LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
UCAPAN TERIMAKASIH
SURAT PERNYATAAN
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ...1
1.2 Identifikasi Masalah...4
1.3 Rumusan Masalah...5
1.4 Manfaat Penelitian...5
1.5 Metode Penelitian...6
1.6 Sistematika Penulisan...8
BAB II KAJIAN ARTIKULASI FONEM KONSONAN BAHASA INGGRIS PADA ANAK LABIOSHIZCHIS PASCAOPERASI BIBIR SUMBING 2.1 Pengantar...9
2.2 Linguistik Klinis...10
2.3 Fonologi & Fonetik 2.3.1 Fonologi...16
2.3.2 Fonetik...18
2.3.2.1 Fonem Bilabial...22
2.3.2.2 Fonem Labiodental...24
2.3.2.3 Fonem Alveolar...24
BAB III METODE PENELITIAN
3. 1 Pengantar ...33
3. 2 Metode Penelitian...33
3. 3 Aspek Peneliti...36
3. 4 Sumber Data 3.4.1 Data Utama...37
3.4.2 Data Kedua...38
3.5 Metode dan Tehnik Pengumpulan Data ...38
3.5.1 Pengamatan Terbuka...39
3.5.2 Wawancara...40
3.5.3 Dokumentasi...41
3.6 Subjek Penelitian ...41
3.7 Objek Penelitian...42
3.8 Waktu Penelitian...42
3.9 Tahap-tahap Penenelitian ...42
3.10 Klasifikasi Data ...44
3.11 Teknik Analisis Data...44
3.12 Pengumpulan Data...46
3.13 Pengolahan Data ...47
3.14 Langkah-langkah Analisis Data ...47
3.15Tahap Deskripsi...48
3.16 Analisis...48
3.17 Temuan...51
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengantar...52
4.1 Deskripsi Analisis Data 4.1.1 Fonem-fonem konsonan bahasa Inggris yang sulit diartikulasikan oleh anak labioshizchis pascaoperasi bibir sumbing...54
a. Fonem Bilabial...54
(1) Abjad...54
(2) Kata...58
b. Fonem Labiodental...65
(1) Abjad...65
(2) Kata...69
c. Fonem Alveolar...74
(1) Abjad...74
(2) Kata...78
d. Fonem Velar...83
(1) Abjad...83
(2) Kata...87
4.1.2 Faktor yang mendukung kesulitan artikulasi konsonan bahasa Inggris pada anak pascaoperasi bibir sumbing. ...91
4.1.3 Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah kesulitan artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris pada anak pascaoperasi bibir sumbing...93
4.2 Pembahasan Temuan...97
a. Fonem Bilabial...97
b. Fonem Labiodental...100
c. Fonem Alveolar...101
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan...107
5.2 Saran...112
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah Penelitian
Manusia sebagai mahluk sosial menggunakan bahasa sebagai alat
komunikasi dan alat interaksi. Bahasa mempunyai berbagai macam proses bahasa
terutama dalam penggunaan bahasa lisan. Bahasa lisan sebagai alat komunikasi
efektif memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan. Muslich (2009
: 1) mengatakan “Oleh karena itu, objek utama kajian linguistik adalah bahasa
lisan, yaitu bahasa dalam bentuk bunyi ujar”. Setiap orang yang mempelajari
bahasa secara tidak langsung sedang mempelajari empat kemampuan berbahasa,
di antaranya: kemampuan menyimak, kemampuan berbicara, kemampuan
membaca dan kemampuan menulis. Muslich (2009 : 1) mempertegas bahwa
“Kalau toh dalam praktik berbahasa dijumpai ragam bahasa tulis, dianggap
sebagai sekunder, yaitu “rekaman” dari bahasa lisan”. Sehingga bunyi bahasa
merupakan faktor utama dari bahasa lisan.
Dalam pembentukan bunyi bahasa ada tiga faktor utama yang terlibat,
yakni sumber tenaga, alat ucap yang menimbulkan getaran, dan rongga
pengubah getaran. Proses pembentukan bunyi bahasa dimulai dengan
memanfaatkan pernapasan sebagai sumber tenaga. Pada saat kita
mengeluarkan napas, paru-paru kita menghembuskan tenaga berupa arus
udara. Arus udara tersebut mengalami perubahan saat melewati pita suara
membuka kedua pita suara yang merapat sehingga mengakibatkan corak bunyi
tertentu. Gerakan membuka dan menutup pita suara itu menyebabkan arus
udara dan udara di sekitar pita suara berubah tekanannya atau bergetar.
Perubahan bentuk saluran suara yang terdiri atas rongga faring, rongga mulut,
dan rongga hidung menghasilkan bunyi bahasa yang berbeda-beda.
Udara dari paru-paru keluar melalui rongga mulut, rongga hidung, atau
lewat rongga mulut dan rongga hidung sekaligus. Bunyi bahasa yang arus
udaranya keluar melalui mulut disebut bunyi oral. Muslich mendefinisikan
bahwa “Bunyi bahasa yang arus udaranya keluar melalui mulut disebut bunyi
oral. Bunyi bahasa yang arus udaranya keluar dari hidung disebut bunyi nasal” (2008 : 35).
Jenis bunyi bahasa tersebut yang dihasilkan oleh alat ucap manusia
dapat dipelajari melalui bidang fonetik. Menurut Cipollne, Kesler, dan
Vasisth (1998 : 88) “While we might find the same sounds in two or more
languages, no two languages organize their sound inventories in the same
way”. Dalam aplikasinya pada bahasa-bahasa tertentu secara spesifik, sistem
fonetik digunakan sebagai dasar dari fonologi bahasa. Pada kajian fonologi,
objek penelitian adalah fonem, yakni bunyi pada sistem bahasa yang berfungsi
untuk membedakan makna kata.
Sedangkan fonologi sebagai salah satu bidang lingustik bertujuan
untuk mengamati bunyi-bunyi suatu bahasa tertentu. Fungsinya untuk
penyelidikan tentang perbedaan minimal antara ujaran-ujaran dan perbedaan
minimal tersebut selalu terdapat dalam kata sebagai konstituen.
Fonetik merupakan ilmu yang membahas tentang bunyi-bunyi bahasa
yang diproduksi oleh manusia. Pada penelitian sebelumnya dijelaskan tentang
kesulitan berkomunikasi, yang lebih menekankan pada kesulitan
mengapersepsikan bunyi, dan membedakan bunyi [b] dan [d] dalam bertutur
bahasa Inggris pada anak-anak yang memiliki kelainan dalam berbahasa dan
berartikulasi.
