• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PANGAN PADI MENJADI LAHAN PERKEBUNAN SAWIT SUMATERA UTARA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PANGAN PADI MENJADI LAHAN PERKEBUNAN SAWIT SUMATERA UTARA."

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PANGAN PADI MENJADI LAHAN PERKEBUNAN SAWIT

SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Megister Sains pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

Oleh:

RAFIDA KHAIRANI 8126161012

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PANGAN PADI MENJADI LAHAN PERKEBUNAN SAWIT

SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Megister Sains pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

Oleh:

RAFIDA KHAIRANI 8126161012

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(3)
(4)
(5)

i

ABSTRAK

RAFIDA KHAIRANI. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya

Konversi lahan Pangan Padi Menjadi Lahan Perkebunan Sawit Sumatera Utara. Universitas Negeri Medan, 2014.

Alih fungsi lahan yang marak terjadi, hal ini disebabkan karena tidak tegasnya kebijakan yang disediakan pemerintah dan tidak memanfaatkan prosedur hukum yang benar, politik pembangunan tidak jelas arahnya dan tidak terintegrasi sehingga pembangunan yang ada pragmatis. Kondisi yang memprihatinkan adalah petani kecil yang areal sawahnya kecil tidak mampu melakukan konversi karena biaya investasi awal perkebunan yang tinggi. Banyak pemandangan yang aneh dimana areal sawah yang sempit dikelilingi oleh perkebunan sawit di Sumatera Utara dan sebagian sawah petani kecil telah dijual kepada petani kaya untuk perkebunan kelapa sawit. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini terjadi. Penelitian ini mencoba melihat penyebab dari beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi lahan pangan tanaman padi ke perkebunan sawit Sumatera Utara. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data skunder berupa data time series dan data primer berupa kuisioner berupa wawancara kepada petani. Metode analisis yang digunakan untuk data sekunder adalah Ordinary Least Square (OLS) dengan analisis program software Eviews version 7.1. Sedangkan metode analisis yang digunakan untuk data primer adalah probit logit model. Dari hasil peneliian yang dilakuakan, nilai tukar petani, indeks petanaman, impor beras dan harga patokan pemerintah secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap terjadinya konversi lahan pangan. Secara parsial, masing-masing adalah, nilai tukar petani berpengaruh negatif, indeks pertanaman berpengaruh negatif, impor berpengaruh positif dan harga patokan pemerintah berpengaruh positif terhadap terjadinya konversi lahan pangan. (2) Hasil analisis model logit pendapatan berpengaruh negatif terhadap terjadinya konversi lahan pangan. Dan hasil Model probit menyatakan petani yang tingkat pendidikannya di bawah sekolah dasar melakukan konversi lahan pangan adalah sebesar (84%) dan tingkat pendidikannya di atas sekolah dasar melakukan konversi lahan pangan sebesar (41%)

(6)

ii

ABSTRACT

RAFIDA KHAIRANI. Analysis of Factors Affecting Occurrence of Rice Food

Land conversion Becoming Palm Plantation in North Sumatera. State University Medan.

Land conversion is rife, it is because the policy does not specifically provided by the government and not utilizing the correct legal procedures, development politics obscure and not integrated so that there is a pragmatic development. Poor condition are small farmers who can not afford a small rice paddy acreage conversion for plantations initial investment costs are high. Many strange sights which the narrow paddy fields surrounded by palm plantations in North Sumatra and some small paddy farmers have sold to wealthy farmers to oil palm plantations. There are several factors that cause this to happen. This study tried to look at the cause of some of the factors that influence the occurrence of food crop paddy land conversion to oil palm plantations in North Sumatra. The data used in this study is a secondary data in the form of time series data and primary data in the form of questionnaires to farmers in the form of an interview. The analytical method used for secondary data is Ordinary Least Square (OLS) with analysis software program Eviews version 7.1. While the methods of analysis used for primary data is the probit logit models. From the results of the dilakuakan peneliian, farmers exchange rate, index petanaman, the benchmark price of imported rice and government jointly significant effect on the occurrence of food conversion. Partially, respectively, the negative effect of exchange rate farmers, cropping index of negative affect, positive affect import prices and the government benchmark has positive influence on the occurrence of food conversion. (2) The results of the logit model analysis of income negatively affect the food conversion. And the results of the probit model states that the level of education of farmers under the elementary school land conversion of food is equal to (84%) and less educated above primary school land conversion of food (41%)

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan

karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Tesis ini berjudul

“Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konversi Lahan Pangan Padi Menjadi

Lahan Perkebunan Sawit Sumatera Utara” guna memenuhi syarat untuk memperoleh

gelar megister Sains Ilmu Ekonomi pada Program Pascasarjana Universitas Negeri

Medan.

Selama penyusunan tesis ini, penulis menerima banyak dukungan dari berbagai

pihak. Pertama-tama, penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada

Ayahanda Almarhum H. Syawal Effendy Piliang, BA dan Ibunda tercinta Hj. Asliah Br.

Tohang yang tak putus memberikan dukungan moril dan materil serta doa yang tulus

dan tak putus dari mereka sampai terselesaikannya tesis ini. Ungkapan terima kasih juga

kepada seluruh saudara saudara penulis yang selalu member dukungan Lydia Madonna,

S.E, Dina Hayati, S.Pd, Halim Afif S.Si, Dian Mayasari, Amd, Nelly Isnaini, S.Pd.I dan

Rizki Radhifan, S.E.I atas semua do’a dan dukungan.

Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Ibnu Hajar, M.Si selaku Rektor Universitas Negeri Medan.

2. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Muin Sibuea, M.Pd selaku Direktur Program pascasarjana

Universitas Negeri Medan.

3. Bapak Dr. Arif Rahman, M.Pd selaku Asisten Direktur I dan Bapak Prof. Dr. Sahat

Siagian, M.Pd selaku Asisten Direktur II Program Pascasarjana Universitas Negeri

(8)

4. Bapak Dr. H. Dede Ruslan, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Program

Pascasarjana Universitas Negeri Medan sekaligus penguji yang memberikan

masukan kepada penulis.

5. Bapak Dr. Eko Wahyu Nugrahadi, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Ilmu

Ekonomi Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan sekaligus Pembimbing I

yang telah banyak membantu dan memberikan arahan selama proses penyelesaian

tesis ini.

6. Bapak Dr. Zahari Zein, M.Sc selaku Pembimbing II yang dengan kesabaran yang

besar memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis hingga terselesaikannya

tesis ini.

7. Bapak Dr. Arwansyah, M.Si dan Dr. Rahmanta, M.Si selaku Penguji.

8. Seluruh dosen Pascasarjana Universitas Negeri Medan dan teman-teman

seperjuangan angkatan tahun 2012.

9. Semua adik-adik kos Annida yang ikut serta mendoakan dan selalu memberikan

support, dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna, namun penulis bertahap

dengan segala keterbatasan yang ada semoga karya ini dapat memberikan manfaat bagi

penulis dan pembaca sekalian.

Medan, Agustus 2014

(9)

DAFTAR ISI

(10)

3.5.2 Metode Deskriptif Kuantitatif ... 56

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Jumlah Usaha Pertanian Menurut Subsektor dan Pelaku Usaha

Pertanian Tahun 2003-2013... 27

Tabel 3.1. Kerangka Sampel (Sampling Frame) Kabupaten Simalungun yang Terancam Konversi Lahan Pangan ... 49

Tabel 3.2 Kerangka Sampel (Sampling Frame) Kabupaten Langkat yang Terancam Konversi Lahan Pangan ... 50

Tabel 4.1. Hasil Akhir Estimasi Regresi Konversi Lahan ... 70

Tabel 4.2. Hasil Akhir Estimasi Regresi Produksi Pangan ... 75

Tabel 4.3. Hasil Analisis Analisis Logit ... 84

Tabel 4.5. Hasil Hitungan Analisis Logit ... 84

(12)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1.1. Luas Panen - Tanaman Pangan Provinsi Sumatera Utara

Tahun 1994-2013 ... 6

Grafik 1.2. Luas Tanam Berbagai Komoditas dan Luas Panen Padi Kabupaten Labuhan Batu 2001-2009... 7

Grafik 1.3. Luas Tanam Berbagai Komoditas dan Luas Panen Padi Kabupaten Simalungun 2001-2009 ... 7

Grafik 1.4. Luas Tanam Berbagai Komoditas dan Luas Panen Padi Kabupaten Tapanuli Selatan, Padang Lawas Utara, dan Padang lawas 2001-2009... 8

Grafik 1.5. Jumlah Usaha Pertaniab Menurut Subsektor dan Pelaku Usaha Pertanian 2003-2013 ... 11

Gafik 2.1. Constant Return To Scale (CRTS) ... 19

Grafik 2.2 Increasing Return To Scale (IRTS) ... 19

Grafik 2.3. Decreasing Return To Scale (DRTS) ... 20

Grafik 2.4. Hubungan Subtitusi Dalam Konsep Isoquant ... 20

Grafik 4.1. Perkembangan Luas Lahan Sawah dan Perkebunan Sumatera Utara 1994-3013 ... 65

Grafik 4.2. Luas Lahan Pangan yang Terkonvensi 1994-2013 ... 67

Grafik 4.3. Perkembangan Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan dan Perkebunan Sumatera Utara 1994-2013 ... 68

Grafik 4.4. Perkembangan Nilai Indeks Pertanaman Tanaman Pangan Sumatera Utara 1994 – 2013 ... 69

Grafik 4.5. Perkembangan Harga Patokan Pemerintah Sumatera Utara 1994-2013 ... 70

(13)

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.5 Keragka Konseptual Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Konversi Lahan Pangan Menjadi Konversi Lahan Perkebunan ... 46

Gambar 4.1 Gamabar Hasil Uji Normalitas ... 78

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Saat ini luas lahan pertanian pangan yang ada semakin terancam.

Sedangkan kebutuhan pangan meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah

penduduk. Diprediksikan peningkatan jumlah penduduk tiap tahunnya adalah

sekitarr 1,49 persen per tahun (3,5 juta jiwa). Rusli (2005:3) mengungkapkan

bahwa dengan meningkatnya jumlah penduduk, rasio antara manusia dan lahan

menjadi semakin besar, sekalipun pemanfaatan setiap jengkal lahan sangat

dipengaruhi taraf perkembangan kebudayaan suatu masyarakat. Pertumbuhan

penduduk menyebabkan persediaan lahan semakin kecil. Indonesia harus cermat

dalam melihat keadaan ini, dengan peningkatan yang begitu pesat maka

kebutuhan pangan hendaknya harus lebih diperhatikan. Jumlah penduduk tersebut

secara tidak langsung turut memicu terjadinya konversi lahan pertanian pangan

untuk pemukiman penduduk, industri, perkebunan, jalan dan pengembangan kota.

