• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 DASAR TEORI Pembebanan Jenis Pembebanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 2 DASAR TEORI Pembebanan Jenis Pembebanan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2 DASAR TEORI

2.1. Pembebanan

2.1.1. Jenis Pembebanan

Dalam merencanakan struktur suatu bangunan bertingkat, digunakan struktur yang mampu mendukung berat sendiri, gaya angin, beban hidup maupun beban khusus yang bekerja pada struktur bangunan tersebut. Beban-beban yang bekerja pada struktur dihitung menurut PEDOMAN PERENCANAAN PEMBEBANAN UNTUK RUMAH DAN GEDUNG 1987 (PPPURG 1987) . Beban-beban tersebut adalah :

a. Beban Mati (qD)

Beban mati adalah berat dari semua bagian suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian–penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian tak terpisahkan dari gedung itu. Untuk merencanakan gedung ini, beban mati yang terdiri dari berat sendiri bahan bangunan dan komponen gedung adalah :

1. Bahan Bangunan :

a. Baja ... 7.850 kg/ m3 b. Beton Bertulang ... 2.400 kg/m3 c. Pasangan Bata Merah ... 1.700 kg/m3 d. Pasir ... 1.800 kg/m3

2. Komponen Gedung :

a. Langit – langit dan dinding termasuk rusuk – rusuknya

tanpa penggantung ... 11 kg/m2 b. Penutup atap metal 1 mm dengan reng dan usuk/kaso ... 10 kg/m2 c. Penutup lantai dari ubin semen portland, keramik dan beton

(2)

(tanpa adukan) per cm tebal ... 24 kg/m2 d. Adukan semen per cm tebal ... 21 kg/m2

b. Beban Hidup (qL)

Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan pembebanan lantai dan atap tersebut.

Khususnya pada atap, beban hidup dapat termasuk beban yang berasal dari air hujan.

Beban hidup yang bekerja pada bangunan ini disesuaikan dengan rencana fungsi bangunan tersebut. Beban hidup untuk bangunan ini terdiri dari :

1. Beban atap ... 100 kg/m2 2. Beban tangga dan bordes ... 300 kg/m2 3. Beban lantai ... 250 kg/m2

Berhubung peluang untuk terjadi beban hidup penuh yang membebani semua bagian dan semua unsur struktur pemikul secara serempak selama unsur gedung tersebut adalah sangat kecil, maka pada perencanaan balok induk dan portal dari sistem pemikul beban dari suatu struktur gedung, beban hidupnya dikalikan dengan suatu koefisien reduksi yang nilainya tergantung pada penggunaan gedung yang ditinjau, seperti diperlihatkan pada tabel 2.1. :

(3)

Tabel 2.1.Koefisien Reduksi Beban Hidup

Penggunaan Gedung Koefisien Beban Hidup untuk Perencanaan Balok Induk 1. PERUMAHAN/PENGHUNIAN :

Rumah tinggal, hotel, rumah sakit 2. PERDAGANGAN :

Toko,toserba,pasar 3. PERTEMUAN UMUM :

Mesjid, gereja, bioskop, restoran, ruang dansa, ruang pagelaran

4. GANG DAN TANGGA : a. Perumahan / penghunian b. Pendidikan, kantor

c. Pertemuan umum, perdagangan dan penyimpanan, industri, tempat kendaraan

0,75 0,80 0,90

0,75 0,75 0,90

Sumber : PPPURG 1987

c. Beban Angin (W)

Beban Angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara.

Beban Angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif (hisapan), yang bekerja tegak lurus pada bidang yang ditinjau. Besarnya tekanan positif dan negatif yang dinyatakan dalam kg/m2 ini ditentukan dengan mengalikan tekanan tiup dengan koefisien – koefisien angin. Tekan tiup harus diambil minimum 25 kg/m2, kecuali untuk daerah di laut dan di tepi laut sampai sejauh 5 km dari tepi pantai. Pada daerah tersebut tekanan hisap diambil minimum 40 kg/m2.

