1
1.1.
Latar Belakang
Dunia konstruksi saat ini semakin berkembang pesat, meningkatnya berbagai kebutuhan manusia akan pekerjaan konstruksi menuntut untuk terciptanya inovasi dan kreasi baru dalam suatu pekerjaan bangunan konstruksi. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, tak hanya seorang Ahli Madya Teknik Sipil yang paham akan teori saja namun seorang ahli madya yang terampil, kreatif, bertanggung jawab, mampu menerapkan ilmu teknik sipil dan siap bersaing dalam dunia kerja yang sangat diperlukan pada saat ini.
Fakultas Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta sebagai lembaga pendidikan, memiliki tujuan untuk menghasilkan Ahli Madya Teknik Sipil yang berkualitas, bertanggung jawab, dan kreatif dalam menghadapi tantangan masa depan serta ikut menyukseskan pembangunan nasional.
1.2.
Maksud dan Tujuan
Program Studi DIII Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta memberikan Tugas Akhir dengan maksud dan tujuan :
a. Mahasiswa mampu menerapkan teori yang didapat dari bangku perkuliahan dalam perhitungan atau perncanaan struktur bangunan gedung.
b. Mahasiswa dapat merencanakan suatu konstruksi bangunan yang sederhana sampai bangunan bertingkat.
c. Mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman serta pengalaman dalam merencanakan suatu struktur bangunan gedung.
d. Mahasiswa dapat mengembangkan daya pikirnya dalam menyelesaikan suatu masalah yang dihadapi dalam perencanaan struktur gedung.
1.3. Kriteria Perencanaan
a. Spesifikasi Bangunan
1) Fungsi Bangunan : Fashion Gallery
2) Luas Bangunan : 1232 m2
3) Jumlah Lantai : 2 lantai.
4) Konstruksi Atap : Rangka kuda-kuda baja.
5) Penutup Atap : Genteng.
6) Pondasi : Foot Plate.
7) Dinding : Bata Merah.
b. Spesifikasi Bahan
1) Mutu Baja Profil : BJ 37. 2) Mutu Beton (f’c) : 25 MPa.
3) Mutu Baja Tulangan (fy) : Polos : 240 MPa. Ulir : 360 MPa. c. Spesifikasi Tanah
1) tanah : 1,5 kg/cm2.
1.4. Peraturan-Peraturan Yang Berlaku
a. Spesifikasi untuk Bangunan Gedung Baja Struktural. (SNI 03-1729-2015).
b. Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung. (SNI 03-2847-2013).
c. Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung 1987 (PPPURG 1987)
BAB 2
DASAR TEORI
2.1.
Pembebanan
2.1.1.
Jenis Pembebanan
Dalam merencanakan struktur suatu bangunan bertingkat, digunakan struktur yang mampu mendukung berat sendiri, gaya angin, beban hidup maupun beban khusus yang bekerja pada struktur bangunan tersebut. Beban-beban yang bekerja pada struktur dihitung menurut PEDOMAN PERENCANAAN PEMBEBANAN UNTUK RUMAH DAN GEDUNG 1987 (PPPURG 1987) . Beban-beban tersebut adalah :
a. Beban Mati (qD)
Beban mati adalah berat dari semua bagian suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian–penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian tak terpisahkan dari gedung itu. Untuk merencanakan gedung ini, beban mati yang terdiri dari berat sendiri bahan bangunan dan komponen gedung adalah :
1. Bahan Bangunan :
a. Baja ... 7.850 kg/ m3 b. Beton Bertulang ... 2.400 kg/m3 c. Pasangan Bata Merah ... 1.700 kg/m3 d. Pasir ... 1.800 kg/m3
2. Komponen Gedung :
a. Langit – langit dan dinding termasuk rusuk – rusuknya
tanpa penggantung ... 11 kg/m2 b. Penutup atap metal 1 mm dengan reng dan usuk/kaso ... 10 kg/m2 c. Penutup lantai dari ubin semen portland, keramik dan beton
(tanpa adukan) per cm tebal ... 24 kg/m2 d. Adukan semen per cm tebal ... 21 kg/m2
Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau
penggunaan suatu gedung, termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan pembebanan lantai dan atap tersebut. Khususnya pada atap, beban hidup dapat termasuk beban yang berasal dari air hujan.