Zen, McCarthy dan Gillespie (2008:6) menyatakan:

Agriculture is seen as the key to reducing the poverty that is so extensive in rural areas. Current Indonesian government policies emphasize the role of the plantation sector in regional development. Yet, if agriculture is to assist the poor, appropriate governance arrangements are critical. One of the critical areas that governance measures must address in order to protect the poor is to ensure procedural justice in agricultural development projects utilising their land.

Pernyataan tersebut menyatakan bahwa pentingnya pertanian yang

(15)

pedesaan. Saat ini perkebunan dianggap menjadi salah satu usaha dalam

meningkatkan pembangunan daerah. Petani tidak memiliki lahan yang luas dan

modal yang besar. Oleh karena itu, pemerintah harus bisa mengatasi dan

melindungi orang miskin dalam memastikan keadilan prosedural dalam

pembangunan proyek pertanian dan pemanfaatan lahan yang mereka miliki. Pada

dasarnya pembangunan pertanian bertujuan untuk melindungi orang miskin dan

memastikan keadilan prosedural dalam pembangunan pertanian. Prosedur hukum

yang benar berkaitan dengan pelaksanaan perlindungan hak menguasai

sumberdaya yang adil bagi masyarakat.

Alih fungsi lahan yang marak terjadi saat ini disebabkan karena tidak

tegasnya kebijakan yang disediakan pemerintah dan tidak memanfaatkan prosedur

hukum yang benar, politik pembangunan tidak jelas arahnya dan tidak

terintegrasi sehingga pembangunan yang ada pragmatis. Pembangunan satu

sektor yang mengorbankan sektor lain sering terjadi di Indonesia. Hal ini sering

dilakukan karena motif mencari keuntungan finansial individu tanpa

pertimbangan matang dalam jangka panjang. Sehingga orang mampu akan

menyebabkan orang miskin semakin menderita. Keadaan inilah salah satu alasan

sektor pertanian Indonesia tertinggal dengan negara lain.

Dalam Undang- undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang perlindungan

lahan pertanian pangan berkelanjutan, Pemerintah telah melakukan pengaturan

tentang alih fungsi lahan, yaitu aturan perubahan fungsi Lahan Pertanian pangan

baik secara tetap maupun sementara akan dipidana dan didenda sesuai dengan

(16)

diimplimentasikan dengan baik. Masih banyak keadaan di lapangan penciutan

lahan persawahan menjadi lahan perkebunanan dan lain sebagainya.

Aset penting yang dimiliki petani adalah lahan pertanian tempat mereka

berusahatani. Pilihan yang dilakukan petani merupakan pilihan yang rasional

dengan berbagai pertimbangan. Tak jarang petani mengganti-ganti jenis tanaman

yang ditanam seperti padi dan jagung menjadi tanaman perkebunanan. Yang

menjadi masalah adalah jika dibiarkan dan tanpa pengawasan ekstra maka tidak

menutup kemungkinan hal ini akan menjadi sebab terganggunya ketahanan

pangan .

Santosa (2013:4) Profesor dari Institut Pertanian Bogor menilai Presiden

Susilo Bambang Yudhoyono tidak memenuhi janjinya menambah area lahan

pertanian pangan seluas 7 juta hektar menjadi se r 15 juta hektar dari kondisi awal

7,9 juta hektar. Beliau berjanji pada tahun 2004 awal kepemimpinannya bersama

Wakil Presiden Yusuf Kalla pada tahun 2005 sampai akhir kepemimpinan. Di

akhir pemerintahannya yang terjadi justru sebaliknya. Lahan pertanian pangan

menyusut dari 7,9 juta hektar menjadi 7,3 hektar.

Menteri Pertanian Suswono berkata, ”Saya harap ada diversifikasi dalam

pembiayaan untuk tanaman pangan, karena kebun kelapa sawit yang ada sekarang

lebih dari 9 juta hektar, sedangkan luas sawah hanya 7,9 juta hektar yang artinya

sudah melampaui.” Menurut beliau semua pihak harus waspada dengan dengan

konversi areal tanaman pangan ke perkebunan karena faktanya kebun kelapa sawit

(17)

Zen (2012:2) Kondisi yang memprihatinkan adalah petani kecil yang areal

sawahnya kurang dari ½ ha tidak mampu melakukan konversi karena biaya

investasi awal perkebunan yang tinggi. Banyak pemandangan yang aneh dimana

areal sawah yang sempit dikelilingi oleh perkebunan sawit di Sumatera Utara dan

sebagian sawah petani kecil telah dijual kepada petani kaya untuk perkebunan

kelapa sawit.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka tetap (ATAP)

produski tahun 2011 sebesar 65,78 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) atau

turun menjadi 0,71 juta ton (1,07 %) dibanding produksi tahun 2010 yang terjadi

di Pulau Jawa. Naik turunnya hasil panen yang terjadi merupakan hasil dari

perencanaan yang sebelumnya sudah menjadi rencana yang matang. Banyak hal

yang menyebabkan kenyataan itu seperti di berbagai daerah yang belum terjadi

hujan dan menyebabkan kekeringan terjadi, konversi lahan, rusaknya sawah dan

lain-lain.

Salah satu indikator yang menunjukkan masih kurangnya produksi beras

dalam negeri adalah impor beras dan kenaikan harga beras. Hingga bulan Agustus

2012, jumlah impor beras sudah mencapai 1.033.794.255 ton. Sementara rata-rata

harga beras September 2012 naik 0,22% dibanding Agustus 2012 dan naik 7,98%

dibandingkan September 2011. Adapun komoditas jagung pada tahun 2011

sebesar 17,64 juta ton pipilan kering atau turun sebanyak 684,39 ribu ton (3,73%)

dibandingkan tahun 2010.

