• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi parasitoid diadegma dan predator sycanus dalam pengendalian hama pemakan daun kubis di daerah bali.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi parasitoid diadegma dan predator sycanus dalam pengendalian hama pemakan daun kubis di daerah bali."

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI PARASITOID Diadegma DAN PREDATOR Sycanus DALAM PENGENDALIAN HAMA PEMAKAN DAUN KUBIS

DI DAERAH BALI

Tahun ke 2 dari rencana 2 tahun

Ketua : TEAM

Dr. Ir. Ketut Ayu Yuliadhi, MP, NIDN 0006076004 Anggota: TEAM

Prof. Dr. Ir. I Nyoman Wijaya, MS. NIDN 0007125606 Dr. Ir. I Dewa Nyoman Nyana, MSi. NIDN 0020025402

Dibiayai oleh

Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian Nomor : 138/UN14.2/PNL.01.03.00/2015, tanggal 3 Maret 2015

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Potensi Parasitoid Diadegma semiclausum Hellen dan Predator Sycanus sp. dalam Pengendalian Hama Pemakan Daun Kubis di Daerah Bali

Peneliti/ Pelaksana Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap : Dr. Ir. Ketut Ayu Yuliadhi, MP b. NIDN : 0006076004

c. Jabatan fungsional : Lektor Kepala d. Program studi : Agroekoteknologi e. Nomor HP : 081 999 905 340

f. Alamat Surat (email) : ayususrusa@yahoo.co.id Anggota (I)

a. Nama Lengkap : Prof. Dr. Ir. I Nyoman Wijaya, MS b. NIDN : 0007125606

c. Perguruan Tinggi : Universitas Udayana Anggota (II)

a. Nama Lengkap : Dr. Ir. I Dewa Nyoman Nyana, MSi b. NIDN : 0020025402

c. Perguruan Tinggi : Universitas Udayana

Tahun Pelaksana : Tahun ke 2 dari rencana 2 tahun Biaya Tahun Berjalan : Rp. 55.500.000,-

Biaya Keseluruhan : Rp. 118.000.000,-

Bukit Jimbaran, 5 November 2015 Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian – UNUD Ketua Peneliti,

Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, MS Dr. Ir. Ketut Ayu Yuliadhi, MP NIP. 19630515 198803 1 001 NIP. 19600706 198603 2 001

Menyetujui,

Ketua LPPM Universitas Udayana

(3)

RINGKASAN

Perlu upaya pengendalian yang lebih berlandaskan pada pendekatan ekologi dan ekonomi, tidak mencemari lingkungan dan aman bagi konsumen kubis. Secara umum penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui potensi dan peranan predator Sycanus Sp.dalam mengendalikan populasi P. xylostella dan C. pavonana.

Penelitian dilakukan melalui survei, percobaan lapangan dan percobaan laboratorium. Aspek Biologi Predator Sycanus Sp., Preferensi Sycanus Sp.terhadap P. xylostella , C. pavonana dan T. molitor, dan Tanggap Fungsional Predator Sycanus Sp.terhadap Mangsa P. xylostella dan C. pavonana

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Siklus hidup Sycanus Sp.di laboratorium dengan mangsa T. molitor adalah 84 – 91 hari. Lama hidup imago betina 82,7 ± 11,7 hari. Sycanus Sp.memiliki keperidian yang tinggi. Predator Sycanus Sp.lebih memilih P. xylostella sebagai mangsa daripada C. pavonana. Tanggap fungsional Sycanus Sp.terhadap kerapatan mangsa P. xylostella dan C. pavonana, laju pemangsaan pada awalnya semakin meningkat dan setelah mencapai suatu titik tertentu laju pemangsaannya mengendur. Pola hubungan proporsi mangsa yang dikonsumsi dengan kerapatan awal yang demikian merupakan karakteristik dari model tanggap fungsional tipe II.

Pada penelitian ini, telah diketahui bahwa serangga Sycanus Sp.memiliki potensi untuk mengendalikan serangan hama kubis P. xylostella dan C. pavonana, namun demikian, keefektifan Sycanus Sp.sebagai predator perlu diuji dalam sekala lapangan yang lebih luas.

Kata kunci: Kubis, parasitoid, predatortanggap fungsional

(4)

PRAKATA

Kubis merupakan salah satu sayuran yang menjadi unggulan petani dataran tinggi di Bali, selain tomat dan wortel. Prospek pengembangan budidaya kubis, diperkirakan tetap baik. Tanaman kubis sebenarnya termasuk tanaman yang relatif mudah dalam pembudidayaan, tetapi dalam usaha meningkatkan produksinya selalu ada gangguan hama dan penyakit, sehingga mengakibatkan hasil yang tidak maksimal. Petani kubis di Desa Candikuning Kabupaten Tabanan dan di Desa Pancasari Kabupaten Buleleng mengalami penurunan hasil akibat serangan hama kubis.

Beberapa hama yang telah dilaporkan menyerang tanaman kubis adalah ulat daun kubis Plutella xylostella, ulat jantung kubis Crocidolomia binotalis, ulat grayak Spodoptera litura, ulat tanah Agrotis ipsilon Hufn., ulat jengkal Chrysodeixis orichalcea L., Helicoperva armigera Hbn. dan kutudaun.

Untuk mencegah atau mengurangi dampak penggunaan insektisida, perlu dicari pengendalian alternatif hama tersebut. Di antara pengendalian alternatif terhadap hama pemakan daun kubis yang dapat dipilih adalah pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alami yang sekaligus juga merupakan salah satu komponen dalam pengendalian hama terpadu (PHT) yang berwawasan lingkungan sehingga dapat mengurangi dampak penggunaan insektisida yang tidak diinginkan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional yang telah berkenan memberikan dukungan dana penelitian dengan judul Potensi Parasitoid Diadegma semiclausum Hellen dan Predator Sycanus sp. dalam Pengendalian Hama Pemakan Daun Kubis di Daerah Bali. Penulis berharap penelitian ini dapat menghasilkan luaran yang bermanfaat.

