1
BAB I BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa negara Indonesia harus menjamin setiap warga negaranya memiliki hak untuk bebas memeluk dan beribadah sesuai ajaran syariat agama dan keyakinan masing-masing individu.1 Seperti yang telah kita ketahui bahwa masyarakat Indonesia mayoritas memeluk agama Islam.
Menurut ajaran Islam bahwa umat Islam tidak diperbolehkan mengkonsumsi makanan maupun minuman haram. Hal ini telah tetapkan di dalam Al-Quran maupun Hadist, seperti yang tersirat didalam surah Al-Baqarah ayat 168 yang berbunyi :
Yang berarti “Wahai orang-orang! Makanlah apa yang halal dan baik di bumi, dan jangan mengikuti jejak setan. Memang, iblis adalah musuhmu yang sebenarnya”. 2 Dari surah Al – Baqarah ayat 168 menjelaskan bahwa memakan makanan halal merupakan perintah dari Allah S.A.W selain itu juga telah dijelaskan bahwa makanan halal merupakan hal yang lebih baik, dan
1 Pasal 28E ayat 1 dan Pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
2 Q.S Al-Baqarah ayat 168
2
juga telah dikatakan bahwa kita dilarang mengikuti langkah-langkah setan, yang memakan sesautu yang telah diharamkan oleh Allah S.A.W. Selain itu, juga dalam surah Al-Baqarah ayat 172 bahwa Allah telah berfirman bahwa untuk memerintahkan umat Islam untuk hanya mengkonsumsi makanan yang enak dan halal yang berbunyi :
“Hai orang beriman! Makanlah dari benda-benda halal yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika kamu hanya menyembah-Nya”. Allah menurunkan makanan halal yang dapat dikonsumsi oleh umat muslim. Allah memerintah kita untuk lebih banyak bersyukur dengan diturunkannya makanan-makanan halal yang dapat dikonsumsi oleh umat muslim. Dan juga dalam surat Al-Baqarah ayat 173 juga menjelaskan mengenai hal-hal yang telah diharamkan yang berbunyi :
“Sesungguhnya Dia mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, serta daging hewan yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah. Tetapi siapa terpaksa memakannya, bukan karena menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka tidak dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”. 3 dari ayat tersebut dapat kita ketahui hal-hal
3 Q.S Al-Baqarah ayat 173
3
yang telah diharamkan sehingga dapat menjadi dasar kita untuk mengkonsumsi produk pangan yang ada dibumi. Serta di surat Al-Maidah ayat 3 yang berbunyi :
yang berarti “haram untukmu makan bangkai, darah, daging babi, dan daging hewan yang disembelih bukan dengan nama Allah, hewan yang tercekik, dipukul, jatuh, yang , diterkam binatang buas, kecuali sempat disembelih. Dan haram juga hewan yang disembelih untuk berhala. Dan Dan haram juga hewan yang diundi nasibnya dengan anak panah karena termasuk perbuatan fasik. Hari ini orang kafir telah putus asa untuk mengalahkan agamamu, karena itu kamu jangan takut kepada mereka, tapi takutlah kepada- Ku. Hari ini Aku telah menyempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhoi Islam sebagai agamamu.
Tetapi barang siapa terpaksa karena kelaparan bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” 4 Dalam ayat ini lebih dijelaskan lagi mengenai beberapa hal diharamkan oleh Allah untuk di makan oleh umat islam. Serta surah Al-Maidah ayat 4 berbunyi:
4 Q.S Al-Maidah ayat 3
4
yang berarti “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad), apa yang dihalalkan untuk mereka?" Katakan, "yang dihalalkan bagimu merupakan makanan yang baik dan binatang pemburu yang telah kamu latih untuk berburu, yang kamu latih sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh Allah kepadamu. Maka, makanlah apa yang ditangkap untukmu, dan sebutlah nama Allah (saat melepas). Dan bertakwa kepada Allah, sungguh Allah sangat cepat perhitungan-Nya." 5
Sesuai dengan apa yang telah dijelaskan dalam pasal 28 E ayat 1 serta pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, dan untuk mengimplementasikan pasal-pasal tersebut maka dari itu pemerintah harus memberi jaminan serta perlindungan mengenai kehalalan suatu produk pangan. Dan maka dari itu pemerintah membuat aturan mengenai penjaminan produk halal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal. Penjaminan kehalalan produk pangan ini bertujuan guna memberi kenyamanan, keamanan, serta keselamatan bagi setiap orang yang mengkonsumsi produk makanan dan minuman tersebut.