Penelitian ini membahas tentang anak labioshizchis. Bayi yang terlahir
dengan labioshizchis harus ditangani oleh ahli klinis, agar memungkinkan
koordinasi efektif dari beberapa disiplin ilmu. Selain masalah anatomi bibir yang
sumbing, masih ada masalah lain yang perlu dipertimbangkan yaitu masalah
pendengaran, bicara, struktur gigi, dan psikososial. Masalah-masalah ini sama
pentingnya dengan rekonstruksi anatomis, dan pada akhirnya hasil fungsional
yang baik dari rekonstruksi yang dikerjakan juga dipengaruhi oleh
masalah-masalah tersebut.
Pendekatan multidisipliner, tatalaksana yang komprehensif dapat
diberikan, dan sebaiknya berkesinambungan sejak bayi lahir sampai remaja.
Penelitian ini memerlukan penanganan yang lebih serius dalam memberikan
perlakuan pada anak yang memiliki kelainan dalam berbicara yang dikarenakan
labioshizchis. Bukan hanya tim dokter yang menangani tindakan medis untuk
melakukan tindakan operasi tetapi juga penanganan yang lebih serius ketika anak
merupakan hal yang tidak boleh dianggap sepele ketika anak labioshizchis telah
mendapatkan tindakan operasi. Sehingga anak labioshizchis ini memerlukan tim
khusus untuk menangani hal tersebut.
Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ini akan mencoba
memperoleh informasi fonem konsonan bahasa Inggris yang sulit diartikulasikan
oleh anak pascaoperasi bibir sumbing dan berusaha untuk menentukan upaya
penanganannya pada anak pascaoperasi bibir sumbing. Dengan penelitian ini pula
peneliti dapat menemukan penyebab kesulitan dan faktor pendukung dalam
artikulasi fonem-fonem tersebut. Topik penelitian ini pula seyogyanya dapat
menemukan solusi untuk mengatasi masalah artikulasi tersebut.
1.2Identifikasi Masalah
Judul tesis ini adalah “KAJIAN LINGUISTIK KLINIS
PASCAOPERASI BIBIR SUMBING: STUDI KASUS KESULITAN
ARTIKULASI FONEM KONSONAN BAHASA INGGRIS DAN UPAYA
PENANGGULANGANNYA Pada Anak Labioshizchis di Sebuah SMP Negeri
di Kabupaten Bandung”. Untuk menghindari pembahasan yang meluas agar
tidak keluar dari bahasan judul di atas, maka penulis mencoba untuk memberikan
batasan pokok bahasan, yaitu:
1. Menggali latar belakang kesulitan artikulasi fonem responden.
2. Mengetahui dan mengidentifikasi kemampuan dan pengetahuan
berbahasa.
4. Mengetahui faktor apa saja yang mendukung masalah kesulitan
artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris pada anak pascaoperasi bibir
sumbing.
5. Menentukan upaya-upaya untuk mengatasi kesulitan artikulasi fonem
konsonan bahasa Inggris pada anak pasca operasi bibir sumbing.
1.3Rumusan Masalah
Penulis menyusun rumusan masalah sebagai berikut:
1. Fonem-fonem konsonan bahasa Inggris apa saja yang sulit diartikulasikan
oleh anak pascaoperasi bibir sumbing?
2. Faktor apa saja yang mendukung kesulitan artikulasi konsonan bahasa
Inggris pada anak pascaoperasi bibir sumbing?
3. Upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasi masalah kesulitan
artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris pada anak pascaoperasi bibir
sumbing?
1.4Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi pada
perkembangan proses artikulasi anak pascaoperasi bibir sumbing dalam bertutur
bahasa Inggris dan dapat mengklasifikasikan kesulitan–kesulitan dalam proses
artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris. Untuk lebih jauhnya penelitian ini
diharapkan dapat memberikan konstribusi yang positif terhadap perkembangan
1. Dengan penelitian ini peneliti dapat memperoleh informasi fonem
konsonan Bahasa Inggris yang sulit diartikulasikan pada anak pascaoperasi
bibir sumbing.
2. Topik penelitian ini seyogyanya dapat menemukan faktor yang
mendukung masalah kesulitan artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris
pada anak pascaoperasi bibir sumbing.
3. Topik penelitian ini pula seyogyanya dapat menemukan solusi untuk
mengatasi masalah kesulitan artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris
pada anak pascaoperasi bibir sumbing.
1.5Metode Penelitian
Metode penelitian yang dipilih adalah metode penelitian deskriptif atas
data aktual mengenai kesulitan artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris pada
anak pascaoperasi bibir sumbing. Penelitian ini disusun dari sebuah studi kasus
pada anak labioshizchis pascaoperasi bibir sumbing dalam mengartikulasikan
fonem konsonan Bahasa Inggris di sebuah rintisan sekolah bertaraf Internasional
di kabupaten Bandung yang dilakukan sejak bulan Nopember 2010 sampai
dengan bulan Nopember 2011. Subyek penelitian adalah satu orang siswa
pascaoperasi bibir sumbing di sekolah tersebut.
Sedangkan pada desain penelitian kualitatif ini, peneliti lebih menekankan
pada aspek sosial sehingga peneliti dituntut untuk dapat mengorganisasikan
semua teori yang dibaca, selain itu pula dituntut untuk melakukan grounded
situasi sosial. Pemaparan deskriptif secara singkat, umum, dan bersifat sementara
dengan menggunakan prosedur bersifat umum pula.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti dalam laporan
deskriptif ini adalah dengan menggunakan pengumpulan data observasi non
partisipatif. Pada tahap pengumpulan data observasi non partisipatif ini peneliti
tidak terlibat langsung dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati
atau digunakan sebagai sumber data penelitian, dan tidak terlihat melakukan
penelitian, peneliti mengobservasi secara langsung dan tidak langsung dengan
cara mengamati proses artikulasi responden dalam mengartikulasikan fonem
konsonan bahasa Inggris dengan membaca abjad dan kata fonem konsonan
bahasa Inggris tersebut.
Sehingga dalam pelaksanaannya, peneliti mengumpulkan data dengan
menggunakan empat buah instrumen yaitu diantaranya meliputi tes (pelafalan
abjad dan kata), wawancara, observasi, dan melakukan rekaman artikulasi dari
responden. Sedangkan sebagai alternatif dalam mengantisipasi kesulitan
artikulasi, peneliti memberikan latihan dengan cara mengubah proses penempatan
posisi lidah saat melakukan artikulasi dan mengatur alur pernapasan ketika akan
berartikulasi. Data dikumpulkan pada bulan Nopember 2010 hingga Nopember
2011 di salah satu rintisan sekolah bertaraf Internasional di Kabupaten Bandung.
Untuk mendukung data-data yang diperoleh dari responden tentang latar
belakangnya, maka peneliti mengadakan wawancara tak berstruktur untuk
mengetahui kesulitan dalam artikulasi fonem konsonan dalam bertutur bahasa
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penyusunan tesis ini mencakup lima bab, yaitu: bab
pertama memaparkan tentang pendahuluan yang berisi: latar belakang, masalah
penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode
penelitian secara garis besar beserta teknik pengumpulan data dan pendekatannya,
lokasi dan sampel penelitian.
