• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMK PADA KONSEP HASIL KALI KELARUTAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMK PADA KONSEP HASIL KALI KELARUTAN."

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

E. Kelemahan dan Kelebihan Pembelajaran Inkuiri ... 22

(2)

F. Pengujian Instrumen ... 45

G. Teknis Analisis Data ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data ... 57

1. Pemahaman konsep ... 57

2. Keterampilan Proses Sains Siswa ... 69

3. Tanggapan Siswa terhadap Model Pembelajaran yang dikembangkan ... 71

4. Tanggapan Guru terhadap Model Pembelajaran ... 73

5. Observasi Kegiatan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing ... 74

B. Temuan dan Pembahasan ... 78

1. Pemahaman konsep ... 78

2. Keterampilan Proses Sains ... 81

3. Tanggapan Siswa dan Guru terhadap Model Pembelajaran Inkuiri ... 82

4. Tantangan dan Keunggulan Model Pembelajaran Inkuiri .... 83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 85

B. Saran ... 86

(3)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Jenis-jenis Keterampilan Proses Sains dan Karakteristiknya... 29

3.1 Desain Penelitian Eksperimen Semu One Group Pre Test – Post Test ... 38

4.1 Label Konsep yang dikembangkan ... 58

4.2 Perolehan Skor Ulangan Harian, Pretes, Postes Gain dan N-Gain ... 60

4.3 Hasil Uji Normalitas Pretes-Postes Pemahaman Konsep ... 63

4.4 Hasil Uji Normalitas Pretes Antar Kelompok ... 64

4.5 Hasil Uji Normalitas Postes Antar Kelompok ... 64

4.6 Hasil Uji Normalitas N-Gain Antar Kelompok ... 65

4.7 Hasil Uji t Data N-Gain pada Pemahaman Konsep Antar Kelompok ... 65

4.8 Data Pretes, Postes, dan N-Gain tiap Label Konsep ... 67

4.9 N-gain Label Konsep pada tiap Kategori Kelompok Siswa... . 68

4.10 Hasil Perhitungan Statistik Pretes-Postes pada Tiap Label Konsep... 69

4.11 Hubungan Keterampilan Proses Sains dengan Rerata Pretes, Postes dan N- Gain... 70

4.12 Hasil Perhitungan Statistik Pretes-Postes pada iap tKeterampilan Proses Sains ... 71

4.13 Hasil Pengisisan Angket Siswa ... 72

(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Sintak Model Inkuiri ... 25 3.1. Alur Penelitian ... 40 4.1 Rerata Pemahaman Konsep Siswa Berdasarkan Kelompok

Sebelum dan Sesudah Pembelajaran ... 62

4.2 Rerata N-Gain Pemahaman Konsep Siswa Berdasarkan Kelompok ... 62

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dunia pendidikan merupakan objek luas yang mencakup seluruh pengalaman

dan pemikiran manusia tentang pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu

kegiatan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Perkembangan IPTEK yang semakin cepat menyebabkan guru tidak mungkin

mengajarkan semua fakta dan konsep kepada siswa (Semiawan, 1999). Siswa

perlu diberi bekal agar dapat menggali fakta dan konsep secara mandiri, oleh

karena itu pembelajaran IPA disekolah tidak cukup hanya mengetengahkan

fakta-fakta atau konsep saja tetapi harus mampu memberikan pengalaman kepada siswa

untuk memahami bagaimana fakta atau konsep tersebut diperoleh.

Dalam upaya mewujudkan dan meningkatkan suasana belajar dan proses

pembelajaran diperlukan suatu perubahan terhadap paradigma pendidikan yang

semula proses belajar mengajar terpusat pada aktivitas guru ke arah aktivitas yang

(6)

Namun demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa dalam setiap

pembelajaran sebagian besar guru masih kurang memperhatikan keterlibatan

siswa. Hal ini terlihat pada proses belajar mengajar hanya menggunakan informasi

verbal dengan hanya melakukan ceramah di depan kelas, sehingga hasil belajar

yang diperoleh hanya pengetahuan konsep yang kadang tidak bermakna dan tidak

mendukung pengembangan keterampilan berpikir siswa. Hal ini didukung dalam

studi yang dilakukan Blazeli, dkk (dalam Suderajat, 2003) diketahui bahwa

pembelajaran di sekolah cenderung sangat teoritik dan tidak terkait dengan

lingkungan dimana siswa berada. Akibatnya peserta didik tidak mampu

menerapkan apa yang dipelajari di sekolah untuk memecahkan masalah kehidupan

yang dihadapi sehari-hari. Salah satu penyebab kegagalan dalam pengajaran IPA

adalah tertanamnya tujuan proses pengajaran yang hanya menekankan pada

produk.