(5)

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

RINGKASAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Hama Utama Pemakan Daun Kubis. ... 4

2.2 Musuh alami hama pemakan daun kubis ... 6

III. METODE PENELITIAN... 7

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 9

3.2 Alat dan Bahan ... 9

3.3 Rancangan Percobaan ... 9

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 9

DAFTAR PUSTAKA ... 15

(6)

1 Skema Rancanga Penelitian ... 7 2 Skema Konsep Penelitian ... 8

(7)

POTENSI PARASITOID Diadegma DAN PREDATOR Sycanus DALAM PENGENDALIAN HAMA PEMAKAN DAUN KUBIS DI DAERAH BALI

Ketut Ayu Yuliadhi I Nyoman Wijaya I Dewa Nyoman Nyana

BAB I. PENDAHULUAN

Kubis merupakan salah satu sayuran yang menjadi unggulan petani dataran tinggi di Bali, selain tomat dan wortel. Prospek pengembangan budidaya kubis, diperkirakan tetap baik. Tanaman kubis sebenarnya termasuk tanaman yang relatif mudah dalam pembudidayaan, tetapi dalam usaha meningkatkan produksinya selalu ada gangguan hama dan penyakit, sehingga mengakibatkan hasil yang tidak maksimal. Petani kubis di Desa Candikuning Kabupaten Tabanan dan di Desa Pancasari Kabupaten Buleleng mengalami penurunan hasil akibat serangan hama kubis.

Beberapa hama yang telah dilaporkan menyerang tanaman kubis adalah ulat daun kubis Plutella xylostella, ulat jantung kubis Crocidolomia binotalis, ulat grayak Spodoptera litura, ulat tanah Agrotis ipsilon Hufn., ulat jengkal Chrysodeixis orichalcea L., Helicoperva armigera Hbn. dan kutudaun (Permadi dan Sastrosiswojo, 1993). Kehilangan hasil yang ditimbulkan oleh hama Plutella dan Crocidolomia dapat mencapai 100% apabila tanpa pemakaian insektisida (Permadi dan Sastrosiswojo, 1993).

Hasil pengamatan penulis di pertanaman kubis di desa Candikuning, hama yang selalu ada dan menyerang tanaman kubis adalah ulat daun kubis Plutella xylostella dan ulat jantung kubis Crocidolomia pavonana. Petani di desa Candikuning pada umumnya mengatasi serangan hama kubis dengan menggunakan pestisida, bahkan petani melakukan penyemprotan umumnya sangat berlebihan, bahkan berjadual. Memang dari segi penekanan populasi hama, pengendalian dengan pestisida memang cepat dapat dilihat hasilnya. Tetapi,

penggunaan pestisida yang kurang bijaksana dapat menimbulkan dampak yang tidak diinginkan seperti pencemaran lingkungan, resistansi hama, dan yang lebih penting lagi

(8)

Untuk mencegah atau mengurangi dampak penggunaan insektisida, perlu dicari pengendalian alternatif hama tersebut. Di antara pengendalian alternatif terhadap hama pemakan daun kubis yang dapat dipilih adalah pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alami yang sekaligus juga merupakan salah satu komponen dalam pengendalian hama terpadu (PHT) yang berwawasan lingkungan sehingga dapat mengurangi dampak penggunaan insektisida yang tidak diinginkan.

Predator dan parasitoid adalah kelompok musuh alami yang dapat dimanfaatkan dalam pengendalian hayati. Survei yang pernah dilakukan pada beberapa lokasi penanaman

kubis di daerah Bali menemukan satu jenis predator yaitu Sycanus dichotomus Stal.(Hemiptera: Reduviidae) dan satu jenis parasitoid yaitu Diadegma semiclausum Hellen (Hymenoptera: Ichneumonidae) ditemukan berasosiasi dengan hama pemakan daun kubis (Yuliadhi 2012).

Sycanus adalah predator serangga termasuk ulat pemakan daun kubis. Nimfa predator ini memangsa serangga dengan menusukkan stiletnya ke bagian yang lunak dari bagian tubuh serangga, setelah itu serangga yang sudah tertangkap akan segera lumpuh akibat toksin yang dikeluarkan melalui stilet. D. semiclausum adalah parasitoid larva dengan serangga inang P. xylostella. Parasitoid ini merupakan endoparasitoid yang sebagian stadium hidupnya berada di dalam tubuh serangga inang.

Karena kedua musuh alami ini umum ditemukan di seluruh sentra produksi kubis di daerah Bali namun dengan tingkat predasi maupun parasitisasi yang sangat bervariasi dan juga karena belum tersedia informasi yang lengkap tentang peri kehidupan musuh alami tersebut, maka banyak hal yang masih perlu dikaji mengenai musuh alami ini sebagai dasar meningkatkan keefektifan pengendalian hama pemakan daun kubis.

Keberhasilan penggunaan musuh alami untuk menekan populasi hama di lapangan dipengaruhi oleh kebugaran musuh alami tersebut. Indikator kebugaran musuh alami antara lain meliputi keperidian, lama hidup, dan siklus hidup (Buchori 1995).

Potensi suatu musuh alami dalam pengendalian suatu hama dapat dilakukan dengan mengukur beberapa komponen sifat intrinsik dari musuh alami tersebut. Sifat-sifat intrinsik

yang perlu diukur adalah siklus hidup, tingkat reproduksi, dan tanggap fungsional. Siklus Hidup dan Tingkat Reproduksi menggambarkan potensi musuh alami tersebut dalam hal kecepatan merespon dinamika populasi hama di lapangan. Potensi yang tinggi akan digambarkan oleh siklus hidup yang pendek dan tingkat reproduksi yang tinggi.

(9)

per satuan waktu. Tanggap ini penting dalam interaksi antara inang atau mangsa dengan parasitoid atau predator (Hassel, 2000).

Tanggap fungsional kemudian menjadi salah satu ukuran untuk menentukan keefektifan suatu parasitoid atau predator dalam mengendalikan populasi hama atau kemampuannya mengatur keseimbangan populasi hama. Keefektifan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kehadiran mangsa alternatif.

Jumlah inang atau mangsa yang diparasit atau dimangsa pada kerapatan inang atau mangsa merupakan aspek penting untuk dipelajari, sehingga diperolah gambaran tentang

kemampuan parasitoid atau predator dalam menangani inang atau mangsanya (Pervez & Omkar 2005; Rahman et al. 2009).

