• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSPLORASI TUMBUHAN PEWARNA ALAMI PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG SIMANDAR KABUPATEN DAIRI PROVINSI SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "EKSPLORASI TUMBUHAN PEWARNA ALAMI PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG SIMANDAR KABUPATEN DAIRI PROVINSI SUMATERA UTARA"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

EKSPLORASI TUMBUHAN PEWARNA ALAMI PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG SIMANDAR KABUPATEN

DAIRI PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Oleh:

ZULHAMDI PRASETIA SARAGIH 131201084

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM

(2)

EKSPLORASI TUMBUHAN PEWARNA ALAMI PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG SIMANDAR KABUPATEN

DAIRI PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Oleh:

ZULHAMDI PRASETIA SARAGIH 131201084

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(3)
(4)

ABSTRAK

ZULHAMDI PRASETIA SARAGIH: Eksplorasi Tumbuhan Pewarna Alami Pada Kawasann Hutan Lindung Simandar Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara, dibimbing oleh Yunus Afifuddin Lamek Marpaung

Penggunaan pewarna alami sebagai pewarna tekstil semakin meningkat terkait penggunaan yang ramah lingkungan dan tidak menghendaki pemakaian pewarna sintetis. Penggunaan bahan pewarna sintesis dapat menyebabkan kesehatan manusia kanker dan juga penyakit kulit lainnya, sehingga gerakan kembali ke alam untuk menghasilkanera baru kebangkitan kembali zat pewarna alami terhadap pewarna sintetis. Tujuan penelitian Analisis keanekaragaman jenis tumbuhan penghasil warna alami dan pengetahuan lokal masyarakat, mengidentifikasi jenis – jenis tumbuhan penghasil warna alami, dan menganalisis metobolit sekunder yang terkandung di dalam tumbuhan penghasil warna alami di hutan lindung Simandar Kabupaten Dairi Sumatera Utara.

Tumbuhan pewarna alami yang terindentifikasi antara lain Rotan manau(Calamus manan), Senduduk bulu (Clidemia hirta), Kecombrang (Etlingera elatior ) Pacar Air(Impatiens balsamina), Pandan Duri (Pandanus tectorius).Pacar air (Impatiens balsamina)merupakanJenis yang paling banyak dan dominan tumbuhdari tingkat keanekaragaman tumbuhan pewarna alami.Hasil Identifikasi metabolit sekunder yang terkandung dalam tumbuhan pewarna alami antara lain adalah terpen terdapat pada semua jenis tumbuhan.

Kandungan terpen yang paling banyak pada senduduk bulu dan Kecombrang.

Saponin paling tinggi terdapatpada Kecombrang. Tumbuhan Senduduk bulu merupakan tumbuhan yang paling reaktif terhadap pereaksi pada uji Flavonoid.

Kata kunci: Pewarna alami, Metabolit sekunder, Saponin, Terpen, Falavonoid

(5)

ABSTRACT

ZULHAMDI PRASETIA SARAGIH: Plant Exploration Of Producing Natural Dyes In The Protected Forest of Simandar, Dairi District, North Sumatra. guided by Yunus Afifuddin, Lamek Marpaung

Use of natural dyes as a textile dye more increasing related usage environmentally friendly and do not want use of synthetic dyes. Use of synthetic dyes can cause human health, cancer and also other skin diseases, so that the movement returns to nature for resulting in a new period of revival of natural dyes to synthetic dyes. Research purposes Analysis of the diversity of plant species that produce natural colors and local community knowledge, identify the types of plants that produce natural colors, and analyze secondary metobolytes contained in plants that produce natural colors in the protected forest of Simandar,Dairi District, North Sumatra.

Natural coloring plants identified that is Rotan manau (Calamus manan), Senduduk bulu (Clidemia hirta), Kecombrang (Etlingera elatior) Pacar Air (Impatiens balsamina), Pandan Duri (Pandanus tectorius).Pacar air (Impatiens balsamina) is the most abundant type and dominantly growsfrom the level of diversity of natural coloring plants. Results Identification of secondary metabolites that contained in natural coloring plants anothers is terpenes are found in all types of plants. The most terpen content on senduduk bulu dan Kecombrang. The highest saponin is found in Kecombrang. Senduduk Bulu plants is the most reactive plant to reagents in the Flavonoid test.

Keywords: Natural dyes, Secondary Metabolites, Saponins, Terpenes, Falavonoid

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Langkat Kecamatan Kuala Bekiun pada tanggal 31 Oktober 1995 sebagai anak ke tiga dari ayah bernama Sofyan Efendi Saragih dan ibu bernama Siti Saripah.

Penulis memulai pendidikan formal dari Sekolah Dasar di SD Negeri 050603 Bekiun, pada tahun 2001 dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 3 Kuala dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke Jenjang Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Kuala Provinsi Sumatera Utara, dan lulus pada tahun 2013.

Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri Universitas Sumatera Utara, diterima di Fakultas Kehutanan, melalui jalur SNMPTN. Pada semester VII penulis terdaftar sebagai mahasiswa minat konservasi Sumberdaya Hutan.

Penulis telah melaksanakan kegiatan Peraktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Hutan Diklat Pondok Buluh Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara. Kegiatan P2EH dilakukan selama 10 hari, penulis juga telah melaksanakan Peraktik Kerja Lapangan (PKL) di KPH Cianjur pada tahun 2017 selama 1 bulan.

Selain mengikuti kegiatan perkuliahan penulis juga mengikuti organisasi kemahasiswaan di RIMBAPALA (Rimbawan Pencita Alam) sebagai ketua umum periode tahun 2015 - 2016 dan sebagai MPR (Majelis Permusyawaratan Rimbapala) tahun 2016 - 2017, Rain Forest sebagai anggota, KAMMI sebagai DM1 (Daurah Marhalah), HIMALA (Himpunan Masiswa Langkat) USU sebagai

(7)

anggota, IMAS (Ikatan Mahasiswa Simalungun) sebagai anggota, PEMA FAHUTAN sebagai ketua PSDMO. Penulis juga pernah menjadi kepanitian PKKMB 2016 sebagai korlap, di luar kampus penulis juga pernah bekerja di PT.

PUTRI HIJAU dan PT.TILS sebagai juru pengukur wilaya tapal batas pada tahun 2016 sampai sekarang. Pada tahun 2017 penulis fokus mengerjakan skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana kehutanan.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Adapun judul penelitian ini adalah “Eksplorasi Tumbuhan Penghasil Pewarna Alami Pada Kawasan Hutan Lindung Simandar Kabupaten Dairi Sumatera Utara”. Dan diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tumbuhan Penghasil Warna Alami sehingga dapat memberikan masukan bagi pihak yang memerlukan.

Penulisan skripsi penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk menjadi Sarjana Kehutanan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Orang tua penulis, Sofyan efendi saragih dan Ibu Siti saripah yang telah memberikan doa dan kasih sayang serta dorongan materi kepada penulis.

Serta terima kasih kepada kedua saudara saya, Dian maya sari saragih S.E, Hendrik aprizal saragih, yang banyak memberikan dorongan dan Semangat yang besar buat penulis.

2. Bapak Yunus Afifuddin, S.Hut, M.Si. Sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Lamek Marpaung, M. P.hil., Ph.D Sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bantuan, masukan, serta saran dalam pembuatan hasil penelitian ini. Sehingga penelitian ini dapat di selesaikan dengan baik.

3. Bapak Dr. Nurdin Sulistiyono, S.Hut, M.Si dan Bapak Afifuddin Dalimunthe, SP, Mp Sebagai dosen penguji dalam ujian komprensif/Sidang meja hijau yang telah memberi bantuan, arahan, bimbingan, serta masukan yang bermanfaat dalam penulisan skripsi ini.

(9)

4. Ibu Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D. Selaku dekan Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara beserta semua staf pengajar dan pegawai di Fakultas Kehutanan.