Tujuan pembelajaran IPA adalah penguasaan konsep, trampil dalam

melakukan proses IPA dalam kehidupan sehari-hari dan trampil dalam berpikir.

Menurut Munandar (dalam Limba 2004), dinyatakan bahwa Lingkungan dapat

memupuk kepribadian kreatif karena tujuan pendidikan pada hakekatnya adalah

mengusahakan suatu lingkungan setiap anak didiknya diberikan kesempatan untuk

mewujudkan suatu bakat dan kemauannya secara optimal sehingga ia dapat

(7)

mengungkapkan bahwa agar prilaku kreatif dapat terwujud, baik ciri-ciri kognitif

maupun ciri-ciri afektif perlu dikembangkan secara terpadu dalam proses belajar.

Proses belajar mengajar akan lebih menarik apabila guru dapat memilih dan

menggunakan model pembelajaran yang relevan dengan konsep yang sedang

dipelajari sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Salah satu model

pembelajaran yang memberikan porsi ruang dan waktu terbesar kapada siswa

adalah model pembelajaran inkuiri. Melalui model pembelajaran inkuiri siswa

diajak untuk terlibat langsung kedalam proses ilmiah melalui latihan-latihan.

Indrawati (dalam Nina Soesanti 2005: 11) mengungkapkan bahwa esensi dari

model pembelajaran inkuiri adalah untuk melibatkan siswa dalam masalah yang

sesungguhnya dengan cara mengkonfrontasikan mereka kedalam suatu area

penyelidikan, membantu mereka mengidentifikasikan suatu masalah secara

konseptual atau metodologis, dan mengundang mereka untuk merancang cara

penyelesaian masalah tersebut.

Pada dasarnya pendekatan inkuiri lebih menekankan pada pencarian

pengetahuan daripada perolehan pengetahuan. Dengan demikian siswa diharapkan

dapat mengembangkan keterampilan intelektual dan keterampilan proses sains.

Commision on Science Education (1970) dalam Nuryani (1992) menyatakan

bahwa keterampilan proses adalah komponen inkuiri ilmiah, prosedur yang

(8)

Dengan model pembelajaran yang lebih mengaktifkan siswa untuk terlibat dalam

proses perolehan pengetahuan akan memberikan dampak yang lebih bermakna

dalam penguasaan konsep dan trampil dalam melakukan proses IPA dalam

kehidupan sehari-hari dan trampil dalam berpikir.

Penelitian menunjukkan bahwa model inkuiri akan membuat siswa menjadi

lebih kreatif, berpikir positif dan bebas berekspresi (Kuhne, 1995 dalam Alberta

2004) Menurut penelitian tersebut hal ini berlaku menyeluruh pada semua siswa

walaupun setiap individu membutuhkan perhatian yang berbeda selama proses

inkuiri. Sumardi (1986) dalam penelitiannnya tentang pengaruh pendekatan

kegiatan labolatorium inkuiri terbimbing dan kegiatan laboratorium verifikasi

terhadap hasil belajar siswa menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran

inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini pun didukung oleh hasil

penelitian Dani (2000) bahwa pendekatan kegiatan labolatorium inkuiri terbimbing

dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran fisika. Nina Susanti

(2005) menyimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri terbimbing memberikan respon

siswa yang positif, lebih kreatif dan kompetitif.

Penelitian-penelitian yang dilakukan melalui penerapan model pembelajaran

inkuiri lebih mengukur penguasaan konsep. Dalam penelitiannya, Limba (2004)

(9)

menyimpulkan bahwa model pembelajaran latihan inkuiri dapat meningkatkan

keterampilan proses sains siswa.

Agar dapat memperoleh manfaat dari pembelajaran IPA, maka pada penelitian

ini dicoba suatu model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk mengukur

keterampilan proses sains dan pemahaman konsep siswa, sebagai alternatif dalam

proses pembelajaran kimia pada jenjang pendidikan SMK, khususnya siswa SMK

program keahlian analisis kimia. Dimana siswa dituntut untuk lebih memahami

konsep-konsep kimia dan trampil dalam mengaplikasikan baik di lingkungan

sekolah maupun di masyarakat dalam dunia kerja. Di SMK, mata pelajaran Kimia

merupakan mata pelajaran kelompok adaptif. Konsep Hasil Kali Kelarutan

merupakan salah satu materi pada pelajaran kimia semester 2 di kelas X dan

semester 1 dikelas XI yang cukup sulit dipahami siswa. Untuk memahami materi

Hasil Kali Kelarutan, siswa dituntut untuk memahami konsep-konsep sebelumnya

seperti konsep mol, massa atom relatif, persamaan reaksi, kesetimbangan reaksi,

konsentrasi larutan. Adanya keterkaitan antara konsep hasil kali kelarutan dengan

konsep-konsep sebelumnya, menunjukkan bahwa konsep hasil kali kelarutan

merupakan konsep yang kompleks dan abstrak. Mengingat penyampaian materi

hasil kali kelarutan di SMK dimulai pada siswa kelas X di semester 2, maka materi

ini akan lebih sulit untuk dipahami siswa. Hal ini berbeda dengan penyampaian

materi hasil kali kelarutan di SMU yang disampaikan pada siswa kelas XI

(10)

