• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA HIDUPPADAMAHASISWA YANG MENGALAMI BROKEN HOME.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MAKNA HIDUPPADAMAHASISWA YANG MENGALAMI BROKEN HOME."

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

MAKNA HIDUP PADA MAHASISWA YANG MENGALAMI BROKEN HOME

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

pada Jurusan Psikologi

Oleh:

Asih Yuniar Mustikarani 0706307

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTASI ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

MAKNA HIDUP PADA MAHASISWA YANG MENGALAMI BROKEN HOME

Oleh:

Asih Yuniar Mustikarani

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Asih Yuniar Mustikarani 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Yuniar, Asih M.R (0706307) Makna HidupPadaMahasiswa Yang Mengalami Broken Home. Skripsi S1 Jurusan Psikologi FIP UPI, Bandung (2013): tidak diterbitkan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran lebih jelas mengenai makna hidup yang dimiliki seorang remaja dari keluarga broken home yang berada di kota Bandung. Adapun subjek dari penelitian ini adalah dua remaja akhir yang berusia 18-21 tahun, berdomisili asli di Kota Bandung yang berasal dari keluarga broken home. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Bandung. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan desain fenomenologi. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah, remaja yang berasal dari keluarga broken home yang memaknai hidupnya dilihat dari pengetahuan tentang diri yang tidak teratur, harapan terhadap diri yang tidak realistis dan penilaian tentang diri yang rendah. Bagi peneliti selanjutnya, disarankan untuk melakukan penelitian tentang pola asuh orang tua yang mengalami konflik marital yang akan menjadi dampak pada perkembangan masa depan anak. Sehingga diketahui pola asuh seperti apa yang membentuk makna hidup pada anak dari keluarga broken home.

(6)

vi DAFTAR ISI

LembarPengesahan

Pernyataan……….………...………. i

Abstrak………...……….…... ii

Kata Pengantar……….…...………... iii

Ucapan Terima Kasih……….……….…………...………….... iv

Daftar Isi………..……….vi

Daftar Lampiran……….……….………...viii

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang………..……..………..……….1

B. Fokus Penelitian………..………..………..…...8

C. Rumusan Masalah………..………..………..…....9

D. Tujuan Penelitian………..…....9

E. Manfaat Penelitian………..……..………..….10

F. Metode Penelitian.………....11

G. Lokasi dan Subjek Penelitian………...…11

BAB II KebermaknaanHidup A. KebermaknaanHidup………..………..12

1. Pengertian KebermaknaanHidup………..……….………..12

2. Komponen Kebermaknaan Hidup………….………...……….15

3. Karakteristi kebermaknaan Hidup……….19

4. Sumber-sumber Kebermaknaan Hidup……...……….……….20

B. Remaja………..……….23

1. PengertianRemaja……….………..………..23

2. BatasanUsiaRemaja……….………..………..25

C. Keluarga………...……….………27

1.Pengertian Keluarga…….………..……...27

2. KonsepKeluarga……….………..……....28

3. FungsiKeluarga……….……….……..31

4. KriteriaKeluarga……….………..…….335.

KeluargaUtuh……….………..…….34

6. KeluargaBercerai………….………..……34

(7)

vii

D. Broken Home……….…43

1. PengertianBroken Home ……….……….…43

2. FaktorPenyebabBroken Home……….………... 46

3. Dampak PsikologisKeluargaBroken Home TerhadapAnak.………..49

BAB III MetodePenelitian……….………....53

A. Desain Penelitian……..……….53

B. Subjek Penelitian……..……….…………54

C. Teknik Mendapatkan Partisipan………..…………..54

D. Teknik Pengumpulan Data………..………..………55

E. Teknik Analisis Data………..………...57

F. Tahap-tahap Penelitian………...………..……..58

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan……...………...…….60

A. Hasil Penelitian……….………...60

1. Hasil Penelitian Subjek Pertama………...………...…………..60

2. Hasil Penelitian Subjek Kedua………...………...………….71

B. Pembahasan……….………...………..80

BAB V Kesimpulan………..……….………..99

Kesimpulan……….………..……….99 Daftar Pustaka

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Makna hidup (the meaning of life) adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purpose in life) (Bastaman, 2007). Kebermaknaan hidup menurut Frankl (dalam Schultz, 1991) adalah sebagai suatu usaha pemenuhan diri dan aktualisasi diri dengan tidak berfokus pada diri melainkan dengan cara menghayati kualitas dan tujuan hidup. Makna hidup sangat khas dan unik bagi setiap individu serta dapat dikemukakan dalam semua situasi termasuk penderitaan dan kematian.