karena dari dulu hingga saat ini banyak sekali produk pangan yang belum terjamin mengenai kehalalannya. Sehingga menyebabkan banyaknya kebimbangan yang dihadapi masyarakat muslim di Indonesia saat
5 Q.S Al-Maidah ayat 4
5
mengkonsumsi produk pangan yang beredar dimasyarakat. Karena hal tersebut pada tahun 1988 Majelis Ulama Indonesia terjun langsung dalam menangani permasalahan ini agar tidak lagi timbul suatu kekhawatiran di kalangan masyarakat islam atas mandat dari Pemerintah.6
Karena hal tersebut pada 6 Januari 1989 didirikan LPPOM MUI guna melaksanakan pemeriksaan serta sertifikasi halal produk pangan. Pada tahun 1996 MUI, Departemen Agama serta Departemen Kesehatan menandatangani Nota Kesepakatan guna memperkuat peran LPPOM MUI dalam menjalankan sertifikasi kehalalan produk.7 Selain itu LPPOM MUI juga bertugas untuk melakukan penelitian, pengkajian, menganalisis, serta memberikan keputusan apakah produk pangan tersebut halal dan baik untuk dikonsumsi oleh masyarakat muslim di Indonesia.8 Setelah didirikannya Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetik (LPPOM MUI) ini semua produk pangan wajib untuk melewati tahap penelitian, pengkajian, apakah produk pangan tersebut halal dan baik untuk dikonsumsi oleh orang islam.9
6 LPPOM MUI,”Sejarah LPPOM MUI” https://www.halalmui.org/mui14/main/page/sejarah- lppom-mui diakses pada Senin, 14 Juni 2021 Pukul 19.50 WIB
7 LPPOM MUI,”Sejarah LPPOM MUI” https://www.halalmui.org/mui14/main/page/sejarah- lppom-mui diakses pada Sabtu, 18 September 2021 Pukul 15.00 WIB
8 Sheilla Chairunnisyah, 2017. “Peran Majelis Ulama Indonesia Dalam Menerbitkan Sertifikat Halal Pada Produk Makanan Dan Kosmetika” Jurnal Edu Tech. Vol. 3 No. 2 Hal. 64 http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/edutech/article/view/1251/pdf_45 (diakses pada: Senin, 14 Juni 2021 pukul 19.50 WIB)
9LPPOM MUI “Prosedur Sertifikasi Halal MUI”
https://www.halalmui.org/mui14/main/page/sejarah-lppom-mui diakses pada Sabtu, 18 September 2021 Pukul 15.00 WIB
6
Dengan adanya pengawasan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetik (LPPOM MUI) di Indonesia memberikan jaminan kebebasan untuk masyarakat muslim melaksanakan syariat ajaran islam selain itu juga masyarakat lega dan tidak perlu khawatir lagi untuk mengkonsumsi suatu produk pangan karena telah dijamin kehalalannya oleh MUI. Kedua lembaga ini bekerja sama dengan semaksimal mungkin untuk menjamin kehalalan suatu produk. Mereka benar- benar harus memastikan bahwa produk pangan yang beredar di masyarakat merupakan produk halal mulai dari bahan baku, bahan tambahan, tempat produksi serta cara pengolahannya bebas dari hal-hal yang telah diharamkan didalam ketentuan Al-Quran dan Hadist.
