• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013 ACHSAN FIRMANSYAH SUNUSI M 111 07 091 OLEH PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PAPAN PARTIKEL TANPA PEREKAT DARI TIGA JENIS BAMBU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013 ACHSAN FIRMANSYAH SUNUSI M 111 07 091 OLEH PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PAPAN PARTIKEL TANPA PEREKAT DARI TIGA JENIS BAMBU"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PAPAN PARTIKEL TANPA PEREKAT DARI TIGA JENIS

BAMBU

OLEH

ACHSAN FIRMANSYAH SUNUSI M 111 07 091

FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

(2)

ii HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Perbandingan Karakteristik Papan PArtikel Tanpa Perekat dari Tiga Jenis Bambu

Nama : Achsan Firmansyah Sunusi Nim : M 111 07 091

Jurusan : Kehutanan

Skripsi ini Disusun sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan

pada

Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Suhasman, S.Hut.,M.Si. Dr. A. Detti Yunainti, S.Hut.,M.P.

NIP. 19690402200003 1 001 NIP. 19700606199512 1 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin

Dr.Ir. Beta Putranto, M.Sc NIP. 19540418197903 1 001 Tanggal : 28 Agustus 2013

(3)

iii ABSTRAK

Achsan Firmansyah Sunusi (M 111 07 091). Perbandingan Karakteristik Papan Partikel Tanpa Perekat dari Tiga Jenis Bambu dibawah bimbingan Suhasman dan A. Detti Yunianti

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik papan partikel tanpa perekat berbahan baku tiga jenis bambu. Bambu parring (Gigantochloa atter Kurtz) diambil dari hutan bambu rakyat Tanralili Kabupaten Maros, sementara bambu tallang (Schizotachyum brachycladum Kurtz.) dan bambu betung (Dendrocalamus asper) diambil dari Kecamatan Batu Papan Makale Kabupaten Tana Toraja. Bambu tersebut dihilangkan buku dan kulitnya untuk kemudian dijadikan partikel kering udara. Partikel dioksidasi menggunakan hidrogen peroksida 15 % berdasarkan berat kering oven papan partikel dan fero sulfat 7,5 % berdasarkan berat hidrogen peroksida. Papan partikel yang dibuat selain untuk masing-masing jenis bambu, dibuat pula papan partikel kombinasi dua jenis bambu dengan rasio perbandingan 1:1 dan mengkombinasikan seluruh jenis bambu dengan rasio 1:1:1. Pengujian yang dilakukan mengacu pada standar JIS A 5908 (JSA, 2003). Karakteristik papan partikel yang dihasilkan untuk nilai sifat fisik cukup baik namun untuk sifat mekanik khususnya MOE dan MOR belum memenuhi standar JIS A 5908 (JSA, 2003).

Papan partikel yang dibuat dengan bahan baku bambu betung dan tallang serta kombinasi kedua bambu tersebut memiliki kualitas yang cukup baik dibandingkan dengan papan partikel dengan bahan baku bambu parring.

(4)

iv KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul. “Karakteristik Papan Partikel Tanpa Perekat dari Tiga Jenis Bambu”.

Banyak kendala yang penulis hadapi dalam proses penyusunan skripsi ini, namun semua hal tersebut dapat terselesaikan dengan baik berkat adanya bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya terutama kepada:

1. Bapak Dr. Suhasman, S.Hut., M.Si. dan Ibu Dr. Detti Yunianti, S.Hut., M.P.

selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan tenaga serta kesabaran dalam memberikan bimbingan dan mengarahkan penulisan sejak awal hingga penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ir. Bakri, M.Sc., Bapak Dr. H. A. Mujetahid M, S.Hut.,M.P. dan Bapak Dr. Ir. Beta Putranto, M.Si. selaku penguji yang banyak memberikan saran, bantuan dan koreksi dalam penyusunan skripsi ini.

3. Seluruh Staf Administrasi Fakultas Kehutanan UNHAS yang telah banyak membantu penulis dalam pengurusan administrasi selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Kehutan UNHAS.

4. Kanda Agussalim S.Hut.,M.Si., Kanda Muhammad Daud S.Hut.,M.Si., Kanda Heru Asriandi, Kanda Walid AS S.Hut, Kanda Fery S.Hut, Bro

(5)

v Adrian Justin, Dinda Agusriandi, Dinda Syahrul Ramadhan yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Teman-teman di Laboratorium Pemanfaatan dan Pengolahan Hasil Hutan;

Imam Gazali, Hermawan, Saharuddin, Usrah, S.Hut, Agustina Mangalla, S.Hut, Anti, Andi Muhalisa, Riska Meylawati atas bantuan dan dukungan selama proses pelaksaan penelitian ini

6. Sahabat-sahabatku di Tim Layanan Kehutanan Masyarakat Unhas; Ismet Tarunata S.Hut, Anugrahandini Nasir S.Hut, Haerudin S.Hut, Sainuddin S.Hut, Naufal Achmad S.Hut, Ahmad Afif S.Hut, Faisal M S.Hut, Ikarurul Ahrul, terima kasih atas bantuan dan motivasi yang diberikan kepada penulis, serta buat teman-temanku di Himpunan Mahasiswa Islam, BEM Kehutanan Sylva Indonesia (PC.) Unhas terima kasih karena telah menjadi tempat belajar yg baik untuk penulis.

7. Saudara-saudara seperjuanganku angkatan 2007 (Mourihato Hayashi 07), terima kasih atas kebersamaan, kecerian dan kekompakan kita selama ini. Sukses selalu buat kita semua.

Ucapan terima kasih yang terkhusus dan sebesar - besarnya kepada Ayahanda Ir. H. Muh Sunusi Kasim (alm) dan Ibunda Hj. Sakiah tersayang yang tak pernah putus mencurahkan doa kasih sayang dan dukungan yang diberikan baik berupa material maupun moril. Kakakku Arham Icwardani serta adik-adikku tercinta Muftihaturrahmah serta Achyar Alamsyah yang telah mencurahkan doa, kasih sayang , perhatian serta persaudaraan indah selama ini.

(6)

vi Penulis menyadari bahwa bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan dan kekeliruan. Namun demikian, penulis berharap kiranya saran dan kritik yang membangun. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik sebagai bahan referensi untuk peneletian selanjutnya maupun untuk bahan pembangunan industri pengolahan kayu khususnya industri papan partikel. Sekian dan terima kasih.

Makassar, 28 Agustus 2013 Penulis

(7)

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan dan Kegunaan ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Papan Partikel Tanpa Perekat ... 4

B. Bambu ... 6

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat ... 10

B. Alat dan Bahan ... 10

C. Prosedur Penelitian ... 10

D. Analisis Data ... 16

(8)

viii IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sifat Fisik Papan Partikel ... 18

1. Kerapatan ... 18

2. Kadar Air ... 19

3. Daya Serap Air ... 21

4. Pengembangan Tebal ... 24

B. Sifat Mekanis Papan Partikel ... 25

1. Determinasi MOE ... 25

2. Determinasi MOR ... 26

3. Internal Bond (IB) ... 27

C. Gambaran Umum Papan Partikel Tanpa Perekat dari Bambu ... 29

V. PENUTUP Kesimpulan ... 30

Saran ... 30 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(9)

ix DAFTAR TABEL

Nomor Halaman Teks

1. . Nilai Hasil Uji DMRT Kadar Air Papan Partikel ... 20

2. . Nilai Rata-rata Kadar Air Papan Partikel ... 21

3. . Nilai Hasil Uji DMRT Daya Serap Air 2 Jam Papan Partikel ... 22

4. . Nilai Rata-rata Daya Serap Air 2 Jam Papan Partikel ... 23

5. . Nilai Hasil Uji DMRT Daya Serap Air 2 Jam Papan Partikel ... 23

6. . Nilai Rata-rata Daya Serap Air 24 Jam Papan Partikel ... 23

(10)

x DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman Teks

1. Pola Pemotongan Contoh Uji ... 12

2. Pengujian Keteguhan Rekat ... 16

3. Histogram Nilai Kerapatan Papan Partikel ... 18

4. Histogram Nilai Kadar Air Papan Partikel ... 19

5. Histogram Nilai Daya Serap Air ... 21

6. Histogram Nilai Pengembangan Tebal ... 25

7. Histogram Nilai MOE Papan Partikel ... 26

8. Histogram Nilai MOR Papan Partikel ... 27

9. Histogram Nilai Internal Bond Papan Partikel ... 28

(11)

xi DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman Teks

1. Sifat Fisik Papan Partikel Tanpa Perekat dari Tiga Jenis Bambu ... 34

2. Sifat Mekanis Papan Partikel Tanpa Perekat dari Tiga Jenis Bambu ... 36

3. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Terhadap Kerapatan ... 38

4. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar air... 38

5.Hasil Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Terhadap DSA 2 Jam ... 38