Makna hidup dan sumber-sumbernya dapat ditemukan dalam kehidupan itu sendiri, khususnya pada pekerjaan dan karya bakti yang dilakukan, serta dalam keyakinan dan harapan dan kebenaran serta penghayatan atas keindahan, iman, dan cinta kasih. Bila itu berhasil dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan hidupnya yang berarti dan pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia (happiness). Bahagia bukanlah suatu tujuan, tetapi merupakan efek samping dari makna hidup yang telah manusia raih. Kebahagiaan tidak dapat dikejar dan ditangkap, ia timbul secara spontan dari pemenuhan arti, dari mencapai tujuan di luar diri (Frankl, 1967).

(9)

makna hidup dan tujuan hidup tak dapat dipisahkan, maka untuk keperluan praktis pengertian „makna hidup‟ dan „tujuan hidup‟ disamakan.

Masa remaja adalah masa dimana seorang mengalami saat kritis sebab ia akan menginjak ke masa peralihan itu pula remaja sedang mencari identitasnya. Dalam proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan dirinya, remaja membutuhkan pengertian dan bantuan dari orang yang dicintai dan dekat dengannya terutama orang tua atau keluarganya (Hurlock, 1999).

Keluarga merupakan tempat pertama anak-anak mendapat pengalaman dini langsung yang akan digunakan sebagai bekal hidupnya dikemudian hari melalui latihan fisik, sosial, mental emosional dan spiritual seperti juga yang dikatakan oleh Malinowski (Megawangi, 1999) tentang “principle of legitimacy” sebagai basis keluarga, struktur sosial (masyarakat) harus di internalisasikan sejak individu dilahirkan agar seorang anak mengetahui dan memahami posisi dan kedudukannya, dengan harapan agar mampu menyesuaikannya dalam masyarakat kelak setelah ia dewasa. Dengan kata lain, keluarga merupakan agen terpenting yang berfungsi meneruskan budaya melalui proses sosialisasi antara individu dengan lingkungan. Oleh karena itu, untuk mewujudkan satu fungsi tertentu bukan yang bersifat alami saja melainkan juga adanya berbagai faktor atau kekuatan yang ada di sekitar keluarga, seperti nilai-nilai, norma dan tingkah laku serta faktor-faktor lain yang ada di masyarakat.

(10)

sepenuhnya adalah pribadi yang mengalami penghargaan positif tanpa syarat. Kebutuhan inilah yang diharapkan individu dapat terpenuhi dalam membangun suatu keluarga. Dengan perkawinan yang harmonis maka kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terpenuhi. Karena itulah pada dasarnya setiap pasangan menginginkan perkawinan mereka berjalan lancar. Namun menurut Laswell dan Lobsenz (1987), perkawinan disebut sebagai hal yang paling sulit “jika

mungkin” dinyatakan sebagai usaha sosial. Mengarah pada seberapa baik kebanyakan orang

mempersiapkannya dan seberapa besar harapan mereka terhadap hal tersebut, gambarannya seringkali tidak terbukti benar. Pada kenyataannya memang tidak sedikit pasangan suami istri yang “gagal” mempertahankan keutuhan rumah tangganya.

