• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN METODE DRILL (LATIHAN) DALAM MENUMBUHKAN KOMPETENSI BAHASA JEPANG DAN KEDISIPLINAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN METODE DRILL (LATIHAN) DALAM MENUMBUHKAN KOMPETENSI BAHASA JEPANG DAN KEDISIPLINAN."

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN METODE DRILL (LATIHAN) DALAM

MENUMBUHKAN KOMPETENSI BAHASA JEPANG DAN

KEDISIPLINAN

(Studi Deskriptif Pada Lembaga Pelatihan Kursus Putra Maju Lembang

Pra Rekrutmen Magang Ke Jepang)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Konsentrasi Pelatihan

Oleh:

Winda Manti Aisyah

NIM 1001991

DEPARTEMEN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

Pra Rekrutmen Magang Ke Jepang)

Oleh

Winda Manti Aisyah

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Winda Manti Aisyah 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,

(3)
(4)

Hal

PERNYATAAN………. i

ABSTRAK……….. ii

KATA PENGANTAR………... iii

UCAPAN TERIMAKASIH……….. iv

DAFTAR ISI……….. vii

DAFTAR GAMBAR………. x

DAFTAR TABEL……….. xi

DAFTAR LAMPIRAN………. xii

BAB I PENDAHULUAN A. ... Latar Belakang……… 1

B. Identifikasi Masalah……… 4

C. Rumusan Maslah………. 4

D. Tujuan Penelitian………. 5

E... Manfaat Penelitian………...5

F. Struktur Organisasi Skripsi……….. 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Pelatihan dalam PLS……….. 7

1. Pengertian Pelatihan……….. 7

2. Tujuan Pelatihan………... 8

3. Prinsip-prinsip Pelatihan………... 10

4. Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah………... 12

B. Konsep Strategi Pembelajaran………. 14

1. Strategi Pembelajaran………. 14

2. Pengertian perencanaan……….. 15

3. Pengertian Pembelajaran……… 16

(5)

7. Sasaran Kegiatan Pembelajaran………. 19

8. Tahap Kegiatan Pembelajaran……… 19

C. Konsep Metode Drill (latihan) ……… 21

1. Pengertian Metode……….. 21

2. Pengertian Metode Drill (Latihan) ……… 22

3. Tujuan Metode Drill (latihan) ………... 23

4. Langkah-langkah Metode Drill (latihan) ………... 24

5. Kelebihan Dan Kekurangan Metode Drill (latihan) ……….. 25

D. Konsep Kompetensi……….. 26

1. Pengertian Kompetensi………... 26

2. Pengertian Kompetensi Bahasa……….. 27

3. Jenis Kompetensi Bahasa………... 28

4. Prinsip Kompetensi Bahasa……… 29

E. Konsep Kedisiplinan……… 31

1. Pengertian Kedisiplinan………. 31

2. Tujuan Kedisiplinan……… 33

3. Aspek-aspek Kedisiplinan……….. 34

F. Konsep Bahasa Jepang………. 35

1. Pengertian Bahasa………... 35

2. Karakteristik Bahasa Jepang………... 36

3. Fungsi Bahasa………... 37

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan subjek Penelitian……….. 40

B. Desain Penelitian……… 42

C. Metode Penelitian………... 44

D. Definisi Operasional………... 45

E. Instrumen Penelitian………... 47

F. Pengembangan Instrumen Penelitian……….. 48

(6)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil Lembaga Pelatihan dan Kursus (LPK) Putra Maju Lembang….. 54

B. Hasil Penelitian………... 57

C. Pembahasan dan Hasil Temuan……….. 86

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan………. 95

B. Saran……….. 97

DAFTAR PUSTAKA

(7)

Winda Manti Aisyah, 2014

ABSTRAK

PENERAPAN METODE DRILL (LATIHAN) DALAM MENUMBUHKAN KOMPETENSI BAHASA JEPANG DAN KEDISIPLINAN

(Studi Deskriptif pada Lembaga Pelatihan Kursus Putra Maju Lembang Pra Rekrutmen Magang ke Jepang)

Penelitian ini dilatar belakangi oleh ketertarikan peneliti terhadap penerapan metode drill (latihan) yang dilakukan LPK Putra Maju Lembang pra magang ke Jepang dalam pembelajaran pelatihannya, yang bertujuan untuk menumbuhkan kompetensi bahasa jepang dan kedisiplinan. Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran perencanaan, pelaksanaan, dan hasil dari penerapan metode drill (latihan) dalam menumbuhkan kompetensi bahasa jepang dan kedisiplinanpada pelatihan pra rekrutmen permagangan ke Jepang yang dilakukan di LPK Putra Maju Lembang.

Landasan teori dari peneltian ini yaitu mengacu pada konsep pelatihan dalam pendidikan luar sekolah, konsep perencanaan, konsep pembelajaran, konsep metode drill (latihan), konsep kompetensi bahasa, konsep bahasa jepang, dan konsep kedisiplinan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan teknik pengumpulan data melalui wawancara, dokumentasi, dan angket, subjek penelitian terdiri atas satu pengelola, satu pelatih (sensei), dan dua orang peserta didik serta lima belas responden angket pada peserta didik pelatihan pra magang ke Jepang.

Berdasarkan hasil penelitian ini maka diperoleh data yaitu : 1) perencanaan penerapan metode drill (latihan) sesuai dengan konsep dan manajemen pendidikan luar sekolah bahwa sebelum melakukan proses kegiatan pembelajaran terkait dengan menentukan latar belakang, penyusunan tujuan, aktifitas metode pada kompetensi bahasa jepang dan kedisiplinan, penyusunan materi, sampai kepada peran peserta, dan peran pelatih (sensei) ini disusun untuk keseluruhan aktivitas yang akan dilaksanankan nantinya selama proses pembelajaran yang dilakukan oleh peserta pelatihan. 2) penerapan metode drill (latihan) pada proses pembelajaran dapat dilihat dalam menumbuhkan kompetensi bahasa jepang (kosa kata, kanji dasar, katagana, dan hiragana) serta kedisiplinan (disiplin mental, disiplin sikap, disiplin mengerjakan tugas). 3) hasil dari penerapan metode drill (latihan) dalam menumbuhkan kompetensi bahasa jepang dengan hasil yang memuaskan yaitu tinggi dengan diatas rata-rata nilai yang di tentukan dan kedisiplinan yang dimiliki oleh peserta didik dengan tinggi dari aspek atau kompetensi kedisiplinan yaitu (disiplin pembiasaan (mental), disiplin fisik, dan disiplin mengerjakan tugas).

(8)

Winda Manti Aisyah, 2014

Abstract

Application Drill Method to Encourage The Japanese Competence and Discipline Descriptive Study to Lembaga Pelatihan Kursus Putra Maju Lembang Pre

Recruitment Candidate to Japan

This research base on the researcher who interest to application drill method by Lpk putra maju lembang pre candidate to japan in training of study. In the study that has aims to encourage the Japanese competence and discipline. The aims that wants to be reach in this research is to get describe about planning, implementation and the result from application drill method in encourage the Japanese competence and discipline in the training pre recruitment candidate to japan by lpk putra maju lembang.

The theory from this research is refer to the training concept in pendidikan luar sekolah, planning concept, study concept, drill method concept , languange competence concept, Japanese concept and discipline concept.

The method in this research is descriptive method with qualitative approach and technique collecting data trough interview, documentation and questionnaire. Subject of the research are one organizer, one trainer and two students with fifteen questionnaire respondent students training candidate to japan.

Base on the result from this the research are : 1. planning implementation drill method appropriate with concept and management Pendidikan Luar Sekolah that before do study activity that connect with to choose the background, arranging the aims, method activity to Japanese and discipline competence, arranging the objects including the students and the trainer , that will be arranged to whole activity in during process study by student training. 2) Application drill method in study process can be seen in to encourage Japanese competence ( competence ( mental discipline, physical discipline and discipline do the tasks )

(9)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Pelatihan dalam PLS

1. Pengertian Pelatihan

Istilah pelatihan dalam kamus lengkap Inggris-Indonesia Wojowasito, dkk

(2007: 241) merupakan terjemaahan dari kata “training” dalam Bahasa inggris.

Secara harfiah akar kata “training” adalah “train” yang berarti, memberi pelajaran

dan praktik ( give teaching an practice ), menjadikan berkembang dalam arah yang

dikehendaki ( cause to grow in a required direction ), persiapan ( preparation ), dan

praktik ( practice ). Maksudnya adalah pelatihan merupakan proses pendidikan yang

dilaksanakan secara sistematis dengan tujuan-tujuan untuk memberikan pelajaran dan

hal yang baru maupun mengembangkan potensi didalam diri dengan cara melalui dari

persiapan pelatihan sampai melaksankan praktik pelatihan.

Dan banyak pengertian pelatihan yang dikemukakan oleh beberapa ahli dalam

Kamil (2012: 3-4), anatara lain sebagai berikut.