Irawan (2005:4) Salah satu dampak konversi lahan sawah yang sering

(18)

yang ditimbulkan bersifat permanen atau tetap akan terasa dalam jangka panjang

meskipun konversi lahan sudah tidak terjadi lagi. Untuk mencegah terjadinya alih

fungsi lahan secara tidak terkendali, pengambil kebijakan harus memiliki data dan

informasi yang memadai terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi petani

melakukan alih fungsi lahan .

Irawan dan Prayitno (2012:6) Ketersediaan bahan pangan dipengaruhi oleh

produktivitas lahan, luas lahan dan intensitas panen per tahun. Artinya ada

variabel luas lahan yang harus diperhatikan dalam menjaga ketersediaan pangan

untuk menjaga ketahanan pangan.

Kondisi ketahanan pangan tidak cukup hanya diukur dari kondisi

swasembada pangan di tingkat negara karena hal tersebut belum menjamin

terjadinya kecukupan pangan sepanjang waktu bagi seluruh lapisan masyarakat.

Ketahan Pangan FAO pada tahun 1991 yang mendefenisikan bahwa: “ ketahan

pangan adalah suatu kondisi ketersediaan pangan yang cukup bagi setiap orang

pada saat dan setiap individu memiliki akses untuk memperolehnya baik secara

non fisik maupun secara ekonomik. Dengan demikian maka permasalahan

substantif ketahan pangan tidak hanya mencakup aspek aspek kuantitas

ketersediaan pangan secara memadai, tetapi menyangkut pula aspek stabilitas

ketersediaan pangan menurut waktu dan aspek aksebilitas penduduk terhadap

bahan pangan yang dibutuhkan.

Menurut Tim Penelitian Ketahanan Pangan dan Kemiskinan, beberapa

komponen yang harus dicapai dalam ketahan pangan adalah kecukupan

(19)

musim atau dari tahun ke tahun, aksebilitas/keterjangkauan terhadap pangan dan

kualitas keamanan pangan. Sedangkan ukuran keamanan pangan bisa dilihat dari

ada atau tidaknya bahan makanan yang mengandung protein hewani dan/atau

nabati yang dikonsumsi dalam suatu rumah tangga. Dengan terpenuhinya

ketahanan pangan tentunya bisa diikuti dengan keamanan pangan.

Berikut beberapa grafik yang menunjukkan luas panen padi dan luas

tanaman perkebunan di Sumatera Utara.

Sumber: BPS SUMUT, 2003-2013 (diolah)

Grafik di atas menjelaskan berkurangnya jumlah luas panen padi yang ada

di Sumatera Utara. Berkurangnya luas lahan di satu sektor, maka artinya ada

penambahan lahan di sektor lain. Dari data yang yang dipaparkan pada Laporan

BPS Sumatera Utara terjadi kenaikan luas tanaman perkebunan. Sesuai dengan

pendapat menteri Pertanian Suwono yang menyatakan bahwa adanya penambahan

luas lahan perkebunan dan berkurangnya luas lahan pertanian tanaman pangan

merupakan masalah yang harus ditangani dengan cermat. 0

Grafik 1.1 Luas Panen - Tanaman Pangan Provinsi Sumatera UtaraTahun 1994-2013

(20)

Sumber: Zen (2012:8)

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Grafik 1.2. Luas Tanam Berbagai Komoditas dan Luas Panen

Padi Kabupaten Labuhan Batu 2001-2009

(21)

Sumber : Zen (2012: 9)

Zen (2012:9) apabila diamati data luas tanaman karet dan kelapa sawit

dibandingkan luas panen padi di Kabupaten Tapanuli Selatan, Padang Lawas

Utara, dan Padang Lawas, maka terlihat adanya perkembangan luas tanam sawit

terutama pada tahun 2003 sampai 2004 dan karet pada tahun 2004-2008 tetapi

pada periode yang sebaliknya terjadi penurunan luas panen padi tahun 2007-2009.

Demikian pula di Kabupaten Labuhan Batu terlihat dimana terjadi peningkatan

luas tanaman kelapa sawit sementara luas panen padi berkurang. Hal yang sama

juga terlihat pada kabupaten Simalungun dimana terjadi penurunan luas panen

padi dan peningkatan luas tanam kelapa sawit. Hal ini mengindikasikan telah

terjadinya perubahan fungsi lahan untuk pertanian padi menjadi lahan kelapa

sawit dan karet.

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Gambar1.4. Luas Tanam Berbagai Komoditas dan Luas Panen Padi Kabupaten Tapanuli Selatan, Padang Lawas

(22)

Terjadinya alih fungsi lahan sawah ke tanaman perkebunan memiliki

beberapa alasan yaitu pendapatan perkebunan lebih tinggi dengan resiko yang

lebih rendah, nilai jual agunan/ kebun lebih tinggi, biaya produksi perkebunan

lebih rendah, dan terbatasnya ketersediaan air.