(11)

Berdasarkan data tersebut, kasus perceraian umumnya terjadi pada kisaran usia perkawinan sekitar dua hingga lima belas tahun dengan kisaran jumlah anak dua hingga empat orang. Data ini merupakan salah satu gambaran kuantitas dari Pengadilan Agama Islam saja, belum termasuk kepada kasus perceraian yang diputuskan oleh Kantor Catatan Sipil dan yang berpisah begitu saja tanpa ada legalisasinya. Sementara itu sebelum perceraian dipilih sebagai penyelesaian konflik pasangan perkawinan sebelumnya terdapat jeda waktu yang diisi oleh berbagai konflik dengan intensitas penyertaan emosional ringan sampai dengan berat serta beberapa kemungkinan tindakan yang menyita energi psikis. Konsekuensi negatif ini tentunya akan berpengaruh pada kedua belah pihak. Disamping itu, resiko negatif juga akan dirasakan oleh anggota keluarga lainnnya terutama anak. Misalnya efek yang merusak perkembangan psikologis anak, termasuk depresi, menarik diri dari pergaulan sosial, kompetensi sosial yang rendah, persoalan kesehatan yang terabaikan, performasi akademik yang menurun dan rendah serta berbagai persoalan gangguan perilaku anak yang terkait dengan kesukaran emosional yang dihadapi anak-anak yang berbeda dalam kondisi konflik marital (Sadarjoen, 2005).

(12)

bermainnya juga berasal dari keluarga yang telah bercerai atau menikah lagi (Hurlock, 1997). Konflik setelah perceraian mengakibatkan suasana keluarga menjadi tidak menyenangkan. Perceraian orangtua akan menunjukkan bahwa kasus tersebut akan membawa trauma pada setiap tingkatan dan dengan kadar yang berbeda seperti yang dijelaskan Dagun (2002).

Penelitian di Amerika (Sadarjoen, 2005) membuktikan bahwa orang dewasa yang pernah mengalami perceraian kedua orangtuanya pada masa kanak-kanak, merasa lebih rentan terhadap situasi stress dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami perceraian kedua orangtuanya. Lebih jauh Sadarjoen mengatakan, bahwa hasil penelitian yang dilakukan oleh banyak pakar tentang perkawinan menghasilkan data empirik yang membuktikan adanya hubungan yang erat antara hancurnya perkawinan dengan hancurnya sistem keluarga. Hal ini terkait dengan perkembangan perilaku delinquency, kemiskinan, kekerasan, kegagalan pendidikan formal, depresi, ketergantungan zat-zat psikotropika, tingkat kesehatan dan bahkan produktifitas kerja.

Penelitian di Indonesia pada tahun 2005 mencatat 42% anak-anak nakal (deliquent) merupakan anak-anak dari keluarga yang bercerai dan hanya 13% yang non delinquent, studi klasik Gluecks (2007) membandingkan 500 pelanggar dan 500 bukan pelanggar menemukan bahwa di atas 60% pelanggar datang dari keluarga yang berantakan dibandingkan dengan bukan pelanggar. Dan studi terakhir dilakukan oleh Haskell dan Yablonsky (2009) yang menemukan bukti jelas adanya hubungan antara kenakalan remaja dan perceraian kedua orangtua. Hal ini menunjukkan bahwa perceraian orangtua membawa pengaruh buruk bagi anak. Padahal perceraian hanyalah salah satu faktor penyebab terjadinya kondisi keluarga broken home.

(13)

September tahun 2012. Kasus ini wajib dijadikan pelajaran bagi semua orang tua, sebab FT diketahui sebagai anak yang kurang mendapat perhatian dari orangtuanya. Ketua Divisi Sosialisasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Asrorun Ni‟nam Sholeh mengatakan, FT yang duduk di kelas tiga SMA 70 sudah lama berpisah dari orang tuanya. “ perhatian orang

tuanya kepada FT ini tidak optimal” (http://jakarta.okezone.com)

(14)

Pengalaman subjektif menentukan bagaimana seorang individu ini menentukan hidupnya, setiap orang pasti ingin bahagia namun kadang untuk anak korban perceraian kedua orangtuanya penyimpangan yang akan menjerumuskan merupakan kebahagiaan yang mereka cari, dimana mereka bisa melepaskan semua beban dan kepenatan dengan melakukan banyak aktivitas buruk, sebenarnya itu dipandang relatif tergantung sudut mana orang tersebut memandnag dan merasakannya, dan tidak semua pula anak yang berasal dari keluarga yang terpecah memandang kebahagiaan dengan melakukan hal yang negatif.