Pada penelitian ini dipilih suatu model pembelajaran inkuiri terbimbing,

mengingat siswa kelas X belum berpengalaman belajar dengan menggunakan

pendekatan inkuiri, sehingga diperlukan bimbingan dalam dalam pembuatan

keputusan tentang pembuatan data yang akan dikumpulkan dan bagaimana cara

pengumpulan datanya.

Berdasarkan latar belakang di atas maka, perlu dilakukan suatu studi untuk

mengembangkan model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk meningkatkan

keterampilan proses sains dan pemahaman konsep siswa SMK pada pokok

bahasan Hasil Kali Kelarutan.

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “ Bagaimana model

pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan keterampilan proses sains

siswa dan pemahaman konsep siswa pada pokok bahasan Hasil kali kelarutan?”.

Selanjutnya, rumusan masalah dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian

sebagai berikut ;

1. Bagaimana pembelajaran Hasil kali kelarutan dengan menggunakan model

pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan pemahaman konsep

(11)

2. Bagaimana pembelajaran Hasil kali kelarutan dengan menggunakan model

pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan keterampilan proses

sains siswa ?

3. Bagaimana tanggapan guru terhadap pembelajaran Hasil kali kelarutan

dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing?

4. Bagaimana tanggapan siswa terhadap pembelajaran Hasil kali kelarutan

dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing?

C. PEMBATASAN MASALAH

1. Penelitian ini dilakukan pada konsep Hasil kali kelarutan yang meliputi :

o Pengertian Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan

o Hubungan antara kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan

o Pengaruh ion senama

2. Keterampilan Proses Sains yang akan diteliti adalah kemampuan siswa

dalam menyimpulkan, mengelompokkan, meramalkan, berkomunikasi, dan

(12)

D. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model pembimbingan guru

pada pembelajaran inkuiri terbimbing pada konsep hasil kali kelarutan, yang dapat

meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains siswa SMK.

Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui bagaimana tanggapan siswa

terhadap model pembelajaran inkuiri terbimbing pada pembelajaran konsep hasil

kali kelarutan.

Adapaun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan

dampak positif meningkatkan pemahaman konsep, keterampilan proses sains

siswa sehingga siswa lebih termotivasi dalam belajar dan mengikuti pembelajaran

khususnya pada proses pembelajaran hasil kali kelarutan dan meteri lainnya secara

umum. Penelitian ini pun diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran

bagi guru sebagai tenaga pendidik dalam memperbaiki proses belajar mengajar

sebagai upaya meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains

(13)

E. PENJELASAN ISTILAH

Agar tidak terjadi perbedaan pemahaman tentang istilah-istilah yang

digunakan, maka akan dijelaskan beberapa istilah yang dianggap perlu pada

penelitian ini. Istilah-istilah tersebut sebagai berikut :

1. Model Pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan

dalam menyusun kurikulum, mendisain materi pelajaran dan memberi

petunjuk kepada pengajar dikelas dan pada kondisi lain ( Joyce, dan Weil:

1992 )

2. Pembelajaran Model Inkuiri diartikan sebagai kerangka konseptual yang

melukiskan prosedur secara sistematik, mengikuti dan mengarahkan siswa

untuk bekerja secara inkuiri dan selalu melibatkan siswa dalam diskusi dari

permasalahan dan jawaban yang mereka peroleh dari percobaan. Amien

1987 (dalam Sayuthi 2005)

3. Inkuiri terbimbing suatu pendekatan dimana guru lebih berperan dalam

membuat perencanaan dan menyediakan petunjuk yang terarah kepada

siswa, siswa tidak dilibatkan dalam merumuskan permasalahan. (Sund &

Trowbridge, 1973)

4. pemahaman Konsep merupakan suatu kemampuan yang dimiliki siswa

(14)

menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi ( Kartimi 2003 ).

Dalam penelitian ini pemahaman konsep yang dimaksud adalah kemampuan

siswa menjelaskan dan menggunakan konsep pada situasi tertentu dan

pengukurannya didasarkan pada peningkatan jumlah siswa yang menjawab

pertanyaan dengan benar.

5. Keterampilan Proses Sains merupakan keterampilan intelektual, manual

dan sosial yang digunakan untuk membangun pemahaman terhadap suatu

konsep/gagasan/pengetahuan dan menyakinkan / menyempurnakan

pemahaman yang sudah terbentuk. Keterampilan tersebut meliputi

aspek-aspek kemampuan mengamati, mengklasifikasi, menafsirkan, meramalkan,

mengajukan pertanyaan, berhipotesa, merencanakan penelitian, menerapkan

(15)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini ditujukan pada pengembangan model pembelajaran kimia

yang dapat meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains.

