• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOCRPIJM 216da075f6 BAB VI6. BAB VI PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DOCRPIJM 216da075f6 BAB VI6. BAB VI PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

Di Dalam Bab Ini Diuraikan Mengenai Profil, Program Dan Kegiatan Penataan Bangunan Dan Lingkungan Di Kabupaten Aceh Jaya

PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN

(2)

6.1. PETUNJUK UMUM

6.1.1. Landasan Hukum

1. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman; 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya;

3. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang; 4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup; 5. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; 6. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

7. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;

8. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia;

9. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia; jo Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia;

10. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu.

6.1.2. Permasalahan dan Program Penataan Bangunan Dan Lingkungan Secara Umum

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai Bagian dari upaya pengendalian pemanfaaat ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan 4 terwujudnya bangunan gedung dan lingkungan yang layak huni dan berjati diri,sedangkan misinya adalah: (1) Memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib, layak huni, berjati diri, serasi dan selaras, dan (2) Memberdayakan masyarakat agar mandiri dalam penataan lingkungan yang produktif dan berkelanjutan.

Dalam penatan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang antara lain :

1. Permasalahan dan tantangan di bidang Bangunan Gedung

(3)

• Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat Perhatian.

• Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan.

2. Permasalahan dan tantangan di bidang Penataan Lingkungan

• Kurang diperhatikannya permukiman-permukiman tradisional dan bangunan gedung bersejarah, padahal punya potensi wisata.

• Terjadinya degradasi kawasan strategis, padahal punya potensi ekonomi untuk mendorong pertumbuhan kota.

• Sarana lingkungan hijau/open space atau public space, sarana olah raga, dan lain-lain kurang diperhatikan hampir di semua kota.

3. Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan

• Amanat Undang-Undang No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UUBG, bahwa semua Bangunan Gedung harus layak fungsi pada tahun 2010.

• Komitmen terhadap kesepakatan intemasional MDGs, bahwa pada tahun 2015, 200 Kabupaten/Kota bebas kumuh, dan pada tahun 2020 semua Kabupaten/Kota bebas kumuh. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penataan bangunan dan lingkungan antara lain: 1. Peran dan fungsi Kabupaten/Kota;

2. Rencana pembangunan Kabupaten/Kota;

3. Memperhatikan kondisi alamiah dan tipologi Kabupaten/Kota bersangkutan, seperti Struktur dan morfologi tanah, topografi, dan sebagainya,

4. Pembangunan dilakukan dengan pendekatan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan,

5. Dalam penyusunan RPUM harus memperhatikan Rencana Induk (Masterplan) Pengembangan Kota,

6. Logical framework (kerangka logis) penilaian kelayakan pengembangan,

7. Keterpaduan penataan bangunan dan lingkungan sektor lain dilaksanakan pada setiap tahapan penyelenggaraan pengembangan, sekurang-kurangnya dilaksanakan pada tahap perencanaan, baik dalam penyusunan rencana induk maupun dalam perencanaan teknik,

8. Memperhatikan peraturan dan perundangan serta petunjuk/pedoman yang tersedia,

(4)

10. Sebagai suatu PS yang tidak saja penting bagi peningkatan lingkungan masyarakat tetapi juga sangat penting bagi keberlanjutan lingkungan,

11. Sumber pendanaan dari berbagai pihak baik pemerintah, masyarakat maupun swasta, 12. Kelembagaan yang mengelola penataan bangunan dan lingkungan,

13. Penataan bangunan dan lingkungan memperhatikan kelayakan terutama dalam hal pemulihan biaya investasi,

14. Jika ada indikasi keterlibatan swasta dalam penataan bangunan dan lingkungan, perlu dilakukan identifikasi lebih lanjut,

15. Safeguard sosial dan lingkungan,

16. Perhitungan dan hal penunjang lainnya yang dibutuhkan untuk mendukung analisis disertakan dalam bentuk lampiran.

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, serta pedoman pelaksanaan lebih detail dibawahnya mengamanatkan bahwa penyelenggaraan Bangunan Gedung merupakan kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan hanya bangunan gedung negara dan rumah negara yang merupakan kewenangan pusat.

Namun dalam pelaksanaannya di lapangan terlihat bahwa masih banyak daerah yang belum menindak lanjutinya sebagaimana mestinya, sebagaimana terlihat dari:

1. Masih banyaknya Kabupaten/Kota yang belum menyesuaikan Perda Bangunan Gedung yang dimilikinya agar sesuai dengan UUBG, atau terutama Kabupaten/Kota hasil pemekaran masih belum memiliki Perda Bangunan Gedung;

2. Masih banyak Kabupaten/Kota; terutama Kabupaten/Kota hasil pemekaran yang belum memiliki atau melembagakan institusi/kelembagaan dan Tim Ahli Bangunan Gedung yang bertugas dalam pembinaan penataan bangunan dan lingkungan;

3. Masih banyak Kabupaten/Kota yang belum memulai pelaksanaan pendataan bangunan gedung; 4. Masih banyak Kabupaten/Kota yang belum menerbitkan Sertifikat Layak Fungsi (SLF) bagi

seluruh bangunan gedung yang ada terutama bangunan yang baru hasil pembangunan sejak 2003-2006;

(5)

6. Masih banyak bangunan gedung yang belum dilengkapi sarana dan prasarana bagi penyandang cacat;

7. Masih banyak Kabupaten/Kota pengembangannya belum berdasarkan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan;

8. Masih banyak Kabupaten/Kota yang mempunyai kawasan yang terdegradasi dan belum ditata ulang;

9. Masih banyak daerah yang belum memiliki rencana penanganan kawasan kumuh, kawasan nelayan, kawasan tradisional, dan kawasan bersejarah yang secara kewenangan sudah menjadi tugas dan tanggung jawab Kabupaten/Kota;

10. Masih banyak Kabupaten/Kota belum melaksanakan pembangunan lingkungan permukiman berbasis konsep tridaya untuk mendorong kemandirian masyarakat dalam mengembangkan lingkungan permukiman yang berkelanjutan.

Untuk itu, Departemen Pekerjaan Umum sebagai lembaga pembina teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai kewajiban untuk meningkatkan kemampuan Kabupaten/Kota agar mampu melaksanakan amanat UU No 28/2002 tentang Bangunan Gedung. Untuk tahun anggaran 20011-2016, sebagai kelanjutan dari kegiatan tahun-tahun sebelumnya, perlu melanjutkan dan memperbaiki serta mempertajam kegiatannya agar lebih cepat memampukan Kabupaten/Kota. Disamping hal tersebut, Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman menggariskan bahwa peningkatan kualitas lingkungan permukiman dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan bertahap, mengacu kepada Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai penjabaran rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang harus disusun oleh pemerintah daerah secara komprehensive, akomodatif dan responsif.

