• Tidak ada hasil yang ditemukan

FRAKSINASI DAN KARAKTERISASI EKSTRAK ETIL ASETAT AGF SERTA KAJIAN POTENSINYA SEBAGAI BIONUTRIEN PADA PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI MERAH KERITING (Capsicum annum L.).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FRAKSINASI DAN KARAKTERISASI EKSTRAK ETIL ASETAT AGF SERTA KAJIAN POTENSINYA SEBAGAI BIONUTRIEN PADA PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI MERAH KERITING (Capsicum annum L.)."

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

FRAKSINASI DAN KARAKTERISASI EKSTRAK ETIL

ASETAT AGF SERTA KAJIAN POTENSINYA SEBAGAI

BIONUTRIEN PADA PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI

MERAH KERITING (Capsicum annum L.)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains dalam Bidang Kimia

Oleh:

Astri Rizki Nurmala NIM. 0909026

PROGRAM STUDI KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

FRAKSINASI DAN KARAKTERISASI EKSTRAK ETIL

ASETAT AGF SERTA KAJIAN POTENSINYA SEBAGAI

BIONUTRIEN PADA PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI

MERAH KERITING (Capsicum annum L.)

Oleh

Astri Rizki Nurmala

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Astri Rizki Nurmala 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

November 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

ASTRI RIZKI NURMALA

FRAKSINASI DAN KARAKTERISASI EKSTRAK ETIL

ASETAT AGF SERTA KAJIAN POTENSINYA SEBAGAI

BIONUTRIEN PADA PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI

MERAH KERITING

(Capsicum annum L.)

Disetujui dan Disahkan Oleh:

Pembimbing I

Drs. Yaya Sonjaya, M.Si NIP. 196502121990031002

Pembimbing II

Dr. Iqbal Musthapa, M.Si NIP. 197512232001121001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI

(4)

ABSTRAK

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui golongan metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak etil asetat fraksi gabungan (FG) AGF serta potensinya sebagai bionutrien pada laju pertumbuhan dan hasil panen tanaman cabai merah keriting (Capsicum annum L.). Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi menggunakan pelarut etil asetat. Fraksinasi dilakukan dengan metode kromatografi vakum cair (KVC), sedangkan analisis dan karakterisasi dilakukan dengan kromatografi lapis tipis (KLT), skrining fitokimia, dan spektroskopi FTIR. FG bionutrien AGF diaplikasikan sebagai pupuk organik cair dengan dosis 2 mL/L dan 10 mL/L, pelarut etil asetat digunakan sebagai blanko. Kontrol positif tanaman dilakukan dengan pemberian pupuk majemuk phonska dan pestisida “curacron EC 500” untuk mengetahui pola pertumbuhan tanaman cabai merah keriting dengan perlakuan seperti oleh petani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat AGF memiliki metabolit sekunder dari golongan alkaloid, terpenoid, flavonoid, dan tanin. Hal tersebut didasari oleh hasil skrining fitokimia, analisis KLT, dan spektrum IR. Berdasarkan data pertumbuhan tanaman menunjukkan bahwa FG 2 bionutrien AGF memberikan pengaruh positif terhadap produktifitas tanaman dengan konstanta laju pertumbuhan tertinggi yaitu 0,1702 minggu-1 dengan jumlah buah cabai terbanyak yaitu 82 buah dengan massa terberat yaitu 186,6042 gram. Tanaman blanko etil asetat memiliki konstanta laju pertumbuhan 0,1617 minggu-1 dan hasil panen sebanyak 24 buah dengan massa buah 52,9547 gram. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa FG 2 bionutrien AGF memberikan hasil terbaik pada laju pertumbuhan, jumlah buah, dan massa buah cabai merah keriting. FG 2 bionutrien AGF ini selain dapat digunakan sebagai pupuk organik cair juga berpotensi sebagai biopestisida.

Kata kunci: Bionutrien AGF, Kromatografi, Maserasi, Pupuk Organik Cair,

(5)

iii

ABSTRACT

The aims of this research is to determine the classification of secondary metabolites ethyl acetate extract AGF. The extraction method used in this research is maceration with ethyl acetate. Fractionation was conducted by using vacuum liquid chromatography (VLC), characterization of ethyl acetate extract AGF using thin layer of chromatography (TLC), phytochemical screening, and FTIR spectroscopy. Ethyl acetate extract of bionutrien AGF was applied as a liquid organic fertilizer with a dose of 2mL/L and 10 mL/L, the solvent ethyl acetate was used as a negative control. For positive control using “Phonska” as fertilizer and "Curacron EC 500" as pesticides to determine the growth of plant. The results of phytochemical screening, TLC analysis, and IR spectra, we can determine ethyl acetate extract AGF containing several secondary metabolites such as alkaloids, terpenoids, flavonoids, and tannins. The data of plant growth, the combined fraction number 2 of AGF bionutrien have positive impact toward the yield productivity with a constant growth rate of 0,1702 week-1 and the yield comes to the highest number, there are 82 pieces of chilies with the heaviest mass of 186,6042 grams. Ethyl acetate plants have constant growth rate 0,1617 week-1 and the yield reaches 24 pieces with the mass of 52,9547 grams.

Key words: Bionurien AGF, Chromatography, Maceration, Liquid Organic

(6)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Bionutrien ... 4

2.2 Tinjauan Tanaman AGF ... 7

2.3 Metabolit Sekunder pada Tanaman ... 7

2.3.1 Alkaloid ... 7

2.3.2 Terpenoid ... 8

2.3.3 Tanin ... 9

2.3.4 Flavonoid ... 9

2.4 Laju Pertumbuhan Tanaman ... 10

2.5 Profil Tanaman Cabai Merah Keriting dan Cara Budidayanya di Pot .... 12

2.5.1 Pembibitan atau Penyemaian ... 13

(7)

