x DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN
KATA PENGANTAR ... i
UCAPAN TERIMA KASIH... ii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 13
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 13
a. Tujuan Penelitian ... 13
b. Manfaat Penelitian ... 14
D. Asumsi Penelitian ... 15
E. Paradigma dan Kerangka Pemikiran Penelitian ... 15
a. Paradigma Penelitian ... 16
b. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 17
F. Hipotesis Penelitian dan Variabel Penelitian ... 18
1. Hipotesi Penelitian ... 18
2. Variabel Penelitian ... 18
G. Definisi operasional ... 19
a. Kegiatan Ekstrakurikuler ... 19
b. Budaya Kewaraganegaraan (civic culture) ... 21
c. Sikap Patriotisme ... 22
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 25
A. Budaya Kewaraganegaraan (Civic Culture) ... 25
1. Pengertian Kebudayaan ... 25
2. Makna Budaya Kewaraganegaraan (Civic Culture) ... 31
xi
4. Pengembangan Budaya Kewaraganegaraan (Civic Culture) dalam
Pembelajaran Sekolah dan Masyarakat ... 36
1. Pengembangan Civic Culture di Sekolah ... 33
2. Civic Culture di Masyarakat ... 39
B. Kegiatan Ekstrakurikuler ... 41
1. Tinjauan Analisis Terhadap Kegiatan Ekstrakurikuler ... 41
2. Dasar yuridis Ekstrakurikuler Disekolah ... 45
3. Tujuan dan Ruang Lingkup Kegiatan Ekstrakurikuler ... 49
4. Jenis Kegiatan Ekstrakurikuler ... 50
5. Bentuk Kegiatan Ekstrakurikuler ... 57
a. Kegiatan Ekstrakurikuler Olah Raga ... 57
b. Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka ... 57
c. Kegiatan Ekstrakurikuler Paskibra ... 59
d. Kegiatan Ekstrakurikuler PMR ... 61
e. Kegiatan Ekstrakurikuler KIR ... 62
f. Kegiatan Ekstrakurikuler Olah Seni ... 63
6. Fungsi dan Prinsip Kegiatan Ekstrakurikuler ... 64
a. Fungsi Kegiatan Ekstrakurikuler ... 64
b. Prinsip Kegiatan Ekstrakurikuler ... 64
7. Sumbangan Kegiatan Ekstrakurikuler ... 67
C. Sikap Petriotisme ... 70
1. Arti dan Makna Sikap Patriotisme ... 70
A. Pengertian Patriotisme ... 70
B. Patriotisme Sebagai Sikap ... 72
2. Makna Nilai Patriotisme ... 74
3. Ciri – ciri Sikap Patriotisme ... 77
1. Cinta Kepada Tanah Air... 77
2. Semangat Membela Tanah Air... 78
D. Civic culture dalam meningkatkan sikap patriotisme ... 79
1. Visi Pendidikan Kewarganegaraan ... 79
2. Misi Pendidikan Kewarganegaraan ... 80
xii
E. Kedudukan Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pengembangan
Budaya Kewarganegaraan (Civic Culture) ... 94
F. Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wadah Pembinaan Sikap Patriotisme ... 100
G. Kedudukan Kegiatan Ekstrakurikukuler Dalam Meningkatkan Sikap Patriotisme ... 103
H. Muatan Kegiatan Ekstrakurikuler Dalam Pengembangan Budaya Kewarganegaraan ... 105
BAB III METODE PENELITIAN ... 108
A. Pendekatan metode dan teknik penelitian ... 108
1. Pendekatan dan Metode ... 108
2. Teknik Pengumpul Data ... 109
3. Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 112
B. Lokasi dan Sampel Penelitian ... 120
1. Lokasi ... 120
2. Populasi ... 121
3. Sampel ... 121
C. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 123
a. Dimensi - dimensi dari Pengembangan Budaya Kewarganegaraan .. 123
b. Dimensi – dimensi dari Kegiatan Ekstrakurikuler ... 123
c. Dimensi - dimensi dari Pengembangan Sikap Patriotisme ... 124
d. Kisi-kisi Instrumen ... 124
D. Uji Instrumen ... 125
a. Uji Validitas ... 125
b. Uji Reliabilitas ... 130
BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 133
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 129
B. Deskripsi Lokasi Sekolah Penelitian ... 135
C. Diskripsi Hasil Penelitian ... 140
D. Pengujian Hipotesis Penelitian ... 150
1. Uji Normalitas Variabel Respon ... 150
2. Uji Multikolinearitas ... 151
xiii
E. Pembahasan Hasil Penelitian ... 160
F. Temuan Penelitian ... 180
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 195
A. Kesimpulan ... 195
B. Rekomendasi ... 198
Daftar Pustaka ... 200 LAMPIRAN
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Sekolah sebagai lembaga pendidikan memiliki karakteristik tersendiri dimana lembaga ini berfungsi sebagai wahana pengembangan potensi anak menjadi dewasa, anak sebagai warga negara. Dimana fungsi sekolah yang utama adalah pendidikan intelektual, yakni “ mengisi otak” anak dengan berbagai macam pengetahuan (Nasution 2004: 14)
Dan di sisi lain sekolah juga dapat dipandang sebagai suatu masyarakat yang utuh dan bulat yang memiliki kepribadian sendiri, dimana menjadi tempat untuk menanamkan berbagai macam nilai, pengetahuan, keterampilan dan wawasan. Dengan kata lain, sekolah sebagai masyarakat belajar, berperan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dalam arti menumbuhkan, memotivasi dan mengembangkan nilai-nilai budaya yang mencakup etika, logika, estetika dan praktika, sehingga tercipta manusia Indonesia yang utuh dan berakar pada budaya bangsa.
Oleh sebab itu, sebagai masyarakat belajar, sekolah tidak terlepas dari kehidupan masyarakat. Sekolah merupakan satu kesatuan yang memiliki tata kehidupan budaya. Sekolah tidak hidup menyendiri, melepaskan diri dari tatanan sosial budaya dalam masyarakat, melainkan merupakan satu sistem atau subsistem dan kehidupan berbangsa, bemegara dan bermasyarakat. Sekolah berada di tengah-tengah masyarakat, maka tata kehidupan yang berkembang dalam
2
masyarakat ikut mewarnai gerak langkah sekolah, baik ekonomi, sosial, budaya, maupun bidang kehidupan yang lain. Sejarah menunjukkan bahwa sekolah lahir dari kebutuhan kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bemegara, maka keberadaan sekolah berperan sebagai saran dalam mewujudkan salah satu tujuan nasional yang telah ditetapkan oleh para pendahulu, ialah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Oleh sebab itu, sekolah merupakan salah satu kebutuhan nasional yang tak terpisahkan dan perjuangan, sesuai dengan tuntutan zamannya.
Budaya kewarganegaraan atau civic culture merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dan suatu proses pembudayaan proses pembinaa watak dan karakteristik. Berkaitan dengan hal itu Almond (1999:410) menyimpulkan bahwa Budaya kewarganegaraan atau civic culture merupakan bagian suatu proses dan budaya politik. Menurut Winataputra menilai budaya kewarganegaraan sebagai sikap dan perilaku edukatif individu dalam konteks komunitas nasional yang berkewarganegaraan dalam membentuk karakter warga negara yang baik dan cerdas untuk meningkatkan sikap patriotisme siswa. Lebih lanjut budaya kewarganegaraan diartikan sebagai:
Budaya kewarganegaraan mengandung konsepsi nilai-nilai kebajikan kewarganegaraan (civic virtue) yang didalamnya mencakup pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), perilaku Kewarganegaraan (civic disposition), kemampuan kewarganegaraan
(civic skill), kepercayaan diri kewarganegaraan (civic confidence),
komitmen kewarganegaraan (civic commitment) dan kompetensi kewarganegaraan (civic competence) (CCE:1998).
3
embodied effectively in cultural representation for the perpose of shaping civic
identities artinya seperangkat ide-ide yang dapat diwujudkan secara efektif dalam
repersentasi kebudayaan untuk pembentukan identitas warga negara. (Winataputra dan Budimansyah : 2007 ; 219)
Inti dari civic culture diantaranya pembinaan sikap patriotisme yang dimana sikap patriotisme merupakan suatu nilai yang sangat penting oleh setiap warga negara. Hal ini karena sikap setiap warga negara memmiliki kedudukan yang sama dalam negara. Sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yaitu bahwa, “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjujung hukum dan dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Pasal ini menunjukkan adanya kesinambungan antara hak dan kewajiban, dan tidak ada diskriminasi antara warga negara, baik mengenai hak maupun kewajibannya.
