• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAK. tentang keluarga broken home yang meliputi definisi, faktor penyebab keluarga broken

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAK. tentang keluarga broken home yang meliputi definisi, faktor penyebab keluarga broken"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

11

BAB II

PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAK

Pada bab yang kedua ini akan dipaparkan teori-teori yang digunakan dalam penulisan ini. Teori-teori tersebut dijabarkan dalam beberapa bagian. Bagian pertama adalah tentang keluarga broken home yang meliputi definisi, faktor penyebab keluarga broken home, dan dampak keluarga broken home. Bagian yang kedua mengenai konseling pastoral yang meliputi definisi, fungsi, dan karakteristik. Bagian yang ketiga meliputi makna hidup yang terdiri dari area ketidakmampuan perkembangan spiritual, dan faktor penyebab ketidakmampuan perkembangan spiritual.

2.1 Broken Home

2.1.1 Definisi Keluarga Broken Home

Secara etimologi, istilah broken home terdiri dari dua kata yakni broken (bentuk ketiga dari kata break) yang berarti patah, putus, retak, terganggu, tidak lancar, hancur; dan home yang berarti rumah. Secara sederhana broken home dapat didefinisikan sebagai keluarga yang hancur atau retak. Broken home juga dimaknai sebagai istilah yang berlaku bagi keluarga yang pasangan suami isterinya telah berpisah atau bercerai. 1 Dari pemahaman tersebut, penulis memahami keluarga yang hancur atau broken home dapat terdiri dari ayah saja beserta anak-anak dalam keluarga, ibu saja beserta anak-anak dalam keluarga, atau hanya ada anak-anak dalam keluarga yang terpisah dari orang tua.

Broken home juga dipahami sebagai keluarga yang mengalami disfungsi yakni

keluarga yang tidak dapat lagi menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik sebagaimana mestinya. Kehidupan keluarga yang broken cenderung mengalami kekerasan,

(2)

12

perselisihan, pertengkaran, perpisahan dan bahkan perceraian. Cinta kasih jarang ditemukan dalam keluarga broken home karena anggota keluarga tidak lagi saling menghargai satu terhadap yang lain. Situasi seperti ini mengakibatkan tidak ada lagi kenyamanan dan keharmonisan dalam kehidupan keluarga. Menurut penulis, suatu keluarga dikatakan hancur bukan hanya ketika mengalami perpisahan atau perceraian, namun ketika di dalam keluarga tidak ada keharmonisan, kenyamanan, rasa saling menghargai dan cinta kasih, maka sesungguhnya keluarga tersebut berada dalam kehancuran atau broken home.

2.1.2 Faktor Penyebab Keluarga Broken Home

Broken home dapat terjadi karena beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dapat berupa

faktor internal dan eksternal. Faktor internal misalnya kurang atau tidak adanya perhatian dan kasih sayang dalam keluarga.2 Isteri tidak menghargai suami dan begitu sebaliknya, atau anak-anak yang tidak menghargai orang tua. Menurut penulis, perasaan cinta kasih dan saling menghargai sangat penting dalam menciptakan kehidupan keluarga yang harmonis dan sejahtera. Jika dalam keluarga tidak ada lagi rasa cinta kasih dan saling menghargai, maka anggota keluarga cenderung melakukan hal sesukanya karena tidak ada lagi rasa saling memiliki terhadap anggota keluarga yang lain.

Selain itu, broken home juga dapat disebabkan oleh komunikasi yang buruk dalam keluarga.3 Kurangnya komunikasi yang baik dapat menciptakan atmosfir rumah yang tidak nyaman, hubungan yang semakin renggang, dan dapat berujung pada kehancuran keluarga. Komunikasi merupakan sarana yang penting dalam mempertahankan suatu hubungan. Dalam keluarga pun demikian. Komunikasi yang buruk akan berakibat buruk

2

Jibeen, “From Home to Shelter Home...”, 476. 3 Jibeen, “From Home to Shelter Home...”, 478.

(3)

13

bagi keluarga, sebaliknya komunikasi yang baik mampu membuat keluarga tetap ada dalam keadaan yang baik dan harmonis. Menurut penulis, para anggota keluarga sudah seharusnya menyadari bahwa komunikasi sangat diperlukan untuk menciptakan suasana yang nyaman dan kondusif di dalam rumah. Dengan komunikasi, anggota keluarga akan merasa diterima dan dihargai keberadaannya. Oleh sebab itu, para anggota keluarga bertanggung jawab untuk menciptakan dan menjaga komunikasi di dalam keluarga guna mewujudnyatakan keluarga yang harmonis.

Faktor berikut adalah kurangnya waktu luang (quality time) yang dihabiskan dengan anggota keluarga.4 Quality time atau waktu yang berkualitas adalah waktu yang digunakan secara positif oleh pasangan atau sekelompok orang untuk meningkatkan kualitas hubungan. Quality time di dalam keluarga adalah sangat penting. Keluarga seharusnya mengkhususkan waktu untuk berkumpul, berbicara, berdiskusi, dan bercengkerama bersama di tengah segala kesibukan setiap hari. Quality time mengingatkan anggota-anggota keluarga bahwa dalam menjalani kehidupan, mereka selalu mempunyai tempat untuk pulang yaitu keluarga. Di dalam keluarga ada orang-orang yang mereka cintai dan yang mencintai mereka. Menurut penulis, hal ini yang juga sering terabaikan dalam kehidupan berkeluarga. Quality time menolong keluarga-keluarga yang jarang bertemu dan berdiskusi karena kesibukan masing-masing untuk menciptakan kualitas hubungan yang baik. Jarang bertemu dan berdiskusi dapat menjadi penyebab rusaknya suatu hubungan. Oleh sebab itu, quality time diperlukan untuk menjaga hubungan yang harmonis dan tetap berkualitas ditengah kesibukan para anggota keluarga.

(4)

14

Faktor internal terakhir adalah para anggota keluarga tidak memiliki kemampuan untuk menerima krisis yang terjadi secara positif.5 Cara pandang yang dibangun bukanlah cara pandang yang konstruktif melainkan yang destruktif. Saat menghadapi krisis, anggota keluarga tidak saling menopang dan saling mempercayai sehingga pada akhirnya ada anggota keluarga yang menyerah pada keadaan dan mencari jalan lain yakni perpisahan. Menurut hemat penulis, faktor internal terakhir ini merupakan kelemahan pribadi setiap individu yang tidak dewasa dalam menyikapi permasalahan dan tantangan dalam kehidupan keluarga. Para anggota keluarga seharusnya menjadikan masa-masa krisis dalam keluarga sebagai sarana untuk bertumbuh menjadi keluarga yang saling menguatkan dan berjuang untuk kebahagiaan bersama. Bukan sebaliknya, tidak saling menopang dan saling meninggalkan satu dengan yang lain. Keluarga yang baik adalah keluarga fungsional yang mampu menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik di segala masa, termasuk dalam menghadapi masa-masa krisis dalam keluarga.

Sedangkan faktor eksternal yang dapat menjadi penyebab gagalnya sebuah keluarga dan muncul fenomena broken home adalah hadirnya WIL/PIL (wanita idaman lain/pria idaman lain).6 Perselingkuhan adalah salah satu penyakit yang sudah sangat sering menggerogoti hubungan banyak pasangan, khususnya di era modern seperti ini. Hal yang paling mendasar adalah tidak adanya rasa nyaman dengan pasangan dan atau keluarga. Ketidaknyamanan yang terjadi tidak dapat dikomunikasikan dengan baik sehingga jalan keluarnya adalah mencari kenyamanan di luar rumah melalui wanita atau pria idaman lain melalui hubungan perselingkuhan. Fenomena tersebut menimbulkan dampak psikologis terhadap anak-anak korban broken home. Menurut penulis, kehadiran WIL/PIL memungkinkan timbulnya keegoisan dari salah seorang anggota keluarga, entah itu ayah

5 Scholevar & Schwoeri, Textbook of Family, 318. 6

Fakta tersebut berdasarkan pengamatan penulis pada beberapa keluarga broken home di GPM Jemaat Galala-Hative Kecil.

(5)

15

atau ibu, untuk berpikir meninggalkan keluarga yang dulu sangat dicintai. Fenomena perselingkuhan ini pada umumnya membutakan mata hati anggota keluarga yang melakukannya, sehingga mereka cenderung menganggap bahwa pilihan dan keputusannya untuk berpaling dan meninggalkan keluarga adalah keputusan yang tepat. Tanpa mereka sadari bahwa keputusan tersebut dapat berdampak buruk bagi perkembangan anak-anak yang menjadi korban dari keluarga yang broken home.

