• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL TAHUN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN DPR

RI

ANALISIS

KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL

TAHUN 2009

No. 08/VI/AN/2008

(2)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN DPR

RI

RINGKASAN

KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL

1

A. PENDAHULUAN

A.1. Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal 2009 adalah dasar penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2009 yang berisi penjelasan singkat mengenai perkembangan ekonomi I ndonesia dan hasil-hasil program kerja Pemerintah tahun-tahun sebelumnya, serta arah kebijakan fiskal dan sasaran pembangunan ekonomi di tahun 2009.

A.2. Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal 2009 yang disampaikan oleh Pemerintah mengacu dan didasarkan pada arah Rencana Pembangunan Jangka Menengah ( RPJM) 2004 – 2009 dan Rencana Kerja Pemerintah ( RKP ) Tahun 2009. Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2009 ini disusun dengan mempertimbangkan pengaruh- pengaruh :

1. Situasi dan kinerja ekonomi tahun-tahun sebelumnya.

2. Situasi ekonomi dunia dan regional.

B. REVIEW PEREKONOMIAN 2007 DAN PROYEKSI PEREKONOMIAN 2008

B.1. Realisasi asumsi makro 2007 dan proyeksi 2008 tercermin dalam tabel 1 berikut : Tabel 1

Kisaran Proyeksi Ekonomi Nasional 2008 dan Realisasi 2007 2008 Indikator

APBN- P 2007

Realisasi

2007 APBN APBN- P Proyeksi

Pertumbuhan PDB (%) 6,3 6,3 6,8 6,4 6,0 - 6,4

Nilai Tukar (Rp/US$) 9.050 9.140 9.100 9.100 9.000 – 9.100

Inflasi (%) 6,0 6,6 6,0 6,5 10,9 - 11,2

SBI 3 Bulan (%) 8,0 8,0 7,5 7,5 8,5 - 9,5

Harga Minyak (US$/barel) 60,0 69,69 60 95 110 Lifting Minyak (juta bph) 0,950 0,899 1,034 0,927 0,927

Defisit (%PDB) 1,5 1,3 1,6 2,1 1,8

Sumber : Departemen Keuangan

B.2. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di kuartal I tahun 2008 mencapai 6,3 % . Pertumbuhan tersebut sedikit lebih tinggi dari pertumbuhan di kuartal I 2007 sebesar 6,1 %.

Pada kuartal pertama 2008, pertumbuhan sektoral tertinggi masih dicapai oleh sektor transportasi dan komunikasi yang mencapai 19,7 % . Sektor pertanian tumbuh sebesar 6,0%. I ndustri manufaktur tumbuh 4,3%. Kinerja sektor pertambangan tumbuh negatif sebesar 2,3%.

Pada akhir 2008, pertumbuhan sektor pertanian diperkirakan mencapai 3,35 % hingga 3,59 % yang antara lain didorong oleh pelaksaan program-program di sektor

1 Disarikan dari “Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2009”, Departemen Keuangan RI , 2008

(3)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN DPR

RI

pangan, serta dampak masih cukup tingginya harga komoditas di pasar internasional. Sementara pertumbuhan sektor manufaktur diperkirakan akan mencapai kisaran 5,98 % hingga 6,38 %.

B.3. Hal- hal yang telah/sedang dilakukan Pemerintah pada Tahun 2008 : 1. Penghematan belanja K/L telah dilaksanakan Rp. 30,3 triliun.

2. Penerimaan negara non-migas sudah di optimalisasi Rp. 20 triliun.

3. Belanja risiko fiskal sudah digunakan Rp. 8,3 triliun.

4. Dari target penerbitan SBN Rp. 157 triliun, sampai Mei 2008 baru diterbitkan RP.

57,8 triliun dengan rate 2,5% - 3,5% lebih tinggi.

