DAFTAR ISI
E. Kelemahan dan Kelebihan Pembelajaran Inkuiri ... 22
F. Pengujian Instrumen ... 45
G. Teknis Analisis Data ... 52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data ... 57
1. Pemahaman konsep ... 57
2. Keterampilan Proses Sains Siswa ... 69
3. Tanggapan Siswa terhadap Model Pembelajaran yang dikembangkan ... 71
4. Tanggapan Guru terhadap Model Pembelajaran ... 73
5. Observasi Kegiatan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing ... 74
B. Temuan dan Pembahasan ... 78
1. Pemahaman konsep ... 78
2. Keterampilan Proses Sains ... 81
3. Tanggapan Siswa dan Guru terhadap Model Pembelajaran Inkuiri ... 82
4. Tantangan dan Keunggulan Model Pembelajaran Inkuiri .... 83
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 85
B. Saran ... 86
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Jenis-jenis Keterampilan Proses Sains dan Karakteristiknya... 29
3.1 Desain Penelitian Eksperimen Semu One Group Pre Test – Post Test ... 38
4.1 Label Konsep yang dikembangkan ... 58
4.2 Perolehan Skor Ulangan Harian, Pretes, Postes Gain dan N-Gain ... 60
4.3 Hasil Uji Normalitas Pretes-Postes Pemahaman Konsep ... 63
4.4 Hasil Uji Normalitas Pretes Antar Kelompok ... 64
4.5 Hasil Uji Normalitas Postes Antar Kelompok ... 64
4.6 Hasil Uji Normalitas N-Gain Antar Kelompok ... 65
4.7 Hasil Uji t Data N-Gain pada Pemahaman Konsep Antar Kelompok ... 65
4.8 Data Pretes, Postes, dan N-Gain tiap Label Konsep ... 67
4.9 N-gain Label Konsep pada tiap Kategori Kelompok Siswa... . 68
4.10 Hasil Perhitungan Statistik Pretes-Postes pada Tiap Label Konsep... 69
4.11 Hubungan Keterampilan Proses Sains dengan Rerata Pretes, Postes dan N- Gain... 70
4.12 Hasil Perhitungan Statistik Pretes-Postes pada iap tKeterampilan Proses Sains ... 71
4.13 Hasil Pengisisan Angket Siswa ... 72
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Sintak Model Inkuiri ... 25 3.1. Alur Penelitian ... 40 4.1 Rerata Pemahaman Konsep Siswa Berdasarkan Kelompok
Sebelum dan Sesudah Pembelajaran ... 62
4.2 Rerata N-Gain Pemahaman Konsep Siswa Berdasarkan Kelompok ... 62
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dunia pendidikan merupakan objek luas yang mencakup seluruh pengalaman
dan pemikiran manusia tentang pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu
kegiatan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Perkembangan IPTEK yang semakin cepat menyebabkan guru tidak mungkin
mengajarkan semua fakta dan konsep kepada siswa (Semiawan, 1999). Siswa
perlu diberi bekal agar dapat menggali fakta dan konsep secara mandiri, oleh
karena itu pembelajaran IPA disekolah tidak cukup hanya mengetengahkan
fakta-fakta atau konsep saja tetapi harus mampu memberikan pengalaman kepada siswa
untuk memahami bagaimana fakta atau konsep tersebut diperoleh.
Dalam upaya mewujudkan dan meningkatkan suasana belajar dan proses
pembelajaran diperlukan suatu perubahan terhadap paradigma pendidikan yang
semula proses belajar mengajar terpusat pada aktivitas guru ke arah aktivitas yang
Namun demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa dalam setiap
pembelajaran sebagian besar guru masih kurang memperhatikan keterlibatan
siswa. Hal ini terlihat pada proses belajar mengajar hanya menggunakan informasi
verbal dengan hanya melakukan ceramah di depan kelas, sehingga hasil belajar
yang diperoleh hanya pengetahuan konsep yang kadang tidak bermakna dan tidak
mendukung pengembangan keterampilan berpikir siswa. Hal ini didukung dalam
studi yang dilakukan Blazeli, dkk (dalam Suderajat, 2003) diketahui bahwa
pembelajaran di sekolah cenderung sangat teoritik dan tidak terkait dengan
lingkungan dimana siswa berada. Akibatnya peserta didik tidak mampu
menerapkan apa yang dipelajari di sekolah untuk memecahkan masalah kehidupan
yang dihadapi sehari-hari. Salah satu penyebab kegagalan dalam pengajaran IPA
adalah tertanamnya tujuan proses pengajaran yang hanya menekankan pada
produk.
