• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN LINGUISTIK KLINIS PADA ANAK LABIOSHIZCHIS PASCAOPERASI BIBIR SUMBING: STUDI KASUS KESULITAN ARTIKULASI FONEM KONSONAN BAHASA INGGRIS DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA: Pada Anak Labioshizchis di Sebuah SMP Negeri di Kabupaten Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN LINGUISTIK KLINIS PADA ANAK LABIOSHIZCHIS PASCAOPERASI BIBIR SUMBING: STUDI KASUS KESULITAN ARTIKULASI FONEM KONSONAN BAHASA INGGRIS DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA: Pada Anak Labioshizchis di Sebuah SMP Negeri di Kabupaten Bandung."

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK

KATA PENGANTAR

UCAPAN TERIMAKASIH

SURAT PERNYATAAN

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ...1

1.2 Identifikasi Masalah...4

1.3 Rumusan Masalah...5

1.4 Manfaat Penelitian...5

1.5 Metode Penelitian...6

1.6 Sistematika Penulisan...8

BAB II KAJIAN ARTIKULASI FONEM KONSONAN BAHASA INGGRIS PADA ANAK LABIOSHIZCHIS PASCAOPERASI BIBIR SUMBING 2.1 Pengantar...9

2.2 Linguistik Klinis...10

2.3 Fonologi & Fonetik 2.3.1 Fonologi...16

2.3.2 Fonetik...18

2.3.2.1 Fonem Bilabial...22

2.3.2.2 Fonem Labiodental...24

2.3.2.3 Fonem Alveolar...24

(2)

BAB III METODE PENELITIAN

3. 1 Pengantar ...33

3. 2 Metode Penelitian...33

3. 3 Aspek Peneliti...36

3. 4 Sumber Data 3.4.1 Data Utama...37

3.4.2 Data Kedua...38

3.5 Metode dan Tehnik Pengumpulan Data ...38

3.5.1 Pengamatan Terbuka...39

3.5.2 Wawancara...40

3.5.3 Dokumentasi...41

3.6 Subjek Penelitian ...41

3.7 Objek Penelitian...42

3.8 Waktu Penelitian...42

3.9 Tahap-tahap Penenelitian ...42

3.10 Klasifikasi Data ...44

3.11 Teknik Analisis Data...44

3.12 Pengumpulan Data...46

3.13 Pengolahan Data ...47

3.14 Langkah-langkah Analisis Data ...47

3.15Tahap Deskripsi...48

3.16 Analisis...48

3.17 Temuan...51

(3)

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengantar...52

4.1 Deskripsi Analisis Data 4.1.1 Fonem-fonem konsonan bahasa Inggris yang sulit diartikulasikan oleh anak labioshizchis pascaoperasi bibir sumbing...54

a. Fonem Bilabial...54

(1) Abjad...54

(2) Kata...58

b. Fonem Labiodental...65

(1) Abjad...65

(2) Kata...69

c. Fonem Alveolar...74

(1) Abjad...74

(2) Kata...78

d. Fonem Velar...83

(1) Abjad...83

(2) Kata...87

4.1.2 Faktor yang mendukung kesulitan artikulasi konsonan bahasa Inggris pada anak pascaoperasi bibir sumbing. ...91

4.1.3 Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah kesulitan artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris pada anak pascaoperasi bibir sumbing...93

4.2 Pembahasan Temuan...97

a. Fonem Bilabial...97

b. Fonem Labiodental...100

c. Fonem Alveolar...101

(4)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan...107

5.2 Saran...112

(5)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah Penelitian

Manusia sebagai mahluk sosial menggunakan bahasa sebagai alat

komunikasi dan alat interaksi. Bahasa mempunyai berbagai macam proses bahasa

terutama dalam penggunaan bahasa lisan. Bahasa lisan sebagai alat komunikasi

efektif memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan. Muslich (2009

: 1) mengatakan “Oleh karena itu, objek utama kajian linguistik adalah bahasa

lisan, yaitu bahasa dalam bentuk bunyi ujar”. Setiap orang yang mempelajari

bahasa secara tidak langsung sedang mempelajari empat kemampuan berbahasa,

di antaranya: kemampuan menyimak, kemampuan berbicara, kemampuan

membaca dan kemampuan menulis. Muslich (2009 : 1) mempertegas bahwa

“Kalau toh dalam praktik berbahasa dijumpai ragam bahasa tulis, dianggap

sebagai sekunder, yaitu “rekaman” dari bahasa lisan”. Sehingga bunyi bahasa

merupakan faktor utama dari bahasa lisan.

Dalam pembentukan bunyi bahasa ada tiga faktor utama yang terlibat,

yakni sumber tenaga, alat ucap yang menimbulkan getaran, dan rongga

pengubah getaran. Proses pembentukan bunyi bahasa dimulai dengan

memanfaatkan pernapasan sebagai sumber tenaga. Pada saat kita

mengeluarkan napas, paru-paru kita menghembuskan tenaga berupa arus

udara. Arus udara tersebut mengalami perubahan saat melewati pita suara

(6)

membuka kedua pita suara yang merapat sehingga mengakibatkan corak bunyi

tertentu. Gerakan membuka dan menutup pita suara itu menyebabkan arus

udara dan udara di sekitar pita suara berubah tekanannya atau bergetar.

Perubahan bentuk saluran suara yang terdiri atas rongga faring, rongga mulut,

dan rongga hidung menghasilkan bunyi bahasa yang berbeda-beda.

Udara dari paru-paru keluar melalui rongga mulut, rongga hidung, atau

lewat rongga mulut dan rongga hidung sekaligus. Bunyi bahasa yang arus

udaranya keluar melalui mulut disebut bunyi oral. Muslich mendefinisikan

bahwa “Bunyi bahasa yang arus udaranya keluar melalui mulut disebut bunyi

oral. Bunyi bahasa yang arus udaranya keluar dari hidung disebut bunyi nasal” (2008 : 35).

Jenis bunyi bahasa tersebut yang dihasilkan oleh alat ucap manusia

dapat dipelajari melalui bidang fonetik. Menurut Cipollne, Kesler, dan

Vasisth (1998 : 88) “While we might find the same sounds in two or more

languages, no two languages organize their sound inventories in the same

way”. Dalam aplikasinya pada bahasa-bahasa tertentu secara spesifik, sistem

fonetik digunakan sebagai dasar dari fonologi bahasa. Pada kajian fonologi,

objek penelitian adalah fonem, yakni bunyi pada sistem bahasa yang berfungsi

untuk membedakan makna kata.

Sedangkan fonologi sebagai salah satu bidang lingustik bertujuan

untuk mengamati bunyi-bunyi suatu bahasa tertentu. Fungsinya untuk

(7)

penyelidikan tentang perbedaan minimal antara ujaran-ujaran dan perbedaan

minimal tersebut selalu terdapat dalam kata sebagai konstituen.

Fonetik merupakan ilmu yang membahas tentang bunyi-bunyi bahasa

yang diproduksi oleh manusia. Pada penelitian sebelumnya dijelaskan tentang

kesulitan berkomunikasi, yang lebih menekankan pada kesulitan

mengapersepsikan bunyi, dan membedakan bunyi [b] dan [d] dalam bertutur

bahasa Inggris pada anak-anak yang memiliki kelainan dalam berbahasa dan

berartikulasi.