Selain itu, Undang-undang nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman menggariskan bahwa peningkatan kualitas lingkungan permukiman dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan bertahap, mengacu kepada Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan sebagai penjabaran rencana tata ruang wilayah (RTRW).

1. Strategi Penataan Bangunan dan Lingkungan

Strategi dalam mendukung keberhasilan penataan bangunan dan lingkungan, antara lain: a. Menyelenggarakan penataan bangunan gedung agar tertib, fungsional, andal dan efisien; b. Menyelenggarakan penataan lingkungan permukiman agar produktif dan berjatidiri;

(6)

d. Menyelenggarakan penataan bangunan dan lingkungan untuk mewujudkan arsitektur perkotaan dan pelestarian arsitektur bangunan gedung yang dilindungi dan dilestarikan untuk menunjang kearifan budaya lokal;

e. Mengembangkan teknologi dan rekayasa arsitektur bangunan gedung untuk menunjang pembangunan regional/ internasional yang berkelanjutan.

2. Kebijakan Penataan Bangunan dan Lingkungan Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan, yaitu:

a. Meningkatkan pembinaan penyelenggaraan Bangunan Gedung, termasuk bangunan gedung dan rumah negara;

b. Meningkatkan pemahaman, kesadaran dan kemampuan masyarakat untuk memenuhi persyaratan Bangunan Gedung dan Penataan Lingkungan Permukiman;

c. Meningkatkan kapasitas penyelenggara dalam penataan lingkungan dan permukiman; d. Meningkatkan kualitas lingkungan untuk mendukung pengembangan jatidiri dan

produktivitas masyarakat;

e. Mengembangkan kawasan yang memiliki peran dan potensi strategis bagi pertumbuhan kota;

f. Mengembangkan kemitraan antara pemerintah, swasta dan lembaga nasional maupun internasional lainnya di bidang Bangunan Gedung dan Penataan Lingkungan Permukiman; g. Mewujudkan arsitektur perkotaan yang memperhatikan/ mempertimbangkan khasanah

arsitektur lokal dan nilai tradisional;

h. Menjaga kelestarian nilai-nilai arsitektur Bangunan Gedung yang dilindungi dan dilestarikan serta keahlian membangun (seni dan budaya);

i. Mendorong upaya penelitian dan pengembangan teknologi rekayasa arsitektur Bangunan Gedung melalui kerjasama dengan pihak-pihak yang kompeten.

3. Program/ Kegiatan Penataan Bangunan dan Lingkungan

Program/ kegiatan penataan bangunan gedung dan lingkungan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Kegiatan Pembinaan Teknis Bangunan dan Gedung

1) Kegiatan diseminasi peraturan perundang-undangan penataan bangunan dan lingkungan;

2) Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung; 3) Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur;

(7)

5) Pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara; 6) Pembinaan teknis pembangunan gedung negara;

7) Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK);

8) Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA) Bangunan Gedung; 9) Percontohan pendataan bangunan gedung;

10) Percontohan aksesibilitas pada bangunan gedung dan lingkungan; 11) Rehabilitasi bangunan gedung negara;

12) Dukungan prasarana dan sarana Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan Bangunan (PIPPB).

b. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman

1) Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL); 2) Bantuan teknis pengelolaan Ruang terbuka Hijau (RTH);

3) Pembangunan prasarana dan sarana peningkatan lingkungan permukiman kumuh dan nelayan;

4) Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan permukiman tradisional; c. Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat di Perkotaan

1) Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan;

2) Bantuan penanggulangan kemiskinan terpadu (PAKET) dan Replikasi.

6.1.3. Strategi Pendukung Penataan Bangunan Dan Lingkungan

Grand Strategy 1: Menyelenggarakan Penataan Bangunan Gedung Agar Tertib, Fungsional, Andal, dan Efisien

Tujuan :

Terwujudnya bangunan gedung yang fungsional dan memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan, serta serasi dan selaras dengan lingkungannya.

Sasaran :

 Tersusunnya Perda bangunan gedung untuk kabupaten Aceh Jaya Tahun 2015;

 Terwujudnya bangunan gedung untuk umum yang laik fungsi pada tahun 2015;

 Terselenggaranya pengawasan penyelenggaraan bangunan gedung yang efektif dengan melakukan pemantauan dan evaluasi penerapan peraturan bangunan gedung; di Kabupaten Aceh Jaya Tahun 2015.

(8)

 Terbentuknya kelembagaan penataan bangunan dan lingkungan di tingkat Propinsi/Kabupaten/Kota yang didukung oleh SDM dan prasarana dan sarana kerja pendukungnya di Kabupaten Aceh Jaya Tahun 2015;

 Terwujudnya tertib pengelolaan aset negara, propinsi, kabupaten dan kota berupa tanah dan bangunan gedung di Kabupaten Aceh Jaya Tahun 2015;

 Terlaksananya penyediaan aksesibilitas bangunan gedung umum di seluruh wilayah Kabupaten Aceh Jaya pada tahun 2015.

 Terlaksananya pendataan bangunan gedung di Kabupaten Aceh Jaya pada tahun 2015.

 Tercapainya standar mutu pelayanan rumah negara sesuai ISO 9000 pada tahun 2015.

 Terwujudnya Pusat Informasi Arsitektur dan Bangunan Gedung di tingkat Propinsi tahun 2015.

 Terlaksananya Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK) di Kabupaten Aceh Jaya Tahun 2015.

Grand Strategy 2: Menyelenggarakan Penataan Lingkungan Permukiman Agar Produktif dan Berjatidiri

Tujuan :

Terwujudnya revitalisasi kawasan dan bangunan pada lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, produktif dan berkelanjutan.

Sasaran :

 Terlaksananya revitalisasi kawasan permukiman tradisional bersejarah di kawasan Kabupaten Aceh Jaya Tahun 2015;

 Terbangunnya, terpelihara dan terpenuhinya sarana prasarana kawasan permukiman kumuh di kawasan Kabupaten Aceh Jaya tahun 2015 ;

 Terlaksananya pengelolaan RTH di Kabupaten Aceh Jaya Tahun 2015.

