1. Latar Belakang
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
BAB I
PENDAHULUAN
Surakarta atau Solo merupakan kota yang secara wilayah dapat dikatakan
sebagai kota kecil1
di Jawa Tengah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten
Sragen, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sukoharjo, dan Kabupaten Boyolali.
Jumlah penduduk Kota Surakarta berjumlah 130.277 kepala Keluarga atau lebih dari
460.197 jiwa2
yang tersebar dalam 5 Kecamatan3
, 51 Kelurahan, 650 Rukun warga
dan, 2700 Rukun Tetangga.4
Kota Surakarta merupakan kota yang memiliki tingkat
kepadatan penduduk tertinggi di Jawa Tengah dengan tingkat kepadatan
13.636,16/km² (35.317,5/mil² ).5
Wilayah Kota Surakarta dilihat secara geografis,
maupun sosial budaya di kategorisasikan dalam 5 kelompok yaitu : 1) Wilayah
jantung kota; 2) Wilayah pemukiman lama; 3) Wilayah bantaran kali; 4) Wilayah
berkembang; dan 5) Wilayah campuran.6
Kategorisasi ini dan tingkat kepadatan
penduduknya, maka pengembangan dan pembangunan di Kota Surakarta hanya bisa
1 Menurut http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Surakarta luas wilayah solo adalah 4.403 km², data Wikipedia sampai dengan tahun 2010, diakses pada tanggal 30 Juli 2011.
2 Lihat http://solokotakita.org data tahun 2010, diakses pada tanggal 2 Agustus 2011.
3 5 Kecamatan di Surakarta adalah Kecamatan Laweyan, Kecamatan Serengan, Kecamatan Banjarsari, Kecamatan Jebres, dan Kecamatan Pasar Kliwon.
4 Op cit http://solokotakita.org Januari 2011 5 Lihat harian Jawa Pos tanggal 1 Juni 2010.
dilakukan pada wilayah tertentu saja, atau dalam kata lain tidak mungkin dilakukan di
wilayah pemukiman lama, jantung kota dan wilayah pinggir kali.
Berdasarkan Perda nomor 10 Tahun 2001, tanggal 13 Desember 20017 , Visi
Kota Surakarta adalah:
“Terwujudnya Kota Sala sebagai Kota Budaya yang bertumpu pada potensi
Perdagangan, Jasa , Pendidikan, Pariwisata dan Olah Raga”.
“Sedangkan misinya adalah:
- Revitalisasi kemitraan dan partisipasi seluruh komponen masyarakat dalam
semua bidang pembangunan , serta perekatan kehidupan bermasyarakat dengan
komitmen cinta kota yang berlandaskan pada nilai-nilai “Sala Kota Budaya”.
- Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang memiliki kemampuan dalam
pengusahaan dan pendaya gunaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, guna
mewujudkan inovasi dan integrasi masyarakat madani yang berlandaskan ke-
Tuhanan Yang Maha Esa.
- Mengembangkan seluruh kekuatan ekonomi Daerah, sebagai pemacu tumbuhan
dan berkembangnya ekonomi rakyat yang berdaya saing tinggi, serta mendaya
gunakan potensi pariwisata dan teknologi terapan yang akrap lingkungan.
- Membudayakan peran dan fungsi hukum, pelaksanaan Hak Asasi Manusia dan
demokratisasi bagi seluruh elemen masyarakat, utamanya para penyelenggara
pemerintahan”
Dilihat dari visi dan misi, dan dikaitkan dengan kondisi obyektif Surakarta,
maka dapat dilihat, fokus utama pembangunan Surakarta terletak pada pembangunan
7 Lihat http://www.surakarta.go.id/id/news/visi.misi.kota.surakarta.html . tanggal 2 Agustus 2011
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
ekonomi sosial dan budaya, sehingga dibutuhkan sebuah perencanaan pembangunan
dengan dasar pemberdayaan masyarakat yang menitik-beratkan pada proses-proses
partisipatif.