Dalam penelitian ini peneliti akan mengambil Provinsi Sumatera Utara

sebagai wilayah penelitian. Dari laporan hasil sensus Pertanian 2013, usaha

pertanian di Sumatera Utara di dominasi oleh rumah tangga. Jumlah rumah

tangga usaha pertanian tahun 2013 adalah 1.327.729 rumah tangga yang menurun

11,01 persen jika dibandingkan dengan tahun 2003 1.492.104. Sedangkan jumlah

perusahaan pertanian yang berbadan hukum tahun 2013 tercatat 420 perusahaan

dan pelaku usaha lainnya sebanyak 352 unit. Kabupaten Simalungun tercatat

sebagai kabupaten dengan jumlah rumah tangga usaha pertanian terbanyak tahun

2013 yaitu sebanyak 126.388 rumah tangga dan Kabupaten Langkat sebagai

kabupaten yang memiliki jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum

terbanyak. Sedangkan penurunan jumlah rumah tangga usaha pertanian terbesar

adalah di Kabupaten Deli Serdang dengan pertumbuhan jumlah rumah tangga

usaha pertanian turun sebesar 31,75%.

Jumlah rumah tangga usaha pertanian tahun 2013 sebanyak 1.327.759

rumah tangga, subsektor tanaman pangan 741.067 rumah tangga, hortikultura

397.212 rumah tangga, perkebunan 938.842 rumah tangga, peternakan 534.632

rumah tangga, perikanan 75.930 rumah tangga, dan kehutanan 56.154 rumah

(23)

Jumlah rumah tangga petani gurem di Provinsi Sumatera Utara tahun 2013

sebanyak 570.184 rumah tangga atau sebesar 43,58 persen dari rumah tangga

pertanian pengguna lahan, mengalami penurunan sebanyak 181.146 rumah tangga

atau turun 24,11 persen dibandingkan tahun 2003.

Jumlah petani yang bekerja di sektor pertanian sebanyak 1.708.764 orang,

terbanyak di subsektor perkebunan sebesar 1.061.983 orang dan terkecil di

subsektor perikanan kegiatan penangkapan ikan sebesar 40.715 orang.

Petani utama Provinsi Sumatera Utara sebesar 27,58 persen berada di

kelompok umur 45-54 tahun. Rata-rata luas lahan yang dikuasai per rumah tangga

usaha pertanian seluas 1,08 ha, terjadi peningkatan sebesar 135,75 persen

dibandingkan tahun 2003 yang hanya sebesar 0,46 ha.

Dari jumlah usaha pertanian menurut subsektornya, subsektor Perkebunan

memiliki jumlah usaha pertanian terbanyak pada tahun 2003 dan 2013. Pada

rumah tangga usaha pertanian pada tahun 2003 dan 3013 diduduki oleh subsektor

perkebunan yaitu 858.655 dan 938.842 maka terjadi kenaikan 9,34% yaitu

sebesarr 80.187, begitu juga dengan perusahaan pertanian Berbadan Hukum 372

da 355 walaupun terjadi sedikit penurunan sebesar -4,57% yaitu -17. Sedangkan

dengan subsektor pertanian tanaman pangan pada rumah tangga usaha pertanian

2003 dan 2013 yaitu 834.394 dan 741.067 yang terjadi penurunan sebesar

-11,19% yaitu 93.327, begitu pula dengan perusahaan pertanian berbadan hukum

2003 dan 2013 yaitu 3 dan 4 hanya terjadi 33,33% yaitu satu kenaikan saja.

Berikut merupakan grafik usaha pertanian menurut subsektor 2003-2013.

(24)

Sumber: BPS SUMUT, 2003-2013 (diolah)

Pada grafik jumlah usaha pertanian di atas 2003-2013 subsektor

perkebunanan pada usaha pertanian tampak paling tinggi jika dijumlahkan

subsektor perkebunan rumah tangga usaha pertanian, perusahaan dan usaha

pertanian lainnya adalah 1.878.551,77 sedangkan subsektor tanaman pangan

adalah 1.575.462,81. Terdapat selisih 303,088.96 usaha anatar kedua sektor yang

bersaing tersebut.

Faktor yang mendorong petani melakukan konversi lahan pertanian dan

beralih ke lahan perkebunan dengan beberapa penelitian yang pernah dilakukan.

Menurut Kursianto (2011:13) terjadinya alih fungsi lahan sawah ke tanaman

kelapa sawit disebabkan oleh pendapatan usaha tani kelapa sawit lebih tinggi

dengan tingkat resiko yang lebih rendah, nilai jual/ agunan kebun lebih tinggi,

biaya produksi usaha tani lebih rendah, dan terbatasnya ketersediaan air.

Zen (2012:13) Perubahan iklim dan variabilitas iklim menyebabkan

bencana alam seperti banjir dan kekeringan yang bersamaan dengan kurangnya 0.00

200,000.00 400,000.00 600,000.00 800,000.00 1,000,000.00 1,200,000.00 1,400,000.00 1,600,000.00 1,800,000.00 2,000,000.00

usaha pertanian

(25)

pengembangan dan pemeliharaan sistem irigasi menyebabkan luas panen

berkurang dan penurunan frekuensi panen. Luas panen berkurang menyebabkan

tidak ada pertambahan produksi padi yang signifikan. Penurunan panen

bersamaan dengan harga pupuk yang terus meningkat, biaya produksi, kebijakan

harga pemerintah yang menetapkan HPP yang terlalu rendahsehingg atidak

mampubersaing dengan tengkulak, dan impor beras mempengaruhi NTP petani

padi rendah yang menyebabkan petani melakukan alih fungsi lahan.

Penelitian ini juga akan melihat preferensi petani untuk mengetahui alasan

petani melakukan konversi lahan. Preferensi merupakan keinginan atau

kecenderungan seseorang untuk melakukan tindakan di suatu tempat yang

dipengaruhi oleh variabel-variabel. Preferensi petani dalam megkonversi lahan

merupakan kecenderungan petani untuk memilih dan melakukan tindakan untuk

konversi lahan.

