulangan.
Name : Wisnu Pratama Putra Study Program : Civil Engineering
Title : Evaluation of Multi-Story Building with Prestress System as Transfer Beam under Seismic Loads
The need of vertical expansion in cities especially Jakarta sometimes has obstacle from the existence of heritage building which should be kept. Therefore the new building intended to be built above the heritage building must use particular transfer system, in this research it would be a prestress beam and its supporting column. Located in seismic region, later a seismic load including its vertical and horizontal component and gravity force will be assigned to the multi-story building. In addition, to guarantee the transfer system doesn’t fail before the other structural components do, seismic forces for transfer system will be scaled up with excessive strength factor based on SNI 03-1726-2002.
This research shows that the performance of transfer system will be better with the increase of transfer beam dimension. Furthermore, the performance of transfer system also will be better with the increase of number of stories. Displacements at transfer beam mid-span will be less with increasing amount of stories held with different transfer beam dimensions and different prestress loads, also will be less with the increase of prestress beam dimension. It is observable since the existence of prestress system at transfer beam, the need of non-prestress longitudinal reinforcement will be reduced.
Key word: heritage building, transfer system building, transfer beam, prestress beam, supporting column, vertical seismic loads, excessive strength factor, dynamic response, reinforcement.
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii HALAMAN PENGESAHAN... iv KATA PENGANTAR ...v ABSTRAK ... viii BAB 1 Pendahuluan...1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Permasalahan ... 2 1.3 Tujuan Penelitian ... 2 1.4 Batasan Penelitian ... 2 1.5 Sistematika Penulisan ... 3 1.6 Hipotesis Penelitian ... 4
BAB 2 Dasar Teori ...5
2.1 Perancangan Bangunan Bertingkat Tahan Gempa... 5
2.1.1 Perancangan Bangunan Tahan Gempa ... 5
2.1.2 Modelisasi Dinamik Struktur (MDOF) ... 6
2.1.3 Analisis Getaran Bebas dan Getaran Paksa... 7
2.1.3.1 Getaran Bebas ... 7
2.1.3.2 Getaran Paksa... 8
2.1.4 Respons Spektrum ... 9
2.2 Sistem Struktur Penahan Beban Gravitasi dan Lateral ... 12
2.2.1 Sistem Penahan Beban Gravitasi... 12
2.2.2 Sistem Penahan Beban Lateral ... 12
2.3 Transfer Beam berupa Balok Prategang ... 14
2.3.1 Transfer beam dan Pola Keruntuhannya ... 14
2.3.2 Balok Prategang ... 17
BAB 3 Metodologi Penelitian ...31
3.1 Permodelan Struktur ... 31
3.2 Variasi Permodelan... 35
3.2.1 Variasi Jumlah Lantai... 35
3.2.2 Variasi Tinggi Transfer Beam (TB) ... 35
3.3 Pembebanan Struktur ... 36
3.3.1 Pembebanan Gravitasi ... 36
3.3.2 Pembebanan Gempa ... 36
3.4 Skema Analisa Struktur ... 39
BAB 4 Hasil dan Analisa ...41
4.1 Variasi I : Variasi Jumlah Lantai Bangunan ... 41
4.2 Perbandingan Hasil dan Analisa dari Variasi I ... 41
4.2.2 Pola Ragam Getar dan Partisipasi Massa ... 42
4.2.3 Gaya Geser Dasar ... 43
4.2.4 Gaya Geser Tingkat ... 43
4.2.5 Kinerja Sistem Transfer... 44
4.2.6 Penulangan ... 59
4.2.6.1 Tulangan Longitudinal Balok ... 59
4.2.6.2 Tulangan Geser Balok... 60
4.2.6.3 Tulangan Longitudinal Kolom ... 61
4.2.6.4 Tulangan Geser Kolom ... 62
4.2.6.5 Tulangan Longitudinal Shear Wall (SW) ... 62
4.2.6.6 Tulangan Geser SW ... 63
4.2.7 Diskusi Variasi I ... 63
4.3 Variasi II : Variasi Ketinggian Transfer Beam (TB) ... 65
4.4 Perbandingan Hasil dan Analisa Variasi II... 65
4.4.1 Periode Getar ... 65
4.4.2 Pola Ragam Getar dan Partisipasi Massa ... 66
4.4.3 Gaya Geser Dasar ... 66
4.4.4 Gaya Geser Tingkat ... 67
4.4.5 Kinerja Sistem Transfer... 68
4.4.5.1 Beban Vertikal akibat Beban Gravitasi yang Ditransfer oleh TB... 68
4.4.5.2 Beban Vertikal akibat Beban Gempa yang Ditransfer oleh TB ... 69
4.4.5.3 Gaya Geser yang Ditransfer oleh Sistem Transfer... 70
4.4.5.4 Displacement di Tengah TB akibat Beban Gravitasi dan Beban Gempa 70 4.4.5.5 Gaya-gaya dalam Kolom Pendukung dengan Kombinasi Pembebanan Service ... 74
4.4.5.6 Gaya-gaya Dalam TB dengan Kombinasi Pembebanan Service .... 81
4.4.6 Penulangan ... 82
4.4.6.1 Tulangan Longitudinal Balok ... 82
4.4.6.2 Tulangan Geser Balok... 83
4.4.6.3 Tulangan Longitudinal Kolom ... 84
4.4.6.4 Tulangan Geser Kolom ... 84
4.4.6.5 Tulangan Longitudinal Dinding Geser (SW) ... 85
4.4.6.6 Tulangan Geser Dinding Geser (SW) ... 86
4.4.7 Diskusi Variasi II (Perbedaan Tinggi TB) ... 86
BAB 5 Kesimpulan dan Saran ...88
5.1 Kesimpulan ... 88
5.2 Saran ... 89
Gambar 2.1. Kurva Respon Seismik Wilayah Gempa 4 ... 10
Gambar 2.2 Dinding Geser Berangkai ... 13
Gambar 2.3 Bangunan Sistem Ganda ... 14
Gambar 2.4 Keruntuhan Diagonal Splitting Failure pada Balok Beton... 15
Gambar 2.5 Shear Compression Failure ... 16
Gambar 2.6 Shear Flexure Failure ... 16
Gambar 2.7 Retak Lentur Awal ... 17
Gambar 2.8 Retak Miring ... 17
Gambar 2.9 Retak Sebelum Kegagalan ... 17
Gambar 2.10 (a) Sebuah Bagian dari Penampang Balok Prategang, (b) Bagian dari Balok Beton Bertulang ... 18
Gambar 2.11 Balok prategang diatas dua tumpuan ... 19
Gambar 2.12 Kurva Beban-Defleksi Balok Prategang ... 25
Gambar 2.13 Penampang Balok Prestress Simple Span ... 27
Gambar 2.14 (a) Balok Prategang Menerus ; (b) Lendutan yang Terjadi apabila Reaksi di Tengah Bentang Diabaikan ; (c) Reaksi Perletakkan di Tengah Bentang akibat Prestressing ; (d) Defleksi Balok yang Sebenarnya Akibat Prestressing.. 28
Gambar 2.15 (a) Momen Primer Sebagai Hasil Perkalian Gaya Prategang Dengan Eksentrisitas terhadap cgc ; (b) Momen Sekunder Akibat Reaksi di Tengah Bentang ; (c) Momen Total ... 29
Gambar 2.16 Lokasi C-line dan cgs line pada Balok Menerus... 29
Gambar 3.1 Denah Struktur Lantai Dasar... 32
Gambar 3.2 Denah struktur lantai 3 ... 32
Gambar 3.3 Denah struktur lantai 4 ... 33
Gambar 3.4 Tampak Depan Portal Bangunan... 33
Gambar 3.5 Bentuk 3D Bangunan ... 34
Gambar 3.6 Variasi Jumlah Lantai (4,6, dan 8 lantai) ... 35
Gambar 3.7 Spektrum Respons Gempa Rencana Wilayah 3 ... 38
Gambar 3.8 Skema Penelitian ... 39