Beban hidup yang bekerja pada bangunan ini disesuaikan dengan rencana fungsi bangunan tersebut. Beban hidup untuk bangunan ini terdiri dari :
1. Beban atap ... 100 kg/m2 2. Beban tangga dan bordes ... 300 kg/m2 3. Beban lantai ... 250 kg/m2
Berhubung peluang untuk terjadi beban hidup penuh yang membebani semua bagian dan semua unsur struktur pemikul secara serempak selama unsur gedung tersebut adalah sangat kecil, maka pada perencanaan balok induk dan portal dari sistem pemikul beban dari suatu struktur gedung, beban hidupnya dikalikan dengan suatu koefisien reduksi yang nilainya tergantung pada penggunaan gedung yang ditinjau, seperti diperlihatkan pada tabel 2.1. :
Tabel 2.1.Koefisien Reduksi Beban Hidup Penggunaan Gedung
Koefisien Beban Hidup untuk Perencanaan Balok
1. PERUMAHAN/PENGHUNIAN : Rumah tinggal, hotel, rumah sakit 2. PERDAGANGAN :
Toko,toserba,pasar 3. PERTEMUAN UMUM :
Mesjid, gereja, bioskop, restoran, ruang dansa, ruang pagelaran
4. GANG DAN TANGGA : a. Perumahan / penghunian b. Pendidikan, kantor
c. Pertemuan umum, perdagangan dan penyimpanan, industri, tempat kendaraan
0,75 0,80 0,90
0,75 0,75 0,90
Sumber : PPPURG 1987
c. Beban Angin (W)
Beban Angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara.
Beban Angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif (hisapan), yang bekerja tegak lurus pada bidang yang ditinjau. Besarnya tekanan positif dan negatif yang dinyatakan dalam kg/m2 ini
ditentukan dengan mengalikan tekanan tiup dengan koefisien – koefisien angin. Tekan tiup harus diambil minimum 25 kg/m2, kecuali untuk daerah di laut dan di tepi laut sampai sejauh 5 km dari tepi pantai. Pada daerah tersebut tekanan hisap diambil minimum 40 kg/m2.
Sedangkan koefisien angin untuk gedung tertutup : 1) Dinding Vertikal
a. Di pihak angin ... + 0,9 b. Di belakang angin ... - 0,4
2) Atap segitiga dengan sudut kemiringan
2.1.2.
Sistem Kerja Beban
Bekerjanya beban untuk bangunan bertingkat berlaku sistem gravitasi, yaitu elemen struktur yang berada di atas akan membebani elemen struktur di bawahnya, atau dengan kata lain elemen struktur yang mempunyai kekuatan lebih besar akan menahan atau memikul elemen struktur yang mempunyai kekuatan lebih kecil.
Dengan demikian sistem bekerjanya beban untuk elemen-elemen struktur gedung bertingkat secara umum dapat dinyatakan sebagai berikut :
Beban pelat lantai didistribusikan terhadap balok anak dan balok portal, beban balok portal didistribusikan ke kolom dan beban kolom kemudian diteruskan ke tanah dasar melalui pondasi.
2.1.3.
Provisi Keamanan
Dalam pedoman beton SNI 03-2847-2013, struktur harus direncanakan untuk memiliki cadangan kekuatan untuk memikul beban yang lebih tinggi dari beban normal. Kapasitas cadangan ini mencakup faktor pembebanan (U), yaitu untuk memperhitungkan pelampauan beban dan faktor reduksi (), yaitu untuk memperhitungkan kurangnya mutu bahan di lapangan. Pelampauan beban dapat terjadi akibat perubahan dari penggunaan untuk apa struktur
direncanakan dan penafsiran yang kurang tepat dalam memperhitungkan pembebanan. Sedang kekurangan kekuatan dapat diakibatkan oleh variasi yang merugikan dari kekuatan bahan, pengerjaan, dimensi, pengendalian dan tingkat pengawasan. Seperti diperlihatkan faktor pembebanan (U) pada tabel 2.2. dan faktor reduksi kekuatan () pada tabel 2.3. :
Tabel 2.2. Faktor Pembebanan U
No. KOMBINASI BEBAN FAKTOR U
1. 2. 3.