Bab kedua membahas sekitar kajian pustaka yang memuat hal-hal sebagai
berikut: (a) apakah teori-teori utama dan teori-teori terjadi sinkronisasi dalam
kajiannya; (b) apa yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, bagaimana
mereka melakukannya (prosedur, subyek) dan temuannya; (c) posisi teoritik
peneliti yang berkenaan dengan masalah yang diteliti.
Bab ketiga merupakan pemaparan terperinci dari metode penelitian yang
secara garis besar sudah disinggung pada bab pertama. Bab keempat memuat
tentang dua hal yaitu analisis dan pembahasan data untuk menghasilkan temuan.
Bab kelima merupakan penafsiran peneliti berupa kesimpulan dari semua hasil
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pengantar
Bab ini menjelaskan tentang pendekatan yang dilakukan adalah melalui
pendekatan kualitatif, artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka,
melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan,
rekaman dan dokumen pribadi. Sehingga yang menjadi tujuan dari penelitian
kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realita empirik di balik fenomena
secara mendalam, rinci, dan tuntas. Oleh karena itu, penggunaan pendekatan
kualitatif dalam penelitian ini sesuai dengan masalah kesulitan artikulasi fonem
konsonan pada anak pascaoperasi bibir sumbing. Alasannya, karena pendekatan
kualitatif berusaha mencocokkan antara realita empirik berupa kesulitan artikulasi
fonem konsonan bahasa Inggris dan upaya penanggulangannya pada anak
pascaoperasi bibir sumbing dengan teori yang berlaku dari segi linguistik, dengan
menggunakan metode deskriptif. Upaya-upaya apa saja yang akan dilakukan
untuk menanggulangi kesulitan atrikulasi fonem-fonem konsonan bahasa Inggris
ditinjau dari sudut linguistik.
3. 2 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis pada penelitian ini
merupakan pembahasan lebih lanjut tentang metode penelitian yang secara garis
besar telah disinggung pada bab 1 sebelumnya. Yang menjelaskan tentang
data diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan jawaban-jawaban dari
masalah penelitian.
Bodgan dan Taylor (1975 : 5 dalam Moleong 2007 : 4) mendefinisikan
bahwa “Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati”. Dengan demikian penulis mengasumsikan bahwa kesulitan
artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris pada anak pascaoperasi bibir sumbing,
faktor yang mendukung atau menghambat kesulitan artikulasi konsonan bahasa
Inggris pada anak pascaoperasi bibir sumbing, dan upaya penanggulangannya
merupakan objek penelitian yang dapat diamati dan dapat menghasilkan data
deskriptif bisa berupa kata-kata tertulis atau lisan melalui wawancara dan
treatment penanggulangannya.
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan sifat atau pengalaman
responden dengan suatu fenomena, yang membuat responden merasa sulit
berkomunikasi, terasing, kurang percaya diri dalam berinteraksi dengan
lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini, data yang berupa fonem-fonem konsonan
bahasa Inggris yang sulit diucapkan dari responden kadang kala sulit untuk
dibedakan antara fonem tersebut di atas dengan fonem nasal atau fonem sengau,
sehingga yang terdengar bunyi nasal atau sengau yang diartikulasikan oleh
responden.
Metode penelitian yang dipilih adalah metode penelitian kualitatif yang
menekankan pada metode penelitian observasi di lapangan dan datanya dianalisis
pada anak pascaoperasi bibir sumbing dalam berartikulasi fonem konsonan
bahasa Inggris dan upaya penanggulangannya. Penelitian kualitatif lebih
menekankan penggunaan diri si peneliti sebagai alat. Peneliti harus mampu
mengungkapkan gejala sosial di lapangan dengan mengerahkan segenap fungsi
inderawinya. Dengan demikian, peneliti harus dapat diterima oleh responden dan
lingkungannya agar mampu mengungkap data yang tersembunyi melalui bahasa
tutur, bahasa tubuh, perilaku, maupun ungkapan-ungkapan yang berkembang
dalam dunia responden. Moleong (2008 : 5) mengatakan bahwa “Dalam penelitian
kualitatif metode yang biasanya dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan,
dan pemanfaatan dokumen”.
Mengacu ke definisi di atas menurut Moleong maka peneliti
mengasumsikan bahwa penelitian dilakukan pada posisi alamiah dan bersifat
penemuan. Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah instrumen kunci. Oleh
karena itu, peneliti mempersiapkan diri dengan bekal teori dan wawasan yang luas
jadi bisa bertanya, menganalisis, dan mengkonstruksi objek yang diteliti menjadi
lebih jelas. Sehingga peneliti akan lebih menekankan pada makna dan terikat nilai.
Tujuan penggunaan penelitian kualitatif ini untuk menentukan masalah belum
jelas, untuk mengetahui makna yang tersembunyi, untuk memahami interaksi
sosial, untuk mengembangkan teori, untuk memastikan kebenaran data,
danmuntuk meneliti perkembangan responden.
Sedangkan pada desain penelitian kualitatif, peneliti lebih menekankan
pada aspek sosial sehingga dituntut untuk dapat mengorganisasikan semua teori
“sejumlah data yang banyak dikumpulkan dan yang saling berhubungan.
Moleong, 2008 : 11)”. Peneliti memaparkan penelitian secara singkat, umum, dan
bersifat sementara dengan menggunakan prosedur bersifat umum pula.
3.3 Aspek Penelitian
Fokus dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan
sebagai instrumen aktif dalam upaya mengumpulkan data di lapangan. Sedangkan
instrumen pengumpulan data yang lain selain manusia adalah berbagai bentuk alat
bantu dan berupa dokumen-dokumen lainnya yang dapat digunakan untuk
menunjang keabsahan hasil penelitian, namun berfungsi sebagai instrumen
pendukung.
Dokumen yang paling akurat dalam penelitian pascaoperasi bibir sumbing
pada responden adalah hasil rontgen dan rekaman artikulasi dari responden. Hasil
rekaman ini dipaparkan dalam bentuk grafik kesulitan artikulasi untuk mengetahui
frekuensi kesulitan artikulasi responden dari mulai artikulasi abjad sampai dengan
artikulasi kata dalam bahasa Inggris. Oleh karena itu, peran peneliti secara
langsung di lapangan sangat diperlukan sebagai tolak ukur keberhasilan untuk
memahami kasus yang diteliti. Sehingga keterlibatan peneliti secara langsung dan
aktif dengan responden dan atau sumber data lainnya sangat mutlak diperlukan
karena peneliti secara langsung terlibat sebagai pengetes dan pemberi treatment
dalam upaya penanggulangan kesulitan artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris
3.4 Sumber Data 3.4.1 Data Utama
Menurut Lofland dan Lofland (1984:47 dalam Moleong 2008 : 157),
“Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan,
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain”. Berkaitan
dengan hal itu pada bagian ini jenis datanya dibagi ke dalam kata-kata dan
tindakan, sumber data tertulis, foto, alat perekam dan hasil rekaman. Kata-kata
dan tindakan merupakan sumber data yang diperoleh dari lapangan dengan
mengamati atau mewawancarai.