Tujuan pembelajaran IPA adalah penguasaan konsep, trampil dalam
melakukan proses IPA dalam kehidupan sehari-hari dan trampil dalam berpikir.
Menurut Munandar (dalam Limba 2004), dinyatakan bahwa Lingkungan dapat
memupuk kepribadian kreatif karena tujuan pendidikan pada hakekatnya adalah
mengusahakan suatu lingkungan setiap anak didiknya diberikan kesempatan untuk
mewujudkan suatu bakat dan kemauannya secara optimal sehingga ia dapat
mengungkapkan bahwa agar prilaku kreatif dapat terwujud, baik ciri-ciri kognitif
maupun ciri-ciri afektif perlu dikembangkan secara terpadu dalam proses belajar.
Proses belajar mengajar akan lebih menarik apabila guru dapat memilih dan
menggunakan model pembelajaran yang relevan dengan konsep yang sedang
dipelajari sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Salah satu model
pembelajaran yang memberikan porsi ruang dan waktu terbesar kapada siswa
adalah model pembelajaran inkuiri. Melalui model pembelajaran inkuiri siswa
diajak untuk terlibat langsung kedalam proses ilmiah melalui latihan-latihan.
Indrawati (dalam Nina Soesanti 2005: 11) mengungkapkan bahwa esensi dari
model pembelajaran inkuiri adalah untuk melibatkan siswa dalam masalah yang
sesungguhnya dengan cara mengkonfrontasikan mereka kedalam suatu area
penyelidikan, membantu mereka mengidentifikasikan suatu masalah secara
konseptual atau metodologis, dan mengundang mereka untuk merancang cara
penyelesaian masalah tersebut.
Pada dasarnya pendekatan inkuiri lebih menekankan pada pencarian
pengetahuan daripada perolehan pengetahuan. Dengan demikian siswa diharapkan
dapat mengembangkan keterampilan intelektual dan keterampilan proses sains.
Commision on Science Education (1970) dalam Nuryani (1992) menyatakan
bahwa keterampilan proses adalah komponen inkuiri ilmiah, prosedur yang
Dengan model pembelajaran yang lebih mengaktifkan siswa untuk terlibat dalam
proses perolehan pengetahuan akan memberikan dampak yang lebih bermakna
dalam penguasaan konsep dan trampil dalam melakukan proses IPA dalam
kehidupan sehari-hari dan trampil dalam berpikir.
Penelitian menunjukkan bahwa model inkuiri akan membuat siswa menjadi
lebih kreatif, berpikir positif dan bebas berekspresi (Kuhne, 1995 dalam Alberta
2004) Menurut penelitian tersebut hal ini berlaku menyeluruh pada semua siswa
walaupun setiap individu membutuhkan perhatian yang berbeda selama proses
inkuiri. Sumardi (1986) dalam penelitiannnya tentang pengaruh pendekatan
kegiatan labolatorium inkuiri terbimbing dan kegiatan laboratorium verifikasi
terhadap hasil belajar siswa menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran
inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini pun didukung oleh hasil
penelitian Dani (2000) bahwa pendekatan kegiatan labolatorium inkuiri terbimbing
dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran fisika. Nina Susanti
(2005) menyimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri terbimbing memberikan respon
siswa yang positif, lebih kreatif dan kompetitif.
Penelitian-penelitian yang dilakukan melalui penerapan model pembelajaran
inkuiri lebih mengukur penguasaan konsep. Dalam penelitiannya, Limba (2004)
menyimpulkan bahwa model pembelajaran latihan inkuiri dapat meningkatkan
keterampilan proses sains siswa.