Secara umum individu parasitoid biasanya akan memberikan tanggap/respon terhadap peningkatan kerapatan inang. Pengetahuan tentang tanggap fungsional dapat digunakan untuk menapis musuh alami yang potensial dan memperkirakan potensi pengendalian hayati (Parella & Horsburgh 1983; Houck & Strauss 1985). Parameter penting dari tanggap fungsional adalah laju pencarian seketika (a) dan masa penanganan inang (Th). Parasitoid yang potensial adalah yang memiliki nilai a yang tinggi dan nilai Th yang rendah (Hassel 2000).

Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini akan memberikan landasan yang memadai untuk mengambil keputusan dalam memilih cara pemanfaatan musuh alami hama pemakan daun kubis, apakah cukup melalui konservasi atau harus dilakukan inundasi.

Potensi predator Sycanus dalam pengendalian hama pemakan daun kubis akan dipetakan melalui pengukuran keperidian, lama hidup, siklus hidup, Preferensi dan tanggap fungsional predator Sycanus terhadap hama utama kubis P. xylostella dan C. pavonana. Mengetahui biologi Sycanus merupakan suatu hal penting dalam usaha memanfaatkan Sycanus

sebagai predator, sehingga dapat lebih pasti kapan tepatnya melakukan pelepasan predator di

lapangan.

(10)

Kajian preferensi Sycanus sp. terhadap P. xylostella dan C. pavonana dilakukan di laboratorium. Kajian ini dilakukan untuk mengetahui ketertarikan predator Sycanus sp. terhadap kedua mangsa tersebut.

Kajian tanggap fungsional predator Sycanus sp. dilakukan di laboratorium. Pengamatan dilakukan dengan menghitung waktu Sycanus sp. untuk menemukan dan memangsa P. xylostella atau C. pavonana.

Penentuan tipe tanggap fungsional adalah dengan menggunakan analisis regresi, yaitu dengan menghitung jumlah P. xylostella atau C. pavonana yang dimangsa (Ne) dan dibandingkan dengan yang dipaparkan (No). Data pemangsaan dianalisis menggunakan regresi linear, eksponensial dan logaritmik. Nilai r digunakan untuk menentukan tipe tanggap fungsional, dari setiap persamaan regresi yang digunakan. Nilai r yang paling mendekati 1 dinyatakan sebagai tipe respon fungsional dari predator (Jones et al. 2003).

1.2 TUJUAN PENELITIAN Tujuan Khusus

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai potensi dan peranan Sycanus sp. dalam mengendalikan populasi P. xylostela dan C. pavonana pada tanaman kubis. Tujuan penelitian dicapai dengan melakukan 3 (tiga) topik penelitian yaitu (1) kajian aspek biologi (siklus hidup, lama hidup imago dan keperidian) predator Sycanus sp.; (2) kajian preferensi Sycanus sp. terhadap P. xylostela dan C. pavonana; dan (3) tanggap fungsional predator Sycanus sp. terhadap P. xylostella dan C. pavonana.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.

2.1 Hama Utama Pemakan Daun Kubis

(11)

Stadia yang merusak kubis adalah saat stadia larva. Larva P. xylostella L. mulai menyerang tanaman kubis pada saat masih dalam pembibitan (umur 1 bulan) dengan jumlah daun kubis baru sekitar 3 sampai 4 lembar hingga tanaman menjelang panen. Hama ini mempunyai kisaran inang yang cukup luas serta mampu beradaptasi pada geografi yang berbeda. Selain kubis, inang P. xylostella antara lain brokoli, pea, caisin, dan beberapa kubis liar (Kalshoven, 1981).

Plutella xylostella (L.) mengalami metamorfosa sempurna yaitu dari telur, larva, pupa, dan imago. Telur dari P. xylostella sangat kecil (kurang dari 1 mm), atau berbentuk oval dengan warna putih kekuningan/kehijauan. Imago meletakkan telurnya secara tunggal atau berkelompok 2-3 di sekitar tulang daun di atas atau di bawah permukaan daun.(Ngatimin, 2002). Jumlah telur yang dihasilkan oleh imago betina P. xylostella selama hidupnya adalah 92 hingga 130 butir (Vos, 1953 dalam Ngatimin, 2002). Warna telur akan lebih gelap pada saat akan menetas (Kalshoven, 1981). Telur akan menetas menjadi larva dalam 3-8 hari tergantung kondisi lingkungan.

Larva yang baru menetas akan segera menggerek daun dan memakan daging daun sebelah bawah dengan meninggalkan lapisan epidermis bagian atas daun. Larva ini ada bersembunyi di balik daun sambil makan, biasanya yang dimakan adalah daging daunnya, tetapi kulit ari (epidermis) bagian permukaan daun sebelah atas tidak dimakan hingga pada daun terlihat bercak-bercak putih. Apabila kulit ari kering maka akan sobek dan kelihatan lubang-lubang.

Tanaman yang terserang menjadi rusak berat (Pracaya, 2007). Kerusakan yang ditimbulkan oleh hama tersebut dapat mencapai 58 – 100 persen apabila tidak segera dilakuan pengendalian, terutama pada musim kemarau (Rukmana, 1994).

C. pavonana merupakan hama yang menyerang pertanaman kubis dari munculnya krop hingga panen. C. pavonana termasuk ke dalam Kelas : Insekta (serangga), Ordo : Lepidoptera, Famili : Pyralidae, Genus : Crocidolomia, Spesies : Crocidolomia pavonana Fab.

Penyebaran serangga ini di Afrika Selatan, Asia Tenggara, Australia dan Kepulauan

(12)

(Sastrosiswojo dkk. 2005). Serangga C. pavonana terkadang saling bergantian sebagai hama utama pada tanaman kubis dengan P. xylostella (Permadi dan Sastrosiswojo, 1993).