5. Tambahan pinjaman program (ADB, World Bank, Bilateral) telah diupayakan maksimal sebesar Rp. 25 triliun.

6. Langkah-langkah optimalisasi penerimaan migas, peningkatan lifting minyak dari 0,916 juta menjadi 0,927 juta barel.

Pemerintah juga akan melakukan usaha pengamanan keberlanjutan APBN terhadap perubahan situasi perekonomian dunia, regional dan nasional, dengan beberapa langkah penting, antara lain :

1. Optimalisasi penerimaan negara ( perpajakan dan sektor lain yang booming ).

2. Mendesign program ketahanan dan stabilitas harga pangan.

3. Penghematan lebih lanjut belanja Kementerian / Lembaga dan pengendalian alokasi DBH Migas.

4. Menaikkan harga BBM secara terbatas pada tingkat yang dapat ditanggung masyarakat.

5. Memberikan kompensasi kepada kelompok rumah tangga sasaran dan memperluas program penanggulangan kemiskinan.

6. Pengendalian konsumsi BBM dengan smart card.

7. Program penghematan listrik.

8. Kebijakan pendukung produksi Migas.

C. ARAH KEBIJAKAN EKONOMI MAKRO DALAM RKP 2009

C.1. Sesuai dokumen RKP Tahun 2009, tema pembangunan tahun 2009 adalah : Peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengurangan kemiskinan C.2. Tema tersebut dioperasionalisasikan melalui 6 (enam) prinsip utama :

1. Pengarusutamaan partisipasi masyarakat

2. Pengarusutamaan pembangunan yang berkelanjutan 3. Pengarusutamaan gender

4. Pengarusutamaan tata kelola yang baik (good governance)

5. Pengarusutamaan pengurangan kesejangan antar wilayah dan percepatan pembangunan daerah tertinggal

6. Pengarusutamaan desentralisasi dan otonomi daerah

(4)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN DPR

RI

C.3. Sasaran Kegiatan Pembangunan :

1. Peningkatan pelayanan dasar dan pembangunan pedesaan, meliputi sasaran pengentasan kemiskinan, peningkatan pendidikan, kesehatan dan keluarga berencana serta pembangunan pedesaan.

2. Percepatan Pembangunan yang berkualitas, meliputi sasaran pertumbuhan ekonomi (komponen dalam perhitungan PDB : pertumbuhan konsumsi masyarakat dan pemerintah, investasi, serta perdagangan internasional), peningkatan daya beli masyarakat, konsumsi pemerintah, perkuatan sumber- sumber investasi, peningkatan ekspor.

3. Dukungan kebijakan ekonomi, meliputi kebijakan sektor riil, sektor moneter dan desentralisasi fiskal.

D. POKOK- POKOK KEBIJAKAN FISKAL 2009 D.1. Asumsi Dasar RAPBN 2009

Tabel 2

Asumsi Makro RAPBN 2009 2008 Indikator Ekonomi

APBN- P Outlook

2009 Proyeksi Pertumbuhan PDB (%) 6,4 6,0 - 6,4 6,2 – 6,5 Nilai Tukar (Rp/US$) 9.100 9.000 – 9.100 8.950 – 9.050

Inflasi (%) 6,5 10,9 - 11,2 5,8 – 6,2

SBI 3 Bulan (%) 7,5 8,5 - 9,5 7,25 – 7,75 Harga Minyak (US$/barel) 95 110 95 - 110 Lifting Minyak (juta bph) 0,927 0,927 0,927 – 0,950 Sumber : Departemen Keuangan

D.2. Pokok- Pokok Kebijakan Fiskal 2009

1. Pelaksanaan amandemen UU PPh dan PPN yang saat ini masih dalam proses pembahasan di DPR

2. Peningkatan pembangunan infrastruktur terutama bandara dan pelabuhan 3. Pelaksanaan pengendalian konsumsi BBM melalui smart card dan kartu kendali 4. Sharing beban subsidi BBM ke daerah melalui pengurangan pendapatan dalam

negeri bersih sebagai basis perhitungan DAU

5. Pelaksanaan amandemen UU Pajak Daerah dan Retribusi daerah (PDRD)

Disamping itu, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, Pemerintah perlu melakukan perbaikan quality of spending dan penajaman prioritas terhadap belanja tidak mengikat.