Agar dapat memperoleh manfaat dari pembelajaran IPA, maka pada penelitian
ini dicoba suatu model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk mengukur
keterampilan proses sains dan pemahaman konsep siswa, sebagai alternatif dalam
proses pembelajaran kimia pada jenjang pendidikan SMK, khususnya siswa SMK
program keahlian analisis kimia. Dimana siswa dituntut untuk lebih memahami
konsep-konsep kimia dan trampil dalam mengaplikasikan baik di lingkungan
sekolah maupun di masyarakat dalam dunia kerja. Di SMK, mata pelajaran Kimia
merupakan mata pelajaran kelompok adaptif. Konsep Hasil Kali Kelarutan
merupakan salah satu materi pada pelajaran kimia semester 2 di kelas X dan
semester 1 dikelas XI yang cukup sulit dipahami siswa. Untuk memahami materi
Hasil Kali Kelarutan, siswa dituntut untuk memahami konsep-konsep sebelumnya
seperti konsep mol, massa atom relatif, persamaan reaksi, kesetimbangan reaksi,
konsentrasi larutan. Adanya keterkaitan antara konsep hasil kali kelarutan dengan
konsep-konsep sebelumnya, menunjukkan bahwa konsep hasil kali kelarutan
merupakan konsep yang kompleks dan abstrak. Mengingat penyampaian materi
hasil kali kelarutan di SMK dimulai pada siswa kelas X di semester 2, maka materi
ini akan lebih sulit untuk dipahami siswa. Hal ini berbeda dengan penyampaian
materi hasil kali kelarutan di SMU yang disampaikan pada siswa kelas XI
Pada penelitian ini dipilih suatu model pembelajaran inkuiri terbimbing,
mengingat siswa kelas X belum berpengalaman belajar dengan menggunakan
pendekatan inkuiri, sehingga diperlukan bimbingan dalam dalam pembuatan
keputusan tentang pembuatan data yang akan dikumpulkan dan bagaimana cara
pengumpulan datanya.
Berdasarkan latar belakang di atas maka, perlu dilakukan suatu studi untuk
mengembangkan model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk meningkatkan
keterampilan proses sains dan pemahaman konsep siswa SMK pada pokok
bahasan Hasil Kali Kelarutan.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “ Bagaimana model
pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan keterampilan proses sains
siswa dan pemahaman konsep siswa pada pokok bahasan Hasil kali kelarutan?”.
Selanjutnya, rumusan masalah dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian
sebagai berikut ;
1. Bagaimana pembelajaran Hasil kali kelarutan dengan menggunakan model
pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan pemahaman konsep
2. Bagaimana pembelajaran Hasil kali kelarutan dengan menggunakan model
pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan keterampilan proses
sains siswa ?
3. Bagaimana tanggapan guru terhadap pembelajaran Hasil kali kelarutan
dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing?
4. Bagaimana tanggapan siswa terhadap pembelajaran Hasil kali kelarutan
dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing?
C. PEMBATASAN MASALAH
1. Penelitian ini dilakukan pada konsep Hasil kali kelarutan yang meliputi :
o Pengertian Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan
o Hubungan antara kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan
o Pengaruh ion senama
2. Keterampilan Proses Sains yang akan diteliti adalah kemampuan siswa
dalam menyimpulkan, mengelompokkan, meramalkan, berkomunikasi, dan
D. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model pembimbingan guru
pada pembelajaran inkuiri terbimbing pada konsep hasil kali kelarutan, yang dapat
meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains siswa SMK.
Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui bagaimana tanggapan siswa
terhadap model pembelajaran inkuiri terbimbing pada pembelajaran konsep hasil
kali kelarutan.
Adapaun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan
dampak positif meningkatkan pemahaman konsep, keterampilan proses sains
siswa sehingga siswa lebih termotivasi dalam belajar dan mengikuti pembelajaran
khususnya pada proses pembelajaran hasil kali kelarutan dan meteri lainnya secara
umum. Penelitian ini pun diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran
bagi guru sebagai tenaga pendidik dalam memperbaiki proses belajar mengajar
sebagai upaya meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains
E. PENJELASAN ISTILAH
Agar tidak terjadi perbedaan pemahaman tentang istilah-istilah yang
digunakan, maka akan dijelaskan beberapa istilah yang dianggap perlu pada
penelitian ini. Istilah-istilah tersebut sebagai berikut :
1. Model Pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan
dalam menyusun kurikulum, mendisain materi pelajaran dan memberi
petunjuk kepada pengajar dikelas dan pada kondisi lain ( Joyce, dan Weil:
1992 )
2. Pembelajaran Model Inkuiri diartikan sebagai kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur secara sistematik, mengikuti dan mengarahkan siswa
untuk bekerja secara inkuiri dan selalu melibatkan siswa dalam diskusi dari
permasalahan dan jawaban yang mereka peroleh dari percobaan. Amien
1987 (dalam Sayuthi 2005)
3. Inkuiri terbimbing suatu pendekatan dimana guru lebih berperan dalam
membuat perencanaan dan menyediakan petunjuk yang terarah kepada
siswa, siswa tidak dilibatkan dalam merumuskan permasalahan. (Sund &
Trowbridge, 1973)
4. pemahaman Konsep merupakan suatu kemampuan yang dimiliki siswa
menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi ( Kartimi 2003 ).
Dalam penelitian ini pemahaman konsep yang dimaksud adalah kemampuan
siswa menjelaskan dan menggunakan konsep pada situasi tertentu dan
pengukurannya didasarkan pada peningkatan jumlah siswa yang menjawab
pertanyaan dengan benar.