Grand Strategy 3: Menyelenggarakan Penataan dan Revitalisasi Kawasan Bangunan Agar Dapat Memberi Nilai Tambah Fisik, Sosial, dan Ekonomi

Tujuan :

Terwujudnya revitalisasi kawasan dan bangunan agar dapat memberikan nilai tambah bagi kualitas fisik, sosial, ekonomi masyarakat yang menjadi penunjang bagi tercapainya kesejahteraan masyarakat yang lebih baik.

Sasaran :

(9)

 Terlaksananya pemberdayaan bagi masyarakat untuk menyelenggarakan revitalisasi kawasan.

Grand Strategy 4 : Menyelenggarakan Penataan Bangunan dan Lingkungan untuk Mewujudkan Arsitektur Perkotaan dan Pelestarian Arsitektur Bangunan Gedung yang Dilindungi dan Dilestarikan untuk Menunjang Kearifan Lokal

Tujuan:

Terwujudnya bangunan gedung yang memiliki kualitas fungsional, visual dan kualitas lingkungan yang seimbang, serasi, dan selaras dengan memunculkan ciri arsitektur kota yang berwawasan budaya lokal yang menjadi teladan bagi lingkungannya, serta yang dapat secara arif mengakomodasikan nilai-nilai luhur budaya bangsa.

Sasaran :

Terlaksananya penataan bangunan dan lingkungan serta pelestarian bangunan bersejarah yang mendukung terwujudnya kualitas arsitektur perkotaan di Kabupaten Aceh Jaya Tahun 2015;

Grand Strategy 5: Mengembangkan Teknologi dan Rekayasa Arsitektur Bangunan Gedung untuk Menunjang Regional/Internasional yang Berkelanjutan

Tujuan :

Terwujudnya perencanaan fisik bangunan dan lingkungan yang mengedepankan teknologi dan rekayasa arsitektur yang memenuhi standar internasional untuk menarik masuknya investasi di bidang bangunan gedung dan lingkungan secara internasional.

Sasaran :

Terlaksananya perencanaan bangunan gedung dan lingkungan dengan teknologi dan rekayasa arsitektur melalui kerjasama dengan pihak-pihak yang kompeten pada tahun 2015;

6.2. PROFIL PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN

6.2.1. Gambaran Umum Penataan Bangunan Dan Gedung

6.2.1.1. Komponen Penataan

(1) Konsep Identitas Lingkungan, yaitu perancangan karakter (jati diri) suatu lingkungan yang dapat diwujudkan melalui pengaturan dan perancangan elemen fisik dan nonfisik lingkungan atau subarea tertentu. Pengaturan ini terdiri atas:

(10)

tanda pengenal suatu lingkungan/bangunan, sehingga pengguna dapat mengenali karakter lingkungan yang dikunjungi atau dilaluinya sehingga memudahkan pengguna kawasan untuk berorientasi dan bersirkulasi.

(b) Tata penanda identitas bangunan, yaitu pengolahan elemen-eleman fisik bangunan/lingkungan untuk mempertegas identitas atau penamaan suatu bangunan sehingga pengguna dapat mengenali bangunan yang menjadi tujuannya.

(c) Tata kegiatan pendukung secara formal dan informal (supporting activities), yaitu pengolahan secara terintegrasi seluruh aktivitas informal sebagaipendukungdari aktivitas formal yang diwadahi dalam ruang/bangunan, untuk menghidupkan interaksi sosial dari para pemakainya.

(2) Konsep Orientasi Lingkungan, yaitu perancangan elemen fisik dan nonfisik guna membentuk lingkungan yang informatif sehingga memudahkan pemakai untuk berorientasi dan bersirkulasi. Pengaturan ini terdiri atas:

(a) Sistem tata informasi (directory signage system), yaitu pengolahan elemen fisik di lingkungan untuk menjelaskan berbagai informasi/petunjuk mengenai tempat tersebut, sehingga memudahkan pemakai mengenali lokasi dirinya terhadap lingkungannya.

(b) Sistem tata rambu pengarah (directional signage system), yaitu pengolahan elemen fisik di lingkungan untuk mengarahkan pemakai bersirkulasi dan berorientasi baik menuju maupun dari bangunan atau pun area tujuannya.

(3) Wajah Jalan, yaitu perancangan elemen fisik dan nonfisik guna membentuk lingkungan berskala manusia pemakainya, pada suatu ruang publik berupa ruas jalan yang akan memperkuat karakter suatu blok perancangan yang lebih besar. Pengaturan ini terdiri atas: (a) Wajah penampang jalan dan bangunan;

(b) Perabot jalan ( street furniture);

(c) Jalur dan ruang bagi pejalan kaki (pedestrian); (d) Tata hijau pada penampang jalan;

(e) Elemen tata informasi dan rambu pengarah pada penampang jalan; ( f) Elemen papan reklame komersial pada penampang jalan.

6.2.1.2. Prinsip-prinsip Penataan

Prinsip-prinsip penataan Lingkungan: (1) Secara Fungsional, meliputi:

(11)

(i) Penciptaan suatu sistem kualitas lingkungan yang informatif sehingga memudahkan pengguna kawasan dalam berorientasi dan bersirkulasi;

(ii) Perancangan tata visual yang menuntun dan memudahkan arah orientasi bagi pemakainya.

(b) Kejelasan identitas Penciptaan sistem dan kualitas lingkungan yang memudahkan pengguna mengenal karakter khas lingkungannya.

(c) Integrasi pengembangan skala mikro terhadap makro

(i) Pengembangan kualitas lingkungan dengan mengintegrasikan sistem makro dan mikro yang dapat dirasakan langsung secara mikro oleh penggunanya;

(ii) Penetapan konsep kegiatan yang dapat mengangkat dan mewadahi kegiatan berkarakter lokal atau pun kegiatan eksisting ke dalam skenario pendukung kegiatan baru yang akan diusulkan, namun tetap terintegrasi dengan kegiatan formal berskala wilayah/nasional.

(d) Keterpaduan/integrasi desain untuk efisiensi

(i) Keseimbangan, kaitan, dan keterpaduan, antara semua jenis elemen fungsional, estetis, dan sosial, sebagai pembentuk wajah jalan, baik didalam kawasan maupun lahan di luar kawasan;

(ii) Penempatan berbagai kegiatan pendukung pada ruang publik sebagai bagian dari elemen pembentuk wajah jalan atau wajah kawasan;

(iii) Perancangan elemen pembentuk wajah jalan yang efektif agar memudahkan pemakai untuk berorientasi dan bersirkulasi tanpa penggunaan papan penanda yang berlebihan.