Penelitian ini membahas tentang anak labioshizchis. Bayi yang terlahir

dengan labioshizchis harus ditangani oleh ahli klinis, agar memungkinkan

koordinasi efektif dari beberapa disiplin ilmu. Selain masalah anatomi bibir yang

sumbing, masih ada masalah lain yang perlu dipertimbangkan yaitu masalah

pendengaran, bicara, struktur gigi, dan psikososial. Masalah-masalah ini sama

pentingnya dengan rekonstruksi anatomis, dan pada akhirnya hasil fungsional

yang baik dari rekonstruksi yang dikerjakan juga dipengaruhi oleh

masalah-masalah tersebut.

Pendekatan multidisipliner, tatalaksana yang komprehensif dapat

diberikan, dan sebaiknya berkesinambungan sejak bayi lahir sampai remaja.

Penelitian ini memerlukan penanganan yang lebih serius dalam memberikan

perlakuan pada anak yang memiliki kelainan dalam berbicara yang dikarenakan

labioshizchis. Bukan hanya tim dokter yang menangani tindakan medis untuk

melakukan tindakan operasi tetapi juga penanganan yang lebih serius ketika anak

(8)

merupakan hal yang tidak boleh dianggap sepele ketika anak labioshizchis telah

mendapatkan tindakan operasi. Sehingga anak labioshizchis ini memerlukan tim

khusus untuk menangani hal tersebut.

Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ini akan mencoba

memperoleh informasi fonem konsonan bahasa Inggris yang sulit diartikulasikan

oleh anak pascaoperasi bibir sumbing dan berusaha untuk menentukan upaya

penanganannya pada anak pascaoperasi bibir sumbing. Dengan penelitian ini pula

peneliti dapat menemukan penyebab kesulitan dan faktor pendukung dalam

artikulasi fonem-fonem tersebut. Topik penelitian ini pula seyogyanya dapat

menemukan solusi untuk mengatasi masalah artikulasi tersebut.

1.2Identifikasi Masalah

Judul tesis ini adalah KAJIAN LINGUISTIK KLINIS

PASCAOPERASI BIBIR SUMBING: STUDI KASUS KESULITAN

ARTIKULASI FONEM KONSONAN BAHASA INGGRIS DAN UPAYA

PENANGGULANGANNYA Pada Anak Labioshizchis di Sebuah SMP Negeri

di Kabupaten Bandung”. Untuk menghindari pembahasan yang meluas agar

tidak keluar dari bahasan judul di atas, maka penulis mencoba untuk memberikan

batasan pokok bahasan, yaitu:

1. Menggali latar belakang kesulitan artikulasi fonem responden.

2. Mengetahui dan mengidentifikasi kemampuan dan pengetahuan

berbahasa.

(9)

4. Mengetahui faktor apa saja yang mendukung masalah kesulitan

artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris pada anak pascaoperasi bibir

sumbing.

5. Menentukan upaya-upaya untuk mengatasi kesulitan artikulasi fonem

konsonan bahasa Inggris pada anak pasca operasi bibir sumbing.

1.3Rumusan Masalah

Penulis menyusun rumusan masalah sebagai berikut:

1. Fonem-fonem konsonan bahasa Inggris apa saja yang sulit diartikulasikan

oleh anak pascaoperasi bibir sumbing?

2. Faktor apa saja yang mendukung kesulitan artikulasi konsonan bahasa

Inggris pada anak pascaoperasi bibir sumbing?

3. Upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasi masalah kesulitan

artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris pada anak pascaoperasi bibir

sumbing?

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi pada

perkembangan proses artikulasi anak pascaoperasi bibir sumbing dalam bertutur

bahasa Inggris dan dapat mengklasifikasikan kesulitan–kesulitan dalam proses

artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris. Untuk lebih jauhnya penelitian ini

diharapkan dapat memberikan konstribusi yang positif terhadap perkembangan

(10)

1. Dengan penelitian ini peneliti dapat memperoleh informasi fonem

konsonan Bahasa Inggris yang sulit diartikulasikan pada anak pascaoperasi

bibir sumbing.

2. Topik penelitian ini seyogyanya dapat menemukan faktor yang

mendukung masalah kesulitan artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris

pada anak pascaoperasi bibir sumbing.

3. Topik penelitian ini pula seyogyanya dapat menemukan solusi untuk

mengatasi masalah kesulitan artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris

pada anak pascaoperasi bibir sumbing.

1.5Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipilih adalah metode penelitian deskriptif atas

data aktual mengenai kesulitan artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris pada

anak pascaoperasi bibir sumbing. Penelitian ini disusun dari sebuah studi kasus

pada anak labioshizchis pascaoperasi bibir sumbing dalam mengartikulasikan

fonem konsonan Bahasa Inggris di sebuah rintisan sekolah bertaraf Internasional

di kabupaten Bandung yang dilakukan sejak bulan Nopember 2010 sampai

dengan bulan Nopember 2011. Subyek penelitian adalah satu orang siswa

pascaoperasi bibir sumbing di sekolah tersebut.

Sedangkan pada desain penelitian kualitatif ini, peneliti lebih menekankan

pada aspek sosial sehingga peneliti dituntut untuk dapat mengorganisasikan

semua teori yang dibaca, selain itu pula dituntut untuk melakukan grounded

(11)

situasi sosial. Pemaparan deskriptif secara singkat, umum, dan bersifat sementara

dengan menggunakan prosedur bersifat umum pula.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti dalam laporan

deskriptif ini adalah dengan menggunakan pengumpulan data observasi non

partisipatif. Pada tahap pengumpulan data observasi non partisipatif ini peneliti

tidak terlibat langsung dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati

atau digunakan sebagai sumber data penelitian, dan tidak terlihat melakukan

penelitian, peneliti mengobservasi secara langsung dan tidak langsung dengan

cara mengamati proses artikulasi responden dalam mengartikulasikan fonem

konsonan bahasa Inggris dengan membaca abjad dan kata fonem konsonan

bahasa Inggris tersebut.

Sehingga dalam pelaksanaannya, peneliti mengumpulkan data dengan

menggunakan empat buah instrumen yaitu diantaranya meliputi tes (pelafalan

abjad dan kata), wawancara, observasi, dan melakukan rekaman artikulasi dari

responden. Sedangkan sebagai alternatif dalam mengantisipasi kesulitan

artikulasi, peneliti memberikan latihan dengan cara mengubah proses penempatan

posisi lidah saat melakukan artikulasi dan mengatur alur pernapasan ketika akan

berartikulasi. Data dikumpulkan pada bulan Nopember 2010 hingga Nopember

2011 di salah satu rintisan sekolah bertaraf Internasional di Kabupaten Bandung.

Untuk mendukung data-data yang diperoleh dari responden tentang latar

belakangnya, maka peneliti mengadakan wawancara tak berstruktur untuk

mengetahui kesulitan dalam artikulasi fonem konsonan dalam bertutur bahasa

(12)

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penyusunan tesis ini mencakup lima bab, yaitu: bab

pertama memaparkan tentang pendahuluan yang berisi: latar belakang, masalah

penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode

penelitian secara garis besar beserta teknik pengumpulan data dan pendekatannya,

lokasi dan sampel penelitian.