5. Keterampilan Proses Sains merupakan keterampilan intelektual, manual
dan sosial yang digunakan untuk membangun pemahaman terhadap suatu
konsep/gagasan/pengetahuan dan menyakinkan / menyempurnakan
pemahaman yang sudah terbentuk. Keterampilan tersebut meliputi
aspek-aspek kemampuan mengamati, mengklasifikasi, menafsirkan, meramalkan,
mengajukan pertanyaan, berhipotesa, merencanakan penelitian, menerapkan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini ditujukan pada pengembangan model pembelajaran kimia
yang dapat meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains.
Penelitian ini terdiri dari kajian teoritik berupa studi literature dan pengembangan
model pembelajaran serta studi eksperimen dalam bentuk pelaksanaan model
pembelajaran.
Penelitian ini merupakan penelitian kelas dengan metode eksperimen semu
(quasy experiment) dengan one group pre test–post test design (desain kelompok
tunggal dengan pretes-postes) yakni suatu bentuk eksperimen yang menggunakan
kontrol dan subjek penelitian sendiri. Desain ini dapat digambarkan pada tabel 3.1
berikut:
Tabel 3.1 Desain Penelitian Eksperimen Semu One Group Pre Test - Post Test
Kelompok Pretes Perlakuan Postes
Keterangan:
T1 = Pretes untuk mengukur kemampuan awal siswa sebelum diberi perlakuan
X = Perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran Inkuiri terbimbing
T2 = Postes untuk mengukur kemampuan siswa setelah diberi perlakuan
B. Subyek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMK negeri di kota Bandung pada
semester II tahun ajaran 2007 – 2008. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa
kelas X yang berjumlah 32. Pada penelitian ini siswa dikelompokkan menjadi
tiga kelompok berdasarkan kategori kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
Kategori kemampuan ini didasarkan pada nilai ulangan harian.
C. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini ada dua, yaitu Variabel bebas dan Variabel
terikat Variabel bebas adalah pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri
terbimbing, sedangkan variabel terikat adalah pemahaman konsep dan
keterampilan proses sains yang diperoleh melalui pembelajaran dengan model
pembelajaran inkuiri terbimbing.
D. Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yaitu :
a. Tahap Persiapan
Langkah pertama pada tahap persiapan adalah: a) Studi literature
terhadap kurikulum mata pelajaran dan beberapa buku kimia untuk
menganalisis konsep – konsep penting yang akan disampaikan pada
proses pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman konsep dan
keterampilan proses sains siswa, b) membuat analisis konsep untuk
menentukan label konsep, definisi konsep, jenis konsep, dan atribut
konsep, c) membuat peta konsep yang meliputi konsep – konsep yang
relevan dengan menggunakan kata penghubung, d) Studi keterampilan
proses sains untuk menentukan indikator yang akan dikembangkan
dalam pembelajaran inkuiri terbimbing, e) menyusun model
pembelajaran inkuiri terbimbing yang meliputi definisi konsep, indikator
keterampilan proses sains yang akan dikembangkan, tujuan
pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan alat evaluasi.
b. Tahap Pelaksanaan.
Pada tahap ini, dilakukan penerapan model pembelajaran yang telah
disiapkan. Dalam penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing
• Tahap uji coba soal, diberikan di kelas X (Kelas yang sudah
menerima pembelajaran materi Hasil Kali Kelarutan). Hasil uji coba
dianalisis secara kuantitatif untuk mengukur tingkat kesukaran, daya
pembeda, validitas dan reliabilitas selanjutnya dilakukan revisi soal
sehingga diperoleh soal yang baik yang akan dipakai sebagai soal
pretes dan postes dalam penelitian.