Michael J. Jucius (1972) dalam Kamil (2012:3) “the term training is used here to indicate any process bay wich the aptitudes, skills, and abilities of employes to

perfrom specipic jobs are in creased”I ( istilah latihan yang dipergunakan disini adalah untuk menunjukan setiap proses untuk mengembangkan bakat, keterampilan,

dan kemampuan pegawai guna menyelesaikan pekerjan-pekerjaan tertentu ).

Simamora ( 1995: 287 ) dalam Kamil (2012: 4) mengartikan pelatihan sebagai

serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian-keahlian,

pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seseorang individu. Sementara

dalam Instruksi Presiden No. 15 tahun 1974 dalam Kamil (2012: 4), pengertian

(10)

Pelatihan adalah bagian dari pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh meningkatkan keterampilan diluar sitem pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat dan dengan menggunakan metode yang lebih mengutamakan praktik dari pada teori

Goldstein dan Gressner (1988) dalam Kamil (2012: 6), mendefinisikan

pelatihan lebih menekankan pada tempat pelatihannya, dan dimana mendefinisikan

pelatihan sebagai usaha sistematis untuk menguasai keterampilan, peraturan, konsep

ataupun cara berperilaku yang berdampak pada peningkatan kinerja. Misalnya, untuk

pelatihan untuk suatu jabatan kerja, setting pelatihan diusahakan semirip mungkin

dengan lingkungan kerja yang sebenarnya. Contoh lainya, pelatihan juga bisa

dilakukan ditempat yang sangat berbeda dengan lingkungan kerja yang sebenarnya,

misalnya ruangan kelas.

Pelatihan yang dikemukaan dalam bukunya Marzuki (2010 : 174). Pelatihan

dapat diartikan sebagai berikut :

Training merupakan suatu istilah yang memiliki konotasi tertentu bergantung pada pengalaman seseorang dan latar belakangnya. Bagi seseorang yang antusias pada balap (racing), maka training merupakan usaha untuk mencetak pemenang. Bagi pemain sirkus, training merupakan usaha untuk menjinakan binatang-binatang dan menunjukan kemahiran dimuka penonton. Bagi pemilik anjing yang disekolahkan atau dilatih, training berfungsi sebagai upaya menjalankan tugas-tugas keamanan. Dalam dunia kerja, training biasanya dihubungkan dengan pemberian petunjuk, orientasi dan pengarahan supaya pekerja bisa bekerja lebih baik.

Jika didefinisikan, training adalah pengajaran atau pemberian pengalaman

kepada seseorang untuk mengembangkan tingkah laku (pengetahuan, skill, sikap)

agar mencapai sesuatu yang diinginkan (Robinson, 1981: 12) dalam Marzuki (2010:

176). Dalam Dictionary of Education, pelatihan (training) diartikan sebagai suatu

pengajaran tertentu yang tujuan telah ditentukan secara jelas, biasanya dapat

diragakan, yang menghendaki peserta dan penilaian terhadap perbaikan unjuk kerja

(11)

2. Tujuan Pelatihan

Dalam Marzuki (2010 : 175) Pendidikan Nonformal Dimensi dalam keaksaraan

Fungsional, Pelatihan, dan Andragogi. Pelatihan dapat diartikan sebagai berikut :

Pelatihan jenis apapun sebenarnya tertuju pada dua sasaran, yaitu partisipasi dan organisasi. Dengan pelatihan, diharapkan terjadi tingkah laku pada partisipan pelatihan yang sebenarnya meupakan anggota suatu organisasi dan, yang kedua, perbaikan organisasi itu sendiri, yakni agara menjadi lenih efektif. Apabila pelatihan tertuju pada karyawan perusahaan atau pabrik, tujuan pelatihan adalah agar individu karyawan tersebut menjadi lebih baik pula, misalnya lebih produktif. Pada latihan kader organisasi, misalnya, pelatihan bertujuan memperbaiki kecakapan kader dan selanjutnya diharapkan organisasinya lebih efektif dalam melaksanakan program-program dan mencapai tujuannya. Untuk jelasnya, periksa diagram pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Diagram Proses Pelatihan

Sumber: Simamora Nonformal Dimensi dalam keaksaraan Fungsional,

Pelatihan, dan Andragogi (2010)

Dale S. Beach (1975) dalam Kamil (2012: 10) mengemukakan, “ The objective

of training is to acjieve a change in the behavior of those trained ” ( Tujuan pelatihan adalah untuk memperoleh perubahan dalam tingkah laku mereka yang dilatih.

Pengertian pelatihan yang dikemukakan Edwin B.Flippo, secara lebih rinci tampak

bahwa tujuan pelatihan adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

(12)

Sedangkan menurut Marzuki (1992:12) dalam Kamil (2012: 11) ada tiga tujuan

pokok yang harus dicapai dengan pelatihan, yaitu :

a. Memenuhi kebutuhan oraganisasi .

b. Memperoleh pengertian dan pemahaman yang lengkap tentang pekerjaan dengan

standar dan kecepatan yang telah ditetapkan dan dalam keadaan yang normal serta

aman.

c. Membantu para pemimpin organisasi dalam melaksanakan tugasnya.

Secara khusus dalam kaitan dengan pekerjaan, Simamora (1995) dalam Kamil

(2012: 11) mengelompokan tujuan pelatihan ke dalam lima bidang, yaitu:

a. Memutakhirkan keahlian para karyawan sejalan dengan perubahan teknologi.

Melalui pelatihan, pelatih memastikan bahwa karyawan dapat secara efektif

menggunakan teknologi-teknologi baru.

b. Mengurangi waktu belajar bagi karyawan untuk menjadi kompeten dalam

pekerjaan.

c. Membantu memecahkan permasalahan operasional.

d. Mempersiapkan karyawan untuk promosi, dan

e. Mengorientasikan karyawan terhadap organisasi.

Adapun tujuan pelatihan yang dikemukakan oleh Sudjana (2007: 105), yaitu

diantaranya sebagai berikut:

a. Sebagai tolak ukur penilaian dalam arti bahwa pelatihan dinilai berhasil apabila

tujuan yang telah ditentukan dapat tercapai sebagaimana yang telah diharapkan.

Dengan cara lain ketercapaian pelatihan menjadi indikator keberhasilan pelatihan

yang telah dirancang sebelumnya.

b. Sebagai pemberi arah bagi semua unsur/ komponen pelatihan, khususnya pelatih

dan peserta pelatihan. Dengan kata lain pelatih dapat merancang kegiatan yang

(13)

c. Sebagai pemberi acuan tentang standar/kriteria untuk merancang kurikulum

pelatihan seperti materi dan teknik serta media pelatihan dan alat evaluasi

keluaran pelatihan.

3. Prinsip-prinsip Pelatihan

Menurut Dale yoder (1962) dalam skripsi Nugraha (2013: 13) dalam tulisannya

dalam tulisannya menyebutkan sembilan asas yang berlaku umum dalam kegiatan

pelatihan, diantaranya (1) Individual differences; (2) Relation to job analysis; (3)

motivation; (4) active participation; (5) selection of trainess; (6) selection of

trainers; (7) trainer’s of training; (8) training method’s dan (9) principles of

learning. Maka sependapat dengan Dale, Kamil (2012: 12-13) mengemukakan bahwa

untuk mengenal lebih jauh tentang pelatihan, prinsip-prinsip pelatihan memiliki

fungsi agar proses pelatihan berhasil. Karena pelatihan merupakan bagian dari proses

pembelajaran, maka prinsip-prinsip pelatihanpun dikembangkan dari prinsip-prinsip

pembelajaran. Prinsip-prinsip umum agar pelatihan berhasil adalah sebagai berikut :

a. Prinsip perbedaan individu

Perbedaan-perbedaan individu dalam latar belakang sosial, pendidikan,

pengalaman, minat, bakat, dan kepribadian harus diperhatikan dalam

menyelenggarakan pelatihan.

b. Prinsip motivasi

Agar peserta pelatihan belajar dengan giat perlu ada motivasi. Motivasi dapat

berupa pekerjaan atau kesempatan berusaha, penghasilan, kenalkan pangkat atau

jabatan, dan peningkatan kesejahteraan serta kualitas hidup. Dengan begitu

pelatihan dirasakan bermakna oleh peserta pelatihan.

c. Prinsip pemilihan dan pelatihan para pelatih

Efektivitas program pelatihan anatara lain bergantung pada para pelatih yang

mempunyai minat dan kemampuan melatih. Anggapan bahwa seseorang yang

(14)

pula tidak sepenuhnya benar. Karena itu perlu ada pelatihan bagi para pelatih.