D.3. Resiko Fiskal RAPBN 2009

Arah kebijakan fiskal dalam tahun 2009 dihadapkan pada berbagai resiko yang setiap saat dapat membuat besaran-besaran APBN berubah dari yang direncanakan.

Beberapa faktor yang berpotensi menimbulkan resiko pada RAPBN 2009 adalah sebagai berikut :

1. Sensitivitas asumsi ekonomi makro terutama tren kenaikan harga minyak dan harga komoditi.

(5)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN DPR

RI

2. Resiko utang , bersumber dari resiko pembiayaan kembali yang muncul sebagai dampak kebijakan debt reprofiling dan penerbitan utang baru.

3. Terkait dengan pemberian jaminan Pemerintah pada proyek pembangunan infrastruktur

4. Kinerja keuangan BUMN yang dapat mempengaruhi kontribusi BUMN terhadap APBN.

5. Resiko lain yang berpotensi memberikan tambahan beban kepada APBN seperti resiko yang timbul karena kebijakan pemekaran daerah, tuntutan hukum pihak lain, kewajiban untuk memberikan bantuan tanggap darurat.

(6)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN DPR

RI

ANALISIS

E. Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok- Pokok Kebijakan Fiskal 2009 E.1. Melihat dari pencapaian sasaran pokok-pokok kebijakan fiskal setidaknya pada

akhir tahun 2007 hingga kuartal pertama 2008, tampaknya Pemerintah kurang memberikan respon yang tepat atas dampak berbagai perkembangan faktor eksternal, antara lain tingginya harga minyak dunia belum direspon dengan cepat. Akibatnya sebagian besar asumsi makro ekonomi pada APBN 2008 meleset dan harus di revisi dalam APBN-P 2008, bahkan mulai dibicarakan pula perlunya APBN-P I I 2008. Kecenderungan kenaikan harga minyak dunia memberikan pengaruh yang signifikan terhadap naiknya harga-harga komoditas primer di pasar internasional.

E.2. Tahun 2009 mendatang, perekonomian masih juga dihadapkan pada berbagai permasalahan struktural di bidang investasi terkait dengan infrastuktur dan ketersediaan energi. Kondisi ini agaknya akan semakin berat mengingat masih terbatasnya kapasitas, produktivitas, efisiensi produksi yang dimungkinkan akan semakin terpuruk jika dilakukan kebijakan pengurangan subsidi yang berdampak kenaikan harga BBM.

E.3. Kenaikan harga BBM, akan memicu tingginya biaya operasional produksi.

Padahal, hingga kuartal I 2008 lalu, kapasitas dan kualitas pertumbuhan belum sepenuhnya menggembirakan. Hal ini juga berdampak terhadap belum membaiknya daya saing I ndonesia dan terbatasnya daya serap terhadap tenaga kerja.

E.4 Kenaikan harga BBM juga berdampak pada peningkatan jumlah penduduk miskin dan pengangguran. Berdasarkan analisis Lembaga I lmu Pengetahuan I ndonesia (LI PI ), jumlah penduduk miskin pada akhir 2008 akan mencapai 41,1 juta jiwa (21,92%), naik 4,7 juta jiwa dibandingkan Maret 2007 yang sebesar 37,2 juta jiwa (16,58% ). Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) hanya mampu menahan 12 juta orang untuk tidak jatuh miskin. Bila tanpa BLT, jumlah orang miskisn diperkirakan menacapai 53,7 juta jiwa (28,64% ). Menurut Maxensus Tri Sambodo2 kenaikan harga BBM meningkatkan garis kemiskinan menjadi Rp195.000/ orang/ bulan sehingga semakin banyak masyarakat yang menjadi miskin dengan menggunakan parameter yang sama seperti yang digunakan BPS yaitu merupiahkan nilai kalori makanan setara 2.100 kalori per hari.