2.1.3 Dampak Keluarga Broken Home

Akibat yang nampak dari fenomena broken home ialah hancurnya keluarga yang ditandai dengan anggota-anggota keluarga yang terpisah, namun akibat yang sesungguhnya ialah pada anak-anak korban broken home. Anak korban broken home akan mengalami mental disorder. Mondor mengungkapkan bahwa kegagalan orang tua menjalankan perannya dalam keluarga mengakibatkan anak mengalami frustrasi yang sangat hebat dan juga memungkinkan mereka terjerat dalam pengkonsumsian narkoba.7 Kegagalan yang dialami dalam keluarga membuat anak tidak mengetahui bagaimana harus menjalani hidup. Bartley juga mengemukakan bahwa walaupun perceraian sudah menjadi hal yang biasa terjadi pada zaman ini, namun dampaknya pada kesehatan mental anak korban broken home tidak mengalami penurunan yakni mereka tetap mengalami tekanan psikologis.8 Tekanan psikologis dan kesehatan mental itu dapat berupa stres, depresi yang berhubungan dengan gangguan, disorientasi, kebingungan, fobia dan ketakutan. Oleh karena itu, banyak dari mereka yang tidak mudah beradaptasi dengan lingkungan sosial dan memiliki ketidakmampuan spiritual dalam menyikapi masalah-masalah kehidupan. Dari pemahaman para ahli di atas, menurut penulis kehancuran

7

Mondor, “With or Without You”, 10-12. 8 Bartley, “Children Suffer Effects of Divorce”, 5.

(6)

16

sebuah keluarga juga menjadi kehancuran anak-anak dalam keluarga tersebut. Perpisahan atau perceraian orang tua membuat anak mengalami gangguan yang sangat serius dalam diri dan kehidupannya. Gangguan tersebut jika tidak ditangani dengan serius maka akan pula menghancurkan masa depan anak-anak.

2.2Konseling Pastoral

2.2.1 Pengertian Konseling Pastoral

Istilah konseling pastoral berasal dari kata “konseling” dan “pastoral”.9 Kata “konseling” berasal dari bahasa Inggris to counsel yang secara hurfiah berarti memberi arahan, nasihat. Kata “pastoral” berasal dari bahasa Latin pastore, dalam bahasa Yunani disebut poimen yang berarti gembala. Secara tradisional dalam kehidupan bergereja, tugas gembala adalah tugas pendeta yang harus berlaku sebagai gembala bagi domba-domba (anggota jemaat). Istilah ini dihubungkan dengan Yesus Kristus dan karyaNya yang digambarkan sebagai gembala yang baik (Yohanes 10).10 Ungkapan ini mengacu pada pelayanan Yesus yang tanpa pamrih, bersedia memberikan pertolongan dan pengasuhan bagi para pengikutNya, dan bahkan bersedia memberikan nyawaNya bagi mereka. Sikap dan pelayanan seperti Yesus ini diharapkan diikuti oleh para pengikutNya. Jika demikian, konseling pastoral juga dipahami sebagai suatu tindakan pendampingan yang bersifat mengasuh atau memelihara. Dari pemahaman tersebut, konseling pastoral menempatkan konselor, dalam hal ini para pelayan gereja, selalu bersentuhan dengan apa yang disebut relasi terhadap sesamanya. Relasi yang mendalam hanya dapat dibangun jika seorang konselor memandang orang yang bermasalah itu sangat berharga, bukan

9

Jacob Daan Engel, Konseling Suatu Fungsi Pastoral (Salatiga: Tisara Grafika, 2007), 1-2. 10 Engel, Konseling Suatu Fungsi Pastoral, 2.

(7)

17

sekedar dikasihani tetapi dicintai.11 Menurut penulis, konseling pastoral adalah suatu proses memberikan arahan atau nasihat guna membimbing, mengasuh, dan menolong seseorang atau sekelompok orang untuk menjalani kehidupan dengan baik.

Konseling pastoral berhubungan dengan manusia tanpa melihat siapakah dia, kepercayaan, kedudukan sosial, usia atau jenis kelamin. Konseling pastoral adalah suatu tindakan yang ditujukan kepada kebutuhan-kebutuhan manusia dalam perjalanan hidupnya, entah dia itu seorang tukang atau presiden, seorang olahragawan atau seorang cacat, seorang anak atau orang tua. Kebutuhan akan konseling pastoral ditandai dengan adanya tekanan dan ketegangan hidup yang mempengaruhi tubuh dan jiwa seseorang. Penulis memahami manusia sebagai makhluk yang tidak pernah lepas dari permasalahan dan yang membutuhkan pertolongan dari orang lain. Permasalahan yang dihadapi cenderung mempengaruhi seluruh aspek dirinya (psikis, fisik, sosial, spiritual), sehingga tak jarang ada orang-orang yang putus asa dan hilang harapan ketika menghadapi masalah. Dalam keadaan seperti inilah konseling pastoral dibutuhkan yakni untuk menolong orang-orang yang putus asa karena permasalahan hidup, agar dapat menyikapinya secara baik dan benar.

Clinebell dalam bukunya “Tipe-tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral” mengemukakan pengertiannya tentang konseling pastoral:

“Penggembalaan (konseling pastoral) adalah suatu jawaban terhadap kebutuhan setiap orang akan kehangatan, perhatian penuh, dukungan, dan penggembalaan (pendampingan). Konseling Pastoral adalah ungkapan pendampingan yang bersifat memperbaiki (reparatif), yang berusaha membawa kesembuhan bagi orang yang sedang menderita gangguan fungsi dan kehancuran pribadi karena krisis.”12

11 Engel, Konseling Suatu Fungsi Pastoral, 1. 12

Howard Clinebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 59-60.

(8)

18

Kebutuhan ini akan mencapai puncaknya saat seseorang mengalami tekanan pribadi dan kekacauan sosial.13 Pengertian yang dikemukakan oleh Clinebell ini menunjukkan bahwa setiap orang membutuhkan konseling pastoral, baik ketika ia tidak bermasalah dan terlebih ketika ia bermasalah. Lebih jauh Clinebell mengatakan bahwa konseling pastoral adalah pemanfaatan hubungan antara seseorang dengan orang lain di dalam pelayanan. Hubungan itu dapat mengakibatkan timbulnya kekuatan dan pertumbuhan yang menyembuhkan baik dalam diri orang yang dilayani, maupun dalam relasi mereka. Konseling pastoral mencakup pelayanan yang saling menyembuhkan dan menumbuhkan di dalam suatu jemaat dan komunitasnya sepanjang perjalanan hidup mereka. Dari pemahaman Clinebell tentang konseling pastoral, dapat dimengerti bahwa konseling pastoral dapat dilakukan bagi semua orang, baik yang bermasalah maupun yang tidak bermasalah. Konseling pastoral dilakukan untuk menolong, menyembuhkan dan menumbuhkan orang-orang yang kehilangan kasih sayang, perhatian, dan dukungan karena krisis hidup agar kemudian dapat menjalani hidup dengan bijaksana.

2.2.2 Fungsi Konseling Pastoral

Konseling pastoral memiliki fungsi. Yang dimaksud dengan fungsi adalah kegunaan atau manfaat yang dapat diperoleh dari pekerjaan konseling tersebut, atau dengan kata lain bahwa fungsi konseling merupakan tujuan-tujuan operasional yang hendak dicapai dalam memberikan pertolongan.14 Adapun fungsi konseling pastoral secara umum adalah untuk menyembuhkan (healing), membimbing (guiding), mendukung/menopang

(sustaining), memulihkan (reconciling) dan mengasuh (nurturing). Empat fungsi yang

13

Clinebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan, 59.

(9)

19

pertama dikemukakan oleh William A. Clebsch dan Charles R. Jaekle sedangkan fungsi kelima ditambahkan oleh Clinebell.15

1. Fungsi Menyembuhkan

Fungsi menyembuhkan ialah suatu fungsi pastoral yang terarah untuk mengatasi kerusakan yang dialami seseorang dengan memperbaiki orang itu menuju keutuhan dan membimbingnya ke arah kemajuan di luar kondisinya terdahulu.16 Konseling pastoral berfungsi menyembuhkan tatkala ada luka atau sakit yang menyebabkan kerusakan dalam kehidupan anak yang menjadikan hidupnya tidak sama dengan keadaan sebelumnya. Penyembuhan bertujuan untuk mengatasi luka dan sakit serta kerusakan dalam kehidupan anak. Dengan menyembuhkan luka, sakit dan kerusakan yang dialami anak, diharapkan hal tersebut tidak akan menjadi masalah sepanjang hidupnya, sehingga mempengaruhi perkembangan anak, baik secara fisik, psikis, sosial, maupun spiritual. Fungsi penyembuhan untuk mengatasi kerusakan dilakukan dengan cara mengembalikan anak pada suatu keutuhan dan menuntunnya ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. Menurut penulis, fungsi menyembuhkan merupakan langkah awal untuk melihat adanya keadaan yang dapat dan perlu dikembalikan ke keadaan semula atau pun mendekati keadaan semula. Fungsi ini dipakai untuk membantu anak memperbaiki diri dari gejala dan perilaku menyimpang yang selama ini dilakukan sebagai akibat dari peristiwa buruk yang dialami di waktu lampau, kepada keadaan yang lebih baik.

2. Fungsi Menopang

Fungsi menopang membantu orang yang sakit atau terluka agar dapat bertahan dan mengatasi suatu kejadian yang terjadi pada waktu yang lampau.17 Fungsi menopang berarti menolong anak yang mengalami luka atau sakit untuk bertahan menghadapi dan

15 Clinebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan, 54. 16

Clinebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan, 53. 17 Clinebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan, 53.