Pada Tahun 2014 Pemerintah membentuk Undang-Undang baru untuk melakukan penjaminan terhadap kehalalan produk pangan yang beredar di Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. dengan adanya peraturan baru ini mempertegas bahwa permasalahan halal-haram ini sangatlah mendesak dalam sebuah produk pangan yang akan diedarkan kepada konsumen. Pemberlakuan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal ini memiliki tujuan untuk memberikan kepastian hukum dan informasi produk halal untuk masyarakat terutamanya masyarakat yang beragama islam. dan juga memberikan panduan kepada pengusaha bagaimaan cara mengolah,
7
memproses, memproduksi, dan memasarkan produk kepada konsumen.10
Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal menjelaskan bahwa dalam penyelenggaraan penjaminan produk halal ini dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJBH) berada di bawah dan bertanggung jawab terhadap menteri. Dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) ini memiliki wewenang dalam hal menyusun serta menetapkan kebijakan untuk menjamin kehalalan suatu produk pangan, menerbitkan dan mencabut sertifikat halal dan label halal pada produk serta menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria Jaminan Produk Halal (JPH), melakukan registrasi sertifikat halal pada produk luar negeri, juga melakukan sosialisasi, edukasi, dan publikasi produk halal, melakukan akreditasi terhadap Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), melakukan registrasi Auditor Halal, melakukan pengawasan terhadap pelaksaan jaminan produk halal, melakukan pembinaan atau edukasi terhadap Auditor Halal dan melakukan kerja sama dengan lembaga dalam dan luar negeri di bidang penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (JPH). 11
Dalam penyelenggaraan jaminan produk halal ini Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) bekerjasama dengan kementerian atau lembaga terkait, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) serta
10 May Lim Charity. 2017. "JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA (HALAL PRODUCTS GUARANTEE IN INDONESIA". Jakarta Selatan. Jurnal Legislasi Indonesia. Vol.
14. No. 1 Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM. Hal 100 https://e-jurnal.peraturan.go.id/index.php/jli/article/viewFile/77/pdf Diakses Pada Senin, 20 September 2021 Pukul 11.19 WIB
11 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal
8
Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kerja sama antara Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini dilakukan dalam bentuk: sertifikasi auditor halal, akreditasi LPH, serta penetapan kehalalan produk yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam bentuk keputusan penetapan halal produk,.12 Dalam Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal menjelaskan bahwa dalam penerbitan sertifikat halal Majelis Ulama Indonesia memiliki peran dalam mengeluarkan penetapan setelah melakukan Auditor terhadap sebuah produk. Sehingga dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal semakin terjamin keberadaan produk halal di Indonesia, khususnya terhadap produk Produk Pangan Halal, karena langsung diawasi oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang merupakan organisasi masyarakat Islam kepercayaan pemerintah dan masyarakat.
Namun dalam tahun 2020 pemerintah telah membuat aturan baru yang sedang ramai diperbincangkan yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja atau biasa disebut dengan Omnibus law. Dimana Omnibus law ini merupakan cara yang digunakan untuk mengganti dan/atau mencabut atau menata kembali beberapa ketentuan yang diatur dalam satu peraturan perundang-undangan menjadi satu peraturan perundang-undangan.
Dimana peraturan tersebut dibuat oleh pemerintah dibuat dengan harapan dapat menciptakan banyak lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya dan
12 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal
9
memberikan kepastian hukum yang pasti secara merata kepada seluruh rakyat indonesia.13 Dengan dibentuknya Undang-Undang Cipta Kerja ini juga membawa perubahan terhadap Peran Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam penyelengaraaan penjaminan halalnya produk pangan yang beredar di Indonesia.