Bab kedua membahas sekitar kajian pustaka yang memuat hal-hal sebagai

berikut: (a) apakah teori-teori utama dan teori-teori terjadi sinkronisasi dalam

kajiannya; (b) apa yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, bagaimana

mereka melakukannya (prosedur, subyek) dan temuannya; (c) posisi teoritik

peneliti yang berkenaan dengan masalah yang diteliti.

Bab ketiga merupakan pemaparan terperinci dari metode penelitian yang

secara garis besar sudah disinggung pada bab pertama. Bab keempat memuat

tentang dua hal yaitu analisis dan pembahasan data untuk menghasilkan temuan.

Bab kelima merupakan penafsiran peneliti berupa kesimpulan dari semua hasil

(13)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pengantar

Bab ini menjelaskan tentang pendekatan yang dilakukan adalah melalui

pendekatan kualitatif, artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka,

melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan,

rekaman dan dokumen pribadi. Sehingga yang menjadi tujuan dari penelitian

kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realita empirik di balik fenomena

secara mendalam, rinci, dan tuntas. Oleh karena itu, penggunaan pendekatan

kualitatif dalam penelitian ini sesuai dengan masalah kesulitan artikulasi fonem

konsonan pada anak pascaoperasi bibir sumbing. Alasannya, karena pendekatan

kualitatif berusaha mencocokkan antara realita empirik berupa kesulitan artikulasi

fonem konsonan bahasa Inggris dan upaya penanggulangannya pada anak

pascaoperasi bibir sumbing dengan teori yang berlaku dari segi linguistik, dengan

menggunakan metode deskriptif. Upaya-upaya apa saja yang akan dilakukan

untuk menanggulangi kesulitan atrikulasi fonem-fonem konsonan bahasa Inggris

ditinjau dari sudut linguistik.

3. 2 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis pada penelitian ini

merupakan pembahasan lebih lanjut tentang metode penelitian yang secara garis

besar telah disinggung pada bab 1 sebelumnya. Yang menjelaskan tentang

(14)

data diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan jawaban-jawaban dari

masalah penelitian.

Bodgan dan Taylor (1975 : 5 dalam Moleong 2007 : 4) mendefinisikan

bahwa “Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

dapat diamati”. Dengan demikian penulis mengasumsikan bahwa kesulitan

artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris pada anak pascaoperasi bibir sumbing,

faktor yang mendukung atau menghambat kesulitan artikulasi konsonan bahasa

Inggris pada anak pascaoperasi bibir sumbing, dan upaya penanggulangannya

merupakan objek penelitian yang dapat diamati dan dapat menghasilkan data

deskriptif bisa berupa kata-kata tertulis atau lisan melalui wawancara dan

treatment penanggulangannya.

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan sifat atau pengalaman

responden dengan suatu fenomena, yang membuat responden merasa sulit

berkomunikasi, terasing, kurang percaya diri dalam berinteraksi dengan

lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini, data yang berupa fonem-fonem konsonan

bahasa Inggris yang sulit diucapkan dari responden kadang kala sulit untuk

dibedakan antara fonem tersebut di atas dengan fonem nasal atau fonem sengau,

sehingga yang terdengar bunyi nasal atau sengau yang diartikulasikan oleh

responden.

Metode penelitian yang dipilih adalah metode penelitian kualitatif yang

menekankan pada metode penelitian observasi di lapangan dan datanya dianalisis

(15)

pada anak pascaoperasi bibir sumbing dalam berartikulasi fonem konsonan

bahasa Inggris dan upaya penanggulangannya. Penelitian kualitatif lebih

menekankan penggunaan diri si peneliti sebagai alat. Peneliti harus mampu

mengungkapkan gejala sosial di lapangan dengan mengerahkan segenap fungsi

inderawinya. Dengan demikian, peneliti harus dapat diterima oleh responden dan

lingkungannya agar mampu mengungkap data yang tersembunyi melalui bahasa

tutur, bahasa tubuh, perilaku, maupun ungkapan-ungkapan yang berkembang

dalam dunia responden. Moleong (2008 : 5) mengatakan bahwa “Dalam penelitian

kualitatif metode yang biasanya dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan,

dan pemanfaatan dokumen”.

Mengacu ke definisi di atas menurut Moleong maka peneliti

mengasumsikan bahwa penelitian dilakukan pada posisi alamiah dan bersifat

penemuan. Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah instrumen kunci. Oleh

karena itu, peneliti mempersiapkan diri dengan bekal teori dan wawasan yang luas

jadi bisa bertanya, menganalisis, dan mengkonstruksi objek yang diteliti menjadi

lebih jelas. Sehingga peneliti akan lebih menekankan pada makna dan terikat nilai.

Tujuan penggunaan penelitian kualitatif ini untuk menentukan masalah belum

jelas, untuk mengetahui makna yang tersembunyi, untuk memahami interaksi

sosial, untuk mengembangkan teori, untuk memastikan kebenaran data,

danmuntuk meneliti perkembangan responden.

Sedangkan pada desain penelitian kualitatif, peneliti lebih menekankan

pada aspek sosial sehingga dituntut untuk dapat mengorganisasikan semua teori

(16)

“sejumlah data yang banyak dikumpulkan dan yang saling berhubungan.

Moleong, 2008 : 11)”. Peneliti memaparkan penelitian secara singkat, umum, dan

bersifat sementara dengan menggunakan prosedur bersifat umum pula.

3.3 Aspek Penelitian

Fokus dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan

sebagai instrumen aktif dalam upaya mengumpulkan data di lapangan. Sedangkan

instrumen pengumpulan data yang lain selain manusia adalah berbagai bentuk alat

bantu dan berupa dokumen-dokumen lainnya yang dapat digunakan untuk

menunjang keabsahan hasil penelitian, namun berfungsi sebagai instrumen

pendukung.

Dokumen yang paling akurat dalam penelitian pascaoperasi bibir sumbing

pada responden adalah hasil rontgen dan rekaman artikulasi dari responden. Hasil

rekaman ini dipaparkan dalam bentuk grafik kesulitan artikulasi untuk mengetahui

frekuensi kesulitan artikulasi responden dari mulai artikulasi abjad sampai dengan

artikulasi kata dalam bahasa Inggris. Oleh karena itu, peran peneliti secara

langsung di lapangan sangat diperlukan sebagai tolak ukur keberhasilan untuk

memahami kasus yang diteliti. Sehingga keterlibatan peneliti secara langsung dan

aktif dengan responden dan atau sumber data lainnya sangat mutlak diperlukan

karena peneliti secara langsung terlibat sebagai pengetes dan pemberi treatment

dalam upaya penanggulangan kesulitan artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris

(17)

3.4 Sumber Data 3.4.1 Data Utama

Menurut Lofland dan Lofland (1984:47 dalam Moleong 2008 : 157),

“Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan,

selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain”. Berkaitan

dengan hal itu pada bagian ini jenis datanya dibagi ke dalam kata-kata dan

tindakan, sumber data tertulis, foto, alat perekam dan hasil rekaman. Kata-kata

dan tindakan merupakan sumber data yang diperoleh dari lapangan dengan

mengamati atau mewawancarai.