6.Hasil Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Terhadap DSA 24 Jam ... 38

7.Hasil Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Terhadap Peng. Tebal 2 Jam ... 38

8.Hasil Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Terhadap Peng. Tebal 24 Jam ... 39

9.Hasil Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Terhadap MOE ... 39

10. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Terhadap MOR ... 39

11. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Terhadap IB ... 39

12. Dokumentasi Penelitian ... 4

(12)

1 I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan akan kayu dewasa ini semakin meningkat sementara kayu yang diproduksi baik dari hutan alam maupun hutan tanaman tidak dapat lagi memenuhinya. Statisitik kehutanan tahun 2009 menunjukkan data produksi hutan tanaman mencapai 18,95 juta m3 (HTI) dan 0,09 juta m3 (Perhutani) (Kementrian Kehutanan, 2010). Produksi hutan alam dari HPH hanya mencapai 4,86 juta m3 dan dari IPK sejumlah 6,62 juta m3. Padahal kebutuhan kayu nasional mencapai 64 juta m3 per tahun (Departemen Kehutanan, 2006). Hal tersebut menunjukkan terjadinya ketimpangan yang tinggi antara ketersediaan produki kayu dengan kebutuhan kayu nasional. Beberapa upaya telah dikembangkan dalam rangka mengatasi keterbatasan tersebut dengan memanfaatkan perkembangan teknologi dan menciptakan produk-produk komposit.

Papan partikel merupakan salah satu produk komposit yang telah banyak dikembangkan. Papan partikel yang dikembangkan diharapkan mampu memaksimalisasi bahan baku kayu dan bahan berlignoselulosa lainnya. Namun demikian, data yang diungkapkan Li (2002) menunjukkan bahwa sebanyak 96,6

% pembuatan papan partikel selama ini masih menggunakan perekat yang mengandung senyawa formaldehida. Penggunaan senyawa kimia ini berpotensi mengganggu kesehatan manusia terlebih perekat tersebut didominasi senyawa turunan minyak bumi sehingga tidak terbarukan.

(13)

2 Telah banyak upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut salah satunya yaitu pembuatan papan partikel binderless atau tanpa perekat. Sejumlah penelitian telah banyak dilakukan untuk mengembangkan pembuatan papan partikel tanpa perekat. Pembuatan papan partikel tanpa perekat dengan metode oksidasi telah dilakukan oleh Suhasman (2010a). dalam penelitian tersebut memanfaatkan bambu andong sebagai bahan baku pembuatan papan partikel. Penelitian ini menghasilkan karakteristik papan partikel yang cukup baik meskipun belum mampu menyamai papan partikel konvensional. Hal ini diduga diakibatkan oleh berbagai faktor antara lain komponen kimia penyusun bambu, ukuran partikel maupun faktor-faktor lainnya. Oleh karena itu, pembuatan papan partikel tanpa perekat khususnya menggunakan bahan baku bambu dengan jenis yang berbeda terbuka luas untuk dikembangkan.

Bambu merupakan hasil hutan bukan kayu yang sangat potensial dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan papan partikel. Menurut Muin et al.

(2006) di Indonesia khusunya di Sulawesi Selatan memiliki potensi yang cukup besar yaitu 8975 batang/ha dan ada 4 jenis bambu yang umumnya dibudidayakan oleh masyarakat Sulawesi Selatan yaitu bambu pattung (Dendrocalamus asper), parring (Gigantochloa atter Kurtz.), tallang (Schizotachyum brachycladum Kurtz.), dan bulo (Bambusa vulgaris). Sejauh ini bambu masih digunakan sebatas bahan bangunan sederhana, tempat masak, alat musik dan hiasan (Misdiarti, 2004).

Besarnya potensi bambu tersebut sangat memungkinkan untuk dimanfaatkan menjadi bahan baku pembuatan papan partikel tanpa perekat

(14)

3 sebagai alternatif pengganti kayu yang semakin rendah pasokannya. Keberagaman jenis yang dimiliki menuntut sebuah penelitian terkait karakteristik masing- masing papan partikel yang dihasilkan dari berbagai jenis bambu.

B. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis karakteristik papan partikel dari tiga jenis bambu sebagai alternatif pemanfaatan bahan baku bukan kayu yang ramah lingkungan. Penelitian ini difokuskan pada penggunaan metode oksidasi dalam pembuatannya.

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai informasi mengenai perkembangan teknologi terutama pada bidang pembuatan papan partikel.

Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat untuk memperkaya khasanah ilmu dan sebagai sumber informasi tentang pemanfaatan bambu sebagai bahan baku alternatif pengganti kayu.

(15)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Papan Partikel Tanpa Perekat

Menurut Maloney (1993), papan partikel merupakan salah satu jenis komposit atau panel kayu yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan yang berlignoselulosa yang diikat dengan perekat sintetis atau bahan pengikat lain dengan kempa panas. Untuk mengetahui sifat fisik dan mekanis papan partikel dilakukan pengujian kerapatan, kadar air, daya serap air, pengembangan tebal, Modulus of Elasticity (MOE) dan Modulus of Repture (MOR), serta Internal Bond

(IB).

Dalam pembuatan papan partikel saat ini masih didominasi penggunaan perekat yang tidak ramah lingkungan. Li (2002) mengungkapkan sebanyak 96,6

% pembuatan papan partikel menggunakan perekat senyawa formaldehida yang potensial mengganggu kesehatan manusia. Peraturan ketat dari berbagai negara dalam menerima produk papan partikel menuntut adanya inovasi produk papan partikel yang lebih ramah lingkungan.

Binderless merupakan produk dari kondisi yang mengalami percepatan

perubahan kimia terhadap ikatan carbonyl compounds dalam ikatan sendirinya akan berdampak pada ekstraktif dan kadar lignin bahan baku tersebut. Sehingga untuk mengetahui pengaruh dari thermal softening dalam lignin, kondisi temperatur, kadar air. Hasilnya perkiraan perubahan kimia berpengaruh terhadap sifat-sifat papan (Okuda et al., 2004).

(16)

5 Shen (1991) dalam Widyorini et al. (2005) mengungkapkan bahwa potongan-potongan kayu yang lebih kecil dapat dikonversi menjadi papan dengan melakukan penguapan dan pemanasan tanpa menggunakan tambahan perekat, hal ini disebut sebagai self bonding. Okuda et al. (2004) mengungkapkan bahwa bahan yang berlignoselulosa dapat dibentuk dengan kempa panas, tanpa tambahan perekat atau resin. Hal ini terjadi perubahan komponen kimia seperti hidrolisis hemiselulosa dan pelarutan lignin. Salah satu metode yang digunakan oleh Kurniawan (2007) dalam pembuatan papan partikel binderless yakni dengan metode perebusan dengan waktu perebusan dan kempa lebih lama cenderung menghasilkan keteguhan rekat internal yang lebih.

Widsten et al. (2003), telah berhasil mengembangkan metode oksidasi dalam pembuatan papan serat dari kayu spurce (Picea abies) dan beech (Fagus sylvatica). Meskipun demikian keberhasilan metode ini dalam pembuatan papan

partikel belum terbukti sehingga disarankan untuk menambahkan lignin teknis dalam pembuatannya. Pantze et al. (2008), telah membuktikan bahwa ikatan ester merupakan salah satu ikatan yang paling bertanggung jawab terhadap terjadinya mekanisme ikatan sendiri antara serat kayu.

Berbeda dengan pendapat Widsten (2003), penelitian Suhasman et al.

(2010a) telah berhasil membuktikan bahwa metode oksidasi dapat diaplikasikan dalam pembuatan papan partikel tanpa perekat dari bambu andong (Gigantochloa pseudoarundinaceae). Akan tetapi karakteristik produk yang dihasilkannya memang belum sebaik papan partikel konvensional. Sifat-sifat mekanisnya menunjukkan kekuatan rekatnya lebih kecil dari 1 kgf/cm2 sedangkan standar JIS

(17)

6 A 5908 (JSA, 2003) mensyaratkan 1,5 kgf/cm2, begitu pula kekuatan lenturnya lebih kecil 20000 kgf/cm2 sesuai standar JIS A 5908 (JSA, 2003). Hal ini diduga terkait erat dengan dengan berbagai faktor seperti komponen kimia penyusun bambu, ukuran partikel, maupun pertikel-partikel lainnya.

B. Bambu

Tanaman bambu merupakan tanaman yang mudah dibudidayakan dan memiliki potensi yang cukup tinggi. Selain itu bambu merupakan tanaman yang mudah ditanam, tidak membutuhkan perawatan khusus, dapat tumbuh pada semua jenis tanah (baik lahan basah/kering), tidak membutuhkan investasi besar, pertumbuhannya cepat, setelah tanaman mantap (3–5 tahun) dapat di panen setiap tahun tanpa merusak rumpun dan memiliki toleransi tinggi terhadap gangguan alam dan kebakaran (Morisco dan Mardjono, 1995).

Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi bambu yang sangat besar. Dari sekitar 75 genus atau 1.500 spesies bambu di seluruh dunia, 10 genus atau 125 jenis diantaranya terdapat di Indonesia. Ada yang masih tumbuh liar dan masih belum jelas kegunaannya. Beberapa jenis bambu tertentu mempunyai manfaat atau nilai ekonomis yang tinggi seperti: bambu apus, bambu ater, bambu andong, bambu betung, bambu kuning, bambu hitam, bambu talang, bambu tutul, bambu cendani, bambu cangkoreh, bambu perling, bambu tamiang, bambu loleba, bambu batu, bambu belangke, bambu sian, bambu jepang, bambu gendang, bambu bali, dan bambu pagar (Muslich, 2005). Hasil identifikasi Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (BRLKT) Wilayah IX tahun 1997 seperti dikemukakan Kiding Allo (2002), lahan bambu di Sulawesi Selatan terdapat sekitar 11.881 ha lahan

(18)

7 bambu yang tersebar di 14 kabupaten dengan produksi total setiap tahunnya mencapai 28.960 batang/ha. Kabupaten Tana Toraja memiliki luas areal bambu terbesar yaitu 6.071 ha, dikuti oleh Kabupaten Gowa dan Maros dengan luas areal masing-masing 1.600 ha dan 1.125 ha.

Bambu merupakan tanaman yang memiliki manfaat sangat penting bagi kehidupan. Semua bagian tanaman mulai dari akar, batang, daun, kelopak, bahkan rebungnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan (Berlian dan Rahayu, 1995). Manfaat tanaman serbaguna ini sangat beragam. Setidaknya ada 600 jenis barang kebutuhan manusia berbahan baku bambu.

Batang bambu dapat digunakan sebagai bahan konstruksi. Bambu dapat digunakan sebagai bahan pembangunan rumah, gedung, jembatan, dan lain-lain.

Pemanfaatannya antara lain dalam bentuk dinding, rangka kuda-kuda, tiang, kasau alias kaso, lantai, pintu, kusen jendela, dan juga atap atau langit-langit. Selain itu belakangan muncul gagasan tentang kemungkinan penggunaan bambu sebagai alternatif tulangan atau kerangka pada beton untuk menggantikan besi baja. Hal ini didorong oleh suatu hasil pengujian tentang sifat mekanis bambu di Indonesia yang menyatakan bahwa bambu memiliki nilai kekuatan tarik (tegangan patah untuk tarikan) sebesar 1.000 sampai 4.000 kg/cm2 yang setara dengan besi baja berkualitas sedang. Besarnya nilai kekuatan tarik dari bambu merupakan pilihan alternatif, karena bambu mempunyai potensi yang tinggi, murah, kuat, dan kemampuan seperti besi baja sebagai tulangan beton. (Heinz, 2004).

Penelitian tentang karakteristik dan sifat-sifat dasar bambu telah banyak dilaksanakan. Gusmailina dan Suwardi (1988) mengungkapkan bambu memiliki

(19)

8 kadar selulosa yang berkisar antara 42,4-53,6 %, kadar lignin berkisar antara 19,8- 26,6 % sedangkan kadar pentosan 1,24-3,77 %, kadar abu 1,24-3,77 %, kadar silika 0,10-1,28 %, kadar ekstraktif (kelarutan dalam air dingin) 4,5-9,9 %, kadar ekstraktif (kelarutan dalam air panas) 5,3-11,8 % dan kadar ekstraktif (kelarutan dalam alkohol benzena) 0,9-6,9 %.

Hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Li (2004) menunjukkan sifat mekanis bambu meningkat dengan peningkatan umurnya. Penelitian yang ia lakukan lebih lanjut menunjukkan bahwa konsentrasi vascular bundle meningkat dari bagian dalam ke luar (Li et al., 2007). Dalam penelitian yang sama ditemukan pula bahwa terdapat peningkatan berat jenis yang signifikan antara bambu berumur 1 tahun dan 3 tahun yang disebabkan oleh peningkatan jumlah sel dalam vascular bundle (rasio radial : tangensial)dan penebalan sekunder dinding sel.

Hadjib dan Karnasudirdja (1986) mengemukakan bahwa beberapa hal yang memengaruhi sifat fisik dan mekanis bambu adalah umur, posisi ketinggian, diameter, tebal daging bambu, posisi beban (pada buku atau ruas), posisi radial dari luar sampai ke bagian dalam dan kadar air bambu. Berbeda dengan kayu yang mengalami perubahan dimensi setelah kadar air menurun di bawah titik jenuh serat, dinding sel dan diameter bambu mengalami penyusutan segera setelah bambu kehilangan air (Tewari, 1992). Bambu yang berumur lebih tua (3 tahun) memiliki stabilitas dimensi yang lebih tinggi dibandingkan bambu yang lebih muda (1 tahun) (Latif et al., 1993).

Berdasarkan pemahaman yang lebih baik tentang karakteristik dan sifat- sifat bambu, maka dewasa ini penggunaan bambu telah berkembang semakin luas

(20)

9 di antaranya sebagai bahan baku produk panel. Panel bambu multi fungsi yang dibuat dengan cara menggabungkan produk bilik rakyat dengan bambu bulat menggunakan perekat telah dikembangkan oleh Purwito (2005). Jenis panel bambu tersebut dapat digunakan sebagai komponen dinding, lantai, balok, penutup atap, dan pencetak beton. Pemanfaatan bambu sebagai bahan baku papan semen telah dilakukan oleh Suhasman et al. (2010a). Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa penggunaan bambu pada berbagai kelas umur (bambu muda, dewasa, dan tua) ternyata menghasilkan papan semen dengan kualitas yang relatif sama.

Pengembangan pemanfaatan bambu sebagai bahan baku papan partikel sangatlah penting mengingat bambu merupakan bahan baku alternatif yang masih sangat banyak ketersediannya, mudah dibudidayakan, serta pertumbuhannya yang sangat cepat (Muin et al., 2006). Pengoptimalan penggunaan bambu dapat membantu meminimalisir penebangan kayu yang berpotensi merusak hutan sehingga fungsi ekologi hutan dapat dimaksimalkan.

(21)

10 BAB III

METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan. Pengambilan bahan baku bambu dilakukan pada Hutan Rakyat Bambu Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros dan Hutan Bambu di Kecamatan Batupapan Kabupaten Tana Toraja.

Pembuatan papan, pengujian sifat fisik serta sifat mekanik dilakukan di Laboratorium Pemanfaatan dan Pengolahan Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah hammer mill, alat kempa panas (hot press), saringan 10 mesh, wadah plastik, timbangan digital dengan ketelitian 0,01 g, sarung tangan, sprayer, desikator, cetakan ukuran 30 x 30 cm, alumunium foil, plat besi, stik besi, kaliper, gergaji, parang, plastik, oven,alat tulis menulis. Bahan yang digunakan adalah bambu pattung, bambu parring, bambu tallang, Hidrogen Peroksida (H2O2) dan Ferosulfat (FeSO4).

C. Prosedur Kerja

Bambu masing-masing jenis ditebang kurang lebih ±5 cm dari permukaan tanah kemudian dipotong sepanjang 1 meter. Bambu tersebut di kupas terlebih dahulu kulitnya dan dibuang bukunya lalu di tatal-tatal menggunakan parang.

Tatal bambu tersebut kemudian dikeringudarakan dan dikonversi menjadi partikel menggunakan hammer mill. Untuk mendapatkan ukuran partikel yang lebih kecil

(22)

11 digunakan saringan ukuran 10 mesh. Partikel tersebut siap untuk digunakan sebagai bahan baku papan partikel tanpa perekat.

Papan partikel untuk masing-masing bambu dibuat dengan terlebih dahulu menimbang bahan partikel yang telah dihitung kadar airnya, dimana ukuran papan 30 x 30 x 0,7 cm dengan kerapatan sasaran 0,75 g/cm3. Kelebihan partikel untuk pembuatan papan (Allowance) yaitu 10% dari berat bahan. Partikel bambu yang telah ditimbang kemudian dioksidasi dengan H2O2 sebanyak 15 % berdasarkan berat kering partikel dan FeSO4 sebanyak 7,5 % berdasarkan berat hidrogen peroksida (Suhaman et al. 2010b). Partikel tersebut kemudian didiamkan selama 15-20 menit kemudian dibentuk lembaran (mat) dengan menggunakan cetakan berukuran 30 x 30 cm. Lembaran tersebut kemudian di kempa dengan menggunakan hot press selama 12 menit pada suhu kempa 180oC dengan tekanan 25 kgf/cm2. Setelah itu papan yang telah dikempa dikondisikan pada suhu ruang selama 2 minggu.