Penelitian ini terdiri dari kajian teoritik berupa studi literature dan pengembangan

model pembelajaran serta studi eksperimen dalam bentuk pelaksanaan model

pembelajaran.

Penelitian ini merupakan penelitian kelas dengan metode eksperimen semu

(quasy experiment) dengan one group pre test–post test design (desain kelompok

tunggal dengan pretes-postes) yakni suatu bentuk eksperimen yang menggunakan

kontrol dan subjek penelitian sendiri. Desain ini dapat digambarkan pada tabel 3.1

berikut:

Tabel 3.1 Desain Penelitian Eksperimen Semu One Group Pre Test - Post Test

Kelompok Pretes Perlakuan Postes

(16)

Keterangan:

T1 = Pretes untuk mengukur kemampuan awal siswa sebelum diberi perlakuan

X = Perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran Inkuiri terbimbing

T2 = Postes untuk mengukur kemampuan siswa setelah diberi perlakuan

B. Subyek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMK negeri di kota Bandung pada

semester II tahun ajaran 2007 – 2008. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa

kelas X yang berjumlah 32. Pada penelitian ini siswa dikelompokkan menjadi

tiga kelompok berdasarkan kategori kemampuan tinggi, sedang dan rendah.

Kategori kemampuan ini didasarkan pada nilai ulangan harian.

C. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini ada dua, yaitu Variabel bebas dan Variabel

terikat Variabel bebas adalah pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri

terbimbing, sedangkan variabel terikat adalah pemahaman konsep dan

keterampilan proses sains yang diperoleh melalui pembelajaran dengan model

pembelajaran inkuiri terbimbing.

D. Prosedur Penelitian

(17)
(18)

Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yaitu :

a. Tahap Persiapan

Langkah pertama pada tahap persiapan adalah: a) Studi literature

terhadap kurikulum mata pelajaran dan beberapa buku kimia untuk

menganalisis konsep – konsep penting yang akan disampaikan pada

proses pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman konsep dan

keterampilan proses sains siswa, b) membuat analisis konsep untuk

menentukan label konsep, definisi konsep, jenis konsep, dan atribut

konsep, c) membuat peta konsep yang meliputi konsep – konsep yang

relevan dengan menggunakan kata penghubung, d) Studi keterampilan

proses sains untuk menentukan indikator yang akan dikembangkan

dalam pembelajaran inkuiri terbimbing, e) menyusun model

pembelajaran inkuiri terbimbing yang meliputi definisi konsep, indikator

keterampilan proses sains yang akan dikembangkan, tujuan

pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan alat evaluasi.

b. Tahap Pelaksanaan.

Pada tahap ini, dilakukan penerapan model pembelajaran yang telah

disiapkan. Dalam penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing

(19)

• Tahap uji coba soal, diberikan di kelas X (Kelas yang sudah

menerima pembelajaran materi Hasil Kali Kelarutan). Hasil uji coba

dianalisis secara kuantitatif untuk mengukur tingkat kesukaran, daya

pembeda, validitas dan reliabilitas selanjutnya dilakukan revisi soal

sehingga diperoleh soal yang baik yang akan dipakai sebagai soal

pretes dan postes dalam penelitian.

• Tahap pelaksanaan pembelajaran. Pelaksanaan model pembelajaran

inkuiri terbimbing dilakukan pada kelas eksperimen yang dimulai

dengan pemberian tes awal (pretes) kemudian kegiatan pembelajaran

dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing. Pada

Akhir pembelajaran kelas diberikan tes akhir (postes ). Pelaksanaan

model pembelajaan memerlukan waktu 6 jam pelajaran yang terdiri

dari 1 jam pelajaran (1x 45 menit) digunakan untuk tes awal, 4 jam

pelajaran ( 4 x 45 menit) digunakan untuk kegiatan pembelajaran

inkuiri terbimbing yang terbagi menjadi 2 kali pertemuan, dan 1 jam

pelajaran ( 1 x 45 ) digunakan untuk postes. Tes awal dan tes akhir

meliputi pemahaman konsep dan keterampilan proses sains. Selama

kegiatan pembelajaran dilakukan observasi terhadap aktivitas siswa

yang dilakukan oleh guru pengajar kimia lainnya. Selanjutnya siswa

diminta untuk mengisi angket untuk memberikan tanggapan

(20)

c. Tahap Analisis Data dan Penyusunan Laporan

Data yang terkumpul melalui penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok

yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif disampaikan

secara deskriptif sedangkan data kuantitatif diolah secara statistic,

kemudian dilakukan penyusunan laporan

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Tes tertulis yang berisi butir soal untuk mengukur pemahaman konsep

dan keterampilan proses sain pada sub pokok bahasan Hasil kali

Kelarutan sebelum dan sesudah pelaksanaan pembelajaran. Tes tertulis

terdiri dari 17 soal pilihan ganda. Sebelum soal digunakan terlebih

dahulu soal diuji-coba pada siswa kelas X SMK tahun pelajaran 2007 –

2008 dari sekolah menengah kejuruan yang sama dan telah menerima

pembelajaran Hasil Kali Kelarutan. Ujicoba soal dilakukan untuk

mengetahui validasi, tingkat kesukaran soal, daya pembeda, dan

reliabilitas.

b. Lembar pedoman observasi aktivitas pembelajaran inkuiri.

(21)

c. Lembar pedoman angket dan wawancara

Lembar pedoman angket digunakan untuk memperoleh tanggapan siswa

terhadap model pembelajaran inkuiri terbimbing yang digunakan pada

pembelajaan hasil kali kelarutan. Angket ini menggunakan skala likert,

setiap siswa diminta untuk menjawab pertanyaan dengan jawaban Sangat

Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju

(STS). Untuk pertanyaan positif maka dikaitkan dengan nilai SS = 4, S =

3, TS = 2, STS = 1 dan sebaliknya untuk pertanyaan negatif maka

dikaitkan dengan nilai SS = 1, S = 2, TS = 3 dan STS = 4.

Lembar pedoman wawancara digunakan untuk mengetahui tanggapan

guru terhadap pembelajaran hasil kali kelarutan dengan menggunakan

model pembelajaran inkuiri yang dikembangkan dan dilakukan setelah

selesai pelaksanaan pembelajaran, kendala-kendala yang dihadapi dan

kesan guru terhadap model pembelajaran yang digunakan.

d. Lembar kerja siswa

Lembar kerja siswa disusun hanya sebagai penuntun dalam

melaksanakan ekperimen dalam model pembelajaran inkuiri terbimbing

(22)

F. Pengujian Instrumen

Butir saol tertulis untuk mengukur penguasaan konsep dan keterampilan

proses sains diuji dengan cara :

a. Validasi butir soal

Validasi butir soal digunakan untuk mengetahui dukungan suatu butir

soal terhadap skor total. Untuk menguji validasi setiap butir soal,

skor-skor yang ada pada butir soal yang dimaksud dikorelasikan dengan skor-skor

total yang diperoleh. Sebuah soal memiliki validitas yang tinggi jika skor

soal tersebut memiliki dukungan yang besar terhadap skor total.

Dukungan setiap butir soal dinyatakan dalam bentuk korelasi, sehingga

untuk mendapatkan validasi suatu butir soal digunakan rumus korelasi.

Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product

(23)

N = Banyaknya subjek atau jumlah siswa

X = Nilai X ( skor butir soal)

Y = Nilai Y ( skor total)

Kriteria validasi soal menurut Arikunto (2006) adalah sebagai berikut:

a. 0,80 – 1,00 : Sangat tinggi

b. 0,60 – 0,80 : Tinggi

c. 0,40 – 0,60 : Cukup

d. 0,20 – 0,40 : Rendah

e. 0,00 – 0,20 : Sangat rendah

Untuk mengetahui signifikansi korelasi dilakukan uji t dengan rumus

(24)

rxy = koefisien korelasi

Hasil perhitungan diperoleh bahwa terdapat 5 soal yang termasuk

kriteria rendah yaitu soal no 3, 4, 6, 8 dan 14. Soal dengan validasi

yang rendah direvisi kemudian digunakan dalam instrumen penelitian.

b. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui ketepatan alat evaluasi dalam

mengukur ketepatan siswa menjawab soal yang diujikan satu kali. Untuk

soal pilihan ganda rumus yang digunakan dalam uji reliabilitas adalah

rumus Spearman-Brown sebagai berikut :

r1/21/2 = korelasi antara skor-skor setiap belahan tes

r11 = koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan

Kriteria tingkat reliabilitas adalah :

(25)

c. 0,40 ≤ r11< 0,70 : korelasi sedang

d. 0,70 ≤ r11< 0,90 : korelasi tinggi

e. 0,90 ≤r11< 1,00 : korelasi tinggi sekali

f. r11=1,00 : korelasi sempurna

Nilai r11 dan nilai r½ ½ dihitung dengan persamaan rumus korelasi

product momen pearson ( Ruseffendi, 1998 )

(

)( )

Hasil pengujuan yang diperoleh r = 0,83, maka butir soal yang diujikan

(26)