E.5. Selain itu Kenaikan harga BBM diproyeksikan membuat 348.116 orang kehilangan potensi mendapatkan pekerjaan. Alasanya, kenaikan harga BBM membuat pertumbuhan ekonomi tahun 2008 berpeluang turun dari target semual 6,4%

menjadi 6%. Kenaikan biaya produksi yang diiringi penurunan daya beli masyarakat menyebabkan kapasitas produksi nasional terpangkas. Penurunan itu membuat penyerapan tenaga kerja setiap sektor ekonomi ikut berkurang.

Menurut Wijaya Adi 3 semenjak krisis, tingkat kapasitas produksi turun. Setelah kenaikan harga BBM, kapasitas ini kembali turun 10%.

2 Peneliti Ekonomi Pusat Penelitian Ekonomi LIPI pada Harian Sindo, Kamis 29 Mei 2008 hal 1”Jumlah Penduduk Miskin Melonjak”.

3 Peneliti Ekonomi Pusat Penelitian Ekonomi LIPI pada Harian Sindo, Kamis 29 Mei 2008 hal 1”Jumlah Penduduk Miskin Melonjak”.

(7)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN DPR

RI

F. Pertumbuhan Ekonomi

Untuk RAPBN 2009, pemerintah menentukan angka pertumbuhan ekonomi sebesar 6,2 % – 6,5%. Angka tersebut turun dari prediksi dalam pagu indikatif 6,4-6,6 %. Bahkan prediksi pertumbuhan ekonomi I ndonesia ini tergolong moderat dibanding beberapa negara industri baru Asia yang lain, seperti China India 9,4%, Vietnam 8,3%, Singapura 7,6% dan Sri Langka 7,4%.

Target tersebut dapat dicapai jika pemerintah mengupayakan meningkatkan daya beli masyarakat, mampu mendorong investasi dan menggerakan sektor rill, serta menjaga surplus neraca perdagangan.

Sebagai perbandingan, selama tiga tahun berturur-turut pertumbuhan ekonomi selalu dikoreksi ke bawah baik yang bersumber dari pengeluaran maupun sektor- sektor usaha.

Tabel 3

Laju Pertumbuhan PDB 2006 - 2008 (persen, y-o-y)

2006 2007 2008

Uraian

APBN-P Realisasi APBN-P Perkiraan

Realisasi APBN RAPBN-P

Prodek Domestik Bruto 5,9 5,5 6,3 6,3 6,8 6,4

Menurut Penggunaan

Pengeluaran Konsumsi 4,9 3,9 5,6 5,1 5,9 5,6

Masyarakat 5,0 3,2 5,1 5,0 5,9 5,5

Pemerintah 4,0 9,6 8,9 5,8 6,2 5,8

Pembentukan Modal Tetap Bruto 14,1 2,9 12,3 7,8 15,5 12,3

Ekspor Barang dan Jasa 11,1 9,2 9,9 9,0 12,7 11,9

Impor Barang dan Jasa 25,6 7,6 14,2 8,4 17,8 15,7

Menurut Lapangan Usaha

Pertanian 2,1 3,0 2,7 3,2 3,7 3,3

Pertambangan dan Penggalian _4,9 2,2 2,9 3,0 3,2 3,0

Industri Pengolahan 6,4 4,6 7,2 7,2 7,7 7,3

Listrik, gas dan air bersih 4,2 5,9 6,2 6,5 8,2 6,7

Bangunan 6,9 9,0 9,4 8,6 10,0 8,8

Perdagangan, hotel dan restoran 5,8 6,1 7,0 7,0 7,2 6,9

Pengangkutan dan Komunikasi 14,0 13,6 13,7 12,7 14,0 13,5

Keuangan, persewaan , jasa

perusahaan 7,9 5,7 6,0 5,9 6,2 5,9

Jasa-jasa 5,4 6,2 4,2 4,5 4,0 4,0

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa sumber-sumber Produk Domestik Bruto (PDB) baik menurut penggunaan maupun menurut lapangan usaha menunjukkan pola yang sama yaitu realisasi cenderung lebih rendah dari target yang ditetapkan.

Menurut penggunaannya, kegiatan impor barang dan jasa ditargetkan memberikan kontribusi yang paling besar terhadap pertumbuhan PDB namun realisasinya selalu lebih rendah. Salah satu sebabnya adalah melambatnya

(8)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN DPR

RI

pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang dan negara maju yang mempengaruhi kinerja ekspor-impor Indonesia.