Selain itu pemilihan dan pelatihan para pelatih dapat menjadi motivasi tambahan

bagi peserta pelatihan.

d. Prinsip belajar

Belajar harus dimulai dari yang mudah menuju kepada yang sulit, atau dari yang

sudah diketahui menuju kepada yang belum diketahui.

e. Prinsip partisipasi aktif

Partisipasi aktif dalam proses pembelajaran pelatihan dapat meningkatkan minat

dan motivasi peserta pelatihan.

f. Prinsip fokus pada batasan materi

Pelatihan dilakukan hanya untuk menguasai materi tertentu, yaitu melatih

keterampilan dan tidak dilakukan terhadap pengertian, pemahaman, sikap dan

penghargaan.

g. Prinsip diagnosis dan koreksi

Pelatihan berfungsi sebagai diagnosis melalui usaha yang berulang-ulang dan

mengadakan koreksi atas kesalahan-kesalahan yang timbul.

h. Prinsip pembagian waktu

Pelatihan dibagi menjadi sejumlah kurun waktu yang singkat.

i. Prinsip keseriusan

Pelatihan jangan dianggap sebagai usaha sambilan yang bisa dilakukan dengan

seenaknya.

j. Prinsip kerjasama

Pelatihan dapat berhasil dengan baik melalui kerjasama yang baik antar semua

komponen yang terlibat dalam pelatihan.

(15)

Terdapat berbagai metode pelatihan, dan tidak ada satu pun metode pelatihan

yang dapat digunakan untuk semua jenis pelatihan. Untuk itu perlu dicarikan

metode pelatihan yang cocok untuk suatu pelatihan .

l. Prinsip hubungan pelatihan dengan pekerjaan atau dengan kehidupan nyata

Pekerjaan, jabatan, atau kehidupan nyata dalam organisasi atau dalam masyarakat

dapat memberikan informasi mengenai pengetahuan, keterampilan, dan dikap apa

yang dibutuhkan, sehingga perlu diselenggarakan pelatihan.

4. Pelatihan Dalam Pendidikan Luar Sekolah

Pelatihan merupakan salah satu bagian dari pendidikan non formal. Dalam

skripsi Nugraha (2013: 21) menurut Adikusumo (1986: 57) dalam bukunya

Pendidikan Kemasyarakatan mengemukakan bahwa :

Pendidikan luar sekolah sebagai adalah setiap kesempatan dimana terdapat komunikasi yang teratur dan terarah di luar sekolah, dimana seseorang memperoleh informasi-informasi pengetahuan, latihan ataupun bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan hidupnya dengan tujuan mengembangkan tingkat kerterampilan, sikap-sikap peserta yang efisien dan efektif dalam lingkungan keluarga bahkan masyarakat dan negaranya.

Pengertian dari keterangan diatas sesuai dengan Undang-undang R.I Nomor 20

tahun 2003 tetang sistem pendidikan nasional, pasal 26 ayat 4 pada bukunya Sudjana

(2007: 3) menyatakan bahwa lembaga pelatihan merupakan satuan pendidikan non

formal disamping satuan pendidikan lainnya yaitu kursus, kelompok belajar, majelis

ta’lim, kelompok bermain, taman penitipan anak, pusat kegiatan belajar masyarakat

dan satuan pendidikan sejenis.

Adapun sasaran dari pendidikan non formal menurut Depdiknas (2006: 5)

seluruh lapisan masyarakat, tidak terbatas usia, jenis kelamin, status social ekonomi

dan tingkat pendidikan sebelumnya. Hal ini dikatakan bahwa pendidikan non formal

seyogyanya mampu melayani seluruh lapisan masyarakat yang membutuhkan baik

dalam hal tambahan pengetahuan, skill, dan keterampilan. Sedangkan dam UU no. 20

(16)

pendidikan non formal diselenggarakan bagi warga, masyarakat yang membutuhkan

layanan pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat life

long education.

Pelatihan dalan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 26 ayat 1

telah dituliskan bahwa “Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga

masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti,

penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung

pendidikan sepanjang hayat. Dan satuan yang ada di dalamnya seperti yang dituliskan

pada pasal 26 ayat 4 bahwa “Satuan pendidikan non formal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan

majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis”. Salah satu satuan yang ada

didalam Pendidikan Luar Sekolah yakni yang sudah dituliskan diatas yaitu kursus dan

pelatihan dan pada pasal 26 ayat 5 bahwa “Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi

masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup,

dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha

mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi”.

Berdasarkan pengertian dan penjelasan diatas, bahwa pendidikan non formal

pada hakekatnya mendasari berbagai pendidikan atau pembelajaran yang ada diluar

sistem pendidikan yang formal secara keseluruhan. Pelatihan sebagian bentuk dari

pendidikan non formal atau pendidikan luar sekolah, dan memiliki tujuan untuk

membelajarkan masyarakat untuk mencapai suatu tujuan pendidikan sebagai bentuk

dari pendidikan sepanjang hayat.

B. Konsep Strategi Pembelajaran

1. Strategi Pembelajaran

Strategi pembelajaran adalah pendekatan menyeluruh dalam suatu sistem

(17)

tujuan umum pembelajaran. Dalam Majid (2013: 7-8) pendapat beberapa ahli

berkaitan dengan pengertian strategi pembelajaran.

a. Kozma dalam Sanjaya (2007) secara umum menjelaskan bahwa strategi

pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang

dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya

tujuan pembelajaran tertentu.

b. Dick dan Carey dalam Sanjaya (2007) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran

terdiri atas seluruh komponen materi pembelajaran dan prosedur atau tahapan

kegiatan belajar yang digunakan oleh guru dalam rangka membantu peserta didik

dalam mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Menurut mereka strategi

pembelajaran bukan hanya terbatas pada prosedur atau tahapan kegiatan

pembelajaran bukan hanya terbatas pada prosedur atau tahapan kegiatan belajar

saja, melainkan termasuk juga pengaturan materi atau paket program

pembelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik.

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa strategi

pembelajaran merupakan suatu rencana tindakan (rangkaian kegiatan) yang termasuk

penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam

pembelajaran.

2. Pengertian Perencanaan

Dalam penggunaan strategi belajar maka dilakukan terlebih dahulu perencanaan

didalamnya, mengapa demikian karena perencanaan adalah tahapan awal dalam

pelaksanaan strategi untuk menentukan mulai dari tujuan, proses, penggunaan metode

sampai evaluasi. Maka dari itu ada beberapa pengengertian perencanaan yaitu:

Dalam buku berjudul perencanaan pembelajaran Majid (2012) bahwa

perencanaan pembelajaran dibagi menjadi dua kata yaitu: “a. perencanaan berarti

menentukan apa yang akan dilakukan, b. pembelajaran berarti proses yang diatur

(18)

mengajar mata pelajaran tertentu, pada jenjang dan kelas tertentu, untuk topik

tertentu, dan untuk satu pertemuan atau lebih.” Maka dari itu perencanaan yang telah dijelaskan bahwa tahapan yang dilakukan diawal untuk mengawali dalam

merumuskan tujuan, proses dan penilaian/evaluasi pada pembelajaran yang akan

dilakukan oleh pendidik.

Perencanaan menurut Djuju Sudjana dalam Ihat (1992: 36) adalah sebagai

berikut:

Gambar 2.2 Model Rangkaian Fungsi Manajemen Pendidikan Luar Sekolah

Sumber: Djuju Sudjana (1992:36)

Model rangkaian fungsi manajemen pendidikan luar sekolah di atas yaitu (1)

adanya penetapan secara tegas tentang enam fungsi manajemen dalam

penyelenggaraan pendidikan luar sekolah, (2) menegaskan langkah-langkah yang

simultan dari mulai perencanaan pengorganisasian sasaran penggerakan, pembinaan

dan pengembangan dalam dalam penyelenggaran pendidikan luar sekolah, (3)

menunjukan adanya keterkaitan yang erat antara fungsi manajemen yang satu dengan

fungsi kemajuan lainnya dalam penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah,

(4) menunjukan bahwa dari ke enam fungsi manajemen tersebut merupakan siklus

yang berkelanjutan dalam penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah.

Perencanaan yang dimaksudkan mencangkup rangkaian kegiatan untuk

menentukan (goals) dan tujuan khusus (objectives) suatu organisasi atau lembaga

penyelenggaraan pendidikan luar sekolah. Tujuan-tujuan disusun, setelah tujuan Perencanaan

Pengorganisasian

Penggerakan Pembinaan

(19)

ditetapkan, penyusunan rangkaian kegiatan proses didalamnya yang akan dilakukan

untuk mencapai tujuan. Perencanaan disini dapat disimpulkan bahwa menyusun

tujuan dan rangkaian kegiatan untuk mencapai satu tujuan khususnya tujuan lembaga.

3. Pengertian Pembelajaran

Secara sederhana, istilah pembelajaran (instruction) “bermakna sebagai upaya (effort) dan berbagai strategi, metode dan pendekatan dalam pencapaian tujuan yang

telah direncanakan”. Pembelajaran dapat pula dipandang sebagai kegiatan guru secara

terprogram instruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan

pada penyediaan sumber belajar. Dalam Majid (2013: 4) beberapa ahli

mengemukakan tentang pengertian pembelajaran, diantaranya:

a. Pembelajaran adalah salah satu proses dimana lingkungan seseorang secara

disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku

tertentu. Pembelajaran merupakan subjek khusus dari pendidikan (Corey, 1986);

b. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber

belajar pada suatu lingkungan belajar (UU SPN No. 20 tahun 2003);

c. Pembelajaran adalah satu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh

suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari

pengalaman individu sendiri dalam interaksi dalam lingkungannya (Mohammad

Surya);

d. Pembelajaran adalah rangkaian peristiwa (events) yang memengaruhi

pembelajaran sehingga proses belajar dapat berlangsung dengan mudah (Gadne

dan Brigga, 1979).