Gambar 3.9 Skema Analisa Struktur... 40
Gambar 4.1 Periode Getar Bangunan Variasi I... 42
Gambar 4.2 Gaya Geser Tingkat Bangunan Variasi I... 44
Gambar 4.3 Perbandingan Jumlah Beban Vertikal akibat Beban Gravitasi yang Ditransfer TB untuk Ketiga Bangunan ... 44
Gambar 4.4 Perbandingan Jumlah Beban Vertikal akibat Beban Gempa yang Ditransfer TB untuk Ketiga Bangunan ... 46
Gambar 4.5 Gaya Geser yang Ditransfer TB untuk Ketiga Jenis Bangunan ... 47
Gambar 4.6 Displacement uz di Tengah Bentang TB Akibat Beban Gravitasi.... 48
Gambar 4.7 Displacement ux dan uy di Tengah Bentang TB Akibat Beban Gempa ... 48
Gambar 4.8 Displacement uz di Tengah Bentang TB Akibat Kombinasi Pembebanan ... 49
Pembebanan ... 49
Gambar 4.10 Displacement uy di Tengah Bentang TB Akibat Kombinasi Pembebanan ... 50
Gambar 4.11 Gaya Aksial Kolom Pendukung C2 dan C6 Lantai 3 pada Ketiga Jenis Bangunan ... 51
Gambar 4.12 Gaya Aksial Kolom Pendukung C4 Lantai 3 pada Ketiga Jenis Bangunan ... 51
Gambar 4.13 Gaya Geser Kolom Pendukung C2 Lantai 3 pada Ketiga Jenis Bangunan ... 52
Gambar 4.14 Gaya Geser Kolom Pendukung C4 Lantai 3 pada Ketiga Jenis Bangunan ... 52
Gambar 4.15 Gaya Geser Kolom Pendukung C6 Lantai 3 pada Ketiga Jenis Bangunan ... 53
Gambar 4.16 Gaya Aksial Kolom Pendukung C2 dan C6 Lantai 1 pada Ketiga Jenis Bangunan ... 53
Gambar 4.17 Gaya Aksial Kolom Pendukung C4 Lantai 1 pada Ketiga Jenis Bangunan ... 54
Gambar 4.18 Gaya Geser Kolom Pendukung C2 Lantai 1 pada Ketiga Jenis Bangunan ... 54
Gambar 4.19 Gaya Geser Kolom Pendukung C4 Lantai 1 pada Ketiga Jenis Bangunan ... 55
Gambar 4.20 Gaya Geser Kolom Pendukung C6 Lantai 1 pada Ketiga Jenis Bangunan ... 55
Gambar 4.21 Gaya Vertikal yang Ditransfer TB ... 58
Gambar 4.22 Rasio Penulangan Longitudinal Balok ... 60
Gambar 4.23 Rasio Penulangan Geser Balok ... 61
Gambar 4.24 Rasio Penulangan Longitudinal Kolom ... 61
Gambar 4.25 Rasio Penulangan Geser Kolom... 62
Gambar 4.26 Rasio Penulangan Longitudinal SW ... 62
Gambar 4.27 Rasio Penulangan Geser SW... 63
Gambar 4.28 Periode Getar Bangunan 6 Lantai dengan Perbedaan Tinggi TB ... 66
Gambar 4.29 Gaya Geser Tingkat Ketiga Jenis Bangunan Pada Variasi II... 67
Gambar 4.30 Perbandingan Jumlah Beban Vertikal akibat Beban Gravitasi yang Ditransfer TB untuk Ketiga Bangunan ... 68
Gambar 4.31 Perbandingan Jumlah Beban Vertikal akibat Beban Gempa yang Ditransfer TB untuk Ketiga Bangunan ... 69
Gambar 4.32 Gaya Geser yang Ditransfer TB untuk Ketiga Jenis Bangunan ... 70
Gambar 4.33 Displacement uz di Tengah Bentang TB Akibat Beban Gravitasi.. 71
Gambar 4.34 Displacement ux dan uy di Tengah Bentang TB Akibat Beban Gempa ... 71
Gambar 4.35 Displacement uz di Tengah Bentang TB Akibat Kombinasi Pembebanan ... 72
Gambar 4.36 Displacement ux di Tengah Bentang TB Akibat Kombinasi Pembebanan ... 73
Gambar 4.37 Displacement uy di Tengah Bentang TB Akibat Kombinasi Pembebanan ... 73
Bangunan ... 75 Gambar 4.40 Gaya Geser Kolom Pendukung C2 Lantai 3 pada Ketiga Jenis Bangunan ... 75 Gambar 4.41 Gaya Geser Kolom Pendukung C4 Lantai 3 pada Ketiga Jenis Bangunan ... 76 Gambar 4.42 Gaya Geser Kolom Pendukung C2 Lantai 3 pada Ketiga Jenis Bangunan ... 76 Gambar 4.43 Gaya Aksial Kolom Pendukung C2 dan C6 Lantai 1 pada Ketiga Jenis Bangunan ... 77 Gambar 4.44 Gaya Aksial Kolom Pendukung C4 Lantai 1 pada Ketiga Jenis Bangunan ... 77 Gambar 4.45 Gaya Geser Kolom Pendukung C2 Lantai 1 pada Ketiga Jenis Bangunan ... 78 Gambar 4.46 Gaya Geser Kolom Pendukung C4 Lantai 1 pada Ketiga Jenis Bangunan ... 78 Gambar 4.47 Gaya Geser Kolom Pendukung C6 Lantai 1 pada Ketiga Jenis Bangunan ... 79 Gambar 4.48 Gaya Vertikal yang Ditransfer TB ... 81 Gambar 4.49 Perbandingan Tulangan Longitudinal Balok arah x dan arah y Untuk Ketiga Jenis Bangunan ... 83 Gambar 4.50 Perbandingan Tulangan Longitudinal Balok arah x dan arah y Untuk Ketiga Jenis Bangunan ... 84 Gambar 4.51 Perbandingan Tulangan Longitudinal Kolom Untuk Ketiga Jenis Bangunan ... 84 Gambar 4.52 Perbandingan Tulangan Geser Kolom Untuk Ketiga Jenis Bangunan ... 85 Gambar 4.53 Perbandingan Tulangan Longitudinal SW Untuk Ketiga Jenis Bangunan ... 85 Gambar 4.54 Perbandingan Tulangan Geser SW Untuk Ketiga Jenis Bangunan 86
Tabel 2-1 Presentase Total Kehilangan Gaya Prategang ... 23
Tabel 2-2 Tegangan yang Diizinkan pada Komponen Balok Prategang ... 24
Tabel 3-1 Faktor Keutamaan I pada Bangunan... 37
Tabel 3-2 Besarnya koefisien Ψ untuk menghitung Cv ... 38
Tabel 4-1 Perbandingan Periode Getar Bangunan ... 42
Tabel 4-2 Gaya Geser Dasar Bangunan Variasi I ... 43
Tabel 4-3Rasio Beban Vertikal yang Ditransfer TB terhadap Beban Vertikal Total Seluruh Bangunan ... 45
Tabel 4-4 Rasio Gaya Geser yang Ditransfer dengan Gaya Geser Dasar Bangunan ... 47
Tabel 4-5 Rasio Gaya Aksial dan Geser yang Ditransfer Sistem Transfer Terhadap Gaya Geser dan Aksial Total Bangunan ... 57
Tabel 4-6 Rasio Beban Vertikal yang Ditransfer TB Terhadap Beban Vertikal Seluruh Bangunan ... 58
Tabel 4-7 Tabel Perbandingan Periode Getar Bangunan dengan Variasi Ketinggian TB ... 65
Tabel 4-8 Perbandingan Gaya Geser Dasar Ketiga Jenis Bangunan ... 67
Tabel 4-9 Perbandingan Rasio Beban Vertikal yang Ditransfer TB dengan Beban Vertikal Keseluruhan Bangunan ... 69
Tabel 4-10 Rasio Gaya Geser yang Ditransfer oleh Sistem Transfer dengan Gaya Geser Dasar Bangunan ... 70
Tabel 4-11 Displacement ux di Tengah Bentang TB Akibat Kombinasi Pembebanan ... 72
Tabel 4-12 Displacement uy di Tengah Bentang TB Akibat Kombinasi Pembebanan ... 73
Tabel 4-13 Rasio Perbandingan Gaya Aksial dan Geser pada Sistem Transfer terhadap Gaya Aksial dan Geser Seluruh Bangunan ... 80
Tabel 4-14 Rasio Beban Vertikal yang Ditransfer TB Terhadap Beban Vertikal Seluruh Bangunan ... 81
1.1 Latar Belakang
Perpindahan penduduk dari desa ke kota disebut dengan urbanisasi. Bertambahnya arus urbanisasi akan diikuti dengan pertambahan jumlah penduduk di kota besar sehingga mengakibatkan semakin padatnya pemukiman dan semakin terbatasnya lahan yang ada. Selain itu, gradien pertambahan penduduk di kota- kota besar selalu bernilai positif sehingga pertambahan penduduk selalu terjadi setiap tahunnya.
