• Tidak ada hasil yang ditemukan

CARAKA Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol. 1 No. 2 Tahun 2021

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "CARAKA Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol. 1 No. 2 Tahun 2021"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN 2798-6853

145

Peningkatan Kreativitas Siswa Sekolah Dasar Melalui Kegiatan Dharmagita

Oleh

.

Ida Ayu Dwidyaniti Wira¹, Ida Bagus Putu Eka Suadnyana² Institut Pariwisata dan Bisnis Internasional Bali¹

STAHN Mpu Kuturan Singaraja²

Email: [email protected]¹, [email protected]² ABSTRACT

Dharmagita is the result of an art that is carried out through focal or the result of the beauty of the sound (the melodious voice) which should be preserved by all Hindus both in Bali and outside the island of Bali. Dharmagita contains religious values, mainly about the teachings of tattwa, ethics, and ceremonies. The three basic religious frameworks should be used as the basis for understanding, especially in carrying out deepening knowledge about the meaning and function of Darmagitha. Through Dharmagita, a student can increase their creativity and develop their talents and interests and can shape their morals directly or indirectly to become human beings with high morals and character. In addition, Dharmagita art contains elements of tattwa, sussila, and ceremonies and aesthetics if carried out regularly it will be able to practice pranayama or the system of regulating the course of breathing so that they become fresh, physically and mentally healthy.

Keywords: Role, Dharmagita, Creativity, Students ABSTRAK

Dharmagita merupakan hasil dari suatu seni yang dilakukan melalui fokal atau hasil dari keindahan suara (merdunya suara) yang patut dilestariakn oleh seluruh umat hindu baik yang ada di Bali maupun diluar pulau Bali. Dharmagita mengandung nilai-nilai keagamaan utamanya tentang ajaran tattwa, susila, dan upacara. Ketiga kerangka dasar agama tersebut mestinya dijadikan dasar pemahaman terutama dalam melaksanakan pendalaman pengetahuan mengenai makna dan fungsi Darmagitha. Melalui Dharmagita seorang siswa dapat meningkatkan kreativitasnya serta dapat mengembangkan bakat dan minat siswaserta dapat membentuk moral mereka secara langsung maupun tidak langsung menjadi manusia yang bersusila dan berbudi pekerti yang luhur. Di samping seni Dharmagita mengandung unsure tattwa, sussila, dan upacara dan estetika apabila dilaksanakan secara rutin maka akan dapat melatih pranayama atau system pengaturan jalannya pernapasan sehingga mereka menjadi segar, sehat jasmani dan rohani.

Kata Kunci: Peranan, Dharmagita, Kreativitas, Siswa I. Pendahuluan

Pengaruh perubahan sangat berdampak pada semua sudut kehidupan bahkan tidak menutup kemungkinan berdampak pula dalam melaksanakan berbagai aktifitas dan kreatifitas khususnya dalam berkesenian dan aktivitas keagamaan. Perkembangan ini tidak saja membawa pengaruh yang positif tetapi juga membawa pengaruh yang negatif. Penyebabnya bukan mutlak bersumber pada

(2)

ISSN 2798-6853

146 pengaruh dari dunia kesenian tetapi bersumber pada pengaruh globalisasi yang terjadi pada dunia modern. Begitu gencarnya perkembangan ilmu pengetahun (Iptek) menyebabkan semua sendi kehidupan mengalami perubahan, sehingga di sana sini tampak berkembang kesenian yang bersifat kontemporer (kolaborasi) yang bertujuan untuk mencari kepuasan individu dan mereka dituntut pula oleh kehidupan yang global. Tanpa mengikuti pola tersebut mereka akan merasa tertinggal oleh perkembangan jaman. Karena perkembangan yang sangat pesat tersebut maka berdampak pula terhadap Pendidikan Tattwa Agama Hindupada siswa sekolah dasar No.1 Singapadu Kaler, Kabupaten Gianyar melalui Seni Dharmagita. Dengan memberikan pendidikan tattwa melalui seni dharmagita di tingkat Sekolah Dasar maka siswa diharapkan dapat memahami isi ajaran agama Hindu. Karena dharmagita yang mengandung nilai-nilai keagamaan, utamanya tentang ajaran tattwa, susila dan upacara adalah sebagai sumbernya. Ketiga kerangka dasar agama tersebut semestinya dijadikan dasar pemahaman, terutama dalam melaksanakan pendalaman pengetahuan mengenai makna dan fungsi dharmagita. Berkaitan dengan hal tersebut di atas diharapkan siswa memahami hal ikhwal seni dharmagita. Karena seni dharmagita dapat merubah sikap dan perilaku manusia yang semula negatif menjadi positif.

Sesuai dengan uraian tersebut di atas, di harapkan melalui seni dharmagita seorang siswa akan dapat membentuk moral mereka secara langsung maupun tidak langsung menjadi manusia yang bersusila. Hal ini dapat dilakukan, apabila seorang siswa diperkenalkan dengan sekar alit atau sekar madia, maka watak mereka akan dibentuk oleh keindahan lagu tersebut dalam waktu yang tidak terlalu lama baik dan moral dan kepribadian berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam dharmagita secara utuh. Apabila bahwa aktif dalam aktivitas seni dharmagita, diharapkan manusia atau anak yang masih berada dalam lingkungan pendidikan di Sekolah Dasar, budi pekerti akan menjadi halus sesuai dengan ajaran tattwa, susila, dan estetika yang terkandung dalam seni dharmagita tersebut. Dalam pembentukan/menempa mental, hendaknya siswa dibiasakan dengan sikap yang selalu positif. Kebiasaan inilah perlu diterapkan setiap saat. Karena pengalaman atau empiris adalah guru yang utama dalam hidup ini, lebih-lebih bagi anak yang masih berumur dini. Keteladanan bagi seorang guru melalui media dharmagita sangat penting karena peran guru dalam beberapa saat dapat diganti dengan media tersebut. Dalam hal ini anak akan selalu senang meniru yang baik-baik saja. Seperti disebutkan dalam kitab Sarasamuccaya, yakni sebagai berikut :