(10)

20

melewati masa-masa sulit yang dialami.18 Fungsi menopang membantu anak untuk menerima kenyataan sebagaimana adanya, kemudian berdiri di atas kaki sendiri dalam keadaan yang baru, serta bertumbuh secara penuh dan utuh.19 Anak perlu didukung atau ditopang karena keadaan anak mungkin tidak dapat pulih seperti kondisi semula atau jika mungkin pulih, kemungkinannya sangat sedikit. Menurut penulis, fungsi menopang menolong anak untuk dapat tegar menghadapi keadaan sekarang sebagaimana adanya, dan bahkan menerima kenyataan pahit yang dialami, serta tetap berjuang untuk menjalani hidup dengan baik.

3. Fungsi Membimbing

Fungsi membimbing membantu orang yang ada dalam kebingungan mengambil pilihan yang pasti, pilihan yang dipandang mempengaruhi keadaan jiwa mereka sekarang dan pada waktu yang akan datang.20 Fungsi membimbing berarti membantu anak ketika ia harus mengambil keputusan di antara pilihan-pilihan yang ada karena pilihan-pilihan tersebut mempengaruhi keadaannya di masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Anak juga dibimbing untuk memilih hal-hal positif yang membangun dirinya, serta menentukan langkah-langkah yang harus ia ambil. Anak perlu bimbingan dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi dalam hidupnya, entahkah itu perubahan akibat perkembangan anak itu sendiri, ataupun perubahan lingkungan keluarga dan masyarakat. Anak perlu dibimbing ketika anak mengalami perubahan-perubahan, agar anak tidak bingung atau tertekan oleh perubahan-perubahan tersebut. Menurut penulis, fungsi membimbing dilakukan untuk mengarahkan anak dalam mengambil keputusan-keputusan dalam hidupnya. Dalam menjalani hidup, anak-anak membutuhkan bimbingan

18 Engel, Konseling Suatu Fungsi Pastoral, 7.

19 Totok S. Wiryasaputra, Pengantar Konseling Pastoral (Yogyakarta: Diandra Pustaka Indonesia, 2014), 107.

(11)

21

dan arahan untuk memilih serta melakukan hal-hal positif yang berguna bagi masa depan mereka.

4. Fungsi Memulihkan/Memperbaiki Hubungan

Fungsi memulihkan berarti membantu seseorang untuk membangun kembali hubungan yang rusak antara dirinya dengan orang lain.21 Anak korban broken home atau anak yang marah kepada orang tua mendapati bahwa relasinya dengan orang tua telah rusak dan tidak sama seperti dulu lagi, maka anak perlu didampingi untuk memulihkan hubungan yang rusak tersebut. Fungsi memulihkan merupakan usaha memperbaiki kembali hubungan-hubungan yang rusak di antara manusia dengan sesama.22 Menurut penulis, fungsi memulihkan ini menolong anak untuk dapat memaafkan kesalahan yang telah dilakukan oleh orang tua dan memberikan pengampunan bagi mereka. Dengan tindakan pengampunan yang dilakukan maka hubungan antara anak dan orang tua yang telah rusak, dapat diperbaiki kembali.

5. Fungsi Memelihara/Mengasuh

Fungsi dari memelihara/mengasuh adalah memampukan orang untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki, di sepanjang hidup yang mereka jalani.23 Fungsi memelihara/mengasuh berarti menolong anak untuk mengenali kemampuan-kemampuan yang ada dalam dirinya dan kemudian mengembangkannya.24 Anak juga dibantu dan didampingi untuk bertumbuh menjadi seseorang yang memahami makna keberadaannya dalam dunia ini. Tujuan dari memelihara/mengasuh adalah memampukan anak untuk mengembangkan potensi-potensi diri di sepanjang perjalanan hidup. Menurut penulis, fungsi ini merupakan suatu “pendidikan hidup” yang diberikan kepada anak-anak korban broken home bahwa mereka memiliki kemampuan yang dianugerahkan oleh

21 Clinebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan, 54. 22 Clinebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan, 54. 23

Clinebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan, 54. 24 Van Beek, Pendampingan Pastoral, 8.

(12)

22

Tuhan, yang dapat dikembangkan untuk kebaikan mereka di masa depan. Dengan demikian, mereka ditolong untuk dapat melepaskan diri dari belenggu masa lalu yang kelam, menuju kehidupan baru yang penuh harapan dengan memanfaatkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.

2.2.3 Karakteristik Konseling Pastoral

Karakteristik konseling pastoral digambarkan melalui istilah “pastoral”. 25

Penambahan kata “pastoral” memiliki alasan yang sangat teologis yakni berangkat dari Sabda Tuhan Yesus yang menjadi patokan bagi orang Kristen. Beberapa kali Tuhan Yesus memperkenalkan diri dan diperkenalkan sebagai “Gembala” sebagaimana disaksikan oleh Yohanes 10 (“Akulah Gembala yang baik”). Makna gembala yang baik disitu ialah sebagai seseorang yang lemah lembut, yang berkenan menjadi Pemelihara dan Penolong manusia, tetapi pada waktu yang sama memberikan kebebasan kepada manusia yang ditolongnya itu untuk mengambil sikap dan keputusan secara mandiri.26 Menjadi seorang gembala berarti dengan penuh cinta kasih menggembalakan “domba-domba” yang dipercayakan tuannya untuk digembalakan, itulah sesungguhnya gembala yang baik. Dari pemahaman tersebut, menurut penulis karakteristik konseling pastoral terletak pada proses konseling yang meneladani Yesus yakni proses pemberian pertolongan dan pemeliharaan kepada orang-orang yang membutuhkan, namun dengan tetap memberikan kebebasan bagi mereka untuk mengambil keputusan bagi hidup mereka.

Meneladani sikap Tuhan Yesus sebagai Gembala yang memperhatikan kesejahteraan domba-dombaNya, maka hal tersebut yang juga harus dilakukan dalam sebuah konseling

25

Van Beek, Pendampingan Pastoral, 6. 26 Van Beek, Pendampingan Pastoral, 6-7.

(13)

23

pastoral. Tuhan Yesus memperhatikan dan mensejahterakan kehidupan manusia secara utuh. Totalitas kehidupan manusia diperhatikan olehNya dan pemeliharaanNya pun tidak terbatas. Ia memperhatikan penderitaan jasmani (penyakit, kelaparan, dan lain-lain), penderitaan psikis (sakit jiwa, tertekan, dan lain-lain), masalah sosial (ekonomi, moral), dan lain sebagainya.27 Berdasarkan pemahaman tersebut, maka sudah seyogianya konselor pastoral juga memperhatikan kehidupan orang-orang yang menderita secara jasmani, psikis, sosial dan lain sebagainya. Konselor pastoral, dalam hal ini Pendeta dan Majelis Jemaat sudah seharusnya peka melihat permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh jemaat dan segera memberikan pertolongan guna membantu mereka menjalani hidup dengan lebih baik, sebagaimana yang Tuhan Yesus contohkan.

Dalam kehidupan bergereja, para pelayan gereja sudah sepatutnya memperhatikan kehidupan anggota jemaat. Para pelayan tidak hanya cukup berkhotbah dari mimbar. Tetapi para pelayan perlu menyentuh kehidupan jemaat, secara khusus anggota jemaat yang berada dalam permasalahan dan menderita secara fisik, psikis, sosial, maupun spiritual. Dengan kata lain, gereja perlu memahami tugas dan panggilannya untuk memelihara dan menolong jemaat yang Tuhan percayakan untuk mereka layani. Menurut penulis, gereja adalah wakil Allah di dunia. Oleh sebab itu, gereja sudah sepatutnya menjalankan perannya untuk memelihara dan menolong jemaat Tuhan yang dipercayakan kepadanya. Gereja harus mampu menjawab kebutuhan dan pergumulan jemaat terkait masalah-masalah kehidupan yang selama ini dihadapi. Secara sederhana, penulis memahami bahwa gereja perlu melakukan konseling pastoral untuk menolong jemaat menghadapi permasalahan-permasalahan yang mengancam hidup dan masa depan mereka.

(14)

24

2.3Makna Hidup

Makna hidup muncul dalam pemikiran Victor Emile Frankl dalam kerangka pemikirannya membangun logoterapi. 28 Melalui pemikirannya, Frankl hendak menyampaikan kepada semua orang bahwa dalam kondisi apapun, kehidupan punya potensi untuk memiliki makna, termasuk dalam kondisi yang paling menyedihkan.29

Konsep utama yang menjadi dasar filosofis model logoterapi menurut Frankl dijabarkan sebagai berikut.

1. Kebebasan Berkeinginan (Freedom of Will)

Dalam pandangan Frankl, kebebasan berkeinginan adalah ciri-ciri unik dari keberadaan pengalaman manusia. Frankl mengakui kebebasan manusia sebagai makhluk yang terbatas adalah sebagai kebebasan di dalam batas-batas. Manusia tidaklah bebas dari kondisi-kondisi biologis, psikologis dan sosiologis tetapi manusia berkebebasan untuk mengambil sikap terhadap kondisi-kondisi tersebut. Manusia tidak bisa terhindar, dan sepenuhnya dipengaruhi oleh lingkungan, namun manusia punya pilihan dalam bertindak.30 Manusia bisa memanfaatkan sisa-sisa kebebasan spiritual dan kebebasan berpikir mereka, meskipun mereka berada dalam kondisi mental dan fisik yang sangat tertekan.31 Jadi kebebasan berkeinginan (freedom of will) adalah kebebasan yang bertanggung jawab untuk mengembangkan potensi diri.32 Menurut Frankl, kebebasan bertanggung jawab adalah menyikapi setiap situasi dengan mengembangkan potensi diri dan kemampuan serta memberi nilai untuk menemukan makna dan tujuan hidup sebagai individu, meskipun dalam situasi penderitaan.33 Dengan kebebasan yang bertanggung jawab, individu berjuang untuk tujuan tersebut dengan jalannya masing-masing, karena

28

Bastaman, Logoterapi: Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup, 36.