Selain pembuatan papan partikel untuk masing-masing jenis, dibuat papan partikel dengan menggabungkan dua jenis bambu menggunakan perbandingan bahan baku 1:1 dan papan partikel yang dibuat dengan mengkombinasikan keseluruhan jenis dengan perbandingan bahan baku 1:1:1 dengan masing-masing pengulangan sebanyak 5 kali.

Papan partikel dipotong-potong menjadi contoh uji untuk dilakukan pengujian sifat fisik dan mekanisnya maka papan partikel yang dihasilkan. Bentuk dan ukuran contoh uji berdasarkan standar JIS A 5908 (JSA, 2003) dapat diihat pada Gambar 1.

30 cm 0.7 cm

(23)

12 Gambar 1. Pola pemotongan contoh uji

Keterangan :

1a dan 1b : Contoh uji untuk MOR dan MOE (5 x 20 cm).

2a dan 2b : Contoh uji determinasi internal bond dan determinasi daya serap air, pengembangan tebal dan pengembangan linier (5 x 5 cm).

3 : Contoh uji determinasi kerapatan dan kadar air (10 x 10 cm).

Penentuan jenis bambu yang paling sesuai sebagai bahan baku pembuatan papan partikel tanpa perekat didasarkan hasil pengujian sifat fisik dan mekanis papan partikel tanpa perekat yang dihasilkan. Pengujian yang dilakukan mengacu pada standar JIS A 5908(JSA, 2003). Parameter sifat fisik dan mekanis adalah sebagai berikut:

Determinasi Kerapatan

Kerapatan papan partikel dihitung berdasarkan berat (B) kering udara yang didapatkan dari penimbangan sampel uji berukuran 10 x 10 x 0,75 cm yang kemudian pengukuran dimensi dilakukan meliputi panjang, lebar dan tebal untuk mengetahui volume (V). Kerapatan papan dihitung menggunakan rumus:

30 cm

1a 1b

2a 2b 3

(24)

13 Keterangan:

Kr : Kerapatan (g/c3)

B : Berat contoh uji kering udara (g) V : Volume contoh uji kering udara (cm3) Determinasi Kadar Air

Sampel uji dengan ukuran 10 x 10 x 0,75 cm ditimbang kemudian di masukkan ke dalam oven (BKO) sampai mencapai berat konstan pada suhu 103 ± 2oC,setelah di oven sampel uji kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 10 menit kemudian ditimbang. Nilai kadar air dihitung dengan rumus:

Keterangan:

KA : Kadar Air (%)

BA : Berat awal contoh uji setelah pengkondisian (g)

BKO : Berat tetap contoh uji setelah dikeringkan dalam oven (g) Determinasi Daya Serap Air

Determinasi daya serap air dilakukan dengan menghitung selisih berat sebelum dan setelah perendaman dalam air dingin selama 2 jam dan 24 jam. Daya serap air tersebut dihitung dengan rumus :

Keterangan :

DS : Daya serap air (%)

(25)

14 BA : Berat awal contoh uji setelah pengkondisian (g)

BB : Berat contoh uji setelah perendaman 2 jam dan 24 jam (g) Determinasi Pengembangan Tebal

Pengembangan tebal didapatkan dengan terlebih dahulu menghitung keempat sisinya kemudian diratakan dan direndam dengan air dingin selama 2 jam dan 24 jam. perhitungannya didasarkan atas selisih tebal sebelum (T1) dan setelah perendaman (T2) dalam air dingin selama 2 jam dan 24 jam dengan menggunakan rumus:

Keterangan :

P : Pengembangan tebal (%)

T1 : Tebal awal contoh uji setelah pengkondisian (cm)

T2 : Tebal contoh uji setelah perendaman 2 jam dan 24 jam (cm) Determinasi MOR

MOR dilakukan dengan menggunakan mesin penguji Universal Testing Machine (UTM). Pengujian dilakukan dengan memberikan beban secara

perlahan-perlahan pada bagian tengah contoh uji. Jarak sangga yang digunakan adalah 15 cm. MOR contoh uji dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

MOR : Keteguhan patah (kgf/cm2)

(26)

15 P : Beban maksimum (kg)

L : Panjang contoh uji (cm) b : Tebal contoh uji (cm) h : Lebar contoh uji (cm) Determinasi MOE

Determinasi MOE dilakukan dengan menggunakan contoh uji yang sama dengan MOR. Pengujian juga dilakukan bersamaan dengan pengujiaan MOR, namun yang dicatat dalam pengujian ini adalah perubahan defleksi setiap perubahan beban tertentu. Nilai MOE dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan:

MOE : Modulus Elastisitas (kgf/cm2)

P : Perubahan beban yang digunakan (kg)

Y : Perubahan defleksi setiap perubahan beban (cm) L : Jarak sangga (cm)

h : Tebal contoh uji (cm) b : Lebar contoh uji (cm)

Determinasi Keteguhan Rekat (Internal Bond)

Determinasi keteguhan rekat dilakukan dengan merekatkan kedua permukaan papan pada balok besi dengan menggunakan perekat epoxy selama 24 jam kemudian balok besi tersebut ditarik dengan arah berlawanan. Cara pengujian internal bond ini disajikan pada Gambar 2.

(27)

16

Arah beban

Arah beban

Gambar 2. Pengujian keteguhan rekat (Internal Bond) Keteguhan rekat tersebut dihitung dengan menggunakan rumus :

Keterangan :

IB : Keteguhan rekat (kgf/cm2) P : Beban maksimum (kg)

A : Luas permukaan contoh uji (cm2)

D. Analisis Data

Perlakuan dalam penelitian ini adalah pada jenis bambu dan kombinasi berbagai jenis bambu dengan perlakuan yaitu tallang (T), betung (B), parring (P), B + T, B + P, T + P dan, B + T + P. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 5 kali ulangan. Model matematisnya adalah sebagai berikut:

Yij =

µ

+

τ

i +

ε

ij

Keterangan:

Yij = Hasil pengamatan pada suatu percobaan ke-i pada pengamatan ke-j

µ

= Nilai tengah populasi (rata-rata yang sesungguhnya)

Balok Besi

Bahan uji

(28)

17

τ

i = Pengaruh perlakuan ke-i

ε

ij = Pengaruh galat dari suatu percobaan pada ulangan ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i

Jika hasil analisis ragam menunjukkan perlakuan berpengaruh nyata atau sangat nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan sebagai berikut:

Rp = rpSY

Keterangan:

Rp = Wilayah nyata terkecil Duncan

rp = Wilayah nyata student untuk taraf nyata 5%

SY = Galat baku nilai tengah

Galat baku nilai tengah perlakuan, sebagai berikut:

SY = (s2/r)½ = (KTG/r)½ Keterangan:

SY = Simpangan baku nilai tengah s2 = Nilai tengah galat

r = Jumlah ulangan KTG = Kuadrat Tengah Galat

(29)

18 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Fisik Papan Partikel 1. Kerapatan

Nilai kerapatan papan partikel berkisar antara 0,71-0,76 g/cm3 dengan kerapatn rata-rata untuk setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 3. Nilai kerapatan tertinggi terdapat pada sampel uji papan partikel berbahan baku bambu tallang sedangkan kerapatan terendah terdapat pada sampel uji papan partikel berbahan baku bambu parring.

Gambar 3. Histogram Nilai Kerapatan Papan Partikel

Umumnya nilai kerapatan yang diperoleh belum memenuhi kerapatan sasaran. Nilai kerapatan yang belum mencapai kerapatan sasaran tersebut diduga akibat dari degradasi komponen sebagian bahan kimia bambu setelah diberikan perlakuan oksidasi. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suhasman (2010a) menunjukkan reaksi eksotermik yang terjadi selama proses

JIS A 5908 2003

(30)

19 oksidasi yang menghasilkan suhu yang cukup tinggi (> 100ºC) menyebabkan terbakarnya partikel-partikel bambu yang sangat halus.

Pengaruh jenis bambu terhadap kerapatan dapat diketahui melalui analisis ragam. Hasil analisis ragam pada Lampiran 3, menunjukkan bahwa jenis bambu berpengaruh tidak nyata terhadap kerapatan papan partikel yang dihasilkan.

2. Kadar Air

Nilai kadar air rata-rata papan partikel yang diperoleh berkisar antara 6,67- 8,21 % pada masing-masing perlakuan seperti pada Gambar 4. Nilai kadar air tertinggi terdapat pada sampel uji papan partikel berbahan baku bambu parring sedangkan terendah terdapat pada sampel uji perlakuan kombinasi bahan baku bambu betung dan tallang.

