• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENATALAKSANAAN ANEMIA PADA PENYAKIT GINJAL KRONIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENATALAKSANAAN ANEMIA PADA PENYAKIT GINJAL KRONIK"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENATALAKSANAAN ANEMIA PADA PENYAKIT GINJAL KRONIK

Yenny Kandarini

Divisi Ginjal dan Hipertensi, Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar

Pendahuluan

Anemia pada penyakit ginjal atau yang dikenal dengan anemia renal merupakan komplikasi dari PGK (Penyakit Ginjal Kronis) yang penting karena memberikan kontribusi yang bermakna terhadap gejala, progresivitas serta komplikasi kardiovaskuler pasien PGK.1 Insiden anemia pada PGK meningkat seiring dengan menurunnya LFG2. Anemia pada PGK mulai muncul pada stadium awal dari PGK dan memberat seiring dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (LFG). Penelitian National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) mendapatkan insiden anemia pada PGK stadium 1 dan 2 adalah kurang dari 10%, pada stadium 3 adalah 50% , pada stadium 4 mencapai 60% dan 70% pasien PGK stadium 5 mengalami anemia sedangkan pada pasien yang menjalani hemodialisis didapatkan 100% pasien mengalami anemia.3

Penyebab utama anemia pada PGK adalah defisiensi relatif hormon eritropoietin. Penatalaksanaan anemia renal mengalami perkembangan yang pesat, dengan makin berkembangnya riset mengenai anemia pada PGK.4 Penemuan erythropoiesis-stimulating agents (ESA) telah mengubah penanganan anemia dalam 20 tahun terakhir. Penggunaan ESA telah menghilangkan anemia sebagai penyebab utama morbiditas dan meningkatkan kualitas hidup pasien PGK.

Penyebab Anemia pada PGK

Patogenesis anemia pada PGK bersifat multifaktorial. Faktor utama yang berperan adalah insufisiensi produksi dari hormon eritropoietin (EPO) endogen.

Kontribusi dari defisiensi EPO makin besar seiring dengan makin menurunnya

(2)

LFG.5 Beberapa faktor lain yang berkontribusi untuk terjadinya anemia renal termasuk defisiensi besi, inflamasi akut dan kronis, severe hyperparathyroidism, aluminum toxicity, defisiensi folat, menurunnya masa hidup SDM. 2,5,6,7

Evaluasi anemia renal

Anemia renal umumnya mulai terjadi pada PGK stadium 3 dan hampir selalu ditemukan pada PGK stadium 5. Pada pasien PGK yang belum mengalami anemia, skrining anemia dianjurkan minimal satu kali setahun. Pada keadaan tertentu skrining dilakukan lebih sering, seperti pada pasien dengan berbagai komorbiditas misalnya diabetes, kelainan jantung, atau riwayat penurunan Hb sebelumnya.2

Pada pasien dengan PGK evaluasi pemeriksaan hemoglobin dilakukan minimal satu kali setahun. Bila didapatkan anemia pemeriksaan lanjutan dilakukan untuk mencari etiologi. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain darah lengkap (DL) meliputi Hb, hematokrit (Ht), indeks eritrosit (MCH, MCV, MCHC), leukosit dan hitung jenis, hitung trombosit, hapusan darah tepi, hitung retikulosit dan uji darah samar feses.2

Pada umumnya anemia renal merupakan anemia normositik normokromik.

Perdarahan tersembunyi dari saluran cerna (occult blood) sering terjadi pada pasien PGK, prevalensi berkisar antara 6-20%. Jika pada evaluasi diduga ada kelainan hematologi lain seperti hemoglobinopati atau anemia hemolitik autoimun, maka diperlukan pemeriksaan lanjutan atau konsultasi kepada konsultan hematologi onkologi medik.2

Manfaat dari koreksi anemia pada PGK

Penataksanaan anemia pada pasien PGK pra dialisis maupun yang menjalani dialysis tentu saja banyak membawa manfaat, baik dalam penurunan morbiditas maupun mortalitas, juga dalam menghambat progresivitas dari PGK. Berikut ini adalah rangkuman dari manfaat dari koreksi anemia pada pasien dengan PGK.