Seseorang mendambakan dirinya sebagai orang yang bertanggung jawab untuk dirinya sendiri, serta menjadi orang yang mampu menentukan sendiri apa yang akan dilakukannya dan apa yang paling baik bagi dirinya dan lingkungannya. Ia pun ingin dicintai dan mencintai orang lain, karena dengan demikian ia akan merasa dirinya berarti dan merasa bahagia (Bastaman, 2007).

Berdasarkan fenomena di atas, penulis tertarik untuk menelaah pemaknaan hidup yang dilakukan oleh remaja dari kedua orangtua yang bercerai terhadap pengalaman pribadinya dengan keluarganya.

B. Fokus Penelitian

(15)

anak-anak ke masa dewasa. Tetapi jika kebermaknaan hidup dikaitkan dengan seorang remaja yang mengalami perceraian kedua orangtuanya, Crumbuangh dan Maholick (1996) mengatakan bahwa kekurangan makna hidup yang mengisyaratkan kegagalan individu dalam menemukan pola tujuan-tujuan dan nilai-nilai yang terintegrasi di dalam hidup. Sehingga hal tersebut membuat seorang remaja menjadi lemah dan kehilangan semangat untuk berjuang dalam mengatasi hambatan dalam mencapai makna hidup. Dalam proses perkembangan remaja yang serba sulit dan masa-masa membingungkan dirinya, remaja membutuhkan pengertian dan bantuan dari orang yang dicintai dan dekat dengannya terutama orang tua atau keluarganya (Susanti, 2005). Yang dieksplorasi dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran makna hidup pada remaja akhir dengan kondisi keluarga yang tidak utuh dan untuk mengetahui dampak dari perpecahan keluarga itu sendiri pada remaja akhir yang menjadi subjek penelitian.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dipaparkan diatas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Bagaimana dampak yang akan terjadi pada perkembangan remaja yang mengalami perpecahan kedua orangtuanya?

2. Bagaimana remaja yang mengalami perceraian kedua orangtuanya memaknai hidupnya?

D. Tujuan Penelitian

(16)

1. Untuk mengetahui dampak yang akan terjadi pada perkembangan seorang remaja yang mengalami perpecahan pada kedua orangtuanya.

2. Untuk mengetahui bagaimana seorang anak yang mengalami ketidakutuhan kedua orangtuanya memaknai hidupnya.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan manfaat yang bersifat teoritis dan manfaat praktis. Yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Dengan adanya penenlitian ini diharapkan bisa dijadikan sebagai salah satu sumber mengenai makna hidup dalam konteks peran orangtua terhadap anak di dalam lingkungan keluarganya khususnya. Penneliti berharap penelitian ini bisa dijadikan sumber referensi mengenai perpecahan kedua orang tua terhadap pengaruh perkembangan anak.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini bermaksud untuk memberikan informasi mengenai pentingknya menjaga keharmonisan dalam keluarga demi menjaga efek negative pada perkembangan anak. Sehingga dapat memberikan gambaran tentang makna hidup dan perceraian kedua orangtua yang dialami oleh remaja dan menjadi bahan pertimbangan bagi remaja agar semakin memperhatikan pergaulannya di lingkungan yang sehat.

(17)

Metode yang akan digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Peranan dan fungsi peneliti adalah sebagai instrumen penelitian (Moleong, 2006), sedangkan pedoman wawancara (semi terstruktur) dan pengamatan langsung menyangkut aktivitas subjek termasuk sikap, mimik wajah, bahasa tubuh sebagai instrumen tambahan.

G. Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di kota Bandung. Penelitian yang dilakukan tidak terfokus pada satu tempat, tetapi dilakukan berdasarkan kesepakatan antara peneliti dan informan.

(18)

BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam bab ini, peneliti menguraikan metode dan teknik penelitian yang akan dijadikan acuan dalam menganalisis data.

A. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Peranan dan fungsi peneliti adalah sebagai instrumen penelitian (Moleong, 2006), sedangkan pedoman wawancara (semi terstruktur) dan pengamatan langsung menyangkut aktivitas subjek termasuk sikap, mimik wajah, bahasa tubuh sebagai instrumen tambahan.

Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2001) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data dekriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Moleong (2001) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif berakar pada latar alamiah sebagai keutuhan, mengandalkan manusia sebagai alat penelitian. Memanfaatkan metode kualitatif mengandalkan analisis data secara induktif, bersifat deskriptif, mementingkan proses daripada hasil, membatasi studi dengan fokus dan memiliki seperangkat kriteria untuk memeriksa keabsahan data, rancangan penelitian bersifat sementara.

(19)

Subjek dalam penelitian ini dipilih secara purposive sampling. Teknik purposive sampling adalah teknik pengambilan sumber data dengan mengkhususkan pada subjek yang mengalami fenomena yang diteliti (Moleong, 2007).

Kriteria yang dipakai memilih subjek penelitian ini yakni, subjek berasal dari keluarga yang terpecah kedua orangtuanya yang berdomisili di kota Bandung. Subjek berusia 18-21 tahun, yang menurut Monks, dkk (1999) individu pada usia 18-21 tahun ini termasuk kepada kategori remaja akhir. Pemilihan usia remaja akhir ini berdasarkan pada pola pikir subjek yang pada saat itu sudah mulai mengenal dirinya.

Subjek dalam penelitian ini adalah remaja akhir yang berusia 18-21 tahun yang sedang belajar di perguruan tinggi. Pemilihan subjek ini didasarkan atas kemudahan akses, digunakan penelitian kualitatif dengan teknik wawancara pada dua orang subjek. Pertimbangannya adalah bahwa dalam penelitian ini digunakannya metode fenomenologi, analisis dan pencarian data bukan dalam rangka generalisasi dari berbagai eksistensi atau kuantitas yang biasanya disimbolkan dengan angka-angka (Bungin, 2008; Yin, 2009).

C. Teknik Mendapatkan Partisipan

Penelitian ini untuk mendapatkan partisipan menggunakan teknik purposive sampling. Teknik ini dipilih dengan pertimbangan peneliti pada penelitian yang akan dicapai pada informan yang mengalami perpecahan keluarga yang berasal dari keluarga broken home. Pada purposive sampling jumlah sampel di tentukan oleh peneliti dengan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan informasi yang diperlukan.

(20)

Berdasarkan latar belakanag , maka subjek penelitian adalah dua orang remaja yang berasal dari keluarga broken home.

Proses penemuan subjek penelitian dilakukan dengan mencari informasi mengenai keberadaan subjek dari keluarga broken home. Melalui cara ini dapat ditemukan dua orang subjek yang diketahui memenuhi kriteria subjek penelitian yang telah ditentukan. Subjek penelitian ini memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Subjek berasal dari keluarga broken home, dimana subjek mengalami perceraian kedua orang tuanya.

2. Subjek berdomisili di Kota Bandung.

3. Usia subjek berkisar antara 18-21 tahun, dimana pada usia remaja akhir ini masa dimana seorang mengalami saat kritis untuk menginjak ke masa peralihan dan seorang remaja akhir ini adalah seorang yang sedang mencari identitasnya

Selanjutnya, akan dilakukan persiapan untuk wawancara awal setelah peneliti berhasil mendapatkan subjek yang sesuai untuk penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengambilan data yang dilakukan dalam penelitian adalah dengan wawancara mendalam (in depth interview). Metode wawancara mendalam digunakan untuk memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam terhadap peristiwa yang dialami dan dirasakan subjek penelitian. Dalam penelitian ini, wawancara digunakan untuk mengungkap gambaran kebermaknaan hidup terhadap dua remaja yang mengalami perceraian kedua orangtuanya.

(21)

Pelaksanaan wawancara dan pengurutannya disesuaikan dengan keadaan responden dalam konteks wawancara yang sebenarnya (Moleong, 2010).

Dalam wawancara ini juga peneliti menggunakan alat perekam sebagai dokumentasi. peneliti juga melakukan pengamatan langsung menyangkut aktivitas subjek termasuk sikap, mimik wajah, bahasa tubuh sebagai instrumen tambahan.