Peneliti menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi langsung
tentang kesulitan artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris pada anak
pascaoperasi bibir sumbing, faktor yang mendukung atau menghambat kesulitan
artikulasi konsonan bahasa Inggris pada anak pascaoperasi bibir sumbing, dan
upaya-upaya penanggulangannya. Caranya dengan mengadakan observasi
terhadap seorang responden pascaoperasi bibir sumbing yang telah mendapatkan
tindakan dua kali operasi, yaitu: bulan Agustus tahun 1998 ketika usia 5 bulan,
dan pada tahun 2006 ketika usia 8 tahun. Data ini pula diambil melalui wawancara
yang merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar, dan atau
bertanya. Hasil wawancara dijadikan referensi untuk data oleh peneliti. Sedangkan
hasil rekaman dari responden dijadikan data untuk dianalisis dan untuk
3.4.2 Data Kedua
Data kedua adalah “...bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis
dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen
pribadi, dan dokumen resmi. Buku, skripsi, tesis, disertasi, jurnal, media massa,
majalah, internet, dan karya ilmiah lainnya sangat berharga bagi peneliti guna
menjajaki keadaan seseorang atau masyarakat di tempat penelitian dilakukan
(Moleong, 2008 : 159)”.
Peneliti menggunakan data kedua berupa hasil rontgen dan rekaman
responden. Data kedua ini untuk memperkuat penemuan dan melengkapi
informasi yang telah dikumpulkan melalui wawancara langsung tidak terstruktur
(tidak menggunakan daftar pertanyaan), berupa tes pengucapan dari mulai abjad
dan kata. Selain itu pula peneliti melengkapi penelitiannya dengan informasi
wawancara berupa dokumen dari keluarga responden tentang latar belakang
responden dan riwayat bibir sumbing. Sehingga data yang diperoleh berupa hasil
tes dan dokumen hasil wawancara.
3.5 Metode dan Tehnik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam
penelitian, karena itu seorang peneliti harus terampil dalam mengumpulkan data
agar mendapatkan data yang valid. Pengumpulan data adalah prosedur yang
sisematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Metode
pengumpulan data yang dilakukan peneliti dengan metode triangulasi, seperti
186) “...memverifikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari
orang lain, baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi); dan memverifikasi,
mengubah dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai
pengecekan anggota.”
3.5.1 Pengamatan Terbuka
Pengamatan terbuka merupakan “ Pengamatan yang diketahui oleh subjek,
sedangkan sebaliknya para subjek dengan suka rela memberikan kesempatan
kepada pengama untuk mengamati peristiwa yang terjadi, dan mereka menyadari
bahwa ada orang yang mengamati hal yang dilakukan oleh mereka” (Moleong,
2008 : 176). Pengamatan terbuka adalah cara pengambilan data dengan
menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan
tersebut. Dalam kegiatan sehari-hari, kita selalu menggunakan mata untuk
mengamati sesuatu. Pengamatan ini digunakan untuk penelitian yang telah
direncanakan secara sistematik tentang bagaimana cara berkomunikasi responden,
emosi yang tercetus dari responden ketika mengartikulasikan fonem konsonan
bahasa Inggris, kesulitan yang terjadi ketika mengartikulasikan fonem-fonem
konsonan bahasa Inggris tersebut.
Hal ini sesuai dengan tujuan menggunakan metode ini, yaitu untuk
mencatat hal-hal, perilaku, perkembangan, dan sebagainya tentang kesulitan
pengucapan fonem responden dalam mengartikulasikan fonem-fonem konsonan
bahasa Inggris, dan tidak lupa mencatat perkembangan pengucapan pada
membantu responden mengurangi kesulitan artikulasi fonem konsonan
pascaoperasi bibir sumbing.
3.5.2 Wawancara
Moleong (2007 : 186) mengatakan bahwa “Wawancara adalah percakapan
dengan maksud tertentu. Proses percakapan tersebut untuk memperoleh
keterangan dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara si penanya dan
si penjawab”. Dalam hal ini, peneliti melakukan wawancara tidak terstruktur
seperti Moleong (2007 : 191) mengatakan bahwa “Pertanyaan biasanya tidak
disusun terlebih dahulu, melainkan disesuaikan dengan keadaan dan ciri yang unik
dari responden”.
Dengan demikian dalam wawancara tidak terstruktur ini peneliti
melakukannya dengan tanya jawab yang mengalir seperti dalam percakapan
sehari-hari untuk mendapatkan keterangan yang diberikan oleh orang tua
responden secara objektif dan untuk menghindari data yang dibuat-buat. Dan
wawancara dengan responden juga dilakukan dengan alami yang dilakukan dalam
kegiatan sehari-hari dan untuk treatment nya dilakukan dalam proses
pembelajaran, sehingga responden tidak menyadari bahwa dia sedang diamati dan
diberikan treatment dalam kesulitan artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris.
Sehingga tujuan peneliti menggunakan metode ini, untuk memperoleh data
secara jelas dan nyata tentang latar belakang responden baik latar belakang
kesehatan sebelum mendapatkan tindakan operasi dan perilaku kebiasaan dan
3.5.3 Dokumentasi
Dokumentasi adalah setiap bahan tertulis baik berupa karangan, memo,
pengumuman, dan berita yang disiarkan kepada media massa. Dari uraian tersebut
maka metode dokumentasi adalah pengumpulan data dengan meneliti
catatan-catatan penting yang sangat erat hubungannya denga objek peneltian.
Pada penelitian anak pascaoperasi bibir sumbing, peneliti mendapatkan
dokumentasi berupa foto rontgen pascaoperasi bibir sumbing, dan daftar
fonem-fonem konsonan yang sulit diucapkan ketika bertutur.
3.6 Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah benda, hal atau orang tempat variabel penelitian
melekat, subjek penelitian adalah subjek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti
(Moleong, 2008 : 157). Jika kita membicarakan tentang subjek penelitian,
sebetulnya kita berbicara tentang unit analisis, yaitu subjek yang menjadi pusat
perhatian atau sasaran peneliti.
Responden adalah seorang laki-laki, berusia 14 tahun. Responden
mengalami kesulitan artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris meskipun sudah
mendapatkan tindakan operasi bibir sumbing. Responden sudah dua kali
melakukan tindakan operasi, yaitu: bulan Agustus tahun 1998 ketika usia 5 bulan,
3.7 Objek Penelitian
Objek penelitian pada tesis ini adalah kesulitan artikulasi fonem konsonan
bahasa Inggris pada anak labioshizchis pascaoperasi bibir sumbing. Menurut
hasil interview dengan orang tuanya. Responden sudah dua kali melakukan
tindakan operasi, yaitu: bulan Agustus tahun 1998 ketika usia 5 bulan, dan pada
tahun 2006 ketika usia 8 tahun. Lebih jauhnya responden mendapatkan treatment
artikulasi pada bahasa Indonesia tetapi tidak berlanjut dikarenakan beberapa hal.