Menurut penelitian Fadhly (2009:1) terjadinya alih fungsi lahan juga

disebabkan karena peningkatan indeks pertanaman. Indeks pertanaman (IP)

menunjukkan kekerapan pertanaman pada sebidang lahan supaya bisa

meningkatkan produksi dalam menghadapi masalah peningkatan tanaman pangan,

penciutan lahan, dan kerterbatasan lahan untuk ekstensifikasi.

Ibrahim, Soelistiyo dan Hanani (2010:20) faktor yang mempengaruhi

ketahanan pangan adalah harga beras dan nilai tukar petani. Produksi tanaman

pangan dipengaruhi oleh nilai tukar petani karena secara konseptual NTP adalah

pengukur kemampuan tukar barang - barang produk pertanian yang dihasilkan

(26)

keperluan mereka dalam menghasilkan produk pertanian. Begitupula dengan

harga. Jika harga beras yang dipatokkan pemerintah di bawah harga yang petani

maka petani akan lebih cenderung bergantung kepada tengkulak.

Rujito (2007:1) Fenomena tentang tidak tercukupinya kebutuhan pangan

nasioal melalui produksi pangan domestik dan meningkatnya alih fungsi lahan

pertanian di Indonesia adalah dua masalah utama pertanian selama 15 tahun

terakhir disamping rendahnya nilai tukar petani.

Santosa, Adyana dan Dinata (2011:6) Beberapa alternatif solusi dalam

kerangka ketahanan pangan daerah atas kemampuan produksi sebelum regulasi

impor beras dilakukan yaitu: (a) Menekan laju konversi lahan sawah sampai di

bawah 100 ha/tahun melalui regulasi insentif terhadap petani sawah; (b)

meningkatkan luas tanaman padi sampai IP empat (indeks panen empat kali dalam

setahun) dan produktivitas tanaman ditingkatkan sampai 10 ton/ha GKP melalui

perbaikan teknik budidaya dan penggunaan varietas unggul baru (VUB); (c)

mengendalikan laju pertumbuhan penduduk sampai di bawah 1% per tahun

melalui program Keluarga Berencana (KB) dan (d) melaksanakan program

keanekaragaman pangan yang dimulai dari penduduk perkotaan.

Dari beberapa penelitian tersebut peneliti tertarik untuk mengambil

beberapa indikator yang peneliti anggap mempengaruhi konversi lahan pangan:

Indeks Pertanaman, Nilai Tukar Petani, Impor beras dan Harga Patokan

Pemerintah. Keempat variabel inilah yang akan menjadi variabel bebas yang

(27)

Keempat faktor tersebut akan menjadi variabel bebas penelitian ini dengan

pembahasan konversi lahan pertanian tanaman pangan menjadi lahan perkebunan

dan dari pemaparan di atas peneliti menetapkan judul penelitian yaitu “Analisis

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Pangan Padi Menjadi

Lahan Perkebunan Sawit Sumatera Utara”.

1.2. Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah perkembangan konversi lahan pangan padi menjadi

lahan perkebunan sawit dan keterkaitan keamanan pangan?

2. Bagaimana preferensi petani dalam mengkonversi lahan pangan padi

ke tanaman perkebunan sawit?

3. Bagaimanakah pengaruh indeks pertanaman, nilai tukar petani, harga

impor, dan harga patokan pemerintah terhadap konversi lahan pangan

padi di Sumatera Utara?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan konversi lahan pangan

padi menjadi lahan perkebunan sawit dan keterkaitan keamanan

pangan.

2. Untuk mengetahui preferensi petani dalam mengkonversi lahan pangan

(28)

3. Untuk mengetahui pengaruh indeks pertanaman, nilai tukar petani,

harga impor, dan harga patokan pemerintah terhadap konversi lahan

pangan padi di Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis

Penelitian ini dapat diharapkan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan peneliti khususnya mengenai konversi lahan pertanian.

2. Akademis

Merupakan tambahan informasi yang bermanfaat bagi pembaca yang

berkepentingan dan sebagai salah satu sember referensi bagi

kepentingan keilmuan dalam mengatasi masalah yang sama.

3. Pemerintahan

Menjadikan gambaran rill Sumatera Utara untuk lebih memperhatikan

lahan pertanian yang semakin lama semakin merosot jauh

dibandingkan dengan lahan perkebunan yang semakin meningkat.

Sehingga pemerintah Sumatera Utara bisa lebih cermat dan dapat

(29)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Simpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor faktor yang

mempengaruhi konversi lahan pangan menjadi lahan perkebunan Sumatera Utara.

Sesuai dengan tujuan tesis pada BAB I, melalui telaah literature, analisa data, dan

pembahasan yang telah dilakukan, maka penulis memperoleh simpulan penelitian

sebagai berikut:

1. Salah satu dampak konversi lahan yang sering mendapat sorotan

masyarakat luas adalah terganggunya ketahanan pangan yang merupakan

salah satu tujuan pembangunan nasional. Kecukupan ketersediaan pangan

bisa diantisipasi dengan dua cara yaitu pengadaan dari lokal dan

pengadaan dari luar (impor). Jika jumlah pangan yang menjadi cadangan

suatu wilayah terpenuhi dengan cadangan dari petani lokal maka tidak ada

masalah lagi. Dan jika cadangan lokal tidak tersedia, maka alternatif lain

masih bisa melakukan impor pangan dari luar daerah atau bahkan luar

negara. Tetapi bukan berarti harus tetap menggantungkan nasib pangan

ke wilayah tersebut. Hal ini tentunya, karena belum diketahuinya iklim

apa yang akan terjadi di wilayah tersebut, atau bahkan masalah yang akan

muncul terhadap negara tersebut. Keadaan ini tentunya tidak

menggambarkan ketahanan dan keamanan pangan yang banyak.