Manfaat dari koreksi anemia pada pasien dengan PGK : 8 meningkatkan Kualitas Hidup, meningkatkan exercise capacity, menurunkan cardiac output, menurunkan

(3)

angina, menurunkan hipertrofi ventrikel kiri, menurunkan bleeding tendency, meningkatkan brain/cognitive function nutrition, menurnkan depresi, meningkatkan sleep patterns, meningkatkan fungsi seksual, meningkatkan fungsi endokrin, meningkatkan fungsi imun, meningkatkan metabolisme otot, menurunkan hospitalizations, menurunkankebutuhantransfusi.

Penatalaksanaan Anemia Pada Penyakit Ginjal Kronik

Berikut algoritma penatalaksanaan anemia khususnya pemberian ESA pada PGK.9 Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO) 2012 merekomendasikan pada pasien anemia yang tidak dalam terapi ESA, pemeriksaan Hb dilakukan bila ada indikasi klinik atau minimal setiap 3 bulan pada pasien dengan PGK stadium 3-5-non dialisis (PGK3-5-ND) dan minimal setiap bulan pada PGK stadium 5 yang menjalani hemodialisis (PGK 5-HD).5

Gambar 1. Penatalaksanaan anemia pada pasien dengan PGK.9 Anemia pada PGK

Singkirkan Penyebab lain selain defisiensi EPO

Jika feritin < 100 µg/l, pertimbangkan pemberian besi IV saja, 200-500 mg

Jika feritin > 100 µg/l atau tidak respon dengan terapi besi IV, mulai pemberian EPO dengan dosis 4000-6000 IU/minggu atau darbepoetin alfa 20-30 µg/minggu

Sesuaikan dosis ESA 25%-50% perbulan sampai target Hb 11-13 g/dl

Pertahankan status besi

(4)

Manajemen Besi

Sebelum terapi ESA harus dilakukan pemeriksaan status besi terlebih dahulu. Agar respon eritropoiesis optimal, maka status besi harus cukup.

Status besi yang diperiksa meliputi Serum Iron (SI), total iron binding capacity (TIBC), saturasi transferin (ST) dan feritin serum (FS).2 Terapi besi dilakukan bila anemia defisiensi besi absolut, anemia defisiensi besi fungsional dan tahap pemeliharaan status besi. Terapi besi tidak diberikan pada kondisi : hipersensitifitas terhadap besi, gangguan fungsi hati berat, kandungan besi tubuh berlebih (iron overload).

Status besi dikatakan cukup sebagai syarat memulai terapi ESA bila saturasi transferin (ST)> 20 % dan feritin serum > 100 ug/L (pasien pre-dialisis) dan > 200 ug/L (pasien dialisis). Bila ditemukan defisiensi besi maka defisiensi besi haruslah dikoreksi terlebih dahulu.8,10,11 Terapi besi oral diindikasikan pada pasien PGK-nonD dan PGK-PD dengan anemia defisiensi besi. Jika setelah tiga bulan ST tidak dapat dipertahankan ≥20% dan/atau FS ≥100 ng/ml, maka dianjurkan untuk pemberian terapi besi parenteral. Terapi besi parenteral terutama diindikasikan pada pasien PGK-HD.

Terapi besi ada dalam 2 fase yaitu fase koreksi dan fase pemeliharaan. Terapi besi fase koreksi bertujuan untuk koreksi anemia defisiensi besi absolut, sampai status besi cukup yaitu ST ≥20% dan FS mencapai ≥100 ng/ml (PGK-nonD & PGK- PD), ≥200 ng/ml (PGK-HD). Dosis uji coba (test dose) dilakukan sebelum mulai terapi besi intravena pertama kali untuk mengetahui adanya hipersensitivitas terhadap besi. Dosis terapi besi fase koreksi 100 mg 2x per minggu, saat HD, dengan perkiraan keperluan dosis total 1000 mg (10x pemberian).