Jika seseorang telah mendengar kesedapan rasa puitis sastra suci itu, sekali- sekali ia tidak akan berkemauan untuk mendengarkan cerita-cerita lain, termasuk nyanyain rebab, seruling, dan lain-lain semacam itu, sebagai misalnya orang yang sudah pernah mendengar suara burung kutilang, yang telah meresap ke dalam hatinya, tida ada kemungkinan ia akan berkemauan untuk mendengarkan kengerian suara burung gagak; demikianlah kata Bhagawan Wararuci menghormati Bhagawan Byasa, serta lanjut mengutarakan keutamaan cerita Mahabharata yang dinamai (Kadjeng, 1978 : 5)

(3)

ISSN 2798-6853

147 Demikianlah umpamanya jika seseorang telah merasakan keindahan dharmagita, takkan mungkin pernah akan meninggalkan seni tersebut walaupun dalam sesaat saja. Ibarat seseorang yang telah terbiasa mendengarkan keindahan suara burung kutilang tidak mungkan akan menyenangi kengerian suara burung gagak. Sebagai disebut dalam sloka kitab Sarasamuccaya di atas. Demikian pula dengan keindahan seni dharmagita selalu akan disenangi sepanjang masa, karena termasyurnya mengandung nilai folosofis yang bersumber pada cerita-cerita bernuansa keagamaan yang tinggi. Demikian juga kitab Mahabharata, Ramayana, Tantri, Cerita panji, Lubdhaka, dan lain sebagainya.

Di samping karena seni dharmagita yang mengandung unsur tattwa, susila dan estetika, juga seni ini apabila dilakukan secara rutin maka akan dapat melatih pranayama atau sistem pengaturan jalan pernapasan si penyanyi sehingga mereka menjadi segar. Dengan kekuatan pranayama yang ditimbulkan oleh kegiatan ber- dharmagita, si penyanyi akan menjadi seimbang antara jasmani dan rohaninya, sehingga ia akan menjadi manusia yang sehat, baik sehat secara jasmani maupun sehat rohani.

Bersatunya beberapa unsur ilmu pengetahuan, disebabkan oleh adanya keterkaitan, tujuan yang sama, dan adanya kecocokan/relevansi kedua unsur tersebut dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Sebagai sering dapat disaksikan atau dibaca dalam beberapa tulisan atau artikel dikatakan bahwa agama dan kebudayaan (kesenian) adalah tunggal (satu). Keterkaitan tersebut dapat dibuktikan ketika kita simak sebuah tembang dharmagita ternyata untaian kalimatnya mengandung pesan-pesan agama yang sangat dalam. Dan bila kita dengarkan alunan tembang dharmagita secara seksama dan teliti, ternyata suara tersebut dapat menghantarkan pikiran/imajinasi si penembang atau si pendengar tertuju kehadapan yang diyakini, yakni Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam sebuah aktivitas upacara keagamaan. Jadi dapat dikatakan bahwa kesenian/keindahan olah vokal (dharmagita) tanpa mengandung pesan bernilai filosofis (agama) menjadi tidak menarik, demikian pula apabila nilai filsafat agama tanpa diramu dengan unsur keindahan maka akan tidak diminati oleh masyarakan kebanyakan. Dharmagitalah medianya, dan apabila ingin sebuah tembang akan bertahan dalam waktu yang panjang maka unsur-unsur nilai keagamaan agar diselipkan dalam penggarapannya. Itulah relevansi dharmagita dengan ilmu agama (Hindu), sehingga kedua ilmu tersebut tetap eksis sampai saat ini. Walaupun perkembangan jaman semakin pesat ingin menghimpit keberadaan seni tersebut, tetapi tetap gagah bertahan ibarat batu karang di tengah samudra tetap berdiri kokoh walaupun selalu dihantam deburan ombak. Demikian pula keberadaan seni dharmagita selalu langgeng dalam menghadapi terpaan negatif zaman ini. Hal tersebut di atas sebagai alasan mengapa seni dharmagita dipilih sebagai salah satu alat/media pembelajaran bagi masyarakat Hindu di Bali pada umumnya, dan lembaga pendidikan khususnya di Sekolah Dasar Nomor 1 Singapadu Kaler .

Dalam hal ini dengan pembelajaran melalui dharmagita, sedikit tidaknya sifat-sifat keraksasaan/egoisme anak sedikit dapat ditekan. Dengan demikian pendidikan melalui dharmagita sangat dihandalkan untuk membentuk moral anak

(4)

ISSN 2798-6853

148 didik di Sekolah Dasar. Walaupun sistem pembelajaran dharmagita belum menjadi mata pelajaran pokok yang masuk dalam kurikulum khususnya di tingkat pendidikan dasar. Jikalaupun ada hanya sebatas dalam kegiatan ekstrakurikuler atau kegiatan tambahan. Demikianlah kenyataan di lapangan, bahwa peran dharmagita sangat besar dalam pembentukan moral anak dan masyarakat pada umumnya. Tetapi unsur lembaga-lembaga formal masih menganggap seni dharmagita hanya sebatas pelengkap saja dan jika dikembangkan justru akan menghabiskan dana yang sangat besar.