C. pavonana sangat merusak karena larva memakan daun baru di bagian tengah tanaman kubis. Saat bagian tengah telah hancur, larva pindah ke ujung daun dan kemudian turun ke daun yang lebih tua. Kebanyakan tanaman yang terserang akan hancur seluruhnya jika ulat krop kubis tidak dikendalikan. Serangan hama ini mengakibatkan turunnya produksi mencapai 50 persen per hektar (Tambunan, 2011).

2. 2 Musuh alami hama pemakan daun kubis

Pada penelitian pendahuluan di desa Candikuning, dimana petani dalam berbudidaya kubis selalu menggunakan pestisida untuk mengamankan tanamannya dari serangan hama, ditemukan hanya satu parasitoid yang berasosiasi dengan Plutella xylostella yaitu Diadegma semiclausum dengan tingkat parasitisasi mencapai 0%, 11.39%, dan 0.12 % (pada tanaman kubis berumur 1 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan di lapang ) (Yuliadhi, 2012).

Berdasarkan investigasi dan penelitian yang penulis lakukan di Pancasari bulan Mei hingga Juli tahun 2012 ditemukan musuh alam di pertanaman kubis adalah parasitoid larva Plutella Diadegma semiclausum dan predator, Sycanus dichotomus. Hasil penelitian pendahuluan 2014 ditemukan predator hama kubis Sycanus sp.

Diagdegma semiclausum adalah endoparasitoid larva soliter. Parasitoid ini meletakkan telur di dalam tubuh larva P. xylostella, terutama pada instar ketiga. Imago D.

semiclausum muncul dari tubuh inang saat inang berada masih dalam fase larva.

Siklus hidup D. semiclausum dari telur sampai dewasa lamanya 18-20 hari di dataran tinggi dan 14 hari di dataran rendah. Sedangkan masa telur 2-3 hari, masa larva 7-8 hari dan masa pupa 8-10 hari. Imago akan keluar dengan cara membuat lubang pada salah satu ujung kokon. Serangga berwarna hitam dengan sayap transparan dan tipis. Seekor parasitoid betina dapat menyerang kurang lebih 50 ekor larva.

Sycanus dichotomus (Hemiptera: Reduviidae) merupakan predator yang umum ditemukan pada tanaman sawit. Siklus hidup Sycanus dichotomus (Hemiptera: Reduviidae)

(13)

46.84 hari. Lama hidup imago jantan dan betina rata-rata 83.47 dan 87.64 hari jika diberi mangsa Plutella xylostella , tapi jika diberi mangsa C. cephalonica, maka lama hidup imago jantan dan betina Sycanus dichotomus lebih pendek yaitu ± 63.99 dan 61.86 hari. Sycanus dichotomus juga dilaporkan menyerang S. asigna and Darna trima (Singh, 1992).

BAB III. METODE PENELITIAN

(14)

Penelitian Lapang

1. Biologi predator Sycanus sp.

3. Tanggap Fungsional

 Preferensi predator Sycanus sp.

 Laju predasi (a)  Waktu

penanganan mangsa atau inang (Th) Penelitian

Laboratorium

 Siklus Hidup  Lama Hidup

Imago  Keperidian

 Kelimpahan populasi P. xylostella dan C. pavonana Suksesi P. xylostella dan C. pavonana 100 Tanaman Sampel 2. Pola Suksesi P. xylostella dan C. pavonana Pemeliharaan

 Plutella xylostella

 Crocidolomia pavonana

 Sycanus sp. 2. Preferensi

Predator 1. Survey Pertanaman

Kubis

Sycanus sp.

 Keragaman  Kelimpahan

Populasi Sycanus sp.

Gambar 3.2. Skema Konsep Penelitian

(15)

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian.

Penelitian ini dilakukan pada dua lokasi yaitu di Desa Candikuning Kabupaten Tabanan dengan ketinggian tempat 1000 m dpl sampai 1200 m dpl. Penelitian juga dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu Tanaman Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana Bali. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan yaitu dari bulan November 2015 sampai bulan April 2016.

3.2 Alat dan Bahan.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan baku yaitu tanaman

kubis. Peralatan yang digunakan yaitu plastik 5 kg, pinset, toples, kain, sarung tangan, gunting, pisau, tissu, gelas plastik beserta tutupnya, tabung plastik, cawan petri, dan karet pengikat, kuas dan alat tulis.

3.3 Rancangan Percobaan.

Percobaan dilakukan di lahan pertanaman kubis Non-pestisida. Jarak tanaman kubis masing-masing 50 cm x 50 cm.

3.4 Pelaksanaan Penelitian.

Percobaan 1: Siklus Hidup Musuh Alami Sycanus

Predator dipelihara dalam kotak plastic dengan ukuran 25 cm x 13 cm. Masing-masing kotak berisi sepasang Sycanus dewasa dipelihara sampai mereka melakukan perkawinan dan meletakkan telur. Larva P. xylostella dan C. pavonana diberikan untuk makan mereka setiap hari. Tanggal dan jumlah peletakan telur serta waktu penetasan telur dicatat.

5 m

Gambar 1.a. Petakan Pertanaman Kubis

(16)

Telur.

Telur yang sudah diletakkan dipindahkan ke kotak plastik lain. Setelah muncul nimpha instar I ditempatkan pada cawan petri yang diberi alas kapas lembab. Setelah hari kedua, nimpha tersebut dipindahkan lagi dan disimpan secara tersendiri pada kotak platik (ukuran 5 cm x 4 cm) dengan kapas lembab dan diisi mangsa. Pengamatan dilakukan setiap hari atau dua hari dan pemberian mangsa serta air diberikan secukupnya. Perkembangan demi perkembangan diamati setiap hari.

Siklus Hidup, Lama Hidup Imago dan Keperidian Sycanus sp.

Seekor Sycanus sp. uji yang baru eklosi dimasukkan ke dalam stoples plastik ukuran 10 cm x 15 cm yang diberi mangsa setiap hari. Percobaan dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan diulang 10 kali pada masing-masing perlakuan. Siklus hidup ditentukan dengan menghitung hari mulai telur menetas sampai menjadi imago dan meletakkan telur pertama. Lama hidup imago predator Sycanus sp. ditentukan mulai dari pergantian kulit nimfa instar terakhir sampai meletakkan telur dan mengalami kematian. Keperidian adalah berapa banyak (jumlah) telur yang mampu diletakkan oleh imago Sycanus sp. dalam hidupnya. Data pengamatan dianalisis secara deskriptif dan kualitatif.