(30)

2. Banyak alasan mengapa petani sawah memilih untuk melakukan konversi

lahan pangan. Kurangnya irigasi, mahal dan jarangnya pupuk, resiko

sawah yang besar (keong mas, tikus, burung dan penyakit padi), harapan

yang lebih baik, ketetapan pemerintah tentang lahan yang dimiliki tiap

kecamatan, pembagian pupuk (pemasaran) agar sampai kepada petani

yang. Dari hasil uji probit dan logit, dapat diketahui bahwa semakin tinggi

pendapatan petani yang diperoleh maka semakin sedikit petani melakukan

konversi lahan pangan. Dan dari hasil probit diketahui bahwa dengan

pengeluaran dan jumlah lahan yang sudah diketahui akan mempengaruhi

terjadinya konversi lahan pangan.

3. Nilai tukar petani, indeks pertanaman, impor beras, dan harga patokan

pemerintah secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap

terjadinya konversi lahan pangan dimana NTP menunjukkan pengaruh

negatif, IP menunjukkan pengaruh negatif, impor beras berpengaruh

positif dan harga patokan pemerintah berpengaruh positif terhadap

terjadinya konversi lahan pangan padi.

4. Elastisitas berada pada Increasing Return To Scale (IRTS) yang artinya

persentase perubahan kuantitas terjadinya konversi lahan pangan lebih

besar dari persentase perubahan kuantitas faktor-faktor nilai tukar petani,

indeks peranaman, impor dan harga patokan pemerintah. Elastisitas

produksi lebih besar dari 1 dicapai pada waktu kurva produksi marginal

(31)

lahan pangan padi meningkat, dimana ketika terjadi penambahan input

sebesar 1% akan menyebabkan kenaikan output yang lebih besar dari 1%.

5. Berdasarakan hitungan model logit untuk kabupaten Simalungun dan

kabupaten Langkat terlihat bahwa kedua kabupaten ini memperlihatkan

kesimpulan yang sama yaitu semakin besar pendapatan seseorang dalam

melakukan usaha tani yang dilakukan maka kemungkinan (persentase)

untuk melakukan konversi lahan akan semakin kecil. Hanya saja

persentase di Kabupaten Simalungun untuk melakukan konversi lahan

lebih besar jika dibandingkan dengan Kabupaten Langkat.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan maka saran dari penulis sebagai bentuk

implementasi dari hasil penelitian adalah sebagai berikut:

1. Hendaknya pemerintah bisa lebih memperhatikan keadaan keaamanan

pangan dengan lebih memperhatikan irigasi lahan sawah, subsidi pupuk

dan mengawasi pembagiannya sehingga petani lebih bergairah dalam

melakukan usaha taninya dan akan mempengaruhi ketahanan pangan.

2. Pemerintah hendaknya memberikan penyuluhan yang baik kepada

petani yang menganggap bahwa usaha tani sawit itu lebih sejahtera.

Alasan petani melakukan pilihan terhadap sawit banyak dipengaruhi

oleh tingkat pendidikan mereka jika pemerintah memperhatikan dengan

memberikan penyuluhan dan bantuan pupuk yang baik petani sawah

(32)

3. Saran kepada peneliti berikutnya, agar melakukan penelitian dengan

meggunakan variabel lain dan dengan model yang lain untuk melihat

faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi lahan pangan

menjadi lahan perkebunan di Sumatera Utara.

4. Pemerintah harus lebih memperhatikan nasib petani khususnya petani

pangan yang sejatinya memberikan kontribusi yang sangat berarti untuk

lahan pangan tetapi di lapangan, mereka kurang diperhatikan

pemerintah. Bantuan pupuk, obat, bibit dan lain sebagainya sangat

mereka harapkan. Selain itu, pembagian bantuan yang diberikan

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Desi Irnalia. 2011. Keterkaitan Harga Lahan terhadap Laju Konversi Lahan Pertania Di Hulu Sungai Ciliwung Kabupaten Bogor. Skripsi. 1-56

Astute, Umi Pudji, Wahyu Wibawa dan Andi Ishak. 2011. Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pangan Menjadi Kelapa Sawit di Bengkuli: Kasus Petani Kungkai Baru. Forum Penelitian. 1-5

Hareva, Atika Octavia. 2011. Analisis Dampak Ketergantungan Indonesia Terhadap Impor Kedelai dengan produksi Kedelai Lokal di Indonesia. Jurnal Tidak Diterbitkan. 1-5

Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. 2013. Laporan Hasil Sensus Pertanian 2013. Jakarta

Badan Pusat Statistik Sumatera Utara 2013. “Sumatera Utara Dalam Angka.” Pemerintah Sumatera Utara. Jakarta

Biro Pusat Statistik. 1993. Diagram Timbangan Indeks Nilai Tukar Petani. Jakarta: CV. Karya Ina

Endah, Dwi Kursini. 2010. Ekonometrika. Yogyakarta: ANDI

Fadhly, A.F. Teknologi Peningkatan Indeks Pertanian Jagung: Balai Penelitian Tanaman Serealia. (Online). Jurnal. 28 Februari 2014

Harian Kompas. 20 Februari 2013. Lahan Pertanian Menyusut, SBY Dinilai Ingkar Janji. hlm 1-2

Ibrahim, Jabal Tarik, Aris Soelistyo dan Nuhfi Hanani. Analisis Ketahanan Pangan di Jawa Timur. The Food Security Analysis in East Java. (Online). Jurnal. (28 Februari 2014)

Irawan, Bambang. 2005. Konversi Lahan Sawah : Potensi Damapak, Pola Pemanfaatannya, Dan Faktor Determinan. (Online). pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/FAE23-1a.pdf. 3 Januari 2014)

Koran Sindo. 9 November, 2013. Konversi Lahan Pertanian Ancaman Ketahanan Pangan.