II. Metode Pengabdian

Program pengabdian msayarakat ini dilaksanakan di sekolah dasar No.1 Singapadu Kaler, Kabupaten Gianyar. Peserta berasal dari para siswa hindu di sekolah dasar No.1 Singapadu Kaler, Kabupaten Gianyar. Sistem pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan pemberian materi yang telah disepakati oleh pelatih.

Tujuan yang ingin dicapai dengan sistem ini adalah:

1. Melatih siswa Hindu sekolah dasar No.1 Singapadu Kaler, Kabupaten Gianyar untuk mampu memahami ajaran agama Hindu utamanya terkait dengan tattwa.

2. Membangun sikap kompak dalam lingkungan siswa sekolah dasar No.1 Singapadu Kaler, Kabupaten Gianyar.

3. Meningkatan rasa bangga dan memilliki generasi muda Hindu sehingga memiliki solidaritas yang tinggi untuk membangun desa.

4. Melestarikan dharmagita sebagai salah satu unsur penting dalam pendidikan Agama Hindu.

Kajian ini menggunakan metode pelatihan. Penggunaan metode ini untuk memberikan cara melantunkan dharmagita yang baik dan benar kepada siswa Hindu di sekolah dasar No.1 Singapadu Kaler, Kabupaten Gianyar sehingga mereka memiliki landasan yang kuat dalam melantunkan tembang dharmagita dan memahami makna yang terkandung didalamnya.

III. Hasil dan Pembahasan 3.1 Lokasi Pengabdian

Sekolah Dasar No. 1 Singapadu Kaler yang berdiri tanggal 1 Januari 1970 di atas tanah seluas 19 are terletak di daerah Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar yaitu di utara jalan jurusan Ubud dan Gianyar. Di sebelah timurnya adalah kantor Dinas Perhubungan Kabupaten Gianyar, sebelah utara sekolah adalah rumah penduduk yang memiliki beberapa bangunan seperti 6 ruang kelas, 1 ruang guru, 1 ruang kepala sekolah, 1 ruang UKS, 1 orang perpustakaan, 1 ruang gudang, dan 4 ruang toilet serta 1 ruang pertemuan untuk KKG guru SD. No. 1 Singapadu Kaler..

Sekolah Dasar No. 1 Singapadu kaler memiliki tenaga pengajar yaitu; 1 orang kepala sekolah, 8 orang guru kelas, 2 orang guru agama Hindu, 1 orang guru penjaskes, 2 orang guru honorer dan 1 orang penjaga sekolah. Sekolah Dasar No. 1 Singapadu kaler merupakan barometernya dari sekolah-sekolah dasar yang ada di lingkungan wilayah kecamatan Sukawati. Oleh sebab itu banyak prestasi yang diperoleh baik dari prestasi guru maupun siswa dan siswa sekolah Dasar No. 1

(5)

ISSN 2798-6853

149 Singapadu Kaler. Siswa dan siswi Sekolah Dasar No. 1 Singapadu Kaler terdiri dari 112 orang putra dan 95 orang putri sehingga Sekolah Dasar No. 1 Singapadu adalah merupakan contoh bagi sekolah-sekolah dasar yang lain untuk meningkatkan sumber daya manusia dalam pendidikan.

Adapun kegitan-kegiatan yang dilaksanakan di luar jam pokok pembelajaran adalah pasraman kilat, menabuh, menari, menyalin aksara latih ke aksara Bali, pramuka, dharmagita. Semua kegiatan disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku sebab kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

3.2 Peranan Dharmagita dalam Meningkatkan Kreativitas Siswa SD 1 Singapadu Kaler Sukawati Gianyar

3.2.1 Dharmagita sebagai Pencurahan Perasaan Bhakti

Dalam srada Agama Hindu diakui bahwa manusia terjadi dari dua unsur pokok yaitu badan wadag dan jiwa. Hukum Rwa Bhineda yaitu pandangan dua dimensi dalam kesatuan berlaku pula atas manusia. Jiwa manusia dapat berwujud kehendak, akal dan emosi. Ketiga sifat jiwa itu diwujudkan oleh faktor ekspresi yang sangat memegang peranan penting. Dalam manusia mencapai tujuannya, unsur jiwa sangat memegang peranan, termasuk dalam tujuan manusia menuju Tuhan-Nya. Usahanya akan hidup, tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya. Sedangkan unsur badan wadag, merupakan pendukung kegiatan yang dilakukan jiwa. Dalam proses manusia menuju Tuhan, dimulailah kegiatan jiwanya dengan sikap kehendak, kemauan atau keinginan. Dan dalam melaksanakan ini manusia mencari cara dengan berbagai jalan dalam bentuk-bentuk yang dipolakan. Pada tingkat pemecahan masalah mendapatkan cara atau jalan, manusia mengadakan usaha- usaha. Untuk menentukan usaha mereka memerlukan pemikiran, akal. Pikiran- pikiran logis segera dapat dihasilkan oleh ekspresi akal tadi, yang akan digunakan manusia dalam melaksanakan kehendaknya menuju Tuhan, maka lahirlah ekspresi emosi dari jiwanya (emosi diidentikkan dengan perasaan). Ekspresi emosi jiwa manusia inilah yang paling dominan peranannya dalam hubungannya menjiwai kidung-kidung sebagai nyanyian pujaan kepada Tuhan. Pada dasarnya wujud perasaan yang merupakan salah satu sikap jiwa manusia, adalah bersifat universal, dimiliki oleh setiap insan/manusia. Umumnya sikap ekspresi perasaannya mengarah kepada dua dimensi dalam kesatuannya (Rwa bhineda) ialah yang bersifat positif dan negatif yang sangat besar ditentukan Tri Guna pada setiap individu manusia sendiri. Sikap ekspresi yang positif dan negatif, kiranya dapat disebut dalam istilah kerohanian agak lembut, adalah sebagai bersifat kedewataan dan keraksasaan. Sifat kedewataan adalah positif dan keraksasaan yang negatif. Sujud bakti, cinta kasih dan semua sikap ekspresi yang sejenis dengan itu berada dalam perasaan alam kedewataan statusnya pun lebih tinggi dari alamnya perasaan keraksasaan. Karena alam kedewataan itu merupakan sinar kekuatan Ida Sang Hyang Widhi, dan apabila perasaan itu dilatih ke arah kedewataan, berarti juga melatih perasaan ke alam Tuhan.