Terapi besi fase pemeliharaan bertujuan untuk menjaga kecukupan kebutuhan besi untuk eritropoiesis selama pemberian terapi ESA dengan target terapi ST : 20-50%, FS: 100-500 ng/ml (PGK-nonD dan PGK-PD) 200-500 ng/ml (PGK-HD). Status besi diperiksa setiap 1-3 bulan dan dosis terapi besi disesuaikan dengan kadar ST dan FS. Bila ST >50%, tunda terapi besi, terapi ESA tetap dilanjutkan ST 20-50%.5

(5)

Berikut ini adalah klasifikasi defisiensi besi pada anemia renal.

Tabel 1. Defisiensi Besi pada Anemia Renal 2

Anemia renal PGK-nonD/

PGK-PD

PGK-HD

ST (%)

FS (ng/ml)

ST (%)

FS (ng/ml)

Besi cukup ≥20 ≥100 ≥20 ≥200

Defisiensi besi fungsional <20 ≥100 <20 ≥200 Defisiensi besi absolut <20 <100 <20 <200 Keterangan : PGK-nonD : Penyakit Ginjal Kronik non Dialisis;

PGK-PD : Penyakit Ginjal Kronik Peritoneal Dialisis;

PGK-HD : Penyakit Ginjal Kronik Hemodialisis

Terapi Erythropoietin Stimulating Agent (ESA).

Terapi ESA dimulai setelah identifikasi dan koreksi faktor lain yang memperberat anemia, dan pastikan bahwa status besi cukup. Dalam pemberian ESA hendaknya dipertimbangkan antara potensi manfaat pemberian ESA untuk mengurangi kebutuhan transfusi dan memperbaiki simtom anemia dengan potensi risiko seperti stroke, trombosis akses vaskuler dan hipertensi.5

Indikasi Terapi ESA Bila Hb <10 g/dl dan penyebab lain anemia sudah disingkirkan dengan syarat pemberian tidak ada anemia defisiensi besi absolut dan juga tidak ada infeksi yang berat. Kontraindikasi terapi ESA bila hipersensitivitas terhadap ESA. Perlu diperhatikan pada terapi ESA adalah tekanan darah tinggi dan hiperkoagulasi.2

Beberapa preparat ESA yang ada di Indonesia saat ini antara lain Eritropoietin alfa, Eritropietin beta, dan CERA suatu ESA dengan masa paruh yang panjang.

Dosis untuk Eritropoietin 80-120U/Kg/minggu subkutan (SK) atau 120- l80U/Kg/minggu intravena (IV). Pemberian SK lebih dianjurkan karena masa paruh lebih panjang dan dosis yang dibutuhkan lebih kecil. 7KDIGO 2012 menganjurkan

(6)

dosis ESA alfa atau beta dimulai dengan 20-50 IU/KgBB 3x/minggu. Frekuensi pemberian 3x/minggu karena disesuaikan dengan frekuensi HD di luar negeri yang berlangsung 3 kali seminggu. Dosis CERA dimulai 0,6 ug/KgBB SK atau IV setiap 2 minggu pada fase koreksi dilanjutkan setiap satu bulan pada fase pemeliharaan,7 atau bila memulai dengan frekuensi satu kali sebulan dapat dimulai dengan l,2 ug/KgBB.3 Target kenaikan Hb 1-1.5 g/dL perbulan (PERNEFRI), sementara KDIGO 2012 merekomendasikan 1-2 g/dL/ bulan pada koreksi anemia fase inisiasi/awal, dengan menghindari kenaikan Hb yang cepat > 2g/dL.2,4,5 Selama terapi ESA dianjurkan untuk diberikan suplementasi besi dengan dosis pemeliharaan sesuai kebutuhan. Pemeriksaan status besi untuk monitoring diulang secara rutin setiap tiga bulan.1

Efek Samping Terapi ESA

Efek Samping Terapi ESA adalah hipertensi, trombosis, kejang dan terjadinya PRCA. Terapi ESA berpotensi meningkatkan tekanan darah terutama bila kenaikan Hb terlalu cepat atau menggunakan ESA dosis tinggi. Selama terapi ESA perlu perhatian khusus terhadap tekanan darah terutama pada fase koreksi.