E. Teknik Analisis Data

[image:21.612.82.580.316.542.2]

Data dalam penelitian ini diperoleh dari deskripsi hasil wawancara mengenai makna hdiup remaja yang mengalami perceraian kedua orangtuanya. data yang diperoleh tersebut, akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan proses yang melibatkan melalui langkah-langkah sebagai berikut :

Gambar 1.1

Komponen-Komponen Analisa Data Model Kualitatif

(sumber: Faisal dalam Bungin, 2003) 1. Reduksi Data (Data Reduction)

Dalam penulisan dan pengetikan data yang diperoleh dari lapangan ke dalam bentuk uraian atau laporan yang secara sistematis sehingga dapat memberikan gambaran tentang hasil pengamatan. Data yang sudah terkumpul melalui wawancara akan di tulis, sehingga menghasilkan sebuah laporan yang sistematis. Tahap ini bertujuan untuk memilih hal-hal

DATA DISPLAY DATA COLLECTION

DATA REDUCTION

CONCLUTION DRAWING

(22)

yang inti. Jadi, laporan lapangan sebagai bahan mentah disingkatkan, direduksi, disusun lebih sistematis, sehingga lebih mudah dikendalikan. Hal ini dilakukan untuk mempermudah peneliti untuk mencari kembali data yang sudah diperoleh bila diperlukan.

2. Pengumpulan Data (Data Collection)

Data yang dikelompokkan selanjutnya disusun dalam bentuk narasi-narasi, sehingga berbentuk rangkaian informasi yang bermakna sesuai dengan masalah penelitian.

3. Penyajian Data (Display Data)

Melakukan interpretasi data yaitu menginterpretasikan apa yang telah diinterpretasikan informan terhadap masalah yang diteliti.

Pada tahap ini dilakukan untuk melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari penelitian yang kemudian akan dikelompokkan ke dalam beberapa aspek yang berkaitan dengan karakteristik remaja dari keluarga broken home.

4. Penarikan Kesimpulan ( Conclusion Drawing/Verification)

Pengambilan kesimpulan berdasarkan susunan narasi yang telah disusun pada tahap ketiga, sehingga dapat memberikan jawaban atas masalah penelitian.

(23)

Melakukan verifikasi hasil analisis data dengan informan, yang didasarkan pada kesimpulan tahap keempat. Tahap ini dimaksudkan untuk menghindari kesalahan interpretasi dari hasil wawancara dengan sejumlah informan yang dapat memberikan makna persoalan sebenarnya dari fokus penelitian.

G. Tahap-tahap Penelitian 1. Tahap Persiapan

a. Mencari topik dan tema yang diminati b. Melakukan studi literatur

c. Membuat proposal penelitian

d. Membuat kriteria subjek yang sesuai dengan penelitian e. Mempersiapkan kerangka wawancara

f. Melakukan pendekatan terhadap subjek yang akan diteliti sehingga subjek bersedia untuk diwawancarai oleh peneliti.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Meminta kesediaan dua remaja yang mengalami perceraian kedua orangtuanya untuk diteliti dan ikut berpartisipasi dalam penelitian ini.

b. Memberitahukan hal-hal apa saja yang akan dilakukan berkaitan dengan penelitian kebermaknaan hidup remaja yang mengalami perceraian kedua orangtuanya.

(24)

d. Pengolahan data

Tahap pelaksanaan dalam penelitian ini meliputi:

Pengolahan data dilakukan setiap kali peneliti selesai mengambil data dilapangan, baik dalam bentuk verbatim hasil wawancara.

Hasil wawancara yang diperoleh akan dilakukan pengkodean dan pengelompokkan data untuk memperoleh informasi terkait kebermaknaan hidup remaja yang mengalami perceraian kedua orantuanya.

Keseluruhan hasil data dan pengelompokkan hasil dianalisis.

(25)

BAB V KESIMPULAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka disimpulkan bahwa makna hidup pada mahasiswa yang mengalami broken home dilihat dari aspek-aspek pemaknaan hidup adalah sebagai berikut:

1. Dalam kebebasan berkehendak atau berkeinginan, AS dan WA memiliki kebebasan sebagai makhluk yang terbatas dan memiliki kebebasan untuk menentukan suatu pilihan dengan kondisi keluarganya yang sudah tidak utuh lagi. AS memiliki kebebasan atau keinginan sebagai makhluk yang terbatas dengan diberikan kepercayaan oleh ibunya selama itu masih dalam lingkungan yang positive. AS memiliki kebebasan untuk menentukan suatu pilihan namun pilihan tersebut akan ia fikirkan secara matang dengan segala resikonya. WA memiliki kebebasan dan berkeinginan sebagai makhluk yang terbatas, dimana ia memiliki keinginan untuk menjalani hidup mandiri, dalam menentukan suatu pilihan WA akan memikirkan nya secara matang termasuk masukan-masukan dari teman-temannya.