3.8 Waktu Penelitian
Waktu yang digunakan untuk penelitian kesulitan artikulasi fonem
konsonan bahasa Inggris pada anak pascaoperasi bibir sumbing dan upaya
penanggulangannya sudah dilakukan secara mendalam dan dalam waktu yang
cukup lama ketika anak tersebut memasuki jenjang sekolah menengah pertama
(SMP) pada kelas 7. Dan peneliti melakukan penelitiannya semenjak melihat
kesulitan responden dalam artikulasi fonem bahasa Inggris dalam proses
pembelajaran bahasa Inggris semenjak responden memasuki kelas tujuh yaitu
semenjak tahun 2010, tetapi belum ditindaklanjuti secara resmi dikarenakan
belum memasuki masa-masa penelitian.
3.9 Tahap-tahap Penenelitian
Moleong (2007:127) mengemukakan bahwa “ terdapat empat tahap penelitian
pekerjaan lapangan, (3) tahap analisis data, (4) tahap penulisan laporan. Dalam
penelitian ini tahap yang ditempuh adalah sebagai berikut:
1. Tahap sebelum ke lapangan, meliputi kegiatan penentuan fokus,
penyesuaian paradigma dengan teori, penjajakan alat peneliti, mencakup
observasi lapangan dan permohonan izin kepada subjek yang diteliti,
konsultasi fokus penelitian, penyusunan usulan penelitian.
2. Tahap pekerjaan lapangan, meliputi mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan kebiasaaan menerapkan unsur fonologi dan fonetik
responden dalam pengucapan fonem-fonem konsonan bahasa Inggris. Data
tersebut diperoleh dengan observasi terhadap responden, wawancara tidak
terstruktur dengan responden dan orang tua responden, dan dokumentasi
yang didapat dari foto rontgen, kesulitan pengucapan fonem-fonem
konsonan bahasa Inggris pada anak pascaopersi bibir sumbing.
3. Tahap analisis data, meliputi analisis data baik yang diperoleh melalui observasi, dokumen, maupun wawancara mendalam dengan responden
yang mengalami kesulitan pengucapan fonem-fonem konsonan bahasa
Inggris. Kemudian dilakukan penafsiran data sesuai dengan konteks
permasalahan yang diteliti selanjutnya melakukan pengecekan keabsahan
data dengan cara mengecek sumber data yang didapat dan metode
perolehan data sehingga data benar-benar valid sebagai dasar dan bahan
untuk memberikan makna data yang merupakan proses penentuan dalam
4. Tahap penulisan laporan, meliputi: kegiatan penyusunan hasil penelitian
dari semua rangkaian kegiatan sampai pemberian makna data. Setelah itu
melakukan konsultasi hasil penelitian dengan dosen pembimbing untuk
mendapatkan perbaikan, saran-saran demi kesempurnaan tesis, yang
kemudian ditindaklanjuti hasil bimbingan tersebut dengan penullisan tesis
yang sempurna. Langkah terakhir melakukan kelengkapan persyaratan
untuk ujian sidang tesis.
3. 10 Klasifikasi Data
Data dikumpulkan melalui catatan lapangan selama melakukan
pengamatan terhadap responden. Data yang terkumpul kemudian diklasifikasikan
berdasarkan unsur-unsur kesulitan fonem konsonan bahasa Inggris yang akan
diteliti. Data yang terkumpul berupa abjad bahasa Inggris, dan kata-kata yang
diartikulasikan oleh responden. Data yang bukan unsur fonem yang sulit
diartikulasikan akan disisihkan karena tidak sesuai dengan penelitian yang akan
dilakukan, kecuali data yang mendukung hasil analisis pada kajian fonologi dan
fonetik.
3.11 Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif menurut Bodgan dan Biklen (1982 dalam Moleong
2008 : 248) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mensintensiskannya, maencari dan menemukan apa yang penting dan apa yang
dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain”.
Dari rumusan di atas peneliti dapat menarik garis besar bahwa analisis data
bermaksud pertama mengorganisasikan data. Data yang terkumpul banyak sekali
dan terdiri dari catatan peneliti, komentar peneliti, gambar, dokumen berupa foto
rontgen, rekaman penelitian dari responden, dan sebagainya.
Setelah data dari lapangan terkumpul dengan menggunakan metode
pengumpulan data di atas, maka peneliti akan mengolah dan menganalisas data
tersebut dengan menggunakan analisis secara deskriptip-kualitatif, tanpa
menggunakan teknik kuantitatif.
Analisis deskriptif-kualitatif merupakan suatu teknik yang
menggambarkan dan menginterpretasikan arti data yang tela terkumpul dengan
memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi yang diteliti
pada saaat itu, sehingga memperoleh gambaran secara umum dan menyeluruh
tentang keadaan sebenarnya. Tujuan deskriptif ini adalah untuk membuat
deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara responden dan peneliti.
Untuk mengumpulkan data tersebut digunakan empat buah instrumen
yaitu diantaranya meliputi tes (pelafalan abjad, dan kata), wawancara, observasi,
dan alat perekam. Sedangkan sebagai alternatif dalam mengantisifasi kesulitan
pengucapan yaitu dengan menggunakan proses penempatan posisi lidah (place of
3.12 Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan peneliti dalam laporan deskriptif ini
adalah dengan menggunakan pengumpulan data observasi non partisipatif. Pada
tahap pengumpulan data observasi non partisipatif ini peneliti tidak terlibat
langsung dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau digunakan
sebagai sumber data penelitian, dan tidak terlihat melakukan penelitian, peneliti
hanya mengobservasi secara tidak langsung dengan cara mengamati proses
artikulasi responden dalam bertutur bahasa Inggris dengan mengartikulasikan
abjad secara keseluruhan, abjad khusus yang sulit diartikulasikan, dan kata yang
mengandung unsur fonem konsonan bahasa Inggris.
Teknik pengumpulan data dilakukan secara bertahap. Tahap pertama
adalah pengetesan artikulasi abjad bahasa Inggris, kemudian melebar ke artikulasi
kata bahasa Inggris. Responden mengartikulasikan fonem berdasarkan
tahap-tahap artikulasi, pertama artikulasi abjad, dan artikulasi kata dengan pengantar
bahasa Inggris. Suaranya kemudian didokumentasikan melalui rekaman dalam
alat perekam (tape recorder) pada saat mengartikulasikan fonem. Tahap kedua
adalah penulisan data lisan menjadi data tertulis untuk mengetahui transkripsi
fonetik. Sedangkan pada tahap ketiga adalah tahap perlakuan (treatment) yaitu
dengan latihan artikulasi pada fonem-fonem konsonan yang sulit dan menjadi
faktor kesulitan dalam bertutur bahasa Inggris melalui proses linguistik (place of
articulation), dan yang terakhir adalah tahap pengelompokan data yang
Data dikumpulkan pada bulan Nopember 2010 hingga Nopember 2012 di
salah satu rintisan sekolah bertaraf Internasional di Kabupaten Bandung.