5. Teman-teman 1 tim penelitian yaitu Mariana Hutasoit, Yunita Panjaitan, Layla Silvia harap dan Aat atiqa siregar.

6. Teman-teman seperjuangan wiwi, ardi, rozi, hasan, risky, hamdu, khairil, Dimas, Akbar, Pandu, saadah, irma, syalfiani, priska, indri, nurul, revi, wahyu, widya yang telah memberikan dukungan dan kesediaan waktunya membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

7. Teman satu stambuk 2013 khusus Alumni kelas Hut B dan satu organisasi di kampus yang tidak dapat disebut satu persatu yang telah memberikan semangat juang selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

8. Sahabat dikampung halaman yang tak luput selalu memberikan dukungan dan doa kepada penulis yaitu jefri, nata, maulana, hasym, eka.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, akhir kata penulis berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat dan menjadi sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Oktober 2018

Zulhamdi Prasetia Saragih

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSRTACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Eksplorasi ... 5

Pewarna Alami ... 5

Metabolit Sekunder ... 7

Kondisi Umum Lokasi ... 10

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 11

Alat dan Bahan ... 11

Prosedur Penelitian ... 12

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian ... 16

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 31

Saran ... 32

DAFTAR PUSTAKA……… 33

LAMPIRAN……….. 36

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber alam hayati, terkenal dengan kekayaan keanekaragaman tumbuh - tumbuhan yang mengandung berbagai macam zat warna. Zat warna alam merupakan hasil ekstraksi dari daun, batang, kulit, bunga, buah, akar tumbuhan dengan kadar dan jenis colouring matter bervariasi sesuai dengan spesiesnya (Murwati, 2010). Colouring matter

adalah substansi yang menentukan arah warna dari zat warna alam, merupakan senyawa organik yang terkandung didalam zat warna alam (Lestari, 2000).

Pewarna alami merupakan alternatif pewarna yang tidak toksik, dapat diperbaharui (renewable), mudah terdegradasi dan ramah lingkungan, pada tulisan ini disajikan dan dibahas zat pewarna alami yang meliputi sejarah, sumber, penggolongan, cara memperoleh, kandungan senyawa kimia, dan penggunaan zat pewarna alami pada berbagai industri. Hal ini untuk memberikan informasi tentang zat pewarna yang aman, ramah lingkungan untuk digunakan pada proses pengolahan atau pembuatan produk industri, baik pada pangan, obat-obatan, kosmetika dan industri lainnya (Yernisa dkk., 2013).

Peraturan di Indonesia tentang penggunaan zat pewarna belum memasyarakat sehingga terdapat kecendrungan penyimpangan pemakaian zat pewarna untuk berbagai bahan pangan oleh produsen, misalnya pemakaian zat pewarna tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai makanan. Hal tersebut jelas berbahaya bagi kesehatan, karena residu logam berat pada zat pewarna tersebut

(12)

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (KBPOM) nomor 37 tahun 2013 tentang batas maksimum penggunaan bahan tambahan pangan pewarna BAB 1 pasal 1 dalam peraturan ini yang dimaksud dengan pewarna alami (Natural food colour) adalah pewarna yang di buat melalui proses ekstrasi, isolasi, atau derivatisasi (sintesis parsial) dari tumbuhan, hewan, mineral, atau sumber alami lain, termasuk pewarna indentik alami.

Penggunaan zat pewarna sintesis (ZPS) walau mempunyai keunggulan dengan tersedianya variasi warna, akan tetapi penggunaan zat pewarna sintesis dapat memberikan dampak yang buruk baik pada lingkungan maupun dalam tubuh manusia. Pencermaran lingkungan yang diakibatkan dari limbah penggunaan zat pewarna sintesis memberikan dampak pada ekosistem yang ada di dalam air. Disisi lain menggunakan bahan pewarna sintesis dapat menyebabkan kesehatan manusia kanker dan juga penyakit kulit lainnya (Tocharaman, 2009).

Pewarna alam yang diperoleh dari tanaman sangat beragam di antaranya seperti merah, kuning, biru, coklat, dan hitam; tergantung dari jenis dan bagian tanaman serta cara memperolehnya. Pigmen yang dihasilkan dari tanaman sekitar 2000 pigmen, 150 di antaranya telah dimanfaatkan (Visalakshi dkk, 2013). Di samping itu pewarna yang diekstraksi dari beberapa tanaman dapat diklasifikasikan sebagai obat dan beberapa di antaranya telah menunjukkan aktivitas anti mikroba.

Menurut (Visalakshi dkk., 2013) menyatakan bahwa ekstraksi pigmen zat warna alam cukup dengan merendam bahan dalam air dingin selama 24 jam. Jika air yang digunakan terkontaminasi dengan mineral seperti zat besi, maka akan terjadi pergeseran warna. Untuk menghindari pergeseran warna dapat digunakan

(13)

air suling atau air deionisasi. Kemudian dipanaskan sampai mendidih (98-100° C), untuk zat warna yang sensitif terhadap panas (biasanya zat warna dari bunga) sampai suhu 70 -80° C, dan dipertahankan selama 1-2 jam tergantung dari zat warna yang diekstrak. Setelah cairan dingin, segera dilakukan penyaringan.

Ekstraksi senyawa golongan flavonoid dianjurkan dilakukan pada suasana asam karena asam dapat mendenaturasi membran sel tanaman, kemudian melarutkan pigmen antosianin sehingga dapat keluar dari sel serta mencegah oksidasi flavonoid. Antosianin dapat terekstrak dengan baik dalam pelarut asam terutama asam tartrat (Wulaningrum, 2013).

Proses ekstraksi pada semua bahan secara garis besar adalah sama yaitu mengambil pigmen atau zat warna yang terkandung dalam bahan. Perlakuan ekstraksi dengan cara pemanasan dengan merebus bahan pembawa zat warna alam menggunakan air adalah cara yang paling banyak dilakukan. Air yang ditambahkan untuk ekstraksi bahan pembawa warna jumlahnya tertentu dengan tujuan efisiensi dan untuk memperoleh ketuaan warna. Perebusan dilakukan hingga volume air menjadi setengahnya, apabila menghendaki larutan zat warna lebih kental, perebusan dapat dilanjutkan sehingga volume sisa perebusan menjadi sepertiga dari volume awal (Pujilestari, 2014).

3

(14)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian di kawasan hutan lindung Simandar Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara adalah:

1 Analisis keanekaragaman jenis tumbuhan penghasil warna alami dan pengetahuan lokal terhadap masyarakat di kawasa hutan lindung Simandar Kabupaten Dairi Sumatera Utara.

2 Identifikasi jenis – jenis tumbuhan penghasil warna alami di kawasan hutan lindung Simandar.

3 Analisis metobolit sekunder yang dihasilkan tumbuhan penghasil warna alami.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini memberikan informasi kepada semua masyarakat, instansi yang terkait dan mahasiswa yang meneliti dengan pemanfaat potensi hasil hutan bukan kayu khususnya tumbuhan pewarna alami di sekitar hutan lindung Simandar Kabupaten Dairi Sumatera Utara.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Eksplorasi

Eksplorasi adalah kegiatan pelacakan, penjelajahan, mencari dan mengumpulkan jenis-jenis sumberdaya genetik tertentu untuk dimanfaatkan dan mengamankannya dari kepunahan. Eksplorasi dilaksanakan di daerah-daerah yang relatif jauh dari perkotaan atau desa desa yang belum banyak tersentuh teknologi, atau desa dengan petani yang mengerti teknologi tetapi mereka sangat fanatik atau berusaha untuk mempertahankan varietas lokalnya (Kusumo dkk., 2002).

Kabupaten Dairi berada lebih kurang antara 125 - 160 Km di sebelah Selatan hingga Barat Daya kota Medan dengan ketinggian Kawasan hutan Lindung Simandar mempunyai areal dengan luas 6.517,98 Ha terletak di daerah Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan SK Menhut No. 579 areal hutan ini dijadikan sebagai kawasan hutan Lindung. Menurut data BPS Kabupaten Dairi (2014) pada umumnya Kabupaten Dairi berada pada ketinggian 700 -1.250 mdpl (meter diatas permukaan laut). Kecamatan Sumbul, Sidikalang, kerajaan dan kecamatan Tanah Pinem berada pada ketinggian 700 – 1.600 mdpl. Kondisi topografi kawasan hutan Lindung Simandar sebagai berikut, 8 – 15% (landai), 25 – 40% (curam), dan > 40% (sangat curam). Nuansa hutan tropis/hutan primer dan hutan lindung yang selalu berselimut kabut tebal, tingkat kelembaban yang tinggi.