D, L D, L, W D, W
1,2 D +1,6 L 1,2 D + 1,6 L ± 0,8 0,9 D + 1,3 W
Sumber : SNI 03-2847-2013
Keterangan : D = Beban mati L = Beban hidup
W = Beban angin
Tabel 2.3. Faktor Reduksi Kekuatan N
Lentur tanpa beban aksial
Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur a. Komponen dengan tulangan spiral b. Komponen lain
Geser dan torsi Tumpuan Beton
Komponen struktur yang memikul gaya tarik a. Terhadap kuat tarik leleh
b. Terhadap kuat tarik fraktur
Komponen struktur yang memikul gaya tekan
0,90
Sumber : SNI 03-2847-2013
Karena kandungan agregat kasar untuk beton struktural seringkali berisi agregat kasar berukuran diameter lebih dari 2 cm, maka diperlukan adanya jarak tulangan minimum agar campuran beton basah dapat melewati tulangan baja tanpa terjadi pemisahan material sehingga timbul rongga-rongga pada beton. Sedang untuk melindungi dari karat dan kehilangan kekuatannya dalam kasus kebakaran, maka diperlukan adanya tebal selimut beton minimum.
Beberapa persyaratan utama pada pedoman beton SNI 03-2847-2013 adalah sebagai berikut :
b. Jika tulangan sejajar tersebut diletakkan dalam dua lapis atau lebih, tulangan pada lapisan atas harus diletakkan tepat diatas tulangan di bawahnya dengan jarak bersih tidak boleh kurang dari 25 mm.
Tebal selimut beton minimum untuk beton yang dicor setempat adalah:
a. Untuk pelat dan dinding = 20 mm
b. Untuk balok dan kolom = 40 mm
c. Beton yang berhubungan langsung dengan tanah atau cuaca = 50 mm
2.2 Perencanaan Struktur Beton
Ada dua jenis struktur didalam perencanaan beton bertulang yaitu struktur statis tertentu dan struktur statis tidak tertentu.
Pada struktur statis tertentu diagram-diagram gaya dalam dapat ditentukan secara mudah dengan tiga persyaratan kesetimbangan yaitu M = 0 ; V = 0 ; H = 0. Pada struktur statis tak tertentu, besarnya momen tidak dapat ditentukan hanya dengan menggunakan tiga persamaan kesetimbangan yang telah disebutkan, perubahan bentuk struktur ini serta ukuran komponennya memegang peranan penting didalam menentukan distribusi momen yang bekerja didalamnya. Letak tulangan pada struktur statis tak tertentu dapat ditentukan dengan menggambarkan bentuknya setelah mengalami perobahan bentuk. Seperti terlihat pada gambar 2.1.:
Gambar 2.1. Diagram Tegangan pada Beton
Dalam perencanaan struktur pelat bangunan ini menggunakan metode perhitungan 2 Arah. Dengan ketentuan Ly
Lx≤ 2 (Pelat Dua Arah). Beban pelat lantai pada jenis
ini disalurkan ke empat sisi pelat atau ke empat balok pendukung, akibatnya tulangan utama pelat diperlukan pada kedua arah sisi pelat. Seperti terlihat pada Gambar 2.2. :
Gambar 2.2. Pelat Dua Arah
Dengan perencanaan : a. Pembebanan :
1) Beban mati
2) Beban hidup : 250 kg/m2
b. Asumsi Perletakan : jepit elastis, jepit penuh dan jepit bebas. c. Analisa struktur menggunakan tabel 13.3.2 SNI 03-1727-2015. d. Analisa tampang menggunakan SNI 03-2847-2013.