• Tahap pelaksanaan pembelajaran. Pelaksanaan model pembelajaran
inkuiri terbimbing dilakukan pada kelas eksperimen yang dimulai
dengan pemberian tes awal (pretes) kemudian kegiatan pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing. Pada
Akhir pembelajaran kelas diberikan tes akhir (postes ). Pelaksanaan
model pembelajaan memerlukan waktu 6 jam pelajaran yang terdiri
dari 1 jam pelajaran (1x 45 menit) digunakan untuk tes awal, 4 jam
pelajaran ( 4 x 45 menit) digunakan untuk kegiatan pembelajaran
inkuiri terbimbing yang terbagi menjadi 2 kali pertemuan, dan 1 jam
pelajaran ( 1 x 45 ) digunakan untuk postes. Tes awal dan tes akhir
meliputi pemahaman konsep dan keterampilan proses sains. Selama
kegiatan pembelajaran dilakukan observasi terhadap aktivitas siswa
yang dilakukan oleh guru pengajar kimia lainnya. Selanjutnya siswa
diminta untuk mengisi angket untuk memberikan tanggapan
c. Tahap Analisis Data dan Penyusunan Laporan
Data yang terkumpul melalui penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok
yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif disampaikan
secara deskriptif sedangkan data kuantitatif diolah secara statistic,
kemudian dilakukan penyusunan laporan
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Tes tertulis yang berisi butir soal untuk mengukur pemahaman konsep
dan keterampilan proses sain pada sub pokok bahasan Hasil kali
Kelarutan sebelum dan sesudah pelaksanaan pembelajaran. Tes tertulis
terdiri dari 17 soal pilihan ganda. Sebelum soal digunakan terlebih
dahulu soal diuji-coba pada siswa kelas X SMK tahun pelajaran 2007 –
2008 dari sekolah menengah kejuruan yang sama dan telah menerima
pembelajaran Hasil Kali Kelarutan. Ujicoba soal dilakukan untuk
mengetahui validasi, tingkat kesukaran soal, daya pembeda, dan
reliabilitas.
b. Lembar pedoman observasi aktivitas pembelajaran inkuiri.
c. Lembar pedoman angket dan wawancara
Lembar pedoman angket digunakan untuk memperoleh tanggapan siswa
terhadap model pembelajaran inkuiri terbimbing yang digunakan pada
pembelajaan hasil kali kelarutan. Angket ini menggunakan skala likert,
setiap siswa diminta untuk menjawab pertanyaan dengan jawaban Sangat
Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju
(STS). Untuk pertanyaan positif maka dikaitkan dengan nilai SS = 4, S =
3, TS = 2, STS = 1 dan sebaliknya untuk pertanyaan negatif maka
dikaitkan dengan nilai SS = 1, S = 2, TS = 3 dan STS = 4.
Lembar pedoman wawancara digunakan untuk mengetahui tanggapan
guru terhadap pembelajaran hasil kali kelarutan dengan menggunakan
model pembelajaran inkuiri yang dikembangkan dan dilakukan setelah
selesai pelaksanaan pembelajaran, kendala-kendala yang dihadapi dan
kesan guru terhadap model pembelajaran yang digunakan.
d. Lembar kerja siswa
Lembar kerja siswa disusun hanya sebagai penuntun dalam
melaksanakan ekperimen dalam model pembelajaran inkuiri terbimbing
F. Pengujian Instrumen
Butir saol tertulis untuk mengukur penguasaan konsep dan keterampilan
proses sains diuji dengan cara :
a. Validasi butir soal
Validasi butir soal digunakan untuk mengetahui dukungan suatu butir
soal terhadap skor total. Untuk menguji validasi setiap butir soal,
skor-skor yang ada pada butir soal yang dimaksud dikorelasikan dengan skor-skor
total yang diperoleh. Sebuah soal memiliki validitas yang tinggi jika skor
soal tersebut memiliki dukungan yang besar terhadap skor total.
Dukungan setiap butir soal dinyatakan dalam bentuk korelasi, sehingga
untuk mendapatkan validasi suatu butir soal digunakan rumus korelasi.
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product
N = Banyaknya subjek atau jumlah siswa
X = Nilai X ( skor butir soal)
Y = Nilai Y ( skor total)
Kriteria validasi soal menurut Arikunto (2006) adalah sebagai berikut:
a. 0,80 – 1,00 : Sangat tinggi
b. 0,60 – 0,80 : Tinggi
c. 0,40 – 0,60 : Cukup
d. 0,20 – 0,40 : Rendah
e. 0,00 – 0,20 : Sangat rendah
Untuk mengetahui signifikansi korelasi dilakukan uji t dengan rumus
rxy = koefisien korelasi
Hasil perhitungan diperoleh bahwa terdapat 5 soal yang termasuk
kriteria rendah yaitu soal no 3, 4, 6, 8 dan 14. Soal dengan validasi
yang rendah direvisi kemudian digunakan dalam instrumen penelitian.
b. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui ketepatan alat evaluasi dalam
mengukur ketepatan siswa menjawab soal yang diujikan satu kali. Untuk
soal pilihan ganda rumus yang digunakan dalam uji reliabilitas adalah
rumus Spearman-Brown sebagai berikut :
r1/21/2 = korelasi antara skor-skor setiap belahan tes
r11 = koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan
Kriteria tingkat reliabilitas adalah :
c. 0,40 ≤ r11< 0,70 : korelasi sedang
d. 0,70 ≤ r11< 0,90 : korelasi tinggi
e. 0,90 ≤r11< 1,00 : korelasi tinggi sekali
f. r11=1,00 : korelasi sempurna
Nilai r11 dan nilai r½ ½ dihitung dengan persamaan rumus korelasi
product momen pearson ( Ruseffendi, 1998 )
(
)( )
Hasil pengujuan yang diperoleh r = 0,83, maka butir soal yang diujikan
JA = Banyaknya peserta kelompok atas
JB = Banyaknya peserta kelompok bawah
BA = Jumlah peserta kelompok atas yang menjawab benar
BB = Jumlah peserta kelompok bawah yang menjawab benar
PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Kriteria indeks daya pembeda yang digunakan adalah kriteria yang
dikemukakan Arikunto, 2006 sebagai berikut :
a. 0,00 < D ≤ 0,20 : Jelek
b. 0,20 < D ≤ 0,40 : Cukup
c. 0,40 < D ≤0,70 : Baik
d. 0,70 < D ≤ 1,00 : Sangat baik
Hasil analisis daya pembeda, diperoleh soal nomor 6 (1 soal )
dikategorikan jelek, 7 soal dikategorikan cukup, 8 soal dikategorikan
baik dan 1 soal ( nomor 10 ) dikategorikan sangat baik. Soal dengan
d. Tingkat kesukaran
Untuk menghitung tingkat kesukaran (P) butir soal pemahaman konsep
berdasarkan pada kelompok atas dan kelompok bawah siswa, digunakan
rumus :
B P
JS
= (Arikunto, 2006)
Keterangan :
P = Indeks kesukaran
B = Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar
JS= Jumlah seluruh siswa peserta tes.
Kriteria indeks kesukaran butir soal berdasarkan Arikunto,2006 adalah :
a. P = 0,00 : soal terlalu sukar
b. 0,00 < P ≤0,30 : soal sukar
c. 0,30 < P ≤0,70 : soal sedang
d. 0,70 < P ≤ 1,00 : soal mudah
Hasil analisis tingkat kesukaran butir soal didapatkan 1 soal dikategorikan
mudah ( nomor 7 ), 14 soal dikategorikan sedang dan 2 soal (nomor 11 dan 16)
dikategorikan sukar.
Berdasarkan hasil pengujian instrumenpenelitian, 17 soal yang diuji-cobakan
terdapat 5 soal dengan kriteria yang rendah yaitu soal nomor 3, 4, 6, 8, dan 14.
Soal nomor 6 memilki daya pembeda yang jelek. Kelima soal tersebut
dilakukan revisi dan kemudian digunakan sebagai instrumen penelitian. Jumlah
soal yang digunakan untuk mengukur pemahaman konsep dan keterampilan
roses sains adalah 17.
Analisis Angket siswa
Untuk mengetahui respon siswa terhadap model pembelajaran inkuiri
terbimbing yang diterapkan, dilakukan dengan memberi angket skala sikap
model likert kepada siswa. Setiap jawaban siswa terhadap pertanyaan yang
dikelompokkanatas sikap Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS)
dan Sangat Tidak Setuju (STS). Jawaban yang telah dikelompokkan tersebut
dihitung persentasenya dengan rumus sbb :
Keterangan :
T : Persentase sikap terhadap setiap jawaban siswa
J : Jumlah jawaban setiap kelompok siswa
N : Jumlah siswa
Kemudian untuk menentukan skor rata-rata jawaban siswa untuk setiap
pertanyaan digunakan rumus :
N S J
R=
∑
×Keterangan :
R : Skor rata-rata jawaban siswa untuk setiap pertanyaan
S : Skor setiap kelompok
N : Jumlah siswa
G. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian adalah data mentah yang belum memiliki
makna. Agar data hasil penelitian memiliki makna dan memberikanjawaban atas
permasalahan yang diajukan, maka data harus diolah terlebih dahulu sehingga
Sebelum dilakukan analisis data, seluruh siswa dikelompokkan menjadi tiga
kategori yaitu kategori tinggi, sedang, dan rendah.