Peneliti menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi langsung

tentang kesulitan artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris pada anak

pascaoperasi bibir sumbing, faktor yang mendukung atau menghambat kesulitan

artikulasi konsonan bahasa Inggris pada anak pascaoperasi bibir sumbing, dan

upaya-upaya penanggulangannya. Caranya dengan mengadakan observasi

terhadap seorang responden pascaoperasi bibir sumbing yang telah mendapatkan

tindakan dua kali operasi, yaitu: bulan Agustus tahun 1998 ketika usia 5 bulan,

dan pada tahun 2006 ketika usia 8 tahun. Data ini pula diambil melalui wawancara

yang merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar, dan atau

bertanya. Hasil wawancara dijadikan referensi untuk data oleh peneliti. Sedangkan

hasil rekaman dari responden dijadikan data untuk dianalisis dan untuk

(18)

3.4.2 Data Kedua

Data kedua adalah “...bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis

dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen

pribadi, dan dokumen resmi. Buku, skripsi, tesis, disertasi, jurnal, media massa,

majalah, internet, dan karya ilmiah lainnya sangat berharga bagi peneliti guna

menjajaki keadaan seseorang atau masyarakat di tempat penelitian dilakukan

(Moleong, 2008 : 159)”.

Peneliti menggunakan data kedua berupa hasil rontgen dan rekaman

responden. Data kedua ini untuk memperkuat penemuan dan melengkapi

informasi yang telah dikumpulkan melalui wawancara langsung tidak terstruktur

(tidak menggunakan daftar pertanyaan), berupa tes pengucapan dari mulai abjad

dan kata. Selain itu pula peneliti melengkapi penelitiannya dengan informasi

wawancara berupa dokumen dari keluarga responden tentang latar belakang

responden dan riwayat bibir sumbing. Sehingga data yang diperoleh berupa hasil

tes dan dokumen hasil wawancara.

3.5 Metode dan Tehnik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam

penelitian, karena itu seorang peneliti harus terampil dalam mengumpulkan data

agar mendapatkan data yang valid. Pengumpulan data adalah prosedur yang

sisematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Metode

pengumpulan data yang dilakukan peneliti dengan metode triangulasi, seperti

(19)

186) “...memverifikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari

orang lain, baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi); dan memverifikasi,

mengubah dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai

pengecekan anggota.”

3.5.1 Pengamatan Terbuka

Pengamatan terbuka merupakan “ Pengamatan yang diketahui oleh subjek,

sedangkan sebaliknya para subjek dengan suka rela memberikan kesempatan

kepada pengama untuk mengamati peristiwa yang terjadi, dan mereka menyadari

bahwa ada orang yang mengamati hal yang dilakukan oleh mereka” (Moleong,

2008 : 176). Pengamatan terbuka adalah cara pengambilan data dengan

menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan

tersebut. Dalam kegiatan sehari-hari, kita selalu menggunakan mata untuk

mengamati sesuatu. Pengamatan ini digunakan untuk penelitian yang telah

direncanakan secara sistematik tentang bagaimana cara berkomunikasi responden,

emosi yang tercetus dari responden ketika mengartikulasikan fonem konsonan

bahasa Inggris, kesulitan yang terjadi ketika mengartikulasikan fonem-fonem

konsonan bahasa Inggris tersebut.

Hal ini sesuai dengan tujuan menggunakan metode ini, yaitu untuk

mencatat hal-hal, perilaku, perkembangan, dan sebagainya tentang kesulitan

pengucapan fonem responden dalam mengartikulasikan fonem-fonem konsonan

bahasa Inggris, dan tidak lupa mencatat perkembangan pengucapan pada

(20)

membantu responden mengurangi kesulitan artikulasi fonem konsonan

pascaoperasi bibir sumbing.

3.5.2 Wawancara

Moleong (2007 : 186) mengatakan bahwa “Wawancara adalah percakapan

dengan maksud tertentu. Proses percakapan tersebut untuk memperoleh

keterangan dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara si penanya dan

si penjawab”. Dalam hal ini, peneliti melakukan wawancara tidak terstruktur

seperti Moleong (2007 : 191) mengatakan bahwa “Pertanyaan biasanya tidak

disusun terlebih dahulu, melainkan disesuaikan dengan keadaan dan ciri yang unik

dari responden”.

Dengan demikian dalam wawancara tidak terstruktur ini peneliti

melakukannya dengan tanya jawab yang mengalir seperti dalam percakapan

sehari-hari untuk mendapatkan keterangan yang diberikan oleh orang tua

responden secara objektif dan untuk menghindari data yang dibuat-buat. Dan

wawancara dengan responden juga dilakukan dengan alami yang dilakukan dalam

kegiatan sehari-hari dan untuk treatment nya dilakukan dalam proses

pembelajaran, sehingga responden tidak menyadari bahwa dia sedang diamati dan

diberikan treatment dalam kesulitan artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris.

Sehingga tujuan peneliti menggunakan metode ini, untuk memperoleh data

secara jelas dan nyata tentang latar belakang responden baik latar belakang

kesehatan sebelum mendapatkan tindakan operasi dan perilaku kebiasaan dan

(21)

3.5.3 Dokumentasi

Dokumentasi adalah setiap bahan tertulis baik berupa karangan, memo,

pengumuman, dan berita yang disiarkan kepada media massa. Dari uraian tersebut

maka metode dokumentasi adalah pengumpulan data dengan meneliti

catatan-catatan penting yang sangat erat hubungannya denga objek peneltian.

Pada penelitian anak pascaoperasi bibir sumbing, peneliti mendapatkan

dokumentasi berupa foto rontgen pascaoperasi bibir sumbing, dan daftar

fonem-fonem konsonan yang sulit diucapkan ketika bertutur.

3.6 Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah benda, hal atau orang tempat variabel penelitian

melekat, subjek penelitian adalah subjek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti

(Moleong, 2008 : 157). Jika kita membicarakan tentang subjek penelitian,

sebetulnya kita berbicara tentang unit analisis, yaitu subjek yang menjadi pusat

perhatian atau sasaran peneliti.

Responden adalah seorang laki-laki, berusia 14 tahun. Responden

mengalami kesulitan artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris meskipun sudah

mendapatkan tindakan operasi bibir sumbing. Responden sudah dua kali

melakukan tindakan operasi, yaitu: bulan Agustus tahun 1998 ketika usia 5 bulan,

(22)

3.7 Objek Penelitian

Objek penelitian pada tesis ini adalah kesulitan artikulasi fonem konsonan

bahasa Inggris pada anak labioshizchis pascaoperasi bibir sumbing. Menurut

hasil interview dengan orang tuanya. Responden sudah dua kali melakukan

tindakan operasi, yaitu: bulan Agustus tahun 1998 ketika usia 5 bulan, dan pada

tahun 2006 ketika usia 8 tahun. Lebih jauhnya responden mendapatkan treatment

artikulasi pada bahasa Indonesia tetapi tidak berlanjut dikarenakan beberapa hal.