(e) Konsistensi

(i) Perancangan yang konsisten dan komprehensif antar penanda dalam satu kawasan; (ii) Perancangan yang mempertimbangkan struktur ruang lingkungannya, terutama

mengenai arus sirkulasi/pergerakan pemakai untuk meminimalisasi kebutuhan papan penanda yang berlebihan.

(f) Mewadahi fungsi dan aktivitas formal maupun informal yang beragam

(12)

(ii) Penciptaan ruang yang mengadaptasi dan mengadopsi berbagai aktivitas interaksi sosial yang direncanakan dengan tetap mengacu pada ketentuan rencana tata ruang wilayah;

(iii) Penetapan kualitas ruang melalui penyediaan lingkungan yang aman, nyaman, sehat dan menarik, serta berwawasan ekologis.

(g) Skala dan proporsi pembentukan ruang yang berorientasi pada pejalan kaki Penciptaan keseimbangan lingkungan fisik yang lebih berorientasi pada pejalan kaki daripada kendaraan, sehingga tercipta lingkungan yang ramah bagi pejalan kaki seraya menghidupkan ruang kota melalui berbagai aktivitas pada area pejalan kaki.

(h) Perencanaan tepat bagi pemakai yang tepat Perencanaan penanda informasi/orientasi visual yang jelas dan tepat peletakannya, dan diperuntukkan bagi jenis pengguna yang tepat juga, yaitu antara pejalan kaki, pengendara sepeda dan pengendara kendaraan bermotor.

(2) Secara Fisik dan Nonfisik, meliputi:

(a) Penempatan pengelolaan dan pembatasan yang tepat dan cermat

(i) Penempatan elemen harus mengupayakan keseimbangan, kaitan, keterpaduan dari semua jenis elemen pembentuk wajah jalan atau perabot jalan dalam hal fungsi, estetis dan sosial;

(ii) Bila diperlukan, dapat diatur dengan pembatasan-pembatasan ukuran, material, motif, lokasi, tata letak, dan panduan lainnya;

(iii)Penetapan lokasi bebas papan reklame yaitu pada kawasan permukiman, cagar budaya/alam, pantai, kepulauan, permakaman umum, damija dan, jalur utilitas di bawah dan di atas permukaan gedung, serta gedung dan halaman sarana pendidikan, sosial, ibadah, cagar budaya, pemerintahan, energi dan utilitas, serta taman kota dan lapangan terbuka, sesuai dengan peraturan;

(iv) Penetapan area pada detail bangunan yang bebas dari papan reklame seperti atap bangunan, dan lain sebagainya, sesuai dengan peraturan.

(b) Pola, dimensi, dan standar umum

(i) Penataan elemen yang terpenting seperti penanda dan rambu sebagai bagian dari perabot jalan (street furniture), yang harus saling terintegrasi dengan elemen wajah jalan lainnya untuk menghindari ketidakteraturan dan ketidakterpaduan lingkungan; (ii) Pola, dimensi, dan standar umum penataan penanda dan rambu atau pun elemen

(13)

(c) Peningkatan estetika, karakter dan citra (image) kawasanmelalui:

(i) Perpaduan berbagai karakter subarea dengan karakter kawasan yang lebih luas;

(ii) Penciptaan karakter kawasan dengan menonjolkan karakter setempat;

(iii) Penataan dan desain harus dapat menggabungkan beberapa elemen perabot jalan menjadi kesatuan fungsi dan estetika sehingga membentuk karakter lingkungan dan mencerminkan citra kawasan.

(d) Kontekstual dengan elemen penataan lain Penciptaan suatu elemen dapat dianggap sebagai suatu seni untuk publik, sehingga memerlukan perencanaan yang komprehensif dan kontekstual antara desain elemen perabot jalan dan tata lansekap, serta antara tata bangunan dan lingkungan.

(e) Kualitas fisik Penetapan desain yang memenuhi kenyamanan pemakai dan pejalan kaki, kenyamanan sirkulasi udara, sinar matahari, dan klimatologi.

(f) Kelengkapan fasilitas penunjang lingkungan Penyediaan elemen pendukung kegiatan seperti street furniture (kios, tempat duduk, lampu, material perkerasan, dan lain-lain).

(3) Secara Lingkungan,meliputi:

(a) Keseimbangan kawasan perencanaan dengan sekitar Penciptaan keterpaduan berbagai karakter desain sistem identitas dan orientasi antara kawasan perencanaan dan karakter kawasan yang lebih luas, yang dapat berintegrasi dengan karakter struktur lingkungan setempat.

(b)Pemberdayaan berbagai kegiatan pendukung informalPengendalian kegiatan pendukung terpenting dalam ruang kota, antara lain adalah kegiatan pedagang kaki lima (PK) dan kegiatan pendukung insidentil/temporer lain yang bersifat semiinformal, seperti festival, pasar hari-hari tertentu, dll., yang dapat memberi nuansa dan karakter khas kawasan. (4) Dari Sisi Pemangku Kepentingan, meliputi:

(a) Kepentingan bersama antar pelaku kota

(i) Pendekatan penataan kegiatan khusus seperti PKL melalui prinsip kemitraan dan pemberdayaan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan serta forum warga PKL;

(14)

(b) Berorientasi pada kepentingan publik Penentuan berbagai insentif-disinsentif pembangunan dengan arah kompensasi berupa penyediaan berbagai fasilitas sebagai wadah bagi berbagai kegiatan pendukung yang dapat menghidupkan ruang kota, seperti jalur pejalan kaki, arkade, ruang terbuka umum, atau pun fasilitas bersama.

6.2.2. Pencapaian Penataan Bangungan Gedung dan Lingkungan

A. Penataan Bangunan Gedung

(1) Mewujudkan kawasan yang selaras dengan morfologi perkembangan area tersebut serta keserasian dan keterpaduan pengaturan konfigurasi blok, kaveling dan bangunan.

(2) Meningkatkan kualitas ruang kota yang aman, nyaman, sehat, menarik, dan berwawasan ekologis, serta akomodatif terhadap keragaman kegiatan.

(3) Mengoptimalkan keserasian antara ruang luar bangunan dan lingkungan publik sehingga tercipta ruang-ruang antar bangunan yang interaktif.

(4) Menciptakan berbagai citra dan karakter khas dari berbagai sub area yang direncanakan. (5) Mencapai keseimbangan, kaitan dan keterpaduan dari berbagai elemen tata bangunan

dalam hal pencapaian kinerja, fungsi, estetis dan sosial, antara kawasan perencanaan dan lahan di luarnya.