vii

2.5.1.2 Tahap Penyemaian ... 14

2.5.2 Penanaman Cabai di Pot ... 14

2.5.3 Pemeliharaan Tanaman Cabai ... 15

2.5.3.1 Pemupukan ... 15

2.5.3.2 Penyiraman ... 15

2.5.3.3 Pemasangan Ajir ... 16

2.5.3.4 Pewiwilan (Prunning) Tunas Air ... 16

2.5.4 Pengendalian Hama dan Penyakit pada Tanaman Cabai ... 16

2.5.5 Panen Cabai ... 18

2.6 Metode Ekstraksi dan Pemisahan ... 19

2.6.1 Metode Ekstraksi ... 19

2.6.2 Metode Pemisahan ... 19

2.6.2.1 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ... 20

2.6.2.2 Kromatografi Vakum Cair (KVC) ... 20

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

3.1 Objek atau Lokasi Penelitan ... 21

3.2 Alat dan Bahan ... 21

3.2.1 Alat ... 21

3.2.2 Bahan ... 22

3.3 Alur Penelitian ... 22

3.3.1 Penyiapan Sampel Serbuk Tanaman AGF ... 24

3.3.2 Ekstraksi Bionutrien AGF dengan Metode Maserasi ... 24

3.3.3 Pemisahan Bionutrien AGF dengan Metode Kromatografi Vakum Cair (KVC) ... 24

3.3.4 Analisis Bionutrien AGF dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ... 26

3.3.5 Karakterisasi Bionutrien AGF dengan Skrining Fitokimia dan Spektroskopi FTIR ... 26

(8)

3.3.5.2 Karakterisasi Bionutrien AGF dengan Spektroskopi FTIR ... 28

3.3.6 Aplikasi Bionutrien AGF pada Tanaman Cabai Merah Keriting (Capsicum annum L.) ... 28

3.3.6.1 Tahap Persiapan Aplikasi Bionutrien AGF pada Tanaman Cabai Merah Keriting ... 28

3.3.6.2 Tahap Aplikasi Bionutrien AGF pada Tanaman Cabai Merah Keriting ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1 Penyiapan Sampel Serbuk Tanaman AGF ... 33

4.2 Ekstraksi Serbuk Tanaman AGF dengan Metode Maserasi ... 34

4.3 Fraksinasi Bionutrien AGF dengan Metode Kromatografi Vakum Cair (KVC) ... 35

4.4 Analisis Fraksi Bionutrien AGF dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ... 37

4.5 Karakterisasi Konsentrat Etil Asetat Fraksi Gabungan Bionutrien AGF dengan Skrining Fitokimia ... 41

4.6 Karakterisasi Konsentrat Etil Asetat Fraksi Gabungan Bionutrien AGF dengan Metode Spektroskopi Fourier Transform-Infra Red (FTIR) ... 42

4.6.1 Hasil Analisis Spektrum FTIR untuk FG 1 Bionutrien AGF ... 42

4.6.2 Hasil Analisis Spektrum FTIR untuk FG 2 Bionutrien AGF ... 43

4.6.3 Hasil Analisis Spektrum FTIR untuk FG 3 Bionutrien AGF ... 44

4.6.4 Hasil Analisis Spektrum FTIR untuk FG 4 Bionutrien AGF ... 45

4.6.5 Hasil Analisis Spektrum FTIR untuk FG 5 Bionutrien AGF ... 46

4.7 Hubungan antara Hasil Karakterisasi Skrining Fitokimia dengan Spektroskopi FTIR pada Fraksi Gabungan Bionutrien AGF ... 47

4.8 Aplikasi Konsentrat Etil Asetat Bionutrien AGF pada Tanaman Cabai Merah Keriting (Capsicum annum L.) ... 49

(9)

ix

4.8.1.1 Pertumbuhan Tinggi pada Tanaman Cabai Merah Keriting

yang diberi Bionutrien AGF ... 50

4.8.1.2 Pertumbuhan Panjang dan Lebar Daun pada Tanaman Cabai Merah Keriting yang diberi Bionutrien AGF ... 54

4.8.1.3 Jumlah Buah dan Massa Buah Cabai Hasil Panen pada Tanaman Cabai Merah Keriting yang Diberi Bionutrien AGF 61 4.8.2 Penentuan Konstanta Laju Pertumbuhan Tanaman Cabai Merah Keriting (Capsicum annum L.) yang Diberi Bionutrien AGF ... 63

4.8.3 Hubungan antara Laju Pertumbuhan Tanaman dengan Hasil Panen Cabai Merah Keriting ... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

5.1 Kesimpulan ... 69

5.2 Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 76 RIWAYAT HIDUP

(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman membutuhkan nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangannya.

Nutrisi yang dibutuhkan tanaman meliputi unsur hara makro dan mikro

(Perwitasari, B., Tripatmasari, M., Wasonowati, C., 2012). Salah satu cara yang

dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman adalah dengan

penggunaan bionutrien. Bionutrien adalah nutrisi untuk tanaman yang merupakan

suatu pupuk organik cair yang diperoleh dari proses ekstraksi senyawa-senyawa

essensial tanaman tropis yang potensial (Pratama, H.A., 2011). Penggunaan

bionutrien pada tanaman dapat meningkatkan pertumbuhan dan kualitas tanaman

tanpa merusak kesuburan tanah maupun menyebabkan pencemaran tanah dan air

(Nurzaman, H., 2010).

Tanaman yang berpotensi sebagai bionutrien sebagian besar memiliki

kemiripan ciri-ciri tanaman, seperti daun lebat dan berwarna hijau mengkilap,

memiliki bau yang khas, memiliki daya tahan yang cukup tinggi, serta memiliki

kandungan N, P, dan K yang tinggi (Taufik, I., 2011). Sampai saat ini, bionutrien

yang telah ditemukan antara lain berasal dari tanaman AGF, KPD, MHR, CAF,

RPS-GE, BCS, BGI, RSR, JPR, dan ARH.

Salah satu bionutrien yang baru-baru ini dikaji adalah bionutrien dengan

kode AGF. Fadlie, M. (2011) mengekstraksi tanaman AGF dengan pelarut etanol,

etil asetat, diklorometana, dan n-heksana. Hasil menunjukkan bahwa ekstrak AGF

berpotensi sebagai bionutrien karena mengandung kadar NPK yang tinggi. Hasil

dari analisis terhadap ekstrak AGF etanol yaitu kadar nitrogen sebesar 1117 ppm,

kadar fosfor sebesar 835 ppm, dan kadar kalium sebesar 4316,875 ppm (Fadlie,

M., 2011). Ketika bionutrien ekstrak AGF etanol diaplikasikan pada tanaman

cabai merah keriting (Capsicum annum L.) mampu meningkatkan laju

(11)

2

Selain itu, hasil analisis terhadap kadar NPK untuk ekstrak AGF etil asetat

yaitu kadar nitrogen sebesar 357 ppm, kadar fosfor sebesar 930 ppm, dan kadar

kalium sebesar 10,255 ppm. Ekstrak AGF etil asetat mampu meningkatkan laju

pertumbuhan tanaman cabai merah keriting sebesar 0,1354 minggu-1 dan

berpotensi sebagai biopestisida karena kelompok tanaman yang diberi ekstrak

AGF etil asetat tidak terserang layu fusarium dan busuk phytophora, serta

menunjukkan massa hasil panen buah cabai sebesar 367,4 gram per tanaman

(Fadlie, M., 2011).