Pada prinsipnya, pembelajaran tidak hanya terbatas pada event-event yang

dilakukan oleh guru atau pendidik, melainkan mencangkup keseluruhan events yang

mempunyai pengaruh langsung pada proses belajar yang meliputi kejadian-kejadian

yang diturunkan dari bahan-bahan cetak, gambar, program radio, televisi, flim, slide,

(20)

Menurut Sardiman (2005) dalam Majid (2013: 5) menyebutkan istilah

pembelajaran dengan interkasi edukatif. Menurut beliau, yang dianggap interaksi

edukatif adalah interaksi yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan untuk

mendidik dalam rangka menghantarkan peserta didik kearah kedewasaannya.

Pembelajaran merupakan proses yang berfungsi membimbing para peserta didik di

dalam kehidupannya, yakni membimbing dan mengembangkan diri sesuai dengan

tugas perkembangan yang harus dijalani. Proses edukatif memiliki ciri-ciri yaitu: a)

tujuan yang ingin dicapai, b) ada pesan yang akan ditransfer, c) ada pelajar, d)

adaguru, e) ada metode, f) ada situasi, g) ada penilaian.

Pembelajaran pada dasarnya merupakan kegiatan terencana yang

mengkondisikan/ merangsang seseorang agar bisa belajar dengan baik agar sesuai

dengan tujuan pembelajaran. Oleh sebab itu kegiatan pembelajaran akan bermuara

pada dua kegiatan pokok. Pertama, bagaimana orang melakukan tindakan perubahan

tingkah laku melalui kegiatan belajar. Kedua, bagaimana orang melakukan tindakan

penyampaian ilmu pengetahuan melalui kegiatan mengajar. Dengan demikian makna

pembelajaran merupakan kondisi eksternal kegiatan belajar yang antara lain

dilakukan oleh guru dalam mengkondisikan sesorang untuk belajar.

4. Pendekatan Pembelajaran

Pendekatan pembelajaran berasal dari bahasa inggris “approach” yang memiliki

beberapa arti, diantaranya diartikan dengan “pendekatan”. Pendekatan pembelajaran

digambarakan sebagai kerangka umum tentang skenario yang digunakan guru untuk

membelajarkan siswa delam rangka mencapai suatu tujuan pembelajaran.

Menurut Philip R. Wallance (1992: 13) dalam Abdul Majid, M.Pd. (2013: 20)

pendekatan pembelajaran dibedakan menjadi dua bagian yaitu pendekatan konservatif

(conservative approaches) dan pendekatan liberal (liberal approach). Pendekatan

konservativ memandang bahwa proses pembelajaran yang dilakukan sebagaimana

(21)

(liberal approaches) adalah pendekatan pembelajaran yang memberi kesempatan luas

kepada siswa untuk mengembangkan strategi dan keterampilan belajarnya sendiri.

5. Metode Pembelajaran

Metode menurut kamus bahasa Arab Ali dkk (1998: 112), adalah dikenal

dengan istilah at-thariq (jalan atau cara). Metode digunakan oleh guru untuk

mengkreasikan lingkungan belajar dan mengkhusukan aktivitas dimana guru dan

siswa terlibat selama proses pembelajaran berlangsung, dan metode biasanya

digunakan melalui salah satu strategi pada tujuan yang akan dicapai dan konten

proses yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran.

Menurut J.R David dalam Teaching Strategies For Collage Class Room (1976)

pada Majid (2013: 21) yaitu “a way in achieving something” (cara untuk mencapai sesuatu). Untuk melaksanakan suatu strategi, digunakan seperangkat metode

pengajaran tertentu. Dalam pengertian metode maka metode pengajaran menjadi

salah satu unsur dalam strategi pembelajaran. Unsur seperti sumber belajar,

kemampuan, guru dan siswa, media pendidikan, materi pengajaran, organisasi, waktu

tersedia, kondisi kelas, dan lingkungan.

Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk

mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: 1) ceramah; 2)

demonstrasi; 3) diskusi; 4) latihan (drill) dan sebagainya.

6. Teknik Pembelajaran

Metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran.

Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diartikan sbagai cara yang dilakukan

seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Dalam konteks

teknik pembelajaran guru dapat berganti – ganti teknik teknik meskipun dalam koridor metod yang sama. (Majid (2013: 24))

(22)

Menurut Majid (2013: 26) setiap kegiatan belajar mengajar mempunyai sasaran

atau tujuan. Tujuan itu bertahap dan berjenjang, mulai dari yang sangat operasional

dan konkret yakni tujuan pembelajaran khusus, tujuan pembelajaran umum, tujuan

kurikuler, dan tujuan nasional, sampai pada tujuan yang bersifat universal. Sasaran itu

harus diterjemaahkan kedalam ciri-ciri perilaku kepribadian yang didambakan.

Secara khusus, dalam proses belajar mengajar guru berperan sebagai pengajar,

pembimbing, administrator dan lain-lain. Untuk itu wajar bila guru memahami

dengan segenap aspek pribadi anak didik seperti: 1) kecerdasan dan bakat khusus; 2)

prestasi sejak permulan sekolah; 3) perkembangan jasmani dan kesehatan; 4)

kecenderungan emosi dan karakkternya; 5) sikap dan minat belajar; 6) cita-cita dan

sebagainya.

8. Tahapan Kegiatan Pembelajaran

Instruction pembelajaran merupakan akumulasi dari konsep mengajat

(teaching) dan konsep belajar (learning). Stressing-nya terletak pada perpaduan

diantara keduanya, yakni penumbuhan aktivitas subjek didik. Menurut Davis (1974:

30) dalam Majid (2013: 27) mengemukakan bahwa learning system menyangkut

pengorganisasian dari perpaduan antara manusia, pengalaman belajar, fasilitas,

pemeliharaan atau pengontrolan, dan prosedur yang mengatur interkasi pelaku

pembelajaran untuk mencapai tujuan. Hal ini serupa dengan teaching system yang

terdiri dari komponen-komponen mengajar, yaitu perencanaan mengajar, bahan ajar,

tujua, materi, metode, penilaian, dan langkah-langkah mengajar akan berhubungan

dengan aktivitas belajar untuk mencapai tujuan.

Tahapan kegiatan pembelajaran ini didalamnya ada tiga pokok dalam strategi

pembelajaran yakni tahap permulaan (praintruksional), tahap pengejaran

(instruksional), tahap penilaian, dan tahap tindak lanjut.

(23)

Tahap prainstruksional adalah tahapan yang ditempuh guru pada saat ia melalui

proses belajar dan mengajar. Kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru atau oleh

siswa pada tahapan prainstruksional yaitu:

1) Guru menanyakan kehadiran siswa dan mencatat siapa yang tidak hadir.

Kehadiran siswa dalam pengajaran, dapat dijadikan salah satu tolak ukur

kemampuan untuk guru mengajar.

2) Bertanya kepada siswa sampai dimana pembehasan pelajaran sebelumnya.

3) Mengajukan pertanyaan kepada siswa dikelas, atau siswa tertentu tentang

bahan pelajaran yang sudah diberikan sebelumnya.

4) Memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai bahan

pelajaran yang belum dikuasainya.

5) Mengulang kembali bahan pelajaran yang lalu secara singkat, hal ini

dilakukan sebagai dasar bagi pelajaran yang akan dibahas hari berikutnya,

dan sebagai usaha dalam menciptakan kondisi belajar siswa.

Tujuan dari tahapan diatas adalah mengungkap kembali tanggapan siswa

terhadap bahan yang telah diterimanya, dan menumbuhkan kondisi belajar dalam

hubungannya dengan pelajaran hari itu.

b. Tahap Intruksional

Tahap kedua ini adalah tahap pengajaran memberikan bahan pelajaran yang

telah disusun guru sebelumnya. Dalam Majid (2013: 28) dapat diidentifikasi

beberapa kegiatan dalam tahap ini yaitu:

1) Menjelaskan pada siswa tujuan pengajaran yang harus dicapai siswa.

2) Menuliskan pokok materi yang akan dibahas pada hari itu.

3) Membahas pokok materi yang telah diteruskan.

4) Pada setiap pokok materi yang akan dibahas sebaiknya diberikan

(24)

5) Menggunakan alat bantu pengajaran untuk memperjelas pembahasan setiap

pokok materi sangat diperlukan.

6) Menyimpulkan hasil pembahasan dari pokok materi.

c. Tahap Evaluasi dan Tindak Lanjut

Tahap yang ketiga yang telah dijelaskan dalam Majid (2013: 29) adalah tahap

evaluasi dan tindak lanjut dalam kegiatan pembelajaran. Tujuan dari tahapan ini

ialah untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari tahapan kedua (instruksional).