(6)

ISSN 2798-6853

150 Jadi tampaklah di sini penanan Dharmagita dalam pendidikan agama Hindu, bahwa melalui pengucapan-pengucapan lagu-lagu keagamaan itu ekspresi emosi akan terlatih mencapai alam kedewataan dan apabila betul-betul dilaksanakan bahwa Dharmagita sebagai pencurahan rasa bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Emosi yang kuat dari pada penyanyi Dharmagita adalah dibhaktikan untuk suatu upacara yang dilaksanakan, pencurahan semua emosi kedewataan yang dibadani oleh ucapan-ucapan Dharmagita atau kekidung dan setiap kata dari kidung itu dihidupkan dengan ekspresi emosinya, maka getaran kidung mengantar menuju alam kedewataan, menyentuh kekuatan Ida Sang Hyang Widhi, maka terjadilah kesatuan dari dua kekuatan suci yang satu dari umatnya melalui Dharmagita dan satu lagi dari sumber kekuatan itu yaitu Tuhan itu sendiri. Di sinilah latar belakang arti pencurahan, dan pertemuan ini merupakan alam kedamaian. Sikap-sikap ekspresi perasaan yang positif seperti di atas, yakni : sujud, bakti, kagum, tenang, bahagia, damai, dan yang lain semacam itu sulit sekali digambarkan secara nyata kecuali dirasakan. Bila diiringi geguritan atau Dharmagita, kita bisa rasakan indahnya suasana upacara. Tembang laras selendro, diiringi oleh suara gender wayang atau angklung, tembang laras pelog diiringi oleh suara gamelan gong, suara penyanyi Dharmagita yang indah dan merdu diiringi oleh gong semara pagulingan dan lain- lain lagi. Semua itu menimbulkan rasa terharu. Apabila upacara yadnya di suatu tempat suci lengkap dengan sarana yadnya, sehingga tergabung 5 suara yakni suara kidung sayup-sayup disertai lelambatan gong yang indah, suara genta dan weda mantra sang pendeta serta suara kulkul silih berganti, tak terlupakan bau dupa dan menyan yang harum, kejadian seperti inilah kalau dinikmati oleh ekspresi emosi sehingga menjadi terharu, bangga, tenang, damai, dan lain-lainnya. Jadi kalau disimpulkan peranan Dharmagita sebagai pencurahan rasa bhakti ialah dengan sarana oleh vokal atau lagu-lagu keagamaan yang diucapkan dengan penuh rasa sujud bakti dan pasrah kita menemukan alam kedewataan berupa ketenangan, kedamaian, kebahagiaan dan yang lain semacam itu. Memang sangat sulit digambarkan wujud rasa bhakti kecuali dilaksanakan dalam sikap ekspresi.

3.2.2 Dharmagita sebagai Alat Pranayama

Dalam hal ini diuraikan salah satu Dharmagita yaitu kekidung, yang lebih menonjol dilagukan dalam pelaksanaan yadnya. Irama kidung yang panjang-panjang dan memerlukan tempo yang lama itu membutuhkan pengaturan napas yang cermat. Kalau pengaturan napas kurang tepat, irama nyanyian kidung akan menjadi suatu penyajian yang putus-putus di tengah-tengah tembang, dan tidak akan mencapi tujuan semestinya. Untuk dapat melakukan pengaturan napas secara baik, maka para penyanyi kidung hendaknya menyelaraskan napas yang ke luar dan napas yang masuk. Sebanyak napas yang ke luar untuk menggetarkan ucapan- ucapan kata dari kidung itu, sebanyak itu pula napas yang diperlukan (masuk) ke rongga dada. Dalam hubungan ini paru-paru secara penuh dan sempat mekar seluruhnya. Dengan mengembangnya paru-paru secara penuh dan juga mengempis secara penuh, maka peredaran darah dalam tubuh si penyanyi akan menjadi lancar pula, mengakibatkan keseimbangan tubuh menjadi normal. Keseimbangan tubuh dalam keadaan normal, maka kesehatannya tertu terjamin, daya tahan tubuhnya semakin kuat dan penyakit pun sukar menyerangnya. Inilah efek kesehatan yang

(7)

ISSN 2798-6853

151 langsung diterima oleh para penyanyi kidung, jika mereka benar-benar melaksanakan aturan-aturan yang semestinya dalam kekidung.

Seirama dengan irama getaran semesta alam, maka getaran ucapan kata-kata kidung melalui suara-suara para penyanyi menggetarkan juga udara sekitarnya, getaran mana adalah getaran kesucian. Karena para penyanyi menghidupkannya dengan ekspresi kesuciannya, justru karena dihaturkannya kepada yang maha suci.

Kekuatan magis dari kidung-kidung itu mempengaruhi partikel-partikel prana bergetar dan dapat menghubungkan gelombang kesuciannya. Di sinilah hubungan itu semestinya dipahami, rasa cinta kasih yang bulat dari umatnya diabadikan sebagai kebaktian berupa wujud kidung, cinta kasih mana juga bersentuhan dengan cinta kasih-Nya, maka secara moral alam semesta telah ikut dipelihara memakai cinta kasih oleh umat Hindu khususnya.