Dimana dalam peraturan baru ini pemerintah selain bekerja sama dengan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga akan bekerja sama dengan organisasi masyarakat Islam yang berbadan hukum lainnya. Selain itu juga terdapat beberapa perubahan dimana dalam Undang-Undang Omnibus Law menghapus beberapa sektor (Badan Pelaksana Jaminan Produk Halal) BPJPH yang berkerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Seluruh ketentuan dalam pasal 14 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk halal juga dihapus, dan masih terdapat beberapa perubahan yang terdapat dalam Undang-Undang Cipta Kerja ini yang mempengaruhi keterlibatan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam penerbitan sertifikat kehalalan suatu produk pangan dan kosmetik.14 Selain itu juga terdapat perubahan peran dalam
13 Daud Silalahi & Lawencon Associates, “Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja: Pengertian, Tujuan, dan Manfaat” Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja: Pengertian, Tujuan, dan Manfaat - DSLA (Daud Silalahi & Lawencon Associates) (dslalawfirm.com) (diakses pada: Senin, 14 Juni 2021 pukul 19.50 WIB)
14 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja
10
penerbitan serta pencabutan sertifikasi halal dan label halal pada produk.15
Di Indonesia banyak pelaku usaha yang belum memiliki sertifikat halal sehingga kementerian agama berencana akan menerbitkan sertifikat secara gratis. Menurut menteri agama Yaqut Cholil Qoumas dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI saat ini Kementerian Agama menargetkan akan mengeluarkan sepuluh juta sertifikat halal gratis pada tahun 2022 melalui Badan Pelaksana Jaminan Produk Halal (BPJPH) untuk pelaku usaha. Beliau juga menjelaskan untuk melancarkan rencana tersebut Kementerian Agama melakukan koordinasi dengan beberapa kementerian atau lembaga pemerintah daerah. Serta telah ditetapkan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal yang mempengaruhi peran Majelis Ulama Indonesia dalam penerbitan sertifikat halal pangan.
Sesuai dengan latar belakang yang telah dijelaskan diatas dan sangat petingnya kepastian lembaga apa yang peran dalam penerbitan sertififkat halal bagi para pelaku usaha. Sehingga memberi motivasi penulis membahas permasalahan tersebut yang dituangkan dalam tulisan ilmiah berjudul
“ANALISIS YURIDIS NORMATIF PERAN MAJELIS ULAMA INDONESIA DALAM MENERBITKAN SERTIFIKAT KEHALALAN PRODUK PANGAN SEBELUM DAN SETELAH TERBITNYA
15 Indah Fitriani Sukri. 2021. IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA TERHADAP PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI HALAL DAN PRODUK HALAL DI INDONESIA. Depok. Majalah Hukum Nasional. Vol. 51 No. 1. Fakultas Hukum UI. Hal 87 http://mhn.bphn.go.id/index.php/MHN/article/view/139 MINGGU, 19 SEPTEMBER 2021 PUKUL 18.25 WIB
11
UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA”
1.1 Hasil Penelitian Terdahulu
penelitian terdahulu merupakan sumber terdahulu dari penelitian yang pada nantinya dijadikan sebagai bahan untuk membandingkan penelitian yang akan dilakukan, penelitian ini dijadikan suatu bahan awal yang dijadikan suatu inspirasi untuk mengembangkan hasil penelitian yang sebelumnya.
Tabel 1
Penelitian Terdahulu.
Nama Judul Rumusan Masalah Hasil Penelitian Andar
Zulkarn ain Hutagal ung
Analisa Undang- Undang Jaminan Produk Halal dan Cipta Kerja
1. Bagaimana konsep regulasi Jaminan Produk Halal sebelum UU JPH dan Cipta Kerja?
2. Bagaimana konsep dan problematika regulasi Jaminan Produk Halal pasca UU JPH dan Cipta Kerja?
Dalam hasil penelitian Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) yang ubah dalam UU Cipta Kerja menjadi dasar hukum pelaksanaan Jaminan Produk Halal di Indonesia.
Implementasi dari undang- undang ini terkendala karena pembentukannya banyak mengabaikan faktor- faktor filosofis, sosiologis serta yuridis.
Indah Fitriani Sukri
Implemen tasi Undang- Undang Cipta Kerja Terhadap Penyeleng garaan Sertifikat
1. Bagaimana Undang-Undang Cipta Kerja mengatur
kewenangan antara Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dengan MUI
Proses legalisasi pemberlakuan UU No 33 Tahun 2014 sepenuhnya dilaksanakan oleh Otoritas Jaminan Produk Halal, dengan prinsip satu pintu
untuk memudahkan
perusahaan dalam
menerbitkan sertifikat Halal.