JA = Banyaknya peserta kelompok atas

JB = Banyaknya peserta kelompok bawah

BA = Jumlah peserta kelompok atas yang menjawab benar

BB = Jumlah peserta kelompok bawah yang menjawab benar

PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

PB = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Kriteria indeks daya pembeda yang digunakan adalah kriteria yang

dikemukakan Arikunto, 2006 sebagai berikut :

a. 0,00 < D ≤ 0,20 : Jelek

b. 0,20 < D ≤ 0,40 : Cukup

c. 0,40 < D ≤0,70 : Baik

d. 0,70 < D ≤ 1,00 : Sangat baik

Hasil analisis daya pembeda, diperoleh soal nomor 6 (1 soal )

dikategorikan jelek, 7 soal dikategorikan cukup, 8 soal dikategorikan

baik dan 1 soal ( nomor 10 ) dikategorikan sangat baik. Soal dengan

(27)

d. Tingkat kesukaran

Untuk menghitung tingkat kesukaran (P) butir soal pemahaman konsep

berdasarkan pada kelompok atas dan kelompok bawah siswa, digunakan

rumus :

B P

JS

= (Arikunto, 2006)

Keterangan :

P = Indeks kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar

JS= Jumlah seluruh siswa peserta tes.

Kriteria indeks kesukaran butir soal berdasarkan Arikunto,2006 adalah :

a. P = 0,00 : soal terlalu sukar

b. 0,00 < P ≤0,30 : soal sukar

c. 0,30 < P ≤0,70 : soal sedang

d. 0,70 < P ≤ 1,00 : soal mudah

(28)

Hasil analisis tingkat kesukaran butir soal didapatkan 1 soal dikategorikan

mudah ( nomor 7 ), 14 soal dikategorikan sedang dan 2 soal (nomor 11 dan 16)

dikategorikan sukar.

Berdasarkan hasil pengujian instrumenpenelitian, 17 soal yang diuji-cobakan

terdapat 5 soal dengan kriteria yang rendah yaitu soal nomor 3, 4, 6, 8, dan 14.

Soal nomor 6 memilki daya pembeda yang jelek. Kelima soal tersebut

dilakukan revisi dan kemudian digunakan sebagai instrumen penelitian. Jumlah

soal yang digunakan untuk mengukur pemahaman konsep dan keterampilan

roses sains adalah 17.

Analisis Angket siswa

Untuk mengetahui respon siswa terhadap model pembelajaran inkuiri

terbimbing yang diterapkan, dilakukan dengan memberi angket skala sikap

model likert kepada siswa. Setiap jawaban siswa terhadap pertanyaan yang

dikelompokkanatas sikap Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS)

dan Sangat Tidak Setuju (STS). Jawaban yang telah dikelompokkan tersebut

dihitung persentasenya dengan rumus sbb :

(29)

Keterangan :

T : Persentase sikap terhadap setiap jawaban siswa

J : Jumlah jawaban setiap kelompok siswa

N : Jumlah siswa

Kemudian untuk menentukan skor rata-rata jawaban siswa untuk setiap

pertanyaan digunakan rumus :

N S J

R=

×

Keterangan :

R : Skor rata-rata jawaban siswa untuk setiap pertanyaan

S : Skor setiap kelompok

N : Jumlah siswa

G. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian adalah data mentah yang belum memiliki

makna. Agar data hasil penelitian memiliki makna dan memberikanjawaban atas

permasalahan yang diajukan, maka data harus diolah terlebih dahulu sehingga

(30)

Sebelum dilakukan analisis data, seluruh siswa dikelompokkan menjadi tiga

kategori yaitu kategori tinggi, sedang, dan rendah.

Dalam melakukan pengolahan data tes tertulis, dilakukan langkah-langkah

berikut hingga nantinya didapat suatu data akhir.

a. Data yang diperoleh dari hasil tes (pretes dan postes) diberi skor dengan

menggunakan kriteria berikut :

1) Item yang benar diberi skor (1)

2) Item yang salah diberi skor (0)

b. Menghitung nilai pretes dan postes setiap siswa pada setiap kategori dengan

menggunakan rumus berikut :

c. Menghitung normalitas gain (%) antara skor pretes dan postes. Gain

merupakan peningkatan kemampuan yang dimiliki siswa setelah mengikuti

pembelajaran. Gain yang diperoleh dinormalisasi oleh selisih antara skor

(31)

sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus g factor (N-Gains) dengan

rumus :

post pre maks pre

S S

g

S S

− =

− ( Meltzer, 2002)

Keterangan :