Kondisi iklim yang ada di hutan lindung simandar memiliki topografipada kondisi 8 -15 % seluas : 19.062,97, 25 -40 % seluas : 213,25 Ha , >40% seluas 840,89 Ha.

(16)

Oleh karena itu, perlu dilakukan kegiatan eksplorasi untuk mencatat, melindungi, dan melestarikan tanaman yang ada, sebagai pengetahuan tradisional dan kekayaan intelektual masyarakat, sehingga pada suatu saat dibutuhkan dapat digunakan sebagai referensi untuk melahirkan fitofarmaka.

Pewarna Alami

Pewarna alami yaitu zat warna yang diperoleh dari hewan seperti : warna merah muda pada flamingo dan ikan salem sedangkan dari tumbuh-tumbuhan seperti: karamel, coklat dan daun suji. Pewarna buatan sering juga disebut dengan zat warna sintetik. Proses pembuatan zat warna sintetik ini biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Zat pewarna alami memiliki kelemahan antara lain warna tidak stabil, keseragaman warna kurang baik, konsentrasi pigmen rendah, spektrum warna terbatas (Paryanto dkk., 2012).

Disamping spektrum warna yang terbatas, juga mudah kusam dan ketahanan luntur rendah bila dicuci serta kena sinar matahari (Kant, 2012).

Saat ini pewarna sintesis masih sangat diminati oleh para produsen makanan. Pertama adalah masalah harga, pewarna kimia tersebut dijual dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan pewarna alami. Masalah ini tentu saja sangat diperhatikan oleh produsen, mengingat daya beli masyarakat Indonesia yang masih cukup rendah. Faktor kedua adalah stabilitas, pewarna sintesis memiliki tingkat stabilitas yang lebih baik, sehingga warnya tetap cerah meskipun sudah mengalami proses pengolahan pemanasan. Sedangkan pewarna alami mudah mengalami degradasi atau pemudaraan pada pada saat diolah dan di simpan (Nugraheni, 2013).

(17)

Peraturan undang-undang tentang penggunaan zat pewarna di Indonesia belum memasyarakat sehingga terdapat kecenderungan penyimpangan pemakaian zat pewarna untuk berbagai bahan pangan oleh produsen, misalnya pemakaian zat pewarna tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai makanan. Hal tersebut jelas berbahaya bagi kesehatan, karena residu logam berat pada zat pewarna tersebut bersifat karsinogenik (Winarno, 1994). Timbulnya penyimpangan penggunaan zat pewarna disebabkan karena tidak adanya penjelasan dalam label yang melarang penggunaan senyawa tersebut untuk bahan pangan. Hal tersebut disebabkan bea masuk zat pewarna untuk makanan jauh lebih mahal dari zat pewarna non-pangan. Hingga saat ini aturan penggunaan zat pewarna di lndonesia diatur dalam SK Menteri Kesehatan RI tanggal 22 Oktober 1973, tetapi dalam peraturan ini belum tercantum dosis penggunaannya dan juga tidak adanya sanksi bagi pelanggaran terhadap ketentuan tersebut.

Pewarna makanan alami sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu, seperti daun suji, kunyit, kesumba dan sebagainya. Bahan alami tersedia dalam jumlah yang berlimpah. Namun penggunaan pewarna makanan alami semakin lama semakin ditinggalkan produsen makanan. Hal ini disebabkan oleh karena kurang praktis dalam pemakaiannya terkait dengan belum adanya pewarna alami yang dijual di pasaran sehingga produsen makanan harus membuat sendiri pewarna makanan yang dibutuhkan tersebut. Di samping itu kelemahan dari penggunaan pewarna alami adalah warna yang kurang stabil yang bisa disebabkan oleh perobahan pH, proses oksidasi, pengaruh cahaya dan pemanasan, sehingga intensitas warnanya sering berkurang selama proses pembuatan 7

(18)

makanan. Akibatnya produsen makanan banyak yang beralih ke pewarna makanan sintetis (Nugraheni, 2013).

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini menyebabkan pemakaian warna alami terdesak oleh pewarna buatan dan lambat laun pengetahuan tradisional tentang pewarna alami di Indonesia akan hilang secara perlahan-lahan.Terutama di negara-negara industri maju zat pewarna alami praktis sudah tidak memiliki nilai ekonomi yang penting lagi.

Metabolit Skunder

Metabolit skunder adalah senyawa metabolit yang tidak esensial bagi pertumbuhan organisme dan ditemukan dalam bentuk yang unik atau berbeda- beda antara spesies yang satu dan lainnya. Fungsi metabolit skunder adalah untuk mempertahankan diri dari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, misalnya untuk mengatasi hama dan penyakit, menarik polinator, dan sebagai molekul sinyal (Rasyid, 2012).

1. Alkaloid

Alkoloid merupakan golongan senyawa yang mengandung nitrogen aromatik dan paling banyak ditemukan di alam. Hampir semua alkoloid yang ditemukan di alam mempunyai keaktifkan biologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pila yang sangat berguna dalam pengobatan.

Kandungan alkoloid dalam setiap tumbuhan 5-10% dan efek yang ditimbulkan hanya dalam dosis kecil. Kadar alkaloid umumnya pada tumbuhan berbeda-beda sesuai kondisi lingkungannya dan alkaloid umumnya tersebar diseluruh bagian tumbuhan ( Harborne, 1987). Alkaloid dipakai sebagai antitumor, antipiretik (penurun demam), anti nyeri

(19)

(analgesik), memacu sistem saraf, menaikkan dan menurunkan tekanan darah dan melawan infeksi mikrobia.

2. Saponin

Saponin adalah gokisida tanaman yang ditandai dengan munculnya busa dipermukaan air bila dicampur atau diaduk, yang telah dikenal serta diakui sebagai sabun alami dan telah menyebabkan beberapa tanaman seperti soapwort (Saponaria officinalis) umum digunakan sebagai sabun untuk waktu yang lama (Hanenson, 1980). Saponin mempunyai aktivitas farmakologi yang cukup luas diantaranya meliputi: antitumor, antiinflamasi, antibakteri, antifungi, antivirus, hipoglikemik, dan efek hypokholestrol. Saponin juga mempunyai sifat bermacam-macam, misalnya: terasa manis, ada yang pahit, dapat menstabilakn emulsi dan menyebabkan hemolisis.

3. Flavonida

Flavanoid mempunyai sifat yang khas yaitu bau yang sangat tajam, sebagian besar merupakanpigmen bewarna kuning, dapat larut dalam air dan pelarut organik, mudah terurai pada temperatur tinggi. Flavonid mempunyai banyak manfaat diantaranya sebagai antioksidan, antimutageni, antitumor, vasudolator. Antioksidan pada flvanoid berperan mencegah kerusakan oksidatif yang ditimbulkan oleh radikal bebas sehingga flafanoid dapat digunakan untuk mengendalikan sejumlah penyakit pada manusia. Sebanyak 1 ml ekstrak tumbuhan diberikan beberapa tetes natrium hidroksida encer (NaOH 1%). Munculnya warna 9

(20)

penambahan asam encer (HCl 1 %) mengindikasikan adanya flavonoid (Kokate, 2001)

4. Terpenoid

Terpenoid merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan dan terutama terkandung pada getah dan vakuola sel.

Terpena dan terpenoid menyusun banyak minyak atsiri yang dihasilkan oleh tumbuhan sehingga mempengaruhi penggunakan produk rempah- rempah sebagai bumbu., sebagai bahan pengobatan, kesehatan. Terpenoid mengandung banyak komponen aktif obat alam yang dapat digunakan sebagai penyembuh penyakit diabetes dan malaria. Bagi tumbuhan penghasil terpenoid berfungsi sebagai antipemangsa, antibakteri, antivirus, fungisida dan insektisida (Harborne, 1987).

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Dairi adalah salah satu kabupaten di provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kawasan hutan Lindung Simandar mempunyai areal dengan luas 6.517,98 Ha terletak di daerah Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara.

Berdasarkan SK Menhut No. 579 areal hutan ini dijadikan sebagai kawasan hutan Lindung. Menurut data BPS Kabupaten Dairi (2014) pada umumnya Kabupaten Dairi berada pada ketinggian 700 -1.250 mdpl (meter diatas permukaan laut).