Surakarta sebagai wilayah yang memiliki otonomi sebagaimana diatur oleh
Undang-undang nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, memiliki
kewenangan untuk membuat kebijakan yang akan dilaksanakan di daerahnya.
Berbeda dengan Undang-undang Otonomi Daerah pada masa sebelumnya, kekuasaan
Negara seperti misalnya dalam Undang-undang nomor 18 tahun 1965 tentang Pokok
– pokok Pemerintahan Daerah Pasal 5 ayat (2): “Kepala daerah melaksanakan politik
Pemerintah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri
menurut hierarchi yang ada”. Karena Kepala Daerah tingkat I dipilih oleh Presiden
dan Kepala Daerah tingkat II dipilih oleh Menteri Dalam Negeri sebagaimana
ketentuan Pasal (11) Undang-undang nomor 18 tahun 1965. Kewenangan daerah
dalam Undang-undang nomor 18 tahun 1965 hanya sebatas mengelola urusan-urusan
rumah tangga, itupun tidak semuanya, karena Pemerintah yang tingkatannya lebih
atas diperkenankan untuk melakukan intervensi.8
Ketentuan tersebut masih berlaku
pada Undang – undang penggantinya yaitu Undang – undang nomor 5 tahun 1974
tentang Pokok – pokok Pemerintahan Daerah, hanya saja sudah ada asas
Desentralisasi yang merupakan pelimpahan kekuasaan dari Pemerintah Pusat ke
Pemerintah Daerah, dan Kepala Daerah bukan lagi diangkat oleh Presiden melainkan
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pemerintah Daerah juga bisa
membuat Peraturan Daerah, namun yang menjadikan Asas Desentralisasi ini dalam
Undang-undang ini masih terkesan sentralistik adalah adanya ketentuan Pengawasan
dari Menteri Dalam Negeri, dan bahkan Menteri Dalam Negeri dapat mengambil
tindakan yang dianggap perlu menurut pandangan Menteri Dalam Negeri.9
Lahirnya
Undang-undang nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diubah menjadi Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004, pola pemerintahan mulai bergeser dimana daerah
memiliki kewenangan mutlak atas wilayahnya. Pergeseran pola pemerintahan ini
membuat kesempatan terhadap akses pembangunan mulai terbuka, dimana Kepala
Daerah dipilih secara langsung oleh rakyat dan secara otomatis Kepala Daerah harus
bertanggung jawab kepada rakyat.
Tujuan Otonomi Daerah adalah percepatan tercapainya masyarakat adil dan
makmur melalui proses pembangunan yang partisipatif. Surakarta sejak tahun 2001
telah melaksanakan proses partisipasi melalui Muyawarah Kelurahan, Kecamatan
dan Kota Membangun atau biasa disebut dengan Muskel,Cam & Kotbang, program
ini akhirnya diadopsi oleh Pusat dan dilaksanakan secara nasional pada tahun 2004
yang kemudian berubah nama menjadi Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(Musrenbang) melalui Surat Edaran Bersama Menteri perencanaan Pembangunan –
Bappenas dan Menteri Dalam Negeri N0. 1354/M.PPN/03/2004 perihal Pedoman
Pelaksanaan Forum Musrenbang dan Perencanaan Pembangunan Partisipatif Daerah.
9 Lihat Paragrap 3 Pengawasan Umum Pasal 71 Undang-undang nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok –
pokok Pemerintahan Daerah.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Sebagaimana yang tersurat dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945
alenia ke-4 “…Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia …”
yang kemudian dipertegas dalam konsideran Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah
“pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan,
pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah
dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan
kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”
Otonomi Daerah ini dimaksudkan untuk memperbaiki sistem pemerintahan
menjadi lebih manusiawi dan partisipatif. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial
diharapkan bisa didapatkan dalam proses pembangunan yang terus bergulir.