Konsumsi masyarakat merupakan penyumbang terkecil PDB. Nilai realisasinya selama tiga tahun tersebut selalu lebih rendah. Hal ini disebabkan menurunnya daya beli masyarakat karena kenaikan harga-harga. Kenaikan harga BBM pada bulan Oktober 2005 sebesar 126% serta peningkatan harga pada beberapa kebutuhan pokok (sembako) antara lain tepung terigu, minyak goreng dan kedelai pada Januari 2008 merupakan faktor turunnya daya beli masyarakat.

Lebih rendahnya realisasi konsumsi pemerintah antara lain disebabkan adanya penghematan dan penajaman prioritas belanja kementerian Negara/lembaga pada tahun 2008.

Menurut lapangan usaha, sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan penyumbang terbesar PDB sedangkan sektor pertanian merupakan penyumbang terkecil PDB.

G. Inflasi

G.1. Pemerintah membuat outlook inflasi 2008 berada pada kisaran 10,9 – 11,2%.

Sementara Bank I ndonesia mengkalkulasi kenaikan harga bahan bakar minyak rata-rata 30 persen akan membuat laju inflasi selama 2008 dapat melampaui 12 persen. I ni berarti laju inflasi 2008 melonjak dua kali lipat dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya yang berkisar di level 6 persen.

G.2. Ekonom BNI A Tony Prasetiantono mengatakan, inflasi tinggi yang berlangsung berkepanjangan amat berbahaya bagi perekonomian. Awalnya, inflasi atau kenaikan harga akan menurunkan daya beli masyarakat, terutama yang miskin.

Berikutnya, investor dan pelaku usaha akan mengerem ekspansinya karena permintaan konsumen turun. Keuntungan korporasi dan karyawan pun berkurang. Dampak lebih luas, pertumbuhan ekonomi akan anjlok (Kompas, 23 Mei 2008)

G.3. Dengan kondisi demikian, tentunya pemerintah harus bekerja keras untuk mencapai target inflasi dalam RAPBN 2009 yang ditargetkan antara 5,8-6,2%.

Catatan terhadap beberapa Prioritas dan Program-Program Pemerintah pada 2009 :

H. Reorientasi kebij akan subsidi dalam kerangka Peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengurangan kemiskinan.

H.1. Sebagaimana disebutkan dalam bab sebelumnya bahwa tema pembangunan tahun 2009 adalah : Peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengurangan kemiskinan. Dengan demikian angka pengangguran dan kemiskinan dapat menjadi indikator keberhasilan pembangunan. Tingkat penduduk miskin diproyeksikan sebesar 18,8 juta orang (8,2%). Faktanya sampai dengan Maret 2007 berdasarkan Berita Resmi Statistik BPS 2 Juli 2007, kemiskinan masih jauh dari target yang dipatok. Jumlah penduduk miskin masih sebesar 37,17 juta orang (16,58% ), menurun sebesar 2,13 juta orang dari sebesar 39,30 juta orang (17,75%). Berdasarkan analisis Lembaga I lmu Pengetahuan I ndonesia (LI PI ),

(9)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN DPR

RI

jumlah penduduk miskin pada akhir 2008 akan mencapai 41,1 juta jiwa (21,92%) sebagai akibat kenaikan harga BBM.

H.2. Begitu pula pengangguran. Menurut data BPS Per Februari 2005 tercatat sejumlah 10,85 juta penganggur (10,26%), naik menjadi 11,10 juta (10,25%) pada Februari 2006, kemudian turun ke angka 10,54 juta (9,75%) pada Februari 2007. Padahal proyeksi RPJM untuk periode 2005 – 2007 berturut-turut adalah 9,9 juta (9,5% ), 9,4 juta (8,9%) dan 8,5 juta (7,9%). Apalagi untuk mengejar target RPJM dua tahun terakhir yang sebesar 7,3 juta (6,6% ) dan 5,7 juta (5,1% ) penganggur tentu merupakan pekerjaan yang sangat berat. Dengan kenaikan harga BBM diproyeksikan membuat 348.116 orang kehilangan potensi mendpatkan pekerjaan.