Kurdianto, D. 2011. Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Tanaman Tanaman Kelapa Sawit. (Online) http://uripsantoso.wordpress.com

(34)

Mankiw, N Gregory, 2010, Macroeconomich, Seventh Edition, New Yor: Wort Publisher.

Margareta, Elisabeth. 2012. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Kelapa Sawit pada Perkebunanan Rakyat di Sumatera Utara. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana UNIMED MEDAN.

Nasution, Syahrir hakim. 2008. Pengantar Ekonomi Mikro. Medan: USU Press.

Nawatmi, Sri. 2012. Volatilitas Nilai Tukar dan Perdagangan Internasional, Dinamika Akuntansi, Keuangan, dan Perbankan, Vol.1, Bandung.

Nugrahadi, Eko. 2012. Keragaman Model Kebijakan Pembagunan Ekonomi Sektoral di Sumatera Utara.

Perum BULOG. 2013. Evaluasi Pelaksanaan Penyaluran Raskin (Refleksi Permasalahan di Lapangan).

Priyatno, Duwi. 2012. Mandiri Belajar Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Mediakom.

Putong, Iskandar. 2005. Teori Ekonomi Mikro. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Rajiman. 2013. Dampak Konversi Lahan Terhadap Pangan. (Online).

stppyogyakarta.ac.id/wp-content/uploads/2013/04/Konversi-Lahan 30

Januari 2014)

Rangga, Rizky Wijaksono dan Ardy Maulidy Navastara. Pengendalian Konversi Lahan Pertanian sebagai Upaya Sinergis Program Lumbung Pangan Nasional di Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan.

(Online),

(personal.its.ac.id/.../5085-ardynavastara-urplan-03-03%20Wijaksono_%20. 10 Februari 2014)

Rujito, Hari. Optimasi Pengembangan produksi pangan dan Agroindustri dengan memperhatikan Aspek Konversi lahan Sawah Memakai Model

IO-MOGP. (Online).

(http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-s2-2000-harirujito-1735. 28 Februari 2014)

Rusli S. 1995. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta: LP3ES

Santoso, Singgih. 2012. Panduan Lengkap SPSS Versi 20. Jakarta: PT Gramedia

(35)

Tim Penelitian Ketahanan Pangan Dan Kemiskinan Dalam Konteks Demografi Puslit Kependudukan – LIPI. Ketahanan Pangan Rumah Tangga Di Perdesaan: Konsep Dan Ukuran. Penelitian Ketahanan Pangan.

(http://www.google.co.id/url?Laporan%2FLaporan_WS%2FKETAHAN

AN%2520PANGAN%2520RUMAH%2520TANGGA.doc&ei diakses 2

Maret 2014)

UU Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. 1-10

Winarno, Wing Wahyu. 2011. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews Edisi 3. Yogyakarta : UPP STIM YKPN.

Zen, Z. John F. McCarthy dan Piers Gillespie. 2008. Policy Briefs, Linking Pro-Poor Policy and Oil Palm Cultivation. Vol 5 No 3 : 190 -197

Gambar

Tabel 2.1.    Jumlah Usaha Pertanian  Menurut Subsektor dan Pelaku Usaha                      Pertanian Tahun 2003-2013.........................................................
Gambar  2.5
Grafik 1.1 Luas Panen - Tanaman Pangan Provinsi Sumatera UtaraTahun 1994-2013
Grafik 1.2. Luas Tanam Berbagai Komoditas dan Luas Panen Padi Kabupaten Labuhan Batu 2001-2009
+3

Referensi

Dokumen terkait

lebih kecil dari α=0,05 menunjukkan bahwa variabel modal usaha, lama usaha, dan jam kerja berpengaruh secara simultan terhadap pendapatan pedagang Pasar Seni Sukawati

Pada saat Peraturan Bupati ini mulai berlaku, Peraturan Bupati Pandeglang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Penetapan Nilai Jual Objek Reklame Dan Nilai Strategis

Masyarakat yang adil dan makmur akan tercipta apabila pemimpin sebagai pelaksana amanah rakyat mempunyai integritas dan moralitas yang tinggi. Karena pemimpin

Mirza Tindar Fathimah P

Mata Diklat disajikan melalui pembelajaran berbasis pengalaman langsung ( experiential learning) , dengan penekanan pada proses internalisasi nilai-nilai dasar tersebut,

Untuk memperoleh hasil belajar di atas, peserta melalui serangkaian pengalaman belajar, yaitu mulai dari membaca materi Diklat sesuai materi pokok, mendengar, dan

tugas pemerintahan yang dilakukan oleh camat sebagaimana dimaksud dalam Pasal. 225 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf h serta Pasal 226 ayat (1)

Dengan ini penulis menyatakan bahwa Skripsi / Tugas Akhir yang berjudul “ Korelasi Koefisien Permeabilitas dari Uji Constant Head dan Hasil Permeabiltas dari Uji