Demikianlah kidung-kidung itu sebagai alat pranayama dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk memelihara dunia semesta alam dan sebagai media kesehatan manusia. Di sinilah rahasia ini tersembunyi dan pengaturan napas, memanfaatkan napas, mengolah napas atau disebut penguasaan napas atau pranayama, sesungguhnya merupakan iramanya kidung-kidung di Bali; sebaliknya dengan gaya menyanyi kidung-kidung di Bali secara langsung adalah latihan pengolahan pernapasan yang mempunyai efek sangat besar terhadap kesehatan para penyanyi dan pemeliharaan keseimbangan tubuh manusia.

Karakter penataan kidung yang memakai irama panjang-panjang tidak lain dibutuhkan untuk mengekspresikan dorongan-dorongan emosi kerinduan, cinta kasih, dan sendu. Untuk dapat membawakan irama yang panjang-panjang sesuai semestinya penyajian kidung-kidung itu oleh seorang penyanyi kidung sebaiknya pandai mengatur napasnya. Mengatur napas secara baik dimaksudkan cara menarik (memasukkan) napas, menyimpan (menahan) napas, dan menghembuskannya pada saat diperlukan dalam pengolahan irama kidung-kidung itu.

Masalah lain harus diungkapkan di sini, yaitu mengapakah irama kidung- kidung itu kebanyakan panjang-panjang? Seperti diketahui angkasa ini penuh dengan getaran-getaran dan gelombang-gelombang yang tiada hentinya bergerak secara aturan hukum alam. Materi pokok kidung-kidung itu ialah suara. Suara dapat didengar apabila getaran per detik/frekuensinya dapat beresonansi dengan medium getaran, kemudian medium ini mengantarkan resonansi melanjutkan kepada objek penerimanya. Si penerima baru menerima getaran tadi dan baru tahu setelah mendengar suara itu. Ilmu alam tentang getaran, rupanya sudah dipelajari oleh para yogi, para maha rsi di zaman dahulu. Kalau tidak, tidak mungkin yoga itu mengajarkan pernapasan dan cara bernapas yang benar, dalam usaha mendapatkan gelombang-gelombang getaran kekuatan alam semesta ini selalu bergetar dan untuk suatu keseimbangan maka amatlah penting bergetarnya seluruh sel pada tubuh manusia ini seimbang pula dengan hukum getaran alam semesta (ikut bergetar/beresonansi). Ikut bergetar/beresonansi ini rupanya menjadi dasar-dasar pengetahuan pranayama dari mana prana dapat dimanfaatkan ke tubuh manusia secara tepat. Dan untuk bergetar (resonan) secara spiritual, maka yang paling efisien yang digunakan manusia adalah suaranya sendiri. Dengan suaranya sendiri ingin menggetarkan medium tadi (angkasa), yang melanjutkan kepada objek tujuannya.

(8)

ISSN 2798-6853

152 Untuk tidak putus-putusnya getar medium itu, maka suarapun dipanjang- panjangkan atau suara kidung-kidung itu sendiri. Inilah kiranya tujuan dari pada penataan kidung-kidung di Bali iramanya sengaja dilakukan panjang-panjang.

Dengan memenuhi kebutuhan akan irama panjang-panjang dalam penyajian kidung itu tentu dibutuhkan pengaturan napas yang secermat-cermatnya. Pengaturan napas dalam penyajian kidung-kidung itu sangatlah pasti. Membiasakan pernapasan panjang-panjang, diperlukan latihan-latihan yang benar.

3.2.3 Dharmagita sebagai Pembimbing Perasaan Menuju Suasana Kesucian Dapat dipahami, bahwa sebagai manusia makhluk ciptaan Tuhan dikarunia- Nya alat hidup yaitu jiwa. Inti jiwa adalah atman, atma dibungkus oleh citta ialah triguna seperti sifat satwam, rajas, dan tamas, yang dimiliki oleh setiap manusia. Sifat sattwam ialah non aktif penuh kesabaran, sifat rajas adalah aktif kurang kesadaran, dan sifat tamas adalah pasif, acuh tak acuh. Citta ini merekam hasil-hasil pengamatan panca indria dan sifat-sifat hasil rekaman tergantung dari pada tebal tipisnya ruang gerak ketiga guna tadi mendapat kesempatan lolos kontrolnya sang citta. Panca indria diumpamakan seperti kontrolnya sang citta. Panca indria diumpamakan seperti 5 ekor kuda, bila tidak dikendalikan secara baik dan tepat larinya pun akan tidak seimbang, ketidakseimbangan menyebabkan pertentangan.

Apabila sifat sattwam yang berperanan mengendalikan panca indrianya seseorang, maka ia mempunyai kesadaran tinggi meskipun kurang aktivitasnya; apabila rajas yang berperan mengendalikan panca indrianya, maka ia adalah seorang berinisiatif besar, tapi kurang kesadarannya; sedang apabila tamas berperanan mengendalikan panca indrianya, maka ia adalah ingatan dan kenangan yang dihasilkan dari pengalaman-pengalaman rabaan panca indria. Kenangan dan ingatan ini akibat dari rasa atau perasaan keterkaitan kepada benda-benda duniawi tersebut oleh panca indria tadi. Keterikatan panca indria, karena keinginan manusia. Keinginan terikat pada benda-benda duniawi menimbulkan gerak, berbuat atau perbuatan. Perbuatan baik (subha karma) menghasilkan rekaman dalam citta berupa ingatan dan kenangan.

Perbuatan yang baik (subha karma) lebih serasi daripada perbuatan yang tidak baik (asubha karma) untuk tidak baik, akan banyak mengakibatkan pertentangan atau ketidakserasian perasaan manusia menjadi bersih.