(6) Mencapai lingkungan yang tanggap terhadap tuntutan kondisi ekonomi serta terciptanya integrasi sosial secara keruangan.

B. Penataan Lingkungan

(1) Mencapai kualitas lingkungan kehidupan manusia yang aman, nyaman, sehat dan menarik, serta berorientasi kepada lingkungan mikro.

(2) Menyatukan kawasan sebagai sistem lingkungan yang berkualitas dengan pembentukan karakter dan identitas lingkungan yang spesifik.

(3) Mengoptimalkan kegiatan publik yang diwadahinya sehingga tercipta integrasi ruang sosial antarpenggunanya, serta menciptakan lingkungan yang berkarakter dan berjati diri.

(4) Menciptakan estetika, karakter, dan orientasi visual, dari suatu lingkungan.

(5) Menciptakan iklim mikro lingkungan yang berorientasi kepada kepentingan pejalan kaki.

6.2.3. Peraturan Bangunan Gedung Di Kabupaten Aceh Jaya

(15)

6.2.4. Program Penataan Bangunan Gedung Dan Lingkungan

a. Kegiatan Pembinaan Teknis Bangunan Dan Gedung

 Kegiatan diseminasi peraturan perundang-undangan penataan bangunan dan lingkungan

 Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung  Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur  Pelatihan teknis tenaga pendata HSBG dan keselamatan bangunan  Pengelolaan bangunan gedung dan rumah Negara

 Pembinaan teknis pembangunan gedung Negara

 Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK)  Penyusunan RANPERDA Bangunan Gedung

 Percontohan Pendataan Bangunan Gedung

 Percontohan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan  Rehabilitasi Bangunan Gedung Negara

 Dukungan Prasarana dan Sarana Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan Bangunan (PIPPB)

b. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman

 Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)  Bantuan Teknis Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)

 Pembangunan Prasarana dan Sarana Peningkatan Lingkungan Permukiman Kumuh dan Nelayan

 Pembangunan Prasarana dan Sarana Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional

c. Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Di Perkotaan

 Bantuan Teknis Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan  PAKET dan REPLIKASI

6.3. RENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN KHUSUS

Rencana pengembangan kawasan khusus dibagi menjadi empat kategori yang berdasar pada tujuan utama pengembangan kawasan, yakni:

(16)

fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas olahraga) harus mengikuti peraturan yang ketat terkait dengan perlindungan sumber daya alam.

2. Pengembangan Kawasan Baru,bertujuan mengoptimalkan potensi lahan untuk meningkatkan kegiatan ekonomi kota. Pada pengembangan kawasan baru, diarahkan untuk memberi fasilitas dan dukungan yang terkait, terutama melalui mekanisme peraturan intensitas bangunan (KLB dan KDB) serta rencana penyediaan infrastruktur kota.

3. Pengembangan Kawasan Berkembang/Prospektif, bertujuan memberi panduan pengembangan kawasan yang sedang dan mulai berkembang kegiatan ekonominya. Penataan ini diarahkan untuk mengurangi pengembangan yang tidak teratur dan berpotensi mengganggu operasional kawasan (pelanggaran tata ruang, kegiatan yang menggangu lingkungan, kemacetan, parkir). Pada tahap berikutnya, penataan kawasan berkembang akan mengintegrasikan dengan sistem jaringan transportasi kota dan meningkatkan kualitas ruang kota.

4. Revitalisasi dan Regenerasi Kawasan, bertujuan untuk mengembalikan dan meningkatkan kembali fungsi dan kualitas sebuah kawasan yang mulai menurun akibat perjalanan waktu. Revitalisasi dan regenerasi kawasan, selain diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas infrastruktur dan fasilitas pendukung kawasan, juga menyusupkan kegiatan baru yang dapatmengangkat kegiatan ekonomi dan citra kawasan.

Bahasan berikut akan menjelaskan arahan masing-masing rencana pengembangan kawasan khusus.

6.3.1. Pengembangan Kawasan Konservasi Sumber Daya Alam

A. Kawasan Rekreasi-Wisata Lhok Geulumpang

(17)

6.4. PROFIL KANTOR LINGKUNGAN HIDUP, KEBERSIHAN, PERTAMANAN KABUPATEN ACEH JAYA

Gambaran pelayanan Kantor lingkungan hidup, kebersihan, pertamanan dan Pemadam Kebakaran Kabupaten Aceh Jaya meliputi tugas, fungsi dan struktur organisasi dan aset-aset internal yang dimiliki. Aset-aset internal tersebut antara lain kepegawaian dan sarana prasarana yang dikelola.

6.4.1 Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi

Kantor Lingkungan Hidup, Kebersihan, Pertamanan dan Pemadam Kebakaran Kabupaten Aceh Jaya mempunyai tugas melaksanakan kewenangan Pemerintah Daerah di bidang Lingkungan Hidup, Kebersihan, Pertamanan dan Pemadam Kebakaran yang berdiri berdasarkan Qanun Nomor 11 Tahun 2008 Tanggal 9 Oktober 2008. Pada peraturan tersebut juga dijelaskan mengenai tugas, fungsi dan struktur organisasi Kantor lingkungan hidup, kebersihan, pertamanan dan Pemadam Kebakaran . Susunan organisasi Kantor lingkungan hidup, kebersihan, pertamanan dan Pemadam Kebakaran berdasarkan peraturan daerah tersebut adalah:

Susunan organisasi Kantor Lingkungan Hidup, Kebersihan, Pertamanan dan Pemadam Kebakaran Kabupaten Aceh Jaya terdiri dari :

a) Kepala Kantor

b) Sub Bagian Tata Usaha c) Seksi Lingkungan Hidup

d) Seksi Kebersihan dan Pertamanan e) Seksi Pemadam Kebakaran

a. Kelompok Jabatan Fungsional.

(18)

Gambar 6.1

STRUKTUR ORGANISASI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP, KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN

KEPALA DINAS

6.5. Susunan Kepegawaian dan Aset (Sarana Prasarana) yang dikelola

6.5.1 Susunan Kepegawaian

Sampai dengan akhir tahun 2010, untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya Kantor lingkungan hidup, kebersihan, pertamanan dan Pemadam Kebakaran Kabupaten Aceh Jaya di dukung dengan jumlah pegawai sebanyak 11 orang yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut berikut.