Salah satu masalah yang akan timbul apabila pertambahan penduduk terus terjadi adalah semakin terbatasnya ruang. Untuk itu, para ahli konstruksi mengakalinya dengan membangun ruang ke atas bukan ke samping dalam bentuk bangunan bertingkat. Bangunan bertingkat (multi-story building) adalah bangunan yang memiliki lebih dari satu tingkat saja.
Meskipun sepertinya merupakan sebuah solusi yang cukup efektif, pembangunan bangunan bertingkat tidak semudah seperti yang direncanakan. Ada beberapa penghambat dalam rencana ini, antara lain adanya heritage building atau bangunan purbakala yang keberadaannya tidak bisa diganggu gugat. Bangunan purbakala ini dilindungi sebagai salah satu simbol atau objek wisata kota yang bersangkutan. Dengan adanya bangunan purbakala, bangunan bertingkat yang direncanakan tidak bisa dibangun. Oleh karena itu, munculah gagasan untuk membangun sebuah bangunan bertingkat di atas bangunan purbakala yang bersangkutan, tanpa mengganggu keberadaan bangunan purbakala.
Pembangunan bangunan bertingkat diatas bangunan purbakala menimbulkan tantangan baru, dimana struktur bawah dari bangunan bertingkat terhalangi oleh keberadaan bangunan purbakala. Untuk itu, digunakanlah transfer beam yang berperan memindahkan gaya-gaya dari struktur atas ke struktur yang ada di bawahnya. Ketidakberadaan kolom-kolom bangunan bertingkat diharapkan dapat tergantikan perannya oleh balok transfer ini. Metode
inilah yang akan menjadi objek dalam penelitian, dimana balok prategang dalam struktur bangunan bertingkat akan diberikan beban gempa.
1.2 Rumusan Permasalahan
Penggunaaan balok prategang sebagai transfer beam pada bangunan bertingkat diatas bangunan purbakala merupakan suatu bentuk struktur yang sangat menarik untuk diteliti. Dengan tujuan membatasi dan mencegah luasnya permasalahan yang mungkin timbul, perumusan masalah yang diciptakan ialah :
a. Bagaimana karakteristik dinamik (pola ragam getar dan periode getar bangunan) akibat beban gempa yang bekerja?
b. Bagaimana respon struktur (displacement dan gaya geser lantai) terhadap beban gempa yang bekerja?
c. Bagaimana kinerja sistem transfer pada balok transfer yang menggunakan balok prategang serta kinerja kolom-kolom pendukungnya?
d. Bagaimana rasio kebutuhan tulangan struktur terhadap variasi yang akan dijalankan?
1.3 Tujuan Penelitian
Dengan perumusan seperti yang sudah tertera di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Untuk menjelaskan perilaku struktur (pola ragam getar, periode getar, partisipasi massa) akibat beban gempa yang diberikan.
b. Untuk menjelaskan respon struktur terhadap beban gempa yang diberikan. c. Untuk mengetahui kinerja sistem transfer yang terdiri dari balok prategang
serta kolom pendukung pada struktur.
d. Untuk mencari rasio (kg/m3) tulangan longitudinal yang dibutuhkan pada
setiap komponen struktur dan membandingkannya terhadap berbagai variasi penelitian.
1.4 Batasan Penelitian
a. Pembebanan yang dilakukan ialah pembebanan gravitasi dan pembebanan gempa.
b. Variasi yang dilakukan ialah variasi jumlah lantai total dan variasi ketinggian balok transfer.
c. Denah bangunan dibuat simetris dan terdiri dari dua buah persegi berukuran 18 m x 18 m. Kolom terdapat di setiap jarak 6 m pada gedung.
d. Ukuran kolom :
- Kolom baris pertama tempat diletakannya transfer beam : 1200 x 1200 mm2
- Kolom baris-baris berikutnya : 800 x 800 mm2 e. Ukuran balok :
- Balok induk : 600 x 300 mm2
- Balok anak : 500 x 250 mm2
- Balok prategang sebagai transfer beam : 2500 x 1000 mm2
f. Tebar dinding geser yang digunakan yakni 250 mm. Sistem penahan beban lateral berupa sistem ganda.
g. Metode konstruksi bangunan sama sekali tidak ditinjau. Tahapan-tahapan konstruksi serta detailing dari setiap komponen terutama komponen transfer beam belum dipertimbangkan.
h. Kebutuhan tulangan yang dicantumkan merupakan kebutuhan tulangan teoritis sesuai dengan yang tertera pada program. Segala hal yang menyimpang dari standar bangunan yang berlaku akan diabaikan.
i. Rasio tulangan longitudinal balok yang diperhitungkan terbatas hanya untuk tulangan non-prategang.
1.5 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, pembatasan masalah, serta sistematika penulisan laporan.
Bab ini memberikan penjelasan dasar teori penelitian yang akan dilakukan berdasarkan teori-teori yang sudah ada sebelumnya
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi tentang uraian mengenai prosedur analisa, modelisasi struktur, variabel analisa dan prosedur kerja yang dilakukan untuk tugas akhir ini.
BAB IV : HASIL DAN ANALISA
Bab ini berisi tentang perbandingan antara hasil-hasil yang didapatkan pada bangunan-bangunan yang berada pada variasi I dan II serta analisa terhadap hasil tersebut.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi tentang kesimpulan dari penelitian yang sudah dibuat beserta saran untuk penelitian di masa depan.
1.6 Hipotesis Penelitian
Hipotesis awal penelitian ialah luas tulangan yang didapatkan akan semakin sedikit dengan menurunnya jumlah lantai. Karakteristik dinamik struktur yang berupa pola ragam getar dan periode getar berubah-ubah dengan perbedaan jumlah lantai, semakin sedikit lantai periode getar akan semakin pendek. Semakin sedikit lantai, respons dinamik struktur juga akan semakin kecil. Untuk pengaruh pertambahan tinggi transfer beam, semakin tinggi transfer beam, akan semakin rendah periode getar dan sedikit jumlah tulangan yang dibutuhkan. Hipotesis inilah yang akan diklarifikasi dalam penelitian.
2.1 Perancangan Bangunan Bertingkat Tahan Gempa
Bagian perancangan bangunan tinggi tahan gempa ini dibagi menjadi empat yakni : perancangan bangunan tahan gempa, modelisasi dinamik struktur (sistem Multi-Degree-Of-Freedom), analisis getaran bebas dan getaran paksa, dan respon spektrum.
2.1.1 Perancangan Bangunan Tahan Gempa
Jika bagian dasar bangunan tiba-tiba bergerak, seperti pada kejadian gempa bumi, bagian atas bangunan tidak akan merespon secara langsung melainkan akan diam terlebih dahulu (lag) oleh karena ketahanan inersia dan fleksibilitas bangunan. Tegangan dan distorsi yang dihasilkan pada bangunan akan sama dengan jika pada dasar bangunan berada pada kondisi awal ketika gaya horizontal yang bervariasi terhadap waktu bekerja pada bagian atas bangunan. Gaya tersebut disebut gaya inersia, merupakan hasil perkalian massa struktur dengan percepatan tanah akibat gempa. Oleh karena pergerakan tanah akibat gempa ditinjau dalam 3D, deformasi struktur pada umumnya juga memiliki perilaku 3D (satu horizontal, dua vertikal). Gaya horizontal yang terjadi akibat gempa lebih dipertimbangkan dalam perancangan daripada gaya vertikal, karena ketahanan terhadap gaya vertikal biasanya sudah dipenuhi oleh desain penahan gaya gravitasi.
Beban gempa adalah beban akibat perpecatan tanah yang menghasilkan baik gaya lateral maupun gaya vertikal, namun gaya lateral lebih dipertimbangkan dalam perencanaan gedung akibat gempa. Oleh karena itu, dalam gedung harus ada sistem penahan gaya lateral yang berupa :
Sistem Portal : sistem portal menahan gaya gempa dengan sifat lentur dari kolom dan balok. Balok, lantai penahan, dan kolom biasanya bertemu pada satu titik dan titik itu disebut rigid joints. Selama gempa besar terjadi, lendutan per lantai (penyimpangan lantai) dapat ditahan oleh sistem struktur portal dengan
membentuk sendi-sendi plastis pada balok tanpa membuat kolom roboh. Jenis-
jenis portal seperti ini mampu menahan pembebanan gravitasi sekaligus memiliki ketahanan yang cukup terhadap beban lateral ke segala arah.