Spost = skor tes akhir

Spre = skor tes awal

Smaks = skor maksimum

Tingkat perolehan skor kemudian dikategorikan atas 3 kategori yaitu :

a. g ≥ 0,7 : tinggi

b. 0,3 < g < 0,7 : sedang

c. g < 0,3 : rendah

Analisis data dengan menggunakan statistic dilakukan dengan menggunakan

(32)

a. Uji Normalitas

Uji normalitas pada kelas ekperimen dilakukan dengan menggunakan

program SPSS 11.5 Kolmogorov-Smirnov. Hasil uji ini menunjukkan

data terdistribusi secara normal atau tidak. Jika taraf signifikansi hasil

perhitungan lebih besar dari taraf nyata, maka dapat disimpulkan bahwa

data tersebut terdistribusi secara normal. Dalam perhitungan ini taraf

nyata yang digunakan adalah 0,05.

b. Uji t

Uji t dilakukan untuk melihat tingkat signifikansi perbedaan gain

ternormalisasi pada kelas ekperimen dan kelas kontrol. Pada pengolaha

data ini, uji t dilakukan dengan menggunkan program SPPS 11.5

(Independent-Samples T test).Jika taraf signifikan yang dihasilkan lebih

kecil dari taraf nyata, maka disimpulkan bahwa kedua data yang

dibandingkan tersebut berbeda secara signifikan. Uji t dilakukan jika

kedua data yang dibandingkan terdistribusi secara normal.

c. Uji Wilcoxon

Uji Wilkcoxon dilakukan jika data yang dibandingkan ada yang tidak

(33)

dilakukan dengan menggunakan program SPPS 11.5. Jika nilai taraf

signifikansi yang dihasilkan lebih kecil dari taraf nyata 0,05, maka dapat

dikatakan bahwa kedua data yang dibandingkan berbeda secara

(34)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Mengacu pada permasalahan penelitian, temuan dan pembahasan sebagaimana dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan:

1. Siswa secara keseluruhan mengalami peningkatan pemahaman konsep yang signifikan ( 71,94% ), dengan peningkatan tertinggi dicapai oleh siswa kelompok tinggi dan berbeda secara signifikan dibandingkan dengan hasil belajar kelompok sedang dan rendah. Berdasarkan hasil analisis tiap label konsep menunjukkan bahwa pemahaman konsep tertinggi pada konsep konstanta hasil kali kelarutan dan terendah pada konsep kesetimbangan larutan.

(35)

3. Model pembelajaran yang diterapkan mendapat tanggapan positif dari siswa. Menurut siswa pembelajaran yang diterapkan memudahkan siswa untuk memahami konsep, cara penyajian pembelajaran melalui praktikum dan bersifat penyelidikan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

4. Model pembelajaran yang diterapkan mendapat tanggapan yang positif dari guru. Guru berpendapat bahwa model pembelajaran ini memiliki kelebihan yaitu dapat membantu siswa belajar mandiri dalam menentukan suatu konsep sehingga siswa dapat memahami konsep lebih lama. Guru juga berpendapat bahwa tantangan dalam penerapan model pembelajaran ini adalah membutuhkan waktu yang panjang dan perlu perencanaan yang maksimal dalam pengalokasian waktu.

B.

Saran

Penggunaan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada konsep hasil kali kelarutan telah menunjukkan keberhasilan dalam meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains siswa. Perlu dikembangkan lebih lanjut model pembelajaran sejenis. Untuk itu, disarankan:

1. Bagi para pendidik agar mengimplementasikan model pembelajaran inkuiri terbimbing dalam proses pembelajaran sebagai salah satu model pembelajaran yang dapat memberikan porsi ruang dan waktu yang besar bagi siswa.

(36)

aspek keterampilan proses sains dan pemahaman konsep.

3. Dikembangkannya model pembelajaran yang sama dengan topik yang sama atau berbeda tetapi mengukur aspek yang lain selain keterampilan proses sains dan pemahaman konsep.

4. Dikembangkannya suatu penelitian tentang bagaimana model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan peran aktif siswa dan pemahaman siswa kelompok rendah.

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, H. 1996. Kimia Larutan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti

Alberta, (2004). Focus On Inquiry: a teacher guide to implementing inquiry-based learning.Tersedia: http://www. learning. gov. ab. ca/k_12 / curriculum / by Subject/jocusoninquiry.pdf.

Ali, M. (1984). Penelitian Pendidiakan. Prosedur dan Strategi. Bandung : Angkasa.

Amien, M. (1987). Apakah Metode discovery & Inquiry itu?. FKIP-IKIP Yogyakarta. Tidak diterbitkan.

Arikunto, S. (2006). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Bahar, A. (1994). Profil Keterampilan Proses IPA yang dimiliki Siswa dan Hubungannya dengan Pertanyaan Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Tesis. Bandung: IKIP.

Dahar, R. W. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga

Dani. (2000). Pengaruh Pendekatan Kegiatan Laboratorium Inkuiri Terbimbing terhadap Hasil Belajar Siswa dalam Pengajaran Fisika. Tesis. Bandung: UPI

Firman, H. (1991). Penilaian Hasil Belajar Dalam Pengajaran Kimia. Juruan Kimia FPMIPA. IKIP Bandung.