Kecamatan Sumbul, Sidikalang, kerajaan dan kecamatan Tanah Pinem berada pada ketinggian 700 – 1.600 mdpl. Kondisi topografi kawasan hutan Lindung Simandar sebagai berikut, 8 – 15% (landai), 25 – 40% (curam), dan > 40%

(sangat curam) (Badan pusat statistik, 2016).

(21)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada September - Desember 2016. Penelitian ini dilakukan di Kawasan Hutan Lindung Simandar Desa Tanjung Beringin I Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Identifikasi jenis tumbuhan pewarna alami dan Analisis metabolit sekunder dilakukan di Laboratorium Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah peta lokasi, GPS, pisau atau parang, kamera digital sebagai dokumentasi, meteran, tali rafia digunakan sebagai batas plot, kantung plastik tempat menyimpan sampel yang di ambil dari lapangan, alat tulis, alat herbarium, kertas label, kertas saring, saringan shaker, spatula, tabung reaksi, timbangan analitik, beaker glass dan kalkulator, pipet tetes untuk mengambil larutan, erlenmeyer untuk ekstraksi sampel, plat kromatografi lapis tipis (KLT) untuk pengujian asam sulfat, hot plate untuk memanaskan kaca KLT dan sprayer untuk menyemprotkan larutan CeSO4 pada kaca KLT.

Bahan yang digunakan dalam pengujian adalah Methanol untuk mengekstraksi sampel daun yang akan diuji dan sebagai reagensianya adalah Pereaksi Lieberman-Bouchard untuk uji alkaloid, Pereaksi Maeyer, Pereaksi Dragendorff untuk uji flavonoid/tanin, Cerium Sulfat (CeSO4) 1% untuk uji terpen, FeCl3 1% untuk uji fenolik, dan aquades untuk uji saponin.

(22)

Prosedur Penelitian

1. Aspek Pengetahuan Lokal

Data primer dikumpulkan denga teknik observasi atau survei langsung kelapangan dan melakukan wawancara non formal dengan inform pengenal jenis tumbuhan pewarna alami khusus yang tumbuh di kawasan hutan tentang jumlah dan jenis tumbuhan pewarna alam sedangkan data sekunder dikumpulkan dengan kajian pustaka tentang keadaan umum kawasan penelitian dan penelitian- penelitian yang mendukung. Informan kunci yang dipilih dalam penelitian ini adalah pemandu lapangan lokal, opsir tanaman dikawasan hutan dan pegawai di dinas Kehutanan Kabupaten Dairi. Data yang diperoleh dari hasil wawancara bersama informan kunci ditabulisasikan dan dianalisa secara deskriptif.

2. Aspek Keanekaragaman

Pengumpulan data analisis vegetasi tumbuhan pewarna alami di lapangan menggunakan metode sampling plot berbentuk petak persegi, dimana penetuan titik awal dilakukan secara purpossive sampling yaitu berdasarkan tempat yang dianggap banyak tumbuhan pewarna alam di sekitar hutan (Soetarhardja, 1997)

luasan total dari kawasan hutan lindung simandar mempunyai areal dengan luasan 6.517,98 Ha dengan intensitas sampling sebesar 1% sehingga luasan penelitian yang akan dilakukan adalah 6,48 Ha. Sampling plot yang dibuat adalah berbentuk petak persegi berukuran 20m x 20m dengan luasan sebesar 400 m tiap plotnya. Sehingga jumlah plot sebanyak 162 plot. Pengamatan tumbuhan pewarna alami dilakukan secara eksploratif sepanjang jalur pengamatan (PerMenHut, 2006).

(23)

Gambar 1. Desain Plot Tumbuhan penghasil warna alami Data yang diperoleh dianalisisdengan rumus sebagai berikut:

a. Kerapatan suatu jenis (K) ∑

b. Kerapatan relatif suatu jenis (KR)

∑ c. Frekuensi suatu jenis (F)

∑ d. Frekuensi relatif suatu jenis (FR)

∑ e. Indeks Nilai Penting (INP)

INP=KR+FR

Indeks keanekaragaman yang dapat digunakan dalam analisis komunitas 13

(24)

Rumus Indeks Keanekaragaman Shanon-Wienner atau Shanon Indeks of General Diversity (H’) :

H’ = -∑ (ni/N) In (ni/N) Keterangan :

H’ = indeks Shanon = indeks keanekaragaman Shanon Ni = jumlah individu dari suatu jenis i

N = jumlah total individu seluruh jenis Kriteria nilai H’ yang digunakan adalah:

a. Nilai H’>3 menunjukan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek adalah melimpah tinggi

b. Nilai H’ 2 < H’ < 3 menunjukan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek sedang melimpah

c. Nilai H’ < 2 menunjukan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek adalah sedikit atau rendah

(Indriyatno, 2006).

3. Aspek Fitokimia

Fitokimia merupakan cara untuk mengidentifikasi bioaktif yang belum terlihat melalui suatu tes atau pemeriksaan yang dapat dengan cepat memisakan antara bahan alam yang memiliki kandungan fitokimia tertentu. fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu penelitian fitokimia yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang terkandung dalam tumbuhan yang sedang diteliti. Metode fitokimia dilakukan dengan melihat reaksi pengujian warna dengan menggunakan suatu preaksi warna (Kristianti, 2008).

(25)

a. Pengujian Alkaloid

Sampel dihaluskan lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Selanjutnya direndam dengan methanol dan biarkan selama 24 jam. Kemudian masukkan larutan ke dalam tabung reaksi dan tambahkan reagen Lieberman-Bouchardad, reagen Maeyer, dan reagen Dragendorff. Kocok dan perhatikan perubahan warna pada tabung reaksi.

Setiap tumbuhan mengandung senyawa fitokimia, namun tidak semua tumbuhan mengandung alkoloid. Pengujian positif pada alkoloid ( mengandung alkoloid ) ditandai dengan adanya endapan putih ( Restuati, 2004 ). Untuk pengujian terdapatnya alkoloid pada suatu tumbuhan maka digunakan pereaksi Bouchardat, Meyer dan Dragendorf. Perubahan warna ditunjukkan oleh pereaksi Bouchardar adalah coklat, sedangkan untuk pereaksi Meyer, perubahan warna larutan menjadi putih kekuningan dan dengan pereaksi Dragendorff ditunjukkan dengan adanya endapan berwarna jingga.

b . P e n g u j i a n T e r p e n

Sampel dihaluskan lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Selanjutnya dir endam dengan methanol dan biarkan selama 24 jam. Kemudian ambil sedikit ekstr aksi sampel teteskan pada media KLT, semprotkat Cerium sulfat (CeSO4) pada pe rmukaan KLT yang telah di tetesi ekstraksi sampel tadi, lalu panaskan KLT denga n hotplate, perhatikan perubahan warnanya yang di amati. Terpen adalah golonga n senyawa karbon yang banyak dihasilkan tumbuhan dan terutama terkandung pad a getah serta vakuola selnya. Terpen merupakan senyawa yang tidak berwarna dan membentuk kristal. Salah satu fungsi dari terpen adalah sebagai bahan pestisida d 15

15

(26)

c. Pengujian Flavonoid/Tanin

Tanin merupakan suatu senyawa polifenol yang berasal dari tumbuhan, berasa pahit dan kelat, yang bereaksi dan menggumpalkan protein dan berbagai senyawa organik lainnya termasuk asam amino dan alkaloid. Senyawa-senyawa tanin ditemukan pada banyak jenis tumbuhan, berperan penting untuk melindungi tumbuhan dari pemangsaan oleh herbivora dan hama, serta dalam pengaturan pertumbuhan ( Simanullang, 2015 ).

Sampel dihaluskan lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Selanjutnya dir endam dengan methanol dan biarkan selama 24 jam. Masukkan ekstraksi ke dala m tabung reaksi, tambahkan FeCl3 lalu dikocok. Perhatikan perubahan warnanya.

d .

Sampel dihaluskan lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Selanjutnya dir endam dengan methanol dan biarkan selama 24 jam. Masukkan ekstraksi kedalam tabung reaksi lalu tambahkan aquades. dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu d ibiarkan hingga suhu semula. Kocok dan perhatikan apa berbusa atau tidak.