Proses pembangunan yang mulai berubah pasca otonomi daerah dimana
proses pembangunan sedang diupayakan untuk dari bawah ke atas (Bottom-Up)
bukan dari atas ke bawah (Top-Down) sehingga musrenbang menjadi sebuah
Namun demikian, gairah untuk mengikuti proses musrenbang mengalami
pasang-surut, dimana terjadi penurunan secara kualitas maupun kuantitas
musrenbang. Demikian juga di Surakarta, yang dimana Surakarta sebagai pioneer
dalam pelaksanaan musrenbang juga mengalami penurunan. Sekarang memasuki
tahun ke 9, diperlukan sebuah perbaikan secara proses maupun partisipasi
masyarakatnya. Walikota Surakarta menerbitkan sebuah kebijakan yaitu Peraturan
Walikota (Perwali) No 27-A Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan, Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Kecamatan, Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Kota.
Mengingat pentingnya proses partisipasi dalam proses pembangunan, maka
musrenbang akan menjadi sebuah “ritual” yang harus selalu dilaksanakan, sehingga
peneliti ingin melihat seberapa jauh musrenbang bisa berpengaruh terhadap proses
pembangunan maka peneliti ingin mengajukan penelitian dengan judul “Musrenbang
Sebagai Wadah Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan di Daerah
(Study Kasus pada Proses Partisipasi Masyarakat dalam Musrenbangkel di Kelurahan
Timuran, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta)
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang musrenbang tersebut, perlu adanya upaya untuk melihat
apakah musrenbang bisa menjadi sarana percepatan tercapainya masyarakat yang adil
dan makmur?
3. Pembatasan Masalah
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Penelitian ini hanya akan membahas proses musrenbang yang petunjuk
teknisnya di atur dalam Peraturan Walikota Surakarta No 27-A Tahun 2010 Tentang
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan,
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan, Forum Satuan Kerja Perangkat
Daerah, dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kota dapat diimplementasikan
dalam sebuah proses penyusunan perencanaan pembangunan atau yang sering disebut
sebagai Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), sehingga kebijakan
tersebut dapat menjadi indikator penilaian bahwa proses pelaksanaan musrenbang
sesuai dengan aturan. Setelah dapat dinilai tingkat kesadaran hukum melalui
pelaksanaan aturan tersebut, sehingga bisa dibandingkan dengan kualitas musrenbang
yang dinilai dari proses dan dinamikannya, serta kuantitas musrenbang yang dinilai
dari angka kehadiran dan keterwakilan kepentingan dari setiap kelompok yang ada di
masyarakat Kelurahan Timuran, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta. Karena
hanya untuk melihat proses, maka penelitian ini tidak akan membahas pengaruh dari
proses tersebut dalam kebijakan yang dikeluarkan yang termanifestasi dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), artinya penelitian ini hanya
sampai pada terbentuknya draft usulan program perencanaan pembangunan yang
disusun dengan tahapan yang digambarkan dalam Peraturan Walikota Surakarta No
27-A Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan
Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Kota.
4. Tinjauan Pustaka
Partisipasi adalah salah satu elemen penting dalam sebuah tata kelola
pemerintahan yang baik, artinya untuk menilai sebuah pemerintahan itu dijalankan
dengan baik maka proses partisipasi itu harus dipenuhi ketika pemerintahan
merumuskan sebuah kebijakan.10
Satu-satunya forum partisipasi yang secara legal
dan memiliki dasar hukum yang spesifik (lex specialis) adalah Musyawarah
Perencanaan Pembangunan (Musrenbang).
Musrenbang atau musyawarah perencanaan pembangunan adalah forum antar
pelaku dalam rangka menyusun perencanaan pembangunan nasional dan perencanaan
pembangunan daerah.11
Undang-undang nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan yang mengatur tentang musrenbang ini masih bersifat
top-down dimana perencanaan Kelurahan (di istilahkan Renstrakel), harus didasarkan
pada RPJMD, dan RPJMD merupakan turunan dari RPJM Nasional, sehingga
ketentuan yang masih bersifat top-down ini bisa bertemu dengan sistem buttom up
10 Lihat Ni Made Ari Yuliartini dan Anak Agung Sri Utari, Partisipasi masyarakat dalam
Pembentukan Peraturan Daerah. Publikasi Jurnal Kertha Partika Vol. 33 no 1, Januari 2008. Hal 3. Dalam tulisannya tersebut Ni Made Ari Yuliartini dan Anak Agung Sri Utari menggunakan makna partisipasi dari UNDP yaitu proses keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. 11 Lihat dalam Ketentuan Umum Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
yang terselenggara melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)
tersebut.