Pemasangan tulangan lentur disyaratkan sebagai berikut : 1) Jarak minimum tulangan 25 mm
2.2.2
Perencanaan Balok
Dalam perencanaan balok langkah pertama yang perlu dilakukan untuk pendimensian balok adalah menentukan besarnya gaya–gaya dalam yang terjadi pada struktur untuk kemudian hasil perencanaan dianalisa apakah memenuhi syarat atau tidak, adapun syarat yang dipakai adalah :
h = 1/10 L – 1/12 L b = 1/2 h– 2/3 h
secara umum hubungan antara d dan h ditentukan oleh : d = h -1/2.Dtulangan - Øsengkang - p
keterangan :
h = tinggi balok b = lebar balok d = tinggi efektif L = panjang bentang
Dtulangan= diameter tulangan utama. Øsengkang= diameter sengkang
Gambar 2.3. Penampang Balok
Dengan perencanaan : a. Pembebanan :
d h
1) Beban mati
2) Beban hidup : 250 kg/m2
b. Asumsi Perletakan : jepit jepit, jepit sendi dan sendi sendi. c. Analisa struktur menggunakan program SAP 2000.
d. Analisa tampang menggunakan peraturan SNI 03-2847-2013.
2.2.3 Perencanaan Kolom
Kolom direncanakan untuk memikul beban aksial terfaktor yang bekerja pada semua lantai atau atap dan momen maksimum yang berasal dari beban terfaktor pada satu bentang terdekat dari lantai atau atap yang ditinjau. Kombinasi pembebanan yang menghasilkan rasio maksimum dari momen terhadap beban aksial juga harus diperhitungkan.
Gambar 2.4. Penampang kolom
Didalam merencanakan kolom terdapat 3 macam keruntuhan kolom, yaitu : 1. Keruntuhan seimbang, bila Pn = Pnb.
2. Keruntuhan tarik, bila Pn < Pnb. 3. Keruntuhan tekan, bila Pn > Pnb.
Adapun langkah-langkah perhitungannya : 1. Menghitung Mu, Pu, e =Mu
Pu
2. Tentukan f’c dan fy 3. Tentukan b, h dan d
4. Hitung Pnb secara pendekatan As = As’ Maka Pnb = Cc = 0,85.f’c.ab.b
Dengan: ab = d
fy
600 600 1
Hitung Pn perlu = Pu
∅
As =
Bila Pnperlu> Pnb maka terjadi keruntuhan tekan.
5
Untuk meyakinkan hasil perencanaan itu harus dicek dengan analisis dan memenuhi : Pn ≥ Pu∅
2.2.4
Perencanaan Struktur Pondasi
a. Menghitung daya dukung tanah
A Pu
ah tan
ah
Pu
A
tan
A L
B
𝜎𝑎 yang terjadi =
2
. ). 6 1
( bL
M A
Ptotal total
𝜎𝑎 tanah yang terjadi < 𝜎𝑎 ijin tanah ...(aman). Dengan : σ ijin tanah 1,5 kg/cm2
A = Luas penampang pondasi B = Lebar pondasi
Pu = Beban ultimate L = Panjang pondasi
b. Menghitung berat pondasi Vt = (Vu + berat pondasi). c. Menghitung tegangan kontak pondasi (qu).
Jika 𝜌<𝜌𝑚𝑎𝑘𝑠 tulangan tunggal Jika 𝜌>𝜌𝑚𝑎𝑘𝑠 tulangan rangkap Jika 𝜌>𝜌𝑚𝑖𝑛 dipakai 𝜌𝑚𝑖𝑛= 0,0025
As= 𝜌ada . b . d
d. Perhitungan tulangan geser.
Gambar 2.5. Penampang Pondasi
a.