29 Victor E. Frankl, Optimisme di Tengah Tragedi: Analisis Logoterapi, diterjemahkan oleh Lala Herawati Dharma (Bandung: Nuansa, 2008), 22-23.

30 Frankl, Optimisme di Tengah Tragedi, 115. 31 Frankl, Optimisme di Tengah Tragedi, 115. 32

Bastaman, Logoterapi: Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup, 41. 33 Frankl, Optimisme di Tengah Tragedi, 116-117.

(15)

25

hasrat manusia yang paling dalam bukan mencari kenyamanan tetapi pemaknaan atas kehidupannya. Berdasarkan pemahaman di atas, dapat dipahami bahwa setiap manusia memiliki kemampuan untuk mengambil sikap terhadap penderitaan dan peristiwa tragis yang tidak dapat dielakkan yang menimpa diri sendiri, setelah upaya mengatasinya telah dilakukan secara optimal tetap tidak berhasil. Maksudnya ialah jika kita tidak dapat mengubah penderitaan, sebaiknya kita mengubah sikap atas keadaan itu agar tidak terhanyut secara negatif oleh keadaan tersebut. Tentu saja dengan jalan mengambil sikap yang baik dan tepat yakni sikap yang mendatangkan kebahagiaan bagi diri sendiri dan orang lain serta sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan norma-norma yang berlaku. 2. Keinginan akan Makna (The Will of Meaning)

The will of meaning yang mendorong setiap manusia untuk melakukan berbagai

kegiatan agar hidupnya dirasakan berarti dan berharga. Keinginan untuk bermakna adalah dasar perjuangan manusia untuk menemukan dan memenuhi makna dan tujuan hidup. Menurut Frankl, makna hidup merupakan sesuatu yang unik dan khusus, artinya, dia hanya dapat dipenuhi oleh masing-masing individu; hanya dengan cara itulah dia bisa memiliki arti yang bisa memuaskan keinginan orang tersebut untuk mencari makna hidup. 34 Setiap manusia memiliki kebebasan yang hampir tidak terbatas untuk menemukan sendiri makna hidupnya. Makna hidup dan sumber-sumbernya dapat ditemukan dalam kehidupan itu sendiri, khususnya dalam kegiatan apapun yang dilakukan, serta dalam keyakinan terhadap harapan dan kebenaran serta penghayatan atas keindahan, iman, dan cinta kasih. Selain itu, sikap tepat yang diambil atas penderitaan yang tidak dapat diubah lagi merupakan sumber makna hidup. Dalam hal ini mungkin pada suatu saat harapan dan kebebasan secara fisik seakan-akan hampir sirna, tetapi setiap manusia pada dasarnya masih tetap memilikinya, sekalipun hanya dalam pikiran,

(16)

26

perasaan, cita-cita, dan angan-angan semata. Berdasarkan pemahaman tersebut, dapat dipahami bahwa keinginan akan makna dapat menjadi motivasi bagi setiap orang untuk menemukan dan menjalani hidup yang bermakna.

Keinginan untuk hidup bermakna merupakan motivasi utama pada manusia.35 Hasrat inilah yang mendorong setiap orang untuk melakukan berbagai kegiatan agar hidupnya dirasakan berarti dan berharga. Hasrat untuk hidup bermakna ini bukanlah sesuatu yang diada-adakan, melainkan benar-benar suatu fenomena kejiwaan yang nyata dan dirasakan pentingnya dalam kehidupan seseorang. Sebagai motivasi dasar manusia, keinginan untuk hidup bermakna ini mendambakan diri manusia menjadi seorang pribadi yang berharga dan berarti dengan kehidupan yang sarat dengan kegiatan-kegiatan yang bermakna pula.36 Menurut penulis, keinginan akan makna ini mendorong pribadi setiap individu untuk menemukan makna dalam setiap tindakan dan kegiatan yang dilakukan agar hidup yang dijalani dirasakan berarti, berharga dan bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

3. Makna Hidup (The Meaning of Life)

Hidup punya potensi untuk memiliki makna, apapun kondisinya, bahkan dalam kondisi yang paling menyedihkan sekalipun.37 Manusia memiliki kapasitas untuk mengubah aspek-aspek hidup yang negatif menjadi sesuatu yang positif dan konstruktif.38Meaning of life dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan. Makna hidup adalah hal-hal khusus yang dirasakan penting dan diyakini sebagai sesuatu yang benar serta layak dijadikan tujuan hidup yang harus diraih.39 Menurut Bastaman, makna hidup yang berhasil dipenuhi menyebabkan kehidupan seseorang dirasakan penting dan

35 Bastaman, Logoterapi: Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup, 43. 36 Bastaman, Logoterapi: Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup, 44. 37 Frankl, Optimisme di Tengah Tragedi, 212.

38

Frankl, Optimisme di Tengah Tragedi, 212. 39 Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 5.

(17)

27

berharga yang pada gilirannya akan menimbulkan penghayatan bahagia.40 Frankl mengartikan makna hidup sebagai kesadaran adanya suatu kesempatan atau kemungkinan yang dilatarbelakangi oleh realitas atau menyadari yang bisa dilakukan pada situasi buruk yakni memanfaatkan yang terbaik dari setiap situasi.41 Dari pemahaman di atas, dapat dipahami bahwa hidup tetap memiliki makna (arti) dalam setiap situasi, bahkan dalam penderitaan dan kepedihan sekalipun. Makna adalah sesuatu yang dirasakan penting, benar, berharga dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang dan layak dijadikan tujuan hidup. Setiap manusia selalu mendambakan hidupnya bermakna, dan selalu berusaha mencari dan menemukannya. Makna hidup apabila berhasil ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan kehidupan ini berarti, dan mereka yang berhasil menemukan serta mengembangkannya akan merasakan kebahagiaan sebagai rewardnya sekaligus terhindar dari keputusasaan. Makna hidup terdapat dalam kehidupan itu sendiri, baik dalam kondisi kehidupan senang ataupun susah.

Konsep-konsep ini pada hakikatnya merupakan inti dari setiap perjuangan hidup yakni mengusahakan agar kehidupan senantiasa berarti bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan agama. Dalam hal ini diakui adanya kebebasan yang bertanggung jawab untuk mewujudkan hidup yang bermakna melalui karya, penghayatan, keyakinan, dan harapan serta sikap tepat atas peristiwa tragis yang tidak terelakkan.

2.3.1 Area Ketidakmampuan Perkembangan Spiritual

Area ketidakmampuan perkembangan spiritual adalah ketidakmampuan berpikir (aspek berpikir negatif) untuk mengatasi tantangan hidup dan ketidakyakinan diri (aspek

40

Bastaman, Logoterapi: Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup, 45. 41 Frankl, Optimisme di Tengah Tragedi, 212.

(18)

28

nilai diri negatif) pribadi setiap individu untuk mencapai kebahagiaan.42 Menurut penulis, ketidakmampuan perkembangan spiritual inilah yang menyebabkan seseorang terus berada dalam keadaan rendah diri dan tidak berdaya saat menghadapi permasalahan hidup. Area ketidakmampuan perkembangan spiritual dideskripsikan sebagai berikut.

A.Pengalaman Hidup Negatif Masa Lampau

Pengalaman hidup negatif masa lampau adalah masalah dan peristiwa yang terjadi sekali atau berulangkali, merugikan dan membawa preseden buruk bagi kemampuan berpikir spiritual pribadi setiap individu.43 Menurut Lim et al sebagaimana dikutip dalam Engel, keyakinan tentang diri pribadi setiap individu dipelajari sebagai hasil dari pengalaman yang dimiliki dalam kehidupannya, terutama pengalaman awal kehidupan individu.44 Keyakinan yang individu miliki tentang dirinya adalah suatu kesimpulan berdasarkan apa yang telah terjadi dalam hidupnya. Apa yang terjadi dalam hidup pribadi setiap individu yang akan menjadi fakta dan kenyataan sebagai pengalaman hidup positif atau pengalaman hidup negatif masa lampau individu. Menurut penulis, pengalaman hidup negatif masa lampau berdampak pada keyakinan diri seseorang di masa sekarang. Dengan kata lain, pengalaman hidup yang negatif menghasilkan keyakinan diri negatif; sebaliknya pengalaman hidup positif menghasilkan keyakinan diri yang positif pula.