Budaya kewarganegaraan (civic culture) yang ideal dalam pengembangan sikap patriotisme siswa dapat kita serap serta memaknainya dan konsepsi komitmen siswa dapat mewujudkan nilai-nilai kebangsaan Indonesia, makna baru disekolah dapat mengembangkan nilai-nilai itu pada siswa dengan memaknai Sumpah Pemuda, Proklamasi, Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bhineka Tunggal Ika dan Wawasan Nusantara untuk mewujudkan karakteristik warga negara melalui pembelajaran. yang lebih dipopulerkan oleh Cogan (1998) sebagai warga negara yang cerdas dan baik atau
4
Cogan (1999:4) mengartikan civic education sebagai "...the foundational
course work in school designed to prepare young citizens for an active role in
their communities in their adult lives". Atau suatu mata pelajaran dasar di
sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warga negara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakatnya.
Agar dapat berpartisipasi secara langsung dalam pengembangan sikap patriotisme pada diri siswa maka civic culture yang ideal, perlu dikembangkannya iklim atau suasana civic culture terlebih dahulu dengan melalui lingkungan Pendidikan Kewarganegaraan persekolahan yang kondusif.
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) persekolahan (school civics) yang bercirikan civic culture Indonesia yang ideal, dapat dikembangkan melalui PKn yang diperkaya dengan muatan lainnya yang bemafaskan pandidikan agama dengan pengembangan budaya secara bersamaan.
Dimana misi substantif-akademis dari Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah mengembangkan struktur atau tubuh pengetahuan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), termasuk di dalamnya konsep, prinsip, dan generalisasi mengenai dan yang berkenaan dengan civic virtue atau kebajikan Kewarganegaraan dan civic culture atau budaya kewarganegaraan melalui kegiatan penelitian dan pengembangan (fungsi epistemologis) dan memfasilitasi praksis sosio-pedagogis dan sosio-kultural dengan hasil penelitian dan pengembangannya itu (fungsi aksiologis).
5
yakni Pendidikan Kewarganegaraan persekolahan (school civics), Pendidikan Kewarganegaraan kemasyarakatan (community civics), dan Pendidikan Kewarganegaraan akdemik (academic civics) Ketiga domain tersebut secara substantif tidak bisa dipisahkan secara saling terisolasi, karena ketiganya terikat oleh satu komitmen tujuan, yakni mengembangkan warga negara yang cerdas dan baik atau smart and good citizen dalam konteks sosial-budaya Indonesia.
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) persekolahan (school civics), berada pada jalur pendidikan formal dan pendidikan kesetaraan pada jalur pendidikan nonformal yang menurut Penjelasan Pasal 37 UU No. 20 tahun 2003 dikembangkan sebagai muatan kurikulum yang berfungsi mengembangkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kehidupan peserta didik dalam dunia persekolahan pada dasamya merupakan prakondisi untuk menyiapkan diri sebagai warga sekolah atau school citizen (Winataputra; 2001). Untuk itu seyogyanya pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di persekolahan harus mampu mengembangkan
civic culture atau budaya kewarganegaraan. Dengan demikian sekolah dapat
6
Kewarganegaraan secara konsisten mampu membangun Pendidikan Kewarganegaraan sebagai bidang keilmuan yang handal. Khasanah pemikiran ini secara konseptual mencakup civic culture sebagai bidang telaah atau ontology dan bidang penerapan keilmuan atau aksiologi dan Pendidikan Kewarganegaraan seperti sebagaimana lazimnya suatu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, materi keilmuan Kewarganegaraan mencakup dimensi pengetahuan, keterampilan dan nilai. Tiga komponen utama Civic Education menurut Branson (Wantoro : 217) adalah Civic Knowledge, Civic Skill, dan Civic Dispositions.
Dalam penjabaran ketiga domain tersebut peneliti mencoba untuk lebih fokus pada Pendidikan Kewarganegaraan persekolahan (school civics), melalui konteks sistem pendidikan nasional, Pendidikan Kewarganegaraan memiliki kedudukan sebagai salah satu unsur dan peran penting dalam memberi sumbangan terhadap terwujudnya fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Hal tersebut secara yuridis formal tersurat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No. 20 tahun 2003 pada Bab 2 Pasal 3, sebagai berikut.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Kesemua itu dapat direkonseptualisasi bahwa aspek kepribadian warga negara yang perlu dikembangkan adalah menjadi manusia yang berkualitas sehingga
7
Pendidikan Nasional tersebut, Depdiknas berhasrat untuk pada tahun 2025 menghasilkan Insan Indonesia Cerdas Komprehensif dan Kompetitif (Insan Kamil/Insan Paripuma). Cerdas komprehensif dimaksud meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
(1) Cerdas spiritual, yakni mampu beraktualisasi diri melalui olah hati/ kalbu untuk menumbuhkan dan memperkuat keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur dan kepribadian unggul.
(2) Cerdas emosional, yakni mampu beraktualisasi diri melalui olah rasa untuk meningkatkan sensitivitas dan apresiasivitas akan kehalusan dan keindahan seni dan budaya, serta kompetensi untuk mengekspresikannya. (3) Cerdas sosial, yakni mampu beraktualisasi diri melalui interaksi sosial
yang:
• membina dan memupuk hubungan timbal balik; • demokratis;
• empatik dan simpatik;
• menjunjung tinggi hak asasi manusia; • ceria dan percaya diri;
• menghargai kebhinnekaan dalam bermasyarakat dan bemegara;serta (4) Cerdas intelektual, yakni mampu beraktualisasi diri melalui olah pikir
untuk memperoleh kompetensi dan kemandirian dalam ilmu pengetahuan dan teknologi; dan aktualisasi insan intelektual yang kritis, kreatif dan imajinatif.
8
Adapun yang dimaksud dengan insan Indonesia yang kompetitif adalah memiliki seperangkat kompetensi sebagai berikut.
a. Berkepribadian unggul dan gandrung akan keunggulan; b. Bersemangat juang tinggi;
c. Mandiri;
d. Pantang menyerah;
e. Pembangun dan pembina jejaring; f. Bersahabat dengan perubahan;
g. Inovatif dan menjadi agen perubahan; i. Produktif;
h. Sadar mutu;
i. Berorientasi global; dan
j. Pembelajar sepanjang hayat.(Budimansyah dan Suryadi; 2008 :21) Fenomena saat ini pendidikan dalam masyarakat seperti dalam keluarga bagi sebagian orang tua zaman sekarang, seolah-olah tidak lagi mempunyai waktu untuk mendidik anak-anaknya karena sebagian waktunya dihabiskan di luar rumah. Tuntutan pekerjaan telah menguras waktu dan tenaga yang pada akhimya tanggung jawab untuk mengasuh dan membina anak diserahkan kepada sekolah. Pihak keluarga memiliki harapan atau anggapan bahwa seluruh pendidikan anak, akan berjalan dengan baik sepenuhnya di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang dapat membentuk watak yang dapat sesuai dengan harapan para orang tua, padahal keutuhan watak yang terbentuk di sekolah belum menjadi proses pembentukan watak yang sepenuhnya, karena siswa masih harus berhadapan langsung dengan keadaan kehidupan yang sesungguhnya sebagai masyarakat dengan menjunjung tinggi nilai-nilai moralitas manusia yang berbangsa dan bernegara.
9
minimal, didefinisikan secara sempit, hanya mewadahi aspirasi tertentu, berbentuk pengajaran Kewarganegaraan, bersifat formal, terikat oleh isi, berorientasi pada pengetahuan. Menitikberatkan pada proses pengajaran, hasilnya mudah diukur. Sedangkan Pendidikan Kewarganegaraan maksimal, didefinisikan secara luas, mewadahi berbagai aspirasi dan melibatkan berbagai unsur masyarakat. Kombinasi pendekatan formal dan informal, dilabeli citizenship
education, menitikberatkan pada partisipasi siswa melalui pencarian isi dan proses
interaktif di dalam maupun di luar kelas.
Sejalan dengan itu maka Mahoney ( Soemantri 2001:295) merumuskan bahwa batasan dari Civic Education adalah memasukkan seluruh kegiatan sekolah, termasuk kegiatan ekstrakurikulemya dalam kerangka Civic Education: kegiatan di dalam dan di luar kelas, diskusi, dan organisasi siswa (Student
Govemment). Pendeknya, seluruh kegiatan sekolah yang menjadi tanggung jawab
sekolah untuk dimasukkan kedalam Civic Education.