Musrenbang sebagai satu-satunya mekanisme partisipasi, merupakan sebuah
manifestasi dari upaya pemenuhan hak partisipasi warga negara oleh Negara dalam
perencanaan pembangunan, dimana “pembangunan nasional merupakan upaya yang
dilakukan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara”.12
Sedangkan tujuan Negara adalah sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4
Pembukaan Undang – undang Dasar 1945 yaitu menciptakan kesejahteraan umum.
Terciptanya kesejahteraan umum merupakan amanat konstitusi yang kemudian
menjadi dasar munculnya Hak Warga Negara yang harus dipenuhi oleh negara
sebagai hak dasar dalam prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) yang upaya
pemenuhannya bersifat mutlak (non-derogable right).
Prinsip-prisnsip dasar partisipasi seperti keterlibatan penuh (perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan), dengan kesadaran, untuk perubahan diri sendiri13
tidak bisa terpenuhi secara utuh dalam proses musrenbang yang dijalankan selama
ini. Sehingga terjadi pembiasan makna yang secara massif, sehingga dalam prosesnya
hingga tahun 2010, kondisi nyata yang muncul adalah partisipasi masyarakat sudah
terpenuhi ketika ada perwakilan masyarakat yang hadir dalam pembahasan kebijakan.
Sehingga diperlukan sebuah upaya untuk mengembalikan nilai partisipasi yang
12 Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan, Pasal 1 angka 2
13 LihatBritha Mikkelsen, Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan: sebuah
sesungguhnya dan menjadikan sebuah kebijakan yang bersifat Bottom-up melalui
Musrenbang.
Musrenbang merupakan proses bertahap yang dimulai dari RT (Rukun
Tetangga), kemudian RW (Rukun Warga)14
, diteruskan ke Kelurahan, dari kelurahan
di bahas di Kecamatan dan kemudian di Kota. Melihat tahapannya, maka peran
penting pelaksanaan musrenbang dalam menentukan skala prioritas pembangunan
berada di tingkat RT (Rukun Tetangga) dan RW (Rukun Warga). RT (Rukun
Tetangga) merupakan satuan terkecil struktur pemerintahan, dimana dalam setiap RT
(Rukun Tetangga) berisi kumpulan dari beberapa keluarga dengan satuan penyebutan
KK (Kepala Keluarga)15
dan dipimpin oleh Ketua RT (Rukun Tetangga). Dengan
wilayah administratif yang relatif kecil, maka dapat diasumsikan bahwa Ketua RT
(Rukun Tetangga) paham betul terhadap kondisi wilayahnya, sehingga dalam
perumusan masalah untuk menentukan daftar skala prioritas (DSP) pembangunan
sangat bertumpu pada pengamatan dan penguasaan Ketua RT (Rukun Tetangga).
Proses musrenbang ini idealnya adalah untuk mengintegrasikan serta
mensingkronkan daftar skala prioritas (DSP) pembangunan agar tidak terjadi sebuah
perencanaan pembangunan yang komprehensif dan tepat sasaran.
5. Tujuan dan Manfaat Penelitian
14 Setiap Kota terdiri dari beberapa Kecamatan, Kecamatan terdiri dari beberapa Kelurahan, Kelurahan terdiri dari beberapa Rukun Warga (RW), dan Rukun Warga (RW) terdiri dari beberapa Rukun Tetangga (RT).
15 KK (Kepala Keluarga) adalah satuan kelompok yang terdiri dari Ayah, Ibu, dan Anak-anaknya.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Tujuan Khusus dari penelitian ini adalah untuk mempelajari sejauh mana
musrenbang mampu untuk pijakan sistem perencanaan pembangunan dengan sistem
dari bawah ke atas (Buttom-Up) yang dilalui melalui proses partisipasi masyarakat.