Pengalaman hidup negatif masa lampau dapat terjadi karena kurangnya penghargaan dalam keluarga.45 Menurut Lim et al dalam Engel, anak yang sering dianiaya, dihukum secara ekstrim, diabaikan, ditinggalkan, atau dilecehkan, mendapat perlakuan kasar, terlalu sering dikritik, dipermalukan, dan dihina, akan memiliki pengalaman emosional dan psikologis yang buruk. Demikian juga anak-anak yang kurang mendapat perhatian, pujian, dorongan, kehangatan, kasih sayang yang merupakan kebutuhan dasar mereka,

42 Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 31-32. 43 Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 32. 44

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 32. 45 Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 36.

(19)

29

entah karena orang tua menghabiskan banyak waktu untuk bekerja memenuhi kebutuhan keluarga atau mengejar kepentingan mereka sendiri sehingga hanya memiliki sangat sedikit waktu bagi anak-anak. Jika orang tua menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengkritik daripada memuji anak, itu bisa lebih sulit bagi seorang anak untuk mengembangkan harga diri yang sehat. Hal itu disebabkan anak masih membentuk nilai-nilai dan keyakinan mereka, untuk membangun citra diri di sekitar apa yang orang tua atau orang lain katakan. Berdasarkan pemahaman tersebut, dapat dipahami bahwa orang tua berperan penting dalam pembentukan dan pengembangan kepribadian serta harga diri seorang anak.

Pengalaman hidup masa lampau, dapat dilihat dalam lima unsur berikut:

1. Pendidikan yang Rendah

Pendidikan yang rendah dapat mengakibatkan seorang anak memiliki harga diri yang rendah. Anak-anak dengan prestasi yang buruk atau yang putus sekolah cenderung memiliki harga diri spiritual yang lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki prestasi yang baik di sekolah. Kontributor utama harga diri spiritual adalah orang tua, guru, pembantu rumah tangga, kakek, nenek, saudara, teman, dan kerabat lainnya serta otoritas lain dalam kehidupan anak. Orang tua bagaimana pun memiliki kesempatan terbaik dan paling konsisten untuk mempengaruhi pandangan seorang anak terhadap dirinya sendiri.46 Kesibukan orang tua seringkali menjadi penyebab kelalaian tanggung jawab pendidikan terhadap anak. Oleh sebab itu, orang tua perlu memahami perannya sebagai kontributor utama dalam memberikan pendidikan bagi anak dalam keluarga guna membentuk harga diri spiritual yang sehat. Menurut penulis, pendidikan yang seharusnya diterima oleh anak-anak, bukan hanya pendidikan formal tetapi juga pendidikan informal yang didapat di rumah. Pendidikan yang anak-anak terima di rumah,

(20)

30

di sekolah, di lingkungan masyarakat dan gereja, membentuk harga dirinya. Orang tua, guru, masyarakat dan para pelayan gereja perlu memahami perannya dalam proses pembentukan dan pengembangan harga diri anak agar dapat menciptakan harga diri spiritual yang sehat dalam diri anak-anak.

2. Beban Ekonomi Keluarga

Menurut Ithaca, secara umum anak remaja dari keluarga kelas ekonomi menengah dan kelas atas, memiliki harga diri spiritual yang tinggi dibandingkan remaja kurang makmur (miskin) yang memiliki standar ekonomi dibawa rata-rata yang cenderung mengalami harga diri spiritual yang rendah.47 Semakin tinggi status sosial ekonomi remaja, lebih mudah memiliki sumber daya lebih besar, kualitas hidup lebih baik, dan standar gizi makanan yang lebih terjamin. Sedangkan remaja dengan status ekonomi rendah tidak akan memenuhi standar gizi empat sehat lima sempurna, cenderung memiliki sumber daya dan kualitas hidup yang rendah, semakin mengembangkan harga diri spiritual yang rendah pada remaja. Menurut penulis, status ekonomi yang menjadi faktor penentu harga diri telah menjadi pemahaman yang keliru dan dilanggengan selama ini. Kecenderungan menilai orang berdasarkan faktor ekonomi inilah yang membuat anak-anak dari kalangan ekonomi rendah secara otomatis menganggap diri mereka sebagai yang lemah dan tak punya apa-apa. Pikiran seperti ini menimbulkan adanya perasaan minder dalam diri anak-anak yang berasal dari keluarga dengan ekonomi rendah. Menghadapi keadaan seperti ini, orang tua berperan penting untuk memberikan pemahaman yang baik bagi anak-anaknya, entah orang tua dari kalangan ekonomi rendah, menengah, maupun tinggi. Anak-anak harus dibantu agar tidak menjadi rendah diri ataupun tinggi hati karena keadaan ekonomi, namun sebaliknya mensyukuri apa yang dimiliki dan menghargai sesama yang berbeda dengan mereka secara ekonomi.

47

Ithaca, H. “Adolescent Self-Esteem. Family Life Development Center”, 2003, http://www.human.cornell.edu/actforyouth (September 2015).

(21)

31

3. Konflik Diri Individu

Menurut Answer, anak dengan harga diri spiritual yang rendah sulit meluangkan waktu untuk berurusan dengan masalah, terlalu kritis terhadap diri sendiri, dan bisa menjadi pasif, menarik diri, serta tertekan.48 Mereka cenderung mudah frustrasi dan sering melihat masalah sementara sebagai kondisi permanen. Hal tersebut menjadi konflik diri, karena mereka pesimis tentang diri dan kehidupan yang mereka jalani. Harga diri spiritual yang rendah pada anak-anak sangat dipengaruhi oleh sikap dan perilaku orang tua.49 Menurut Theravive, sikap orang tua yang kasar dan lalai tanggung jawab terhadap anak-anak telah menciptakan krisis identitas dan jati diri, serta mengembangkan citra diri buruk pada anak-anak terutama ketika mereka mencapai usia remaja.50 Hal-hal seperti inilah yang sering menciptakan konflik individu dalam diri anak, sehingga anak memiliki pola perilaku menyalahkan diri sendiri, cenderung membuat pilihan yang buruk, sering cemas dengan situasi dalam keluarga yang kurang harmonis, menjadi sensitif, tidak puas, stres, depresi, dan putus asa dalam sebagian besar hidupnya. Menurut penulis, sikap dan perilaku orang tua turut menentukan sikap anak dalam menghadapi permasalahan hidupnya. Agar anak dapat menghadapi masalah secara konstruktif, orang tua perlu memainkan perannya dengan baik. Jika hal tersebut dilakukan maka akan terbentuk harga diri spiritual yang sehat dalam diri anak.

Sebaliknya pengalaman hidup negatif masa lampau mengembangkan harga diri spiritual yang rendah pada anak sekaligus merupakan kegagalan bagi diri mereka untuk berkembang lebih baik. 51 Dikatakan demikian karena anak-anak dapat memiliki konsekuensi yang menghancurkan masa depan mereka, dengan menciptakan kecemasan,

48 Answer, “Self-Esteem: Self-Esteem Children Factors Positive Words”, 2012, http://www.links.answer.com (September 2015).

49 Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 35.

50 Theravive, “Low Self-Esteem Help”, 2011, http://www.theravive.com/service/self-esteem.htm (September 2015).

(22)

32

stres, kesepian, dan meningkatkan kemungkinan depresi, menggangu kinerja akademik, mengganggu relasi dengan orang lain, mengakibatkan peningkatan kerentanan terhadap penyalahgunaan minuman keras dan narkoba.52

4. Kurang Penghargaan dalam Keluarga

Penghargaan dalam keluarga turut membentuk harga diri spiritual anak-anak. Anak-anak yang kurang mendapat perhatian, pujian, dorongan, kehangatan, kasih sayang yang merupakan kebutuhan dasar mereka, entah karena orang tua menghabiskan banyak waktu untuk bekerja memenuhi kebutuhan keluarga atau mengejar kepentingan mereka sendiri sehingga hanya memiliki sangat sedikit waktu bagi anak-anak, memiliki pengalaman emosional dan psikologis yang buruk.53 Pengalaman buruk ini membentuk harga diri spiritual yang rendah dalam diri anak sehingga mereka memiliki keyakinan inti negatif dan asumsi negatif terhadap diri pribadi mereka. Berdasarkan pemahaman tersebut, dapat dipahami bahwa keluarga merupakan tempat utama dan pertama bagi seorang anak untuk mendapatkan penghargaan dalam hidupnya. Oleh sebab itu, sudah seharusnya orang tua memberikan perhatian, kasih sayang, pujian, dorongan, dan kehangatan yang menjadi kebutuhan dasar mereka.

5. Iklim Lingkungan Masyarakat Negatif

Perilaku masyarakat yang menyimpang seperti penyalahgunaan narkoba, mabuk-mabukan, pemerkosaan, pencurian, perampokan, seringkali membuat anak-anak merasa cemas dan tidak aman dilingkungannya sendiri. Bahkan lebih parah daripada itu, jika anak memiliki harga diri spiritual yang rendah yang mengakibatkan anak memiliki keyakinan inti negatif dan asumsi negatif tentang diri mereka, maka kemungkinan mereka pun akan terpengaruh dan terjerumus dalam lingkungan masyarakat yang negatif.

52

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 36. 53 Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 36.

(23)

33

Penulis memahami lingkungan masyarakat sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan dan pengembangan kepribadian seseorang. Lingkungan yang baik memungkinkan berkembangnya kepribadian yang baik dan harga diri spiritual yang sehat dalam diri anak, sebaliknya lingkungan yang buruk dapat menjerumuskan anak dalam perilaku menyimpang dan tidak terpuji, yang pada akhirnya dapat menciptakan kepribadian yang buruk dan harga diri spiritual yang rendah dalam diri anak.