Gambar 4. Histogram Nilai Kadar Air Papan Partikel

Nilai kadar air papan partikel yang dihasilkan memenuhi standar yang ditetapkan oleh JIS A 5908 (JSA, 2003) yaitu pada kisaran kadar air 5-13 %. Hal ini diduga diakibatkan oleh perlakuan pengempaan dengan suhu 180oCselama 15 menit membuat lignin mudah bergerak hingga sebagian dapat terekspose ke permukaan partikel sebagaimana dapat teramati secara visual pada papan partikel

(31)

20 yang dihasilkan. Sejalan yang diungkapkan oleh Suhasman (2011) bahwa suhu 180oC tersebut telah melampaui titik transisi gelas lignin (170oC) sehingga terjadi pelunakan yang memungkinkan lignin mengalami pergerakan dengan mudah.

Oleh karena lignin merupakan bahan yang bersifat hydrophobic, maka keberadaannya dapat menjadi penghambat penyerapan air selama proses pengkondisian. Hal inilah yang kemungkinan menjadi penyebab kadar air keseimbangan papan partikel cenderung rendah.

Pada Gambar 4, dapat diamati pada papan partikel berbahan baku kombinasi bambu betung dan tallang memiliki nilai kadar air yang rendah, dimana kadar lignin kedua jenis ini cenderung tinggi yaitu 30,61 % dan 27,88 %. Hal ini diduga menjadikan kadar air papan partikel tidak berubah secara signifikan diakibatkan lignin yang terekspose ke permukaan menghambat penyerapan air pada papan partikel tersebut.

Pengaruh perlakuan pada kadar air papan partikel dapat diketahui melalui analisis ragam. Hasil analisis ragam pada Lampiran 3, menunjukkan bahwa jenis bambu berpengaruh nyata terhadap kadar air papan partikel. Hasil uji berganda Duncan menunjukkan bahwa kombinasi jenis bambu betung dan tallang yang memiliki nilai kadar air terendah seperti pada Tabel 2.

Tabel 1. Nilai Hasil Uji DMRT Kadar Air Papan Partikel

P Rp DMRT

2 2,90 0,92

3 3,04 0,97

4 3,13 1,00

5 3,20 1,02

6 3,26 1,04

7 3,30 1,05

(32)

21 Tabel 2. Nilai Rata-rata Kadar Air Papan Partikel

Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf α 5%

3. Daya Serap Air

Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai daya serap air rata-rata papan partikel yang dihasilkan berkisar antara 51,92-79,71 % untuk perendaman 2 jam dan 60,54- 102,12 % untuk perendaman 24 jam, dengan rata-rata daya serap air pada setiap perlakuan dapat di lihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Histogram Nilai Daya Serap Air Papan Partikel

Gambar 5, menunjukkan bahwa daya serap air terendah terdapat pada papan partikel berbahan baku kombinasi bambu betung dan tallang yaitu 51,92 % pada perendaman 2 jam dan untuk perendaman 24 jam pada papan partikel dari

Perlakuan Rata-Rata Nilai Kadar Air

(%) Notasi

Parring 8.2140 a

Tallang + Parring 8.1960 a

Betung + Tallang + Parring 8.0760 a

Betung + Parring 7.9740 a

Tallang 6.8340 b

Betung 6.7460 b

Betung + Tallang 6.6760 b

(33)

22 bambu betung yaitu 60,54 %, sedangkan untuk nilai daya serap air tertinggi terdapat pada papan partikel berbahan baku bambu parring baik untuk perendaman 2 jam maupun 24 jam dengan masing-masing nilainya sebesar 79,71

% dan 102,12 %. Papan partikel berbahan baku bambu betung cenderung memiliki kerapatan yang lebih tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa ruang kosong yang terdapat dalam papan partikel berbahan baku bambu betung cenderung lebih kecil dibandingkan dengan papan partikel lainnya. Inilah yang kemungkinan menjadi penyebab papan partikel berbahan baku bambu betung memiliki daya serap air yang rendah.

Hasil analisis ragam pada Lampiran 5 dan 6 menunjukkan perlakuan pada papan partikel berpengaruh nyata pada daya serap air. Hasil uji berganda Duncan sebagaimana disajikan pada Tabel 4 dan 6 menunjukkan papan partikel berbahan baku kombinasi bambu betung dan tallang memiliki daya serap air terendah untuk 2 jam dan papan partikel berbahan baku bambu betung untuk 24 jam.

Tabel 3. Nilai Hasil Uji DMRT Daya Serap Air 2 Jam

P Rp DMRT

2 2,90 10,35

3 3,04 10,85

4 3,13 11,17

5 3,20 11,42

6 3,26 11,63

7 3,30 11,78

(34)

23 Tabel 4. Nilai Rata-rata Daya Serap Air 2 jam

Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf α 5%

Tabel 5. Nilai Hasil Uji DMRT Daya Serap Air 24 Jam

Tabel 6. Nilai Rata-rata Daya Serap Air 24 jam

Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf α 5%

Perlakuan Rata-Rata Nilai Daya Serap

Air 2 Jam (%) Notasi

Parring 79.71 a

Betung + Parring 60.39 b

Tallang + Parring 56.60 b

Betung 54.89 b

Betung + Tallang + Parring 54.19 b

Tallang 53.30 b

Betung + Tallang 51.92 b

P rp DMRT

2 2,90 16,73

3 3,04 17,54

4 3,13 18,06

5 3,20 18,46

6 3,26 18,81

7 3,30 19,04

Perlakuan Rata-Rata Nilai Daya Serap

Air 24 Jam (%) Notasi

Parring 102.12 a

Betung + Parring 75.42 b

Tallang + Parring 72.43 b

Tallang 70.94 b

Betung + Tallang + Parring 70.59 b

Betung + Tallang 61.09 b

Betung 60.54 b

(35)

24 4. Pengembangan Tebal

Nilai pengembangan tebal papan partikel hasil penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6. Nilai yang dihasilkan untuk perendaman selama 2 jam berkisar 11,19-15,14 % dan untuk perendaman selama 24 jam berkisar antara 15,51-21,46

%. Nilai pengembangan tebal tertinggi untuk masa perendaman selama 2 jam adalah papan partikel berbahan baku kombinasi bambu betung dan tallang yaitu sebesar 15,14 % sedangkan untuk perendaman 24 jam terdapat pada papan partikel berbahan baku bambu parring yaitu sebesar 21,46 %.

Nilai pengembangan tebal pada papan partikel berbahan baku kombinasi bambu betung dan tallang lebih rendah untuk perendaman 2 jam dan papan partikel berbahan baku bambu tallang untuk perendaman 24 jam dibandingkan dengan papan partikel dengan bahan baku jenis lainnya. Fakta ini mengindikasikan adanya perubahan struktur kimia dalam komponen partikel bambu sehingga menjadi lebih stabil. Fenomena ini dapat disebabkan oleh terjadinya ikatan silang antara gugus radikal yang dihasilkan akibat proses oksidasi maupun adanya ikatan silang antar gugus hidroksil (Widsten et al., 2003). Papan partikel dengan kombinasi bahan baku jenis bambu betung dan tallang cenderung memiliki stabilitas dimensi yang cukup tinggi. Apabila diamati angka-angka pengembangan tebalnya, maka papan partikel dengan kombinasi jenis bambu betung dan tallang dengan masa perendaman 2 jam memiliki stabilitas dimensi yang tinggi karena nilai pengembangan tebalnya di bawah 12 % yang merupakan syarat maksimal JIS A 5908 (JSA, 2003)

(36)

25 Gambar 6. Histogram Nilai Pengembangan Tebal Papan Partikel

Pengaruh perlakuan terhadap pengembangan tebal papan partikel didapatkan melalui analisis ragam. Hasil analisis ragam pada Lampiran 7 dan 8, menunjukkan jenis bambu berpengaruh tidak nyata terhadap pengembangan tebal papan baik selama 2 jam maupun 24 jam.

B. Sifat Mekanis Papan Partikel 1. Determinasi MOE

Hasil pengujian sifat mekanis papan partikel berupa MOE menunjukkan bahwa nilai MOE tertinggi terdapat pada papan partikel dengan berbahan baku bambu parring yaitu sebesar 10179,1 kgf/cm2 dan nilai terendah terdapat pada papan partikel berbahan baku kombinasi jenis bambu betung dan tallang yaitu sebesar 7815,79 kgf/cm2. Nilai MOE setiap perlakuan disajikan pada Gambar 7

JIS A 5908 2003

(37)

26 Gambar 7. Histogram Nilai MOE Papan Partikel

MOE ini merefleksikan kekuatan bahan menahan perubahan bentuk, dalam hal ini defleksi, apabila menerima beban dalam jumlah tertentu. Hal ini menujukkan bahwa papan partikel yang terbuat dari bambu parring lebih stabil pada saat menerima beban. Meskipun demikian apabila diamati angka MOE-nya belum ada yang memenuhi standar JIS A 5908 (JSA, 2003) yaitu sebesar 20.000 kgf/cm2.

Ditinjau dari hasil analisis ragam yang ditunjukkan pada Lampiran 9 terkait pengaruh perlakuan terhadap MOE papan partikel, maka tampak bahwa perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap MOE papan partikel yang dihasilkan.