Tabel 6.1 Sumber Daya Manusia

Kantor Lingkungan Hidup, Kebersihan, dan Pertamanan Kab. Aceh Jaya Per 31 Desember 2013

Rincian Uraian Jumlah Pegawai

Golongan

Pegawai Honor 10 Orang

(19)

Berdasarkan jumlah pegawai pada tabel 6.1 tersebut, dapat diketahui bahwa sebagian besar pegawai dalam Kantor lingkungan hidup, kebersihan, pertamanan dan Pemadam Kebakaran masih merupakan tenaga Honor. Hal tersebut mengakibatkan permasalahan dalam pengembangan dinas ke depan. Karena dengan status pegawai yang honor berarti tidak terdapat ikatan dengan Kantor lingkungan hidup, kebersihan, pertamanan dan Pemadam Kebakaran. Sehingga dalam hal ini Kantor lingkungan hidup, kebersihan, pertamanan dan Pemadam Kebakaran tidak memiliki kewenangan penuh dalam memberdayagunakan personilnya. Selain itu tenaga Honor juga berarti tidak adanya komitmen secara penuh untuk bertugas dalam melaksanakan fungsi pelayanan dinas. Status kepegawaian yang hanya honor tersebut juga mengakibatkan sulitnya mengembangkan kemampuan personil melalui mengikutsertakan dalam pelatihan-pelatihan terkait operasi pemadaman dan penyelamatan. Padahal kantor lingkungan hidup, kebersihan, pertamanan dan Pemadam Kebakaran membutuhkan personil yang tidak hanya berjumlah cukup, namun juga harus terlatih untuk dapat mewujudkan pelayanan yang maksimal dalam pemadaman kebakaran dan penyelamatan korban. Sedangkan apabila dilihat secara jumlah, maka personil yang dimiliki kantor lingkungan hidup, kebersihan, pertamanan dan Pemadam Kebakaran saat ini masih belum mencukupi kebutuhan. Hal tersebut ditambah dengan status pegawai yang sebagian besar hanya tenaga kerja honor. Padahal dalam pelaksanaan fungsi dinas, dibutuhkan personel yang cukup besar untuk dapat memaksimalkan pelayanan terutama dalam pemadaman kebakaran dan penyelamatan korban. Dalam pengembangan ke depannya, kantor lingkungan hidup, kebersihan, pertamanan dan Pemadam Kebakaran perlu memperhatikan permasalahan SDM tersebut, sehingga tidak menjadi hambatan.

6.5.1 Jenis Pelayanan dan Kelompok Sasaran

A. Jenis Pelayanan

(20)

B. Kelompok Sasaran

Pelayanan yang diberikan oleh kantor lingkungan hidup, kebersihan, pertamanan dan Pemadam Kebakaran ditujukan pada seluruh masyarakat Kabupaten Aceh Jaya.

6.5.2 Kebakaran

Perkembangan kejadian kebakaran yang terjadi di Kabupaten Aceh Jaya ternyata memiliki frekuensi kebakaran yang berbeda pada tiap tahunnya. Dari tahun 2009-2013 terjadi dengan jumlah terjadi kebakaran di Kabupaten Aceh Jaya 16 kebakaran. Sedangkan penyebab kebakaran terbesar adalah terjadinya arus pendek listrik, sisanya adalah karena kompor dan lainnya. Proses penanggunalangannya sendiri mengalami beberapa kendala antara lain lokasi kebakaran yang sulit dijangkau oleh mobil Damkar, seperti sempitnya jalan di permukiman.

Upaya pencegahan kejadian kebakaran telah dilakukan kantor lingkungan hidup, kebersihan, pertamanan dan Pemadam Kebakaran sebagai wujud pelayanan khususnya untuk masyarakat Kabupaten Aceh Jaya. Bentuk pencegahan tersebut melalui penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya kebakaran. Hal tersebut disebabkan faktor penyebab dari kejadian kebakaran di Kabupaten Aceh Jaya 2009-2013 adalah karena arus pendek. Selain arus pendek, kebakaran di Kabupaten Aceh Jaya juga disebabkan oleh faktor lain yaitu kompor dan lain-lain.

Dalam menangani berbagai permasalahan yang terjadi tersebut, Kantor lingkungan hidup, kebersihan, pertamanan dan Pemadam Kebakaran Kabupaten Aceh Jaya telah merumuskan beberapa program sebagai berikut :

Peningkatan sarana dan prasarana, baik terkait dengan pembangunan, pengadaan maupun perawatan;

Peningkatan kemampuan dan keterampilan, termasuk didalamnya adalah penerimaan pegawai baru, pengangkatan pegawai honorer/magang, pembuatan sistem penilaian baku kinerja, pelaksanaan diklat pencegahan dan penanggulangan kebakaran dan standarisasi kompetensi pegawai.

(21)

kegiatan-kegiatan lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia pemadam kebakaran.

6.5.3. Bencana Banjir

Banjir merupakan salah bencana perkotaan yang selalu melanda Kabupaten Aceh Jaya setiap tahunnya ketika musim hujan tiba. Setiap tahunnya lokasi daerah yang mengalami bencana banjir semakin meningkat, sedangkan luas genangan masih bervariasi. Waktu penurunan genangan juga berbeda yang dipengaruhi oleh luas dan tinggi genangan. Waktu penurunan genangan terlama terdapat di tahun 2003 yaitu mencapai 1 minggu, sedangkan untuk tahun-tahun sebelumnya rata-rata 1-2 hari.

Apabila dilihat dari kondisi topografi Kabupaten Aceh Jaya sendiri, maka potensi untuk terjadinya banjir sudah terlihat. Hal tersebut dikarenakan kondisi topografi kota yang cenderung datar, kemudian juga ditambah dengan buruknya kondisi saluran drainase terutama untuk saluran drainase sekunder, yaitu sebesar 52% dari panjang saluran sekunder yang ada masih dalam kondisi buruk. Selain itu perubahan penggunaan lahan menjadi daerah terbangun di Kabupaten Aceh Jaya juga turut menyumbangkan banjir, karena berkurangnya daerah resapan air. Sehingga ancaman bencana banjir sangat sulit dihindari di Kabupaten Aceh. Persebaran daerah-daerah yang rawan mengalami bencana banjir terdapat hampir seluruh kecamatan .

Kerugian yang diakibatkan banjir juga cukup besar, tidak hanya dialami oleh masyarakat, namun juga pemerintah Kabupaten Aceh Jaya. Rusaknya aset-aset penting milik pemerintah dan masyarakat merupakan salah satu contoh kerugian yang dapat diakibatkan dari bencana banjir tersebut. Berdasarkan perhitungan kerugian akibat banjir tahun 2013, diketahui bahwa masyarakat menderita kerugian yang paling besar yaitu berupa kerusakan rumah. Kemudian juga kerugian terbesar selanjutnya juga masih terdapat pada aset masyarakat yaitu untuk fasilitas perekonomian seperti pertanian, perikanan dan industri.