Pemeliharaan Predator Sycanus sp.

Serangga Sycanus sp. diambil dari pertanaman kubis di desa Pancasari Kabupaten Buleleng Bali. Predator tersebut dipelihara di dalam suatu kotak plastik berukuran 35 cm x 27 cm x 7 cm. Sebagai pakan kepik diberikan Tenebrio molitor yang dibeli dari pasar burung. Untuk mendapatkan predator (imago) uji dalam penelitian ini, nimfa predator dipelihara lebih lanjut dan imago yang baru eklosi digunakan sebagai predator uji.

Percobaan 2 : Preferensi Sycanus sp. terhadap Plutella xylostella dan Crocidolomia pavonana

(17)

Percobaan 3 : Kajian Tanggap Fungsional Predator Sycanus sp. terhadap Kerapatan Populasi Plutella xylostella dan Crocidolomia pavonana

Tujuan dari percobaan 3 adalah untuk mengetahui tanggap fungsional predator Sycanus sp. terhadap kerapatan populasi P. xylostella dan C. pavonana. Kajian tanggap fungsional predator Sycanus sp. dilakukan di laboratorium. Pengamatan dilakukan dengan menghitung waktu Sycanus sp. untuk menemukan dan memangsa P. xylostella atau C. pavonana. Selanjutnya data hasil penelitian dihitung berdasarkan Holling (1959) yaitu

Na = aTN / (1 + aThN) (2)

Keterangan :

Na : jumlah P. xylostella/ C. pavonana yang dimangsa,

a : laju pemangsaan,

T : lama pemangsaan (60 menit),

N : kerapatan mangsa dan

Th : waktu yang digunakan predator untuk menangani satu mangsa.

Penentuan tipe tanggap fungsional adalah dengan menggunakan analisis regresi, yaitu dengan menghitung jumlah P. xylostella atau C. pavonana yang dimangsa (Ne) dan dibandingkan dengan yang dipaparkan (No). Data pemangsaan dianalisis menggunakan regresi linear, eksponensial dan logaritmik. Nilai r digunakan untuk menentukan tipe tanggap fungsional, dari setiap persamaan regresi yang digunakan. Nilai r yang paling mendekati 1 dinyatakan sebagai tipe respon fungsional dari predator (Jones et al. 2003).

Tanggap Fungsional Predator Sycanus sp. Terhadap Kerapatan Populasi Mangsa Larva Plutella xylostella dan Larva Crocidolomia pavonana

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Percobaan yang dilakukan adalah pola faktorial dengan perlakuan kerapatan jumlah inang larva pada umur dan ukuran larva yang sama (K) yang terdiri dari 7 (tujuh) level yakni K1= 2 ekor larva; K2= 4 ekor larva, K3= 6 ekor larva, K4= 8 ekor larva, dan K5= 10 ekor larva, K6= 12 ekor larva dan K7= 14 ekor larva, dengan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 (tiga) kali, sehingga akan terdapat 42 unit percobaan.

Daun kubis yang diinfestasi larva inang instar-3 dengan kerapatan 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14 larva P. xylostella /C. pavonana per daun, dimasukkan secara terpisah ke dalam kurungan stoples. Selanjutnya ke dalam masing-masing stoples dilepaskan satu Sycanus selama 24 jam.

(18)

Pelepasan Sycanus sp. dilakukan pada tanaman kubis berumur lima minggu setelah

tanam, pada pukul 17.30 Wita tepat di tengah-tengah petak pengamatan sebanyak 24 pasang.

Peubah yang diamati dalam penentuan tanggap Sycanus sp. adalah jumlah populasi dari P.

xylostella dan C. pavonana sebelum pelepasan dan sesudah pelepasan dilakukan. Pengamatan

pola pemencaran Sycanus sp. dilakukan dengan tiga cara yaitu pertama mengamati jumlah

Sycanus sp. yang berkunjung pada masing-masing titik sampel (Utara, Barat, Timur, Selatan).

Kedua, menghitung jumlah populasi Sycanus sp. pada masing-masing titik sampel yang

ditentukan. Ketiga, jumlah populasi Sycanus sp. saat 11 minggu setelah tanam. Pengamatan

dilakukan setiap hari selama seminggu setelah pelepasan. Pengamatan kedua adalah jumlah

(19)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perkembangan dan siklus hidup S. aurantiacus

Imago betina meletakkan telur secara berkelompok (35 – 73 butir). Kelompok telur berukuran 4-8 mm yang diletakkan pada tutup bawah kotak pemeliharaan di laboratorium. Butir telur berbentuk jorong, warna coklat dengan ukuran panjang 3 mm. Telur dilapisi oleh cairan berwarna putih yang berfungsi sebagai perekat, sehingga telur melekat satu sama lainnya. Telur diletakkan dalam keadaan tegak dan berderet. Telur tersebut menetas setelah berumur 12 – 14 hari (13,4 ± 0,7 hari). Menurut Zulkefli et al. (2004), masa inkubasi telur S. dichotomus adalah 11 – 39 hari dengan jumlah telur 15 – 119 butir dalam satu kelompok telur.