2. Determinasi MOR

Hasil pengujian sifat mekanis berupa MOR papan partikel menunjukkan papan partikel berbahan baku kombinasi bambu betung, parring dan tallang memiliki keteguhan patah tertinggi, sedangkan keteguhan patah terendah dihasilkan papan partikel berbahan baku bambu tallang. Namun demikian nilai keteguhan patah yang diperoleh belum memenuhi standar JIS A 5908 (JSA, 2003) yang mensyaratkan nilai keteguhan patah sebesar 82 kgf/cm2.

JIS A 5908-2003

(38)

27 Gambar 8. Histogram Nilai MOR Papan Partikel

Gambar 8, menunjukkan papan partikel berbahan baku kombinasi bambu betung, tallang, parring memiliki nilai MOR lebih tinggi dibandingkan dengan papan partikel lainnya. Oleh karena dalam proses pembuatan papan partikel tanpa perekat sepenuhnya mengandalkan interaksi antar komponen kimia dalam partikel, maka hal ini diduga bahan baku ketiga jenis papan tersebut mengalami proses oksidasi yang lebih seimbang. Dalam pengertian bahwa, komponen lignin mengalami reaksi yang cukup memadai, sementara di sisi lain komponen selulosa hanya mengalami sedikit gangguan.

Hubungan antara jenis bambu dengan keteguhan patah tidak memiliki kecenderungan tertentu. Hasil analisis ragam pada Lampiran 10 menunjukkan hal yang tidak berbeda yaitu perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap keteguhan patah papan partikel.

3. Internal Bond (IB)

Nilai Internal Bond/keteguhan rekat internal (IB) papan partikel tanpa perekat berkisar antara 2,05–2,72 kgf/cm2 dengan rata-rata IB untuk setiap

JIS A 5908-2003

(39)

28 kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Gambar 9. Papan partikel berbahan baku bambu betung memiliki nilai keteguhan rekat tertinggi sedangkan yang terendah ditemukan pada papan partikel berbahan baku bambu parring.

Gambar 9. Histogram Nilai Internal Bond Papan Partikel

Meskipun papan partikel berbahan baku bambu ini memiliki kekuatan patah relatif rendah namun dalam hal keteguhan rekat (Internal Bond), papan partikel berbahan baku bambu tersebut cukup baik. Gambar 9, menunjukkan nilai keteguhan rekat papan partikel yang dihasilkan kesemuanya memenuhi standar yang disyaratkan JIS A 5908 (JSA, 2003) yaitu diatas 1,5 kgf/cm2. Papan partikel berbahan baku bambu betung justru memiliki nilai keteguhan rekat cenderung lebih tinggi daripada papan partikel dengan jenis yang lainnya.

Lignin yang pada dasarnya berfungsi sebagai perekat alami pada kayu, menjadi perekat antar partikel dengan proses pemanasan dan pengempaan.

Menurut Okuda dan Sato (2004), hidrolisis dari hemiselulosa dan lignin terlarut akan mempengaruhi mekanisme perekatan sendiri (self bonding), sehingga pada temperatur yang tinggi membantu lignin terhidrolisis dan membentuk ikatan

JIS A 5908-2003

(40)

29 partikel yang lebih banyak. Hal tersebut diduga memberikan pengaruh yang besar terhadap cukup baiknya nilai keteguhan rekat yang diperoleh.

Selanjutnya bila ditinjau dari nilai-nilai keteguhan rekatnya perbedaan ketegehuan rekatnya cenderung tidak berbeda jauh antar semua jenis papan partikel. Hal ini juga ditunjukkan pada hasil analisis ragam sebagaimana disajikan pada Lampiran 11, bahwa perlakuan yang diberikan pada papan partikel tidak berpengaruh nyata terhadap keteguhan rekat.

C. Gambaran Umum Papan Partikel Tanpa Perekat dari Bambu Secara umum papan partikel yang dihasilkan menunjukkan bahwa papan partikel berbahan baku bambu memiliki sifat fisik yang kesemua papan partikel yang dihasilkan telah memenuhi standar yang disyaratkan pada JIS A 5908 (JSA, 2003). Hal tersebut dapat dilihat dari sebaran nilai pada sifat fisik papan partikel antara lain kerapatan, kadar air dan daya serap air. Untuk sifat mekanisnya nilai keteguhan rekat yang dihasilkan telah cukup baik dengan memenuhi standar yang di syaratkan JIS A 5908 (JSA, 2003). Sayangnya, untuk nilai MOE dan MOR yang dihasilkan masih sangat rendah oleh karena itu sifat mekanis papan partikel tersebut masih perlu dikembangkan untuk mendapatkan hasil yang optimal, untuk papan partikel dengan bahan baku bambu betung dan bambu tallang serta kombinasi kedua jenis bambu tersebut memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan jenis lainnya. Namun demikian papan partikel tersebut masih cukup baik digunakan untuk keperluan interior (penggunaan dalam ruangan).

(41)

30 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik papan partikel tanpa perekat yang dibuat dengan bahan baku tiga jenis bambu menghasilkan papan partikel dengan nilai kerapatan, kadar air dan keteguhan rekatnya telah memenuhi standar yang disyaratkan pada JIS A 5908 (JSA, 2003). Meskipun demikian, nilai pengembangan tebal, keteguhan patah dan modulus elastisitas papan partikel tanpa perekat berbahan baku bambu tersebut belum memenuhi standar yang disyaratkan. Papan partikel yang dibuat dengan bahan baku bambu betung dan tallang serta kombinasi kedua bambu tersebut memiliki kualitas yang cukup baik dibandingkan dengan papan partikel berbahan baku bambu jenis lainnya.

B. Saran

Untuk optimasi penggunaan bambu sebagai bahan baku pembuatan papan partikel, maka masih perlu dieksplorasi kemungkinan penggunaan ukuran partikel yang paling optimal, kadar air bahan baku dan waktu kempa yang paling optimal.

Hal ini diharapkan mampu menghasilkan papan partikel tanpa perekat dengan bahan baku bambu dengan kualitas yang lebih baik lagi.

(42)

31 DAFTAR PUSTAKA

Berlian dan Rahayu. 1995. Budidaya Dan Prospek Bisnis Bambu. Penerbit Swadaya. Jakarta.

Departemen Kehutanan. 2006. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kehutanan Tahun 2006 – 2025. Jakarta.

Gusmailina dan Suwardi . 1988. Analisis kimia sepuluh jenis bambu dari Jawa Timur. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 5 (5): 290-293.

Hadjib N dan S Karnasudirdja. 1986. Sifat fisik dan mekanis bambu andong (Gigantochloa verticillata Mur.), betung (Dendrocalamus asper Back) dan ater (Gigantochloa ater Kurz). Laporan Intern Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan. Bogor.

Heinz F. 2004. Ilmu Konstruksi Bangunan Bambu, Kanisius, Yogyakarta.

JSA [Japanese Standards Association]. 2003. JIS A 5908-2003 Particleboards.

Japan: JSA

Kementrian Kehutanan. 2010. Statistik Kehutanan Indonesia Tahun 2009. Jakarta.

Kiding Allo M. 2002. Pengusahaan Bambu untuk Menunjang Peningkatan Pendapatan Asli Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat. Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Kehutanan. Balai penelitian dan Pengembangan Kehutanan Sulawesi hlm 31-47.

Kurniawan R. 2007. Studi Pembuatan Papan Partikel Binderless dari Inti Kenaf (Hibiscus cannabiouos. L). [Skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Latif A, A Ashaari, K Jamaludin, and J M Zin. 1993. Effects of anatomical characteristics on the physical and mechanical properties of Bambusa bluemeana. Journal Tropical Forest Science 6 (2): 159-170.

Li K. 2002. Use of Marine Adhesive Protein as a Model to Develop Formaldehyde Free Wood Adhesive, in Proceesing the 6th Pacific Rim Bio-Based composites Symposium, Oregon-USA. Oregon State University.

Li X B. 2004. Physical, chemical, and mechanical properties of bamboo and its utilization potential for fiberboard manufacturing [tesis]. Louisiana:

Louisiana State University.

Li X B, T F Shupe, G F Peter, C Y Hse, and T L Eberhardt. 2007. Chemical changes with maturation of the bamboo species Pyllostachys pubescens. Journal of Tropical Forest Science 19 (1): 6-12.

(43)

32 Maloney T M. 1993. Modern Particle Board and Dry Process Fiberboard

Manufacturing. Miller Freeman Publications. USA.

Misdiarti. 2004. Kualitas Hasil Bambu Laminasi Asal Kabupaten Toraja, Sulawesi Selatan. Makassar. Balai Litbang Kehutanan Sulawesi.

Muin M, Suhasman, N.P. Oka, B. Putranto, Baharuddin, dan S. Millang. 2006.