10
pelajaran yang kuat dan berwibawa ( powerful learning area ) yang sarat dengan pengalaman belajar. Pola pembelajaran demikian memiliki ciri-ciri bermakna, terintegrasi, berbasis nilai, menantang dan mengaktifkan. Kegiatan ekstra mural adalah kegiatan ekstrakurikuler yang dilakukan di luar lingkungan kelas. Bentuk-bentuk kegiatannya berkaitan dengan materi PKn yang tidak dapat dituntaskn dalam kegiatan tatap muka di kelas.
Penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler dalam rangka pengembangan sikap patriotisme siswa dilakukan secara terjadwal dan fleksibel, dengan memperhatikan kemajuan kegiatan kurikuler, Kedalaman dan ritme dalam belajar, kegiatan ini dilaksanakan dengan bimbingan para pembina yang menguasai bidangnya masing-masing dan guru PKn dapat mengambil peran dalam upaya menyelesaikan program ekstrakurikuler dengan pembelajaran PKn
Yang dimaksud kegiatan ekstrakurikuler dalam kerangka Civic Education yang diselenggarakan di luar jam pelajaran, selain membantu siswa dalam pengembangan minatnya, juga membantu siswa agar mempunyai semangat baru untuk lebih giat belajar serta menanamkan tanggung jawabnya sebagai warga negara yang mandiri. Bahkan pengertian civic education ini diperluas oleh
National Council for Social Studies (NCSS) yang dikutip Wuryan dan Syaifullah
(2008:6) sebagai berikut:
11
Berdasarkan definisi ini bahwa Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) memperoleh pengaruh-pengaruh positif dari:
• Pendidikan di sekolah; • Pendidikan di rumah;
• Pendidikan di luar kelas dan sekolah.
Hal-hal tersebut harus mendapatkan pertimbangan dalam menyusun pelajaran Pendidikan Kewargenegaraan civic education agar siswa dapat memahami dan mengapresiasikan cita-citanya.
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) persekolahan (school civics) yang bercirikan civic culture Indonesia yang dapat dikembangkan sekolah, melaui PKn tetapi juga dapat melalui kegiatan ekstrakurikuler yang diperkaya dengan muatan lainnya yang bernafaskan Pendidikan Kewarganegaraan dengan pengembangan budaya secara bersamaan yang diarahkan untuk “nation and character building”.
Didalam lingkungan sekolah yang ingin diciptakan melalui kegiatan ekstrakurikuler adalah setidaknya sekolah memiliki upaya-upaya sadar untuk memberikan kontribusi dalam pembangang sikap patriotisme siswa. Dalam hal ini kurikulum pembelajaran PKn dan kontribusi kegiatan ekstrakurikuler, dalam pembangunan karakter bangsa, dapat diwujudkan dalam bentuk tranformasi civic
knowledge, civic disposition, dan civic skills untuk menciptaan budaya
kewarganegaraan (civic culture) yang ideal.
12
Keikutsertaan siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler akan memberikan sumbangan yang berarti bagi siswa untuk mengembangkan minat-minat baru, menanamkan tanggung jawab sebagai warga negara, melalui pengalaman-pengalaman dan pandangan-pandangan kerja sama, dan terbiasa dengan kegiatan-kegiatan mandiri (1988 ; 124).
Terkait dengan uraian tersebut di atas, alangkan lebih idealnya jika pengembangan sikap patriotisme yang bersumber pada nilai patriotisme yang merupakan salah satu bagian dari aspek pembentukan warga negara bertanggung jawab. Johnson (dalam Nurdin 2008 : 82) merumuskan its central purpose is
helping student became participating citizens and well adjusted individuals,
Pembentukan seorang warga negara yang baik, yang bertanggung jawab, pada dasamya merupakan aktualiasasi dari nilai-nilai patriotisme. Sebagai wujud kecintaan terhadap tanah air dan rasa memiliki terhadap bangsa dan negara patriotisme merupakan nilai yang sangat penting dimiliki oleh setiap orang untuk membentuk warga negara yang bertanggung jawab. Karena itu, pembentukan kesadaran patriotisme adalah bagian nilai kewarganegaraan yang relevan dan sangat penting dalam Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).
13
Dalam penelitian ini penulis meyakini bahwa pengembangan sikap patriotisme siswa yang dipengaruhi oleh pengembangan budaya kewarganegaran
(civic culture ) melalui kegiatan ekstrakurikuler selain melalui Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn).
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dapat diidentifikasi dan dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut “Bagaimanakah Civic Culture melalui kegiatann ekstrakurikuler dapat membina sikap patriotisme “
Masalah tersebut di perjelas dengan sub-sub masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaruh pengembangan budaya kewarganegaraan (Civic
Culture) terhadap pngembangan sikap patriotisme ?
2. Bagaimanakah pengaruh kegiatan ekstrakurikuler terhadap pengembangan sikap patriotisme ?
3. Bagaimanakah pengaruh Civic Culture dan kegiatan ekstrakurikuler terhadap pengembangan sikap patriotisme ?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan Penelitian
14
Tujuan penelitian diperjelas menjadi tujuan khusus, sebagai berikut :
1. Menganalisis subtansi pengembangkan budaya kewarganegaraan
( civic culture ) melalui kegiatan ekstrakurikuler di sekolah didesain
agar dapat mengembangkan sikap patriorisme.
2. Menganalisis muatan kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan di sekolah agar dapat mengembangkan sikap patriotisme siswa. 3. Menganalisis diskripsi keterkaitan antara pengembangan budaya
kewarganegaraan (civic culture) dengan Ekstrakurikuler di sekolah dalam pengembangan sikap patriotisme siswa.
b. Manfaat Penelitian
Bertitik tolak dari masalah, sub masalah, serta tujuan penelitian, maka manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Secara Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam pengembangan civic culture melalui kegiatan ekstrakurikuler dalam kehidupan sehari-hari yang perlu dikembangkan di persekolahan dalam meningkatkan sikap patriotisme siswa di sekolah.
b. Secara Khusus
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1) Bagi Sekolah, Diharapkan setiap sekolah dapat membentuk dan
15
2) Bagi Siswa, Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu masukan untuk siswa dalam rangka pengembangan budaya kewarganegaraan melalui kegiatan ekstrakurikuler dalam meningkatkan sikap patriotisme
3) Bagi Penulis, Diharapkan basil penelitian ini dapat menambah inspirasi bagi peneliti PKn lainnya untuk melakukan kajian lebih lanjut mengenai budaya kewarganegaraan (civic culture) pada lingkungan atau komunitas lainnya.
D. Asumsi Penelitian
1. Civic culture berperan memberi kontribusi dalam identitas kewarganegaraan atau ke indonesiaan setiap warga negara dalam meningkatkan sikap patriotisme siswa disekolah
16
E. Paradigma dan Kerangka Pemikiran Penelitian a. Paradigma Penelitian
Gambar 1.1. Alur prosedur penelitian (Komalasari. 2008:117)
Penyusunan hipotesis Pengkajian dan
pengembangan teori Perumusan
Masalah
Pengolahan data Pengumpulan
data
Pemilihan analisis penelitian Penyusunan instrumen
penelitian
17
b. Kerangka Pemikiran Penelitian
Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran Penelitian
• Kerr (1999) tentang jati diri ‘citizenship education” yang mengidentifikasikan adanya suatu “citizenship education continuum”MNIMAL” dan “MAKSIMAL”
• Mahoney (Somantri 2001:295) bahwa batasan dan Civic Education termasuk kegiatan ekstrakurikuler (sudent govemment)
• (Winataputra dan Budimansyah : 2007 220) Civic Culture .. a set of
ideas that can be embodied effectively in cultural representation for the perpose of shaping civic identities atau seperangkat ide-ide yang
dapat diwujudkan secara efektif dalam repersentasi kebudayaan untuk pembentukan identitas warga negara.
• Lemhanas (1998) patriotisme merupakan suatu nilai (sikap) yang dapat dibaca melalui indikator kecintaan kepada tanah air, kesadaran berbangsa dan bemegara, keyakinan akan kebenaran Pancasila sebagai ideologi dan pandangan hidup bangsa yang berwujud kemampuan dan kemauan untuk mengisi dan mempertahankan kemerdekaan demi kejayaan dan kemakmuran bangsa dan negara.