B.Keyakinan Inti Negatif

Keyakinan inti negatif adalah kesimpulan tentang ketidakmampuan berpikir spiritual pribadi setiap individu sebagai akibat dari pengalaman-pengalaman negatif yang dimilikinya.54 Menurut Lim et al sebagaimana dikutip dalam Engel, keyakinan inti negatif tentang diri individu berkembang dari pengalaman negatif masa lampau.55 Hal ini penting untuk memahami bagaimana dan mengapa pribadi setiap individu mengambil kesimpulan tentang dirinya sendiri seperti yang dilakukannya. Berdasarkan pemahaman tersebut, penulis memahami keyakinan inti negatif sebagai suatu kepercayaan diri negatif yang dirasakan oleh anak sebagai akibat dari pengalaman negatif masa lampau. Kepercayaan diri tersebut dipegangnya sebagai suatu kebenaran menurut pemahamannya sendiri sehingga mempengaruhi cara pandangnya tentang dirinya dan bagaimana dia bersikap dalam hidup.

Keyakinan inti negatif meliputi empat unsur masalah yaitu ketidakmampuan intelektual, ketidakmampuan mengendalikan emosi, penghargaan diri yang rendah, dan ketidakmampuan berperan dalam masyarakat, dideskripsikan sebagai berikut.

54

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 38. 55 Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 38.

(24)

34

1. Ketidakmampuan Intelektual

Menurut Theravive, keyakinan inti negatif berkontribusi pada nilai diri dan ketidakmampuan intelektual seseorang yang mencakup keyakinan bahwa saya tidak cukup baik, tidak bisa membuatnya, tidak bisa melakukan hal-hal yang dapat dilakukan kebanyakan orang.56 Orang-orang seperti ini biasanya tidak pernah dapat menemukan arah atau tujuan dalam hidup karena merasa bodoh, gagal, buruk, tidak peduli, bukan apa-apa, tidak berhasil, dan merasa bersalah. Dengan mengidentifikasi keyakinan inti negatif yang berkontribusi terhadap nilai diri dan ketidakmampuan intelektual akan menemukan gambaran yang jelas tentang masa depan sehingga mampu mengatasi perasaan negatif dan memberikan harapan serta melepas diri dari keyakinan yang berbahaya.

Menurut Answer, sebuah titik kritis dalam perkembangan anak usia sekolah, terjadi pada dua hal.57Pertama, mengalami krisis identitas dalam menyesuaikan diri dengan teman sebaya atau orang dewasa dalam situasi baru dengan aturan-aturan yang mungkin baru dan aneh. Kedua, krisis dalam mengikuti pelajaran di sekolah karena berbagai faktor yang mempengaruhi, tentang bagaimana anak-anak dapat mengurusi tugas-tugas belajar di sekolah dan bagaimana mereka terampil dalam olahraga maupun kegiatan-kegiatan sosial lainnya. Hal tersebut membentuk dan merubah cara pandang anak-anak terhadap dirinya sendiri, sehingga menimbulkan kesimpulan pada keyakinan dirinya bahwa saya selalu salah, saya minder, saya bukan apa-apa, saya bodoh dan tidak mampu. Menurut penulis, hal serupa yang dialami oleh anak-anak korban broken home yakni mereka tidak mampu menyesuaikan diri dan bahkan tidak mampu bersosialisasi dengan lingkungan sosial karena merasa minder, sebab berasal dari keluarga yang hancur.

56 Theravive, “Low Self-Esteem Help”, 2011, http://www.theravive.com/service/self-esteem.htm (September 2015).

57

Answer, “Self-Esteem: Self-Esteem Children Factors Positive Words”, 2012, http://www.links.answer.com (September 2015).

(25)

35

Permasalahan yang dialami dalam keluarga menggangu pikiran mereka sehingga mereka cenderung menemukan krisis dalam berinteraksi dengan orang lain dan bahkan dalam mengikuti pelajaran di sekolah. Hal tersebut berimplikasi pada prestasi belajar dan masa depan mereka kelak.

2. Ketidakmampuan Mengendalikan Emosi

Keyakinan inti negatif sebagai pengalaman hidup negatif masa lalu yang berdampak pada setiap bidang kehidupan termasuk hubungan pribadi, kondisi emosional yang membuat individu berperilaku merugikan diri sendiri, merasa selalu salah dengan pola perilakunya, menjadi sensitif, merasa gagal, dan tidak diinginkan oleh keluarga, sahabat dan teman.58 Orang tua seharusnya memerankan fungsinya dengan baik untuk membantu anak mengembangkan kontrol diri agar anak mampu mengendalikan emosi negatif dan mengembangkan emosi positif. Menurut penulis, ketidakmampuan mengendalikan emosi juga dialami oleh anak-anak korban broken home. Perasaan diabaikan, tidak mendapat perhatian dan kasih sayang dalam keluarga, serta menjadi sensitif membuat mereka tidak dapat mengontrol emosi dengan baik. Mereka cenderung membesar-besarkan perasaan negatif yang dirasakan dengan tidak memikirkan untuk mengolahnya menjadi suatu perasaan positif yang lebih bermanfaat bagi diri dan hidup mereka.

3. Penghargaan Diri yang Rendah

Menurut Nutting, keyakinan inti negatif adalah keyakinan yang dipegang teguh berkaitan dengan pribadi setiap individu yang mempengaruhi pikiran dan perasaan.59 Anak-anak yang menetapkan tujuan dalam hidupnya pada umumnya memiliki harga diri spiritual yang lebih tinggi daripada mereka yang tidak mempunyai tujuan hidup yang

58 Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 41. 59

Nutting, J. “Core Belief Balance: The Growing Awareness Series”, 2012, http://core-beliefs-balance.com (September 2015).

(26)

36

jelas.60 Harga diri spiritual yang tinggi juga langsung berhubungan dengan anak-anak yang memiliki keluarga yang sangat mendukung. Sedangkan harga diri spiritual yang rendah berhubungan dengan anak-anak yang memiliki keluarga yang tidak mendukung. Anak-anak yang penghargaan dirinya direndahkan dalam keluarga, biasanya tidak mendapat dukungan keluarga, tidak penting apapun keberhasilan yang dicapai, tidak berharga, tidak disukai, tidak berguna sehingga kurang mendapat kasih sayang, sering dikritik secara berlebihan. Mereka cenderung tidak pernah mendapat sanjungan dalam keluarga seperti “ayah menyayangimu” atau “ibu menyayangimu”. Dengan demikian, yang anak rasakan tentang dirinya dan mempengaruhi hidupnya adalah segala yang negatif. Menurut penulis, penghargaan dalam keluarga sangat penting bagi pembentukan dan pengembangan harga diri spiritual yang sehat dalam diri anak-anak. Oleh sebab itu, orang tua perlu untuk memberikan pujian, dorongan, dan kasih sayang dalam berbagai bentuk agar anak-anak dapat merasakan bahwa kehadiran mereka berarti bagi orang lain.

4. Ketidakmampuan Berperan dalam Masyarakat

Menurut Tictoc, keyakinan inti negatif dipahami sebagai suatu fenomena sosiologis dari pengalaman hidup negatif masyarakat yang mempengaruhi individu, sehingga berdampak pada ketidakpercayaan individu terhadap masyarakat.61 Oleh karena itu, keyakinan inti negatif dapat dipahami sebagai degradasi terhadap ketahanan dan kemampuan diri untuk mengatasi tekanan hidup secara eksternal, dan menempatkan individu pada risiko lebih tinggi mengalami masalah kesehatan mental seperti gangguan makan, depresi, atau fobia sosial, yang berhubungan erat dengan mood dan keyakinan diri. Menurut penulis, ketidakmampuan seorang anak berperan dalam masyarakat adalah akibat dari keyakinan inti negatif yang ada dalam dirinya. Keyakinan inti negatif membuat anak tidak mampu beradaptasi dan bersosialisasi dengan lingkungan sosial

60

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 42.

(27)

37

karena merasa rendah diri. Oleh sebab itu, sekali lagi ditegaskan bahwa peran orang tua sangat penting dalam menciptakan dan mengembangkan keyakinan inti positif dalam diri anak-anak agar muncul harga diri spiritual yang sehat dalam diri mereka. Orang tua sudah seharusnya memberikan perhatian, pujian, dorongan, kehangatan, dan kasih sayang yang menjadi kebutuhan dasar anak-anak dalam keluarga.

C. Asumsi Negatif

Asumsi negatif adalah anggapan yang salah dalam mempertahankan kemampuan berpikir spiritual pribadi setiap individu.62 Asumsi memiliki persepsi untuk menentukan cara individu menanggapi setiap situasi. Asumsi negatif dipahami sebagai suatu konfrontasi terhadap pengalaman hidup negatif yang justru semakin mengembangkan keyakinan inti negatif individu. Menurut Lim et al sebagaimana dikutip dalam Engel, pribadi setiap individu memandang dan melihat dirinya secara negatif, sehingga tidak mengherankan jika individu merasa sangat buruk tentang dirinya sendiri dan memiliki pengalaman emosi negatif yang kuat.63 Berdasarkan pemahaman tersebut, menurut penulis asumsi negatif merupakan anggapan seseorang yang salah tentang dirinya sendiri yang berdampak pula pada tanggapan negatif yang dia berikan bagi hidup yang dijalani.