Sedangkan koefisien angin untuk gedung tertutup : 1) Dinding Vertikal

a. Di pihak angin ... + 0,9 b. Di belakang angin ... - 0,4

(4)

2) Atap segitiga dengan sudut kemiringan 

a. Di pihak angin : < 65 ... 0,02  - 0,4 65<< 90 ... + 0,9 b. Di belakang angin, untuk semua  ... - 0,4

2.1.2. Sistem Kerja Beban

Bekerjanya beban untuk bangunan bertingkat berlaku sistem gravitasi, yaitu elemen struktur yang berada di atas akan membebani elemen struktur di bawahnya, atau dengan kata lain elemen struktur yang mempunyai kekuatan lebih besar akan menahan atau memikul elemen struktur yang mempunyai kekuatan lebih kecil.

Dengan demikian sistem bekerjanya beban untuk elemen-elemen struktur gedung bertingkat secara umum dapat dinyatakan sebagai berikut :

Beban pelat lantai didistribusikan terhadap balok anak dan balok portal, beban balok portal didistribusikan ke kolom dan beban kolom kemudian diteruskan ke tanah dasar melalui pondasi.

2.1.3. Provisi Keamanan

Dalam pedoman beton SNI 03-2847-2013, struktur harus direncanakan untuk memiliki cadangan kekuatan untuk memikul beban yang lebih tinggi dari beban normal. Kapasitas cadangan ini mencakup faktor pembebanan (U), yaitu untuk memperhitungkan pelampauan beban dan faktor reduksi (), yaitu untuk memperhitungkan kurangnya mutu bahan di lapangan. Pelampauan beban dapat terjadi akibat perubahan dari penggunaan untuk apa struktur direncanakan dan penafsiran yang kurang tepat dalam memperhitungkan pembebanan. Sedang kekurangan kekuatan dapat diakibatkan oleh variasi yang merugikan dari kekuatan bahan, pengerjaan, dimensi, pengendalian dan tingkat pengawasan.

Seperti diperlihatkan faktor pembebanan (U) pada tabel 2.2. dan faktor reduksi kekuatan () pada tabel 2.3. :

(5)

Tabel 2.2. Faktor Pembebanan U

No. KOMBINASI BEBAN FAKTOR U

1.

2.

3.

D, L D, L, W D, W

1,2 D +1,6 L 1,2 D + 1,6 L ± 0,8 0,9 D + 1,3 W Sumber : SNI 03-2847-2013

Keterangan : D = Beban mati L = Beban hidup

Lr = Beban hidup tereduksi W = Beban angin

Tabel 2.3. Faktor Reduksi Kekuatan

No GAYA

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Lentur tanpa beban aksial

Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur

a. Komponen dengan tulangan spiral b. Komponen lain

Geser dan torsi Tumpuan Beton

Komponen struktur yang memikul gaya tarik a. Terhadap kuat tarik leleh

b. Terhadap kuat tarik fraktur

Komponen struktur yang memikul gaya tekan

0,90 0,90

0,70 0,65 0,75 0,65

0,9 0,75 0,85 Sumber : SNI 03-2847-2013

Karena kandungan agregat kasar untuk beton struktural seringkali berisi agregat kasar berukuran diameter lebih dari 2 cm, maka diperlukan adanya jarak tulangan minimum agar campuran beton basah dapat melewati tulangan baja tanpa terjadi pemisahan material sehingga timbul rongga-rongga pada beton. Sedang untuk

(6)

melindungi dari karat dan kehilangan kekuatannya dalam kasus kebakaran, maka diperlukan adanya tebal selimut beton minimum.

Beberapa persyaratan utama pada pedoman beton SNI 03-2847-2013 adalah sebagai berikut :

a. Jarak bersih antara tulangan sejajar dalam lapis yang sama, tidak boleh kurang dari db ataupun 25 mm, dimana db adalah diameter tulangan.

b. Jika tulangan sejajar tersebut diletakkan dalam dua lapis atau lebih, tulangan pada lapisan atas harus diletakkan tepat diatas tulangan di bawahnya dengan jarak bersih tidak boleh kurang dari 25 mm.