Civic Culture
1. Keadaban 2. Tanggung Jawab 3. Disiplin diri 4. Kepedulian 5. Keterbukaan 6. Toleransi 7. Cinta tanah air
Ekstrakurikuler
1. Pramuka 2. Paskibra 3. PMR
Sikap Patriotisme
1. Cinta kepada tanah air 2. Membela tanah air
Kajian Teori PKn, Civic Culture, Kegiatan Esktrakurikuler serta Sikap Patriotisme
Aspek Kognitif: mencerminkan bagaimana pengetahuan warga negara sebagai warga negara yang berfikir kritis.
Aspek Afektif: mencerminkan sikap yang dapat diteladani sebagai warga negara
18
F. Hipotesis Penelitian dan Variabel Penelitian 1. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan asumsi diatas sikap patriotisme pada diri siswa dapat ditingkatkan dengan pengembangan budaya kewarganegaran melalui kegiatan ekstrakurikuler disekolah
a. Pengembangan budaya kewarganegaraan memiliki pengaruh positif terhadap pengembangan sikap patriotisme siswa
b. Kegiatan ekstrakurikuler berpengaruh positif terhadap pengembangan sikap patriotisme siswa
c. Pengembangan budaya kewarganegaraan (civic culture) dan Kegiatan ekstrakurikuler secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap pengembangan sikap patriotisme siswa
2. Variabel Penelitian
Menurut Kerlinger dalam Sugiono (2007 : 61) menyatakan bahwa variabel adalah konstrak (constructs) atau sifat yang akan dipelajari. Dibagian lain Kerlinger menyatakan bahwa variabel dapat dikatakan sebagai suatu sifat yang diambil dari suatu nilai yang berbeda (different values). Selanjutnya Kidder (1981), menyatakan bahwa variabel adalah suatu kualitas
(qualities) dimana peneliti mempelajari dan menarik kesimpulan darinya.
19
Keterkaitan Variabel Bebas dan Variabel Terikat
Gambar 1.3. Keterkaitan Antar Variabel penelitian
Keterangan :
X1 = Variabel bebas (independen) : Pengembangan Budaya Kewarganegaraan
X2 = Variabel bebas (independen) : Kegiatan Ekstrakurikuler
Y = Variabel terikat (dependen) : Pengembangan Sikap Patriotisme
G. Definisi Operasional
Dalam rumusan masalah tersebut terdapat tiga konsep utama yang perlu diberikan definisi operasional, yakni: Kegiatan Ekstrakurikuler, Budaya kewarganegaraan (civic culture) Serta Pengembangan Sikap Patriotisme. Untuk masing- masing konsep tersebut dapat diberi definisi secara operasional sebagai berikut.
a. Kegiatan Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler adalah bagian integral dan keseluruhan proses pembelajaran dalam upaya memfasilitasi perwujudan potensi yang dimiliki siswa. Berdasarkan Permendiknas No.22 Tahun 2006 mengatakan bahwa:
r. x1y2
Budaya Kewarganegaraan
(X1)
Kegiatan Ektsrakurikuler
(X2)
Pengembangan sikap Patriotisme
(Y)
r. yx1
r. yx2
20
Kegiatan Ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/madrasah
Kemudian Wahjosumidjo (2008:256) mengemukakan bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah :
Kegiatan-kegiatan siswa diluar jam pelajaran, yang dilaksanakan disekolah atau diluar sekolah , dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, memahami keterkaitan antara berbagai mata pelajaran, penyaluran bakat dan minat, serta dalam rangka untuk meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan para siswa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kesadaran berbangsa dan bernegara, berbudi pekerti luhur dan sebagainya.
Oleh karena itu, kegiatan ekstrakurikuler tersebut memiliki nilai strategis dalam proses pembentukan pribadi santun pada siswa. Untuk memberikan gambaran konseptual mengenai kegiatan ekstrakurikuler dimaksud, akan dipaparkan dalam uraian berikut dimana Suryosubroto (1997: 275). mengelompokkan kegiatan ekstrakurtkuler kedalam dua jenis, yakni :
21
sebagaimana dinyatakan oleh bahwa Kegiatan ekstrakurikuler itu terdiri dan bermacam-macam kegiatan seperti organisasi murid seluruh sekolah, organisasi kes dan organisasi tingkat-tingkat kelas, kesenian, klub-klub hobi, pidato dan drama, klub yang berpusat pada mata pelaiaran, publikasi sekolah, atletik dan olah raga, organisasi-organisasi yang disponsori secara kerjasama. Dari kedua pendapat tersebut dapat dapat disimpulkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang dilaksanakan diluar jam pelajaran dimana kegiatan tersebut dilaksanakan baik secara priodik maupun non priodi yang bertujuan untuk memperdalam pengetahuan (knowledge) serta keterampilan (skill) siswa dalam mengembangkan konsep serta ide yang ada pada siswa dalam bentuk komunitas atau organisasi baik yang ada di dalam dan di luar lingkungan sekolah. Dalam penelitian ini kegiatan ekstrakurikuler yang diteliti adalah kegiatan Pramuka, Paskibra dan Palang Merah Remaja (PMR).
b. Budaya Kewarganegaraan (civic culture)
Civic culture terbentuk dan dua kata yakni civic dan culture. Secara harfiah
civic diartikan oleh Kipper, (1999:129) sebagai civil, civil itu sendiri diartikan
22
dan satu generasi ke generasi lain melalui social learning. Secara garis besar
culture memiliki arti sebagai kebudayaan. Dalam penelitian ini civic culture
memiliki arti behaviour between persons and groups that conforms to a social
mode, as itself being a foundational principle of society and law
(http://en.wikipedia.org/wiki/civility,). Hal tersebut dapat diartikan sebagai keberadaban masyarakat yang terwujud dalam perilaku diantara orang-orang dan kelompok-kelompok yang dikehendaki adanya tatakrama kehidupan sosial. Hal itu merupakan prinsip yang mendasar sebagai warga negara atau masyarakat hukum yang demokratis melalui pendidikan agar terciptanya Kewarganegaraan yang baik atau to be a good citizenship. Sementara Winataputra dan Budimansyah (2007: 220) Civic Culture .. a set of ideas that can be embodied effectively in
cultural representation for the perpose of shaping civic identities atau seperangkat
ide-ide yang dapat diwujudkan secara efektif dalam repersentasi kebudayaan untuk pembentukan identitas warga negara.
Dalam penelitian ini penulis mengartikan budaya kewarganegaraan (civic
culture) sebagai sikap dan perilaku yang dilakukan oleh masing-masing individu
dalam satu komunitas atau kelompok yang secara sosial diakui serta dianggap penting oleh sekolah, masyarakat dan negara dengan indikator keadaban, tanggung jawab, kepedulian, keterbukaan serta cinta kepada tanah air.
c. Sikap Patriotisme
23
“ patriotism” dalam bahasa Inggris. Pengorbanan ini dapat berupa pengorbanan harta benda maupun jiwa raga.
Francis W. Cooker (dalam Nurdin 2008 : 70 ) mengemukakan bahwa patriotisme merupakan suatu atribut yang universal pada setiap anusia, atau pun sebagai identifikasi individu terhadap kelompoknya. Thoker dalam Nurdin (2008 :71) mengatakan bahwa ciri seorang terhadap kelompoknya atau yang mengatakan bahwa ciri seseorang terhadap kelompoknya atau yang membedakan dengan yang lainnya terhadap kelompoknya dapat dilihat dan loyalitas orang tersebut terhadap kelompok mana artinya, status kelompok (kewarganegaraan) seseorang tdak bisa hanya dilihat dan ciri-ciri formal tetapi ”yang lebih penting lagi adalah loyalitas orang tersebut”, dalam Britannica Wold Language (1955 :962) bahwa patriotisme dapat timbul oleh berbagai hal
1) Kekaguman terhadap amanat dan kebiasaan suatu bangsa 2) Kebanggaan terhadap sejarah dan kebudayaannya
3) Rasa memiliki terhadap bangsanya
Sedangkan, menurut Dictionary of Sociology and Related Science (1962 : 215), bahwa Patriotisme itu timbul berdasarkan pengalaman-pengalaman masa kecil, masa muda, dan ikatan pertama seseorang terhadap tanah air dan Iingkungan masa depannya.
24
maka motivasi untuk membangun negara, bangsa, dan masyarakatnya pun akan rendah (bahkan mungkin tidak ada). Kalaupun Ia terlihat melakukan aktivitas (usaha), itu hanya untuk kepentingan pribadi atau pun kelompoknya saja.