3.13 Pengolahan Data
Setelah semua data terkumpul, maka penulis melakukan penelitian sebagai
berikut:
a. Melakukan pengecekan kembali terhadap data-data lisan dan tulisan
dari responden.
b. Meneliti status data untuk dijadikan sampel dalam penulisan dan
menafsirkannya.
c. Menentukan sampel-sampel yang akan dipergunakan dalam penelitian
ini.
d. Meneliti faktor yang mendukung kesulitan artikulasi fonem konsonan
bahasa Inggris pada anak pascaoperasi bibir sumbing.
e. Menentukan dan melakukan treatment (perlakuan) sebagai tindak
lanjut dalam upaya penanggulangan untuk meminimalisasi kesulitan
artikulasi konsonan bahasa Inggris.
3. 14 Langkah-langkah Analisis Data
Setelah data dikumpulkan lalu diolah dan dianalisis melalui beberapa
tahapan, yaitu deskripsi, analisis, temuan, dan pembahasan. Tahap deskripsi
menyajikan data berupa tabel yang akan dijelaskan dalam tahap analisis sehingga
semua temuan tersebut dikumpulkan dan didiskusikan lagi pada bagian
pembahasan.
3.15 Tahap Deskripsi
Tahap deskripsi ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu kesulitan umum yang
terjadi pada anak pascaoperasi bibir sumbing yang akan dipaparkan di bab IV
sebagai bab pembahasan.
Perbandingan kesulitan artikulasi umum dan kemampuan berbahasa pada
anak pascaoperasi bibir sumbing ketika melakukan artikulasi fonem konsonan
bahasa Inggris. Dari segi pelafalan fonem, alat artikulasi pada organ produksi
artikulasi, responden kesulitan ketika akan melakukan artikulasi fonem konsonan
bahasa Inggris. Hasil analisis menjelaskan kesulitan artikulasi pada konsonan
dengan menghasilkan proses nasal pada hasil akhir artikulasi. Mengetahui faktor
yang mendukung atau menghambat upaya mengatasi kesulitan artikulasi fonem
bahasa Inggris pada anak pascaoperasi bibir sumbing.
3.16 Analisis
Tahap analisis menjelaskan bagaimana data pelafalan fonem pada
partisipan dapat disajikan dengan berpedoman pada kajian teori dan
langkah-langkah dalam penelitian ini. Sedangkan teknik pengumpulan data yang
digunakan dilakukan dalam tiga langkah yaitu sebagai berikut: observasi,
wawancara, dan tes. Selain itu pula, tahap ini berusaha menjelaskan hasil dari data
fakta-fakta yang ada digolongkan ke dalam dua tahap dengan berpedoman pada
pertanyaan penelitian yang dijadikan tolak ukur dan untuk melakukan analisis
data yang diperoleh sebagai tahap selanjutnya. Pada tahap analisis yang
berhubungan dengan kesulitan artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris ini, data
dari responden dianalisis dalam dua kategori yaitu: artikulasi abjad dan kata dari
fonem konsonan tersebut.
A. Pertanyaan Penelitian dan Analisis Data
1. Fonem-fonem konsonan bahasa Inggris apa saja yang sulit diartikulasikan pada anak pasca operasi bibir sumbing?
Maka analisis data yang dilakukan dengan melakukan beberapa tahap,
yaitu diantaranya:
Mengelompokkan fonem-fonem konsonan bahasa Inggris berdasarkan
tempat dan cara artikulasinya dari responden melalui tabel dalam bentuk
abjad dan kata.
Mengelompokkan konsonan bahasa Inggris yang sulit diartikulasikan
ketika mengartikulasikan suatu fonem dalam bentuk abjad dan kata.
Menentukan pola perubahan artikulasi fonem konsonan dalam proses
artikulasinya berdasarkan titik artikulasinya dalam bentuk abjad dan kata.
Menentukan pola perubahan artikulasi berdasarkan tingkat kesulitannya,
2. Faktor apa saja yang mendukung kesulitan artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris pada anak pascaoperasi bibir sumbing?
Membandingkan titik artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris dari
responden dengan titik artikulasi berdasarkan International Phonetics
Articulation (IPA) dalam bentuk abjad dan kata pada anak pascaoperasi
bibir sumbing melalui rekaman suara yang telah dilakukan.
Menentukan faktor-faktor yang mendukung kesulitan artikulasi fonem
konsonan bahasa Inggris pada anak pascaoperasi bibir sumbing baik dari
sisi fonetik dan titik artikulasi.
Mengelompokan faktor-faktor pendukung kesulitan dalam artikulasi
fonem konsonan bahasa Inggris pada anak pascaoperasi bibir sumbing
untuk menentukan upaya sebagai tindak lanjut dalam mengatasi kesulitan
artikulasi fonem konsonan pada anak pascaoperasi bibir sumbing.
3. Upaya apa aja untuk mengatasi masalah kesulitan artikulasi fonem
konsona bahasa Inggris pada anak labioshizchis pascaoperasi bibir sumbing?
Mengelompokkan fonem-fonem berdasarkan tempat dan cara artikulasinya
dari anak pascaoperasi bibir sumbing.
Mengelompokkan fonem-fonem yang sulit diartikulasikan ketika bertutur
Melakukan latihan artikulasi fonem-fonem yang sulit diucapkan dengan
mengubah tempat, titik artikulasi, pengaturan pernapasan, dan penekanan
pada tiap fonem yang sulit diucapkan dalam bentuk abjad dan kata.
3.17 Temuan
Tahap temuan ini menjelaskan bagaimana data kesulitan artikulasi fonem
pada responden ditemukan sesuai dengan tujuan dari penelitian ini (bersifat
purposif). Temuan yang kedua, mengetahui faktor yang mendukung atau
menghambat kesulitan arikulasi fonem konsonan bahasa Inggris pada anak
pascaoperasi bibir sumbing. Temuan yang ketiga, memberikan upaya untuk
mengatasi kesulitan artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris pada anak
pascaoperasi bibir sumbing. Temuan-temuan yang muncul dapat dijadikan sebagai
bahan kajian baru atau bahkan teori-teori baru yang dapat mendukung dalam
penelitian di kemudian hari.