Sistem Dinding Geser : bangunan dengan dinding geser biasanya lebih kaku dibanding bangunan dengan struktur portal. Lendutan akibat gaya lateral biasanya bernilai kecil kecuali rasio tinggi-lebar dari dinding cukup besar sehingga menyebabkan masalah guling. Guling (overturning) ini terjadi ketika terdapat bukaan yang melebar pada dinding geser atau ketika rasio tinggi-lebar dari dinding melebihi nilai 5. Pada beberapa kasus, jika kebutuhan fungsional mengijinkan, gaya lateral yang bekerja pada gedung dapat ditahan seluruhnya oleh dinding geser. Efek pembebanan gravitasi pada dinding tidaklah signifikan dan tidak berpengaruh dalam desain.
Sistem Kombinasi / sistem ganda : sistem portal dan sistem dinding geser dapat digunakan secara bersama-sama dan membentuk sistem kombinasi. Ketika portal dan dinding geser berinteraksi, sistem dapat dikatakan sistem kombinasi bila portal sendiri mampu menahan 25% gaya geser nominal yang terjadi. Sistem kombinasi juga biasa disebut sebagai dual, hybrid, atau sistem dinding-portal.
Sistem penahan gaya lateral akan dibahas pada bagian lain dari bab ini.
2.1.2 Modelisasi Dinamik Struktur (MDOF)
Eksitasi dinamik adalah gaya dinamik, berubah terhadap waktu yang bekerja pada struktur. Eksitasi dinamik dibagi menjadi dua, yakni eksitasi deterministik dan eksitasi non-deterministik. Eksitasi deterministik adalah eksitasi yang dapat dideterminasi, beban yang terjadi terus menerus dengan urutan waktu tertentu. Berupa gerakan harmonik atau periodik, contohnya getaran akibat mesin dan getaran pada jembatan akibat kendaraan yang lewat. Eksitas non- deterministik adalah eksitasi yang bebannya terjadi secara acak dan besarannya diperoleh dari data riwayat waktu (time history). Contoh eksitasi non- deterministik adalah beban gempa.
Beban gempa yang terjadi pada struktur berupa percepatan tanah Ug(t) yang arah dan besarnya tidak beraturan. Persamaan keseimbangan dinamik struktur MDOF akibat beban gempa ialah
Dimana
[M] : matriks massa yang simetris dan bersifat semi-definit positif [C] : matriks redaman yang simetris dan bersifat semi-definit positif [K] : matriks kekakuan yang bersifat simetris dan definit positif. ι : faktor pengaruh percepatan tanah.
Persamaan diatas dapat diselesaikan dengan metode integrasi langsung atau numerik antara lain metode Newmark, metode Wilson, dan finite difference. Solusi dari persamaan diatas akan memberikan nilai besarnya lendutan yang terjadi pada struktur. Untuk bangunan tingkat tinggi, analisis persamaan dinamiknya menggunakan teori Multi-Degree-Of-Freedom (MDOF).
2.1.3 Analisis Getaran Bebas dan Getaran Paksa 2.1.3.1 Getaran Bebas
Struktur MDOF yang mengalami getaran bebas adalah struktur yang bergetar tanpa adanya eksitasi dinamik. Struktur mampu bergetar karena sebelumnya diberikan lendutan/kecepatan awal atau dikatakan struktur diganggu dari posisi seimbangnya kemudian dilepas. Persamaan keseimbangan dinamik struktur MDOF dengan p(t) = 0 dan tanpa redaman ialah
[M]u + [K]u = 0 (2.2)
Dengan solusi dari persamaan diatas ialah
un(t) = qn(t) φn (2.3)
qn(t) adalah fungsi waktu dari displacement dan φn adalah variabel yang
konstan (tidak berubah terhadap waktu). Fungsi waktu dari displacement merupakan fungsi gerakan harmonik sederhana
qn(t) = An cos ωn t + Bn sin ωn t (2.4)
dimana An dan Bn adalah konstanta integrasi yang dapat diperoleh dari kondisi awal yang menimbulkan getaran. Subtitusi persamaan (2.4) ke (2.3) menghasilkan
u(t) = φn (An cos ωn t + Bn sin ωn t) (2.5)
bila (2.5) disubtitusi ke (2.2) maka [-ω2mφ
untuk menyelesaikan persamaan (2.6), frekuensi alami ωn dan pola ragam
getar φn harus memenuhi kondisi
kφn = ω2mφn (2.7)
atau dapat ditulis juga
[k-ω2m] φn = 0 (2.8)
dimana φn adalah pola ragam getar dan merupakan nilai eigen dari persamaan, ω
adalah frekuensi alami dan vektor eigen dari persamaan. Persamaan diatas memiliki solusi trivial jika φn = 0 dan tidak akan terjadi karena φn = 0 tidak akan
menghasilkan gerakan. Solusi non-trivial terjadi jika
det [k-ω2m] = 0 (2.9)
persamaan (2.9) dapat diselesaikan menggunakan metode hasil bagi Rayleigh, iterasi vektor dengan perubahan, dan metode transformasi (kφ = ω2mφ) . Pada
akhirnya, nilai-nilai ω dan φn dapat diketahui.
Pola ragam getar φn adalah sebuah pola getaran yang terjadi untuk tiap-
tiap mode pada struktur MDOF. Pola ragam getar bersifat orthogonal dimana φnT M φr = 0 jika n ≠ r atau ωn ≠ ωr (2.10)
dari sifat ortogonalitas pola ragam getar, diketahui bahwa Kn = φnT K φn dan Mn = φnT M φn (2.11)
Dimana Kn dan Mn masing-masing adalah kekakuan dan
massa tergeneralisasi untuk mode ke-n. Kn dan Mn digunakan pada analisa pola
ragam getar untuk struktur MDOF yang terkena getaran paksa.
2.1.3.2 Getaran Paksa
Persamaan keseimbangan dinamik untuk struktur MDOF yang mengalami getaran paksa (dalam hal ini beban gempa) ialah
[M]u + [C]u + [K]u = -[M] ι ug(t) (2.12)
Dengan ι adalah vektor pengaruh percepatan tanah. [M] ι analog dengan distribusi spasial s dan – ug(t) analog dengan p(t). Oleh karena itu, Гn dan sn dapat
dihitung dengan rumus
Гn = ; sn = Гn m φn (2.13)
respons dari persamaan keseimbangan dinamik (2.15) ialah un(t) = Гn φn Dn(t) ; fn(t) = sn An(t) (2.14)
An(t) = ω2 Dn(t) (2.15)
Dimana un adalah displacement pada DOF ke-n, fn(t) adalah gaya statik
ekivalen yang bekerja pada DOF ke-n, dan An(t) adalah respons pseudo-
acceleration akibat percepatan tanah ug(t), Dn(t) adalah respons pseudo-
displacement akibat percepatan tanah ug(t). Total displacement yang terjadi ialah
u(t) = ∑ u (t) = ∑ Гn φn Dn(t) (2.16)
Suatu struktur MDOF memiliki jumlah pola getar sebanyak DOF yang ada pada struktur bersangkutan. Setiap pola getar dikatakan memiliki massa masing-masing atau effective modal mass (Mn*) yang bearti massa yang
digerakkan oleh pola ragam getar ke-n. Effective modal mass dapat dihitung dengan rumus :
dengan
Mn* = ∑ (2.17)
dimana rasio partisipasi massa (effextive mass ratio) dapat dihitung
∗ EMR =
(2.18) dan sesuai SNI 03-1726-2003 EMR minimum haruslah ≥ 90%.
Gaya geser dasar pola getar ke-n (Vbn) pada struktur MDOF dapat
dihitung dengan
Vbn = Mn* An(t) (2.19)
dan momen guling pada dasar struktur (Mbn) yakni :
Mbn = h* Vbn (2.20)
dimana h* = tinggi efektif pola ragam getar.
Keseluruhan analisa diatas merupakan analisa respon riwayat waktu atau Time History Analysis (THA).
Menurut SNI 03-1726-2003, gaya geser dasar penjumlahan dari seluruh pola ragam getar harus melebihi atau sama dengan 80% gaya geser dasar statik atau gaya geser dasar pola ragam getar pertama.