Dalam lingkup bencana, bidang penyelamatan korban berperan bukan untuk menanggulangi atau mencegah bencana tersebut, namun lebih kepada upaya-upaya penyelamatan korban bencana. Sehingga dalam bencana banjir maka upaya penyelamatan korban yang dilakukan adalah :

- Membentuk posko banjir

- Memberikan bantuan makanan dan minuman - Bantuan medis kepada korban banjir

(22)

Selain tindakan penyelamatan jiwa, juga dilakukan upaya penyelamatan harta benda dan dokumen penting berupa :

- Patroli pengamanan - Siaga banjir

- Inventarisasi kerusakan harta benda, dokumen-dokumen penting dan aset pemerintah

6.5.4. Hasil-Hasil Yang Dicapai Lima Tahun Sebelumnya

Review pencapaian kinerja Kantor Lingkungan Hidup, Kebersihan, Pertamanan dan Pemadam Kebakaran lima tahun sebelumnya didapatkan dari evaluasi Rencana Strategis (Renstra) Kantor Lingkungan Hidup, Kebersihan, Pertamanan dan Pemadam Kebakaran dan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir Masa Jabatan Kepala Daerah (LKPJ) Kabupaten Aceh Jaya 2011. Evaluasi Renstra Kantor Lingkungan Hidup, Kebersihan, Pertamanan dan Pemadam Kebakaran bertujuan untuk melihat pencapaian kinerja SKPK berdasarkan indikator sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan evaluasi LKPJ bertujuan untuk memberikan gambaran pencapaian kinerja SKPK Kantor Lingkungan Hidup, Kebersihan, Pertamanan dan Pemadam Kebakaran dalam lingkup Kabupaten Aceh Jaya.

Visi Kantor Lingkungan Hidup, Kebersihan, Pertamanan dan Pemadam Kebakaran dalam Rencana Strategis periode adalah :

“TERWUJUDNYATERWUJUDNYA PELAYANANPELAYANAN PRIMAPRIMA BIDANGBIDANG KEBERSIHANKEBERSIHAN YANGYANG BERORIENTASIBERORIENTASI KEPADAKEPADA KEPUASAN

KEPUASANMASYARAKATMASYARAKATYANGYANGBERWAWASANBERWAWASANLINGKUNGAN”LINGKUNGAN”..

Berdasarkan visi tersebut, maka dirumuskan misi yang merupakan penerjemahkan dari visi, antara lain :

1. Peningkatan sumber daya manusia yang berpengetahuan dan berkemampuan yang tinggi dalam menangani masalah kebersihan dan lingkungan hidup.

2. Peningkatan pengelolaan dan pengolahan sampah secara efektif dan efisien serta berwawasan lingkungan.

3. Mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan ramah lingkungan. 4. Peningkatan derajat kesehatan lingkungan.

(23)

selama lima tahun ke belakang kinerja Kantor Lingkungan Hidup, Kebersihan, Pertamanan dan Pemadam Kebakaran masih memiliki permasalahan dan hambatan dalam pelaksanaannya, yaitu : 1. Sarana dan Prasarana

Pengadaan dan pembangunan sarana serta prasarana telah dilaksanakan Kantor Lingkungan Hidup, Kebersihan, Pertamanan dan Pemadam Kebakaran dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanannya. Namun hingga akhir tahun 2010, jumlah penyediaan sarana dan prasarana tersebut masih belum mencukupi kebutuhan keseluruhan.

2. SDM

Permasalahan SDM terletak pada kuantitas dan kualitas dari SDM yang terdapat di Kantor Lingkungan Hidup, Kebersihan, Pertamanan dan Pemadam Kebakaran. Jumlah SDM yang belum memenuhi kebutuhan pelayanan Kantor Lingkungan Hidup, Kebersihan, Pertamanan dan Pemadam Kebakaran dalam lingkup Kabupaten Aceh Jaya, telah mengakibatkan kinerja yang tidak optimal. Kemudian kualitas dari SDM tersebut juga berpengaruh terhadap efektif tidaknya kinerja Kantor Lingkungan Hidup, Kebersihan, Pertamanan dan Pemadam Kebakaran.

3. Regulasi

Peraturan yang mengikat secara tegas dan jelas merupakan suatu dukungan yang cukup besar dalam upaya pencegahan bahaya kebakaran. Namun hal tersebut tidak dimiliki oleh Kabupaten Aceh Jaya. Peraturan yang mengatur mengenai penyediaan fasilitas kebakaran dalam standar kelayakan keselamatan gedung terkait kebakaran di Kabupaten Aceh Jaya masih sangat lemah dan tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Diperlukan penyempurnaan peraturan tersebut terkait dengan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan, serta hal-hal teknis lainnya.

Selain permasalahan, dalam periode 5 tahun sebelumnya, Kantor Lingkungan Hidup, Kebersihan, Pertamanan dan Pemadam Kebakaran juga telah berhasil mencapai keberhasilan, antara lain :

1. Waktu respon kejadian kebakaran

(24)

2. Kerjasama dengan daerah lain

Adanya kerjasama dengan instansi pemadam kebakaran daerah lainnya juga merupakan potensi yang cukup besar bagi pengembangan pelayanan Kantor Lingkungan Hidup, Kebersihan, Pertamanan dan Pemadam Kebakaran. Melalui kerjasama tersebut akan dapat terjadi pertukaran informasi dan teknologi terkait dengan upaya-upaya penanggulangan kebakaran. Kerjasama tersebut juga dapat membantu Kantor Lingkungan Hidup, Kebersihan, Pertamanan dan Pemadam Kebakaran untuk mewujudkan pelayanan penanggulangan kebakaran yang optimal di Kabupaten Aceh Jaya.

3. Partisipasi masyarakat

Peran serta masyarakat merupakan potensi yang sangat besar dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Hal tersebut disebabkan penyebab terjadinya kebakaran sebagian besar disebabkan oleh arus pendek dan kegiatan rumah tangga lainnya. Terbentuknya BALAKAR dan SATLAKAR diharapkan dapat membantu kinerja Kantor Lingkungan Hidup, Kebersihan, Pertamanan dan Pemadam Kebakaran tidak hanya dalam mencegah timbulnya kebakaran, namun juga dalam penanggulangan kejadian kebakaran.