Selain itu juga untuk melihat peran dari kebijakan lokal Peraturan Walikota Surakarta
No 27-A Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Kelurahan, Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Kecamatan, Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Kota mampu dipahami dan diterapkan dalam proses penyusunan
perencanaan pembangunan untuk mewujudkan tujuan masyarakat adil, makmur, dan
sejahtera.
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah berkontribusi dari sisi ilmu
pengetahuan tentang sebuah proses partisipasi masyarakat dalam perencanaan
pembangunan.
6. Hipotesis
Pembangunan adalah sarana untuk memenuhi hak warga negara untuk
mencapai kesejahteraan, yang dimaksud dengan kesejahteraan dalam kerangka
pembangunan nasional adalah segenap kebijakan dan program yang dilakukan oleh
negara untuk mengatasi masalah sosial dan memenuhi kebutuhan manusia16 .
Kebutuhan manusia yang dimaksudkan adalah kebutuhan dasar masyarakat yang
meliputi Pendidikan, Kesehatan, tempat tinggal, dan pendapatan.17
Kebutuhan dasar
tersebut harus mampu dipenuhi melalui proses pembangunan yang perencanaannya
dilakukan melalui mekanisme musrenbang. Penelitian ini lebih menekankan kepada
kewajiban negara terhadap untuk memenuhi hak warga negara dalam proses
pembangunan. Dengan diberlakukannya Undang-undang nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan, ruang partisipasi telah disediakan oleh
hukum di Indonesia. Sehingga dalam perumusan masalah diatas mengungkapkan
tentang penilaian terhadap proses partisipasi, karena proses partisipasi ini sudah ada
dan sudah terselenggara beberapa kali.
Proses partisipasi masyarakat yang berjalan melalui musrenbang ini dapat
dikatakan sebagai ritual tahunan, sehingga perencanaan pembangunan yang
dihasilkan terkesan monoton atau hanya sekedar menjiplak (copy + paste) dari yang
dihasilkan sebelumnya. Sehingga perlu adanya sebuah evaluasi mendalam dan
menilai seberapa jauh ketaatan masyarakat terhadap ketentuan hukum yang ada
dalam kebijakan lokal berupa Peraturan Walikota tersebut dijalankan dengan benar
untuk menciptakan sebuah proses perencanaan dan hasil perencanaan yang mampu
memenuhi hak masyarakat.
7. Metodologi
17 Edi Suharto, Op cit
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Dasar pemikiran awal dalam menentukan metodologi ini adalah penempatan
masyarakat sebagai sumber pengetahuan yang siap pakai18
. Dengan demikian proses
penelitian ini akan bertumpu ilmu hukum yang dikonsepkan secara sosiologis untuk
mempelajari tentang masyarakat dengan metode penelitian non-doktrinal19
nomologis-induktif. Silogisme induktif digunakan untuk menarik kesimpulan dari
fakta-fakta yang kongkrit.
a. Metode Pendekatan
Penelitian ini akan menggunakan pendekatan kualitatif yaitu sebuah proses
pencarian data untuk memahami persoalan sosial yang didasari pada
penelitian yang menyeluruh (holistic), di bentuk oleh kata-kata, dan diperoleh
dari suatu yang alamiah20
. Namun, dalam penelitian ini penulis ingin
mempertajam pendekatan kualitatif ini dengan menggunakan metode
verstehen yang diperkenalkan oleh max webber untuk mendalami atau
memahami sebuah permasalahan. Metode verstehen adalah sebuah metode
pendekatan yang menggunakan subyektifitas untuk memahami makna yang
18 Soetandyo Wignjosoebroto dalam tulisannya Mengkaji dan Meneliti Hukum dalam Konsepnya
Sebagai Realitas, yang dipublikasikan dalam blog http://soetandyo.wordpress.com/ tanggal 19 Agustus 2010. membedakan sumber pengetahuan menjadi dua macam yaitu yaitu sumber penyedia
pengetahuan yang siap pakai dan sumber yang cuma menyediakan materi-materi mentah (data), yang masih harus diolah terlebih dahulu melalui metode tertentu, sebelum bisa menghasilkan pengetahuan yang bisa dipakai untuk menjawab masalah yang diajukan.