Pengembangan Potensi dan Pemanfaatan Bambu sebagai Bahan Baku Konstruksi dan Industri di Sulawesi Selatan. Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Propinsi Sulawesi Selatan.

Muslich M. 2005. Pengawetan Bambu Dalam Rangka Meningkatkan Umur Pakai dan Mutu Barang Jadi, Yogyakarta.

Morisco dan Mardjono F. 1995. Sambungan Bambu Dengan Baut dan Pengisi Beton, Laporan Penelitian PAU Ilmu Teknik UGM, Yogyakarta.

Okuda N, K Hori and M Sato. 2004. Chemical changes of kenaf core binderless boards during hot pressing (II): effects on the binderless board properties. Wood Science and Technology Journal 52 :249-254

Okuda N and Sato M. 2004. Manufacture and Mechanical Properties of Binderless Boards from Kenaf Core. J Wood Sciense 50: 53-61.

Pantze A, O Karlsson, and U Westermark. 2008. Esterification of carboxylic acids on cellulosic material: Solid state reactions. Holzforschung, Vol. 62, pp.

136-141.

Purwito. 2005. Panel Bambu Multi Fungsi. Di dalam: Suhardi, editor. Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Perbambuan di Indonesia. Pusat Studi Ilmu Teknik, UGM 17 Jan 2005. Yogyakarta. hlm I-125-I-140

Suhasman, M Y Massijaya, Y S Hadi, dan A Santoso. 2010a. Pengaruh Ukuran Partikel Terhadap Sifat Fisik dan Mekanis Papan Partikel Tanpa Perekat Berbahan Baku Bambu. Di dalam: Nawawi D S et al.

Prosiding Seminar Nasional MAPEKI XIII, Bali 10-11 November 2010.

Suhasman, M Y Massijaya, Y S Hadi, and A Santoso. 2010b. Optimization of Oxidator Level to Produce Binderless Bamboo Particelboard. Working Paper No. 26 December 2010. Centre for Enviromental Research IPB ISSN 2085-3599.

Suhasman. 2011. Papan Partikel Tanpa Perekat dari Bambu Andong dan Kayu Sengon Menggunakan Perlakuan Oksidasi [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

(44)

33 Tewari D N. 1992. A Monograph on Bamboo. International Book Distribution, Dehra

Dun, India.

Widsten P, P Qvintus-Leino, S Tuominen, and J E Laine. 2003. Manufacture of Fiberboard from Wood Fibers Activated with Fenton’s Reagent (H2O2/FeSo4). Germany. Holzforschung, 57: 447-452

Widyorini R, T Higashihara, J Xu, T Watanabe, and S Kawai. 2005. Self- Bounding Characteristics of Binderless Kenaf Core Composite. Wood Science and Technology Journal 39 :651-662.

(45)

34 Lampiran 1. Sifat fisik papan partikel tanpa perekat dari berbagai jenis bambu

No. Perlakuan

Kerapatan

(g/cm3) Kadar Air (%)

Daya Serap Air (%) Pengembangan Tebal (%)

FK 2 Jam DSA Koreksi

2 Jam 24 Jam DSA Koreksi

24 Jam 2 Jam PT Koreksi

2 Jam 24 Jam PT Koreksi 24 Jam

1. Tallang 0.74

0.76 0.80 0.79 0.71

1.00 0.97 0.93 0.94 1.05

6.70 5.71 6.69 6.68 8.39

58.31 56.77 53.52 45.51 56.38

58.07 58.06 57.53 48.07 53.35

66.96 93.84 67.41 56.22 75.53

66.68 95.99 72.46 59.38 71.47

12.68 14.93 12.18 8.69 11.19

12.72 14.59 11.33 8.22 11.82

18.11 15.93 12.79 14.74 16.04

12.72 14.59 11.33 8.22 11.82

Total 3.82 4.92 34.18 270.49 275.10 359.96 366.00 59.67 58.71 77.61 58.71

Rata-rata 0.76 0.98 6.84 54.10 55.02 71.99 73.20 11.93 11.74 15.52 11.74

2. Betung 0.67

0.77 0.77 0.75 0.68

1.10 0.96 0.96 0.99 1.08

6.12 6.18 6.35 6.81 8.27

57.71 52.02 51.84 58.20 47.83

52.23 53.83 53.47 58.30 43.93

68.67 36.88 56.12 67.07 64.14

62.15 38.17 57.88 67.18 58.91

12.18 18.62 7.84 13.28 14.66

13.45 17.99 7.59 13.26 13.46

16.71 19.13 10.62 14.16 19.04

18.46 18.48 10.29 14.13 20.73

Total 3.67 5.13 33.74 267.60 261.77 292.88 284.31 66.58 65.77 79.66 82.11

Rata-rata 0.73 1.03 6.75 53.52 52.35 58.58 56.86 13.32 13.15 15.93 16.42

3. Parring 0.72

0.72 0.68 0.67 0.74

1.04 1.03 1.10 1.10 1.01

7.20 7.26 9.54 8.97 8.10

96.62 69.43 81.20 59.11 70.17

92.76 67.15 73.56 53.34 69.26

109.91 80.54 113.18 87.26 90.14

105.52 77.89 102.54 78.75 88.98

24.75 12.89 10.10 15.15 14.07

25.77 13.32 11.15 16.78 14.25

35.12 20.96 17.32 20.16 19.67

36.57 21.67 19.11 22.33 19.92

Total 3.54 5.30 41.08 376.52 356.11 481.03 453.71 76.97 81.30 113.23 119.63

Rata-rata 0.71 1.06 8.22 75.30 71.22 96.21 90.74 15.39 16.26 22.65 23.93

4. Betung + Tallang 0.74 0.76 0.76 0.78 0.69

1.01 0.98 0.97 0.95 1.07

6.24 6.61 6.80 6.58 7.15

47.09 57.81 46.77 60.33 47.97

46.39 58.55 47.87 63.20 44.66

52.45 64.71 52.28 66.31 68.91

51.67 65.55 53.52 69.46 64.15

12.50 10.88 9.30 9.49 14.17

12.68 10.74 9.08 9.05 14.49

17.71 15.49 12.74 14.98 18.01

17.97 15.29 12.44 14.30 19.34

Total 3.75 5.01 33.38 259.96 260.70 304.65 304.37 56.34 56.06 78.93 79.36

(46)

35 Lanjutan Lampiran 1.

Rata-rata 0.75 1.00 6.68 51.99 52.14 60.93 60.87 11.27 11.21 15.79 15.87

5. Betung + Parring 0.77 0.77 0.73 0.74 0.73

0.96 0.97 1.02 1.00 1.02

7.10 7.49 8.19 8.51 8.58

57.01 72.06 51.35 61.59 60.92

58.78 74.25 50.14 61.32 59.57

68.90 84.55 65.43 83.45 75.73

71.03 87.12 63.89 83.09 74.05

16.40 14.16 15.87 15.37 13.71

15.90 13.74 16.25 15.44 14.01

22.28 20.27 21.35 17.96 19.19

21.60 19.67 21.86 18.03 19.62

Total 3.76 4.99 39.86 302.94 304.08 378.06 379.19 75.52 75.37 101.04 100.80

Rata-rata 0.75 1.00 7.97 60.59 60.82 75.61 75.84 15.10 15.07 20.21 20.16

6. Tallang + Parring 0.77 0.79 0.73 0.67 0.72

0.96 0.94 1.02 1.10 1.02

7.74 7.84 8.62 8.46 8.32

63.05 51.17 58.20 54.29 52.78

65.24 54.27 56.84 49.15 51.31

76.19 63.28 75.70 72.17 69.67

78.84 67.12 73.93 65.34 67.73

10.18 6.54 17.63 14.05 14.36

9.83 6.16 18.05 15.51 14.77

15.93 23.46 18.57 18.08 16.22

15.39 22.11 19.01 19.96 16.68

Total 3.71 5.07 40.99 279.49 276.84 357.02 352.99 62.76 64.34 92.26 93.18

Rata-rata 0.74 1.01 8.20 55.90 55.37 71.40 70.60 12.55 12.87 18.45 18.64

7. Betung + Tallang + Parring

0.71 0.75 0.76 0.68 0.71

1.05 0.99 0.98 1.09 1.04

7.68 7.42 8.46 8.46 8.36

57.85 48.23 48.19 49.97 57.85

55.07 48.64 49.09 45.73 55.31

68.19 57.58 61.00 83.11 70.34

64.92 58.08 62.14 76.06 67.25

7.00 12.80 17.26 13.74 11.44

7.35 12.69 16.93 15.01 11.96

17.08 18.54 19.80 15.78 13.62

17.93 18.37 19.43 17.24 14.24

Total 3.64 5.16 40.38 262.09 253.87 340.22 328.48 62.25 63.97 84.82 87.24

Rata-rata 0.73 1.03 8.08 52.42 50.77 68.04 65.70 12.45 12.79 16.96 17.45

(47)