Vb ≥ 0,8 Vb1 = 0,8 V statik (2.21)
2.1.4 Respons Spektrum
Analisa respons spektrum adalah suatu analisis respons struktur MDOF berdasarkan kurva respons spektrum. Kurva respons spektrum menunjukkan nilai
u = ∑
respon struktur maksimum serta periode getarnya, yang diambil dari analisa riwayat waktu (time-history analysis). Kekurangan dari analisa respon spektrum ialah kurva respons spektrum tidak menunjukkan kapan terjadinya respons maksimum struktur, kurva hanya menunjukkan nilai maksimum respons tersebut. Namun analisa respons spektrum lebih banyak digunakan karena ilmu teknik sipil lebih concern ke nilai maksimum. Berikut diberikan contoh kurva respon seismik bangunan sesuai dengan SNI 03-1726-2002 untuk wilayah gempa 4 :
Gambar 2.1. Kurva Respon Seismik Wilayah Gempa 4 Sumber : SNI 03-1726-2002
Dari persamaan (2.16) diketahui bahwa nilai lendutan yang terjadi adalah :
u(t) = ∑ u (t) = ∑ Гn φn Dn(t) (2.22)
dalam persamaan ini, lendutan yang dicari masih merupakan fungsi waktu u(t) yang nilainya berubah-ubah. Ketika struktur sudah menggunakan kurva respons spektrum, nilai respons maksimum dari tiap pola ragam getar dicari dengan mem-plot periode getar dari pola getar ke kurva respons spektrum. Nilai yang masih berubah-ubah terhadap waktu menjadi satu nilai tetap dan maksimum. Oleh karena itu lendutan yang terhitung adalah lendutan maksimum yakni :
u = ∑
Гn φn SD (2.23)
dimana spectral displacement (SD) berelasi dengan spectral acceleration (SA) dan spectral velocity (SV) menurut :
% ∑
. menjadi
Nilai gaya geser pola ragam getar ke-n menurut analisa respon spektrum
Vbn = Mn* . SAn (2.25)
Dan momen guling yang terjadi adalah
Mbn = h* Vbn (2.26)
Lendutan (u), gaya geser dasar (Vbn), dan momen guling (Mbn) yang
dihitung pada persamaan (2.23), (2.25), dan (2.26) adalah respons maksimum struktur pada pola ragam getar ke-n yang dihitung dengan analisa spektrum respons (r). Untuk mendapatkan respons maksimum total dari struktur, respons maksimum dari tiap pola ragam getar ini dijumlahkan dengan beberapa metode yang berbeda. Metode yang lazim digunakan ialah Sum of The Root of Sum Squares (SRSS) dan Complete Quadratic Combination (CQC).
a. SRSS
SRSS adalah metode penjumlahan yang tidak mempertimbangkan hubungan antara pola ragam getar dari suatu struktur bangunan MDOF. SRSS cocok digunakan untuk bangunan yang memiliki keberaturan, yang periode getar dari tiap pola getarnya terpisah cukup jauh. Ketika dipakai untuk menganalisis bangunan tidak beraturan, akurasi metode SRSS jauh berkurang sehingga tidak pantas digunakan. Kombinasi metode SRSS dirumuskan dengan
"
ro = ∑ ! (2.27)
dimana ro = jumlah respons maksimum total tiap pola getar dan rno =
respons maksimum pola getar ke-n. b. CQC
CQC adalah metode penjumlahan yang mempertimbangkan hubungan antara pola ragam getar dari suatu struktur bangunan MDOF. CQC cocok digunakan pada bangunan beraturan maupun bangunan tidak beraturan dengan rentang periode getar yang bervariasi. Kombinasi metode CQC dirumuskan dengan
ro = #∑
$% !% ! (2.28)
dimana pin adalah koefisien korelasi yang besarnya ζß '( ( )ß+, )(
. untuk redaman yang kecil dan
0'( ( )ß
+, )ß+, 1/( $% =
( -ß )( )/'( ß. ( )ß. )( (2.30) untuk redaman yang besar.
2.2 Sistem Struktur Penahan Beban Gravitasi dan Lateral 2.2.1 Sistem Penahan Beban Gravitasi
Sistem penahan beban gravitasi struktur terdiri atas sistem portal (kolom dan balok) serta transfer beam. Kolom dan balok serta transfer beam membentuk suatu kesatuan struktur 3 dimensi dan menahan beban gravitasi yang terjadi. Beban gravitasi berasal dari beban mati berat sendiri struktur dan bekerja pada struktur yang bersangkutan.
2.2.2 Sistem Penahan Beban Lateral
Sistem penahan beban lateral pada bangunan tinggi umumnya terdiri dari : sistem dinding geser, sistem rangka pemikul momen, dan kombinasi dari keduanya atau sistem ganda. Untuk bangunan dengan tinggi lebih dari 40 lantai, sistem ganda lebih sering digunakan. Pembahasan dari jenis sistem tersebut yakni:
• Sistem Dinding Geser
Bangunan yang menggunakan dinding geser pada umumnya lebih kaku dibanding dengan sistem portal sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya deformasi yang berlebihan. Kekuatan yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan melakukan detailing pemasangan tulangan transversal dan longitudinal yang tepat pada dinding geser.
Gaya lateral yang dihasilkan dari gempa akan mengakibatkan gaya geser dan momen guling pada dinding. Oleh karena pecahan yang besar, gaya geser lateral hampir seluruhnya masuk ke dinding struktur atau dinding geser. Gaya geser ini akan mengakibatkan deformasi dinding geser dan mengubah bentuk dinding geser dari yang tadinya rectangular menjadi parallelogram. Pada ujung dinding geser tempat gaya bekerja, ada kecenderungan dinding akan terangkat dan ada kecenderungan dinding akan terdorong ke bawah pada ujung yang tidak dikenai gaya geser. Kecenderungan ini menimbulkan ketahanan terhadap momen guling.
Pada kebanyakan bangunan geser, terdapat pola bukaan untuk mengakomodasi kebutuhan akan pintu dan jendela. Beberapa dinding geser yang terdapat diantara bukaan-bukaan tersebut dinamakan dinding berangkai. Dinding geser berangkai dihubungkan dengan balok yang disebut link beam.
Gambar 2.2 Dinding Geser Berangkai
Sumber : Reinforced Concrete Design on Tall Buildings, Bungale S taranath • Sistem Portal Penahan Momen
Pada sistem ini, gaya lateral yang terjadi dipikul oleh interaksi antara balok dan kolom. Deformasi ditahan sedemikian rupa pada sistem ini dengan membuat koneksi rigid antara balok dan kolom. Bangunan tinggi dengan sistem portal penahan momen dapat meningkatkan gaya tarik dan gaya tekan secara signifikan pada kolom. Agar kolom terlindungi, ACI 318-05 mensyaratkan bahwa kekuatan lentur kolom harus 20% lebih besar daripada kekuatan lentur balok pada lantai yang sama. Hal ini bertujuan agar ketika struktur telah menjadi plastis, sendi plastis terjadi di balok bukan kolom.
• Sistem Ganda
Pada sistem ini, portal beton bertulang berinteraksi dengan dinding geser dan bersama-sama menahan gaya lateral yang terjadi. Oleh karena bentuk lendutan pada dinding berbeda dengan lendutan pada portal, dinding akan berperilaku seperti kantilever. Portal yang daktail, berinteraksi dengan dinding yang kaku dapat menghasilkan besaran disipasi energi yang signifikan dan kemampuan mengontrol story drift selama terjadi gempa.
Gambar 2.3 Bangunan Sistem Ganda
Sumber : Materi Kuliah Struktur Beton Bertulang Lanjut, Steffie Tulimar Dalam interaksi antara portal-dinding geser, sebuah struktur dikatakan sistem ganda bila portal menahan lebih dari atau sama dengan 25% gaya geser nominal yang terjadi. Dalam permodelan, apabila gaya geser pada portal belum mencapai 25% maka dinding geser dilepas, portal dikenakan gaya gempa 0,25 kali gaya gempa nominal dan kemudian didesain portal yang menahan 0,25 gaya gempa tersebut.
2.3 Transfer Beam berupa Balok Prategang 2.3.1 Transfer beam dan Pola Keruntuhannya
Transfer beam atau balok transfer adalah adalah balok yang berfungsi untuk mendistribusikan gaya-gaya secara lateral, dari struktur atas ke struktur yang ada di bawahnya. Oleh karena itu, balok transfer membutuhkan kekuatan terhadap lentur dan geser yang sangat kuat. Untuk dapat menciptakan kekuatan ini, ketinggian dari penampang balok transfer harus dinaikkan jauh lebih banyak dibandingkan balok biasa (Londhe : 2010). Rasio bentang geser / d balok (rasio a/d) akan berbeda dengan balok biasa dan membuat mekanisme transfer gaya menjadi berbeda.
Balok transfer juga merupakan komponen horizontal dari sebuah struktur yang memindahkan gaya gravitasi yang begitu berat dari lantai atasnya melalui mekanisme geser dengan membentuk retak diagonal. Karena retak diagonal sudah tercipta, pemahaman konvensional plane remain plane pada analisa balok transfer
sudah tidak berlaku lagi. Selain itu, untuk balok tanpa tulangan web, penambahan ukuran penampang justru akan memperkecil kuat geser penampang. Hal ini dikenali sebagai size effects.