Saponin adalah senyawa kimia yang dapat di jumpai pada jenis tumbuhan di alam secara melimpah. Fungsi aktifitas senyawa saponin menunut Hostettmann dan Marston (1995) adalah sebagai antimikroba, fungisida, antibakteri, antivirus, piscisida, molluscisida, dan insektisida. Pembentukan busa sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau waktu memekatkan ekstrak tumbuhan merupakan bukti adanya saponin. Saponin mempunyai khasiat detergen sebagai antiseptik.

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aspek Pengtahuan Lokal

Pengetahuan lokal dilakukan wawancara kepada masyarakat sekitar untuk mengetahui adanya jenis-jenis tumbuhan penghasil warna alami yang ada di kawasan hutan. Informasi yang diperoleh dari wawancara dengan narasumber informan kunci yang merupakan salah satu informan kepercayaan kawasan Hutan Lindung Simandar Kabupaten Dairi.

Setiap jenis tumbuhan memiliki ciri-ciri yang khusus. Tumbuhan penghasil warna alami memiliki ciri-ciri antara lain warnanya mencolok, baik buahnya ataupun daun dan getah dari batang tersebut, dan perlu dilakukan penelitian karena warna yang di hasilkan semuanya belum tentu untuk di jadikan warna alami. Hasil wawancara dengan informan kunci, maka diperoleh beberapa tanaman yang banyak di jumpai di hutan sekitar dan mengandung warna alami antar lain adalah senduduk (Clidemia hirta) yang menghasilkan warna dari buahnya, rotan manau (Calamus manau) yang menghasilkan warna adalah daging dari buahnya dan beberapa jenis lainnya yang ditemukan. Bagian tumbuhan penghasil warna alami dari tumbuhan yang paling banyak ditemukan terdapat pada buah. Selain pada buah, ada juga terdapat pada daun, akar, bunga, dan getah.

Tumbuhan penghasil warna alami yang ditemukan pada kawasan Hutan Lindung Simandar Kabupaten Dairi, tumbuhan penghasil warna alami yang pastinya akan memunculkan warna yang mencolok, langkah awal untuk membuktikan nya dengan menggunakan kertas putih dan dioleskan tunggu

(28)

atau tidak ini biasanya tumbuhan yang bisa terlihat dengan kasat mata, cara berikutnya dengan cara merendam sampel tumbuhan ke dalam air biasa dan tunggu apakah tumbuhan tersebut menghasilkan warna atau tidak dan tumbuhan ini biasanya untuk warna yang tak terlihat dengan kasat mata langsung jadi harus di buktikan dengan perendaman terlebih dahulu.

Masyarakat sekitar mengetahui tumbuhan tersebut tetapi mereka jarang untuk memanfaatkan tumbuhan untuk pewarna, dikarenakan lebih cepat dan efisien menggunkan pewarna tekstil yang banyak di temukan di toko terdekat, kalau mereka menggunakan pewarna alami akan butuh waktu dan proses yang lama. Padahal sebelum pewarna tekstil di temukan nenek moyang kita dahulu memanfaatkan hutan dan tumbuhan untuk di jadikan pewarna alami untuk makanan maupun untuk pakaian. Di zaman yang modern sekarang hanya sedikit menggunakan pewarna alami untuk kebutuhan sehari – hari, dikarenakan pewarna tekstil lebih mudah di dapat dan tidak mementingkan jangka waktu yang lama untuk kesehatan.

Tumbuhan yang bewarna akan dijadikan sampel untuk selanjutnya diuji di Laboratorium Fisiska Pasca Sarjana, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Untuk mengetahui kandungan apa saja yang terdapat di dalam tumbuhan tersebut.

(29)

Tabel 1. Data Tumbuhan penghasil warna alami yang Ditemukan di kawasan Hutan Lindung Simandar Kabupaten Dairi.

No. Nama Jenis Nama

latin

Bagian warna yang dihasilkan

Ciri-ciri Umum Warna dihasilkan

1. Rotan Manau Calamus manan Daging buah Biji berbentuk lonjong pada permukaannya berbintik-bintik halus dan ditutupi daging buah berwarna kuning muda sampai agak keputihan (Jasni, 2012).

Kuning cerah

2. Senduduk bulu Clidemia hirta Buah batang dan daunnya yang dihiasi oleh duri-duri halus menyerupai rambut (Fenny, 2015).

Ungu pekat

3. Kecombrang Etlingera elatior Bunga mempunyai batang semu, berpelapah, bunga majemuk yang berbentuk bongkol (Valianty, 2002).

Merah muda

4. Pacar air Impatiens balsamina

Bunga memiliki bunga yang berwarna putih, merah, ungu, atau merah jambu. Bentuk bunganya

menyerupai bunga anggrek yang kecil.

dan daunnya yang bergerigi tepinya (Nuzul, 2012)

Kuning tua

5. Padan Duri Pandanus tectorius

Daun Tumbuhan ini berupa pohon berukuran sedang hingga besar, tinggi bisa mencapai 15 m. Akar penopang tampak jelas dengan tinggi bisa mencapai 1 m atau lebih, berbintil tajam, kulit luar abu-abu kecoklatan (Rahayu, 2008)

Hijau tua

19

(30)

Keanekaragaman Tumbuhan Pewarna Alami di Hutan Lindung Simandar Kabupaten Dairi

Masyarakat sekitar hutan Simandar pada umumnya bergantung pada hutan, karena sebagian besar masyarakat masih memanfaatkan areal sekitar hutan untuk berkebun dan bertani. Beberapa tumbuhan yang terdapat di hutan banyak di manfaatkan sebagai bahan makanan sehari-hari, sebagai pakan ternak dan lainnya.

Berbagai macam jenis tumbuhan yang terdapat di dalam kawasan hutan simandar, mulai dari tumbuhan bawah, semai, pancang, tiang dan pohon ada pada lampiran I. Terdapat lima tingkatan untuk klasifikasi aspek keanekaragaman yang dianalisis.

Pada tingkat tumbuhan bawah kerapatan (K) yang paling tinggi terdapat pada tumbuhan pacar air (Impatiens balsamina) dengan nilai kerapatan sebesar 4043,21 dan frekuensi (F) sebesar 0,11 sehingga terdapat nilai pada INP tertinggi dengan nilai 8,23%. Sedangkan untuk kerapatan terendah terdapat pada Rotan manau (Calamus manan) dengan nilai 817,90 dan (F) 0,07 dengan nilai INP sebesar 2,85%.

Nilai INP pada tingkat semai yang tertinggi terdapat pada jenis tumbuhan Senduduk bulu (Clidemia hirta) dengan Nilai kerapatan (K) sebesar 864,20 dan kerapatan Relatif (KR) tertinggi juga terdapat pada jenis tumbuhan senduduk bulu (Clidemia hirta) dengan nilai 6,69 % dan frekuensi relatif (FR) sebesar 5,98 %.

Sedangkan Kerapatan Relatif ( KR) yang terkecil terdapat pada jenis tumbuhan Rotan manau (Calamus manan) sebesar 1,31% dan Frekuensi Relatifnya (FR) sebesar 0,48% dengan INP terkecil juga sebesar 1,79%.

(31)

Menurut (Kent dan Paddy,1992) menyatakan, untuk memperkirakan keanekaragaman spesies, indeks keanekaragaman yang dapat digunakan dalam analisis komunitas tumbuhan adalah indeks Shanon (H’). Berdasarkan lampiran pada Tabel 1, yaitu pada tingkat tumbuhan bawah, memiliki nilai H’ sebesar 2,87.

Tabel 2, yaitu tingkat semai, memiliki nilai H’ sebesar 3,30. Tabel 3, yaitu tingkat pancang, memiliki nilai H’ sebesar 2,28. Tabel 4, yaitu tingkat tiang, memiliki nilai H’ sebesar 2,9. Dan tabel 5, yaitu tingkat pohon, memiliki nilai H’ sebesar 2,36.

Berdasarkan nilai H’ yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa pada tingkat tumbuhan bawah, pancang, tiang dan pohon menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies cukup melimpah. Pada tingkat semai, menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies melimpah tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Indriyanto (2006) yang menyatakan bahwa nilai H’ lebih dari 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek adalah tinggi.