Nimfa Sicanus Sp mengalami lima kali ganti kulit. Pada saat nimfa instar pertama menetas, nimfa mendorong tutup telur dengan kepalanya hingga tutup telur terbuka lebar. Setelah tutup telur terbuka, bagian kepala akan muncul terlebih dahulu dan diikuti oleh keluarnya abdomen. Proses menetasnya nimfa dari telur berlangsung selama 28 – 35 menit. Panjang tubuh nimfa instar pertama 1,9 ± 0,03 mm dan lebar 0,4 ± 0,09 mm. Nimfa instar pertama seluruh tubuhnya berwarna merah, tungkai dan antenna berwarna keabuan. Nimfa instar pertama yang baru menetas biasanya berkumpul di sekitar paket telur, dan memakan

sisa-sisa dari telur seperti terlihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1

Nimfa instar pertama yang baru menetas berkumpul di sekitar paket telur, dan memakan sisa-sisa dari telur (Pembesaran : 2 kali )

(20)

Nimfa instar kedua panjang tubuhnya 2,8 ± 0,24 mm dan lebar 1,3 ± 0,26 mm. Nimfa tersebut berwarna merah dengan tibia dan femur berwarna gelap. Lama stadia nimfa instar kedua lebih pendek dari nimfa instar pertama yaitu 9,2 ± 1,8 hari. Nimfa instar ketiga panjang tubuhnya 4,4 ± 0,50 mm dan lebar 1,9 ± 0,10 mm, berwarna kehitaman dengan tibia dan abdomennya berwarna hitam. Stadia nimfa instar ketiga tersebut berlangsung selama 10,3 ± 1,6 hari (Tabel 4.1). Panjang tubuh nimfa instar keempat 10,4 ± 0,46 mm dan lebar 3,9 ± 0,21 mm memiliki warna tubuh yang sama dengan nimfa instar ketiga. Lama stadia nimfa instar keempat berkisar 11,0 ± 1,8 hari.

Nimfa instar kelima panjang tubuhnya 17,3 ± 0,54 mm dan lebar 5,0 ± 0,47 mm berwarna coklat kehitaman,. Lama stadia nimfa instar kelima ini berkisar 19,0 ± 2,9 hari (Tabel 4.1). Lama stadia nimfa Sicanus Sp instar pertama hingga instar kelima adalah sekitar 63,6 hari. Waktu yang diperlukan S. aurantiacus untuk menyelesaikan stadia nimfa lebih pendek dibandingkan waktu yang diperlukan oleh Sicanus Sp Imago muncul setelah stadia nimfa berakhir (± 63 hari). Proses ganti kulit pada predator Sicanus Sp ditandai dengan nimfa yang tidak melakukan aktivitas seperti memangsa, serangga akan diam.

Tabel 4.1 Lama stadia Sicanus Sp dengan mangsa T. molitor

Stadia

Lama stadia (hari)

Rata-rata1

Telur 13,4 ± 0,7

Nimfa instar I 13,7 ± 1,4

Nimfa instar II 9,2 ± 1,8

Nimfa instar III 10,3 ± 1,6

Nimfa instar IV 11,0 ± 1,8

Nimfa instar V 19,0 ± 2,9

Imago

Betina 82,7 ± 11,7

Jantan 110,4 ± 10,03

1

(21)

Lama hidup imago Sicanus Sp dihitung dari waktu nimfa instar akhir (kelima) ganti kulit, kemudian berkopulasi, meletakkan telur, hingga imago mati. Waktu yang dibutuhkan dari ganti kulit nimfa instar kelima sampai berkopulasi adalah 11-13 hari, dan dari berkopulasi sampai telur diletakkan adalah 8-14 hari. Sicanus Sp mengalami kematian sekitar 6 hari setelah meletakkan telur terakhir. Lama hidup imago betina adalah 82,7 ± 11,75 hari sedangkan lama hidup imago jantan adalah 110,4 ± 10,03 hari. Lama hidup S. aurantiacus lebih panjang dibandingkan dengan lama hidup S. dichotomus yaitu 61,86 ± 2,96 hari (Zulkefli, et al., 2004).

Siklus hidup kepik Sicanus Sp yang dipelihara di laboratorium dengan mangsa T. molitor adalah 84 – 91 hari (Gambar 4.2). Ditinjau dari lama siklus hidup, lama hidup imago dan keperidiannya Sicanus Sp tergolong predator yang potensial sebagai agen pengendali hayati P. xylostella dan C. pavonana. Potensi tersebut dapat dilihat dari hasil penelitian sejenis yang dilakukan oleh Zulkefli, et al., Syari, et al. dan Erawati. Siklus hidup S. dichotomus dengan mangsa C. cephalonica 193,44 ± 2,41 hari (Zulkefli, et al., 2004), dan 156,5 hari dengan mangsa T. molitor (Syari, et al., 2011). S. annulicornis dengan mangsa S. litura 115 hari ( Erawati, 2005). Serangga predator disebut potensial bila mempunyai keperidian yang tinggi (mampu meletakkan telur banyak), siklus hidup pendek, dan lama hidup imago panjang.

Gambar 5.11

Siklus Hidup S. aurantiacus

Gambar 4.2

(22)

4.2 Keperidian Sicanus Sp.

Keperidian dihitung dengan menjumlahkan semua telur yang diletakkan oleh seekor imago betina selama hidupnya. Imago betina Sicanus Sp meletakkan telur 8 – 14 hari setelah berkopulasi. Waktu yang diperlukan dari pergantian kulit nimfa terakhir hingga melakukan kopulasi 11 – 13 hari. Masa praoviposisi dihitung dari pergantian kulit terakhir sampai meletakkan telur pertama. Masa praoviposisi Sicanus Sp adalah 19 – 27 hari.

Imago betina Sicanus Sp mampu meletakkan telur paling tinggi sebanyak 11 kelompok dan paling rendah 5 kelompok telur selama hidupnya, sementara Syari et al. (2011)

melaporkan bahwa imago betina S. dichotomus menghasilkan 1 – 4 kelompok telur selama hidupnya. Tingkat penetasan telur Sicanus Sp dari 605 butir telur, hanya 431 butir (71%) yang menetas menjadi individu nimfa instar pertama. Selama hidupnya, imago betina Sicanus Sp meletakkan telur dengan interval 5 – 8 hari.

4.3 Preferensi Sicanus Sp terhadap P. xylostella, C. pavonana dan T. molitor.

Hasil uji Tukey terhadap perbedaan nilai rata-rata banyaknya individu mangsa P. xylostella, C. pavonana dan T. molitor menunjukkan bahwa banyaknya individu mangsa spesies pertama yang dikonsumsi oleh Sicanus Sp nyata lebih tinggi dari mangsa spesies kedua pada taraf nyata 1%. Rata-rata banyaknya larva P. xylostella dan C. pavonana yang dikonsumsi oleh Sicanus Sp masing-masing adalah 6,2 dan 3,1 ekor. Spesies mangsa ketiga tidak dipilih oleh Sicanus Sp yang terlihat tidak satupun larva T. molitor dikonsumsi oleh Sycanus Sp. (Tabel 4.2).