3.8 Waktu Penelitian

Waktu yang digunakan untuk penelitian kesulitan artikulasi fonem

konsonan bahasa Inggris pada anak pascaoperasi bibir sumbing dan upaya

penanggulangannya sudah dilakukan secara mendalam dan dalam waktu yang

cukup lama ketika anak tersebut memasuki jenjang sekolah menengah pertama

(SMP) pada kelas 7. Dan peneliti melakukan penelitiannya semenjak melihat

kesulitan responden dalam artikulasi fonem bahasa Inggris dalam proses

pembelajaran bahasa Inggris semenjak responden memasuki kelas tujuh yaitu

semenjak tahun 2010, tetapi belum ditindaklanjuti secara resmi dikarenakan

belum memasuki masa-masa penelitian.

3.9 Tahap-tahap Penenelitian

Moleong (2007:127) mengemukakan bahwa “ terdapat empat tahap penelitian

(23)

pekerjaan lapangan, (3) tahap analisis data, (4) tahap penulisan laporan. Dalam

penelitian ini tahap yang ditempuh adalah sebagai berikut:

1. Tahap sebelum ke lapangan, meliputi kegiatan penentuan fokus,

penyesuaian paradigma dengan teori, penjajakan alat peneliti, mencakup

observasi lapangan dan permohonan izin kepada subjek yang diteliti,

konsultasi fokus penelitian, penyusunan usulan penelitian.

2. Tahap pekerjaan lapangan, meliputi mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan kebiasaaan menerapkan unsur fonologi dan fonetik

responden dalam pengucapan fonem-fonem konsonan bahasa Inggris. Data

tersebut diperoleh dengan observasi terhadap responden, wawancara tidak

terstruktur dengan responden dan orang tua responden, dan dokumentasi

yang didapat dari foto rontgen, kesulitan pengucapan fonem-fonem

konsonan bahasa Inggris pada anak pascaopersi bibir sumbing.

3. Tahap analisis data, meliputi analisis data baik yang diperoleh melalui observasi, dokumen, maupun wawancara mendalam dengan responden

yang mengalami kesulitan pengucapan fonem-fonem konsonan bahasa

Inggris. Kemudian dilakukan penafsiran data sesuai dengan konteks

permasalahan yang diteliti selanjutnya melakukan pengecekan keabsahan

data dengan cara mengecek sumber data yang didapat dan metode

perolehan data sehingga data benar-benar valid sebagai dasar dan bahan

untuk memberikan makna data yang merupakan proses penentuan dalam

(24)

4. Tahap penulisan laporan, meliputi: kegiatan penyusunan hasil penelitian

dari semua rangkaian kegiatan sampai pemberian makna data. Setelah itu

melakukan konsultasi hasil penelitian dengan dosen pembimbing untuk

mendapatkan perbaikan, saran-saran demi kesempurnaan tesis, yang

kemudian ditindaklanjuti hasil bimbingan tersebut dengan penullisan tesis

yang sempurna. Langkah terakhir melakukan kelengkapan persyaratan

untuk ujian sidang tesis.

3. 10 Klasifikasi Data

Data dikumpulkan melalui catatan lapangan selama melakukan

pengamatan terhadap responden. Data yang terkumpul kemudian diklasifikasikan

berdasarkan unsur-unsur kesulitan fonem konsonan bahasa Inggris yang akan

diteliti. Data yang terkumpul berupa abjad bahasa Inggris, dan kata-kata yang

diartikulasikan oleh responden. Data yang bukan unsur fonem yang sulit

diartikulasikan akan disisihkan karena tidak sesuai dengan penelitian yang akan

dilakukan, kecuali data yang mendukung hasil analisis pada kajian fonologi dan

fonetik.

3.11 Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif menurut Bodgan dan Biklen (1982 dalam Moleong

2008 : 248) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,

(25)

mensintensiskannya, maencari dan menemukan apa yang penting dan apa yang

dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain”.

Dari rumusan di atas peneliti dapat menarik garis besar bahwa analisis data

bermaksud pertama mengorganisasikan data. Data yang terkumpul banyak sekali

dan terdiri dari catatan peneliti, komentar peneliti, gambar, dokumen berupa foto

rontgen, rekaman penelitian dari responden, dan sebagainya.

Setelah data dari lapangan terkumpul dengan menggunakan metode

pengumpulan data di atas, maka peneliti akan mengolah dan menganalisas data

tersebut dengan menggunakan analisis secara deskriptip-kualitatif, tanpa

menggunakan teknik kuantitatif.

Analisis deskriptif-kualitatif merupakan suatu teknik yang

menggambarkan dan menginterpretasikan arti data yang tela terkumpul dengan

memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi yang diteliti

pada saaat itu, sehingga memperoleh gambaran secara umum dan menyeluruh

tentang keadaan sebenarnya. Tujuan deskriptif ini adalah untuk membuat

deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai

fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara responden dan peneliti.

Untuk mengumpulkan data tersebut digunakan empat buah instrumen

yaitu diantaranya meliputi tes (pelafalan abjad, dan kata), wawancara, observasi,

dan alat perekam. Sedangkan sebagai alternatif dalam mengantisifasi kesulitan

pengucapan yaitu dengan menggunakan proses penempatan posisi lidah (place of

(26)

3.12 Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan peneliti dalam laporan deskriptif ini

adalah dengan menggunakan pengumpulan data observasi non partisipatif. Pada

tahap pengumpulan data observasi non partisipatif ini peneliti tidak terlibat

langsung dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau digunakan

sebagai sumber data penelitian, dan tidak terlihat melakukan penelitian, peneliti

hanya mengobservasi secara tidak langsung dengan cara mengamati proses

artikulasi responden dalam bertutur bahasa Inggris dengan mengartikulasikan

abjad secara keseluruhan, abjad khusus yang sulit diartikulasikan, dan kata yang

mengandung unsur fonem konsonan bahasa Inggris.

Teknik pengumpulan data dilakukan secara bertahap. Tahap pertama

adalah pengetesan artikulasi abjad bahasa Inggris, kemudian melebar ke artikulasi

kata bahasa Inggris. Responden mengartikulasikan fonem berdasarkan

tahap-tahap artikulasi, pertama artikulasi abjad, dan artikulasi kata dengan pengantar

bahasa Inggris. Suaranya kemudian didokumentasikan melalui rekaman dalam

alat perekam (tape recorder) pada saat mengartikulasikan fonem. Tahap kedua

adalah penulisan data lisan menjadi data tertulis untuk mengetahui transkripsi

fonetik. Sedangkan pada tahap ketiga adalah tahap perlakuan (treatment) yaitu

dengan latihan artikulasi pada fonem-fonem konsonan yang sulit dan menjadi

faktor kesulitan dalam bertutur bahasa Inggris melalui proses linguistik (place of

articulation), dan yang terakhir adalah tahap pengelompokan data yang

(27)

Data dikumpulkan pada bulan Nopember 2010 hingga Nopember 2012 di

salah satu rintisan sekolah bertaraf Internasional di Kabupaten Bandung.