Tebal selimut beton minimum untuk beton yang dicor setempat adalah:

a. Untuk pelat dan dinding = 20 mm

b. Untuk balok dan kolom = 40 mm

c. Beton yang berhubungan langsung dengan tanah atau cuaca = 50 mm

2.2 Perencanaan Struktur Beton

Ada dua jenis struktur didalam perencanaan beton bertulang yaitu struktur statis tertentu dan struktur statis tidak tertentu.

Pada struktur statis tertentu diagram-diagram gaya dalam dapat ditentukan secara mudah dengan tiga persyaratan kesetimbangan yaitu  M = 0 ; V = 0 ;  H = 0.

Pada struktur statis tak tertentu, besarnya momen tidak dapat ditentukan hanya dengan menggunakan tiga persamaan kesetimbangan yang telah disebutkan, perubahan bentuk struktur ini serta ukuran komponennya memegang peranan penting didalam menentukan distribusi momen yang bekerja didalamnya. Letak tulangan pada struktur statis tak tertentu dapat ditentukan dengan menggambarkan bentuknya setelah mengalami perobahan bentuk. Seperti terlihat pada gambar 2.1.:

(7)

Gambar 2.1. Diagram Tegangan pada Beton

2.2.1 Perencanaan Pelat Lantai

Dalam perencanaan struktur pelat bangunan ini menggunakan metode perhitungan 2 Arah. Dengan ketentuan

≤ 2 (Pelat Dua Arah). Beban pelat lantai pada jenis ini disalurkan ke empat sisi pelat atau ke empat balok pendukung, akibatnya tulangan utama pelat diperlukan pada kedua arah sisi pelat. Seperti terlihat pada Gambar 2.2. :

Gambar 2.2. Pelat Dua Arah

(8)

Dengan perencanaan : a. Pembebanan :

1) Beban mati : (dalam perhitungan) 2) Beban hidup : 250 kg/m2

b. Asumsi Perletakan : jepit elastis, jepit penuh dan jepit bebas.

c. Analisa struktur menggunakan tabel 13.3.2 SNI 03-1727-2015.

d. Analisa tampang menggunakan SNI 03-2847-2013.

Pemasangan tulangan lentur disyaratkan sebagai berikut : 1) Jarak minimum tulangan 25 mm

2) Jarak maksimum untuk tulangan plat 2 arah adalah s ≤ 2.h dan s ≤ 450 mm

2.2.2 Perencanaan Balok

Dalam perencanaan balok langkah pertama yang perlu dilakukan untuk pendimensian balok adalah menentukan besarnya gaya–gaya dalam yang terjadi pada struktur untuk kemudian hasil perencanaan dianalisa apakah memenuhi syarat atau tidak, adapun syarat yang dipakai adalah :

h = 1/10 L – 1/12 L b = 1/2 h– 2/3 h

secara umum hubungan antara d dan h ditentukan oleh : d = h -1/2.Dtulangan - Øsengkang - p

keterangan :

h = tinggi balok b = lebar balok d = tinggi efektif L = panjang bentang

Dtulangan= diameter tulangan utama.

Øsengkang= diameter sengkang

(9)

Gambar 2.3. Penampang Balok

Dengan perencanaan : a. Pembebanan :

1) Beban mati : (dalam perhitungan) 2) Beban hidup : 250 kg/m2

b. Asumsi Perletakan : jepit jepit, jepit sendi dan sendi sendi.

c. Analisa struktur menggunakan program SAP 2000.

d. Analisa tampang menggunakan peraturan SNI 03-2847-2013.

h d

b

Tulangan utama Tulangan sengkang

(10)

2.2.3 Perencanaan Kolom

Kolom direncanakan untuk memikul beban aksial terfaktor yang bekerja pada semua lantai atau atap dan momen maksimum yang berasal dari beban terfaktor pada satu bentang terdekat dari lantai atau atap yang ditinjau. Kombinasi pembebanan yang menghasilkan rasio maksimum dari momen terhadap beban aksial juga harus diperhitungkan.