19 Ibid. Hukum tidak lagi dikonsepkan secara filosofi-moral sebagai norma ius constituendum atau law
as what ought to be, dan tidak pula secara positivistis sebagai norma ius constitutum atau law as what it is the books, melainkan secara empiris yang teramati di alam pengalaman. Hukum terlihat sebagai suatu kekuatan sosial yang empiris wujudnya, namun yang terlihat secara sah, dan bekerja – dengan hasil yang mungkin saja efektif akan tetapi mungkin pula tidak – untuk memola perilaku-perilaku aktual warga masyarakat
20 Raymond Tambunan, P.Si. M.Sos. Kualitatif. Tulisan di Rumah Belajar Psikologi
mendasari dan mengitari peristiwa sosial dan sejarah.21
Karena untuk
memahami sebuah proses kegiatan dan menilai kualitas dari sebuah kegiatan
tidak mungkin hanya bisa menggunakan pendekatan kualitatif murni yang
hanya mengandalkan pengamatan serta wawancara mendalam, melainkan
harus terlibat secara subyektif dan turut berinteraksi dalam proses tersebut.
Oleh karena itu peneliti akan menerapkan pendekatan verstehen dalam
melakukan penelitian ini.
b. Jenis Data
Data yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan diatas
adalah:
1. Data Primer adalah data yang diambil dari sumber aslinya melalui
narasumber yang tepat.22
2. Data Sekunder adalah data yang sudah ada dan tinggal
mengumpulkannya, data ini berupa monografi kependudukan, profil
kelurahan, serta dokumen-dokumen lain yang terkait wilayah.
21 Esti Darwati, Pendekatan Verstehen (Max Webber). Di posting pada tanggal dalam
http://bintangjiwaku.blogspot.com/2010/11/pendekatanverstehen-max-webber.html 29 November
2010
22 Tulisan Rohana Yusof di http://www.scribd.com/doc/18003036/Data-Sekunder-Dan-Primer yang di publikasikan pada tahun 2004.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Data-data tersebut membutuhkan penguat, sehingga penelitian ini juga akan
menggunakan sumber hukum primer dalam hal ini adalah peraturan
perundang-undangan.
c. Metode Pengumpulan Data
Karena penelitian menggunakan fakta-fakta yang kongkrit maka untuk
menjawab rumusan permasalahan tidak bisa dilakukan hanya dengan
melakukan pengamatan semata dengan indikator-indikator permukaan, namun
perlu sebuah interaksi dalam proses sosial yang dimaksudkan untuk
mendapatkan pemahaman yang utuh (verstehen)23
. Metode verstehen ini bisa
terumus dalam cara pengumpulan data sebagai berikut:
1. Kuisioner adalah sebuah alat pengumpulan data yang berupa serangkaian
pertanyaan untuk mendapatkan jawaban24
. Kuisioner ini digunakan untuk
menyusun indikator partisipasi dalam proses pelaksanaan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan (Musrenbang).
2. Observasi adalah teknik pengambilan data dengan menggunakan mata
tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut.25
Pengamatan ini dilakukan dengan terlibat langsung dalam sebuah proses
musrenbang yang terjadi dari tingkat Rukun Warga (RW) hingga tingkat
23 Op cit, Soetandyo Wignjosoebroto.
24 Ignaditya, Pengertian Kuisioner.
http://adityaanggar.wordpress.com/2008/10/27/pengertian-kuesioner/ yang diposting pada tanggal 27 Oktober 2008.
25 Pengertian dari definisi online
Kota. Pentingnya melakukan observasi ini adalah untuk mengamati
perilaku atau reaksi individu dalam sebuah proses musyawarah.