108
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan metode dan Teknik penelitian 1. Pendekatan dan Metode
Menurut jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan menggunakan metode studi deskriptif, yaitu metode yang diarahkan untuk memecahkan masalah dengan cara memaparkan atau menggambarkan apa adanya hasil penelitian. Ketepatan penentuan metode ini didasarkan pada pendapat Winarno Surachmad (1982: 139), bahwa aplikasi metode ini dimaksudkan untuk penyelidikan yang tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang
Pendapat yang sama dikemukakan oleh Nasution (1998:41) menjelaskan bahwa penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberi gambaran yang Iebih jelas tentang situasi-situasi sosial dengan memusatkan pada aspek aspek tertentu dan sering menunjukkan pengaruh antara berbagai variabel. Pemilihan metode deskriptif dalam penelitian ini juga karena masalah yang sedang diteliti merupakan masalah yang sedang berlangsung di Iingkungan sekolah.
Pendekatan yang digunakan, penelitian ini termasuk penelitian survei. Menurut Kerlinger (2002:660) “penelitian survai mengkaji populasi yang besar maupun yang kecil dengan menyeleksi serta mengkaji sampel yang dipilih dan populasi itu untuk menemukan isidensi, distribusi dan interlelasi relatif dan variabe-variabeI sosiologi dan psikologi”. Penelitian survei pada umumnya dilakukan untuk mengambil suatu generalisasi dan pengamatan yang tidak mendalam. Menurut tingkat ekspalansinya, penelitian ini termasuk ke dalam
109
penelitian asosiatif. Penelitian asosiatif adalah penelitian yang mencari pengaruh antara satu variabel dengan variabel yang lainnya (Sugiyono, 2006:11).
2. Teknik Pengumpul Data
Nasir (2003:328) mengatakan bahwa teknik pengumpulan data merupakan alat-alat ukur yang diperlukan dalam melaksanakan suatu penelitian. Data yang akan dikumpulkan dapat berupa angka-angka, keterangan tertulis, informasi lisan dan beragam fakta yang berpengaruh dengan fokus penelitian yang diteliti. Sepengaruh dengan pengertian teknik pengumpulan data dan wujud data yang akan dikumpulkan, maka dalam penelitian ini digunakan tiga teknik utama pengumpulan data, yaitu studi teknik angket, wawacara dan dokumentasi
Digunakannya teknik anket, wawancara dan dokumentasi disebabkan adanya seluk-beluk pengambilan data primer, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti (atau petugas-petugasnya) dan sumber pertamanya. Di samping data primer terdapat data sekunder, yang seringkali juga diperlukan oleh peneliti. Data sekunder itu biasanya telah tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen, misalnya data mengenai keadaan demografis suatu daerah, data mengenai produktivitas suatu pergunuan tinggi, data mengenai persediaan pangan di suatu daerah, dan sebagainya.(Suryabrata 2003: 39)
1. Angket
110
111
2. Wawancara
Menurut Nasution (2008 : 113) menyatakan bahwa wawancara atau interview adalah suatu bentuk komunikasi verbal jadi semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi.
Untuk memperoleh keterangan yang ada kaintannya dengan penelitian yang dilaksanakan, maka dilakukan tanya jawab dengan siswa, guru PKn serta Kepala sekolah serta staf tata usaha sebagai sumber yang dapat dipercaya atau pihak-pihak terkait yang dapat memberikan masukan bagi penelitian. Dalam hal ini penelitì mengajukan beberapa pertanyaan yang langsung dilontarkan pada sumber dan diperolehlah jawaban lebih lanjut.
3. Studi dokumentasi
Studi dokumenter menurut Margono (2007 : 181) menyatakan bahwa studi dokumenter adalah cara menumpulkan data melalui peninggalan tertulis, seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori dalil dan hukum-hukum , dan lain-lain yang brehubungan dengan masalah penelitian.
112
Dalam penelitian ini dokumen yang diperlukan adalah berupa dokumen berupa surat-menyurat yang terdiri dari surat izin penelitian baik dari lembaga seperti dari dinas pendidikan dan dari sekolah dan sebagainya kemudian dokumen berupa peta lokasi tempat penelitian
3. Teknik Pengolahan dan Analisa Data
Kegiatan yang cukup penting dalam keseluruhan proses penelitan adalah pengolahan data. Dengan pengolahan data dapat diketahui tentang makna dan data yang berhasil dikumpulkan. Dengan demikian hasil penelitianpun akan segera diketahui. Dalam pelaksnaannya, pengolahan data dilakukan melalui bantuan kompuler dengan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 13.
Pengolahan data dimulai dari: (a) Menyeleksi data, (b) Pemberian koding, (c) Tabulasi. (d) Uji normalitas pengujian. Umumunya analisis data dimulai dari: (1) korelasi, (2) regresi linear berganda, dan (3) analisis jalur (path analysis). Untuk lebih jelasnya teknik pengolahan data dan analisis data dilakukan melalui tahap-tahap berikut.
(a) Menyeleksi data. Menyeleksi data agar dapat diolah lebih lanjut, yaitu dengan memeriksa jawaban responden sesuai dengan criteria yang telah ditetapkan. (b) Pemberian koding. Penentuan kode nilai untuk setiap jawaban pada setiap
113
(c) Tabulasi. yaitu usaha penyajian data, terutama pengolahan data yang menjurus ke analisis kuantitatif, biasanya menggunakan tabel, baik tabel distribusi frekuensi maupun tabel silang.
(d). Metode Successive Interval (MSI)
Metode ini untuk mentransformasi data dan merubah data yang berskala ordinal menjadi berskala interval. Analisis regresi dan korelasi product moment merupakan bagian dari statistika parametrik yang mensyaratkan skala minimal interval sehingga data ordinal hasil kuesioner perlu dinaikan atau ditransformasikan menjadi skala interval melalui Metode Successive
Interval (MSI). Transformasi data ini dilakukan pada setiap item pertanyaan.
Tahapan-tahapan dari Metode Successive Interval adalah sebagai berikut :
1. Menentukan frekuensi responden yang memberikan respon terhadap setiap item kuisioner.
2. Membuat proporsi untuk setiap bilangan frekuensi.
n f Pi = i
3. Menjumlahkan proporsi secara berurutan untuk setiap respon, sehingga
diperoleh nilai proporsi kumulatif. =∑
i
1 i
i P
Pk
4. Cari peluang densitasnya dari tabel normal
5. Menentukan nilai Z untuk setiap kategori, dengan asumsi bahwa proporsi kumulatif dianggap mengikuti distribusi normal baku.
6. Menghitung SV (scale value) dengan rumus :
114
7. SV (scale value) yang nilainya terkecil (yang memiliki harga negatif terbesar), diubah menjadi sama dengan satu (=1).
8. Mentransformasikan nilai skala dengan menggunakan rumus : min
sv sv
y = +
(e). Melakukan analisis secara deskriptif, untuk mengetahui kecenderungan data. Dari analisis ini dapat diketahui rata-rata median, standar deviasi, dan varians data dari masing-masing variable.
(f). Pemeriksaan distribusi populasi data sample
Pengujian normalitas distribusi data untuk mengetahui sebaran data, apakah data berdistribusi normal atau tidak. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pemilihan uji statistic yang dipergunakan apakah prametrik atau nonparametric. Uji normalitas menggunakan uji Lilifors.
Langkah-langkah yang ditempuh untuk pengujian normalitas data:
a. Pengamatan X1 X2 X3 X4 X5 X6 …….Xn dijadikan angka beku Z1
Z2 Z3 Z4 Z5 Z6….Zn dengan menggunakan rumus
s
Z i
n ⋅⋅Χ Χ
= ( X
dan s masing-masing nerupakan rata-rata dan simpangan baku dari sampel).
b. Untuk setiap angka baku ini dan menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang
115
S (Zn) =
n
z
z
z
z
z
1.
2.
3…
.,
nYang
ibanyaknya
≤
banyaknya Z1.Z2.Z3, Z4 Z5 Z6….,Zn Yang ≤ Zi
d. Hitung selisih F (Zi) – S (Zi) kemudian tentukan harga mutlaknya.
e. Ambil harga yang paling besar diantara harga-harga mutlak selisih tersebut.
f. Untuk menerima atau menolaknya hipotesis, kita bandingkan Lo ini dengan nilai kritis L yang diambil dari daftar nilai kritis L untuk uji Lillifors untuk taraf nyata (α) yang di pilih. Kriterianya adalah: tolak hipotesis bahwa populasi berdistribusi normal jika Lo yang diperoleh dari data pengamatan melebihi L dari daftar. Dalam hal lainnya hipotesis diterima. Atau Lo <. L daftar (data berdistribusi normal)
4. Uji Hipotesis
Hipotesis yang digunakan pada bab I akan diuji, namun sebelum diuji hipotesis tersebut terlebih dahulu diubah menjadi hipotesis statistik, yang terdiri dari “hipotesis nol” yang bersimbol Ho dan “hipotesis alternatif” yang bersimbol H1.