Tabel 4.2 Rata-rata individu tiga jenis mangsa yang dikonsumsi oleh Sicanus Sp pada percobaan preferensi dengan pilihan dan tanpa pilihan

Jenis mangsa

Rata-rata individu yang dikonsumsi1

Pilihan Tanpa Pilihan

P. xylostella 6,2 a 8,8 a

C. pavonana 3,1 b 8,7 a

T. molitor 0,0 c 5,4 b

1)

Angka selajur diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (uji Tukey, =

(23)

Nilai  tersebut menunjukkan bahwa preferensi predator Sicanus Sp. terhadap mangsa

P. xylostella lebih dari 2 kalinya dari preferensi terhadap C. pavonana. Dengan kata lain, kepik predator Sicanus Sp. jauh lebih menyukai mangsa P. xylostella daripada C. pavonana.

Pemilihan mangsa oleh musuh alami dapat dipengaruhi oleh faktor fisik dan kimiawi mangsa, secara umum kedua faktor tersebut memang menentukan keberhasilan musuh alami dalam menemukan mangsa (Vinson, 1991; Gross, 1993). De Bach (1991) mengatakan bahwa musuh alami dapat menyeleksi kecocokan inang atau mangsa dan seleksi tersebut

berlangsung melalui proses yang alamiah.

Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat pemangsaan oleh predator , antara lain jenis mangsa, kepadatan populasi, maupun stadium mangsa (Tarumingkeng, 1994). Pada uji preferensi tanpa pilihan Sicanus Sp terhadap tiga jenis mangsa yaitu P. xylostella, C. xylostella bila dibandingkan dengan C. pavonana maupun T. molitor (Gambar 4.3).

Gambar 4.3 Preferensi Sicanus Sp. dengan pilihan terhadap larva P. xylostella, C. pavonana dan T. molitor

Kepik Reduviidae bersifat polifag, memiliki pemilihan mangsa yang sangat luas (Shaefer & Panizzi, 2000), terbukti pada uji preferensi tanpa pilihan, S. aurantiacus memangsa ketiga jenis mangsa tersebut. Erawati (2005) menyatakan bahwa kepik Reduviidae lebih memilih mangsa yang tubuhnya lunak. S. aurantiacus lebih memilih P . xylostella, kemudian C. pavonana dibanding T. molitor. Larva P. xylostella yang dimangsa oleh Sicanus Sp. akan dihisap habis dan hanya terlihat sisa integument yang berwarna hitam, sementara larva T. molitor yang dimangsa oleh S. aurantiacus tidak habis seperti pada larva P. xylostella tapi masih ada kulit warna coklat yang tersisa.

(24)

4.4 Tanggap Fungsional Predator Sicanus Sp. terhadap Kerapatan Populasi P. xylostella dan C. pavonana

Hasil analisis regresi logistik antara proporsi P. xylostella yang dikonsumsi oleh S.

aurantiacus dan kerapatan awal mangsa tersebut memperlihatkan nilai koefisien komponen

linier bertanda negatif (-3.0575) dan komponen kuadratik bertanda positif (0.1098). Kedua

koefisien tersebut berbeda nyata dari nol pada taraf nyata 5% dengan nilai-P berturut-turut

adalah 0.014 dan 0.033 (Tabel 4.3). Hasil ini menunjukkan bahwa P. xylostella yang

dikonsumsi mengalami penurunan dengan semakin meningkatnya kerapatan awal mangsa

tersebut. Pola hubungan proporsi mangsa yang dikonsumsi dengan kerapatan awal yang

demikian merupakan karakteristik dari model tanggap fungsional tipe II.

Tabel 4.3

Hasil analisis regresi logistik antara proporsi P. xylostella yang dikonsumsi oleh Sicanus Sp. dengan kerapatan awalnya

Komponen model Nilai dugaan Galat baku (S.E) z-hitung Nilai-P

Konstanta 22.0968 7.4211 2.98 0.0029

Linier -3.0575 1.2431 -2.46 0.0139

Kuadratik 0.1098 0.0514 2.13 0.0329

Gambar 4.4 Kurva tanggap fungsional Sicanus Sp. terhadap P. xylostella dengan model HaH{1e0.19(1.67Ha24)}

0 2 4 6 8 10 12

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Juml ah P . x y lo st e ll a dikons umsi (H a; ekor)

(25)

Serupa dengan hasil analisis regresi logistik model tanggap fungsional predator Sicanus

Sp. terhadap P. xylostella di atas, kurva tanggap fungsional terhadap mangsa C. pavonana

juga bertipe II. Hal ini terlihat pada nilai koefisien komponen linier yang bertanda negatif

(-3.5203) dan komponen kuadratik bertanda positif (0.1327). Kedua koefisien juga berbeda

nyata dari nol namun dengan taraf nyata yang lebih kecil, yaitu taraf nyata 1%, dengan

nilai-P berturut-turut adalah 0.001 dan 0.004 (Tabel 5.5).

Tabel 4.4 Hasil analisis regresi logistik antara proporsi C. pavonana yang dikonsumsi oleh Sicanus Sp. terhadap kerapatan awalnya

Komponen model Nilai dugaan Galat baku (S.E) z-hitung Nilai-P

Konstanta 23.9662 6.5236 3.67 0.0000

Linier -3.5203 1.1007 -3.20 0.0014

Kuadratik 0.1327 0.0458 2.89 0.0038

Gambar 4.5 Kurva tanggap fungsional Sicanus Sp. terhadap C. pavonana dengan model Ha H{1e0.2(1.91Ha24)}

0 2 4 6 8 10 12

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Juml ah C . p a v o n a n a dikons umsi (H a; ekor)

Kerapatan awal C. pavonana (H; ekor)

Ha_observasi

(26)

Gambar 4.6 Kurva tanggap fungsional Sicanus Sp. terhadap 2 jenis mangsa, yaitu P. xylostella dan C. pavonana

0 2 4 6 8 10 12

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Juml

ah

mang

sa

dikons

umsi

(

Ha

; ekor

)

Kepadatan mangsa awal (H; ekor)

(27)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil Penelitian tahun ke dua dari dua tahun Penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Siklus hidup kepik Sicanus Sp. yang dipelihara di laboratorium dengan mangsa T. molitor adalah 84 – 91 hari.