Keberhasilan bionutrien AGF sebagai pupuk organik dan biopestisida

tersebut dianggap memiliki potensi yang sangat baik untuk dikembangkan. Nur,

A.A (2013) memisahkan dan memurnikan ekstrak AGF etil asetat, telah diketahui

bahwa metabolit sekunder yang terkandung dalam fraksi B ekstrak AGF etil asetat

yaitu kariofilena dan squalen yang merupakan senyawa turunan terpen. Oleh

karena itu, perlunya penelitian lanjutan untuk mengetahui golongan metabolit

sekunder dalam fraksi-fraksi lainnya yang memiliki potensi sebagai biopestisida

yang terkandung dalam ekstrak etil asetat bionutrien AGF. Penelitian ini dimulai

dengan mengekstrak tanaman AGF, kemudian pemisahan komponen menjadi

fraksi-fraksi gabungan dengan metode kromatografi vakum cair (KVC). Fraksi

gabungan bionutrien AGF etil asetat tersebut dianalisis dan dikarakterisasi dengan

kromatografi lapis tipis (KLT), skrining fitokimia, dan spektroskopi FTIR.Selain

itu, konsentrat etil asetat fraksi gabungan bionutrien AGF diaplikasikan pada

tanaman cabai merah keriting untuk mengetahui potensinya sebagai bionutrien

pada tanaman cabai merah keriting (Capsicum annum L.).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, masalah yang akan

diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Golongan metabolit sekunder apa sajakah yang terkandung dalam ekstrak

etil asetat fraksi gabungan bionutrien AGF berdasarkan KLT, skrining

(12)

3

2. Bagaimana potensi konsentrat etil asetat fraksi gabungan bionutrien AGF

terhadap laju pertumbuhan dan hasil panen pada tanaman cabai merah

keriting (Capsicum annum L.)?

1.3 Tujuan Penelitian

Ditinjau dari rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui:

1. Golongan metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak etil asetat

fraksi gabungan bionutrien AGF berdasarkan KLT, skrining fitokimia, dan

karakterisasi FTIR.

2. Potensi konsentrat etil asetat fraksi gabungan bionutrien AGF terhadap

laju pertumbuhan dan hasil panen pada tanaman cabai merah keriting

(Capsicum annum L.).

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya tahap ekstraksi dan pemisahan, tahap analisis, dan

karakterisasi, serta tahap aplikasi ekstrak etil asetat fraksi gabungan bionutrien

AGF ini, diharapkan penelitian ini dapat:

1. Menjadi rujukan informasi mengenai golongan metabolit sekunder yang

terdapat dalam tanaman AGF, sehingga nantinya dapat meningkatkan

kualitas dan keefektifitasan bionutrien AGF.

2. Memperoleh nutrien alternatif yang ramah lingkungan dan dapat

meningkatkan produktivitas tanaman pertanian khususnya cabai merah

(13)

21

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Objek dan Lokasi Penelitian

Objek atau bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah tanaman

dengan kode AGF yang diperoleh dari daerah Taman Sari Bandung dan

Banyuresmi Garut. Penelitian berlangsung sekitar 8 bulan, terhitung dari Maret

2013 sampai Oktober 2013. Penelitian ini terdiri dari empat tahap utama yaitu

tahap preparasi sampel, tahap ekstraksi dan pemisahan, tahap analisis dan

karakterisasi, serta tahap aplikasi.

Tempat penelitian pada masing-masing tahapan berbeda-beda, antara lain:

Tahap preparasi sampel, ekstraksi, dan analisis dilakukan di Laboratorium Riset

Kimia Lingkungan FPMIPA UPI Bandung, tahap pemisahan dilakukan di

Laboratorium Kimia Organik dan Biokimia FPMIPA UPI Bandung, tahap

karakterisasi dilakukan di Laboratorium Kimia Instrumen FPMIPA UPI Bandung,

sedangkan tahap aplikasi dilakukan di Kebun Riset Kimia Lingkungan FPMIPA

UPI Bandung.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lumpang dan alu,

neraca analitik, gelas kimia 3 L, spatula, batang pengaduk, labu Erlenmeyer

berpenghisap, corong Buchner, kertas saring, botol semprot, pemanas listrik,

magnetic stirrer, set alat destilasi, set alat penguap berputar vakum (vacuum

rotary evaporator), pompa vakum, set alat freeze dryer Eyela FD-5N, botol kaca

1 L, botol pial 100 mL, mikro pipet 5mL, labu erlemeyer 150 mL, gelas ukur 100

mL, staining jar, chamber, set alat kromatografi kolom vakum cair (KVC)

diameter 7 cm, UV box, tabung reaksi, rak tabung, penjepit tabung, ember,

semprotan tanaman, plastik wrap, aluminium foil, penggaris, meteran, pot ukuran

(14)

22

takemura soil pH and moisture tester tipe DM-15, spektrofotometer FT-IR

(Fourier Transform-Infra Red) Shimadzu 8400.

3.2.2 Bahan

Pada penelitian ini, bahan utama yang digunakan adalah tanaman AGF

yang telah dibersihkan, dikeringkan, ditumbuk halus, dan diayak sebanyak 1 kg.

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan-bahan teknis.

Untuk tahap pemisahan, bahan dengan kualitas teknis didestilasi terlebih

dahulu sebelum digunakan sehingga diperoleh bahan-bahan redestilasi.

Bahan-bahan yang digunakan pada tahap pemisahan adalah etil asetat teknis, n-heksana

teknis, diklorometana teknis, metanol teknis, aquades, aseton, silica gel 60 GF254

for TLC, silica gel 60 230400 mesh for CC. Pada skrining fitokimia digunakan

pereaksi Mayer, pereaksi Wagner, HCl 1%, larutan FeCl3, Pb asetat 10%,

kloroform, H2SO4 2M. Sedangkan pada tahap aplikasi digunakan air keran, tanah,

pupuk kompos, pupuk phonska, dan pestisida “curacron EC 500”.