116
a. Analisis Korelasi
Analisis korelasi ini dilakukan untuk melihat besar hubungan yang signifikan ataupun tidak antara variabel Pengembangan Budaya
Kewarganegaraan (X1) dengan pengembangan sikap Patriotisme (Y);
variabel Kegiatan Ekstrakurikuler (X2) dengan pengembangan sikap
Patriotisme (Y) dan variabel Pengembangan Budaya Kewarganegaraan
(X1) Kegiatan Ekstrakurikuler (X2).Analisis korelasi yang digunakan adalah
korelasi Pearson Product Moment (PPM), dengan rumus sebagai berikut:
rxy =
{
∑
∑
}{
∑
∑
}
∑
∑
∑
− − − 2 2 2 2 ) ( ) ( ) ( ) ( Y Y N X X N Y X XY N (Riduwan, 2008:36) dimana:rxy = Koefisien korelasi antara variable X dengan variable Y X = Variabel bebas
Y = Variabel terikat N = Jumlah sampel
117
Tabel 3.1
Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,80 – 1,000 0,60 – 0,799 0,40 – 0,599 0,20 – 0,399 0,00 – 0,199
Sangat kuat Kuat Cukup kuat Rendah Sangat rendah
Setelah nilai r diketahui, selanjutnya nilai r tersebut harus diuji keberartiannya dengan menggunakan statistik uji-t (t-hitung). Keberartian dari nilai korelasi dihitung melalui rumus:
2
1 2
r n r t
− −
= (Sudjana,2003:62)
dengan kriteria pengujiannya adalah, tolak H0 dalam hal ini berarti bahwa nilai korelasi adalah signifikan, jika t-hitung lebih besar dari nilai t-tabel. Dimana t-tabel adalah nilai peluang dari distribusi peluang, dengan taraf signifikansi α dan derajat kebebasan (dk) = n−2. Analisis dengan Metode
Regresi Ganda
Analisis regresi berganda dilakukan digunakan untuk memberikan
pembuktian bahwa variabel Pengembangan Budaya Kewarganegaraan (X1)
dan kegiatan ekstrakurikuler (X2) secara bersama-sama berpengaruh secara
signifika terhadap variabel pengembangan sikap Patriotisme (Y), juga untuk
mencari besarnya kontribusi bersama dari variabel Pengembangan Budaya
118
pengembangan sikap Patriotisme. Dalam penelitian ini digunakan regresi
linier ganda dengan rumus sebagai berikut:
Persamaan dasar untuk regresi linear ganda ialah: Y = a + b1X1 + b2X2 (Kerlinger, 2002:938)
Dimana:
Y’ = Skor variabel terikat (pengembangan sikap Patriotisme )
a = Nilai konstanta intersepsi
b1b2 = Nilai Koefisien regresi
X1 = Variabel bebas 1 (Pengembangan Budaya Kewarganegaraan)
X2 = Variabel bebas 2 (Kegiatan Ekstrakurikuler)
(
)
(
) (
)(
)
(
)(
)
(
)
22 1 2 2 2 1 2 2 1 1 2 2 1 . . .
∑ ∑
∑
∑
∑
∑ ∑
∑
∑
− − = x x x x y x x x y x x b(
)
(
) (
)(
)
(
)(
)
(
)
22 1 2 2 2 1 1 2 1 1 2 2 2 . . .
∑ ∑
∑
∑
∑
∑ ∑
∑
∑
− − = x x x x y x x x y x x b − − =∑
∑
∑
n X b n X b n Ya 2 2
1 1
Besar kontribusi yang diberikan oleh variabel pengembangan budaya
kewarganegaraan dan kegiatan ekstrakulikuler terhadap sikap patriotisme
ditunjukkan oleh koefisien determinasi regresi linear berganda (R2). Untuk
mengetahui besarnya Koefisien determinasi yang terjadi oleh variabel X
(X1,X2) terhadap variabel Y dihitung dengan rumus; r2 x 100 % atau dapat
dinyatakan dalam persentase. Nilai r yang didapat merupakan besarnya
119
b. Analisis Jalur (Path Analysis)
Kerlinger (2002: 990) berpendapat bahwa analisis jalur merupakan salah satu bentuk terapan dari analisis multi-regresi. Dalam hal ini digunakan digram jalur untuk membantu konseptualisasi masalah atau menguji hipotesis yang kompleks. Dengan menggunakannya, peneliti dapat menghitung pengaruh langsung dan tidak langsung dari variabel-variabel bebas terhadap suatu variabel terikat. Pengaruh-pengaruh tersebut tercermin dalam apa yang disebut dengan koefisien jalur (path coefisient) yang sesungguhnya merupakan koefisien regresi yang dibakukan.
Analisis jalur ini digunakan mengingat analisis korelasi biasa tidak dapat menjelaskan selengkapnya bagaimana pengaruh variabel-variabel terhadap satu sama lainnya baik secara langsung ataupun tidak terhadap kesadaran berkonstitusi. Analisis jalurlah yang memungkinkan melakukan perbandingan terhadap hubungan langsung ataupun tidak langsung yang diasumsikan dalam model.
120
Dalam penelitian ini, analisis jalur digunakan dalam menguji besarnya konstribusi yang ditunjukkan oleh koefisien jalur pada setiap diagram jalur dari hubungan kausal antara variabel Pengembanga budaya kewarganegaraan (X1) dan kegiatan ekstrakurikuler (X2) terhadap variabel
pengembangan sikap Patriotisme (Y). Perhitungan koefisien jalur dalam
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS Windows
[image:41.595.120.509.251.606.2]version 13.
Gambar : 3.1. Struktur hubungan antar variabel
B. Lokasi dan Sampel Penelitian 1. Lokasi
Lokasi penelitian adalah SMA Negeri se Kota Pontianak. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh SMA Negeri se Kota Pontianak yang memiliki Program kegiatan Ekstrakurikuler. Sampel penelitian adalah 5 (lima) SMA Negeri yang ada dikota Pontianak yang ditentukan melalui cluster sampling.
Pengembangan Budaya Kewarganegaran
Kegiatan Ekstrakurikuler
Sikap Patriotisme 1
YX ρ
2
YX ρ
12
r
121
Yaitu teknik yang digunakan untuk menentukan sampel bila objek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas, maka pengambilan sampelnya berdasarkan daerah populasi yang telah ditentukan. (Sugiyono.2007 : 121)
2. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah SMA Negeri yang berada di Kota pontianak yang memiliki Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka, Paskibra, Palang Merah Remaja (PMR). Populasi tersebut dipilih karena memiliki karakteristik yang terkait dengan tujuan penelitian
Berdasarkan data hasil pra-survei dan studi dokumentasi di yang dilakukan oleh peneliti diperoleh data bahwa pada tahun 2008 terdapat 9 SMA Negeri yang tersebar di 6 kecamatan yang ada di Kota Pontianak dan semuanya telah memiliki kegiatan ekstrakurikuler Pramuka, Paskibra, Palang Merah Remaja (PMR)
3. Sampel
Berdasarkan gambaran populasi di atas, maka subjek penelitian ini adalah sekolah yang memiliki kegiatan ekstrakurikuler dalam bentuk kegiatan Prajamuda Karana (Pramuka), Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra), Palang Merah Remaja (PMR) yang secara rutin dilakukan setiap minggu pada hari-hari tertentu yaitu hari kamis sampai dengan hari minggu
122
1. Kecamatan Pontianak Barat 2. Kecamatan Pontianak Timur 3. Kecamatan Pontianak Selatan 4. Kecamatan Pontianak Utara 5. Kecamatan Pontianak Kota 6. Kecamatan Pontianak Tenggara
Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel rumpun (cluster sample). Hal ini berdasarkan pada pendapat Sumardi Suryabrata (2002 : 35) yang menyatakan bahwa “penelitian mengenai murid-murid sekolah biasanya tidak dapat menggunakan teknik pengambilan sampel secara rambang/acak, melainkan harus serumpun. Yang mendapat peluang sama untuk menjadi sampel bukan murid secara individu, melainkan sekolah (murid secara kelompok).