3.13 Pengolahan Data

Setelah semua data terkumpul, maka penulis melakukan penelitian sebagai

berikut:

a. Melakukan pengecekan kembali terhadap data-data lisan dan tulisan

dari responden.

b. Meneliti status data untuk dijadikan sampel dalam penulisan dan

menafsirkannya.

c. Menentukan sampel-sampel yang akan dipergunakan dalam penelitian

ini.

d. Meneliti faktor yang mendukung kesulitan artikulasi fonem konsonan

bahasa Inggris pada anak pascaoperasi bibir sumbing.

e. Menentukan dan melakukan treatment (perlakuan) sebagai tindak

lanjut dalam upaya penanggulangan untuk meminimalisasi kesulitan

artikulasi konsonan bahasa Inggris.

3. 14 Langkah-langkah Analisis Data

Setelah data dikumpulkan lalu diolah dan dianalisis melalui beberapa

tahapan, yaitu deskripsi, analisis, temuan, dan pembahasan. Tahap deskripsi

menyajikan data berupa tabel yang akan dijelaskan dalam tahap analisis sehingga

(28)

semua temuan tersebut dikumpulkan dan didiskusikan lagi pada bagian

pembahasan.

3.15 Tahap Deskripsi

Tahap deskripsi ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu kesulitan umum yang

terjadi pada anak pascaoperasi bibir sumbing yang akan dipaparkan di bab IV

sebagai bab pembahasan.

Perbandingan kesulitan artikulasi umum dan kemampuan berbahasa pada

anak pascaoperasi bibir sumbing ketika melakukan artikulasi fonem konsonan

bahasa Inggris. Dari segi pelafalan fonem, alat artikulasi pada organ produksi

artikulasi, responden kesulitan ketika akan melakukan artikulasi fonem konsonan

bahasa Inggris. Hasil analisis menjelaskan kesulitan artikulasi pada konsonan

dengan menghasilkan proses nasal pada hasil akhir artikulasi. Mengetahui faktor

yang mendukung atau menghambat upaya mengatasi kesulitan artikulasi fonem

bahasa Inggris pada anak pascaoperasi bibir sumbing.

3.16 Analisis

Tahap analisis menjelaskan bagaimana data pelafalan fonem pada

partisipan dapat disajikan dengan berpedoman pada kajian teori dan

langkah-langkah dalam penelitian ini. Sedangkan teknik pengumpulan data yang

digunakan dilakukan dalam tiga langkah yaitu sebagai berikut: observasi,

wawancara, dan tes. Selain itu pula, tahap ini berusaha menjelaskan hasil dari data

(29)

fakta-fakta yang ada digolongkan ke dalam dua tahap dengan berpedoman pada

pertanyaan penelitian yang dijadikan tolak ukur dan untuk melakukan analisis

data yang diperoleh sebagai tahap selanjutnya. Pada tahap analisis yang

berhubungan dengan kesulitan artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris ini, data

dari responden dianalisis dalam dua kategori yaitu: artikulasi abjad dan kata dari

fonem konsonan tersebut.

A. Pertanyaan Penelitian dan Analisis Data

1. Fonem-fonem konsonan bahasa Inggris apa saja yang sulit diartikulasikan pada anak pasca operasi bibir sumbing?

Maka analisis data yang dilakukan dengan melakukan beberapa tahap,

yaitu diantaranya:

 Mengelompokkan fonem-fonem konsonan bahasa Inggris berdasarkan

tempat dan cara artikulasinya dari responden melalui tabel dalam bentuk

abjad dan kata.

 Mengelompokkan konsonan bahasa Inggris yang sulit diartikulasikan

ketika mengartikulasikan suatu fonem dalam bentuk abjad dan kata.

 Menentukan pola perubahan artikulasi fonem konsonan dalam proses

artikulasinya berdasarkan titik artikulasinya dalam bentuk abjad dan kata.

 Menentukan pola perubahan artikulasi berdasarkan tingkat kesulitannya,

(30)

2. Faktor apa saja yang mendukung kesulitan artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris pada anak pascaoperasi bibir sumbing?

 Membandingkan titik artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris dari

responden dengan titik artikulasi berdasarkan International Phonetics

Articulation (IPA) dalam bentuk abjad dan kata pada anak pascaoperasi

bibir sumbing melalui rekaman suara yang telah dilakukan.

 Menentukan faktor-faktor yang mendukung kesulitan artikulasi fonem

konsonan bahasa Inggris pada anak pascaoperasi bibir sumbing baik dari

sisi fonetik dan titik artikulasi.

 Mengelompokan faktor-faktor pendukung kesulitan dalam artikulasi

fonem konsonan bahasa Inggris pada anak pascaoperasi bibir sumbing

untuk menentukan upaya sebagai tindak lanjut dalam mengatasi kesulitan

artikulasi fonem konsonan pada anak pascaoperasi bibir sumbing.

3. Upaya apa aja untuk mengatasi masalah kesulitan artikulasi fonem

konsona bahasa Inggris pada anak labioshizchis pascaoperasi bibir sumbing?

 Mengelompokkan fonem-fonem berdasarkan tempat dan cara artikulasinya

dari anak pascaoperasi bibir sumbing.

 Mengelompokkan fonem-fonem yang sulit diartikulasikan ketika bertutur

(31)

 Melakukan latihan artikulasi fonem-fonem yang sulit diucapkan dengan

mengubah tempat, titik artikulasi, pengaturan pernapasan, dan penekanan

pada tiap fonem yang sulit diucapkan dalam bentuk abjad dan kata.

3.17 Temuan

Tahap temuan ini menjelaskan bagaimana data kesulitan artikulasi fonem

pada responden ditemukan sesuai dengan tujuan dari penelitian ini (bersifat

purposif). Temuan yang kedua, mengetahui faktor yang mendukung atau

menghambat kesulitan arikulasi fonem konsonan bahasa Inggris pada anak

pascaoperasi bibir sumbing. Temuan yang ketiga, memberikan upaya untuk

mengatasi kesulitan artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris pada anak

pascaoperasi bibir sumbing. Temuan-temuan yang muncul dapat dijadikan sebagai

bahan kajian baru atau bahkan teori-teori baru yang dapat mendukung dalam

penelitian di kemudian hari.

3.18 Pembahasan

Tahap ini merupakan tahap akhir yang dikumpulkan dari hasil-hasil

temuan yang ada yang kemudian akan dibandingkan atau dikonstraskan dengan

teori terkait. Penentuan upaya untuk mengatasi kesulitan artikulasi fonem

konsonan bahasa Inggris pada anak pascaoperasi bibir sumbing. Setelah

dibandingkan, maka akan muncul kesamaan atau pebedaan antara temuan dengan

(32)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Labioshizchis atau lebih dikenal dengan bibir sumbing ini merupakan

kelainan bawaan yang timbul saat pembentukan janin yang menyebabkan adanya

celah di antara kedua sisi kanan dan kiri dari bibir. Kadang kala malah lebih luas,

dapat mencapai langit-langit bahkan sampai dengan merusak estetika cuping

hidung (labio-palato-gnato schizis). Adapun definisi tentang labioshozchis ini

bahwa belahan langit-langit mulut ini merujuk pada keadaan terbelahnya atau

merekahnya langit mulut seoarang penutur. Belahan atau rekahan

langit-langit mulut ini biasanya terjadi pada lngit-langit-langit keras saja, langit-langit-langit-langit lunak

saja, atau kedua-duanya. Suatu kelainan bawaan yang terjadi pada bibir bagian

atas serta langit-langit lunak dan langit-langit keras mulut.