3.18 Pembahasan
Tahap ini merupakan tahap akhir yang dikumpulkan dari hasil-hasil
temuan yang ada yang kemudian akan dibandingkan atau dikonstraskan dengan
teori terkait. Penentuan upaya untuk mengatasi kesulitan artikulasi fonem
konsonan bahasa Inggris pada anak pascaoperasi bibir sumbing. Setelah
dibandingkan, maka akan muncul kesamaan atau pebedaan antara temuan dengan
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Labioshizchis atau lebih dikenal dengan bibir sumbing ini merupakan
kelainan bawaan yang timbul saat pembentukan janin yang menyebabkan adanya
celah di antara kedua sisi kanan dan kiri dari bibir. Kadang kala malah lebih luas,
dapat mencapai langit-langit bahkan sampai dengan merusak estetika cuping
hidung (labio-palato-gnato schizis). Adapun definisi tentang labioshozchis ini
bahwa belahan langit-langit mulut ini merujuk pada keadaan terbelahnya atau
merekahnya langit mulut seoarang penutur. Belahan atau rekahan
langit-langit mulut ini biasanya terjadi pada lngit-langit-langit keras saja, langit-langit-langit-langit lunak
saja, atau kedua-duanya. Suatu kelainan bawaan yang terjadi pada bibir bagian
atas serta langit-langit lunak dan langit-langit keras mulut.
Kelainan ini adalah suatu ketidak sempurnaan pada penyambungan bibir
bagian atas, yang biasanya berlokasi tepat dibawah hidung. Gangguan ini dapat
terjadi bersama celah bibir dan langit-langit. Kelainan ini adalah jenis cacat
bawaan yang disebabkan oleh gangguan pembentukan organ wajah selama
kehamilan. Kejadian rekahan (baik langit-langit mulut, gusi, maupun bibir) ini
terjadi sejak awal kehamilan seorang ibu, yang disebabkan oleh kegagalan
jaringan janin (embyonic tissue) untuk membentuk langit-langit mulut, gusi, dan
bibir secara sempurna.
Selain itu pula terdapat dua jenis kelainan bibir sumbing ini, yaitu; bibir
belahan (bilateral). Adapun penanganan secara medis dilakukan dengan cara
melakukan tindakan operasi sejak kecil dengan pengembangan kelainan dalam
berbicara harus tetap dipisahkan, dengan kata lain selain penanganan masalah
medis juga harus tetap mendapatkan penanganan terapi berbicara dan artikulasi
setelah mendapatkan penanganan masalah medis tersebut.
Adapun langkah-langkah operasi yang harus dilakukan oleh anak yang
mengalami bibir sumbing sebaiknya dilakukan pada saat bayi berusia enam bulan,
pada saat bayi tersebut masih dalam tahap babbling/mengoceh. Sedangkan untuk
tindakan operasi kedua sebaiknya dilakukan dengan tujuan untuk menyatukan
bibir atas dengan langit-langit yang terbelah dua. Sedangkan untuk tindakan
operasi yang sifatnya menyempurnakan biasanya dilakukan untuk
menyempurnakan bibir. Meskipun perawatan secara medis (dioperasi dan
lain-lain) dilakukan sejak kecil, hasilnya tidak bisa sempurna seperti penutur normal.
Penutur yang bersangkutan tetap menghadapi masalah untk menyebutkan
bunyi-bunyi bahasa karena langit-langit mulutnya yang tidak merata
(tinggi-rendah) sempit, dan biasanya diikuti bentuk gusi yang tidak normal. Dengan
demikian semakin jelas bahwa untuk labioshizchis ini selain mendapatkan
tindakan medis berupa tindakan operasi, harus pula mendapatkan tindakan terapi
bicara dan terapi artikulasi. Tetapi hsl tersebut juga tidak dengan sendirinya dapat
membuat seorang labioshizchis dapat berartikulasi seperti halnya orang-orang
normal pada umumnya, tetap saja masih ada ketidaksemprunaan baik dalam segi
fisik maupun dalam segi artikulasi dan bicara. Bahkan sampai saat ini pula
meskipun sudah dilakukan tindakan operasi dan tindakan terapi bicara dan terapi
artikulasi.
Labioshizchis yang terjadi pada responden merupakan jenis labioshizchis
unilateral dengan luka pada satu belahan bibir, sedangkan pada bagian
langit-langit terbuka lebar sampai dengan ke uvula. Sampai saat ini responden sudh
mendapatkan tindakan operasi sebanyal dua kali, yaitu: bulan Agustus tahun 1998
ketika usia 5 bulan, dan pada tahun 2006 ketika usia 8 tahun. Melalui wawancara
yang dilakukan dengan orang tua responden dan respondennya sendiri sampai saat
ini responden tidak memiliki uvula (anak tekak). Sehingga artikulasi yang
dilakukan oleh responden akan berakhir dengan fonem nasal.
Setelah penelitian diadakan selama kurang lebih setahun, maka peneliti
menyimpulkan bahwa responden mengalami kesulitan artikulasi untuk fonem
bilabial [f], Alveolar [l], [r], [s], dan [d], sedangkan fonem velar [k]. Dari
keempat fonem tersebut fonem yang diucapkan memiliki fonem nasal, semua itu
disebabkan karena responden tidak memiliki uvula (anak tekak). Uvula pada
orang normal digunakan untuk mengatur alur udara dari paru-paru yang akan
didistribusikan ke rongga mulut atau ke rongga hidung. Untuk kasus responden ini
diakrenakan tidak memiliki uvula maka ada sebagian udara yang didistribusikan
ke rongga hidung, sehingga pendengar akan menerima fonem nasal di alat
pendengarannya.
Kealfaan akan uvula merupakan salah satu faktor yang mendukung
responden sulit mengartikulasikan fonem konsonan bahasa Inggris, selain itu pula
lebih menonjol ke depan daripada rahang atas. Hal ini dapat dibuktikan dengan
hasil rontgen. Disamping itu pula responden memiliki gigi tambahan pada rahang
atas yang terletak di bagian atas depan ujung gigi atas sehingga responden
mengalami hambatan dalam berartikulasi.