Berdasarkan teknik pengambilan sampel diatas maka dari setiap masing-masing wilayah kecamatan diambil 1 (satu) SMA Negeri terkecuali kecamatan Pontianak tenggara yang tidak terdapat SMA Negeri. Maka pengambilan sampelnya menggunakan stratified random sampling sehingga jumlah seluruh sekolah yang menjadi sampel penelitian adalah 5 Sekolah dari 9 sekolah yang ada di Kota Pontianak, yang meliputi :
123
[image:44.595.114.513.243.599.2]Untuk sampel yang diperhitungkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 150 Siswa yang diambil secara purposive sampling dengan pertimbangan siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler setiap sekolah bervariasi anggotanya sesuai dengan minat siswa pada kegiatan yang bersangkutan. Adapun penyebaran sampel pada setiap sekolah dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 3.2
Distribusi Populasi Sampel
No Nama Sekolah Jumlah
siswa Distribusi sampel Jumlah Sampel
1 SMA Negeri 5 709 709 / 3622 X 150 29 Orang 2 SMA Negeri 2 558 558 / 3622 X 150 23 Orang 3 SMA Negeri 1 850 850 / 3622 X 150 35 Orang 4 SMA Negeri 6 835 835 / 3622 X 150 35 Orang 5 SMA Negeri 4 670 670 / 3622 X 150 28 Orang
Jumlah 3622 150 Orang
C. Pengembangan Instrumen Penelitian
a. Dimensi –dimensi dari pengembangan budaya kewarganegaraan
(Civic Culture)
Terdiri dari dari enam indikator : keadaban, tanggung jawab,kepedulian,
keterbukaan, toleransi serta cinta tanah air
b. Dimensi-dimensi dari kegiatan ekstrakurikuler
Dimensi dari kegiatan ekstrakurikuler terdiri dari tiga indikator yaitu : kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka, Paskibra serta Palang Merah Remaja
124
c. Dimensi-dimensi dari penembangan sikap patriotisme
Dimensi dari variabel pengembangan sikap patriotisme terdiri dari dua indikator, yaitu : cinta kepada tanah air serta membela tanah air
d. Kisi-kisi Instrumen
Tabel. 3.3 Kisi-kisi Instrumen
PENGARUH PENGEMBANGAN BUDAYA KEWARGANEGARAAN
(CIVIC CULTURE) MELALUI KEGIATAN EKSTRKURIKULER
TERHADAP PENGEMBANGAN SIKAP PETRIOTISME
Variabel Indikator Sumber
data
Nomor
option
Jumlah butir
soal
1 2 3 4
Variabel (X1)
Pengembangan budaya
kewarganegaraan
(civic culture)
1. Keadaban 2. Tanggung jawab 3. Kepedulian 4. Keterbukaan 5. Toleransi 6. Cinta tanah air
Siswa 1-2
4-11 12-13 14-15 16-18 19-20 2 7 2 2 3 2
Variabel (X2)
Pengembangan kegiatan ekstrakurikuler
1. Kegiatan Pramuka 2. Kegiatan Pasukan
pengibar bendera (Paskibra) 3. Kegiatan Palang
Marah Remaja (PMR)
Siswa 1-20
1-20 1-20 20 Variabel (Y) Pengembangan sikap petriotisme
1. Cinta kepada tanah air 2. Membela tanah
air
Siswa 1-13
14-30
13
125
D. Uji Instrumen
a. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan berkenaan dengan ketepatan alat ukur terhadap konsep yang diukur sehingga benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur. Berkaitan dengan pengujian validitas instrumen menurut Riduwan (2007:109-110) menjelaskan bahwa validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Alat ukur yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Untuk menguji validitas alat ukur, terlebih dahulu dicari harga korelasi antara bagian-bagian dan alat ukur secara keseluruhan dengan cara mengkorelasikan setiap butir alat ukur dengan skor total yang merupakan umlah tiap skor butir. Untuk menghitung validitas alat ukur digunakan rumus Pearson Product
Moment adalah:
rxy =
{
∑
∑
}{
∑
∑
}
∑
∑
∑
− − − 2 2 2 2 ) ( ) ( ) ( ) ( Y Y N X X N Y X XY N (Riduwan, 2008:36) dimana:rxy = Koefisien korelasi antara variable X dengan variable Y X = Variabel bebas
Selanjutnya rxy keputusan tenta dengan menggu
Dimana :
t : nilai pelua
distribusi
df : derajad ke
Dengan demikia Jadi kaidah kep sebaliknya jika
Jika instr korelasinya (r) s Antara Antara Antara Antara Antara
xy dibandingkan dengan nilai r – tabel untu
ntang valid atau tidaknya soal tersebut. r- ta gunakan rumus :
luang t dengan df = 28 dan α=10% didapa si t adalah 1,31
kebebasan, df = N-2, atau df = 30-2 = 28
kian r - tabel yang didapat adalah 0,240749 keputusannya adalah : jika r hitung ≥ r tabel b
a r hitung ≤ r tabel bearti tidak valid
strumen itu valid, maka dilihat kriteria pe r) sebagai berikut :
ara 0,800-1,000 : Sangat tinggi ara 0,600-0,799 : tinggi
ara 0,400-0,599 : cukup ara 0,200-0,399 : rendah
ara 0,000-0,199 : sangat rendah (tidak valid)
126
ntuk mendapatkan tabel didapatkan
apatkan dari tabel
bearti valid dan
127
[image:48.595.121.507.197.620.2]Berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan pada siswa tanggal 10 Maret 2009 di SMA Negeri 3 Pontianak diperoleh hasil perhitungan validitas instrumen sebagai berikut :
Tabel 3.4
Perhitungan Validitas Angket Uji Coba Variabel X1
0,3218637 0,240749 Valid 0,3538664 0,240749 Valid 0,3505608 0,240749 Valid 0,3622194 0,240749 Valid 0,4536632 0,240749 Valid 0,1082803 0,240749 Tidak Valid
-0,297845 0,240749 Tidak Valid 0,4510361 0,240749 Valid 0,5990884 0,240749 Valid 0,42461 0,240749 Valid 0,1645727 0,240749 Tidak Valid 0,4317461 0,240749 Valid
0,48727 0,240749 Valid 0,1139931 0,240749 Tidak Valid
-0,213813 0,240749 Tidak Valid 0,5557758 0,240749 Valid 0,3760826 0,240749 Valid 0,1791835 0,240749 Tidak Valid
-0,108564 0,240749 Tidak Valid -0,228379 0,240749 Tidak Valid
Dari hasil uji coba instrumen penelitian diperoleh ksimpulan bahwa 20 item alatukur tersebut, yang dinyatakan Valid sebanyak 12 item yaitu: item pertanyaan pada nomor :1,2,3,4,5,6,8,9,10,12,13,14,16,17,18 sedangkan yang dinyatakan
128
Tabel 3.5
Perhitungan Validitas Angket Uji Coba Variabel X2
Dari hasil uji coba instrumen penelitian diperoleh kesimpulan bahwa 20 item alat ukur tersebut, yang dinyatakan Valid sebanyak 11 item yaitu item pertanyaan pada nomor : 4,5,6,8,10,11,13,14,17,19,20 sedangkan yang dinyatakan
Tidak Valid sebanyak 9 item yaitu: item pertanyaan pada nomor :
1,2,3,7,9,12,15,16,18
0,1723198 0,240749 Tidak Valid 0,140675 0,240749 Tidak Valid 0,2124987 0,240749 Tidak Valid 0,5271962 0,240749 Valid 0,3110239 0,240749 Valid 0,3707005 0,240749 Valid
129
Tabel 3.6
Perhitungan Validitas Angket Uji Coba Variabel Y
0,513032 0,240749 Valid 0,465991 0,240749 Valid 0,5848414 0,240749 Valid
-0,311024 0,240749 Tidak Valid -0,455822 0,240749 Tidak Valid 0,6999559 0,240749 Valid 0,5865054 0,240749 Valid 0,3215862 0,240749 Valid 0,4952168 0,240749 Valid 0,5816386 0,240749 Valid 0,4682754 0,240749 Valid
0,245887 0,240749 Tidak Valid 0,6836812 0,240749 Valid 0,6878915 0,240749 Valid 0,377172 0,240749 Valid 0,3658483 0,240749 Valid 0,3396048 0,240749 Valid
-0,265304 0,240749 Tidak Valid 0,6933754 0,240749 Valid 0,3774192 0,240749 Valid 0,6064455 0,240749 Valid 0,4045361 0,240749 Valid
Dari hasil uji c item alat ukur terseb pertanyaanpadanomor ,26,27,,29,30 sedangk pertanyaan pada nomo
b. Menguji Reliab Selain pengujia dilakukan bertujuan keajegan) alat pengum
Koefisien reliab jawaban butir-butir analisisnya mengguna total skor ganjil law menggunakan rumus (2008 : 131) :
ri = Reliabilit
rb = Korelasi
Pedoman dari Sugiyo (r1) pada umumnya d coba sama dengan a reliabilitas tinggi; 2)
ji coba instrumen penelitian diperoleh kesimp sebut, yang dinyatakan Valid sebanyak 23
or:1,2,3,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,19 gkan yang dinyatakan Tidak Valid sebanyak 7 mor : 4,5,12,18,23,24.28
iabilitas
jian validitas juga diperlukan Uji reliabilitas n untuk mendapatkan tingkat ketepatan (ke umpul data (instrumen) yang digunakan. liabilitas instrumen dimaksudkan untuk meli
r pemyataan yang diberikan oleh responde unakan metode belah dua (split half) dengan m lawan total skor genap, selanjutnya dihitung us "Spearman Brown’, dengan rumus dalam ku
ilitas internal seluruh instrumen
si Product Moment antara belahan pertama dan iyono (2000:109), pemberian interpretasi terha a digunakan patokan sebagai berikut : 1) Reli atau lebih dari 0,70 berarti hasil uji coba t 2) Reliabilitas (r1) uji coba kurang dari 0,70
130
mpulan bahwa 30 item yaitu item 19,20,21,22,25
item yaitu: item
as. Uji reliabilitas keterandalan atau
elihat konsistensi den Adapun alat mengkorelasikan ng reliabilitasnya kutipan Sugiyono
an kedua
131
[image:52.595.120.506.218.759.2]coba tesnya memiliki reliabilitas kurang (un-reliable). Selain hasil perhitungan uji coba maka nampak hasil korelasi berupa tabel di bawah ini.