(26)

orang lain. WA memiliki kehendak dalam hidupnya hidup nya yaitu memiliki motivasi untuk kehidupan yang lebih bermakna untuk dirinya sendiri, WA memiliki keinginan untuk hidup mandiri. WA pun memiliki motivasi untuk kehidupan yang lebih bermakna bagi orang disekitarnya.

3. Dalam makna hidup, AS dan WA mampu memaknai hidupnya secara positive dan mampu menghargai kehidupannya secara lebih bermakna. AS mampu memaknai hidupnya secara positive salah satunya ia sudah terfikir tujuan untuk hidupnya, bagaimana cara mencapai tujuan hidup tersebut dan kondisi keluarga yang mempengaruhinya. ia pun mampu mencapai sesuatu yang ia inginkan sampai saat ini salah satunya dalam hal pendidikan namun ia belum puas dengan apa yang ia capai saat ini, ia masih ingin bekerja dan membuka usaha day care dan makeup prewedding, wedding nya. WA mampu memaknai hidupnya secara positive dengan mempunyai keinginan untuk sukses dan membahagiakan orangtuanya, WA pun mampu memaknai hidupnya secara positive untuk orang-orang disekitarnya dengan memberikan kenyamanan terhadap dirinya.

(27)

dan keluarga lah salah satu faktor terbesar untuk menjadikan ia seorang sarjana. WA memiliki nilai kreatif dengan kondisi orangtuanya yang sudah bercerai yaitu WA sering keluar dengan teman-temannya untuk berkumpul, nonton, makan dan clubbing yang hanya untuk havefun saja. Aktivitas WA kesehariannya hanya kuliah dan dalam perkuliahannya tersebut ia tidak mendapatkan permasalahan yang fatal, sejauh ini nilai-nilainya dinamika.

5. Dalam nilai-nilai penghayatan AS dan WA mampu menghayati pengalaman kehidupannya yang berharga dan mampu meyakini nilai-nilai keagamaan yang dianutnya. AS mampu menghayati pengalaman kehidupannnya yang berharga, dimana perasaan AS saat mengetahui kedua orangtuanya memutuskan untuk bercerai ia merasakan kesedihan yang mendalam, ia pun memutuskan untuk lebih memilih ikut bersama ibunya karena ayah nya yang sudah menikah lagi. Sehingga ia ingin sekali membahagiakan ibunya yang sudah melindungi ia dari kecil hingga saat ini. AS sama sekali tidak mengharapkan adanya perceraian kedua orangtuanya. AS mampu meyakini nilai-nilai keagamaan yang dianutnya, dimana AS masih menjalani ritual keagamaannya sampai saat ini. WA mampu menghayati pengalaman hidupnya yang berharga, meskipun WA masih mempunyai perasaan kecewa karena orangtuanya bercerai, harapan WA dari perceraian keduaorangtuanya yaitu tetap terjalin tali kekeluargaan nya. WA pun mampu meyakini nilai keagamaan yang dianutnya, sampai saat ini ia masih tetap menjalani shalat walaupun masih bolong-bolong dan ia masih tetap clubbing. 6. Dalam nilai-nilai bersikap AS dan WA mampu menyikapi permasalahan yang dihadapinya

(28)
(29)

DAFTAR PUSTAKA

Bastaman, H.D. (2007). Logoterapi: Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup Bermakna. Jakarta: Rajawali Pers.

Boeree, G. (2006). Personality Theories (terjemahan). Yogyakarta: Prisma sophie. Dagun, S. (2002). Psikologi Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta.

Darajat, Z. (1980). Kesehatan Mental.Jakarta: Gunung Agung.

Frankl, V.E. (1967), Psychotherapy And Existensialism Selected Papers on Logotherapy. New York: Washington Sptare Press, Inc.