Perhitungan Penulangan Lentur dan Geser Pada Balok,
Pelat, dan Pondasi
Berikut adalah rumus yang digunakan dalam perhitungan tulangan lentur pada beton bertulang :
𝑀
𝑛=
𝑀𝜙𝑢Mn = Momen nominal b = Lebar penampang
Mu = Momen terfaktor d = Jarak ke pusat tulangan tarik = Faktor reduksi fy = Tegangan leleh
𝜌 = Ratio tulangan Rn = Kuat nominal
f’c = Kuat tekan beton
Perhitungan tulangan geser : Vu = x A efektif = 0,75
Vc = x f'cxbxd
6 1
Vc = 0,75 x Vc .Vc ≤ Vu ≤ 3 Vc (perlu tulangan geser) Vu < Vc < 3 Vc
(perlu tulangan geser minimum) Vs perlu = Vu – Vc
(pilih tulangan terpasang) Vs ada =
s d fy Av. . ) (
(pakai Vs perlu)
2.3 Perencanaan Struktur Baja
Atap direncanakan dari struktur baja yang dirakit di tempat atau di proyek. Perhitungan struktur rangka atap didasarkan pada panjang bentangan jarak kuda– kuda satu dengan yang lainnya. Selain itu juga diperhitungkan terhadap beban yang bekerja, yaitu meliputi beban mati, beban hidup, dan beban angin. Setelah diperoleh pembebanan, kemudian dilakukan perhitungan dan perencanaan dimensi serta batang dari kuda–kuda tersebut.
a. Pembebanan
Pada perencanaan atap ini, beban yang bekerja adalah : 1) Beban mati
2) Beban hidup 3) Beban angin
b. Asumsi Perletakan Tumpuan sendi dan roll.
c. Analisa struktur menggunakan program SAP 2000.
d. Analisa tampang menggunakan peraturan SNI 03-1729-2015. e. Perhitungan dimensi profil kuda-kuda.
1) Batang tarik Ag perlu =
Fy Pmak
An perlu = 0,85.Ag An = Ag-dt
L = Panjang sambungan dalam arah gaya tarik
Yp
Cek kekuatan nominal : Kondisi leleh
2) Batang tekan
Fy
2.3.2
Perencanaan Gording
a. Pembebanan
Pada perencanaan atap ini, beban yang bekerja pada gording adalah: 1. Beban mati (titik)
Gambar 2.6. Pembebanan Gording untuk Beban Mati (titik) Menentukan beban mati (titik) pada gording (q)
q qy qx
y
a) Menghitung : qx = q sin qy = q cos Mx1 = 1/8 .qx . L2 My1 = 1/8 .qy . L2
2. Beban hidup
Gambar 2.7. Pembebanan Gording untuk Beban Hidup Menentukan beban hidup pada gording (P)
a) Menghitung : Px = P sin Py = P cos Mx2 = 1/4 .Py . L My2 = 1/4 .Px . L 3. Beban angin
Beban angin, seperti terlihat pada gambar 2.3. :
TEKAN HISAP
P Py Px
Gambar 2.8. Pembebanan Gording untuk Beban Angin
Beban angin kondisi normal, minimum = 25 kg/m2 a) Koefisien angin tekan = (0,02 – 0,4)
c. Kontrol terhadap tegangan
2
d. Kontrol terhadap lendutan
Secara umum, lendutan maksimum akibat beban mati dan beban hidup harus lebih kecil dari 1
250𝐿 pada balok yang terletak bebas atas dua tumpuan, L
adalah bentang dari balok tersebut, pada balok menerus atau banyak
perletakkan, L adalah jarak antar titik beloknya akibat beban mati,sedangkan pada balok kantilever L adalah dua kali panjang kantilevernya. sedangkan untuk lendutan yang terjadi dapat diketahui dengan rumus:
Ix
Syarat gording itu dinyatakan aman jika: Z ≤ Z ijin
2.3.3 Perhitungan Alat Sambung
Alat sambung yang digunakan adalah baut. tegangan-tegangan yang diijinkan dalam menghitung kekuatan baut-baut adalah sebagai berikut:
a. Tegangan geser yang diijinkan Teg. geser = 0,6 . σ ijin b. Tegangan tumpuan yang diijinkan
Teg. tumpuan = 1,5 . σ ijin c. Tebal pelat sambung
Δ = 0,625 . d
d. Kekuatan baut
Pgeser = 2 . ¼ . π .d2. τgeser Pdesak = δ . d . τtumpuan
2,5 d ≤ s ≤ 7 d 2,5 d ≤ u ≤ 7 d 1,5 d ≤ s1≤ 3 d Dimana:
d = diameter alat sambungan s = jarak antar baut arah horizontal u = jarak antar baut arah vertical