Tabel. 3.7
Perhitungan Uji Reliabilitas Angket Uji Coba
Uji Reliabilitas
Responden Genap Ganjil
1 136 127
2 141 127
3 138 135
4 125 117
5 139 136
6 142 139
7 139 133
8 137 132
9 132 130
10 139 133
11 140 128
12 129 118
13 125 119
14 135 119
15 129 113
16 136 132
17 126 110
18 134 124
19 117 108
20 138 117
21 130 123
22 133 122
23 135 120
24 124 126
25 120 113
26 135 129
27 130 125
28 127 117
29 136 130
30 128 116
132
Hasil perhitungan reliabilitas menunjukkan 0,8746. Dengan demikian dapat dibaca bahwa instrumen ini berkorelasi tinggi dan layak untuk digunakan sebagai tolok ukur tentang berapa tinggi koefisien reliabilitas itu telah diuji signifikansinya maka dapat dugunakan klasifikasi Guilford (Subino .1987 :115) sebagai berikut :
Kurang dari 0,20 : tidak ada korelasi 0,20 – 0,40 : korelasi rendah 0,40 – 0,70 : korelasi sedang 0,70 – 0,90 : korelasi tinggi 0,90 – 1,00 : korelasi tinggi sekali
195
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Dalam bab ini dipaparkan kesimpulan, dan rekomendasi yang mengacu pada deskripsi dan pembahasan hasil penelitian sebagaimana yang diuraikan dalam Bab IV. Kesimpulan dalam penelitian ini bersifat kontekstual, artinya berlaku untuk wilayah penelitian yang dalam hal ini adalah bagaiman pengembangan budaya kewaraganegaraan dapat dikembangkan melalui kegiatan ekstrakurikuler dalam rangka meningkatkan sikap patriotisme siswa SMA Negeri di kota Pontianak. Namun demikian, prinsip umum yang dihasilkan dan kesimpulan dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan komparasi bagi proses pengembangan budaya kewaragenegaraan (civic culture) melalui kegiatan ekstrakurikuler dalam meningkatkan sikap patriorisme di sekolah lainnya. Paparan mengenai kesimpulan, dan rekomendasi disajikan dalam uraian berikut.
A. Kesimpulan
1. Kesimpulan Umum
Berdasarkan sejumlah temuan penelitian yang telah diuraikan pada pembahasan hasil penelitian tampak bahwa pengembangan budaya kewarganegaraan (civic culture) melalui kegiatan ekstrakurikuler dirasa sudah mampu untuk meningkatkan sikap patriotisme, hal itu ditunjukkan oleh diterimanya nilai dari kebajikan warga negara (civic virtue) yang menjadi kebiasaan disekolah seperti sikap sopan santun, sikap tanggung jawab, sikap kepedulian, keterbukaan, toleransi serta cinta tanah air dengan nilai-nilai kewarganegaraan yang ada didalam kegiatan ekstrakurikuler Pramuka,
196
Paskibra dan PMR dirasa sudah mampu untuk mewujudkan aspek dari civic
disposition, yang tujuannya untuk mengarahkan siswa kepada kebiasan
berfikir kearah peningkatan sikap patriotisme dikalangan siswa. 2. Kesimpulan Khusus
a. Bahwa pengembangan budaya Kewarganegaraan (civic culture) berkontribusi positif dan signifikan terhadap pengembangan sikap patriotisme. Itu menunjukkan bahwa pengaruh dari pengembagan budaya kewarganegaraan (civic culture) terhadap pengembangan sikap patriotisme, memberi pengaruh yang positif dan signifikan terhadap prilaku siswa yang diyakini mampu mendorong siswa lebih taat dan patuh (keadaban), rasa tanggung jawab, memiliki sikap kepedulian antar sesama, sikap keterbukaan, rasa toleransi serta cinta tanah air. Dimana dimensi itu telah dapat dikembangkan melalui pendidikan kewarganegaraan melalui sejumlah karakteristik kebajikan kewarganegaraan (civic virtue) yang bersumber pada budaya sehari-hari yang diterapkan siswa di sekolah, dalam hal ini bagaimana sikap siswa menjadikan prilaku-prilaku kesaharian siswa dalam pergaulan baik di sekolah maupun di luar sekolah.
197
ekstrakurikuler dapat dikatakan telah mencerminkan nilai-nilai kewarganegaraan dan sikap patriotismme. Nilai-nilai yang ditanamkan dalam kegiatan ekstrakurikuler yang secara global mencerminkan sikap patriotisme seperti nilai ketaqwaan, nilai kejujuran, nilai kedisiplinan, nilai kebersamaan, nilai tanggungjawab, nilai keadilan, nilai toleransi, nilai cinta tanah air, nilai sportifitas, nilai perssaudaraan, nilai kerjasama serta tanggung jawab sosial, nasionalisme serta patriotisme. Dari paparan tentang nilai-nilai yang ada diatas maka pantaslah bahwa kegiatan ekstrakurikuler berkontribusi positif terhadap peningkatan sikap patriotisme.
c. Berdasarkan hasil penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa pengembangan budaya kewarganegaraan (civic culture) dan kegiatan ekstrakurikuler secara bersama-sama berkontribusi positif dan signifikan terhadap pengembangan sikap patriotisme. Itu menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang positif dan signifikan antara Civic culture dengan
core atau berintikan kebajikan warga negara (civic vitue) dan kegiatan
198
memberikan nilai positif terhadap pengembangan sikap patriotisme siswa adalah dengan menjadikan nilai-nilai yang ditanamkan dalam kegiatan ekstrakurikuler tersebut untuk menjadi pembiasaan baik dalam lingkup organisasi kegiatan ekstrakurikuler tersebut, sekolah maupun dilingkungan masyarakat. Karena hal ini tidak bisa dipungkiri, sebab antara pengembangan budaya kewarganegaran dan kegiatan ekstrakurikuler memiliki karakteristik kebajikan warga negara (civic
virtue) yang mengarah pada pembentukan sikap serta pembinaan karakter
warga negara yang mencintai negaranya.
B. Rekomendasi
Berdasar hasil analisis data dan refleksi dalam penelitian ini. ada beberapa rekomendasi yang berhubungan dengan pengembangan budaya kewarganegaraan (civic culture) melalui kegiatan ekstrakurikuler dalam peningkatan sikap patriotisme yaitu sebagai berikut:
1. Untuk pengembangkan budava kewarganegaraan (Civic culture) dalam upaya meningkatkan sikap patriotisme perlu diaplikasikan secara continue