H.3. Keberadaan APBN hampir tidak pernah terlepas kebijakan subsidi. Dalam tatanan perekonomian Negara , kebijakan subsidi dijadikan instrumen oleh pemerintah, khususnya negara yang sedang berkembang dengan beberapa tujuan, antara lain :

1. Agar terjadi mekanisme redistribusi pendapatan masyarakat, dimana masyarakat kurang mampu dapat mengkonsumsi barang/ jasa yang disubsidi secara merata

2. Terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat

3. Menjaga stabilitas ekonomi, menciptakan kestabilan harga yang ditunjukkan dengan adanya inflasi yang terkendali

4. Mengatasi kegagalan mekanisme pasar (market failure)

Dalam penentuan kebijakan subsidi, hal-hal/ kriteria yang sebaiknya dipertimbangkan adalah :

1. Tujuan pemberian subsidi 2. Ketepatan

3. Pengajuan dan pencairan 4. Jenis subsidi itu sendiri 5. Dampak Subsidi 6. Harga Kekonomian

Selain ke enam kriteria tersebut, perlu kiranya dipertimbangkan faktor distorsi yaitu hal-hal yang dapat menggganggu efesiensi dan efektifitas implementasi kebijakan subsidi.

I. Realisasi APBN (Konsumsi Pemerintah)

Salah satu penyebab rendahnya pertumbuhan ekonomi adalah realisasi APBN yang rendah. Sebagaimana diketahui pada saat sumber-sumber pertumbuhan lain seperti invesatasi dan ekspor mengalami perlambatan maka peran pengeluaran pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi amat vital. Pos pengeluaran pemerintah yang akan menciptakan multiplier effect besar terhadap ekonomi domestik adalah belanja modal dan barang.

Kegagalan target penyerapan anggaran akan berakibat pada hilangnya manfaat belanja karena dana yang telah dialokasikan ternyata tidak semuanya dapat dimanfaatkan yang berarti ada idle money. Padahal apabila pengalokasian anggaran efesien, maka keterbatasan sumber dana yang dimiliki negara dapat dioptimalkan untuk mendanai kegaitan strategis. Sumber-sumber penerimaan

(10)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN DPR

RI

negara yang terbatas dihadapkan pada kebutuhan masyarakat yang tidak terbatas mengharuskan Pemerintah menyusun prioritas kegaitan dan pengalokasian yang efektif dan efesien. Dalam pengalokasian anggaran sebaiknya Pemerintah juga memperhatikan penyerapan dari masing-masing pos belanja.

Tabel 6

2007 2006

Belanja Negara Rp 854,29 Rp 227,33 26,61% 37,41% 27,70%

Belanja Pegawai Rp 128,30 Rp 38,52 30,02% 45,72% 41,40%

Bantuan Sosial Rp 66,15 Rp 9,14 13,81% 28,49% 27,80%

Belanja Modal Rp 95,41 Rp 10,49 11,00% 16,80% 18,60%

Belanja Barang Rp 69,37 Rp 9,99 14,40% 21,87% 24,10%

Pembayaran Bunga Utang Rp 91,37 Rp 27,51 30,11% 45,98% 47,30%

Belanja Subsidi Rp 97,87 Rp 36,39 37,18% 37,67% 9,50%

Dana Bagi Hasil Rp 66,07 Rp 12,69 19,20% 13,12% 28,74%

Dana Alokasi Umum Rp 179,50 Rp 73,60 41,00% 58,11% 58,29%

Dana Alokasi Khusus Rp 21,20 Rp 6,15 28,99% 12,08% 13,54%

Dana Penyesuaian Rp 6,90 Rp 0,59 8,60% 7,96% 33,07%

Sumber : Departemen Keuangan

*) LKPP Semester I Tahun 2007 (unaudited)