Ketiga tahap yang telah dibahas merupakan satu rangkaian kegiatan yang terpadu

dan tidak terpisahkan satu sama lain. Guru dituntut untuk mampu dan dapat

mengatur waktu serta kegiatan secara fleksibel, sehingga ketiga rangkaian tersebut

diterima oleh siswa secara utuh.

Sementara itu, menurut Meirer (2002: 103) dalam Majid (2013: 29) berpendapat

bahwa kegiatan pembelajaran pada hakikatnya mempunyai empat unsur, yaitu: 1)

persiapan (preparation); 2) penyampaian (presentations); 3) pelatiahn (practice);

dan 4) penampilan hasil (performance).

C. Konsep Metode Drill

1. Pengertian Metode

Pengertian metode menurut kamus besar bahasa Indonesia Ali dkk (2009: 404)

adalah cara yang tersusun dan teratur, untuk mencapai tujuan, khususnya dalam hal

ilmu pengetahuan. Pengertian metode menurut kamus besar Bahasa Indonesia

tersebut menyatakan bahwa cara yang digunakan yang telah disusun dan digunakan

secara teratur dalam proses pembelajaran untuk mencapai salah satu tujuan dalam

pembelajaran.

Adapun beberapa pendapat para ahli yang dikemukakan dalam buku Meode &

Teknik Pembelajaran Partisipatif karangan Sudjana (2010: 7-8) sebagai berikut:

Menurut Purwadarminta (1976) dalam Sudjana (2010: 7-8), metode adalah cara

(25)

American Heritage Dictionary mengemukakan bahwa metode adalah “A means or marner of procedure;specially, a regular and systematic way of accomplishing

anything… method emphasizes procedures according to a detailed, logically ordered

plan (Morris, 1976: 826). Berdasarkan kedua pengertian tersebut diatas dapat

dikemukakan bahwa metode itu mengandung unsur prosedur yang sudah ditetapkan

atau disusun secara teratur dan logis serta dituangkan dalam dalam satu rencana

kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian bahwa

unsur-unsur metode mencangkup prosedur, sistematik, logis, terencana, dan kegiatan

untuk mencapai tujuan (Moeliono, dkk, 1990: 580-581) dalam Sudjana(2010: 8).

Jadi metode adalah sebuah cara, yang didalam fungsinya merupakan sebagai

alat untuk mencapai satu tujuan yaitu kususnya tujuan dalam proses pembelajaran.

Dimana metode pengajaran ini pada hakikatnya merupakan penerapan dari

prinsip-prinsip psikologi dan prinsip-prinsip-prinsip-prinsip pendidikan dalam perkembangan anak untuk

meningkatkan kapasitas hasil pendidikan dan pengajaran ditempat mereka

bersekolah.

2. Pengertian Metode Drill (latihan)

Proses pembelajaran metode mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam

upaya pencapaian tujuan, karena metode merupakan suatu cara atau jalan yang

ditempuh yang sesuai, dan serasi untuk menyajikan suatu hal, sehingga akan tercapai

suatu tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien.

Menurut Nana Sudjana (1995: 86) dalam buku Dasar-dasar Proses Mengajar

menyatakan bahwa “Metode drill adalah metode dalam pengajaran dengan melatih

peserta didik terhadap bahan yang sudah diajarkan/ berikan agar memiliki

ketangkasan atau ketrampilan dari apa yang telah dipelajari.” Latihan dimaksudkan

agar pengetahuan dan kecakapan tertentu dapat menjadi milik peserta didik dan dapat

dikuasai sepenuhnya. Latihan (drill) bukanlah suatu metode yang baru didalam

(26)

sekolah-sekolah tua di Amerika sebagai cara untuk: (a) memacu kemampuan dasar

motorik, (b) memacu kebiasaan dan mental agar yang dipelajari oleh peserta didik

dapat lebih berarti, tepat dan sangat berguna.

Pengertian metode drill (latihan) menurut Majid (2013: 214) adalah “cara membelajarkan siswa untuk mengembangkan kemahiran dan keterampilan serta dapat

mengembangkan sikap dan kebiasaan.” Jadi dalam penerapan metode drill (latihan)

memberikan cara pembelajaran secara latihan terus menerus agar peserta didik

mampu mengembangkan kemampuannya untuk penguasaan dalam pembelajaran.

Dalam Majid (2013: 14) hendaknya guru/ pengajar memperhatikan tingkat

kewajaran dari metode drill (latihan) yaitu:

a. Latihan, digunakan untuk hal-hal yang bersifat motorik, seperti menulis,

permainan, pembuatan, dan lain-lain.

b. Untuk melatih kecakapan mental, misalnya perhitungan pengunaan rumus-rumus.

c. Untuk melatih hubungan, tanggapan, seperti penggunaan bahasa, grafik, symbol

peta, dan lain-lain.

Pengertian metode latihan (Drill) menurut Djamarah (2002: 29) “metode drill (latihan) yaitu suatu cara menyampaikan materi pelajaran untuk menambah

kebiasaan-kebiasaan yang baik.” Serta metode ini juga dapat digunakan untuk memperoleh ketangkasan, ketepatan, kesempatan dan keterampilan.

Dari pendapat yang telah dijelaskan diatas, dapat disimpulkan bahwa metode

drill (latihan) adalah suatu cara menyajikan bahan ajar atau materi dalam proses

pembelajaran dengan cara melatih peserta didik dalam pengausaan materi serta lebih

terampil dalam penguasaan materi. Dari segi pelaksanaan penerapan metode drill

(latihan) ini peserta didik terlebih dahulu dibekali dengan pengetahuan secara teori

secukupnya, kemudian dengan tetap dibimbing oleh guru atau pendidik dan peserta

(27)

digunakan untuk lebih memperoleh suatu ketangkasan atau keterampilan dari apa

yang diterangkan pada apa yang sedang dipelajari.

3. Tujuan Metode Drill (latihan)

Dari penggunaan metode drill (latihan) ini pastilah memiliki tujuan yang ingin

dicapai baik berupa perubahan maupun peningkatan dalam kualitas belajar,

setidaknya penggunaan metode drill ini adalah cara untuk menumbuhkan kompetensi

pada proses pembelajarannya. Adapun tujuan penggunaan metode drill (latihan)

adalah diharapkan agar siswa (Armai, 2002:175):

a. Memiliki ketrampilan moroeis/gerak, misalnya menghafal katakata, menulis,

mempergunakan alat, membuat suatu bentuk, atau melaksanakan gerak dalam

olahraga.

b. Mengembangkan kecakapan intelek, seperti mengalikan, membagikan,

menjumlah, tanda baca, dll.

c. Memiliki kemampuan menghubungkan antara suatu keadaan, misalnya hubungan

sebab akibat banyak hujan maka akan terjadi banjir, antara huruf dan bunyi, dll.

d. Dapat menggunakan daya pikirnya yang makin lama makin bertambah baik,

karena dengan pengajaran yang baik maka anak didik akan menjadi lebih baik

teratur dan lebih teliti dalam mendorong ingatannya.

e. Pengetahuan anak didik akan bertambah dari berbagai segi dan anak didik

tersebut akan memperoleh pemahaman yang lebih baik dan lebih mendalam.

Adapun syarat-syarat dari penggunaan metode drill (latihan) agar tujuan dari

penggunaan metode drill ini dapat tercapai dengan lebih baik dan efektif, maka harus

memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Sebelum pelajaran dimulai hendaknya diawali terlebih dahulu dengan pemberian

pengertian dasar.

b. Metode ini dipakai hanya untuk bahan pelajaran kecekatan-kecekatan yang

(28)

c. Diusahakan hendaknya masa latihan dilakukan secara singkat, hal ini

dimungkinkan agar tidak membosankan siswa.

d. Maksud diadakannya latihan ulang harus memiliki tujuan yang lebih luas.

e. Latihan diatur sedemikian rupa sehingga bersifat menarik dan dapat menimbulkan

motivasi belajar anak.

4. Langkah-langkah Metode Drill (latihan)

Pada penggunaan metode drill ini dapat lebih maksimal jika dilaksanakan

dengan langkah langkah yang harus dilaksanakan sebelum dan pada proses

pengguanaan metode drill ini (Armai: 2002). Maka dari itu langkah-langkah sebagai

berikut:

a. Kegiatan pendidik

1) Mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan atau perintah-perintah beserta

jawabannya.

2) Mengajukan pertanyaan secara lisan, tertulis, atau memberikan perintah untuk

melakukan sesuatu.

3) Mendengarkan jawaban lisan atau memeriksa jawaban tertulis atau melihat

gerakan yang dilakukan.

4) Mengajukan kembali berulang-ulang pertanyaan atau perintah yang telah

diajukan dan didengar jawabannya.

b. Kegiatan peserta didik

1) Mendengarkan baik-baik pertanyaan atau perintah yang diajukan guru

kepadanya.