Momen-momen yang bekerja harus didistribusikan pada kolom di atas dan di bawah lantai tersebut berdasarkan kekakuan relatif kolom dengan memperhatikan kondisi kekangan pada ujung kolom. Terlihat pada gambar 2.4. :

Gambar 2.4. Penampang kolom

Didalam merencanakan kolom terdapat 3 macam keruntuhan kolom, yaitu : 1. Keruntuhan seimbang, bila Pn = Pnb.

2. Keruntuhan tarik, bila Pn < Pnb.

3. Keruntuhan tekan, bila Pn > Pnb.

d h b

selimut beton

Tulangan utama

Tulangan sengkang

(11)

Adapun langkah-langkah perhitungannya : 1. Menghitung Mu, Pu, e =

2. Tentukan f’c dan fy 3. Tentukan b, h dan d

4. Hitung Pnb secara pendekatan As = As’

Maka Pnb = Cc = 0,85.f’c.ab.b

Dengan: ab = d

fy 600 1 600

Hitung Pn perlu =

Bila Pn < Pnb maka terjadi keruntuhan tarik

As =

) .(

2) .( 2

di

d fy

d e h

Pn

b c f

a Pnperlu

. ' . 85 ,

0

Bila Pnperlu> Pnb maka terjadi keruntuhan tekan.

5 , ' 0

1

  d d k e

18 , . 1 3

22

d k he



 

 

Kc

k Pn k

fy k

As 1 . perlu .

'

2 1 1

c f h b Kc . . '

Untuk meyakinkan hasil perencanaan itu harus dicek dengan analisis dan memenuhi : Pn ≥

(12)

Keterangan :

As = Luas tampang baja e = Eksentrisitas

b = Lebar tampang kolom Pn = Kapasitas minimal kolom d = Tinggi efektif kolom k = faktor jenis struktur d’ = Jarak tulangan kesisi He = Tebal kolom

luar beton (tekan) f’c = Kuat tekan beton

2.2.4 Perencanaan Struktur Pondasi

Dalam perencanaan struktur ini, pondasi yang digunakan adalah pondasi telapak (footplate) dan daya dukung ijin tanah () sebesar 1,5 kg/cm2. Adapun langkah- langkah perhitungan pondasi yaitu :

a. Menghitung daya dukung tanah

A Pu

ah

tan

ah

A Pu

tan

A L B

yang terjadi = 2

. 6).

(1 bL M A

Ptotaltotal

tanah yang terjadi < ijin tanah ...(aman).

Dengan : σ ijin tanah 1,5 kg/cm2

A = Luas penampang pondasi B = Lebar pondasi

Pu = Beban ultimate L = Panjang pondasi

b. Menghitung berat pondasi Vt = (Vu + berat pondasi).

c. Menghitung tegangan kontak pondasi (qu).

(13)

Jika < tulangan tunggal Jika > tulangan rangkap Jika > dipakai = 0,0025

As= ada . b . d

d. Perhitungan tulangan geser.

Pondasi footplate, seperti terlihat pada gambar 2.5. :

Gambar 2.5. Penampang Pondasi

a. Perhitungan Penulangan Lentur dan Geser Pada Balok,

Pelat, dan Pondasi

Berikut adalah rumus yang digunakan dalam perhitungan tulangan lentur pada beton bertulang :

Dimana  = 0,9

m f c

fy ' . 85 ,

 0

Rn 2

.d b

Mn

 = 

 

   fy 2.m.Rn 1

m 1 1

P

B

ht

B a

(14)

b = 

 

 

fy 600 . 600 fy .

fc . 85 , 0

max = 0,75 . b

min <  < maks tulangan tunggal

 < min dipakai min

As = ada . b . d Luas tampang tulangan As = ρ . b . d

Keterangan :

Mn = Momen nominal b = Lebar penampang

Mu = Momen terfaktor d = Jarak ke pusat tulangan tarik

 = Faktor reduksi fy = Tegangan leleh

= Ratio tulangan Rn = Kuat nominal

f’c = Kuat tekan beton

Perhitungan tulangan geser : Vu =  x A efektif

 = 0,75

Vc = x f'cxbxd 16

Vc = 0,75 x Vc

.Vc ≤ Vu ≤ 3  Vc (perlu tulangan geser) Vu <  Vc < 3  Vc

(perlu tulangan geser minimum) Vs perlu = Vu – Vc

(pilih tulangan terpasang) Vs ada =

s d fy Av. . )

( (pakai Vs perlu)

(15)

2.3 Perencanaan Struktur Baja

Atap direncanakan dari struktur baja yang dirakit di tempat atau di proyek.