Latihan-latihan dan pengabdian, merupakan sikap yang baik membimbing perasaan manusia untuk mendapat suasana tentram, damai, cerah, dan bersih.

Kebaktian merupakan sikap pernyataan terima kasih yang manusiawi terhadap kehidupan ini. Cara-cara kebaktian dapat dinyatakan dengan banyak sikap lahir maupun bathin. Sumber hidup adalah Ida Sang Hyang Widhi Wasa; karenanya khususnya umat Hindu dalam usaha selalu berada dalam alamnya sumber hidup tadi, bersikap dengan cara kebaktian atau pengabdian terutama bagi mereka golongan bakta dan karma margin. Sikap nyata adalah suatu persembahan berupa kidung-kidung/nyanyian pujaan kepada Sang Maha Sumber/Yang Maha Kriya.

Dengan sifat-sifat kebaktian dan pengabdiannya, diharapkan sumber hidup selalu berkenan bersatu padanya. Dengan demikian pula pengabdian yang sesungguhnya adalah pernyataan kerelaan/keikhlasan setulus-tulusnya untuk mengerjakan kewajiban tanpa diikat oleh motivasi kepentingan pribadi. Dengan sikap-sikap ini dapat dibina dan merupakan bimbingan yang dinilai artinya positif akan perasaan

(9)

ISSN 2798-6853

153 menjadi lapang, tenang, tidak dihantui oleh bayangan-bayangan keingin mendapat pujian, sanjungan sehingga kesombongan dan ketekaburan seseorang dapat diredakan. Umat Hindu percaya dengan persembahan bakti dan pengabdian kepada-Nya, maka sari-sari dari kekuatan bakti dan pengabdianlah yang akan diterimanya sebagai anugrah-Nya, karena beliau Sumber Kebaktian dan Sumber Pengabdian.

Bahkti dan Karma marga ini kalau dikatikan dengan ajaran filsafat Wedanta yang dvaita, ternyata ada persamaan-persamaan pandangan yaitu Tuhan dicari di luar diri manusia; atau dengan kata lain memakai sarana-sarana simbolis berupa sajen-sajen, tempat-tempat persembahyangan atau pura, candi dan terutama memakai kidung sebagai pernyataan ungkapan rasa ke-Tuhanan yang sedalam- dalamnya.

Jnana marga yaitu jalan pengetahuan. Tahu (widya) amat baik membimbing perasaan menjadi bersih. Tahu, mengetahui dengan pengetahuan sama jelas atau terang. Tidak tahu sama dengan buta atau gelap, dan telah dijabarkan pula bahwa

”mengetahui” itu melalui proses Tri pramana. Manusia mengetahui dengan alat yang dimilikinya yaitu rasa dan pikiran. Dengan rasa penggeraknya adalah alam intuitif, dengan pikiran penggeraknya panca indria.

Raja marga yaitu jalan latihan konsentrasi atau pemusatan dengan mengendalikan panca indria semaksimal-maksimalnya. Pemusatan perhatian ialah untuk tidak liarnya jiwa ini. Liarnya perhatian, memecah kekuatan dan energi pada manusia sendiri. Dan juga pemusatan cara yang benar dalam hubungan ini dengan cara-cara yoga, mengandung pula efek pembersihan kotoran-kotoran yang menganggu jiwa itu. Jiwa yang bersih adalah pembimbing perasaan menuju suasana kesucian. Jiwa yang kotor menghalangi perasaan menuju kesucian.

Catur marga benar-benar dapat menjamin latihan-latihan menuju kebersihan jiwa manusia apabila melaksanakan ajarannya sesuai dengan swadarma masing- masing individu manusia itu sendiri, terutama apabila ia dengan kesungguhannya mengekspresikan jiwanya dalam kebaktian, pengabdian, pengertian, dan pemusatan laksananya sehari-hari. Akhirnya peranan kidung dalam upacara agama Hindu, bukan sekedar sebagai sarana penunjang menciptakan suasana khidmad, megah, agung, dan suci, tetapi lebih dari itu ialah sebagai transformator, mentransfer pernyataan kebaktian umatnya kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Pernyataan dengan kata-kata diucapkan dalam bentuk yang ditembangkan atau dinyanyikan, akhirnya kidung dalam upacara Agama Hindu kiranya dapat dinyatakan tidak lain daripada bahasa kebaktian dalam cara penyampaian kesujudan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

3.3 Bentuk Pelaksanaan dharmagita di SD 1 Singapadu Kaler Gianyar 3.3.1 Kelompok

Siswa SD No1 Singapadu Kaler di dalam melaksanakan kegiatan darmagitha membentuk dua kelompok dimana masing-masing kelompok terdiri dari 21 orang dengan jumlah siwa 42 orang.

3.3.2 Macam-macam Dharmagita yang diberikan oleh Guru Agama Hindu pada

siswa SD. No 1 Singapadu Kaler

(10)

ISSN 2798-6853

154 1. Macapat dan Kidung .

Sebelum berbicara lebih lanjut mengenai lingkup ini kita lihat beberapa tulisan berkenaan dengan pembagian tembang.

1) Dalam buku-buku kesustraan Jawa dibedakan adanya tiga macam tembang yaitu :

a. Tembang Gede (Sekar Ageng).

b. Tembang Tengahan (Tembang Dagelan).

c. Tembang Macapat (Widyaparwa I, mk.9).

2) Di dalam Pengantar Puisi Jawa (mk.13) dinyatakan bahwa tembang itu banyak jenisnya dan menjadi tiga golongan yaitu:

a. Tembang Macapat atau Tembang Cilik.

b. Tembang Tengahan atau Tembang Dagelan.

c. Tembang Gede atau Kawi.