2) Menjawab secara lisan atau tertulis atau melakukan gerakan seperti yang

diperintahkan.

3) Mengulang kembali jawaban atau gerakan sebanyak permintaan guru.

4) Mendengarkan pertanyaan atau perintah berikutnya.

(29)

Setiap metode yang digunakan dalam proses pembelajaran pastilah memiliki

kekurangan dan kelebihan masing-masing begitu juga dengan penggunaan metode

drill ini. Metode drill (latihan) memiliki kelebihan dan kekurangan dalam buku

strategi belajar mengajar Djamarah (2002:37)sebagai berikut :

a. Kelebihan Metode Drill (latihan)

1) Untuk memperoleh kecakapan motorik seperti melafalkan huruf, kata-kata

atau kalimat, menggunakan alat-alat untuk mengasah keterampilan, dan

lain-lain. .

2) Pembentukan kebbiasaan-kebiasaan membuat gerakan-gerakan yang

kompleksmenjadi lebih otomatis.

3) Pembentukan kebiasaan yang dilakukan dan membantu ketepatan serta

kecepatan pelaksanaan.

b. Kekurangan Metode Drill (latihan)

1) Dapat mengahambat perkembangan daya inisiatif terhadap murid atau peserta

didik.

2) Menimbulkan penyesuaian secara statis kepada lingkungan..

3) Membentuk kebiasaan-kebiasaan yang otomatis dan kaku.

4) Dapat menimbulkan verbalisme.

Kelebihan dan kekurangan yang ada didalam metode drill (latihan) ini dapat

disinergikan bagaiamana pendidik dalam memadupadankan kekurangan yang ada

dalam proses belajara mengajar untuk mencipatakan kenyamanan dalam penerapan

metode drill (latihan).

D. Konsep Kompetensi

1. Pengetian Kompetensi

Menurut Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional (2002: 1) dalam

(30)

Kompetensi berkaitan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks. Kompetensi merupakan hasil belajar (learning out comes) yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran dan kehandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefiniskian secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat dikukur.

Pernyataan diatas telah menunjuknan bahwa kompetensi itu telah mencangkup

tugas-tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang harus dimiliki peserta didik untuk

dapat melaksanakan tugas-tugas pendidikan sesuai dengan pekerjaan tertentu. Dengan

demikian terdapat hubungan antara tugas-tugas yang dipelajari peserta didik di

tempat belajar dengan kemampuan yang di perlukan oleh lingkungan masyarakat.

Perubahan yang terjadi pada bidang Sumber Daya Manusia diikuti oleh

perubahan pada kompetensi dan kemampuan dari seseorang yang

mengkonsentrasikan diri pada Manajemen Sumber Daya Manusia. Perkembangan

kompetensi yang semakin luas dari praktisi Sumber Daya Manusia memastikan

bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia memegang peranan penting dalam

kesuksesan organisasi. Kompetensi kini telah menjadi bagian dari bahasa manajemen

pengembangan. Standar pekerjaan atau pernyataan kompetensi telah dibuat untuk

sebagian besar jabatan sebagai basis penentuan pelatihan dan kualifikasi ketrampilan.

Kompetensi menggambarkan dasar pengetahuan dan standar kinerja yang

dipersyaratkan agar berhasil menyelesaikan suatu pekerjaan atau memegang suatu

jabatan. Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi kompetensi untuk

mendukung kemampuan dikonsentrasikan pada hasil perilaku.

Adapun devinisi kompetensi dari Amstrong & Murlis dalam Ramelan (2003:47)

dalam Tarigan (1992: 18), mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik mendasar

individu yang secara kausal berhubungan dengan efektivitas atau kinerja yang sangat

baik. Dari pemaparan diatas bahwa kompetensi itu adalah karakteristik individu yang

(31)

mengenai kemampuan, pengetahuan, asset, dan proses sehingga menghasilkan

pencapaian yang lebih baik. Dan kompetensi merupakan seperangkat penguasaan

kemampuan, ketrampilan, nilai, dan sikap yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai

guru yang bersumber dari pendidikan, pelatihan, dan pengalamannya sehingga dapat

menjalankan tugas mengajarnya secara profesional.

2. Pengertian Kompetensi Bahasa

Kompetensi sebagai keterampilan, dan sikap yang harus dimiliki oleh peserta

didik untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan lebih baik sesuai dengan pekerjaan

tertentu, kompetensi juga dapat menentukan dan memutuskan sesuatu hal yang ingin

dicapai pada pelaksanaannya.

Pada buku Tarigan (1990: 21-22) yang berjudul Pengajaran Kompetensi Bahasa

dijelaskan bahwa kompetensi bahasa itu Dalam “second-generation transformational

grammar” (atau G-2) istilah kompetensi (atau competence) mengandung makna sebagai berikut:

Pengetahuan pembicara – pendengar asli secara tidak sadar, diam-diam/tidak diucapkan, instrinsik/hakiki, implisit, intuitif, dan tidak terbatas terhadap bahasanya serta informasi yang tersedia bagi seorang pembicara yang fasih yang berhubungan dengan bahasanya yang memungkinkannya memahami serta menghasilkan kalimat-kalimat yang tidak pernah diucapkan dan didengar sebelumnya dan mengadakan pembeda antara kalimat-kalimat yang bermakna ganda dan yang tidak bermakna ganda, yang ambigu dan yang tidak ambigu, dan sebagainya. Tata bahasa yang terinternalisasikan yang memberikan dasar bagi suatu teori bahasa dan suatu model pemerian linguistik dan suatu model tata bahasa kompetensi atau (tata bahasa generatif) yang berupaya

mempertanggung jawabkan kompetensi linguistik”.(Chomsky 1965, 1966,

1968; Palmatier 1972: 25) dalam Tarigan (1990: 21-22)

Dari kutipan diatas menjelaskan bahwa kompetensi bahasa itu adalah

ketrampilan dalam berbahasa dan didalam kompetensi itu ada beberapa hal yang

(32)

telah dijelaskan, bahawa kompetensi bahasa itu mengenai banyak hal yaitu tatacara

dalam tata bahasa itu sendiri dari baik menuju lebih baik.

3. Jenis kompetensi bahasa

Dalam kompetensi bahasa juga memiliki komponen-komponen yang disebutkan

didalam buku Tarigan (1990: 25) bahwa kita dapat mengklasifikasikan kompetensi

dengan berbagai cara bergantung dari sudut mana kita memandangnya, dan apabila

kita memandang kompetensi itu dari sudut kemahiran fungsional atau functionally

profilcient, maka kita dapat memberikan adanya tiga komponen diantaranya adalah:

a. Komponen Partisipatif (participative competence)

Kemampuan untuk memberikan responsi secara memadai terhadap

tuntutan-tuntutan tugas-tugas kelas kepada kaidah-kaidah prosedural untuk

menyelesaikannya.

b. Kompetensi Interaksional (interactional competence)

Kemampuan untuk memberikan responsi secara memadai terhadap kaidah-kaidah

wacan kelas dan kaidah-kaidah sosial wacana, berinteraksi secara memadai

dengan teman-teman sebaya maupun orang-orang dewasa waktu menyelesaikan

tugas-tugas kelas.

c. Kompetensi Akademik (academic competence)

Kemampuan memperoleh keterampilan-keterampilan baru, dan mengasimilasikan

atau memahami informasi baru, dan membentuk/membangun konsep-konsep baru

(tikunoff 1985:4; Richards 1988:7) dalam Tarigan (1990: 25)

Jenis kompetensi bahasa ini merupakan klasifikasi dari kompetensi bahasa

mana yang digunakan dalam pencapaiannya, serta lebih lanjut untuk

mengklasifikasikan pengguanaan kemampuan dalam berbahasa.

4. Prinsip Kompetensi Bahasa

Agar dapat mencapai tujuan pengajaran bahasa dengan baik maka para pelatih,

(33)

berhubungan tugasnya sebagai pendidik. Begitu pula halnya dengan guru atau turor

bahasa, dengan tujuan tersebut maka alangkah baiknya bila para pedidik mengetahui,

memahami serta menguasai seluk beluk tentang kompetensi dalam bahasa. Seperti

yang telah ditulis dan disebutkan didalam buku Pengajaran Kompetensi Bahasa

Tarigan (1990: 29-49) bahwa ada beberapa komponen untuk kompetensi bahasa

adalah sebagai berikut :

Sebagai kompetensi yang akan dijelaskan dalam buku Taringan

kompone-komponen didalamnya mengandung arti yang sangat penting.

a. Kompetensi Kemahiran fungsional:

Dalam bidang pendidikan kewibahasaan, Wilian J. tikunoff (1985) dalam

Tarigan (1990: 30) mengemukakan contoh bagaimana cara mengintegerasikan

pengajaran isi dengan pengajaran bahasa. Dia memberikan contoh kepada siswa

atau peserta didik yang dapat berpartisipasi secara efektif dalam pengajaran kelas

dalam bahasa Inggris sebagai functionally proficient. Dengan demikian ada 3

komponen siswa yang mempunyai kemahiran fungsional (1985: 4)

1) Kompetensi partisipatif

Kompetensi ini dimana tugas yang telah diberikan oleh pendidik

dikerjakan, diberi responsi dengan baik oleh siswa yang bersangkutan.