3.3 Alur Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi empat tahap utama. Tahap pertama yaitu

tahap preparasi sampel tanaman AGF. Tahap kedua adalah tahap ekstraksi dan

pemisahan dengan menggunakan: Metode Maserasi dan Kromatografi Vakum

Cair (KVC). Selanjutnya tahap ketiga adalah tahap analisis dan karakterisasi

dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT), skrining fitokimia, dan spektroskopi

FTIR. Tahap terakhir adalah aplikasi konsentrat etil asetat fraksi gabungan hasil

dari tahap pemisahan bionutrien AGF pada tanaman cabai merah keriting

(Capsicum annum L.) untuk mengetahui potensinya sebagai bionutrien pada

pertumbuhan tanaman cabai merah keriting. Bagan dari alur penelitian secara

(15)

23

PREPARASI : dibersihkan, dijemur, dan dihaluskan

Maserat AGF etil asetat

ANALISIS &

KARAKTERISASI : KLT, skrining fitokimia, & FTIR

Data hasil uji Data

pertumbuhan Tanaman AGF

Serbuk Tanaman AGF

EKSTRAKSI: dimaserasi dengan etil asetat selama 5x24 jam

PEMISAHAN : fraksinasi dengan Kromatografi Vakum Cair (KVC)

Fraksi Gabungan AGF etil asetat

APLIKASI : pada tanaman cabai merah keriting

Kesimpulan

(16)

24

Uraian dari masing-masing langkah kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut:

3.3.1 Penyiapan Sampel Serbuk Tanaman AGF

Sampel tanaman AGF yang akan digunakan dibersihkan terlebih dahulu

dari kotoran seperti tanah dan tanaman parasit lain. Setelah itu dipotong bagian

akarnya dan dijemur di bawah sinar matahari sampai kering. Selanjutnya tanaman

dihaluskan dengan cara ditumbuk dengan lumpang dan alu hingga menjadi

serbuk. Serbuk tanaman AGF kemudian diayak agar serbuk tersebut memiliki

ukuran yang homogen dan halus sebelum dimaserasi.

3.3.2 Ekstraksi Bionutrien AGF dengan Metode Maserasi

Metode yang digunakan untuk mengekstrak AGF adalah dengan metode

maserasi. Metode maserasi merupakan metode ekstraksi cair-padat. Serbuk

tanaman AGF ditimbang sebanyak 1 kg kemudian diekstraksi menggunakan

pelarut etil asetat. Pelarut etil asetat yang digunakan adalah sebanyak 4 liter pada

hari pertama atau hingga seluruh serbuk terendam. Setelah satu hari proses

perendaman, filtrat kemudian disaring menggunakan corong Buchner sehingga

diperoleh ekstrak AGF etil asetat dan residunya. Residu yang dihasilkan

dimaserasi kembali dengan etil asetat sebanyak 3 liter. Kemudian disaring dan

residu yang diperoleh dimaserasi kembali dengan 1 liter etil asetat selama 3 x 24

jam. Filtrat hasil maserasi keseluruhan dipekatkan menjadi 1 liter menggunakan

alat penguap berputar vakum (vacuum rotary evaporator). Ekstrak AGF

kemudian difreeze drying sehingga diperoleh pasta AGF untuk tahapan

pemisahan.

3.3.3 Pemisahan Bionutrien AGF dengan Metode Kromatografi Vakum Cair (KVC)

Tahapan pemisahan dalam penelitian ini dilakukan menggunakan metode

kromatografi vakum cair (KVC). Sebelum dilakukan proses pemisahan dilakukan

terlebih dahulu kromatografi lapis tipis (KLT) untuk menentukan eluen yang

(17)

25

Pasta bionutrien AGF yang telah ditentukan eluennya dengan metode

KLT, dilakukan pemisahan dengan metode KVC. Berdasarkan hasil KLT, eluen

untuk memisahkan senyawa dalam pasta bionutrien AGF adalah n-heksana dan

etil asetat dengan perbandingan sebagai berikut; 10:0 sebanyak 2 kali elusi, 8:2

sebanyak 4 kali elusi, 7:3 sebanyak 4 kali elusi, 6:4 sebanyak 3 kali elusi, 3:7

sebanyak 3 kali elusi, dan 0:10 sebanyak 2 kali elusi. Setiap kali elusi, eluen yang

digunakan sebanyak 100 mL. Adapun langkah kerja yang dilakukan adalah

sebagai berikut:

Sebanyak 10 gram pasta dari hasil ekstraksi tanaman AGF diimpregnasi

menggunakan pelarut aseton ke dalam 10 gram silica gel 60 230-400 mesh for

CC. Mula-mula silica gel dimasukkan ke dalam lumpang kemudian sedikit demi

sedikit ditetesi AGF yang telah dilarutkan dalam aseton sambil terus diaduk

menggunakan alu. Didiamkan selama 1 malam agar silica yang diimpregnasi

tersebut kering.

Sebanyak 100 gram silica gel 60 230–400 mesh for CC dimasukkan ke

dalam kolom pada set alat KVC. Silica tersebut dihisap dengan menggunakan

vakum sampai padat dan tidak terdapat rongga dalam silica. Permukaan kolom

diratakan dan dikondisikan agar tidak ada celah dalam kolom. Sebelum sampel

dimasukkkan, permukaan kolom dilapisi kertas saring dan kolom dielusi terlebih

dahulu menggunakan pelarut yang paling non polar (n-heksana) sampai eluat

yang keluar tidak berwarna. Setelah itu, silica gel yang telah diimpregnasi

dimasukkan kedalam kolom kemudian diratakan dan diletakkan kertas saring di

atas permukaan silica impreg. Sampel pada kolom dielusi dengan eluen yang

telah ditentukan. Eluat ditampung dalam botol terpisah sesuai dengan volume

eluen yang digunakan, kemudian diberi label. Pada tahap ini diperoleh beberapa

fraksi yang kemudian akan digabungkan berdasarkan kemiripan pola pemisahan

(18)

26

3.3.4 Analisis Bionutrien AGF dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Tahap analisis yang dilakukan adalah dengan metode KLT. Adapun

langkah kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Kromatografi lapis tipis digunakan dalam penentuan eluen yang tepat

untuk proses pemisahan (fraksinasi) dengan teknik KVC. Selain itu, KLT juga

digunakan untuk menganalisis senyawa hasil pemisahan dengan KVC telah

terpisah dengan baik atau telah murni.