Oleh karena itu, perlu juga
12 Halal Dan
Produk Halal Di Indonesia
(Majelis Ulama Indonesia), 2. Bagaimana UU
Cipta Kerja mengatur proses penerbitan
sertifikasi halal.
mempertimbangkan
kewajiban, fungsi, dan wewenang kementerian dan lembaga terkait penjaminan produk Halal sehubungan dengan pembentukan BPJPH. Dengan transaksi produk halal tahunan senilai
$650 juta, bisa dikatakan pergeseran halal terjadi saat ini.
Rangga Pradana
Peran Majelis Ulama Indonesia Dalam Pemberian Sertifika Halal Pada Produk Makanan
1. Bagaimana pengaturan
hukum sertifikat halal pada produk makanan?
2. Bagaimana peran Majelis Ulama Indonesia dalam pemberian
sertifikat dan label halal pada produk makanan?
3. Bagaimana kendala dan upaya dalam pemberian
sertifikat dan label halal pada produk makanan?
Hasil Berdasarkan penelitian di atas bahwa kedudukan hukum sertifikat halal pada produk makanan adalah memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi umat Islam dalam mengkonsumsi produk maupun kosmetika yang berasal dari produsen.
Majelis Ulama Indonesia sendiri bekerja sama
LPPOM berupaya
semaksimal mungkin untuk menetapkan sebuah produk halal dengan melakukan bahan baku, bahan
tambahan, tempat
pengolahan bahkan transportasi yang digunakan untuk membantu produk makanan, tempat penjualan, tempat pengolahan, clean dari babi. Sertifikasi halal itu play on words hanya berlaku selama 2 (dua) tahun sejak sertifikat itu diterbitkan, dan harus disertifikasi ulang lagi.
Peran Majelis Ulama
Indonesia dalam
mempersembahkan
sertifikat dan label halal pada produk makanan adalah menetapkan fatwa
13
tentang kehalalan produk makanan, obat obatan dan kosmetika dilakukan oleh Komisi Fatwa dilakukan setelah direview oleh
LPPOM MUI serta
mensosialisasikan mengenai jaminan halal.
3. Hasil Penelitian Andar Zulkarnain Hutagalung
Skripsi ini ditulis oleh Andar Zulkarnain Hutagalung, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara pada 2019 lalu.
Dalam penelitian terdahulu ini mengkaji terkait Analisa Undang- Undang Jaminan Produk Halal dan Cipta Kerja. Penelitian ini fokus terhadap perubahan dasar hukum pelaksanaan jaminan produk halal di Indonesia dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) yang ubah dalam UU Cipta Kerja.
Sedangkan dalam penelitian ini membahas mengenani membandingkan perubahan peran Majelis Ulama Indonesia dalam menerbitkan sertifikat kehalalan pangan di Indonesia.
4. Hasil Penelitian Indah Fitriani Sukri
Penelitian ini ditulis oleh Indah Fitriani Sukri, Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada 2021 lalu. Dalam penelitian terdahulu ini mengkaji terkait Implementasi Undang-Undang Cipta Kerja Terhadap Penyelenggaraan Sertifikat Halal Dan Produk Halal Di Indonesia.
Penelitian ini fokus terhadap Proses legalisasi pemberlakuan UU No 33 Tahun 2014 sepenuhnya dilaksanakan oleh Otoritas Jaminan
14
Produk Halal, dengan prinsip satu pintu untuk memudahkan perusahaan dalam menerbitkan sertifikat Halal. Sedangkan dalam penelitian ini membahas bagaimana proses litigasi pemberlakuan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dengan Undang-Undang Cipta Kerja dalam pemberian sertifikat halal pada produk pangan.
5. Hasil Penelitian Rangga Pradana
Penelitian ini ditulis oleh Indah Fitriani Sukri, Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada 2021 lalu. Dalam penelitian terdahulu ini mengkaji terkait peran majelis ulama indonesia dalam pemberian sertifikat halal pada produk makanan. Penelitian ini fokus terhadap Peran Majelis Ulama Indonesia dalam mempersembahkan sertifikat dan label halal pada produk makanan adalah menetapkan fatwa tentang kehalalan produk makanan, obat obatan dan kosmetika dilakukan oleh Komisi Fatwa dilakukan setelah direview oleh LPPOM MUI serta mensosialisasikan mengenai jaminan halal. Sedangkan dalam penelitian ini membahas mengenani membandingkan perubahan peran Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam menerbitkan sertifikat kehalalan pangan di Indonesia.