Untuk mengatasi kesulitan artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris
tersebut, maka peneliti melakukan upaya-upaya dalam bidang linguistik untuk
mengurangi kesulitan tersebut dengan cara mengubah titik artikulasi responden
ketika mengartikulasikan fonem-fonem konsonan bahasa Inggris yang sulit
diartikulasikan oleh responden. Adapun untuk upaya-upaya tersebut, peneliti lebih
menitik beratkan pada titik artikulasi yang ada pada responden, baik dengan
mengubah ataupun merotasi tempat titik artikulasi dan mengatur arus udara yang
keluar-masuk dari paru-paru menuju mulut dan nasal berdasarkan jenis-jenis
fonem yang mendapat kesulitan diartikulasikan oleh responden, terutama untuk
fonem konsonan bahasa Inggris. Peneliti memaparkan upaya-upaya tersebut di
atas ke dalam tiap fonem yang menjadi kesulitan artikulasi dari responden seperti
yang dibahas dibawah ini:
1. Fonem Bilabial
Responden menarik lidah ke belakang dalam keadaan tergantung atau
ngangkang, bibir atas dan bawah bertemu, kemudian responden menarik nafas
terlebih dahulu dan menghembuskan udara difokuskan dan dikeluarkan dari
2. Fonem Labiodental
Untuk mengatasi penyimpangan fonem [f] sebagai kesulitan artikulasi dari
responden, maka peneliti memberikan alternatif cara artikulasi dengan mengubah
tempat artikulasi, yaitu dengan menarik nafas dalam-dalam sebelum berartikulasi
kemudian menempatkan ujung gigi atas ke depan bertemu dengan bibir bawah,
posisi penempatan gigi atas responden ke gigi bawah hampir 75% dari luas bibir
bawah. Hal ini dilakukan responden dikarenakan posisi rahang bawah responden
lebih ke depan dari pada rahang atas.
3. Fonem Alveolar
Ketika akan mengartikulasikan fonem [d], responden menyentuhkan lidah
depan bagian atas disentuhkan depan ke ujung langit-langit bagian atas gigi
depan. Untuk fonem [l] lidah responden dijulurkan sedikit ke depan kemudian
digigit oleh kedua gigi dan lidah agak dicekungkan ke arah gigi atas, sehingga
fonem [l] dapat dikurangi fonem sengaunya. Fonem [r] responden harus
menempatkan pinggir lidah kiri dan kanan secara melebar kemudian disentuhkan
ke gigi atas bagian kiri dan kanan dengan mulut dalam keadaan terbuka, sehingga
suara terdengar bergetar dan untuk mengurangi rembesan udara yang keluar
melalui alat artikulasi nasal. Untuk fonem [d] peneliti mengarahkan responden
agar menempatkan posisi lidah bagian depan atas disentuhkan ke ujung depan
langit-langit gigi atas. Untuk fonem [s] responden menempatkan lidah seolah-olah
4. Fonem Velar
Dalam kasus ini, peneliti memberikan alternatif cara mengartikulasikan
fonem [k] tersebut dengan melebarkan lidah disentuhkan ke ujung gigi kanan dan
kiri atas, kemudian responden menggigit lidah tersebut. Hal tersebut sebagai
upaya untuk mengatasi kesulitan artikulasi fonem [k] bahasa Inggris bagi
responden.
5.2 Saran
Peneliti melakukan penelitian pada seorang anak labioshizchis
pascaoperasi bibir sumbing sebanyak dua kali. Penelitian ini dilakukan untuk
menjawab tiga pertanyaan penelitian yang telah disebutkan pada bab-bab
sebelumnya. Penelitian tentang labioshizchis ini masih belum banyak dilakukan,
sehingga referensi untuk bidang ini masih sukar untuk didapatkan. Labioshizchis
merupakan cacat bawaan yang sukar untuk disempurnakan. Meskipun sudah
melakukan oparasi, hendaknya mendapatkan penanganan secara medis tidak boleh
berhenti sampai di sana. Sepantasnya responden harus mendapatkan tindak lanjut
untuk mengurangi kesulitan artikulasi. Selain itu pula hendaknya pendekatan
linguistik dilakukan untuk mengurangi kesulitan artikulasi pascaoperasi bibir
sumbing. Terapi wicara seharusnya merupakan rangkaian tindakan pascaoperasi
bibir sumbing.
Pada kasus labioshizchis ini, masyarakat umum harus lebih
membuka tangan untuk menerima penderita labioshizchis ini dengan menganggap
berkomunikasi. Labioshizchis bukanlah kelainan yang patut untuk dijadikan jarak
dalam berkomunikasi. Terapi bicara dan artikulasi harus lebih ditekankan dengan
berkolaborasi dengan tim medis. Penanganan labioshizchis hendaknya dijadikan
satu rangkaian perlakuan tindakan baik dari segi medis maupun dari segi
linguistik. Koordinasi antara aspek medis dan linguistik harus merupakan satu
paket dalam penanganan labioshizchis. Penelitian lebih mendalam dan
berkelanjutan hendaknya dilakukan pada penelitian-penelitian selanjutnya.
Konstribusi dari penelitian ini senantiasa dapat memberikan konstribusi yang
positif terhadap penderita labioshizchis dari sudut linguistik.
Penggunaan alat-alat pengukur ketepatan artikulasi dibutuhkan untuk
mengukur kevaliditasan kesulitan artikulasi fonem konsonan bahasa Inggris. Alat
validasi artikulasi fonem konsonan ini harus dapat digunakan untuk validasi data
kesulitan artikulasi fonem konsonan bahas Inggris.
Peneliti mengharapkan bahwa penelitian lebih lanjut dan lebih detail dapat
dilakukan untuk kesempurnaan dan dapat menemukan teori-teori baru yang dapat
memberikan konstribusi yang positif terhadap bidang linguistik pada umumnya
DAFTAR PUSTAKA
Bailey, A. Carol, 2007, A Guide To Qualitative Field Research Second Edition, New Delhi : Fine Forge Press.
Cipollone, Keiser, Vasisth, 1998, Language Files: Materials for an Introduction to Language and Linguistics, Seventh Edition, Ohio : Ohio State University Press
Clark John, Collin Yallop, 1996, An Introduction to Phonetics and Phonology Second Edition, Massachusetts : Blackwell Publishers Ltd
.
Cummings, Louise, 2008, Clinical Linguistics, Manchester : Edinburgh University Press.
Dardjowidjojo, Soenjono, 2008, Pengajaran Pemerolehan Bahasa, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Ellis, R, 1991, Understanding Second Language Acquisition, Oxford : Oxford University Press.
Echols John M, Shadili Hassan, 1996, An English-Indonesian Dictionary, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana, Harimurti, 2001, Kamus Linguistik, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Lilik Kurniawan, Yayan Akhyar Israr. LABIOSCHISIS (BIBIR SUMBING) Fakultas Kedokteran Universitas Riau. 2009.
Moeleong, Lexy J, 2008, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Musclih, Masnur, 2009, Fonologi Bahasa Indonesia, Jakarta : Bumi Aksara.
Roach, Peter, 2001, Phonetics, New York : Oxford University.
Suwandi, Sarwiji, 2008, Serbalinguistik: Mengupas Pelbagai Praktik Berbahasa, Surakarta : LPP UNS dan UNS Press.
Tarigan, Guntur Henry, 1988, Pengajaran Pemerolehan Bahasa, Jakarta : Dirjen Dikti
Verhaar, 2008, Asas-asas Linguistik, Jogjakarta: Gadjah Mada University Press
Windsor Fay, Kelly M. Lousie, Hewlett Nigel, 2002, Investigation in Clinical Phonetics and Linguistics, London : Lawrence Erlbaum Association Publishers.