Dalam pengerjaannya, lempeng tipis dengan adsorben silika gel 60 F254

disiapkan dengan ukuran panjang 5 cm sedangkan lebarnya disesuaikan dengan

jumlah fraksi yang akan ditotolkan. Pada bagian atas dan bawah lempeng diberi

garis batas dengan jarak 0,5 cm dari tepi lempeng. Sampel yang akan dianalisis

ditotolkan pada bagian tengah garis batas bawah dengan menggunakan pipa

kapiler. Lakukan penotolan berulang kali hingga cukup tebal dan dibiarkan

beberapa saat agar kering.

Chamber atau staining jar diisi dengan eluen yang akan digunakan untuk

mengelusi lempeng tipis, dihomogenkan, dan didiamkan beberapa saat dengan

kondisi tertutup agar chamber atau staining jar jenuh dengan uap eluen. Lempeng

tipis yang telah disiapkan sebelumnya, kemudian dimasukkan ke dalam chamber

atau staining jar dengan menggunakan pinset hingga bagian bawah lempeng

tercelup sebagian. Lempeng tipis tersebut diletak tegak bersandar pada dinding

chamber atau staining jar kemudian ditutup.

Apabila eluen yang telah naik hingga mencapai garis batas atas maka

proses KLT dihentikan dengan cara mengangkat lempeng dari chamber atau

staining jar menggunakan pinset. Lempeng kemudian dibiarkan kering di udara

terbuka. Noda pada lempeng diamati di bawah sinar UV.

3.3.5 Karakterisasi Bionutrien AGF dengan Skrining Fitokimia dan Spektroskopi FTIR

(19)

27

3.3.5.1 Karakterisasi Bionutrien AGF dengan Skrining Fitokimia

Fraksi gabungan (FG) bionutrien AGF hasil dari tahap pemisahan,

diidentifikasi komponen fitokimianya dengan metode uji warna. Uji fitokimia ini

bertujuan untuk mengetahui kelompok senyawa metabolit sekunder yang

terkandung di dalam FG bionutrien AGF. Skrining fitokimia ini dilakukan

terhadap metabolit sekunder golongan alkaloid, tanin, flavonoid, dan terpenoid.

Adapun prosedur kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut:

A. Identifikasi Alkaloid

Sebanyak 3 mL konsentrat etil asetat FG bionutrien AGF dimasukkan

masing-masing ke dalam tabung reaksi A dan B. Kemudian dicampurkan

dengan 3 mL HCl 1 % di dalam steam bath. Tabung reaksi A ditambahkan

pereaksi Mayer dan tabung rekasi B ditambahkan pereaksi Wagner.

Terbentuknya endapan putih mengindikasikan adanya alkaloid (Kavit

Mehta, B.N. Patel, B.K. Jain, 2013).

Pembuatan Pereaksi Mayer

Sebanyak 1 gram KI dilarutkan dalam 20 mL aquades. Kemudian

ditambahkan 0,2 gram HgCl2 dan diaduk hingga larut (Fadlie M., 2011).

Pembuatan Pereaksi Wagner

Sebanyak 2,5 gram I2 dan 2 gram KI dimasukkan ke dalam 10 mL

aquades. Kemudian dilarutkan dan diencerkan dengan aquades hingga

mencapai volume 200 mL ( Diana K.M., Pringgenies D., Karna O.R.,

2012)

B. Identifikasi Tanin

Sebanyak 2 mL konsentrat dicampurkan dengan 2 mL aquades. Campuran

tersebut ditambahkan sedikit larutan FeCl3. Terbentuknya endapan hijau

(20)

28

C. Identifikasi Flavonoid

Sebanyak 1 mL Pb asetat 10% ditambahkan ke dalam 1 mL konsentrat lalu

dikocok. Timbulnya endapan kuning mengindikasikan konsentrat positif

mengandung flavonoid (Kavit Mehta, et.al., 2013).

D. Identifikasi Terpenoid

Ke dalam 2 mL konsentrat ditambahkan 2 mL kloroform dan dievaporasi

hingga kering. Setelah itu, ditambahkan 2 mL H2SO4 2M dan dipanaskan

kembali selama 2 menit. Terbentuknya warna keabu-abuan menunjukkan

adanya terpenoid (Kavit Mehta, et.al., 2013).

3.3.5.2 Karakterisasi Bionutrien AGF dengan Spektroskopi FTIR

FG bionutrien AGF dikarakterisasi dengan spektrofotometer FTIR untuk

mengetahui gugus fungsi yang kemungkinan ada dalam senyawa yang terdapat

pada FG bionutrien AGF. Alat spektroskopi FTIR yang digunakan adalah FT-IR

Shimadzu 8400.

3.3.6 Aplikasi Bionutrien AGF pada Tanaman Cabai Merah Keriting (Capsicum annum L.)

Pada tahap aplikasi digunakan konsentrat etil asetat FG bionutrien AGF.

Aplikasi ini dilakukan untuk mengetahui potensi FG bionutrien AGF pada

tanaman pertanian khususnya cabai merah keriting (Capsicum annum L.) di

lapangan. Tahap aplikasi ini dilakukan di Kebun Riset Kimia Lingkungan

FPMIPA UPI.

3.3.6.1 Tahap Persiapan Aplikasi Bionutrien AGF pada Tanaman Cabai Merah Keriting

Budidaya cabai merah keriting dimulai dari tahapan persiapan benih

hingga penanaman. Tahap persiapan benih cabai merah keriting untuk aplikasi

(21)

29

cabai yang memiliki kualitas baik. Penyortiran biji cabai tersebut dilakukan

dengan cara merendam biji cabai di dalam air selama 1 malam. Biji yang

digunakan adalah biji yang tenggelam karena mengindikasikan kualitas biji yang

baik. Setelah itu, biji cabai diperam terlebih dahulu agar lebih cepat berkecambah

dan nantinya saat proses penyemaian hanya akan diambil benih cabai yang telah

berkecambah saja.