% Realisasi Sem I 2006 thd APBN-P 2008

Uraian

Realisasi Belanja APBN 2008 s.d. 15 Mei 2008 dengan Sem I 2007 dan 2006 dalam Persentase

Realisasi s.d.15 Mei 2008 (triliun)

APBN %Realisasi

thd APBN

% Realisasi Sem I 2007 thd APBN *)

Hingga 15 Mei 2008, realisasi total belanja negara mencapai 26,61% . Adapun realisasi semester I 2007 adalah sebesar 37,41% . Dengan demikian masih ada waktu bagi pemerintah untuk menyerap anggaran belanjanya. Untuk tahun 2008, jenis belanja pemerintah pusat yang paling tinggi realisasinya adalah belanja subsidi sebesar 37,18% diikuti dengan pembayaran bunga utang sebesar 30,11%. Untuk belanja daerah realisasi yang paling tinggi adalah Dana Alokasi Umum sebesar 41% . Pada realisasi semester I tahun 2007 dan semester I 2006 dimana pembayaran bunga utang menempati proporsi tertinggi belanja pemerintah pusat.

J. Antisipasi Penurunan Daya Beli Masyarakat

Peningkatan daya beli antara lain didukung kenaikan upah riil : Kenaikan upah minimum riil 2007 masih positif terutama di beberapa propinsi yang porsi konsumsi swastanya terhadap konsumsi nasional tinggi seperti DKI , Jabar dan Jatim. Namun jika kebijakan pengurangan subsidi diterapkan, dengan akibat melonjaknya harga BBM maka harus segera diantisipasi terjadinya penurunan daya beli masyarakat.

Upaya Pemerintah dalam meningkatkan sistem perlindungan sosial, terutama bagi masyarakat miskin yang rentan terhadap dampak, mutlak diperlukan.

Namun, bukan berarti cukup dengan mengadaptasi pola-pola lama strategi perlindungan sosial, seperti program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Subsidi beras.

(11)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN DPR

RI

Namun, berbagai temuan mengenai program-program ini, perlu ditindaklanjuti dengan penyempurnaan segera, agar mekanisme dan sasaran program-program tersebut dapat lebih optimal.

(12)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN DPR

RI

Pendapat Pakar : Iman Sugema 4

Menurut I man Sugema dalam “Staretegi Anggaran 2009” ekonomi I ndonesia akan dilanda oleh enam shock yaitu : ketidakpastian finansial, tingginya harga energi, tingginya harga pangan, tingginya harga bahan baku dan barang modal, rendahnya permintaan ekspor dan pendekatan monetarist. Apabila tidak dkelola dengan baik maka ekonomi 2009 bisa menjadi runyam.

Kebijakan Anggaran yang perlu dilakukan adalah :

1. Once for all solution untuk mengatasai masalah kenaikan harga energi yaitu dengan kebijakan :

– fixed subsidy atau subsidi tetap adalah subsidi dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap liter bensin yang dikonsumsi masyarakat (misalnya Rp2500 per liter solar). Beban APBN menjadi sangat tergantung hanya pada volume konsumsi, bukan pada tingkat harga. Keuntunggannya adalah tidak ada tambahan beban APBN pada saat harga naik sedangkan kelemahannya adalah ketika harga turun maka bebannya secara relatif menjadi bertambah berat dibanding dengan penerimaan migas yang turun.

– fiscal neutrality, merupakan sebuah prinsip dimana beban tambahan harus sama dengan penerimaan tambahan sehingga tidak timbul resiko fiskal ketika terjadi perubahan harga. Dengan cara ini, subsidi BBM disesuaiakn secara otomatis dengan jumlah penerimaan pemerintah yang berasal dari migas. Hal ini berguna untuk menciptakan kepastian anggaran baik ketika terjadi kenaikan harga maupun penurunan harga.