3. Fasilitasi adalah proses dimana suatu kelompok dibawa kedalam
pembelajaran atau perubahan sedemikian rupa sehingga hal itu mendorong
semua orang yang ada untuk berpartisipasi.26
Dalam proses diskusi
dibutuhkan seorang yang mampu mempermudah dan mengefektifkan
jalannya diskusi, karena proses musrenbang merupakan sebuah proses
yang melibatkan antar pihak, maka dibutuhkan seorang fasilitator untuk
memperlancar proses tersebut. Karena setiap individu subyek dalam
proses tersebut memiliki ide dan juga kepentingan masing-masing dan
semuanya harus terakomodir kepentingannya sehingga terpenuhi prinsip
dasar partisipasi.
4. Wawancara terstruktur adalah sebuah wawancara yang pertanyaannya
lengkap, dirancang dengan baik dan komprehensif serta logis.27
Wawancara ini digunakan untuk melihat pendapat subyektif dari
responden terhadap musrenbang.
d. Metode Analisis Data
26 Shopie Clerke (Tearfund International Learning Zone) Kursus Online: Strategi dan Teknik
Pendampingan berbasis Sekolah. Mengembangkan Ketrampilan Fasilitasi. DBE 2 USAID 5 Desember 2005
27 Pengertian dari definisi online
http://definisi-pengertian.blogspot.com/2009/11/pengertian-wawancara.html November 2009
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Dalam menganalisis data yang didapatkan melalui beberapa metode diatas
dilakukan dengan menggunakan prinsip Andragogis yang tahapannya adalah
sebagai berikut:28
1. Refleksi, tahapan ini hanya dapat dilakukan dengan proses keterlibatan
atau dalam bahasa lain (mengalami). Tahapan ini dimaksudkan untuk
merangkai hasil observasi yang berwujud catatan lapangan (field note)
untuk menjadikannya sebuah narasi deskriptif tentang fakta umum sebuah
peristiwa.
2. Rekonstruksi, dengan mengungkapkan apa yang dialami, tanggapan dan
kesan pengalaman tersebut. Proses ini dilakukan dengan menggunakan
metode perbandingan antara fakta yang ada (das sein) dengan nilai ideal
yang ada dalam peraturan hukum (das sollen) sehingga ditemukan
kesenjangan yang menjadi permasalahan.
3. Analisis dengan kaji-urai terhadap hubungan sebab-akibat dari realitas
terhadap aturan, tatanan, sistem yang jadi akar persoalan. Tahapan analisis
ini adalah untuk mengurai kenapa kesenjangan dari hasil rekonstruksi
tersebut terjadi, faktor-faktor yang mempengaruhi, dan upaya-upaya yang
sudah dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut.
4. Kesimpulan, dengan merumuskan makna hakekat, memperjelas hal-hal
yang dialami sehingga ditemukan sebuah konklusi yang yang berbentuk
rekomendasi.
5. Tindakan; memutuskan dan melaksanakan tindakan-tindakan yang relatif
baru dan menciptakan realitas yang lebih baru, merencanakan tindakan.
Ini adalah sebuah rencana tindak lanjut yang menjadi sebuah saran.
Karena penelitian ini menggunakan lebih dari satu metode pengumpulan data,
maka dalam sistem kaji-urai ini perlu dilengkapi dengan metode triangulasi
data. Triangulasi ini digunakan sebelum data ini akan di kaji-urai. Triangulasi
data ini digunakan untuk menilai tingkat validitas data, sehingga ketika dikaji-
urai sudah menjadi sebuah data yang bersifat profiling.29
8. Sistematika Penulisan
Sesuai dengan standar umum penulisan skripsi, maka laporan penelitian ini
akan disusun dengan dibagi dalam beberapa bab yang meliputi :
Bab I akan membahas latar belakang penelitian, Metodologi, serta tujuan penelitian.
Bab II akan membahas tentang landasan teori tentang bekerjanya hukum di
masyarakat serta prinsip-prinsip partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
29 Deni Andriana, Triangulasi dan Keabsahan Data dalam Penelitian. Di posting pada
http://goyangkarawang.com/2010/02/triangulasi-dan-keabsahan-data-dalam-penelitian/ tanggal 25
Februari 2010
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Bab III akan disajikan data, analisis data, dan pemaparan hasil analisis data tersebut.