Perhitungan struktur rangka atap didasarkan pada panjang bentangan jarak kuda–

kuda satu dengan yang lainnya. Selain itu juga diperhitungkan terhadap beban yang bekerja, yaitu meliputi beban mati, beban hidup, dan beban angin. Setelah diperoleh pembebanan, kemudian dilakukan perhitungan dan perencanaan dimensi serta batang dari kuda–kuda tersebut.

2.3.1 Perencanaan Rangka Kuda-Kuda

a. Pembebanan

Pada perencanaan atap ini, beban yang bekerja adalah : 1) Beban mati

2) Beban hidup 3) Beban angin

b. Asumsi Perletakan Tumpuan sendi dan roll.

c. Analisa struktur menggunakan program SAP 2000.

d. Analisa tampang menggunakan peraturan SNI 03-1729-2015.

e. Perhitungan dimensi profil kuda-kuda.

1) Batang tarik Ag perlu =

Fy Pmak

An perlu = 0,85.Ag An = Ag-dt

L = Panjang sambungan dalam arah gaya tarik Yp

Y x 

L U 1x

(16)

Ae = U.An

Cek kekuatan nominal : Kondisi leleh

Fy Ag Pn0,9. .

Kondisi fraktur Fu Ag Pn0,75. .

P Pn

 ……. (aman)

2) Batang tekan

Periksa kelangsingan penampang :

t Fy b

w

 200

E Fy r

l c K

  .

Apabila = λc ≤ 0,25 ω = 1

0,25< λs < 1,2 ω

0,67λ - 1,6

1,43

c

λs ≥ 1,2 ω 1,25.s2

AgFcr Agfy Pn . . 

1

n u

P P

 ……. (aman)

(17)

2.3.2 Perencanaan Gording

a. Pembebanan

Pada perencanaan atap ini, beban yang bekerja pada gording adalah:

1. Beban mati (titik)

Gambar 2.6. Pembebanan Gording untuk Beban Mati (titik) Menentukan beban mati (titik) pada gording (q)

a) Menghitung : qx = q sin  qy = q cos  Mx1 = 1/8 .qx . L2 My1 = 1/8 .qy . L2

2. Beban hidup

Gambar 2.7. Pembebanan Gording untuk Beban Hidup

P

Py

Px

x q qy

qx

y

y x

(18)

Menentukan beban hidup pada gording (P) a) Menghitung :

Px = P sin  Py = P cos  Mx2 = 1/4 .Py . L My2 = 1/4 .Px . L 3. Beban angin

Beban angin, seperti terlihat pada gambar 2.3. :

TEKAN HISAP

Gambar 2.8. Pembebanan Gording untuk Beban Angin

Beban angin kondisi normal, minimum = 25 kg/m2 a) Koefisien angin tekan = (0,02 – 0,4)

b) Koefisien angin hisap = – 0,4 Beban angin :

a) Angin tekan (W1) = koef. Angin tekan x beban angin x 1/2 x (s1+s2) b) Angin hisap (W2) = koef. Angin hisap x beban angin x 1/2 x (s1+s2)

a. Beban yang bekerja pada sumbu x, maka hanya ada harga Mx : Mx (tekan) = 1/8 . W1 . L2

Mx (hisap) = 1/8 . W2 . L2

b. Kombinasi 1,2D + 1,6L ± 0,8W Mx 1,2D + 1,6L + 0,8W My 1,2D + 1,6L - 0,8W

(19)

c. Kontrol terhadap tegangan

2 2



 





 

 

Wy My Wx

Mx

Keterangan :