B. Rumusan Permasalahan
1. Bagaimana Peran MUI Dalam Menerbitkan Sertifikat Kehalalan Produk Pangan Sebelum Adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
15
Tentang Cipta Kerja dalam BAB III bagian jaminan produk pangan Pasal 30 ayat 1 ?
2. Bagaimana Peran MUI Dalam Menerbitkan Sertifikat Kehalalan Produk Pangan Sesudah Adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dalam BAB III bagian jaminan produk pangan Pasal 30 ayat 1 ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis terkait dengan peran Majelis Ulama Indonesia dalam penerbitan Sertifikat halal produk pangan sebelum adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dalam BAB III bagian jaminan produk halal Pasal 30 ayat 1.
2. Untuk menganalisis terkait dengan peran Majelis Ulama Indonesia dalam penerbitan Sertifikat halal produk pangan sebelum adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dalam BAB III bagian jaminan produk halal Pasal 30 ayat 1.
D. Manfaat dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuan yang telah dikemukakan diatas maka penelitian ini dilakukan dengan harapan mampu memberi manfaat teoritis maupun praktis sebagaimana berikut :
1. Manfaat dan kegunaan secara teoritis
Kegunaan secara teoritis, penelitian ini akan memberikan kontribusi terhadap mata kuliah hukum ekonomi dan bisnis dalam materi
16
pemberian perizinan edar makanan dan minuman, serta mata kuliah hukum islam. Selain itu juga diharapkan penelitian ini dapat membantu mengembangkan pengetahuan dan wawasan dalam penjaminan kehalalan produk pangan. Terlebih lagi dalam mengkaji ulang pemberlakuan Undang-Undang Cipta Kerja dalam aspek penjaminan kehalalan produk pangan dan kosmetik yang akan diedarkan kemasyarakat.
2. Manfaat dan kegunaan secara praktis a. Bagi Penulis
1) Penelitian ini merupakan persyaratan penulisan untuk memenuhi kelulusan pada jenjang Strata 1
2) Diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan bertambahnya wawasan bagi pribadi penulis serta kontribusi keilmuan bidang hukum ekonomi dan bisnis, hukum islam serta manfaat keintelektualan mengenai peran MUI dalam penerbitan Sertifikat halal produk pangan sebelum dan sesudah adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dan pendapat para ulama mengenai perubahan peran MUI dalam penerbitan Sertifikat halal produk pangan.
b. Bagi Masyarakat
Ditujukan kepada masyarakat khususnya bagi para pelaku usaha, diharapkan dengan adanya penelitian ini masyarakat mengetahui perubahan peran dan tata cara penerbitan sertifikat
17 kehalalan suatu produk pangan.
c. Bagi Pemerintah
Ditujukan kepada Pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran agar Pemerintah dapat lebih memperhatikan penjaminan kehalanan produk pangan yang beredar mengingat masyarakat Indonesia yang meyoritas beragama Islam kepada masyarakat khususnya masyarakat muslim.
E. Metode Penelitian
1) Metode Pendekatan:
Metode Pendekatan yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, Dimana pendeketakan yuridis normatif ini dalam memperoleh data dengan cara penelitian kepustakaan seperti melakukan penelitian terhadap ketentuan-ketentuan hukum positif maupun asas-asas hukum, buku, serta dokumen lain yang berkaitan dengan penelitian yang sedang diteliti.16 Menurut Sutadnyo Wigyosubroto penelitian hukum normatif merupakan penelitian terhadap hukum yang dikonsepkan dan dikembangkan atas doktrin yang dianut oleh seseorang yang mengkonse ataupun seseorang yang mengembangkan penelitian tersebut.17