Dalam perencanaan balok transfer (transfer beam), sangat penting diketahui pula pola keruntuhan (modes of failure) dari balok transfer yang digunakan. Pola / mekanisme keruntuhan ini sangat bergantung dari berbagai faktor antara lain : rasio tulangan longitudinal, rasio tulangan transversal, rasio a/d, dan kuat tekan beton. Beberapa pola keruntuhan balok transfer akibat kegagalan geser yang mungkin terjadi ialah :
• Diagonal Splitting Failure
Pola keruntuhan dimana retak diagonal terbentuk dari titik beban bekerja ke titik perletakkan. Retak ini akan menganggu aliran gaya geser horizontal dari tulangan longitudinal ke daerah kompresi beton dan perilaku balok akan berubah dari beam action menjadi arch action. Pola keruntuhan paling umum ketika mekanisme ini terjadi ialah gagalnya pengangkuran diujung tension tie balok. Kegagalan ini biasa dialami oleh balok dengan rasio a/d sangat kecil (0-1).
Gambar 2.4 Keruntuhan Diagonal Splitting Failure pada Balok Beton Sumber : Plate Reinforced Concrete Beam : Experimental Work, N.K Subedi : 1997
• Shear-compression Failure
Kegagalan jenis ini ditandai dengan terjadinya retak miring dan bila tidak disediakan tulangan web, maka retak ini akan mengurangi kekuatan zona kompresi beton dan kemudian beton akan mengalami kegagalan crushing pada zona kompresi di atas retak. Oleh karena retak miring lebih cepat berkembang dibanding retak lentur, kegagalan dicapai ketika nilai momen lentur maksimum
belum tercapai. Kegagalan jenis ini biasa dialami oleh balok dengan nilai rasio a/d 1 – 2,5.
Gambar 2.5 Shear Compression Failure Sumber : Reinforced Concrete Mechanic and Design 3rd
edition, James Mac Gregor
• Shear-flexure Failure
Kegagalan jenis ini diawali dengan terbentuknya retak lentur di tengah bentang kemudian akibat perubahan konsentrasi tegangan di dekat ujung retakan, retak kemudian merambat dalam arah miring. Retak flexure-shear tidak dapat diprediksi dengan menghitung tegangan utama pada balok. Oleh karena itu, persamaan empiris telah diciptakan untuk menghitung beban flexure-shear. Kegagalan jenis ini terjadi pada balok dengan rasio a/d 2,5 – 6.
Gambar 2.6 Shear Flexure Failure
Sumber : Reinforced Concrete Mechanic and Design 3rd edition, James Mac Gregor
Pada balok transfer menerus, Singh dalam makalahnya yang berjudul “Design of Continous Deep Beams using the Strut and Tie Method” menunjukkan retak tipikal balok transfer selama pembebanan dalam masa bekerja balok adalah sebagai berikut :
Gambar 2.7 Retak Lentur Awal
Sumber : Design of a Continuous Deep Beam using The Strut and Tie Method, Singh : 2006
Gambar 2.8 Retak Miring
Sumber : Design of a Continuous Deep Beam using The Strut and Tie Method, Singh : 2006
Gambar 2.9 Retak Sebelum Kegagalan
Sumber : Design of a Continuous Deep Beam using The Strut and Tie Method, Singh : 2006
2.3.2 Balok Prategang
Menurut definisi ACI, beton prategang ialah beton yang didalamnya mengalami tegangan internal dengan besar dan distribusi sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi tegangan yang terjadi akibat gaya luar sampai batas
tertentu. Beton prategang adalah beton yang diberikan tegangan sebelum dibebani oleh beban kerja. Pada elemen beton bertulang, tegangan ini diberikan dengan menarik tulangan atau untaian kawat baja yang terdapat pada tendon yang dipasang. Prinsip-prinsip dasar dari beton prategang yakni :
• Konsep pertama : sistem prategang untuk mengubah beton menjadi bahan yang elastis.
Konsep ini ialah konsep yang paling sering digunakan oleh kebanyakan insinyur dimana beton yang tadinya bersifat getas menjadi bahan yang elastis dengan pemberian tegangan awal. Beton yang tidak mampu menahan tarikan dan kuat menahan tekan dibuat sedemikian rupa sehingga mampu menahan tegangan tarik. Dari konsep ini, lahirlah kriteria “tidak ada tegangan tarik” pada beton. Karena bersifat elastis, distribusi tegangan juga akan bersifat linier dan analisa tegangan dapat menggunakan analisa tegangan elastis. Namun penerapan konsep ini menjadikan beton prategang sangatlah konvensional (tidak mengijinkan adanya tegangan tarik).
• Konsep kedua : sistem prategang dengan kombinasi baja mutu tinggi dan beton.
Konsep yang mempertimbangkan beton prategang sebagai kombinasi baja mutu tinggi dengan beton dimana baja menahan tarik dan beton menahan tekan. Kedua gaya tersebut membentuk kopel untuk melawan momen eksternal. Kelebihan pada balok prategang ialah, baja ditarik terlebih dahulu sehingga mencapai suatu nilai tertentu di bawah kekuatan maksimalnya. Pada beton bertulang biasa, seringkali beton sudah retak terlebih dahulu pada saat baja belum mencapai kekuatan penuh. Inilah yang membedakan balok prategang dan balok beton bertulang biasa.
Gambar 2.10 (a) Sebuah Bagian dari Penampang Balok Prategang, (b) Bagian dari Balok Beton Bertulang
• Konsep ketiga : sistem prategang untuk menyeimbangkan beban.
Konsep ini berdasarkan pada pemberian gaya prategang untuk menyeimbangkan gaya-gaya yang bekerja pada suatu batang sehingga elemen- elemen yang dikenai bending seperti balok dan pelat tidak akan mengalami tegangan akibat momen lentur. Konsep ini dikembangkan oleh T.Y Lin dalam bukunya yang berjudul “Design of Prestressed Concrete Structures”. Anggap ada sebuah balok diatas dua tumpuan seperti pada gambar berikut :
Gambar 2.11 Balok prategang diatas dua tumpuan Sumber : Design of Prestressed Concrete Structures, T.Y Lin – Ned H Burns
Apabila F = gaya prategang, L = panjang bentang, dan h = tinggi parabola, maka gaya terdistibusi secara merata keatas yang terjadi sebagai pengganti gaya prategang adalah sebesar
Wb = 8 F h / L2 (2.31)
Jika gaya Wb sebagai pengganti gaya prategang mampu mengimbangi beban luar yang ada, maka potongan balok hanya akan mengalami tegangan tekan seragam f = F / A.
Konsep Load Balancing Method ini sangat menguntungkan jika struktur yang ada merupakan struktur statis tak tentu. Keuntungan bisa didapatkan dari mudahnya melakukan perhitungan maupun visualisasi struktur prategang.
Dalam pelaksanaan struktur balok prategang, tentunya harus dipertimbangkan pula kehilangan gaya prategang (loss of prestress) yang dapat
(
dibagi menjadi dua yakni kehilangan sesaat dan kehilangan bergantung-waktu. Berikut penjelasannya :
Kehilangan sesaat (immediate losses) : • Perpendekan elastis beton
Beton akan mengalami perpendekkan pada saat penarikan tendon dilakukan. Karena tendon yang melekat pada beton di sekitarnya secara simultan juga memendek maka tendon akan kehilangan sebagian dari gaya prategang yang dipikulnya. Perlu diketahui bahwa jika hanya ada satu tendon atau jika semua tendon ditarik secara bersamaan maka kehilangan gaya prategang akibat perpendekan elastis ini tidak akan terjadi. Besarnya kehilangan prategang akibat perpendekan elastik beton untuk balok pratarik ialah :
∆fpES = n fcs (2.32) n = Es / Ec ; fcs = dimana : -3% 45 61 + 9 ; + :( < 9 = (2.33) (Mpa)
∆fpES = kehilangan gaya prategang akibat perpendekan elastis beton
n = rasio modulus elastis baja dan beton
fcs = tegangan beton pada level titik berat tendon.
Untuk balok pasca-tarik, nilai kehilangan prategang yang terjadi ialah 50% dari yang terhitung pada balok pra-tarik.
• Kehilangan akibat gesekan
Kehilangan gaya prategang akibat gesekan yang serius biasanya terjadi diantara tendon dan bahan-bahan di sekelilingnya. Kehilangan ini terdiri dari dua komponen yakni length effect (untuk segmen tendon lurus) dan curvature effect (untuk segmen tendon melengkung). Curvature effect terjadi akibat gesekan antara tendon dan duct yang mengelilinya, ketika tendon ditarik pada ujung balok. Besarnya kehilangan tegangan dapat dihitung dengan rumus :
f2 = f1 e-µα (2.34)
dimana :
f2 = tegangan akhir (Mpa)
f1 = tegangan awal (Mpa)
∆?