Mx = Momen terhadap arah x Wx = Beban angin terhadap arah x My = Momen terhadap arah y Wy = Beban angin terhadap arah y

d. Kontrol terhadap lendutan

Secara umum, lendutan maksimum akibat beban mati dan beban hidup harus lebih kecil dari

pada balok yang terletak bebas atas dua tumpuan, L adalah bentang dari balok tersebut, pada balok menerus atau banyak perletakkan, L adalah jarak antar titik beloknya akibat beban mati,sedangkan pada balok kantilever L adalah dua kali panjang kantilevernya. sedangkan untuk lendutan yang terjadi dapat diketahui dengan rumus:

Iy E

L Px Iy E

L Zx qx

. . 48

. .

. 384

. .

5 4 3

Ix E

L Py Ix E

L Zy qy

. . 48

. .

. 384

. .

5 4 3

2

2 Zy

Zx

Z  

Keterangan:

Z = lendutan pada baja qy = beban merata arah y

Zx = lendutan pada baja arah x Ix = momen inersia arah x Zy = lendutan pada baja arah y Iy = momen inersia arah y qx = beban merata arah x

Syarat gording itu dinyatakan aman jika: Z ≤ Z ijin

(20)

2.3.3 Perhitungan Alat Sambung

Alat sambung yang digunakan adalah baut. tegangan-tegangan yang diijinkan dalam menghitung kekuatan baut-baut adalah sebagai berikut:

a. Tegangan geser yang diijinkan Teg. geser = 0,6 . σ ijin b. Tegangan tumpuan yang diijinkan

Teg. tumpuan = 1,5 . σ ijin c. Tebal pelat sambung

Δ = 0,625 . d

d. Kekuatan baut

 Pgeser = 2 . ¼ . π .d2 . τgeser

 Pdesak = δ . d . τtumpuan

Untuk menentukan jumlah baut tiap sambungan menggunakan kekuatan baut terhadap tegangan geser atau desak yang memiliki hasil lebih kecil dengan cara beban maksimal ynag ditahan oleh batang dibagi dengan kekuatan baut yang terkecil. Jarak antar baut ditentukan dengan rumus :

 2,5 d ≤ s ≤ 7 d

 2,5 d ≤ u ≤ 7 d

 1,5 d ≤ s1 ≤ 3 d Dimana:

d = diameter alat sambungan s = jarak antar baut arah horizontal u = jarak antar baut arah vertical

s1 = jarak antar baut dengan tepi sambungan

Gambar

Tabel 2.1.Koefisien Reduksi Beban Hidup
Tabel 2.3. Faktor Reduksi Kekuatan  
Gambar 2.1.  Diagram Tegangan pada Beton
Gambar 2.3.  Penampang Balok
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berhubung peluang untuk terjadi beban hidup penuh yang membebani semua bagian dan semua unsur struktur pemikul secara serempak selama unsur gedung tersebut

Berhubung peluang untuk terjadi beban hidup penuh yang membebani semua bagian dan semua unsur struktur pemikul secara serempak selama unsur gedung tersebut adalah

Berhubung peluang untuk terjadi beban hidup penuh yang membebani semua bagian dan semua unsur struktur pemikul secara serempak selama unsur gedung tersebut adalah

Berhubung peluang untuk terjadi beban hidup penuh yang membebani semua bagian dan semua unsur struktur pemikul secara serempak selama unsur gedung tersebut adalah sangat kecil,

Berhubung peluang untuk terjadi beban hidup penuh yang membebani semua bagian dan semua unsur struktur pemikul secara serempak selama unsur gedung tersebut

Berhubung peluang untuk terjadi beban hidup penuh yang membebani semua bagian dan semua unsur struktur pemikul secara serempak selama unsur gedung tersebut adalah sangat kecil,

Berhubung peluang untuk terjadinya beban hidup penuh yang membebani semua bagian dan semua unsur struktur pemikul secara serempak selama umur gedung tersebut

Berhubung peluang untuk terjadi beban hidup penuh yang membebani semua bagian dan semua unsur struktur pemikul secara serempak selama unsur gedung tersebut adalah sangat kecil,