Indrawati. (2000). Model-model Pembelajaran IPA. Bandung: Depdikbud Pusat

(38)

Jailani, (2005). Pembelajaran Suhu dan Kalor berbasis Inkuiri untuk meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan Proses Sains Siswa MTs. Tesis.

Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.Tidak diterbitkan.

Joyce, B. & Weil. (1992). Models of Teaching Fourth ed. Massachussets. Allyn &

Bacon Publ Co.

Kartimi, (2003). Pengembangan Model Pembelajaran Interaktif Berbasis Komputer untuk Bahan Kajian Partikel-partikel Materi Sebagai Wahana Pendidikan

Siswa SLTP. Tesis. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.Tidak diterbitkan.

Koenjtaraningrat. 1990. Metode dan Penelitian Kemasyarakatan. Jakarta : Gramedia

Pustaka

Limba, A. (2004). Pengembangan Model Pembelajaran Latihan Inkuiri untuk mengembangkan Keterampilan Proses Sains, Penguasaan Konsep dan

semangat berkreativitas siswa SLTP pada konsep Perpindahan Kalor. Tesis. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.Tidak diterbitkan.

Maria A. and Erin M. (2007). Exploring Teachers’ Informal Formative Assessment Practies and Students’ Understanding in the Context of Scientific Inquiry.

Journal of Research in Science Teaching : Vol.44 No. 1

Nana Sutresna. 2006. Kimia untuk SMA kelas XI. Jakarta: Grafindo Media Pratama

Piaget, J. (1964). The Growth of Logical Thinking from Childhood to Adolescence.

(39)

Robert K. (2004). Collaborative and Interactional Processes in an Inquiry-Based, Informal Learing Environment. Journal Of Classroom Interaction : Vol 39.

No.1

Russeffendi, H. E. T. (1988). Statistik Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung :

IKIP Bandung Press.

Rustaman, N. (1992). Pengembangan dan Validasi Alat Ukur Keterampilan Proses Sains pada Pendidikan Dasar 9 Tahun Sebagai persiapan Pelaksanaan

Kurikulum 1994. Laporan Penelitian. Bandung: FMIPA IKIP

Rustaman. N. (1995). Pengembangan Butir Soal KPS. Makalah Jurusan Pendidikan Biologi IKIP Bandung : Tidak diterbitkan

Sayuthi. (2005). Pembelajaran Pembiasan Cahaya dengan Metode Inkuiri untuk

Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Inferensi Logika Siswa Kelas I SMU.

Tesis. Bandung : UPI

Semiawan, C. (1999). Pendekatan Keterampilan Proses. Jakatra : Gramedia Widya

Sarana Indonesia.

Suderajat, H. (2003). Pendidikan Berbasis Luas (BBE) Yang Berorientasi Pada Kecakapan Hidup (Life Skill). Bandung: CV Cipta Cekas Grafika.

Sumardi, Yosaphat. (1986). Perbedaan Pengaruh Kegiatan Laboratorium Inkuiri Terbimbing dan Kegiatan Laboratorium Verifikasi Terhadap Hasil Belajar

Siswa dalam Pengajaran IPA. Tesis. Bandung: IKIP

(40)

Susanti, N. (2005). Pengaruh pembelajaran Inkuiri terbimbing dan Inkuiri tidak terbimbing terhadap peningkatan hasil belajar siswa SMA pada konsep

Struktur Tumbuhan. Tesis. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.Tidak

diterbitkan.

Sudjana. (1996). Metode Statistik. Bandung : Penerbit Waskito

Gambar

Tabel
Gambar  Halaman
Tabel 3.1  Desain Penelitian Eksperimen Semu One Group Pre Test - Post Test
Gambar 3.1 Alur Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

import android.app.Activity; import android.content.Intent; import android.os.Bundle; import android.view.View; import android.widget.Button; import android.widget.ListView;

UPAYA TUTOR DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK MELALUI PROGRAM “TAMAN BERMAIN EDUKATIF ANAK”DI KAMPUNG KREATIF DAGO POJOK KOTA BAND UNG.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Pada tahun 2013 ini berjanji akan mewujudkan target kinerja tahunan sesuai lampiran perjanjian ini dalam rangka mencapai target kinerja jangka menengah

Students Perception of Peer Response Activity in English Writing Instruction.. CELEA

Abbreau et al (2003) mengamati bahwa pada sistem tenaga listrik terisolasi yang terhubung dengan beban non linear akan menghasilkan arus harmonik yang menyebabkan distorsi

Dengan perencanaan yang tepat, maka retak geser pada balok tidak akan terjadi karena tulangan sengkang pada arah vertikal ini telah direncanakan mampu menahan beban gaya

[r]

[r]