Gambar 3.2. Biji Cabai Merah Keriting Pada Tahap Penyortiran dan Pemeraman

Setelah tahap penyortiran dan pemeraman, tahap selanjutnya adalah

penyemaian. Akan tetapi, sebelumnya dipersiapkan terlebih dahulu media yang

akan digunakan untuk persemaian. Media yang digunakan adalah tanah dan

kompos dengan perbandingan 2:1. Media tanam tersebut dimasukkan ke dalam

botol bekas air mineral 1L yang telah dipotong dengan tinggi ± 12 cm. Kemudian

benih cabai yang telah berkecambah dimasukkan ke dalam media tanam tersebut.

Gambar 3.3 Media Semai dan Tahap Penyemaian Cabai Merah Keriting

Biji cabai merah keriting

Penyortiran biji cabai merah keriting

Pemeraman biji cabai merah keriting Biji yang

tenggelam

Biji yang terapung

(22)

30

3.3.6.2 Tahap Aplikasi Bionutrien AGF pada Tanaman Cabai Merah Keriting

Pada tahap aplikasi ini dibuat pengelompokkan tanaman yang

masing-masing terdiri dari lima tanaman. Pengelompokkan tanaman tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Tanaman yang diberi FG 1 bionutrien AGF diberi kode 1A, 1B, 1C, 1D, 1E.

2. Tanaman yang diberi FG 2 bionutrien AGF diberi kode 2A, 2B, 2C, 2D, 2E.

3. Tanaman yang diberi FG 3 bionutrien AGF diberi kode 3A, 3B, 3C, 3D, 3E.

4. Tanaman yang diberi FG 4 bionutrien AGF diberi kode 4A, 4B, 4C, 4D, 4E.

5. Tanaman yang diberi FG 5 bionutrien AGF diberi kode 5A, 5B, 5C, 5D, 5E.

Untuk mengetahui pengaruh pelarut yang digunakan maka dilakukan

perlakuan pada kelompok tanaman yang diberi blanko etil asetat dengan kode

ET1, ET2, ET3, ET4, ET5. Sedangkan untuk mengetahui pola pertumbuhan

tanaman yang diberikan perlakuan seperti oleh petani maka dilakukan perlakuan

pada kelompok tanaman yang diberi pupuk phonska dan pestisida “curacron EC

500” dengan kode K1, K2, K3, K4, K5. Setiap kelompok tanaman mendapatkan perlakuan yang berbeda ditampilkan pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Pembagian Kelompok Tanaman dan Perlakuan yang Diberikan Kelompok

tanaman Perlakuan Phonska Pestisida Bionutrien

I FG 1 Bionutrien AGF X X √

II FG 2 Bionutrien AGF X X √

III FG 3 Bionutrien AGF X X √

IV FG 4 Bionutrien AGF X X √

V FG 5 Bionutrien AGF X X √

VI Blanko Etil Asetat (ET) X X X

VII Kontrol Positif (K) √ √ X

(23)

31

Tanaman yang diberi perlakuan dengan bionutrien AGF dan blanko etil

asetat tidak diberi pestisida untuk melihat ketahanan tanaman terhadap penyakit

dan hama. Berikut ini adalah konsentrat etil asetat FG bionutrien AGF dan blanko

etil asetat yang akan digunakan untuk aplikasi:

Gambar 3.4 Bionutrien AGF dan Blanko Etil Asetat yang akan

Digunakan untuk Aplikasi

Tanaman cabai merah keriting mulai diberikan perlakuan saat dalam tahap

penyemaian yaitu ketika umur cabai 26 hari setelah tanam (HST) atau pada

minggu pertama pengamatan dengan dosis 2 mL/L air. Pemberian dosis yang

rendah ini dipertimbangkan dari umur tanaman yang masih muda. Akan tetapi,

pemberian bionutrien AGF tetap dilakukan untuk menjaga bibit tanaman dari

serangan penyakit dan hama. Hal tersebut berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan oleh M.Fadlie (2011) yang menyatakan bahwa ekstrak AGF etil asetat

berpotensi sebagai biopestisida. Setelah tanaman cabai merah keriting mencapai

umur 54 HST, diberikan perlakuan dengan dosis 10 mL/L air. Hal ini

dimaksudkan agar kondisi tanaman cabai sudah kuat setelah dipindahkan dari

tempat pembibitan ke dalam pot sehingga siap menerima perlakuan uji dengan

dosis yang sesuai.

Gambar 3.5 Tanaman Cabai Merah Keriting saat Berumur 26 HST dan 54 HST

Tanaman cabai merah keriting berumur 26 HST

(24)

32

Pemupukan pada tanaman dilakukan dengan selang waktu satu minggu

sekali dengan cara disemprot dan disiram. Adapun parameter pertumbuhan

vegetatif yang diamati adalah:

1. Tinggi tanaman (cm), diukur dari pangkal akar hingga pangkal pucuk daun

paling atas.

2. Lebar daun (cm), diukur dari sisi daun ke sisi daun lainnya.

3. Panjang daun (cm), diukur dari ujung daun sampai ke pangkal daun.

4. Jumlah buah cabai (buah), dihitung dari mulai cabai yang memiliki panjang

± 2 cm.

5. Bobot cabai (gram) yang dihasilkan setelah panen.

Selain itu, dilakukan pengamatan terhadap hama dan penyakit yang menyerang

tanaman cabai merah keriting. Pengamatan dilakukan dari satu minggu sebelum

diberikan perlakuan dan terus dilakukan hingga panen. Adapun layout penanaman

cabai merah keriting di pot untuk aplikasi tersebut tergambar dalam skema berikut

:

50 cm

30 cm

30 cm

30 cm

30 cm

(25)

69

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat

dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil analisis dan karakterisasi dengan KLT, skrining fitokimia, dan

spektroskopi IR menunjukkan bahwa FG 1 bionutrien AGF mengandung

metabolit sekunder golongan alkaloid dan terpenoid. FG 2 sampai 4

bionutrien AGF didominasi oleh golongan alkaloid, flavonoid, dan terpenoid.

FG 5 bionutrien AGF mengandung golongan alkaloid, tanin, dan terpenoid.

2. Data aplikasi bionutrien AGF pada tanaman cabai merah keriting

menunjukkan bahwa kelompok tanaman FG 2 bionutrien AGF memiliki

konstanta laju pertumbuhan tertinggi yaitu 0,1702 minggu-1 dengan jumlah

buah cabai terbanyak yaitu 82 buah dan massa buah terberat yaitu 186,6042

gram.