Dalam melakukan pengolahan data tes tertulis, dilakukan langkah-langkah
berikut hingga nantinya didapat suatu data akhir.
a. Data yang diperoleh dari hasil tes (pretes dan postes) diberi skor dengan
menggunakan kriteria berikut :
1) Item yang benar diberi skor (1)
2) Item yang salah diberi skor (0)
b. Menghitung nilai pretes dan postes setiap siswa pada setiap kategori dengan
menggunakan rumus berikut :
c. Menghitung normalitas gain (%) antara skor pretes dan postes. Gain
merupakan peningkatan kemampuan yang dimiliki siswa setelah mengikuti
pembelajaran. Gain yang diperoleh dinormalisasi oleh selisih antara skor
sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus g factor (N-Gains) dengan
rumus :
post pre maks pre
S S
g
S S
− =
− ( Meltzer, 2002)
Keterangan :
Spost = skor tes akhir
Spre = skor tes awal
Smaks = skor maksimum
Tingkat perolehan skor kemudian dikategorikan atas 3 kategori yaitu :
a. g ≥ 0,7 : tinggi
b. 0,3 < g < 0,7 : sedang
c. g < 0,3 : rendah
Analisis data dengan menggunakan statistic dilakukan dengan menggunakan
a. Uji Normalitas
Uji normalitas pada kelas ekperimen dilakukan dengan menggunakan
program SPSS 11.5 Kolmogorov-Smirnov. Hasil uji ini menunjukkan
data terdistribusi secara normal atau tidak. Jika taraf signifikansi hasil
perhitungan lebih besar dari taraf nyata, maka dapat disimpulkan bahwa
data tersebut terdistribusi secara normal. Dalam perhitungan ini taraf
nyata yang digunakan adalah 0,05.
b. Uji t
Uji t dilakukan untuk melihat tingkat signifikansi perbedaan gain
ternormalisasi pada kelas ekperimen dan kelas kontrol. Pada pengolaha
data ini, uji t dilakukan dengan menggunkan program SPPS 11.5
(Independent-Samples T test).Jika taraf signifikan yang dihasilkan lebih
kecil dari taraf nyata, maka disimpulkan bahwa kedua data yang
dibandingkan tersebut berbeda secara signifikan. Uji t dilakukan jika
kedua data yang dibandingkan terdistribusi secara normal.
c. Uji Wilcoxon
Uji Wilkcoxon dilakukan jika data yang dibandingkan ada yang tidak
dilakukan dengan menggunakan program SPPS 11.5. Jika nilai taraf
signifikansi yang dihasilkan lebih kecil dari taraf nyata 0,05, maka dapat
dikatakan bahwa kedua data yang dibandingkan berbeda secara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Mengacu pada permasalahan penelitian, temuan dan pembahasan sebagaimana dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan:
1. Siswa secara keseluruhan mengalami peningkatan pemahaman konsep yang signifikan ( 71,94% ), dengan peningkatan tertinggi dicapai oleh siswa kelompok tinggi dan berbeda secara signifikan dibandingkan dengan hasil belajar kelompok sedang dan rendah. Berdasarkan hasil analisis tiap label konsep menunjukkan bahwa pemahaman konsep tertinggi pada konsep konstanta hasil kali kelarutan dan terendah pada konsep kesetimbangan larutan.
3. Model pembelajaran yang diterapkan mendapat tanggapan positif dari siswa. Menurut siswa pembelajaran yang diterapkan memudahkan siswa untuk memahami konsep, cara penyajian pembelajaran melalui praktikum dan bersifat penyelidikan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
4. Model pembelajaran yang diterapkan mendapat tanggapan yang positif dari guru. Guru berpendapat bahwa model pembelajaran ini memiliki kelebihan yaitu dapat membantu siswa belajar mandiri dalam menentukan suatu konsep sehingga siswa dapat memahami konsep lebih lama. Guru juga berpendapat bahwa tantangan dalam penerapan model pembelajaran ini adalah membutuhkan waktu yang panjang dan perlu perencanaan yang maksimal dalam pengalokasian waktu.
B.
Saran
Penggunaan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada konsep hasil kali kelarutan telah menunjukkan keberhasilan dalam meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains siswa. Perlu dikembangkan lebih lanjut model pembelajaran sejenis. Untuk itu, disarankan:
1. Bagi para pendidik agar mengimplementasikan model pembelajaran inkuiri terbimbing dalam proses pembelajaran sebagai salah satu model pembelajaran yang dapat memberikan porsi ruang dan waktu yang besar bagi siswa.
aspek keterampilan proses sains dan pemahaman konsep.
3. Dikembangkannya model pembelajaran yang sama dengan topik yang sama atau berbeda tetapi mengukur aspek yang lain selain keterampilan proses sains dan pemahaman konsep.