36 Lampiran 2. Sifat mekanik papan partikel tanpa perekat

No. Perlakuan MOE MOR IB

Koreksi Koreksi Koreksi

1. Tallang 11737.42 10580.51 9219.29 9193.92 8802.42

11785.47 10343.63 8576.04 8704.24 9302.00

40.0003 41.4116 32.9747 33.8886 44.2709

40.1640 40.4845 30.6740 31.5241 41.8933

2.38 3.31 1.95 3.24 6.70

2.38 3.23 1.81 3.07 2.03 Total 49,533.57 48,711.38 192.55 184.74 17.59 12.55 Rata-rata 9,906.71 9,742.28 38.51 36.95 3.52 2.51 2. Betung 8464.32

7322.57 12706.75 8783.92 7868.38

9352.00 7075.60 12318.69 8768.81 8567.04

38.6598 29.6261 51.8100 47.1051 35.2193

42.7142 28.6269 50.2277 47.0241 38.3465

3.37 2.67 3.63 1.92 2.32

3.72 2.58 3.51 1.91 2.53 Total 45,145.96 46,082.14 202.42 206.94 13.91 14.27 Rata-rata 9,029.19 9,216.43 40.48 41.39 2.78 2.85 3. Parring 9369.01

4976.50 12050.40 9670.43 17667.07

9757.70 5144.99 13299.81 10715.04 17896.93

42.8425 36.3848 39.9749 44.7892 41.5003

44.6198 37.6168 44.1195 49.6274 42.0402

2.39 1.87 1.72 2.26 2.61

2.49 1.93 1.89 2.49 2.64 Total 53,733.40 56,814.46 205.49 218.02 10.85 11.47 Rata-rata 10,746.68 11,362.89 41.10 43.60 2.17 2.29 4. Betung +

Tallang

11103.09 14566.68 7902.15 6525.17 8847.85

11268.77 14379.93 7719.33 6228.47 9502.60

49.4744 57.6147 39.1618 29.3902 44.1221

47.9853 56.8761 38.2557 28.0538 47.3872

2.05 3.43 1.69 3.57 2.08

2.07 3.38 1.64 3.40 2.23 Total 48,944.95 49,099.09 219.76 218.56 12.82 12.76 Rata-rata 9,788.99 9,819.82 43.95 43.71 2.56 2.55 5. Betung +

Parring

7058.19 6561.42 5874.33 8988.33 10589.48

6845.74 6367.63 6015.87 9027.50 10829.08

43.8821 33.5823 35.1371 42.3794 43.7470

42.5612 32.5905 35.9837 42.5641 44.7368

2.48 3.17 2.59 2.31 2.76

2.40 3.07 2.64 2.32 2.82 Total 39,071.74 39,085.82 198.73 198.44 13.30 13.27 Rata-rata 7,814.35 7,817.16 39.75 39.69 2.66 2.65 6. Tallang +

Parring

5922.15 9555.65 7203.95 13094.38 11985.62

5722.88 9008.13 7375.83 14462.59 12327.83

31.6001 39.8718 42.3640 47.5833 50.2680

30.5368 37.5872 43.3748 52.5552 51.7032

2.85 2.41 2.51 3.02 1.90

2.75 2.26 2.56 3.33 1.95 Total 47,761.74 48,897.27 211.69 215.76 12.69 12.88 Rata-rata 9,552.35 9,779.45 42.34 43.15 2.54 2.58

(48)

37 Lanjutan Lampiran 2.

7. Betung + Tallang + Parring

9259.59 7065.22 8966.05 13986.86 10212.41

9725.39 7004.62 8801.24 15281.59 10679.95

48.2896 37.2845 49.2358 47.4924 46.7260

50.7188 36.9647 48.3308 51.8887 48.8651

2.35 3.09 2.35 2.76 2.32

2.47 3.05 2.30 3.01 2.42 Total 49,490.11 51,492.79 229.03 236.77 12.87 13.28 Rata-rata 9,898.02 10,298.56 45.81 47.35 2.57 2.66

(49)

38 Lampiran 3. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kerapatan papan partikel

Keterangan: tn) Pengaruh perlakuan tidak nyata

Lampiran 4. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kadar air papan partikel

Sumber Variasi DB JK KT F Hitung Sig.

Perlakuan 6 16.175 2.696 5.056* 0.001

Galat 28 14.929 0.533

Total 34 31.104

Keterangan: *) Pengaruh perlakuan nyata

Lampiran 5. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap daya serap air 2 jam

Sumber Variasi DB JK KT F Hitung Sig.

Perlakuan 6 2794.558 465.760 7.299* 0.000

Galat 28 1786.658 63.809

Total 34 4581.216

Keterangan: *) Pengaruh perlakuan nyata

Lampiran 6. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap daya serap air 24 jam

Sumber Variasi DB JK KT F Hitung Sig.

Perlakuan 6 5805.018 967.503 5.807* 0.000

Galat 28 4665.108 166.611

Total 34 10470.126

Keterangan: *) Pengaruh perlakuan nyata

Lampiran 7. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap peng. tebal 2 jam

Sumber Variasi DB JK KT F Hitung Sig.

Perlakuan 6 61.615 10.269 0.830 tn 0.557

Galat 28 346.397 12.371

Total 34 408.013

Keterangan: tn) Pengaruh perlakuan tidak nyata

Sumber Variasi DB JK KT F Hitung Sig.

Perlakuan 6 0.010 0.002 1.280 tn 0.298

Galat 28 0.037 0.001

Total 34 0.047

(50)

39 Lampiran 8. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap peng. tebal 24 jam

Sumber Variasi DB JK KT F Hitung Sig.

Perlakuan 6 174.700 29.117 2.184 tn 0.075

Galat 28 373.273 13.331

Total 34 547.973

Keterangan: tn) Pengaruh perlakuan tidak nyata

Lampiran 9. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap MOE papan partikel

Sumber Variasi DB JK KT F Hitung Sig.

Perlakuan 6 2.012E7 3354044.324 0.438 tn 0.847

Galat 28 2.143E8 7654605.146

Total 34 2.345E8

Keterangan: tn) Pengaruh perlakuan tidak nyata

Lampiran 10. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap MOR papan partikel

Sumber Variasi DB JK KT F Hitung Sig.

Perlakuan 6 156.990 26.165 0.598 tn 0.729

Galat 28 1224.397 43.728

Total 34 1381.388

Keterangan: tn) Pengaruh perlakuan tidak nyata

Lampiran 11. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap IB papan partikel

Sumber Variasi DB JK KT F Hitung Sig.

Perlakuan 6 1.458 0.243 0.659tn 0.683

Galat 28 10.327 0.369

Total 34 11.785

Keterangan: tn) Pengaruh perlakuan tidak nyata

(51)

40 Lampiran 12. Dokumentasi Penelitian

Pengambilan bambu parring di Tanralili Kab. Maros

Pemotongan bambu untuk menghilangkan buku

(52)

41 Lanjutan Lampiran 12. Dokumentasi Penelitian

Proses pengupasan kulit bambu Proses pengeringan tatal bambu

Penggilingan tatal bambu untuk mendapatkan hasil berbentuk partikel

Hasil penyaringan partikel lolos 10 mesh

(53)

42 Lanjutan Lampiran 12. Dokumentasi Penelitian

Pengoksidasian menggunakan FeSO4 Penkondisian setelah di proses penyemprotan

Pembentukan lembaran Lembaran yang dihasilkan

Pengempaan lembaran partikel

(54)

43 Lanjutan Lampiran 12. Dokumentasi Penelitian

Perendaman untuk pengujian Pengembangan Tebal dan DSA

Pengujian IB menggunakan UTM Pengujian MOE & MOR menggunakan UTM

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara merokok dan kejadian hipertensi (P < 0,05). Kebiasaan merokok meningkatkan resiko terjadinya hipertensi.

Dengan adanya kondisi seperti ini maka Kementerian Agama Republik Indonesia mengeluarkan Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT) Generasi 2 sebagai pengembangan

Untuk informasi lebih lanjut tentang tempat penyerahan limbah perangkat untuk didaur ulang, hubungi kantor dinas setempat, layanan pembuangan limbah rumah tangga atau toko

Sumber analisis kebutuhan pelatihan dapat berasal dari calon peserta pelatihan, organisasi tempat peserta pelatihan bertugas atau bekerja, masyarakat yang

Data yang diungkapkan dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika dalam menghitung luas permukaan bangun ruang dengan media bangun ruang

The majority of respondents are already aware that a waste management plan is a solution to minimize and manage construction waste, which in turn can reduce disposal costs as

Teknik statistik regresi linier digunakan dalam penelitian ini sebagai metode analisis untuk melakukan prediksi tentang baik atau profil polisi (baik atau buruk),