3) Dalam buku Tata Sastra karangan R.D.S. Hadiwidjana halaman 53 disebutkan, bahwa hanya da 2 macam, yakni:

a. Tembang Lumbrah disebut tembang macapat atau tembang cilik b. Tembang Gede dan tembang Jawa Kuna atau Tembang Kawi (lihat

Widyaparwa I mk. 10).

4) Menurut Wy. Simpen AB. tembang itu dibagi menjadi 5 jenis yaitu:

a. Kekawin (Sekar Agung).

b. Kidung (Sekar Madya).

c. Sekar Macapat (Sekar Alit).

d. Sekar Rare (Tembang Pelalian Alit-alit).

e. Gegendingan miwah Peparikan (lihat Bhasita Paribhasa, muka 4).

5) Menurut pembagian I Kt. Sukrata adalah sebagai berikut, yaitu:

a. Sekar Rare.

b. Sekar Alit (Macapat).

c. Sekar Madia (Kidung).

d. Sekar Ageng (Wirama).

6) Menurut I G.K. Ranuh tembang-tembang di Bali dibagi sebagai berikut, yaitu:

a. Gegendingan 1. Gending Rare.

2. Gending Jejangeran.

3. Gending Sanghiang.

b. Tembang Sinom-Pangkur (Macapat).

c. Kidung.

d. Wirama.

Kalau kita perhatikan pembagian tembang-tembang tersebut di atas sebenarnya saling mendekati lebih-lebih pembagian tembang Nomor 5 dan Nomor 6.

2. Gegendingan

Gegendingan itu merupakan suatu kalimat/kumpulan kalimat yang dinyanyikan dan isinya pada umumnya pendek-pendek.

(11)

ISSN 2798-6853

155 Gegendingan itu dibagi menjadi 3 jenis yaitu :

a. Gending Rare b. Gending Jejangeran c. Gending Sanghiang a. Gending Rare

Gending Rare ini dinyanyikan oleh anak-anak pada waktu bermain-main atau bersenda gurau dengan kawan-kawannya. Tembang ini mempunyai sistem berbeda-beda. Umpama :

1. Jaring Guling 2. Juru Pencar 3. Jenggot Uban 4. Made Cenik 5. Mati Delod Pasih.

b. Gending Jejangeran

Gending Jejangeran ini sama dengan gending rare dan biasanya dinyanyikan bersama-sama saling sahut antara kelompok satu dengan yang lain. Ada yang menjadi kecak (kelompok laki-laki). Lama-kelamaan gending jejangeran ini dinyanyikan juga oleh orang-orang dewasa di dalam tontonan dengan jalan memberi variasi gerak-gerik atau variasi lakon (lelampahan) umpama:

1.Putri Ayu 2.Siap Sangkur 3.Majejangeran c. Gending Sanghiang

Gending Sanghiang itu dinyanyikan untuk menurunkan (nedunang) Sanghiang-Sanghiang, umpama: Sanghiang Dedari, Sanghiang Memedi.

Ortenan tembang-tembang ini sama dengan gending-gending rare lainnya tidak dipakai karang-mengaran ceritera sebagai pada tembang-tembang Macepat. Umpama:

1. Puspa Panganjali 2. Kukus Arum 3. Suaran Kumbang 3. Tembang Sinom-Pangkur (Macepat)

Tembang Sinom-Pangkur itu bisa juga disebut Sekar Alit atau Macepat, seperti:

Pupuh Mijil, Pupuh Pucung, Pupuh Maskumambang, Pupuh Ginada, Pupuh Kinanti, Pupuh Smarandana, Pupuh Sinom, Pupuh Durma, Pupuh Pangkur, Pupuh Dangdanggula.

4. Macepat

Macepat sering juga disebut pupuh atau geguritan dibentuk berdasarkan kaidah rosadi padalingsa. Pada, artinya banyak bilangan suku kata dalam satu baris (carik), lingsa artinya bunyi akhir masing-masing baris dalam satu bait (pupuh).

Untuk lebih jelasnya padanglingsa itu mengandung 3 hal yaitu:

1) Jumlah suku kata dalam setiap baris (carik) 2) Jumlah baris (carik) untuk setiap bait (pada) 3) Bunyi akhir tiap-tiap baris.

Secara teknis untuk menyanyikan pupuh (macepat) pengambilan suara biasanya di ujung lidah. Dengan posisi pengambilan suara seperti itu suara menjadi

(12)

ISSN 2798-6853

156 ngranasika, ini sangat memudahkan menciptakan gegel dan wewilatan/cengkok.

Menyanyikan pupuh dengan wewiletan, agar mampu mengolah suara menjadi

”Engkal-engkalan” atau ngengkal (istilah di Bali).

5. Kidung

Bentuk nyanyian kidung (kekidungan) dapat dikenal pada bait permulaan yang memakai bentuk ”kawitan” dua bait. Kemudian menyusul pamawak (nyanyian pendek) dau bait, penawa (nyanyian panjang) dua bait, pemawak dua bait, penawa dua bait, demikian seterusnya sampai pada satu bab cerita, kembali lagi ”kawitan” untuk bab kedua. Bentuk nyanyian kidung pada tiap-tiap baitnya memakai juga aturan

”Padalingsa” namun tiap barisnya tidak memakai carik (koma) sebagai nyanyian pupuh, sebab tembang atau irama nyanyian kidung itu berjalan terus perlahan-lahan, tidak berhenti pada waktu mengenai lingsa. Jatuhnya lingsa boleh memotong suatu kata. Kalau kidung wargasari juga diawali dengan kawitannya, seperti : Purwakaning angripta rum... dan seterusnya, kemudian tetap diajukan dengan kawitan ke dua, yakni :