Bahkan bukan itu saja, siswa atau peserta didik mampu menggunakan

kaidah-kaidah dengan prosedur yang telah ditentukan untuk mengerjakan tugas dan

dapat menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh pendidik. Peserta didik

yang mampu beresponsi dengan baik maka disebut sebagai peserta didik yang

mempunyai kompetensi partisipatif atau participative competence dalam

pengajaran dan pembelajaran bahasa.

2) Kompetensi interaksional

Kompetensi interaksional ini menyebutkan bahwa tipe peserta didik yang

(34)

dengan cara yang bagaimana baik dengan teman-teman sekelasnya dan

sebayanya maupun dengan orang yang lebih dewasa. Dengan perkataan lain

mampu berinteraksi dan bekerja sama dengan mudah untuk menyelesaikan

tugas-tugas. Peserta didik yang seperti inilah yang disebut dengan

interactional competence dalam pengajaran dan pembelahjaran bahasa.

3) Kompetensi akademik

Kompetensi akademik ini adalah peserta didik yang mampu menguasai

kompetensi (P=partisipatif, I=interaksional, A=akademik). Secara teoritisnya

ketiga kompetensi itu dalam kenyataanya dapat pula terdapat gabungan antara

dua kompetensi sebagai PI, PA, IP, IA, AP dan AI atau gabungan anatara

ketiga kompetensi ini PIA, IAP, API

b. Kompetensi Komunikatif

Kompetensi komunikatif adalah kemampuan untuk untuk menerapkan

kaidah-kaidah gramatikal suatu bahasa untuk membentuk kalimat-kalimat yang benar

secara gramatikal dan untuk mengetahui apabila dan dimana menggunakan

kalimat-kalimat tersebut dan kepada siapa.

1) Kompetensi gramatikal

Kompetensi gramatikal ini berkaitan erat dengan penguasaan sandi bahasa

itu sendiri baik secara verbal maupun non verbal (canale, 1984: 7)

2) Kompetensi sosiolinguistik

Komponen ini meliputi kaidah-kaidah sosiokultural penggunaan dan

kaidah-kaidah wacana. Jasi kompetensi ini mengalamatkan atau mengerahkan

luas pemahaman ucapan-ucapan yang dihasilkan dan dipahami secara tepat.

3) Kompetensi wacana

Tipe kompetensi ini berkaitan dengan penguasaan penggabungan

bentuk-bentuk dan makna-makna gramatikal untuk mencapai teks lisan atau tertulis

(35)

4) Kompetensi strategic

Kompetensi ini tersusun dari penguasaan strategi-strategi komukasi verbal

dan non verbal yang dapat dilibatkan ke dalam tindakan karena dua alasan,

yaitu; (a). untuk mengimbangi kemacetan-kemacetan dalam komunikasi

karena keterbatasan kondisi-kondisi dalam komunikasi aktual atau ketidak

cukupan kompetensi dalam satu atau lebih bidang-bidang kompetensi

komunikatif yang lainnya itu, (b). untuk mempertinggi atau meningkatkan

ke-efektif-an komunikasi.

Kompetensi yang telah disebutkan diatas dalam kompetensi bahasa secara

umum adalah kompetensi yang adadidalam penguasaan bahasa secara umum.

E. Konsep Kedisiplinan

1. Pengertian kedisiplinan

Dalam kamus umum Bahasa Indonesia Disiplin adalah latihan batin dan watak

yang maksimal supaya segala perbuatan selalu mentaati tata tertib, dan ketaatan pada

aturan dan tata tertib. Disiplin berasal dari kata yang sama dengan “disciple” yakni

seorang yang belajar dari atau secara suka rela mengikuti seorang pemimpin.

Adapun menurut Hurlock (2004: 64) “menjelaskan bahwa disiplin dari kata yang sama dengan disciple yakni seorang yang balajar dari atau secara sukarela

mengikuti seorang pemimpin. Orangtua dan guru merupakan pemimpin dan anak

merupakan murid yang belajar dari mereka cara hidup yang menuju ke hidup yang

berguna dan lebih baik.

Kedisiplinan adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses

dari serangkaian perilaku yang menunjukan nilia-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetian,

keteraturan, dan ketertiban. Kedisiplinan dalam proses pendidikan sangat diperlukan

karena bukan hanya untuk menjaga kondisi suasana belajar dan mengajar berjalan

dengan lancar, tetapi juga untuk menciptakan pribadi yang kuat bagi setiap siswa.

(36)

a. Disiplin Berdasarkan Tradisi

Disiplinkan merupakan cara kuno yang terdiri dari pendaftaran pelanggaran

dan catatan dari hukuman terhadap setiap pelanggaran. Disiplin ini dilaksanakan

secara kaku dan tegas tanpa kompromi dan cenderung penegakan disiplin secara

otoriter. Tindakan disiplin ini diterapkan oleh atasan kepada bawahan dan tidak

pernah sebaliknya, atau bisa disebut dengan (tindakan yang sepihak). Hal ini

disebabkan pemahaman kurang efektif yang dianut oleh pemimpin perusahaan,

yang menganggap karyawan adalah bawahannya, untuk menuruti dan mematuhi

segala keputusan yang ada tanpa pernah karyawan diajak berunding untuk

diminta pendapatnya, apakah mereka merasa keberatan atau tidak, sedangkan

atasan mempunyai kebebasan untuk berbuat apa saja tanpa terikat oleh sebuah

perusahaan.

b. Disiplin Berdasarkan Sasaran

Disiplin berdasarkan sasaran ini dianggap sebagai lawan dari disiplin tradisi

bila dilihat dari tujuannya. Disiplin dianggap secara sah atau berlaku apabila

dapat diterima secara sukarela oleh seluruh komponen didalam organisasi

tersebut, apabila tidak dapat diterima maka secara otomatis disiplin tersebut tidak

sah untuk diterapkan dalam organisasi. Fungsi dari disiplin ini adalah sebagai

suatu fungsi pembentukan tingkah laku sebagai hukuman. Masa lampau di

padang sebagai suatu yang sangat berharga, sesuatu yang dianggap memberi

pengalaman dan berguna dalam merumuskan dan merubah tingkah laku, tetapi

tidak merupakan penuntut yang pasti benar dalam menentukan benar atau salah,

karena disini berbagai kemungkinan dapat saja terjadi diluar jangkauan

kemampuan manusia sehingga apabila hal itu terjadi, maka disiplin tidak akan

mampu menangani dan menjawab itu semua.

Kedisiplinan menjadi satu syarat untuk mencapai satu hasil yang sangat

(37)

formal, sehingga dalam setiap peraturan di instansi atau perusahaan apapun mengenai

kedisiplinan pasti selalu ada, hal ini disebabkan karena pentingnya pengaruh

kedisiplinan dalam pencapaian standar-standar organisasi. Kata disiplin juga sering

menjadi suatu ukuran yang bernilai positif dan biasanya dijadikan indikasi seseorang

yang sukses dalam mencapai cita-citanya dan mencapai tujuan organisasinya.

2. Tujuan Kedisiplinan

Adapun tujuan dari kedisiplinan selain untuk mendidik mental secara

keseluruhan, seperti yang ditulis dalam skripsi tujuan dari kesdisiplinan yang telah

dikemukakan oleh beberapa ahli yaitu:

Gaustad (1992: 24) mengemukakan bahwa “kedisiplinan memiliki dua tujuan,

yaitu memberi kenyaman pada para siswa dan staf (guru) serta menciptakan

lingkungan yang kondusif untuk belajar”.

Subari (1994: 88) berpendapat bahwa ”kedisiplinan memiliki tujuan untuk

pernuturan terhadap suatu peratutan dengan kesadaran sendiri untuk terciptanya

peratutan itu”.

Yahya (1992: 68) berpendapat, “bahwa tujuan kedisiplinan adalah

perkembangan dari pengembangan diri sendiri tanpa pengaruh atau kendali dari luar”. Kedisiplinan adalah suatu latihan batin yang tercermin dalam tingkah laku yang

bertujuan agar orang selalu patuh dengan peratutan. Dengan adanya kedisiplinan

diharapkan anak mendisiplinkan diri dalam menaati peraturan sekolah sehingga

proses belajar mengajar berjalan dengan lancar dan memudahkan pencapaian tujuan

pendidikan. Oleh karena itu, anak didik perlu dibimbing atau ditunjukan mana

perbuatan yang melanggar tata tertib dan mana perbuatan yang menunjang

terlaksananya proses belajar mengajar dengan lebih baik (Gordon, 1996: 3).

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli, dapat

(38)

dan staf (guru) serta menciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar serta

perkembangan dari pengembangan diri sendiri tanpa pengaruh atau kendali dari luar.