Frankl, V.E. (2004). Man’s Search For Meaning. Bandung: Yayasan Nuansa Cendikia. Hassan, F. (2002). Berkenalan dengan Eksistensialisme. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.

Hurlock, E.B. (1997) Psikologi Perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan, Jakarta: Erlangga.

Ilmawati, Z. (2004). Depresi Sosial. Gejala dan akar penyebabnya.(online). Tersedia: http://www.hayatulislam.net (diunduh, 15 Oktober 2012).

Kartini, K. (1990). Psikologi Anak. Bandung: Mandar Maju.

Laswell, M dan Thomas L. (1987).Marriage and The Family Second Edition. Wadsworth, Inc.

Lathief, S.I. (2008). Psikologi Fenomenologi Eksistensialisme. Lamongan: Pustaka Ilalang.

Megawangi, R., (1999). Membiarkan Berbeda. Bandung: Mizan.

Moleong, L. J. (2001). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Monks, F.J dan Knoers, A.M.P. dan Haditono, S.R. (1999). Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nasution, S. (1996). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Tarsito.

(30)

Ni’nam, A.S. (2012). KPAI. (Online). Tersedia: http://jakarta.okezone.com (28 September 2012)

Pukinas, J. (1976). Human Development an Emergent Science.Washington DC: McGraw-Hill. Inc.

Sadarjoen, S.S. (2005). Konflik Marital: Pemahaman Koneptual, Aktual dan Alternatif Solusinya. Bandung: Refika Aditama.

Schultz, D. (1994). Psikologi Pertumbuhan: Model-model Kepribadian Sehat. Yogyakarta: Kanisius.

Sitorus, F. A. I dan Sutiawan.S .(1998). Sosiologi Umum.Bogor:IPB

Soelaeman, M.I. (1994). Pendidikan dalam Keluarga.Bandung: CV Alfabeta

Sugiyono. (2007). Membuat Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

W.A. Gerungan. (2004). Agresivitas Remaja pada Keluarga Broken Home.

(online). Tersedia: http://digilib.batan.go.id/gdl/go/php?id=jiptumm-gdl-sl-2003-yeriabdill-290 (diunduh, 4 September 2012)

Wijarnako, J. (2004). Tidak Hancur Meski Keluarga Hancur. (online). Tersediahttp://www.gfresh_online.com/august/fresh_er.php. (diunduh, 14 Oktober 2012)

Zanden, J., (1986). Sociology The Core. New York: Alfred A. Knopf

Gambar

Gambar 1.1 Komponen-Komponen Analisa Data Model Kualitatif

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penatan struktur tata ruang propins NTB tidak terlepas dari aspek pertumbuhan, pemerataan dan keseimbangan atau stabilitas. Tujuan tersebut antara lain

 Apabila dalam pelaksanaan penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah  Apabila dalam pelaksanaan penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Lingkungan yang didalamnya membahas tanggung jawab siswa dalam melakukan sesuatu berdasarkan penjelasan secara lisan dengan metode demonstrasi di sekolah terteliti

SRPSD +] VXKX UXDQJ SDGD VXEVWUDW NDFDQJ KLMDX WHUIHUPHQWDVL ROHK 5KL]RSXV & \DQJ GLIHUPHQWDVL ROHK %$/ SDGD VXKX ƒ& VHODPD MDP PHQJJXQDNDQ FDPSXUDQ / EXOJDULFXV GDQ

Komponen PCK Pengetahuan Mengajar Pengetahuan Tentang Siswa Pengetahuan Tentang Konten Level 0 - Sebagai penyedia dan demonstrator pengetahuan untuk siswa - Mengenalkan

Artinya, bersama-sama mengembangkan program dan kegiatan untuk masyarakat luas makin peduli terhadap masalah-masalah sosial dan dengan kemampuan yang makin mandiri memberikan

Telesno kaznovani v otroštvu Zgodba 2 Luka Zmerjanje, vlečenje za ušesa Kričanje, vlečenje za ušesa, lasanje Kričanje, vlečenje za ušesa, zaprtje v sobo brez večerje.. da

Objek yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah metode penerjemahan menurut teori Newmark (1988), serta pergeseran (shifts) yang terdapat pada subtitle film berbahasa