Kelainan ini adalah suatu ketidak sempurnaan pada penyambungan bibir

bagian atas, yang biasanya berlokasi tepat dibawah hidung. Gangguan ini dapat

terjadi bersama celah bibir dan langit-langit. Kelainan ini adalah jenis cacat

bawaan yang disebabkan oleh gangguan pembentukan organ wajah selama

kehamilan. Kejadian rekahan (baik langit-langit mulut, gusi, maupun bibir) ini

terjadi sejak awal kehamilan seorang ibu, yang disebabkan oleh kegagalan

jaringan janin (embyonic tissue) untuk membentuk langit-langit mulut, gusi, dan

bibir secara sempurna.

Selain itu pula terdapat dua jenis kelainan bibir sumbing ini, yaitu; bibir

(33)

belahan (bilateral). Adapun penanganan secara medis dilakukan dengan cara

melakukan tindakan operasi sejak kecil dengan pengembangan kelainan dalam

berbicara harus tetap dipisahkan, dengan kata lain selain penanganan masalah

medis juga harus tetap mendapatkan penanganan terapi berbicara dan artikulasi

setelah mendapatkan penanganan masalah medis tersebut.

Adapun langkah-langkah operasi yang harus dilakukan oleh anak yang

mengalami bibir sumbing sebaiknya dilakukan pada saat bayi berusia enam bulan,

pada saat bayi tersebut masih dalam tahap babbling/mengoceh. Sedangkan untuk

tindakan operasi kedua sebaiknya dilakukan dengan tujuan untuk menyatukan

bibir atas dengan langit-langit yang terbelah dua. Sedangkan untuk tindakan

operasi yang sifatnya menyempurnakan biasanya dilakukan untuk

menyempurnakan bibir. Meskipun perawatan secara medis (dioperasi dan

lain-lain) dilakukan sejak kecil, hasilnya tidak bisa sempurna seperti penutur normal.

Penutur yang bersangkutan tetap menghadapi masalah untk menyebutkan

bunyi-bunyi bahasa karena langit-langit mulutnya yang tidak merata

(tinggi-rendah) sempit, dan biasanya diikuti bentuk gusi yang tidak normal. Dengan

demikian semakin jelas bahwa untuk labioshizchis ini selain mendapatkan

tindakan medis berupa tindakan operasi, harus pula mendapatkan tindakan terapi

bicara dan terapi artikulasi. Tetapi hsl tersebut juga tidak dengan sendirinya dapat

membuat seorang labioshizchis dapat berartikulasi seperti halnya orang-orang

normal pada umumnya, tetap saja masih ada ketidaksemprunaan baik dalam segi

fisik maupun dalam segi artikulasi dan bicara. Bahkan sampai saat ini pula

(34)

meskipun sudah dilakukan tindakan operasi dan tindakan terapi bicara dan terapi

artikulasi.

Labioshizchis yang terjadi pada responden merupakan jenis labioshizchis

unilateral dengan luka pada satu belahan bibir, sedangkan pada bagian

langit-langit terbuka lebar sampai dengan ke uvula. Sampai saat ini responden sudh

mendapatkan tindakan operasi sebanyal dua kali, yaitu: bulan Agustus tahun 1998

ketika usia 5 bulan, dan pada tahun 2006 ketika usia 8 tahun. Melalui wawancara

yang dilakukan dengan orang tua responden dan respondennya sendiri sampai saat

ini responden tidak memiliki uvula (anak tekak). Sehingga artikulasi yang

dilakukan oleh responden akan berakhir dengan fonem nasal.

Setelah penelitian diadakan selama kurang lebih setahun, maka peneliti

menyimpulkan bahwa responden mengalami kesulitan artikulasi untuk fonem

bilabial [f], Alveolar [l], [r], [s], dan [d], sedangkan fonem velar [k]. Dari

keempat fonem tersebut fonem yang diucapkan memiliki fonem nasal, semua itu

disebabkan karena responden tidak memiliki uvula (anak tekak). Uvula pada

orang normal digunakan untuk mengatur alur udara dari paru-paru yang akan

didistribusikan ke rongga mulut atau ke rongga hidung. Untuk kasus responden ini

diakrenakan tidak memiliki uvula maka ada sebagian udara yang didistribusikan

ke rongga hidung, sehingga pendengar akan menerima fonem nasal di alat

pendengarannya.

Kealfaan akan uvula merupakan salah satu faktor yang mendukung

responden sulit mengartikulasikan fonem konsonan bahasa Inggris, selain itu pula

(35)

lebih menonjol ke depan daripada rahang atas. Hal ini dapat dibuktikan dengan

hasil rontgen. Disamping itu pula responden memiliki gigi tambahan pada rahang

atas yang terletak di bagian atas depan ujung gigi atas sehingga responden

mengalami hambatan dalam berartikulasi.

Untuk mengatasi kesulitan artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris

tersebut, maka peneliti melakukan upaya-upaya dalam bidang linguistik untuk

mengurangi kesulitan tersebut dengan cara mengubah titik artikulasi responden

ketika mengartikulasikan fonem-fonem konsonan bahasa Inggris yang sulit

diartikulasikan oleh responden. Adapun untuk upaya-upaya tersebut, peneliti lebih

menitik beratkan pada titik artikulasi yang ada pada responden, baik dengan

mengubah ataupun merotasi tempat titik artikulasi dan mengatur arus udara yang

keluar-masuk dari paru-paru menuju mulut dan nasal berdasarkan jenis-jenis

fonem yang mendapat kesulitan diartikulasikan oleh responden, terutama untuk

fonem konsonan bahasa Inggris. Peneliti memaparkan upaya-upaya tersebut di

atas ke dalam tiap fonem yang menjadi kesulitan artikulasi dari responden seperti

yang dibahas dibawah ini:

1. Fonem Bilabial

Responden menarik lidah ke belakang dalam keadaan tergantung atau

ngangkang, bibir atas dan bawah bertemu, kemudian responden menarik nafas

terlebih dahulu dan menghembuskan udara difokuskan dan dikeluarkan dari

(36)

2. Fonem Labiodental

Untuk mengatasi penyimpangan fonem [f] sebagai kesulitan artikulasi dari

responden, maka peneliti memberikan alternatif cara artikulasi dengan mengubah

tempat artikulasi, yaitu dengan menarik nafas dalam-dalam sebelum berartikulasi

kemudian menempatkan ujung gigi atas ke depan bertemu dengan bibir bawah,

posisi penempatan gigi atas responden ke gigi bawah hampir 75% dari luas bibir

bawah. Hal ini dilakukan responden dikarenakan posisi rahang bawah responden

lebih ke depan dari pada rahang atas.