Nilai H’ 2- 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek sedang . Nilai H’<2 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek adalah sedikit atau rendah ( Kent & Paddy, 1992).

21

(32)

Deskripsi Tumbuhan Pewarna Alami Yang Terdapat di Hutan Simandar Kabupaten Dairi

Jenis-jenis tumbuhan penghasil warna alami yang ditemukan di kawasan hutan simandar ada 5 jenis. Jenis tumbuhan penghasil warna alami yang ditemukan dideskripsikan sebagai berikut :

1. Rotan Manau (Calamus manan)

Rotan manau tumbuh di hutan dataran rendah terutama dekat lereng yang curam dengan kisaran ketinggian antara 500-1.000 m di atas permukaan laut, paling melimpah pada ketinggian 50-600 m di atas permukaan laut, pada lahan kering. Tanah bersolum dalam, lembab dan berstruktur liat dengan iklim basah.

Semai ditemukan melimpah di hutan perbukitan. Buah masak bulat sampai bulat telur, berukuran 28 x 20 mm, ditutupi dengan 15 barisan vertikal sisik kekuningan dengan pinggiran coklat kehitaman ujungnya berbentuk paruh dengan panjang 3 mm. Biji bulat telur, 18 x 12 mm, dengan permukaan berbintik-bintik kecil;

endosperma termamah rapat dan dalam hasil pengamatan daging rotan memiliki yaitu penghasil pewarna alami kuning cerah (Jasni et.al., 2012).

Gambar 1. Rotan Manau (Calamus manan)

22

(33)

2. Senduduk Bulu (Clidemia hirta)

Senduduk bulu berasal dari Amerika Selatan, tumbuh pada tanah lembab atau agak kering dengan lokasi terbuka, berbunga sepanjang tahun, penyebarannya meliputi 5-1350 m di atas permukaan laut (Herba, 2014). Jenis ini dapat dikenali melalui batang dan daunnya yang dihiasi oleh duri-duri halus menyerupai rambut. Permukaan daun berwarna hijau berkilat dan daunnya berbentuk bujur. Daunnya lebar dan meruncing dibagian ujung.

Urat daun kecil dan banyak serta membentuk petak di atas daun.

Bunganya muncul dalam bentuk jambak dihujung ranting. Bunga yang Tumbuhan ini banyak dijumpai di hutan jelatang lahat, terutama di pinggir-pinggir hutan, semak belukar, dan tepi jurang. Hasil dari pengamatan senduduk memiliki penghasil warna dari buah yaitu ungu pekat (Fenny, 2015).

Gambar 2. Senduduk Bulu (Clidemia hirta)

23

(34)

3. Kecombrang / Kincung (Etlingera elatior)

Tanaman kecombrang merupakan tanaman tahunan yang berbentuk semak dengan tinggi 1-3 m. Tanaman ini mempunyai batang semu, tegak, berpelepah, membentuk rimpang, dan berwarna hijau. Daunnya tunggal, lanset, ujung dan pangkal runcing tetapi rata, panjang daun sekitar 20-30 cm dan lebar 5-15 cm, pertulangan daun menyirip, dan berwarna hijau. Bunga kecombrang merupakan bunga majemuk yang berbentuk bongkol panjang 40-80cm, tangkai bunga memiliki ukuran panjang 0,5-2,5 m dan berdiameter 1,5-2,5 cm (Ibrahim dan Setyowati, 1999) Komponen bunga kecombrang terdiri dari zat aktif alkaloid, flavonoid, polifenol, steroid, saponin dan minyak atsiri. Senyawa-senyawa tersebut merupakan senyawa anti mikrobial yang memiliki kemampuan antiseptik, mematikan kuman, antioksidasi, fungisida. Dari pengamatan kecombrang memiliki penghasil warna dari bunga yaitu merah muda (Valianty, 2002).

Gambar 3. Kecombrang (Etlingera elatior)

(35)

4. Pacar Air (Impatiens balsamina)

Pacar air (Impatiens balsamina), berasal dari Asia Selatan dan Asia Tenggara, ada juga yang menyebutkan dari India. Tanaman ini diperkenalkan di Amerika pada abad ke-19. Tanaman ini memiliki bunga dengan beragam warna, semisal pink, merah, putih, oranye, peach, atau salem. Tinggi dari tanaman pacar air ini mencapai 30-80 cm, biasanya bagian yang dijadikan ekstrak yaitu daun, batang, dan bunga. Habitat dari tanaman pacar air ini dapat hidup pada daerah beriklim semi tropical, namun tidak dapat hidup pada daerah yang kering dan gersang. Tanaman pacar air merupakan tumbuhan yang dapat di pelihara dengan gampang, tingginya 30 – 80 cm (Dalimartha, 2014). Tanaman ini sangat peka terhadap hama, begitu terkena hama, tanaman akan langsung busuk, biasanya tumbuh di pekarangan rumah pada ketinggian 1-900 mdpl dengan hanya menebar biji dari buah tanaman pacar air. Dari pengamatan pacar air memiliki penghasil warna dari bunganya yaitu kuning tua (Nuzul, 2012).

25

(36)

5. Pandan Duri (Pandanus tectorius)

Pandanus tectorius termasuk dalam kelompok famili Pandanaceae, yang dikenal dengan nama daerah antara lain pandan samak, pandan tikar, pandan abu atau pandan cucuk. Tumbuhan ini berupa pohon berukuran sedang hingga besar, tinggi bisa mencapai 15 m. Akar penopang tampak jelas dengan tinggi bisa mencapai 1 m atau lebih, berbintil tajam, kulit luar abu-abu kecoklatan. Daun tersusun dalam karangan rapat, di ujung atas batang tersusun melingkar dalam 3 lingkaran, helaian daun kaku, agak berlilin putih, ujung meruncing, tepinya berduri kaku, sangat tajam. Permukaan atas daun berwarna hijau dan halus, permukaan bawah berwarna hijau pucat. Perbungannya berupa tongkol. Buah majemuk, keras, berat, bila masak kulit buah berwarna oranye kemerahan (Rahayu et al., 2008). Biji berbentuk bulat telur, menjorong atau lonjong (Sangi et al., 2008). Tumbuhan ini tersebar di seluruh pantai-pantai dan pulau-pulau di kawasan Asia selatan dan Timur sampai Polinesia, dari pengamatan pandan hutan memiliki penghasil warna dari daunya yaitu warna hijau tua.

(37)

Gambar 5. Pandan Duri (Pandanus tectorius)

Tabel 2. Hasil Pengujian Fitokimia Tumbuahan pewarna alami di kawasan hutan

Simandar kabupaten dairi.

Keterangan :

+ : Cukup reaktif terhadap pereaksi ++ : Reaktif terhadap pereaksi +++ : Sangat reaktif terhadap pereaksi ++++ : Sangat reaktif terhadap pereaksi

- : Bereaksi negatif terhadap pereaksi (tidak mengandung senyawa metabolit -

Analisis Tumbuhan Pewarna Alami

Kandungan metabolit sekunder yang diuji pada tumbuhan sebagai pewarna alami, tumbuhan ada 4 golongan yang umum diuji yaitu senyawa tanin, terpen, alkaloid, dan saponin. Data hasil pengujian fitokimia pada tumbuhan pewarna alami dapat dilihat pada tabel 2. Berdasarkan hasil uji fitokimia diperoleh bahwa tumbuhan penghasil warna alami pada kawasan Hutan Lindung Simandar Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi mengandung berbagai senyawa metabolit sekunder. Yang paling banyak mengandung warna flavonoid adalah tumbuhan

Jenis Tumbuhan

Bagian Tumbuhan yang Diuji

Hasil Pengujian Skrining Fitokimia

Alkaloid Terpen Saponin Flavonoid

Pereaksi Meyer

Pereaksi Bouchardat

Pereaksi Dragendolf Rotan

manau

Daging buah - - - + ++ ++

Senduduk bulu

Buah - - - ++ - ++++

Kecombrang Bunga - - - ++ +++ +++

Pacar air Bunga - - - - - ++

Padan duri Daun - - - + ++ +

27

(38)

1. Aktifitas Alkoloid

Berdasarkan hasil pengujian pengamatan skrining fitokimia alkoloid yang di lihat tabel 2 menunjukkan bahwa tidak ada ditemukan tumbuhan penghasil war na alami terhadap preaksi Dragendolf dan preaksi Meyer di pengujian alkoloid.