Asumsi negatif meliputi lima unsur masalah. Lima unsur tersebut yaitu harapan negatif, gagal mencapai sukses, di luar kontrol diri, rendah diri, dan menjadi beban masyarakat, dideskripsikan sebagai berikut.

1. Mengembangkan Citra Buruk Keluarga

Menurut Lim et al dalam Engel, asumsi negatif adalah pedoman untuk menjalani hidup yang membantu melindungi harga diri, sebagai suatu keharusan yang tidak

62

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 44. 63 Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 44.

(28)

38

membantu.64 Individu mengembangkan asumsi seperti: “Saya tidak sendirian lagi dan tidak akan terabaikan sekalipun orang tua harus sibuk mengejar kepentingan mereka.” Ternyata asumsi seperti itu tidak banyak membantu, justru semakin mengembangkan keyakinan inti negatif, sehingga menghasilkan tindakan yang tidak membantu pula. Dengan demikian, asumsi negatif adalah suatu keharusan hidup ideal untuk mempertahankan hidup dan harga diri yang tidak terjadi dalam kenyataan.

2. Pencapaian dan Kesuksesan yang Fiktif

Laishram sebagaimana dikutip dalam Engel memahami asumsi negatif sebagai suatu keyakinan hidup penuh harapan untuk sukses dan mencapai prestasi sebagai suatu perasaan emosional yang belum pasti berhasil.65 Ketidakpastian itu dapat menyebabkan depresi, gangguan mental dan fisik, ketika keyakinan tersebut tidak tercapai. Asumsi negatif mengupayakan suatu pencapaian kesuksesan dalam hidup dan ketika gagal setelah bekerja keras, individu memperlakukan kegagalan sebagai kebenaran hakiki yang mengakibatkan hilangnya harga diri.66

3. Pengendalian Diri Negatif

Menurut Answers, asumsi negatif sebagai kecenderungan untuk menciptakan kepuasan diri sendiri, seolah-olah yang diinginkan dan dicita-citakan sudah terjadi.67 Individu berasumsi bahwa pola perilaku dan pilihan hidupnya sudah sangat jelas dan benar, memiliki pengendalian diri yang tinggi, sukses dalam sebagian besar hidupnya, merasa nyaman dan sangat dibutuhkan dalam keluarganya. Misalnya anak-anak yang takut gagal; mereka sering bertindak karena berasumsi seolah-olah mereka telah mencapai suatu prestasi dan kesuksesan.

64 Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 45. 65 Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 45. 66 Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 46. 67

Answer, “Self-Esteem: Self-Esteem Children Factors Positive Words”, 2012, http://www.links.answer.com (September 2015).

(29)

39

4. Penghargaan Diri Negatif

Eating Disorders menggambarkan asumsi negatif sebagai suatu pertahanan diri individu terhadap kekurangan dirinya dengan bertindak seolah-olah semuanya sempurna.68 Individu merasa dirinya paling hebat, berprestasi dan sukses, hanya untuk menutupi kekurangan dirinya. Individu berasumsi berhasil mendapat dukungan atas apa yang dilakukannya, sehingga mengharapkan sanjungan, pujian, perhatian, dan kasih sayang dari orang tua, keluarga, sahabat, dan lain sebagainya. Asumsi negatif dipahami sebagai konflik diri individu antara pencapaian yang tinggi atas penghargaan dirinya dengan keterbatasan kemampuan yang dimilikinya.69

5. Citra Buruk Masyarakat

Menurut Answers, asumsi negatif dapat ditimbulkan dari citra buruk masyarakat yang meliputi perilaku kriminal, menjadi korban bullying, kehamilan remaja, merokok dan penggunaan alkohol serta obat-obat terlarang, putus sekolah, depresi, dan lain-lain.70 Citra buruk tersebut memotivasi individu untuk menyenangkan, menghibur, memberi perhatian kepada orang lain, dengan asumsi menjadi agen perubahan. Dengan kata lain asumsi negatif merupakan suatu bentuk kamuflase dari validasi sosial terhadap citra buruk masyarakat, yang justru semakin mengembangkan keyakinan inti negatif individu.71

D. Bias Harapan

Bias harapan adalah perasaan negatif pribadi setiap individu yang melebih-lebihkan kemungkinan yang buruk terjadi terhadap keyakinan diri spiritual, sehingga merusak

68 Eating Disorders Venture (LLC), “Eating Disorders”, 2006, http://www.eatingdisordershelpguide.com/self-esteem.html (September 2015).

69 Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 47.

70 Answer, “Self-Esteem: Self-Esteem Children Factors Positive Words”, 2012, http://www.links.answer.com (September 2015).

(30)

40

harapan untuk hidup.72 Menurut Lim et al dalam Engel, bias harapan adalah pikiran negatif yang sering muncul ketika pribadi setiap individu mengalami suatu situasi yang berisiko tinggi.73 Situasi berisiko tinggi adalah kejadian atau peristiwa yang menimpa pribadi setiap individu di bawah tekanan, ancaman, dan bahkan kekerasan. Bias harapan merupakan pikiran negatif yang dilatarbelakangi asumsi individu untuk memperbaiki hidup dan masa depan malah terjebak situasi berisiko tinggi, sehingga melebih-lebihkan kemungkinan bahwa hal-hal buruk akan terjadi, meremehkan kemampuannya sendiri dan karena itu keyakinan inti negatif menjadi aktif.74 Bias harapan dapat mengakibatkan individu melarikan diri dengan mengkonsumsi rokok, minuman keras, narkoba, dan bahkan pergaulan bebas. Perilaku tersebut berkontribusi pada kecemasan, kegelisahan, ketegangan, ketakutan, ketidakpastian, dan keraguan. Berdasarkan pemahaman tersebut, penulis memahami bias harapan sebagai suatu pikiran dan perasaan negatif yang dilatarbelakangi oleh asumsi individu untuk memperbaiki hidup dan masa depan tetapi malah terjebak dalam situasi yang berisiko, sehingga mengakibatkan kecemasan, kegelisahan, ketakutan, ketidakpastian, dan keraguan.

Bias harapan meliputi dua unsur masalah yaitu harapan buruk dan kemungkinan terburuk, dideskripsikan sebagai berikut.

1. Harapan Buruk

Bias harapan memunculkan keyakinan inti negatif lanjutan dalam diri pribadi setiap individu bahwa mereka tidak berguna melalui beberapa cara; pertama, dikonfirmasi oleh semua prediksi negatif bahwa mereka tidak berguna; kedua, pribadi setiap individu merasa begitu cemas dan menggunakan hal tersebut sebagai tanda untuk meyakinkan diri sendiri bahwa apa pun yang mereka lakukan negatif, sehingga mereka berperilaku seolah menjadi tidak berguna; ketiga, semua perilaku pribadi setiap individu

72 Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 48. 73

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 48. 74 Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 49.

(31)

41

tidak membantu berarti mereka bertindak dengan gagasan bahwa mereka tidak berguna.75 Jika pribadi setiap individu bertindak seolah-olah tidak berguna, mereka akan terus berpikir dan percaya bahwa “mereka memang tidak berguna.” Menurut Lapian dan Geru sebagaimana dikutip dalam Engel, harapan buruk pribadi setiap individu mengarah pada perilaku dan emosi negatif, yang mengakibatkan trauma fisik dan psikologis.76 Menurut Lim et al dalam Engel, salah satu cara untuk mengatasi harapan buruk adalah melakukan konfrontasi dengan cara pribadi setiap individu membedah dan mengevaluasi masalah-masalah dasar yang menyebabkan bias harapan dan hal-hal positif apa yang mungkin telah mereka abaikan.77 Berdasarkan pemahaman para ahli di atas, penulis memahami harapan buruk sebagai akibat dari keyakinan inti negatif yang didukung oleh asumsi negatif pribadi setiap individu yang dianggapnya sebagai suatu kebenaran tentang dirinya. Harapan buruk tersebut dapat diperbaiki dengan melakukan konfrontasi terhadap masalah-masalah yang dihadapi dengan menemukan kembali hal-hal positif yang terabaikan dari pandangan pribadi setiap individu.

2. Kemungkinan Terburuk

Konfrontasi yang dilakukan pribadi setiap individu adalah upaya untuk mengembangkan harapan yang realistik, agar pribadi setiap individu dapat menjalani hidup dengan baik dan bijaksana. Ketika pribadi setiap individu menyadari bahwa mereka berarti dan berharga, mempunyai kekuatan dan kemampuan, menjadi berguna bagi orang-orang yang mereka cintai, maka mereka akan bangkit dari keterpurukan, meninggalkan pengalaman masa lalu yang buruk, dan menggapai masa depan yang penuh harapan.78 Dengan demikian, kebermaknaan hidup pribadi setiap individu bukan

75 Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 49-50. 76 Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 50. 77

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 50. 78 Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 50.

(32)

42

terletak pada seberapa banyak yang mereka miliki secara kuantitas, melainkan seberapa hidup mereka berkualitas.