4. Dikembangkannya suatu penelitian tentang bagaimana model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan peran aktif siswa dan pemahaman siswa kelompok rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, H. 1996. Kimia Larutan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
Alberta, (2004). Focus On Inquiry: a teacher guide to implementing inquiry-based learning.Tersedia: http://www. learning. gov. ab. ca/k_12 / curriculum / by Subject/jocusoninquiry.pdf.
Ali, M. (1984). Penelitian Pendidiakan. Prosedur dan Strategi. Bandung : Angkasa.
Amien, M. (1987). Apakah Metode discovery & Inquiry itu?. FKIP-IKIP Yogyakarta. Tidak diterbitkan.
Arikunto, S. (2006). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Bahar, A. (1994). Profil Keterampilan Proses IPA yang dimiliki Siswa dan Hubungannya dengan Pertanyaan Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Tesis. Bandung: IKIP.
Dahar, R. W. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga
Dani. (2000). Pengaruh Pendekatan Kegiatan Laboratorium Inkuiri Terbimbing terhadap Hasil Belajar Siswa dalam Pengajaran Fisika. Tesis. Bandung: UPI
Firman, H. (1991). Penilaian Hasil Belajar Dalam Pengajaran Kimia. Juruan Kimia FPMIPA. IKIP Bandung.
Indrawati. (2000). Model-model Pembelajaran IPA. Bandung: Depdikbud Pusat
Jailani, (2005). Pembelajaran Suhu dan Kalor berbasis Inkuiri untuk meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan Proses Sains Siswa MTs. Tesis.
Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.Tidak diterbitkan.
Joyce, B. & Weil. (1992). Models of Teaching Fourth ed. Massachussets. Allyn &
Bacon Publ Co.
Kartimi, (2003). Pengembangan Model Pembelajaran Interaktif Berbasis Komputer untuk Bahan Kajian Partikel-partikel Materi Sebagai Wahana Pendidikan
Siswa SLTP. Tesis. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.Tidak diterbitkan.
Koenjtaraningrat. 1990. Metode dan Penelitian Kemasyarakatan. Jakarta : Gramedia
Pustaka
Limba, A. (2004). Pengembangan Model Pembelajaran Latihan Inkuiri untuk mengembangkan Keterampilan Proses Sains, Penguasaan Konsep dan
semangat berkreativitas siswa SLTP pada konsep Perpindahan Kalor. Tesis. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.Tidak diterbitkan.
Maria A. and Erin M. (2007). Exploring Teachers’ Informal Formative Assessment Practies and Students’ Understanding in the Context of Scientific Inquiry.
Journal of Research in Science Teaching : Vol.44 No. 1
Nana Sutresna. 2006. Kimia untuk SMA kelas XI. Jakarta: Grafindo Media Pratama
Piaget, J. (1964). The Growth of Logical Thinking from Childhood to Adolescence.
Robert K. (2004). Collaborative and Interactional Processes in an Inquiry-Based, Informal Learing Environment. Journal Of Classroom Interaction : Vol 39.
No.1
Russeffendi, H. E. T. (1988). Statistik Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung :
IKIP Bandung Press.
Rustaman, N. (1992). Pengembangan dan Validasi Alat Ukur Keterampilan Proses Sains pada Pendidikan Dasar 9 Tahun Sebagai persiapan Pelaksanaan
Kurikulum 1994. Laporan Penelitian. Bandung: FMIPA IKIP
Rustaman. N. (1995). Pengembangan Butir Soal KPS. Makalah Jurusan Pendidikan Biologi IKIP Bandung : Tidak diterbitkan
Sayuthi. (2005). Pembelajaran Pembiasan Cahaya dengan Metode Inkuiri untuk
Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Inferensi Logika Siswa Kelas I SMU.
Tesis. Bandung : UPI
Semiawan, C. (1999). Pendekatan Keterampilan Proses. Jakatra : Gramedia Widya
Sarana Indonesia.
Suderajat, H. (2003). Pendidikan Berbasis Luas (BBE) Yang Berorientasi Pada Kecakapan Hidup (Life Skill). Bandung: CV Cipta Cekas Grafika.
Sumardi, Yosaphat. (1986). Perbedaan Pengaruh Kegiatan Laboratorium Inkuiri Terbimbing dan Kegiatan Laboratorium Verifikasi Terhadap Hasil Belajar
Siswa dalam Pengajaran IPA. Tesis. Bandung: IKIP
Susanti, N. (2005). Pengaruh pembelajaran Inkuiri terbimbing dan Inkuiri tidak terbimbing terhadap peningkatan hasil belajar siswa SMA pada konsep
Struktur Tumbuhan. Tesis. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.Tidak
diterbitkan.
Sudjana. (1996). Metode Statistik. Bandung : Penerbit Waskito