2. Aktifitas Tanin

Tanin dapat banyak terdapat di dalam tumbuhan berpembuluh, khususnya dalam jaringan kayu, selain itu banyak terdapat pada bagian daunnya. Tumbuhan yang banyak mengandung tanin pada umumnya dihindari oleh hewan pemakan tu mbuhan, karena senyawa ini mempunyai rasa sepat dan dianggap sebagai penolak hewan.

Pada pengujian skrining menunjukan tumbuhan yang mengandung tanin adalah rotan manau, senduduk bulu, kecombrang dan pandan duri serta yang men gandung senyawa taanin terbesar adalah senduduk bulu dan kecombrang. Tumbuh an yang mengandung tanin tersebut berpotensi sebagai bahan pestisida kerena me ngandung senyawa yang tidak di sukai oleh hewan.

3. Aktivitas Saponin

Pengujian saponin yang dilakukan menggunakan bahan aquadest yang dimasukkan dalam tabung reaksi yang telah berisi ekstrak tumbuhan. Hasil uji saponin menunjukkan bahwa ada 3 jenis tumbuhan yang diperoleh, yaitu rotan manau, kecombrang, pandan duri. Sementara yang tidak mengandung senyawa saponi senduduk bulu dan pacar air. Hasil uji saponin pada tumbuhan pewarna alami tersebut menunjukkan bahwa tumbuhan yang mengandung saponin dapat dijadikan sebagai obat-obatan dan biopestisida.

(39)

4. Aktivitas Terpen

Pengujian fitokimia pada tumbuhan yang mengandung terpen ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi coklat kemerahan. Berdasarkan pengujian pada tumbuhan pewarna di dapati ke 5 jenis tumbuhan mengandung senyawa terpen dan yang paling reaktif adalah jenis senduduk bulu (Clidemia hirta) sehingga berpotensi sebagai insektisida.

2

(40)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Tumbuhan pewarna alami yang dapat di pada kawasan Hutan Lindung Simandar Kabupaten Dairi ada 5 jenis antara lain Rotan manau (Calamus manan), Senduduk bulu (Clidemia hirta), Kecombrang (Etlingera elatior ) Pacar Air (Impatiens balsamina), Pandan Duri (Pandanus tectorius).

2. Identifikasi jenis tumbuh yang menghasilkan warna adalah Rotan Manau (Calamus manan) menghasilkan warna kuning cerah, Senduduk Bulu (Clidemia hirta) menghasilkan warna ungu pekat, Kecombrang (Etlingera elatior)

menghasilkan warna merah muda, Pacar Air (Impatiens balsamina) menghasilkan warna kuning tua, Pandan Duri (Pandanus tectorius) menghasilkan warna hijau tua.

3. Metabolit sekunder yang terkandung dalam tumbuhan pewarna alami antara lain adalah terpen terdapat pada semua jenis tumbuhan. Kandungan terpen yang paling banyak senduduk bulu (Clidemia hirta) dan Kecombrang (Etlingera elatior) . Saponin hanya terdapat pada tiga jenis tumbuhan saja, yaitu pada

tumbuhan Rotan manau (Calamus manan), Pandan Duri (Pandanus tectorius) dan Kecombrang (Etlingera elatior ). Diantara ketiganya yang paling tinggi adalah tumbuhan Kecombrang. Pada Flavonoid tumbuhan Senduduk bulu merupakan tumbuhan yang paling reaktif.

(41)

Saran

Dari hasil penelitian penulis berharap masyarakat mengurangi pemakaian zat waran tekstil karena tidak aman untuk di konsumsi sehari-hari, lebih baik masyarakat memanfaatkan tumbuhan penghasil warna alami sebagai pewarna alam sebagai alternatif untuk kebutuhan sehari-hari dan lebih aman untuk di konsumsi.

31

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kabupaten Dairi. 2014. Kecamatan Sumbul dalam angka 2014.

Sekretaris Badan Pusat Statistik, Dairi. Sumatera Utara.

Dalimartha, 2014. Tanaman Obat Di Lingkungan Sekitar. Penerbit Puspa Swara. Jakarta Fenny, A. 2015. Isolasi Antosianin Alami dari Buah Senduduk Bulu (Clidemia hirta (L)

D.Don) dengan Teknik Maserasi Sebagai Produk Pewarna Makanan.(Thesis).

Politeknik Negeri Sriwijaya.

Hanenson, I. B. 1980. Clinical Toxicology. Toroto : JB Lippincot Company.

Harbone, J.B. 1987. Metode fitokimia. Terjemahan dari Phytochemical Methods oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Penerbit ITB. Bandung.

Hidayat, S. 2006. Membuat Pewarna Alami. Surabaya: Trubus Agrisarana.

Ibrahim, H. Dan Setyowati, F. M. 1999. Etlingera. In: De Guzman, C.C And Siemonsma, J. S. (Eds) Plant Resorces Of South-East Asia. Volume: 13 Backhuys Publisher, Leiden, Netherlands.

Indriyatno, 2008. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Jakarta.

Jasni, Krisdianto, Kalima T, Abdurachman. 2012. Atlas Rotan Indonesia Jilid 3. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Kementerian Kehutanan. Bogor.

Kent, M And Paddy, C. 1992. Vegetation Description And Analysis A Practical Apporoach. London : Belhaven Press.

Kusumo, S., M. Hasanah, S. Moeljoprawiro, M.Thohari, Subandrijo, A. Hardjamulia, A.Nurhadi, dan H. Kasim. 2002. Pedoman Pembentukan Komisi Daerah Plasma Nutfah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Komisi Nasional Plasma Nutfah. Bogor. Hlm. 18.

Kokate, C.K. 2001. Pharmacognosy 16th Edn. Nirali Prakashan, Mumbai, India.

Lestari, K.W.F. dan H. Suprapto. 2000. Natural Dyes In Indonesia. Yogyakarta:Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Kerajinan dan Batik.

Murwati, E.S. 2010. Penelitian Teknik Pewarnaan Enceng Gondok, Agel, Pandan dan Purun dengan Zat Warna Alam. Laporan Penelitian. Balai Besar Kerajinan dan Batik. Yogyakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, Kementerian Perindustrian.

Nuzul, 2012. Aktifitas Antibakteri Fraksi Saponin Dari Daun Tumbuhan Pacar air (Impatiens balsamica L.) Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo. Semarang.

(43)

P.67/Menhut-II/2006. Kriteria dan Standart Inventarisasi Hutan.

Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat Dan Makanan (BPOM) RI No 37 Tahun 2013 Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pewarna.

Pujilestari, T. 2014. Pengaruh Ekstraksi Zat Warna Alam Dan Fiksasi Terhadap Ketahanan Luntur Warna Pada Kain Batik Katun. Balai Besar Kerajinan Dan Batik, Jl.Kusumanegara No.7 Yogyakarta, Indonesia.

Rahayu M., Sunarti S., Keim A. P. 2008. Kajian etnobotani pandan samak (Pandanus odoratissima L. f.): Pemanfaatan dan peranannya dalam usaha menunjang penghasilan keluarga di Ujung Kulon, Banten. Biodiversitas Vol. 9 No.4 Oktober 2008.

Ragasa, C. Y., Nacpil, Z.D., Natividad, G.M., Tada, M., Coll, J.C., and Rideout, J.A.

1997. Tetranortriterpenoids from Azadirachta indica. Phytochemistry Volume 46, No, 3, pp 555-558. Great Britain: Elsevier Science Ltd.

Restuati, M. 2004. Ekstraksi Senyawa Fitokimia Tanaman Obat. Makala Pelatihan Ekstraksi Tanaman Obat Program SP-04 FMIPA Unimed, Medan 28

Februari- 6 Maret 2005

Sangi M., Runtuwene M. R. J., Simbala H.E.I dan Makang V.M.A. 2008. Analisis fitokimia tumbuhan obat di Kabupaten Minahasa Utara. Chem. Prog. Vol. 1 No.

1, 2008.