Selain itu dalam penelitian ini kedisiplinan yang dimaksudkan adalah disiplin

dalam bertindak, bersikap dan bekerja maka tujuan dari kedisiplinan ini dalam

pelatihan pra magang ke jepang adalah untuk membiasakan diri untuk hidup dengan

tingkat kedisiplinan yang sangat tinggi yang dimana peserta didik wajib memiliki

tingkat kedisplinan yang tinggi dalam dirinya agar pada saat magang ke Jepang sudah

terlatih dengan tingkat kedisiplinan yang tinggi dalam bekerja. Karena telah kita

ketahui bahwa kedisiplinan itu sudah menjadi hal yang wajib yang harus dimiliki oleh

orang jepang dalam bekerja.

Tujuan kedisiplinan dalam penerapan kedisiplinan itu sendiri merupakan tujuan

untuk menjadi seseorang menjadi lebih baik dalam bersikap, sopan santun dan

mandiri. Semua itu ditunjukan dan akan diciptakan dalam diri seseorang apabila

pencapaian tujuan kedisiplinan seseorang telah tercapai atau telah dikuasi dengan

baik.

3. Aspek-aspek Kedisiplinan

Dalam konsep kedisiplinan ada pula aspek-aspek yang harus diketahui, menurut

Prijodarminto (1994) dalam Hurlock (2004: 89), disiplin memiliki tiga aspek. Ketiga

aspek tersebut yaitu:

a. Aspek Mental (mental attitude)

Merupakan sikap taat dan tertib sebagai hasil atau pengembangan dari latihan,

pengendalian pikiran dan pengendalian watak

b. Pemahaman Yang Baik

Pemahaman yang baik ini menyangkut sistem peraturan perilaku, norma,

kriteria, dan standar yang sedemikian rupa sehingga pemahaman tersebut

(39)

aturan. Norma dan standar tadi merupakan syarat mutlak untuk mencapai

keberhasilan atau kesuksesan.

c. Sikap

Kelakuan yang secara wajar menunjukan kesungguhan hati, untuk mentaati

segala hal secara cermat dan tertib.

Aspek –aspek yang ada didalam kedisiplinan inilah yang dapat kita ketahui dalam menumbuhkan kedisiplinan dalam diri kita, karena kedisiplin yang akan

membawa kita terhadap kehidupan dari yang baik menjadi lebih baik. Aspek ini

muncul melalui perilaku seseorang dalam kehidupannya, aspek mental tentang

attitude seseorang merupakan sikap taat dan tertib seseorang terhadap suatu

pembiasaan sebagai watak yang akan dimunculkan seseorang. Sikap dan pemahaman

yang baik dalam diri seseorang yaitu berperilaku sewajarnya yang ditunjukan melalui

kesungguhan hati untuk menaati segala hal secara cermat dan tertib.

Maka dari itu aspek kedisiplinan merupakan isi dari disiplin-disiplin yang

dilakukan seseorang dalam menciptakan watak seseorang dan bukti ketaatan sesorang

untuk mengikutin suatu aturan yang telah ditetapkan oleh suatu lembaga atau

individu-induvidu lainnya.

F. Konsep Bahasa Jepang

1. Pengertian Bahasa

Bahasa merupakan suatu ungkapan yang mengandung maksud untuk

menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Sesuatu yang dimaksudkan oleh pembicara

bisa dipahami dan dimengerti oleh pendengar atau lawan bicara serta dapat dipahami

dan dimengerti oleh pendengar atau lawan bicara melalui bahasa yang diungkapkan.

Dalam buku Lingustik Umum Chaer (2007: 32) “bahasa ialah sistem lambang bunyi yang arbiter, yang digunakan oleh beberapa anggota kelompok sosial untuk

bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Dengan demikian

(40)

berhubungan dengan manusia yang lainnya. Serta bahasa merupakan alat komunikasi

berupa lambang bunyi dan ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Selain itu

juga bahasa wajib dimiliki oleh setiap negaranya walaupun setiap negara beragam

memiliki bahasa contohnya bahasa jepang yaitu bahasa yang dimiliki oleh orang atau

penduduk jepang digunakan sebagai alat komunikasi yang digunakan sehari-hari

untuk dapat berkomunkasi satu dengan yang lainnya.

2. Karakteristik Bahasa Jepang

Dalam konsep bahasa jepang ini memiliki karakteristik tersendiri diantaranya

yaitu:

a. Huruf jepang

Disini ciri-ciri yang paling mencolok dari bahasa Jepang adalah tulisan.Bagi

kebanyakan pembelajar bahasa jepang, huruf jepang merupakan bagian yang

paling sulit dan membutuhkan waktu yang lama. Bahasa jepang mempunyai

konsep tulisan yang berbeda dengan bahasa lainya di dunia. Terdapat 3 tulisan

yang digunakan oleh jepang, yaiu hiragana, katagana, dan kanji (ke 3 tulisan

tersebut bias saja muncul dalam satu kalimat sederhana). Setiap hurup hiragana

dan katagana mewakili bunyi dari setiap huruf tersebut, sedangkan huruf kanji

mewakili baik bunyi maupun arti.

b. Lafal / ucapan Bahasa Jepang

Bunyi atau lafal bahasa jepang sangat mudah sekali diucapkan. Bahasa Jepang

mempunyai 5 huruf vocal yaitu A, I, U, E dan O. Huruf-huruf kecil tersebut

diucapkan dengan jelas, sama pengucapannya seperti dalam bahasa Indonesia.

Jepang tidak mempunyai huruf konsonan yang dapat berdiri sendiri (pengecualian

huruf “n”). setiap huruf jepang (selain huruf vocal yang dapat sendiri) merupakan

gabungan dari huruf konsonan-vokal, seperti ka, ki, ku, ke, ko dan lain-lain.

(41)

Susunan kalimat bahasa jepang berbeda dengan bahasa Indonesia maupun

inggris. Dalam bahasa Indonesia atau inggris kita mengikuti pola

Subjek-Predikat-Objek, maka abahasa Jepang mengikuti pola Subjek-Objek-Predikat.

d. Partikel

Partikel atau kata bantu merupakan bagian yang sangat penting dalam

pembentukan kalimat bahasa Jepang. Fungsi dan partikel adalah sebagai konektor

atau penghubung kata satu dengan kata lainnya. Banyak dari partikel yang tidak

ada dalam bahasa Indonesia, sehingga sedikit merepotkan bagi orang yang baru

belajar bahasa Jepang. Contoh partikel bahasa Jepang yaitu partikel “wa” dan

“o”.Partikel “wa tidak mempunyai arti, namun berfungsi sebagai penanda subjek,

yang dimaksudkan adalah kata sebelum partikel “wa” adalah subjek dari kalimat

tersebut.

e. Tata Bahasa Jepang Secara Umum

1) Verb atau kata kerja selalu diletakan dibelakang kalimat

2) Bahasa Jepang hanya mempunyai 2 tenses, yaitu bentuk sekarang dan bentuk

lampau

3) Kata benda dan kata kerja tidak terpengaruh oleh gender atau jumlah

4) Subjek dalam bahasa Jepang sering kali dihilangkan apabila konteks

kalimatnya sudah jelas.

5) Setiap kata kerja dalam bahasa Jepang mengalami perubahan dan setiap

perubahan tersebut akan menyebabkan perubahan baik artinya maupun tenses

nya.(Diakses tanggal 5/10/2014).[online].

3. Fungsi Bahasa

Bahasa juga memiliki fungsinya sebagai alat untuk berkomunikasi, menurut

Gambar

Gambar 2.2 Model Rangkaian Fungsi Manajemen Pendidikan Luar Sekolah
Tabel 3.1 Kriteria Perhitungan

Referensi

Dokumen terkait

Karena semakin banyak pengguna di lingkungan kampus Universitas Gunadarma yang menggunakan fasilitas jaringan nirkabel ini,sehingga perlu dilakukan suatu pengamatan tentang

tcrschut kami mohon ijin dan hantuan hagi mahasiS\Va yang bcr~~1ngkutnn agar dapat mdakukan pcngamhilan data. di ternpat yang

bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/184/2015 tentang Pengelola Hibah GAVI sudah tidak sesuai dengan perkembangan regulasi yang terkait dengan organisasi

Beberapa hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah sebagai berikut : KTSP dikembangkan sesuai dengan

Sedangkan nilai rata-rata yang diberikan oleh lima orang guru terhadap prototipe bahan ajar menulis dongeng dengan pendekatan saintifik yaitu (1) aspek penyajian materi sebesar

siswa penyandang tunarungu sama dengan siswa yang normal dalam. mencari

STUDI IMPLEMENTASI KURIKULUM ISLAM TERPADU SESUAI STANDAR MUTU JSIT DI SMP IT AL MULTAZAM KABUPATEN KUNINGAN.. Universitas Pendidikan Indonesia |

“ how does the Indonesian language affect the use of English while talking to foreign tourists ,” the researcher was not only classified the sentences and phrases