2. Lama hidup imago betina 82,7 ± 11,7 hari sedangkan lama hidup imago jantan 110,4 ±

10,04 hari.

3. Imago betina Sicanus Sp. mampu meletakkan telur paling tinggi sebanyak 9 kelompok dan paling rendah 5 kelompok telur selama hidupnya.

4. Predator Sicanus Sp. lebih memilih mangsa P. xylostella daripada C. pavonana dan T. molitor baik pada uji preferensi dengan pilihan maupun tanpa pilihan.

5. Tanggap fungsional predator Sicanus Sp terhadap kerapatan populasi P. xylostella dan C. pavonana merupakan karakteristik dari model tanggap fungsional tipe II.

5.2 Saran

(28)

Daftar Pustaka

Hassel, MP. 2000. Host-parasitoid population dynamics. J Anim Ecol 69:543-566.

Kalshoven, LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Van der Laan PA, penerjemah. Jakarta : PT Ichtiar Baru-van Hoeve.

Korlina, E. 2011. Pengembangan Dan Pemanfaatan Agens Pengendali Hayati (APH) terhadap Hama dan Penyakit Tanaman. Jawa Timur : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur. Superman: Suara Perlindungan Tanaman Vol. 1., No. 2.

Kumar A, Kumar N, Siddiqui A, Tripathi CPM. 1999. Prey-predator relationship between Lipaphis erysimi Kalt (Homoptera: Aphididae) and Coccinela septempunctata L. (Coleoptera: Coccinellidae). Effect of host plants on the functional response of the predator. J Appl Ent 123: 591-601

Ngatimin, SNA. 2002. Potensi Tumbuhan Berbunga sebagai Sumber Pakan Tambahan untuk Meningkatkan Kebugaran Parasitoid Diadegma semiclausum Hellen (Hymenoptera : Ichneumonidae). Tesis. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Pracaya. 1993. Kol Alias Kubis. Jakarta : Penebar Swadaya.

Permadi, A. H. dan Sastrosiswojo, S. 1993. Kubis Edisi Pertama. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Penelitian Hortikultura Lembang.

Reijntjes C., Haverkort B., Water-Bayer A. 1992. Pertanian Masa Depan: Pengantar Untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah. Yogyakarta : Kanisius. 270 hal.

Sari, NJ. 2002. Biologi Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera : Pyralidae) pada Pakan Alami dan Pakan Semibuatan. Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Sastrosiswojo, S., Tinny S., Uhan dan Sutarya, R. 2005. Penerapan Teknologi PHT pada Tanaman Kubis. Bandung : Balai Penelitian Tanaman Sayuran.

Sembel, T. D. 2010. Pengendalian Hayati. Yogyakarta: Andi.

(29)

Suharti, T. 2000. Status Resistensi Crocidolomia pavonana Zell. (Lepidoptera : Pyralidae) terhadap Insektisida Profenofos (Curacron 500 EC) dari Tiga Daerah di Jawa Barat (Garut, Pengalengan, Lembang). Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Tambunan, M. 2011. Laporan Hama Ulat Crop (Crocidolomia Binotalis Zell.) (Lepidoptera : Pyralidae) Pada Kubis (Brassica Oleracea.Linn.). Available at : http:// marktambunan. blogspot. com/2011/11/laporan-hama-ulat-crop-crocidolomia.html

Yuliadhi, K.A. 2012. Jenis dan PopulasiHama Kubis (Brassica oleracea) Di Pertanaman Kubis Di Desa Pancasari, Kabupaten Buleleng, Bali. Denpasar : Universitas Udayana. Agrotrop Journal On Agricultural Sciences Vol 2 No.1, Mei 2012.

(30)
(31)

Lampiran 1. Personalia tenaga peneliti beserta kualifikasinya

No Nama dan Gelar Akademik Bidang Penelitian Instansi 1 Dr. Ir. Ketut Ayu Yuliadi, MP Entomologi Fak. Pertanian Unud

2 Prof. Dr. Ir. I Nyoman Wijaya, MS Entomologi Fak. Pertanian Unud

(32)

Gambar

Gambar 3.1. Skema Rancangan Penelitian
Gambar 3.2. Skema Konsep
Gambar 1.b. Petakan Pertanaman Kubis
Nimfa instar pertama yang baru menetas berkumpul di sekitar paket telur, dan memakan sisa-Gambar 4.1 sisa dari telur (Pembesaran : 2 kali )
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kebutuhan rumah yang layak, sehat, aman, serasi dan teratur selain sebagai kebutuhan dasar juga merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat dan martabat, mutu

Sehingga kebijakan perusahaan untuk membayarkan dividen yang tinggi akan mendorong peningkatan persentase kepemilikan saham individual secara signifikan di perusahaan

Saran yang ingin penulis sampaikan adalah perlu dilakukan analisis pewarna rhodamin B dan pengawet natrium benzoat pada sampel saus tomat lain yang beredar di masyarakat

Sejalan dengan temuan menyangkut fenomena aktifitas komunikasi melalui penggunaan internet yang mengacu pada dimensi orientasi khalayak dalam level selektifitas

tertimbang biaya modal (WACC) adalah jumlah biaya dari masing-masing komponen modal, misalnya pinjaman jangka pendek dan, pinjaman jangka panjang (cost of debt) serta setoran

Data dalam penelitian ini adalah jargon santri putri pondok pesantren ar-Raudlotul Ilmiyah Kertosono Nganjuk yang terdapat pada percakapan dan dialog santri,

Melis dan Ullrich (2003) mengungkapkan bahwa strategi heuristik Polya dapat berpengaruh untuk beberapa siswa, walaupun strategi ini digunakan untuk konsep atau masalah yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: bahwa kepala sekolah menjalankan peranya sebagai supervisor dengan teknik kunjungan ke kelas, maka hal itu berdampak pada kinerja guru