3. Fonem Alveolar

Ketika akan mengartikulasikan fonem [d], responden menyentuhkan lidah

depan bagian atas disentuhkan depan ke ujung langit-langit bagian atas gigi

depan. Untuk fonem [l] lidah responden dijulurkan sedikit ke depan kemudian

digigit oleh kedua gigi dan lidah agak dicekungkan ke arah gigi atas, sehingga

fonem [l] dapat dikurangi fonem sengaunya. Fonem [r] responden harus

menempatkan pinggir lidah kiri dan kanan secara melebar kemudian disentuhkan

ke gigi atas bagian kiri dan kanan dengan mulut dalam keadaan terbuka, sehingga

suara terdengar bergetar dan untuk mengurangi rembesan udara yang keluar

melalui alat artikulasi nasal. Untuk fonem [d] peneliti mengarahkan responden

agar menempatkan posisi lidah bagian depan atas disentuhkan ke ujung depan

langit-langit gigi atas. Untuk fonem [s] responden menempatkan lidah seolah-olah

(37)

4. Fonem Velar

Dalam kasus ini, peneliti memberikan alternatif cara mengartikulasikan

fonem [k] tersebut dengan melebarkan lidah disentuhkan ke ujung gigi kanan dan

kiri atas, kemudian responden menggigit lidah tersebut. Hal tersebut sebagai

upaya untuk mengatasi kesulitan artikulasi fonem [k] bahasa Inggris bagi

responden.

5.2 Saran

Peneliti melakukan penelitian pada seorang anak labioshizchis

pascaoperasi bibir sumbing sebanyak dua kali. Penelitian ini dilakukan untuk

menjawab tiga pertanyaan penelitian yang telah disebutkan pada bab-bab

sebelumnya. Penelitian tentang labioshizchis ini masih belum banyak dilakukan,

sehingga referensi untuk bidang ini masih sukar untuk didapatkan. Labioshizchis

merupakan cacat bawaan yang sukar untuk disempurnakan. Meskipun sudah

melakukan oparasi, hendaknya mendapatkan penanganan secara medis tidak boleh

berhenti sampai di sana. Sepantasnya responden harus mendapatkan tindak lanjut

untuk mengurangi kesulitan artikulasi. Selain itu pula hendaknya pendekatan

linguistik dilakukan untuk mengurangi kesulitan artikulasi pascaoperasi bibir

sumbing. Terapi wicara seharusnya merupakan rangkaian tindakan pascaoperasi

bibir sumbing.

Pada kasus labioshizchis ini, masyarakat umum harus lebih

membuka tangan untuk menerima penderita labioshizchis ini dengan menganggap

(38)

berkomunikasi. Labioshizchis bukanlah kelainan yang patut untuk dijadikan jarak

dalam berkomunikasi. Terapi bicara dan artikulasi harus lebih ditekankan dengan

berkolaborasi dengan tim medis. Penanganan labioshizchis hendaknya dijadikan

satu rangkaian perlakuan tindakan baik dari segi medis maupun dari segi

linguistik. Koordinasi antara aspek medis dan linguistik harus merupakan satu

paket dalam penanganan labioshizchis. Penelitian lebih mendalam dan

berkelanjutan hendaknya dilakukan pada penelitian-penelitian selanjutnya.

Konstribusi dari penelitian ini senantiasa dapat memberikan konstribusi yang

positif terhadap penderita labioshizchis dari sudut linguistik.

Penggunaan alat-alat pengukur ketepatan artikulasi dibutuhkan untuk

mengukur kevaliditasan kesulitan artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris. Alat

validasi artikulasi fonem konsonan ini harus dapat digunakan untuk validasi data

kesulitan artikulasi fonem konsonan bahas Inggris.

Peneliti mengharapkan bahwa penelitian lebih lanjut dan lebih detail dapat

dilakukan untuk kesempurnaan dan dapat menemukan teori-teori baru yang dapat

memberikan konstribusi yang positif terhadap bidang linguistik pada umumnya

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Bailey, A. Carol, 2007, A Guide To Qualitative Field Research Second Edition, New Delhi : Fine Forge Press.

Cipollone, Keiser, Vasisth, 1998, Language Files: Materials for an Introduction to Language and Linguistics, Seventh Edition, Ohio : Ohio State University Press

Clark John, Collin Yallop, 1996, An Introduction to Phonetics and Phonology Second Edition, Massachusetts : Blackwell Publishers Ltd

.

Cummings, Louise, 2008, Clinical Linguistics, Manchester : Edinburgh University Press.

Dardjowidjojo, Soenjono, 2008, Pengajaran Pemerolehan Bahasa, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Ellis, R, 1991, Understanding Second Language Acquisition, Oxford : Oxford University Press.

Echols John M, Shadili Hassan, 1996, An English-Indonesian Dictionary, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Kridalaksana, Harimurti, 2001, Kamus Linguistik, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Lilik Kurniawan, Yayan Akhyar Israr. LABIOSCHISIS (BIBIR SUMBING) Fakultas Kedokteran Universitas Riau. 2009.

Moeleong, Lexy J, 2008, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Musclih, Masnur, 2009, Fonologi Bahasa Indonesia, Jakarta : Bumi Aksara.

Roach, Peter, 2001, Phonetics, New York : Oxford University.

(40)

Suwandi, Sarwiji, 2008, Serbalinguistik: Mengupas Pelbagai Praktik Berbahasa, Surakarta : LPP UNS dan UNS Press.

Tarigan, Guntur Henry, 1988, Pengajaran Pemerolehan Bahasa, Jakarta : Dirjen Dikti

Verhaar, 2008, Asas-asas Linguistik, Jogjakarta: Gadjah Mada University Press

Windsor Fay, Kelly M. Lousie, Hewlett Nigel, 2002, Investigation in Clinical Phonetics and Linguistics, London : Lawrence Erlbaum Association Publishers.

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peraturan Pelaksanaan Pertauran Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Masa  manfaat  dari  masing‐masing  aset  tetap  Entitas  diestimasi  berdasarkan  jangka  waktu  aset  tersebut  diharapkan  tersedia  untuk  digunakan. 

Seseorang yang mengalami gangguan albuminuria diakibatkan kerusakan pada nefron nomor …. Meskipun hati bukan salah satu organ pencernaan tetapi sangat penting karena ...

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa siswa yang menggemari balap motor liar tidak memiliki motivasi belajar. Hal ini terbukti dari ke 3

2011.Kajian Perbaikan Teknologi Budidaya Padi Melalui Penggunaan Varietas Unggul Dan Sistem Tanam Jajar Legowo Dalam Meningkatkan Produktivitas Padi Mendukung Swasembada

Sertifikat diberikan setelah dilakukan pemeriksaan kesesuaian terhadap standar kelaikudaraan rancang bangun (initial airworthiness) dan telah memenuhi uji tipe. Termasuk

Shabrina Hasman Nasution*) Tan Kamello**) Puspa Melati Hasibuan***).. Merek digunakan untuk membedakan barang atau produksi suatu perusahaan lain yang sejenis. Dengan demikian

Actor tersebut dapat melakukan edit profil proyek, tambah divisi, edit divisi, ahapus divisi, tambah anggota, hapus anggota, melihat profil anggota, set divisi