α = central angle dari setiap segmen tendon.
Sedangkan length effect atau curvature effect terjadi akibat gesekan antara tendon dengan beton yang mengelilinginya. Kehilangan terjadi akibat ketidaksempurnaan sepanjang alignment tendon baik dia harped tendons maupun draped tendons. Perhitungan kehilangan sama dengan curvature effect :
f2 = f1 e-K L (2.35)
dimana :
f2 = tegangan akhir (Mpa)
f1 = tegangan awal (Mpa)
K = koefisien wooble
L = panjang segmen tendon (m).
Kehilangan total akibat kedua efek tersebut dapat digabungkan menjadi :
∆f = - f1 (µα + K L) (2.36)
• Kehilangan akibat slip angkur
Kehilangan akibat slip angkur terjadi pada balok pasca-tarik dimana angkur akan menelusup ke dalam beton ketika dilakukan pembajian tendon. Kehilangan ini dapat dengan mudah dihilangkan dengan melakukan overstressing atau pemberian tegangan yang sedikit dilebihkan pada saat penarikan tendon. Pada umumnya, penelusupan angkur ke beton berkisar antara (6,35 mm sampai
9,53 mm) (Nawy : 1996). Besarnya kehilangan tegangan dapat dihitung dengan rumus :
∆fpA = @ A$ (2.37)
dimana :
∆fpA = kehilangan prategang akibat slip angkur (Mpa)
∆A = besarnya defleksi angkur (mm)
L = panjang segmen tendon (mm) Eps = modulus elastis baja (Mpa)
Kehilangan Jangka Panjang (Long Term Losses) • Relaksasi tegangan baja
∆f =
Tendon stress-relieved mengalami kehilangan pada gaya prategang akibat perpanjangan konstan beton terhadap waktu (creep) dan besarnya pengurangan gaya bergantung tidak hanya dari durasi gaya prategang yang ditahan, melainkan juga rasio antara gaya prategang awal dan kuat leleh baja prategang fpi/fpy.
Besarnya kehilangan prategang akibat relaksasi tegangan baja ialah :
BCD
pRel 6 E ; 6
FGH% FGI
− 0,55; N$′P (2.38)
dimana :
∆fpRel = kehilangan prategang akibat relaksasi tegangan baja (Mpa)
t = waktu (jam)
fp’i = tegangan inisial tendon (Mpa) fpy = tegangan leleh tendon (Mpa)
Kehilangan tegangan seperti ini disebut relaksasi tegangan. ACI 318-09 membatasi tegangan tarik pada tendon prategang adalah sebagai berikut :
Untuk tegangan akibat gaya pendongkrak tendon, fpj = 0,94 fpy tapi lebih kecil daripada yang terkecil antara 0,8 fpu dan nilai maksimum yang disarankan pembuat tendon.
Sesaat setelah transfer gaya prategang, fpi = 0,82 fpy tetapi tidak lebih
besar dari 0,74 fpu.
Pada tendon post-tensioned gaya tarik prategang di pengangkuran dan perangkai sesaat setelah transfer gaya ialah 0,7 fpu.
• Creep Losses
Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa terjadi aliran dalam material yang dikenai gaya atau tegangan. Aliran lateral atau deformasi ini dinamakan rangkak (creep). Kehilangan tegangan akibat rangkak terjadi jika dan hanya jika material dikenai sustain loads atau beban tetap. Kehilangan tegangan akibat rangkak dapat dicari dengan rumus :
∆fpCR = n Kcr (fcs - fcsd) (2.39)
dimana :
∆fpCR = kehilangan prategang akibat creep (Mpa)
n = rasio antara modulus elastis baja dan beton
(Mpa)
fcs = tegangan beton pada elevasi titik berat tendon sesaat setelah transfer
fcsd = tegangan beton pada elevasi titik berat tendon akibat beban mati tambahan (Mpa).
• Shrinkage Losses
Seperti halnya rangkak, susut (shrinkage) juga terjadi pada beton oleh karena beberapa faktor antara lain proporsi campuran, tipe aggregat, tipe semen, waktu curing, dan lain-lain. Pada umumnya, 80% susut terjadi pada tahun pertama dari waktu bekerja struktur. Dalam balok prategang pasca-tarik, kehilangan akibat susut menjadi sedikit berkurang oleh karena sedikit susut telah terjadi sebelum dilakukan penarikan pada tendon. Kehilangan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
∆fpCR = 8,2 x 10-6 KSH EPS (1 – 0,06 V/S) (100 – RH) (2.39)
dimana :
∆fpCR = kehilangan prategang akibat susut (Psi)
KSH = koefisien yang bergantung pada lamanya waktu perendaman
EPS = modulus elastic baja prategang (Psi)
V = volume (in3) ; S = keliling (in) RH = relative humidity.
Jumlah kehilangan gaya prategang secara total dalam presentase prategang dapat dinyatakan pada tabel berikut.
Tabel 2-1 Presentase Total Kehilangan Gaya Prategang
Pre-tensioned (%) Post-tensioned(%)
Perpendekan elastis dan
lenturan balok 4 1
Rangkak beton 6 5
Susut beton 7 6
Relaksasi tendon 8 8
TOTAL 25 20
Sumber : Design of Prestressed Concrete Structures, T.Y Lin – Ned H Burns Setelah mengetahui konsep dan adanya kehilangan gaya prategang yang terjadi, analisis dan desain penampang prategang dapat dilakukan. Analisis yang
akan dipaparkan adalah analisis penampang untuk menahan lentur. Andaikan ada sebuah balok prategang dikenai gaya prategang sebesar F bekerja sejauh eksentrisitas e dari titik berat, maka tegangan f yang terjadi di serat atas dan bawah penampang ialah :
f = Q + Q 9 I (2.40)
4 4
dan tegangan akibat beban luar yang menghasilkan momen lentur M dihitung dengan teori elastik biasa.
f = I
= (2.41)
kombinasi dari persamaan (2.30) dan (2.31) menghasilkan persamaan yang menyatakan besarnya tegangan total pada penampang beton prategang yakni
f = − Q ± Q 9 I ± I (2.42)
4 = =
dimana
f = tegangan pada serat yang ingin ditinjau (Mpa) F = gaya prategang yang terjadi (kN)
A = luas penampang netto beton (mm2)
e = eksentrisitas gaya F dari titik berat penampang (mm)
y = jarak titik yang ingin ditinjau dari titik berat penampang (mm) I = momen inersia penampang netto (mm4)
Dalam analisis, dapat juga dicari solusi pendekatan dengan menggunakan penampang bruto beton. Selain itu, analisis dapat dilakukan pada kondisi awal : gaya prategang penuh dan gaya-gaya luar belum seluruhnya bekerja balok dan kondisi akhir : gaya prategang sudah mengalami kehilangan dan gaya-gaya luar sudah bekerja sepenuhnya pada balok.
Tegangan-tegangan yang terjadi pada komponen struktur prategang dibatasi berdasarkan ACI 318M-08 :
Tabel 2-2 Tegangan yang Diizinkan pada Komponen Balok Prategang Tegangan yang Diizinkan
Baja Akibat gaya Prategang Segera setelah peralihan
0,8 fpu / 0,9 fy 0,7 fpu
Beton
Segera setelah Peralihan Pada beban Kerja
Tarik Tekan Tarik Tekan
Q
Sumber : Design of Prestressed Concrete Structures, T.Y Lin – Ned H Burns
Setelah dibebani oleh gaya luar, struktur balok prategang akan mengalami retak pertama pada serat bawahnya dan dapat dihitung dengan analisa tegangan elastis biasa dengan asumsi bahwa retak pertama terjadi ketika tegangan di serat bawah mencapai nilai modulus keruntuhan (fr). Berdasarkan persamaan
(2.33), untuk tegangan di serat bawah, rumus tegangan akan menjadi : fr = − 4− Q 9 I = + Q = 5S I = F: = (2.43) Mcr = T U + + 4V V dimana : (2.44)
Mcr = momen yang mengakibatkan retak pertama pada serat bawah
struktur (kN m)
fr = modulus keruntuhan beton (0,7 NW′)
Setelah terjadi retak, apabila beban bertambah terus maka akan mengakibatkan bertambahnya defleksi dan pada akhirnya menggagalkan struktur. Kurva beban dan defleksi pada sebuah struktur balok prategang dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2.12 Kurva Beban-Defleksi Balok Prategang
Sumber : Materi Kuliah Perancangan Bangunan Tinggi dan Beton Prategang, Sjahril A Rahim
Momen nominal pada balok prategang dapat dihitung dengan rumus :
dimana :
Mn = momen nominal balok prategang (kN m) Ap = luas tendon (mm2)
Fps = tegangan tendon pada sesaat sebelum gagal (Mpa) ; dapat dicari dengan iterasi, cara grafis, dan persamaan ACI.