2. Fokus anggaran , misalnya : - Penciptaan lapangan kerja - stimulus bagi perekonomian

Asumsi makro menurut prediksi Iman Sugema adalah sebagai berikut : Indikator Ekonomi 2009

Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi (%) 3,0 – 5,0 Nilai Tukar (Rp/US$) 9.000 – 9.500

Inflasi (%) 7,5 – 9,0

SBI 3 Bulan (%) 8

Harga Minyak (US$/barel) 130 - 150 Lifting Minyak (juta bph) 1,05 juta PDB (miliar Rp) 5.022.497

4Peneliti pada International Center for Applied Finance and Economics (InterCAFE) - IPB

(13)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN DPR

RI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

Untuk memperkuat keberlanjutan ekspansi perekonomian, sinergi kebijakan makroekonomi yang solid dan partipasi positif pelaku ekonomi menjadi penting. Untuk itu, kebijakan ekonomi dalam rangka mendorong iklim investasi yang semakin kondusif perlu ditingkatkan, khususnya realisasi program pembangunan infrastruktur. Sementara itu, kebijakan moneter dan perbankan diarahkan untuk menciptakan stabilitas makro sekaligus memfasilitasi sektor riil untuk memperoleh dukungan pembiayaan secara lebih kompetitif.

Kendala tetap perlu mendapat perhatian terutama berbagai permasalahan struktural di bidang investasi terkait dengan infrastuktur dan ketersediaan energi. Kondisi ini menyebabkan masih terbatasnya kapasitas, produktivitas, dan efisiensi produksi sehingga kapasitas dan kualitas pertumbuhan belum sepenuhnya menggembirakan. Hal ini juga berdampak terhadap belum membaiknya daya saing I ndonesia dan terbatasnya daya serap terhadap tenaga kerja.

Kebijakan tersebut perlu didukung dengan kebijakan untuk meningkatkan stabilitas keuangan antara lain melalui percepatan pendalaman pasar keuangan. Disamping itu, BI diharapkan meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah dan instansi terkait untuk mempertajam identifikasi sektor/ produk yang dapat dijadikan unggulan serta mengantisipasi tekanan inflasi ke depan.

Rekomendasi

Merumuskan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang terbaik, terpadu, efektif dan efisien yang tertuang dalam RKP 2009 dan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga 2009.

Dalam Pengalokasian anggaran selain mempertimbangkan agenda prioritas pembangunan sebaiknya juga memperhatikan distorsi dari implementasi pelaksanaan program-program pembangunan yang telah ditetapkan dan realisasi anggaran tahun-tahun sebelumnya.

(14)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN DPR

RI

This document was created with Win2PDF available at http://www.win2pdf.com.

The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only.

This page will not be added after purchasing Win2PDF.

Referensi

Dokumen terkait

Artinya korelasi parsial yang terjadi adalah tidak murni atau dapat dikatakan tidak terdapat hubungan atau pengaruh yang murni antara tingkat pendidikan formal terhadap

Dengan menerapkan strategi Discovery Learning dan Project Based Learning siswa dapat mengetahui, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, menanggapi, mengorganisir, dan menulis

Sumber dan Saluran Informasi pemuka pendapat kelompok tani sebagai responden yang diteliti dalam penelitian ini antara lain frekuensi kontak dengan penyuluh dan peneliti BPTP

Hasil foto SEM pada Gambar 4.13 menunjukkan bahwa membran selulosa diasetat dari serat daun nanas dengan komposisi 1% dan waktu penguapan 30 detik merupakan

Perbedaan dengan sudut pandang lainnya, disini Jepang bertindak sebagai aktor sosial bukan sebagai aktor rasional yang hanya memandang bahwa suatu bentuk kerjasama

Untuk membuat lembar kerja lebih mudah dibaca dan mengurangi kemungkinan error, Anda dapat memasukkan pecahan dan menam- pilkannya dalam format pecahan dengan diawali nilai nol

Akhir-akhir ini stres oksidatif diketahui berperan penting dalam patogenesis akne vulgaris.Terdapat laporan yang menyatakan bahwa ROS, dibentuk oleh neutrofil pada dinding

Dari hasil analisis didapatkan sinyal sinus murni adalah sinyal modulasi yang optimum untuk meminimisasi riak arus keluaran inverter PWM multifasa dengan ggl beban