16 Yudiono OS, 2013, “Metode Penelitian”, digilib.unila.ac.id (Diakses pada Selasa 15 Juni 2021 pukul 12.00)
17 Jonaedi Efendi dan Johnny Ibrahim. 2018. Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris.
Depok. Prenadamedia Group. Halaman 129
https://books.google.co.id/books?id=5OZeDwAAQBAJ&printsec=copyright&hl=id#v=onepage&
18 2) Jenis Bahan Hukum:
Penulisan hukum ini merupakan penelitian kepustakaan dalam upaya mencari data sekunder dengan menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
a) Bahan Hukum Primer: Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang bersifat mengikat, yang terdiri dari peraturan perundang- undangan yang terkait dengan kegiatan penerbitan sertifikat halal produk pangan dan peran MUI, peraturan yang dimaksud antara lain :
1) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal
2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja 3) Piagam Berdirinya MUI
b) Bahan Hukum Sekunder: Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer antara lain buku-buku, jurnal yang berkaitan dengan penerbitan sertifikat kehalalan makanan dan minuman. Serta wawancara dengan pihak MUI Kota Blitar dan Ulama di wilayah Kota Blitar
c) Bahan Hukum Tersier: Bahan hukum tersier adalah yang digunakan untuk memperjelas persoalan atau istilah yang ditemukan pada bahan- bahan hukum primer dan sekunder yang terdiri dari kamus hukum, kamus bahasa, media masa serta dokumen tertulis lainnya.
3) Teknik Pengumpulan Bahan Hukum:
q&f=false
19
Dalam pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini dilakukan dengan studi kepustakaan. Dengan mengumpulkan dan menganalisa data-data jurnal, buku, peraturan perundang-undangan, makalah, artikel serta berita yang berkaitan dengan penelitian. Dan juga dalam pengumpulan data primer penulis dilakukan dengan cara wawancara ke pengurus Majelis Ulama Indonesia di Kota Blitar
4) Teknik Analisa Bahan Hukum:
Analisa bahan hukum yang digunakan dalam penelitian hukum ini menggunakan cara analisis kualitatif dengan pola pikir logika deduktif- induktif, dimana dengan menggunakan pendekatan ini didasari dengan suatu kerangka teori, gagasan para ahli, serta pemahaman peneliti yang kemudian dikembangkan menjadi beberapa bermasalahan dan juga pemecahnya yang digunakan untuk mendapatkan kebenaran . 18 Pada penelitian yang bersifat normatif ini dalam mengolah dan menganalisis bahan hukum yang penulis dapatkan dalam bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier dan mempelajari bahan pustaka baik berupa perundang-undangan, artikel, buku, makalah, dan data-data lain yang berhubungan dengan penelitian ini.
F. Rencana Sistematika Penulisan
Dalam Penulisan penelitian hukum ini diperlukan sitematika penulisan agar dapat diketahui secara jelas mengenai isi dari penelitian hukum ini.
18 Hardani. Ustiawaty. Dkk. 2017. “Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif”. Edisi Pertama.
Yogyakarta. CV. Pustaka Ilmu. Hal 254
20
adapun sitematika dengan menggunakan sistematika berikut : BAB I : PENDAHULUAN
Bab PENDAHULUAN berisi tentang latar balakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab TINJAUAN PUSTAKA ini membahas mengenai Kerangka Teoritis dan Kerangka Pemikiran. Kerangka teoritis yang mendasari penulisan ini adalah tinjauan tentang peran Perubahan Majelis Ulama Indonesia dalam Penerbitan Seritifikat Kehalalan Pangan Di Indonesia sebelum dan setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dan yang diatur Undang- undang lainnya.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ini merupakan pembahasan dan juga analisa terhadap peran majelis ulama indonesia dalam menerbitkan sertifikat halal makanan dan minuman dengan perbandingan sebelum dan setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja
BAB IV : PENUTUP
Bab PENUTUP ini sebagai bagian akhir dari penulisan penelitian berisi mengenai kesimpulan dan saran sebagai suatu masukan maupun perbaikan dari apa sajayang telah didapatkan selama penelitian.