Desain pendahuluan penampang beton prategang untuk menahan lentur dapat dibentuk dengan prosedur yang sederhana (Lin:1982). Dalam praktek, tinggi penampang balok (h) biasanya sudah diketahui atau dasumsikan demikian juga momen total MT pada penampang. Pada beban kerja (serviceability), lengan
momen untuk gaya-gaya dalam dapat bervariasi antara 0,3 h – 0,8 h dengan rata- rata 0,65 h. oleh karena itu, gaya prategang yang efektif ialah :
F = T = MT / 0,65 h (2.46)
Jika tegangan efektif untuk baja adalah fse, maka luas baja yang
diperlukan yakni: Aps = Q FXY = E,Z[ \ FXY (2.47)
Gaya prategang total Aps fse sama dengan gaya C pada penampang beton.
Gaya ini akan menimbulkan tegangan satuan rata-rata pada beton yakni
] = ^ 4V 4V
4_X FXY
= 4V (2.48)
Tegangan serat rata-rata untuk desain pendahuluan dapat diambil kira- kira 50% tegangan maksimum fc’, dibawah beban kerja. Hal ini menghasilkan
4_X FXY = 0,5 NWH ; aW = 4_X FXY (2.49)
4V E,[ FVH
Pendekatan dalam desain pendahulan ini hanya terdapat pada koefisien 0,65 dan 0,5. Koefisien-koefisien ini sangat bervariasi, tergantung pada bentuk penampang. Namun dengan pengalaman dan pengetahuan yang cukup, pendekatan dapat diperbaiki tingkat akurasinya sehingga preliminary design mendekati design akhir.
Balok Prategang Menerus (Continous Prestressed Beams)
Dalam pelaksanaan struktur bangunan, seringkali diperlukan balok prategang yang dipasang berada dalam keadaan “menerus” atau continous dimana satu bentang balok terletak diatas beberapa perletakkan. Hal ini membawa
beberapa kerugian antara lain desain yang tercipta tidak ekonomis karena momen sangat bervariasi sepanjang bentang dan terjadinya kehilangan akibat geser yang besar karena perbedaan kelengkungan tendon.
Namun demikian, struktur balok menerus memberikan beberapa keuntungan juga antara lain momen pada struktur menerus (struktur statis tak tentu) akan lebih kecil dibanding pada struktur satu bentang. Selain itu, alat pengangkuran yang dibutuhkan menjadi lebih sedikit dan hal ini mengakibatkan pengurangan biaya penarikan secara signifikan. Defleksi pada struktur juga lebih kecil karena nilai momennya yang kecil dan menimbulkan ketahanan terhadap beban lateral yang baik pada frame yang kaku.
Perbedaan paling mendasar dari balok prategang satu bentang dengan balok prategang menerus ialah keberadaan reaksi yang menahan defleksi akibat prategang (camber) pada struktur menerus. Reaksi ini kemudian menimbulkan secondary moment atau momen sekunder pada struktur prategang.
Jika pada balok satu bentang, beban akibat berat sendiri balok prategang tidak diperhitungkan, dan bila balok dikenai gaya prategang eksentrik, maka resultan tegangan tekan (C-line) pada potongan penampang akan berhimpit dengan titik berat baja prategang seperti ditunjukkan pada gambar berikut :
Gambar 2.13 Penampang Balok Prestress Simple Span Sumber : Design of Prestressed Concrete Structures, T.Y Lin – Ned H Burns
Momen lentur akibat prategang dapat dicari dengan mengalikan gaya prategang dan jarak antara cgc dan cgs sepanjang bentang, balok akan berdefleksi ke atas akibat prategang (camber) namun tidak ada reaksi eksternal yang diciptakan. Pada balok menerus, kondisinya lebih rumit. Momen akibat prategang kini akan disebut sebagai momen primer (primary moment) dan akan menyebabkan defleksi ke atas seperti pada kasus balok simple span. Namun
defleksi ini ditahan oleh redundant perletakkan, dan reaksi perletakkan dari redundant tersebut akan menimbulkan momen sekunder (secondary moment) pada balok. Nilai momen total bisa didapatkan dengan menjumlahkan nilai momen primer dan momen sekunder.
Gambar 2.14 (a) Balok Prategang Menerus ; (b) Lendutan yang Terjadi apabila Reaksi di Tengah Bentang Diabaikan ; (c) Reaksi Perletakkan di Tengah
Bentang akibat Prestressing ; (d) Defleksi Balok yang Sebenarnya Akibat Prestressing
Sumber : Design of Prestressed Concrete, Arthur H Nilson
Dengan bentuk balok seperti pada gambar 2.14, momen akibat prestressing akan menjadi :
Gambar 2.15 (a) Momen Primer Sebagai Hasil Perkalian Gaya Prategang Dengan Eksentrisitas terhadap cgc ; (b) Momen Sekunder Akibat Reaksi
di Tengah Bentang ; (c) Momen Total Sumber : Design of Prestressed Concrete, Arthur H Nilson
Pada balok menerus, letak C-line tidak akan berhimpit dengan cgs line oleh karena keberadaan momen sekunder dan jarak antara kedua lokasi ini ditentukan dengan rumus :
y = M2 / P (2.50)
dimana
y = jarak antara C-line dan cgs line (m) M2 = momen sekunder (kN m)
P = besarnya gaya prategang (kN)
Gambar 2.16 Lokasi C-line dan cgs line pada Balok Menerus Sumber : Design of Prestressed Concrete, Arthur H Nilson
Dan untuk menganalisa tegangan pada potongan, digunakan nilai e* yakni jarak antara C-line dengan cgc line. e* dihitung dengan rumus
e* = MTOTAL / P (2.51)
dimana
y = jarak antara C-line dan cgc line (m) MTOTAL = momen sekunder (kN m)
P = besarnya gaya prategang (kN),
dan tegangan yang terjadi pada serat atas dan bawah potongan pada kondisi service ialah (murni akibat prestressing) :
fatas = − 39 4 (1 − 9∗ Vb :( ) (2.52) fbawah = − 39 4 (1 + 9∗ V( :( ) (2.52)
3.1 Permodelan Struktur
Struktur yang ditinjau dalam penelitian ini ialah sebuah bangunan bertingkat perkantoran yang dibawahnya terdapat bangunan purbakala sehingga harus menggunakan transfer beam sebagai pengganti kolom. Nantinya struktur akan dianalisis dengan menggunakan program ETABS v9.6.0 Adapun spesifikasi dari ukuran struktur ialah :
• Luas : 648 m2
• Panjang : 18 m (jarak antar kolom 6 m)
• Lebar : 36 m (jarak antar kolom 18 m pada baris pertama dan 6 m pada baris-baris berikutnya)
• Tinggi : bervariasi antara 4, 6, dan 8 lantai (tiga lantai pertama masing- masing berjarak 4 m, lantai-lantai berikutnya 3,6 m)
• Ukuran kolom : 1200 x 1200 mm2 untuk kolom baris pertama dan 800 x 800
mm2 pada baris-baris berikutnya.
• Ukuran balok induk : 400 x 600 mm2 (bentang 6 m) dan 400 x 900 mm2 (bentang 12 m)
• Ukuran balok anak : 500 x 250 mm2
• Tebal shear wall : 250 mm
• Ukuran transfer beam : 1000 x 2500 mm2 dan terletak pada lantai 3 baris pertama bangunan.
Berikut dapat dilihat denah dari struktur lantai dasar.
Gambar 3.1 Denah Struktur Lantai Dasar Sumber : Hasil Olahan Penulis
Denah lantai 3 dimana sudah ada transfer beam
Gambar 3.2 Denah struktur lantai 3 Sumber : Hasil Olahan Penulis
Dan berikut adalah denah lantai 4 dimana kolom-kolom sudah terpasang di transfer beam
Gambar 3.3 Denah struktur lantai 4 Sumber : Hasil Olahan Penulis
Tampak depan portal bangunan adalah sebagai berikut :
Gambar 3.4 Tampak Depan Portal Bangunan Sumber : Elevation View Model dari Program ETABS