3. FG 2 bionutrien AGF selain dapat digunakan sebagai pupuk organik cair juga

berpotensi sebagai biopestisida.

5.2 Saran

Untuk pemanfaatan bionutrien AGF lebih lanjut disarankan beberapa hal

sebagai berikut:

1. Sebaiknya dilakukan tahap pemisahan pada FG 2 bionutrien AGF untuk

mengetahui senyawa yang berperan sebagai biopestisida dan senyawa yang

dapat meningkatkan kepedasan cabai.

2. Setelah dilakukan uji organoleptik, perlu dilakukan penentuan kadar capsaicin

(26)

70

DAFTAR PUSTAKA

Alan, H.D. (2007). Forage Growth and Its Relationship to Grazing Management.

Lafayette: Departement of Renewable Source, University of Southwestern

Lousiana.

Ambarwati, R. (2007). Ekstraksi Bionutrien dari tanaman MHR dan Aplikasinya

pada tanaman caisin. Program Studi Kimia Jurusan Pendidikan Kimia

FPMIPA UPI, Bandung: Tidak Diterbitkan.

Arora, R., Gill, N. S., Chauhan, G., Rana, A.C. (2011). An Overview about

Versatile Molecule Capsaicin. International Journal of Pharmaceutical

Sciences and Drug Research 3(4), Halaman 280-286.

Asih, N.A., Purwanto I.H., Wahyudi A. (2001). Cabai Hot Beauty. Jakarta: PT.

Penebar Swadaya.

BPTP Lampung. (2008). Teknologi Budidaya Cabai Merah. Bogor: Agro Inovasi.

Castellan, G. W. (1983). Physical Chemistry. New York: Addison-Wesley

Publishing Company, Inc.

Chen, Jen-Hshuan. (2006). The Combined Use of Chemical and Organic

Fertilizers and/or Biofertilizer for Crop Growth and Soil Fertility. Taiwan:

Department of Soil and Environmental Sciences, National Chung Hsing

University

Clark, Jim. (2007). Kromatografi Lapis Tipis. [Online]. Tersedia: http://

www.chem.try.org/materi/instrumen_analisis/kromatografi

(27)

71

Coll, J., Bowden, B. (1986). The Application of Vacuum Liquid Chromatography

to the Separation of Terpene Mixtures. Journal of Natural Products, 49

(5), pp 934-936.

Dewi, S.M., Suryanti. V., Suyono. (2005). Skrining Fitokimia dan Analisis

Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium

edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol. Surakarta: Jurnal Biofarmasi

3 (1): 26-31 edisi Februari 2005.

Diana, K.M., Pringgenies, D., Karna, O.R. (2012). Uji Fitokimia dan Toksisitas

Ekstrak Kasar Gastropa (Telescopium telescopium) terhadap Larva

Artemia salina. Semarang: Journal Of Marine Research. Volume 1,

Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 58-66.

Fadlie, M. (2011) Kajian Potensi Ekstrak Tumbuhan dengan Kode AGF sebagai

Bionutrien yang Diaplikasikan pada Tanaman Cabai Merah Keriting

(Capcisum Annum L.). Skripsi. Program Studi Kimia Jurusan Pendidikan

Kimia FPMIPA UPI, Bandung: Tidak Diterbitkan.

Harborne, J.B., (1987). Metode Fitokimia: Penemuan Cara Modern

Menganalisis Tumbuhan. Terjemahan K. Padmawinata dan I. Soediro,

Bandung: Penerbit ITB.

Hayati, E.K, dkk. (2010). Fraksinasi dan Identifikasi Senyawa Tanin pada Daun

Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.). Jurnal Kimia Volume 4, Nomor

2, Juni 2010: 193-200.

Herbert, R.B. (1995). Biosynthesis of Secondary Metabolites, Eecond edition.

New York: Chapman and Hall.

Hostettmann, K., Hostettmann, M., Marston, A. (1995). Cara Kromatografi

Preparatif, Penggunaan Pada Isolasi Senyawa Alam. Bandung: Institut

(28)

72

Indrakusuma. (2000). Pupuk Organik Cair Supra Alam Lestari. Yogyakarta: PT.

Surya Pratama Alam.

Juliana, V. (2010) Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Turunan Terpenoid dari

Fraksi n-Heksan Momordica charantia L. Skripsi. Program Studi Kimia

Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI, Bandung: Tidak Diterbitkan.

Juliastuti, D. (2007). Pembuatan Bionutrien KPD dan Aplikasinya pada Tanaman

Caisin (Brassica juncea). Skripsi. Program Studi Kimia Jurusan

Pendidikan Kimia FPMIPA UPI, Bandung: Tidak Diterbitkan.

Kavit, Mehta., B.N. Patel, B.K. Jain. (2013). Phytochemical Analysis of Leaf

Extract of Phyllanthus fraternus. Research Journal of Recent Science

Volume 2, 7 Februari 2013.

Khopkar, S.M. (2003). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas

Indonesia.

Kistinnah, I., Sri, E.L. (2009). Biologi, Makhluk Hidup dan Lingkungannya.

Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Kurniasih, E. (2009). Kajian Tentang Potensi Tanaman RSP-GE Sebagai Bahan

Dasar Pembuatan Bionutrien yang Diaplikasikan pada Tanaman Pakcoy

(Brassica rapa). Skripsi. Program Studi Kimia Jurusan Pendidikan Kimia

FPMIPA UPI, Bandung: Tidak Diterbitkan.

Lakitan., B. (2010). Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Rajawali Pers.

Lee, J. S., H. J. Lee, S. H. Lee. (2002). Decomposition and 15 N Fate of Rice

Straw in Pody Soil. Korean Journal Crop Science.

Lenny, S. (2006). Senyawa Flavonoid, Fenil Propanoid, dan Alkaloid. Karya

(29)

73

Lenny, S. (2006). Senyawa Terpenoida dan Steroida. Karya Ilmiah pada

Departemen Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Lourdes, M., Edith, G., Erika, V.T. (2011). Chemical and Pharmacological

Aspects of Capsaicin. Journal Molecules 16, 1253-1270.

Novi, Kristanti, A., dkk., (2008). Fitokimia. Surabaya : Airlangga University

Press.