Simanullang, Y. 2015. Eksplorasi Tumbuhan Beracun Pada Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung, Sumatera Utara. Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara

Sutarno, S. 2001. Tumbuhan Penghasil Warna Alami dan Pemanfaatannya Dalam Kehidupan Suku Meyah di Desa Yoom Nuni Kab. Manokwari. Skripsi Sarjana Mahasiswa Kehutanan UNIPA Manokwari.

Soetarhardja, 1997. Inventarisasi Hutan. IPB Press. Bogor.

Tocharman, M. 2009. Eksperimen Pewarna Alami Dari Bahan Tumbuhan Yang Ramah Lingkungan Sebagai Alternatif Untuk Pewarna Kain Batik. Universitas Pendidikan Indonesia.

Valianty, K. 2002. Potensi Antibakteri Minyak Bunga Kecombrang. Purwekerto: Jurusan Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Jendral Sudirman.

Semarang.

Visalakshi, M., and Jawaharlal, M. 2013. Healthy Hues-Status and Implication in Industries – Brief Review.Journal of Agriculture and Allied Sciences, 3(2): 42- 51.

Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. P.P. Gramedia. Jakarta.

Winarno, 1994. .Proses Ekstraksi danPowderisasi Zat Warna Alam. Badan

(44)

Wulaningrum, R. A,, Sunarto, W., dan Alauhdin, M. 2013. Pengaruh Asam Organik dalam Ekstraksi Zat Warna Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana).

Indonesian Journal of Chemical Science,2(2): 119-124.

Yernisa, Gumbira-Sa’id, E. dan Syamsu, K.2013. Aplikasi Pewarna Bubuk Alami dari Ekstrak Biji Pinang (Areca catechu L.) pada Pewarnaan Sabun Transparan.

Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 23 (3): 190-198.

(45)

LAMPIRAN

Lampiran 1 : Hasil analisis vegetasi pada tingkat tumbuhan bawah

No Nama Tumbuhan INP No Nama Tumbuhan INP

1 Alang-Alang 6,09 18 Paku Leyat 16,38

2 Ompu-Ompu 1,93 19 Paku-Pakuan 8,94

3 Rumput Mutiara 3,08 20 Paku Andam 18,14

4 Pegagan 5,39 21 Bunga Kana Merah 4,26

5 Ondar Pogu 1,05 22 Paku Asplenium 22,10

6 Talas 6,73 23 Monstera Enak 7,14

7 Pasak Bumi 2,12 24 Sisik Naga 3,75

8 Daun Singkut 2,06 25 Sirih Merah 1,53

9 Tatan Ayam 1,73 26 Apitson 6,15

10 Asar-Asar 15,06 27 Supi-Supi 7,08

11 Aggrek Tubi-Tubi 1,00 28 Sirih Hutan 5,66

12 Sipeol 12,51 29 Pakis Haji 6,58

13 Pacar Air* 8,23 30 Rotan Manau* 2,85

14 Nampu Hijau 6,46 31 Senduduk * 3,40

15 Anggrek Pulchra 1,06 32 Hanjuang Merah 4,01

16 Anggrek Sayar-Sayar 2,03 33 Pandan Duri* 3,27 17 Anggrek

Anggrosslophyllum 1,33

Total 200,00

Keterangan :

* : Tumbuhan pewarna alami

(46)

Lampiran 2 : Hasil analisis vegetasi pada tingkat tumbuhan Semai

No Nama Tumbuhan INP No Nama Tumbuhan INP

1 Kapas-Kapas 1,91 18 Gagatan Harimau 2,39

2 Banyur 2,63 19 Bunga Kandang 5,14

3 Hanjuang Merah 6,58 20 Artok 2,63

4 Pakis Haji 14,22 21 Sabal 5,98

5 Kayu Manis 11,84 22 Turi-Turi 2,03

6 Kincung 5,14 23 Sanduduk* 12,67

7 Kecombrang* 5,86 24 Medang 2,87

8 Pait-Pait 12,19 25 Jelutung 1,67

9 Podom-Podom 9,21 26 Hoting 3,47

10 Pandan Hutan 18,89 27 Nyatu 1,67

11 Langge 8,01 28 Rotan Manau* 1,79

12 Latong Anduri 4,66 29 Mujang 1,79

13 Silam-Lam Bau 8,73 30 Puspa 2,27

14 Tuba Jonong 4,30 31 Hau Dolok 3,83

15 Hati Lando 6,46 32 Sampinar Bunga 1,20

16 Latong Andorsari 4,90 33 Sampinar Tali 0,36

17 Sempuyung 6,81

Total 200,00

Keterangan :

* : Tumbuhan pewarna alami

(47)

Lampiran 3 : Hasil analisis vegetasi pada tingkat tumbuhan Pancang

No Nama Tumbuhan INP

1 Sempuyung 20,92

2 Losa 24,60

3 Pirdot 25,57

4 Pait-Pait 25,38

5 Latong Anduri 21,98

6 Hati Lando 11,37

7 Sarindan 4,41

8 Kampawa 1,85

9 Tanggiang 2,14

10 Sampinur Tali 11,42

11 Kapas-Kapas 5,08

12 Hoting 14,87

13 Nyatu 10,87

Total 180,46

(48)

Lampiran 4 : Hasil analisis vegetasi pada tingkat tumbuhan Tiang

No Nama Tumbuhan INP

1 Karet 6,51

2 Kopi 2,84

3 Kemenyan 5,86

4 Dap-Dap 7,98

5 Bania 10,00

6 Pinus 9,08

7 Mujang 5,69

8 Sampinur Tali 11,42

9 Kapas-Kapas 5,08

10 Hoting 14,87

11 Nyatu 10,87

12 Hau Dolok 24,25

13 Turi-Turi 8,80

14 Sampinur Bunga 8,53

15 Jelutung 9,01

16 Puspa 10,43

17 Medang 16,12

18 Meang 15,03

19 Kayu Putih 3,28

Total 200,00

(49)

Lampiran 5 : Hasil analisis vegetasi pada tingkat tumbuhan Pohon

No Nama Tumbuhan INP

1 Pinus 7,95

2 Meang 26,10

3 Hoting 23,04

4 Medang 31,25

5 Hau Dolok 26,87

6 Turi-Turi 16,64

7 Nyatu 21,08

8 Sampinur Tali 13,84

9 Mujang 2,94

10 Kayu Putih 3,28

11 Kemenyan 5,86

12 Puspa 10,05

13 Jelutung 10,64

Total 200,00

(50)

Peta lokasi penelitian

Lampiran 6.

(51)

LAMPIRAN

Lampiran 7. Perendaman sampel buah senduduk

Lampiran 8. Pencampuran larutan senduduk dengan Bouchardart, FeCl3, Dragendorff, Meyer,dan Aquades

(52)

Lampiran 9. Hasil pengujian terpen (pemanasan KLT pada hot plate) sampel buah senduduk.

Lampiran 10. Tabel hasil pengujian senduduk (nomor 6)

Gambar

Gambar 1. Desain Plot Tumbuhan penghasil warna alami  Data yang diperoleh dianalisisdengan rumus sebagai berikut:
Tabel  1.  Data  Tumbuhan  penghasil  warna  alami  yang  Ditemukan  di  kawasan  Hutan Lindung Simandar Kabupaten Dairi
Gambar 2. Senduduk Bulu (Clidemia hirta)
Gambar 3. Kecombrang (Etlingera elatior)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan

• Sebagian besar algoritma(method) pada class Collections diaplikasikan ke List Sehingga dengan algoritma ini memudahkan untuk memanipulasi data List. Sehingga dengan algoritma

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PBNGETAHUAN ALAM. PROGRAM STUDI D3

• Array adalah object yang digunakan untuk menyimpan banyak data dengan tipe yang sama3. • Tipe dari array bisa : tipe data

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hak bebas royalty atas karya ilmiah saya yang berjudul: Pengaruh bermain game online

Android: Pemrograman Aplikasi Mobile Smartphone dan Tablet PC Berbasis Android(edisi revisi).Informatika.Bandung.. Yuswanto &amp;

“Dalam memahami al - Qur‟an ketika saya ingin mengetahui suatu permasalahan dalam al- Qur‟an yaitu melalui tafsir secara lan gsung, kitab tafsir yang sering saya

Saya Kapitania Look (Nim 462012099) adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Kristen Satya Wacana yang melakukan