E. Evaluasi Diri Negatif

Evaluasi diri negatif adalah perasaan menyalahkan diri dan kritik diri sendiri, sebagai akibat dari ketidakyakinan spiritual pribadi setiap individu.79 Menurut Lim et al dalam Engel, evaluasi diri negatif adalah cara berpikir pribadi setiap individu didominasi oleh situasi berisiko tinggi, sehingga menyalahkan diri dan kritik diri sendiri, dan karena itu keyakinan negatif menjadi aktif. 80 Pribadi setiap individu cenderung untuk mengevaluasi dirinya sendiri dengan cara negatif. Menurut penulis, evaluasi diri negatif adalah suatu keadaan memberikan penilaian buruk terhadap diri sendiri sebagai akibat dari ketidakyakinan spiritual pribadi setiap individu.

Dalam rangka mengembangkan evaluasi diri seimbang, maka evaluasi diri negatif berhubungan dengan seperangkat instrumen pengendali diri yang mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang secara positif. Menurut Sunaryo, seperangkat instrumen pengendali diri tersebut terdiri dari empat komponen yaitu citra diri (body image) buruk, ideal diri (self-ideal) buruk, peran diri (self-role) buruk, dan identitas diri (self-identity) buruk.81

1. Citra Diri (Body Image) Buruk

Citra diri adalah suatu sikap individu dalam mempersepsikan keadaan fisik tubuhnya, baik itu tentang ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan, maupun potensi tubuh. Citra diri ini penting karena berperan besar dalam mempengaruhi keadaan kejiwaan seseorang. Citra diri berhubungan dengan kepribadian; cara individu memandang dirinya memiliki dampak terhadap perkembangan psikologisnya. Pribadi

79 Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 51. 80

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 51.

(33)

43

setiap individu yang menerima diri apa adanya biasanya memiliki harga diri lebih sehat daripada individu yang tidak menyukai dirinya. Pribadi setiap individu yang memiliki citra diri positif lebih mudah untuk menerima dan memahami dirinya dalam keberadaannya, sehingga dapat membangun komunikasi dan relasi yang harmonis dengan orang lain dalam rangka mengembangkan evaluasi diri seimbang.

2. Ideal Diri (Self-Ideal) Buruk

Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana dirinya harus berperilaku dan bertindak berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau penilaian personal tertentu. Standar diri terkait dengan tipe orang yang diinginkan atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai-nilai yang ingin dicapai. Ideal diri mewujudkan harapan dan cita-cita pribadi setiap individu berdasarkan norma sosial dan budaya serta kepada siapa ingin dilakukan. Tujuan dan makna hidup terdapat dalam kehidupan pribadi setiap individu, dan dapat ditemukan dalam setiap keadaan, baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan, dalam keadaan bahagia ataupun penderitaan karena kehidupan manusia di dunia tidak selamanya dipenuhi dengan kesenangan namun juga dengan penderitaan. Pemaknaan hidup yang berhasil dihayati pribadi setiap individu dengan memaknai penderitaan merupakan suatu proses pengembalian ideal diri positif.

3. Peran Diri (Self-Role) Buruk

Peran diri dapat diartikan sebagai apa saja tugas yang harus dilakukan sesuai tuntutan dari orang lain (keluarga, masyarakat, teman, pacar, tetangga, gereja, negara dan dunia). Memahami tugas dan prinsip dari peran diri sangat penting agar terhindar dari “konflik peran”. Homeier sebagaimana dikutip dalam Engel, merumuskan beberapa pola hidup sehat yang membantu pribadi setiap individu untuk mengembangkan peran dirinya: (1) berusaha untuk berhenti berpikir negatif tentang dirinya sendiri. Jikalau seseorang terbiasa fokus pada kekurangannya, mulailah berpikir tentang hal-hal yang

(34)

44

positif tentang dirinya. Setiap hari tulislah tiga hal tentang dirinya, yang membuatnya bahagia; (2) mencoba berbagai hal yang baru. Melakukan aktivitas dengan kegiatan berbeda yang akan membantu pribadi setiap individu untuk dapat mengembangkan potensi dirinya; (3) mencari dan menemukan peran diri dalam kebersamaan dengan orang lain.82 Untuk memiliki tanggung jawab dalam peran diri positif, pribadi setiap individu perlu menghabiskan waktu dengan orang yang disayangi dan melakukan hal-hal yang disukai, bersantai dan memiliki waktu yang baik untuk menikmati hidup apa adanya yang berorientasi makna.

4. Identitas Diri (Self-Identity) Buruk

Menyadari bahwa diri saya berbeda dengan orang lain itulah identitas diri. Selanjutnya adalah bagaimana mengembangkan diri yang unik itu menjadi pribadi yang utuh dan lebih baik dari sebelumnya. Homeier dalam Engel, merumuskan beberapa pola hidup sehat, membantu pribadi setiap individu untuk mengembangkan identitas diri sebagai berikut: (1) memandang kesalahan dan masa lampau yang buruk sebagai kesempatan belajar. Menerima bahwa pribadi setiap individu tidak lepas dari kesalahan, dan kesalahan adalah bagain dari proses belajar. Hal ini dimaksud membantu pribadi setiap individu mengembangkan identitas dirinya menjadi pribadi yang unik; (2) mengakui apa yang dapat berubah maupun yang tidak dapat berubah pada diri pribadi setiap individu. Hal ini akan membantu pribadi setiap individu mengembangkan identitas dirinya menjadi pribadi yang utuh; (3) berhenti membandingkan dirinya dengan orang lain.83

F. Ketidakpercayaan Diri

Ketidakpercayaan diri adalah penghayatan hidup hampa dan tak bermakna yang berlarut-larut tidak teratasi, karena merasa tidak berharga dan tidak mempunyai arti

82

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 56. 83 Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 57.

(35)

45

apa lagi, sehingga menimbulkan ketidakyakinan diri spiritual. 84 Tyrrell melihat ketidakpercayaan diri dari cara individu memperlakukan dirinya secara buruk karena merasa jelek, bodoh, dan tidak berguna dari kebanyakan orang lain.85 Pribadi setiap individu biasanya merasa kehilangan harga diri dan kepercayaan diri karena menganggap dirinya tidak layak, tidak berguna, dan tidak berharga.

2.3.2 Faktor Penyebab Ketidakmampuan Perkembangan Spiritual

Faktor penyebab ketidakmampuan perkembangan spiritual yang mengakibatkan harga diri spiritual yang rendah secara konseptual bertolak dari pemahaman Branden sebagaimana dikutip dalam Engel, tentang harga diri sehat yang dibangun dalam enam pilar perkembangan spiritual yakni kesadaran diri, penerimaan diri, ketegasan diri, tujuan hidup, tanggung jawab diri, dan integritas diri.86

A. Kesadaran Diri

Permasalahan perkembangan harga diri spiritual yang rendah pribadi setiap individu pada tingkat kesadaran diri berhubungan dengan tingkat pendidikan yang rendah dan konflik diri. Hasil penelitian yang dipaparkan Joshi dan Srivastava terhadap 200 remaja kota dan 200 remaja desa dari Kabupaten Varanasi usia 12 sampai 14 tahun sebagaimana dikutip dalam Engel, menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan berkaitan dengan pencapaian akademik remaja pedesaan yang cenderung mengalami harga diri spiritual yang rendah karena permasalahan pendidikan, baik formal maupun nonformal dalam keluarga.87 Pendidikan nonformal yang terabaikan lebih mengarah pada kesibukan orang tua bekerja yang melalaikan tanggung jawab terhadap pendidikan dalam keluarga dengan

84 Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 57.

85 Tyrrell, M. “How to Boost Self-Esteem”, 2011, http://www.uncommon.help.me.com (September 2015).

86

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 65. 87 Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 66.

Referensi

Dokumen terkait

Tuliskan data status akreditasi BAN-PT/LAM dari program studi yang sudah ada dengan mengikuti format dan contoh tabel berikut. Dalam hal terdapat program studi yang

pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Tegal akan melaksanakan Pelelangan Umum dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan konstruksi secara elektronik sebagai berikut :a.

Unit yang paling banyak mendapat disposisi dari Pelayanan Informasi selama November 2015 adalah Ditjen PDN sebanyak 28 dan selanjutnya, 23 pertanyaan diteruskan

Pengujian material dilakukan untuk mendapatkan data - data dalam proses mix design. Pengujian material bertujuan untuk mengetahui karakteristik dari material yang akan

asam nitrat pekat kemudian panaskan 1-2 menit, amati warna yang terjadi. Setelah itu didinginkan tambahkan NaOH 1 M tetes demi tetes hingga berlebih. Amati perubahan yang terjadi

 Adanya data konkrit dari kegiatan eksplorasi yang dilakukan oleh Pemerintah, dapat mengurangi risiko pengembangan geothermal secara signifikan. Hal ini menjadi salah satu

Pada gambar chart 4.55 dibawah ini, terlihat pada topologi jaringan yang kedua atau yang menggunakan Honeypot dan topologi yang ke tiga dengan menggunakan Load Balancer,

Dalam kaitan dengan ini (Soeharto, 1999:232) mengungkapkan suatu pengendalian proyek/program yang efektif ditandai hal-hal berikut ini; 1) tepat waktu dan peka