Nur, Atthariq. A. (2013) . Isolasi dan Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder

dalam Bionutrien AGF. Skripsi. Program Studi Kimia Jurusan Pendidikan

Kimia FPMIPA UPI, Bandung: Tidak Diterbitkan.

Nur, R.F. (2011) Kajian Potensi Tanaman RSR sebagai Bahan Dasar Bionutrien

yang Diaplikasikan pada Tanaman Cabai Merah Keriting (Capcisum

Annum L.). Skripsi. Program Studi Kimia Jurusan Pendidikan Kimia

FPMIPA UPI, Bandung: Tidak Diterbitkan.

Nurul, R.L., Winarsih, Sri, R.L. (2012). Pemanfaatan Sampah Organik sebagai

Bahan Pupuk Cair untuk Pertumbuhan Tanaman Bayam Merah

(Alternanthera ficoides). LenteraBio Vol. 1 No. 3 September 2012:139

144, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Negeri Surabaya.

Nurzaman, H. (2010). Kajian Tentang Potensi Dual Bionutrien CAF dan MHR

yang Diaplikasikan pada Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.).

Skripsi Sarjana pada Program Studi Kimia Jurusan Pendidikan Kimia

FPMIPA UPI Bandung : tidak diterbitkan.

Oktaviani, Maulida. (2011). Penggunaan Metode Freezing (-4oC) dengan

(30)

74

1803] Bornet Et Flahault 1886. Skripsi. Departemen Biologi FMIPA UI,

Depok. Tidak diterbitkan.

Pandiangan, Dingse. (2009). Produksi Metabolit Sekunder Alkaloid Secara In

Vitro. Bandung: Unpad Pess.

Perwitasari B., Tripatmasari M., Wasonowati C. (2012). Pengaruh Media Tanam

dan Nutrisi Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Pakchoi

(Brassica juncea L.) dengan Sistem Hidroponik. Jurnal Agrovigor Volume

5, Nomor 1, Maret 2012.

Pelczar, Michael. (2005). Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI-Press : Jakarta.

Prajnanta, F. (2010). 38 Kiat Sukses Bertanam Cabai di Musim Hujan. Depok;

Penebar Swadaya.

Pratama, H.A. (2011). Kajian Potensi Bionutrien Hasil Ekstraksi Tanaman ARH

dengan Variasi Tingkat Kepolaran Pelarut dan Aplikasinya pada Cabai

Merah Keriting (Capsicum annum L). Skripsi. Program Studi Kimia

Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Prihmantoro, H. (1996). Memupuk Tanaman Buah. Cetakan I. Jakarta: Penebar

Swadaya.

Priyadi, Sukendro, S. (2011). Memulai Usaha Si Pedas Cabai Rawit di Lahan

dan Pot. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.

Samadi, B. (2007). Budidaya Cabai Merah Secara Komersial. Yogyakarta:

Yayasan Pustaka Nusatama.

Sastradiharja, S., Firmanto, B.H. (2011). Praktis Bertanam Cabai Merah Keriting

Organik dalam Polybag. Bandung: Angkasa Press.

Sempurna, F. I. (2008). Kajian Potensi Tanaman CAF sebagai Bionutrien untuk

(31)

75

(Solanum tuberosum). Skripsi. Program Studi Kimia Jurusan Pendidikan

Kimia FPMIPA UPI, Bandung: Tidak Diterbitkan.

Simanungkalit, R.D.M dan R. Saraswati. (2006). Pupuk Organik dan Pupuk

Hayati. Bandung: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya

Lahan Pertanian.

Stoenoiu, C.E., Bolboaca, A.D., Jantschi, L. (2006). Mobile Phase Optimization

for Steroid Separation. Medinformatics.

Sutanto, Rachman. (2005) . Dasar-Dasar Ilmu Tanah, Konsep dan Kenyataan.

Yogyakarta: Kanisius.

Taufik, I. (2011). Kajian Potensi Tumbuhan BDI sebagai Bionutrien untuk

Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Cabai Merah Keriting

(Capcisum Annum var. Longum). Skripsi. Program Studi Kimia Jurusan

Pendidikan Kimia FPMIPA UPI, Bandung: Tidak Diterbitkan.

Wahyudi dan Topan, M. (2011). Panen Cabai di Pekarangan Rumah. Cetakan

Pertama. Jakarta: Agro Media Pustaka.

Widodo, N. (2007). Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Alkaloid yang Terkandung

dalam Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Skripsi. FMIPA

Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Yulipriyanto, H. (2010). Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaannya. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Zainaldi, A. (2011). Kajian Tentang Potensi Maserat Tumbuhan ISM sebagai

Bionutrien dan Aplikasinya dalam Budidaya Tanaman Cabai Merah

Keriting (Capcisum Annum var. Longum). Skripsi. Program Studi Kimia

Gambar

Gambar 3.1 Bagan Alur Penelitian
Gambar 3.2. Biji Cabai Merah Keriting Pada Tahap Penyortiran dan Pemeraman
Tabel 3.1  Pembagian Kelompok Tanaman dan Perlakuan yang Diberikan
Gambar 3.4 Bionutrien AGF dan Blanko Etil Asetat yang akan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tetapi, seperti yang telah didemonstrasikan berkaitan dengan pendistribusian urutan- urutan kata dasar (yaitu enam kemungkinan yang logis tentang urutan kata ditunjukkan

Pelaksanaan Kelas Industri yang diterapkan pada paket keahlian Teknik Kendaraan Ringan di SMK Negeri 2 Wonogiri... Evaluasi Kelas Industri yang diterapkan pada paket

The reason of using these texts instead of other texts is because the texts are used as the teaching and learning material at MA DI Putra Nurul Hakim Kediri, through which

Untuk menunjukkan pentingnya litmas bagi Hakim sebagai bahan pertimbangan dapat dilihat dalam pasal 59 ayat (2) sebagai berikut :”Putusan sebagaimana dimaksud ayat (1) wajib

Ide dasar dari perancangan cerita bergambar Men Sugih teken Men Tiwas ini adalah mengembangkan cerita rakyat yang awalnya berbentuk lisan ataupun ditulis dalam buku

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penanaman pendidikan karakter di sekolah menengah pertama di kota padang di lihat

– digunakan digunakan untuk untuk mengukur mengukur defisiensi defisiensi gizi gizi berupa.. berupa penurunan penurunan tingkat tingkat fungsional

[r]