6.5.5 Analisa Isu Strategis berkaitan dengan Tugas dan Fungsi SKPD

Isu strategis Kantor lingkungan hidup, kebersihan, pertamanan dan Pemadam Kebakaran dirumuskan dengan memetakan faktor-faktor internal maupun eksternal, sesuai dengan tugas dan fungsinya. Pemetaan faktor internal dilihat berdasarkan kekuatan dan kelemahan Kantor lingkungan hidup, kebersihan, pertamanan dan Pemadam Kebakaran , sedangkan pemetaan faktor eksternal dilihat berdasarkan peluang dan ancaman yang dihadapi Kantor lingkungan hidup, kebersihan, pertamanan dan Pemadam Kebakaran . Berdasarkan pemetaan tersebut, dirumuskan isu strategis pelayanan Kantor lingkungan hidup, kebersihan, pertamanan dan Pemadam Kebakaran .

A. Faktor Internal Kantor lingkungan hidup, kebersihan, pertamanan dan Pemadam Kebakaran

Kekuatan Kelemahan

1. Waktu respon penanganan kejadian kebakaran yang telah memenuhi standar pelayanan minimum

2. Adanya peta rawan kebakaran dan

1. Jumlah SDM sebagian besar masih berstatus TKS (magang)

2. Minimnya jumlah SDM teknis

(25)

bencana 4. Keterbatasan sarana dan prasarana kantor 5. Keterbatasan fasilitas pencegahan dan

penanggulangan pemadam kebakaran dan penyelamatan korban

6. Belum memiliki laboratorium pengetesan dalam bidang kebakaran

B. Faktor Eksternal Kantor lingkungan hidup, kebersihan, pertamanan dan Pemadam Kebakaran

Peluang Ancaman

1. Adanya kerjasama dengan Kantor lingkungan hidup, kebersihan, pertamanan dan Pemadam Kebakaran wilayah lain yaitu Jakarta Barat dan Kabupaten Tangerang

2. Adanya BALAKAR dan SATLAKAR dalam lingkungan masyarakat 3. Adanya mekanisme rekomendasi

oleh Damkar dalam ijin mendirikan bangunan terkait kelayakan keselamatan bangunan 4. Partisipasi masyarakat sekitar

daerah kejadian kebakaran yang cukup besar dalam operasi penanggulangan kebakaran meskipun bukan termasuk BALAKAR dan SATLAKAR

1. Pemahaman masyarakat yang masih lemah terhadap tindakan pencegahan kebakaran

2. Sumber air yang terbatas

3. Adanya ketidaktegasan regulasi yang mengatur mengenai mekanisme penangaan kebakaran

4. Peraturan/regulasi yang tidak sesuai dengan kondisi saat ini, sehingga perlu dimutakhirkan

5. Kondisi topografi Kabupaten Aceh Jaya yang cenderung datar dan berpotensi banjir

6. Perubahan penggunaan lahan menjadi daerah terbangun di Kabupaten Aceh Jayamengakibatkan berkurangnya daerah resapan air yang mendorong terjadinya banjir

(26)

Berdasarkan pemetaan tersebut di atas maka isu strategis dalam pelayanan pemadaman kebakaran dan penyelamatan korban oleh Kantor lingkungan hidup, kebersihan, pertamanan dan Pemadam Kebakaran dapat diidentifikasi sebagai berikut :

1. Kinerja aparatur Kantor lingkungan hidup, kebersihan, pertamanan dan Pemadam Kebakaran  Kualitas SDM yang masih minim dan terbatas

 Jumlah SDM sebagian besar masih berstatus Honor

 Minimnya jumlah SDM teknis penanggulangan kebakaran dan bencana  Keterbatasan sarana dan prasarana kantor

2. Kualitas Pelayanan dalam Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Korban

 Keterbatasan fasilitas pencegahan dan penanggulangan pemadam kebakaran dan penyelamatan korban

 Waktu respon penanganan kejadian kebakaran yang telah memenuhi standar pelayanan minimum

 Belum memiliki laboratorium pengetesan dalam bidang kebakaran  Frekuensi kejadian kebakaran yang masih sangat besar

 Adanya kerjasama dengan Kantor lingkungan hidup, kebersihan, pertamanan dan Pemadam Kebakaran wilayah lain.

 Sumber air yang terbatas

 Kondisi topografi Kabupaten Aceh Jayayang cenderung datar dan berpotensi banjir

 Perubahan penggunaan lahan menjadi daerah terbangun di Kabupaten Aceh Jaya mengakibatkan berkurangnya daerah resapan air yang mendorong terjadinya banjir

3. Regulasi dan kelembagaan

 Adanya ketidaktegasan regulasi yang mengatur mengenai mekanisme penangaan kebakaran

 Peraturan/regulasi yang tidak sesuai dengan kondisi saat ini, sehingga perlu dimutakhirkan

 Adanya mekanisme rekomendasi oleh Damkar dalam ijin mendirikan bangunan terkait kelayakan keselamatan bangunan

4. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kebakaran dan penyelamatan korban  Adanya BALAKAR dan SATLAKAR dalam lingkungan masyarakat

 Partisipasi masyarakat sekitar daerah kejadian kebakaran yang cukup besar dalam operasi penanggulangan kebakaran meskipun bukan termasuk BALAKAR dan SATLAKAR

Gambar

Gambar 6.1

Referensi

Dokumen terkait

Dalam rangka kegiatan Sertifikasi Guru dalam Jabatan Tahun 2012 untuk guru-guru di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Panitia Sertifikasi Guru Rayon 115 UM

maka Pejabat Pengadaan Dinas Tata Ruang dan Permukiman Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun Anggaran 2016 menyampaikan Pengumuman Pemenang pada paket tersebut diatas sebagai berikut

A key outcome is to put in place participatory fisheries management plans for priority stocks using Local Councils for Artisanal Fisheries (CLPA) as the institutional entry

[r]

Pelayanan tidak efisien,  pasien merasa tidak nyaman 6 Kemungkinan  penyebab :  petugas laborat hanya 1 orang yang selain melakukan  pemeriksaan  juga mengerjakan administrasi,

Konflik yang terjadi antara dua orang atau lebih dengan nilai, tujuan dan.. keyakinan

Aplikasi Multimedia Mengenai Info Musik Kelompok Bad Religion yang dibuat dengan menggunakan Microsoft Visual Basic 6.0 ini dapat memberi kemudahan kepada user yang ingin

Banyak diantara kita mengira bahwa penyebab dari bencana ini timbul akibat dari ketidakseimbangan diantara ekosistem yang ada (Rahim dalam Suja’i, 2004). Batang