Sukaniarja winangun ... dan seterusnya sampai satu pada (bait). Kemudian baru dilanjutkan dengan ”pengawak”-nya, yaitu : Ida ratu sakeng luhur ... dan seterusnya sampai banyak bait. Secara teknis untuk menyanyikan kidung yang baisanya dinyanyikan berkelompok, pengambilan suara pada tengah-tengah lidah dan reng atau gema ke dalam. Yang paling penting dalam menyanyikan kidung ini adalah kebersamaan (kelompok) dengan anda suara ngumbang ngisep atau ngaes nguncab yaitu alunan irama yang dapat menciptakan suasana magis. Biasanya kidung itu pada umumnya memakai bahasa Jawa Tengahan, Jawa Kuno (Kawi), bahasa Bali Tengahan atau ada juga memakai bahasa Bali Lumbrah.

IV. Simpulan dan Rekomendasi

Peranan Dharmagita dalam meningkatkan kreativitas siswa SD No 1 Singapadu Kaler adalah: Sebagai pencerahan perasaan bhakti, sebagai alat pranayama, sebagai pembimbing perasaan menuju suasana kesucian. Bentuk Pelaksanaan dharmagita yang dilaksanakan di SD No 1 Singapadu Kaler adalah : Secara berkelompok, Adapun macam-macam dharmagita yang diberikan oleh guru Agama Hindu adalah; sekar alit seperti macepat, pupuh-pupuh, sekar rare, sekar madya (kidung), sekar agung (kekawin/wirama) tingkat sekolah dasar dilaksanakan dalam bentuk macepat dan kidung. Macepat sering disebut pupuh atau geguritan dibentuk berdasarkan kaidah pada lingsa.

Disarankan kepada seluruh umat Hindu serta generasi penerus untuk lebih meningkatkan kesadaran akan kecintaan terhadap peninggalan sastra Hindu pada jaman dahulu terutama mengenai Dharmagita, sebab melalui isi serta makna yang terdapat di dalamnya mempunyai manfaat besar untuk mendorong serta meningkatkan kreativitas terutama dalam sastra kidung (pesantian). Dengan Dharmagita dapat memupuk,melestarikan budaya serta mengembangkan Nilai-nilai luhur agama Hindu

(13)

ISSN 2798-6853

157 Daftar Pustaka

Artana, Ketut. 2013. Pementasan Tari Baris Demang Demung dalam Upacara Piodalan di Pura Pemayun, Kelurahan Banjar Tegal, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng. Tesis untuk mendapat gelar magister pasca sarjana UNHI Denpasar Arwati, Ni Made Sri. 1999. Upacara Upakara. Denpasar: Upada Sastra

Bandem, I Made. 1983. Ensiklopedi Tari Bali. Denpasar: Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI).

Darmini, Ni Luh Rai. 2008. Damar Kurung Dalam Upacara Pitra Yadnya di Desa Kukuh Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan. Skripsi untuk mendapat gelar Sarjana S1 Dibia, I Wayan. 1977. Perkembangan Seni Tari di Bali. Penerbit: Proyek Sarana Budaya

Bali.

Prihatini. 1980. Pengantar Pengetahuan Tari. Surabaya : Paramita

Redana, I Made. 2006, Panduan Praktis Penulisan Karya Ilmiah dan Proposal Riset.

Denpasar

Sri Arwati, Ni Made. 2007. Upacara Memukur. Surabaya: Paramita.

Surayin, Ida Ayu Putu. 2005. Pitra Yajna. Surabaya: Paramita.

Tim Penyusun. 2012. Profil Perkembangan Desa Sumerta Kaja Kecamatan Denpasaar Timur. Denpasar

Triguna, Yudha. I. BG. 1977. Sosiologi Hindu. Jakarta: Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu dan Bhuda

Wicaksana, I Dewa Ketut. 2007. Wayang Sapuh Leger. Denpasar: Pustaka Bali Post Wisiani, Ni Ketut. 2013. Tari Baris Kupu-kupu dalam Upacara Piodalan di Pura Dalem

Dasar, Desa Pekraman Bungkulan, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng. Tesis untuk memperoleh gelar magister pasca sarjana UNHI Denpasar

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) ini adalah untuk mengoptimalkan peran guru dalam membangun kesehatan mental siswa di masa pandemi melalui teknologi

Pendampingan masyarakat di Desa Purwasari melalui program pendampingan pendidikan berbasis masjid di era new normal telah melahirkan perubahan wawasan dan perubahan sikap

Pembinaan dan pelatihan ini memberi pengetahuan baru kepada dosen tentang dunia penulisan serta memberi ruang kepada dosen dalam meningkatkan kompetensi dirinya melalui

Selain sebagai agens pengendali hama dan penyakit, penggunaan rizobakteri juga sebagai PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) yang mampu meningkatkan

Nagari Tanjung Bonai khususnya Jorong Tanjung Modang merupakan daerah sentra pengembangan tanaman hortikultura. Hasil produksi tanaman hortikultura selain di pasarkan dalam

Saran dari tim Pengabdian Iptek berbasis Berbasis Prodi Dan Nagari Binaan (IbPSNB) pada Kelompok Tani dan Kelompok wanita tani Jorong Koto Luar Kelurahan

KKN PPM ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan Kelompok tani Tangkuban Perahu dan Kelompok tani Mekar melalui penyuluhan dan demonstrasi tentang

Hasil kegiatan yang dilakukan oleh tim dosen dalam pengabdian pada masyarakat ini yaitu meningkatnya pengetahuan peserta mengenai perangkat lunak akuntansi