Trombosis dapat terjadi jika Hb meningkat secara cepat melebihi target. Kejang walaupun sangat jarang dijumpai perlu dipertimbangkan bila terjadi peningkatan yang cepat Hb >10 g disertai tekanan darah yang tidak terkontrol. Terutama terjadi pada terapi ESA fase koreksi. Pure red cell aplasia dicurigai bila pasien dalam terapi ESA >4 minggu ditemukan semua gejala berikut: penurunan Hb mendadak 0.5-1 g/dl/minggu atau membutuhkan transfusi 1-2 kali/minggu, Hitung leukosit dan trombosit normal, Hitung retikulosit absolut <10.000/µL.2

Terapi Penunjang untuk meningkatkan optimalisasi terapi ESA

KDIGO merekomendasikan untuk tidak menggunakan androgen sebagai terapi ajuvan dalam terapi ESA. Termasuk juga tidak disarankan penggunaan vitamin C, vitamin D, vitamin E, asam folat, L-carnitin dan pentoxyfiline, karena

(7)

tidak ada bukti ilmiah yang cukup bahwa terapi tersebut menunjang optimalisasi terapi ESA.5,12

Nutrisi yang adekuat berperan penting dalam pengelolaan anemia renal.

Asupan energi pada PGK dianjurkan 35 kalori / kg BB/hari pada pasien umur < 60 tahun dan 30-35 kalori/kg BB/hari pada pasien ≥ 60 tahun. Asupan protein pada PGK pre-HD dianjurkan 0,6-0,75 g/kg/BB/hari pada pasien HD 1,2 g/kg/BB/hari dan pada pasien PD 1,2-1,3 g/kgBB/hari. Malnutrisi energi protein (MEP) harus dievaluasi secara berkala dan dikoreksi. Pemberian nutrisi harus memperhatikan asupan besi yang adekuat. 2,4,5,12

Target hemoglobin pada koreksi anemia renal

Target level HB pada koreksi anemia renal sampai saat ini masih kontroversi.

Berikut ini adalah rekomendasi dari KDIGO 2013 mengenai inisiasi terapi ESA dan target kadar HB pada pasien PGK yang memakai ESA, baik yang menjalani dialisis maupun yang tidak menjalani dialisis regular.2,5

Transfusi Darah

Dalam penatalaksanaan anemia renal direkomendasikan untuk menghindari transfusi sel darah merah untuk meminimalkan risiko. Transfusi juga harus dihindarkan pada pasien yang akan dilakukan transplantasi ginjal untuk meminimalkan terjadinya risiko allosensitization dan penularan virus hepatitis.

Transfusi dipertimbangkan bila manfaatnya lebih besar dari risiko yang ditimbulkannya misalnya pada pasien yang terapi ESAnya tidak efektif, pasien yang sebelumnya ada riwayat stroke atau menderita keganasan, pasien yang memerlukan koreksi anemia yang cepat untuk menstabilkan hemodinamik (perdarahan akut, unstable coronary artery disease) dan pada pasien peroperatif yang memerlukan koreksi Hb cepat.5

(8)

Penutup

Anemia merupakan komplikasi yang sering dijjumpai pada pasien dengan PGK yang menyebabkan meningkatnya morbiditas maupun mortalitas. Penyebab anemia pada PGK adalah multifaktorial, walaupun penyebab utama adalah defisiensi EPO. Prinsip penatalaksanaan anemia renal adalah dimulai dengan identifikasi serta melakukan koreksi terhadap faktor-faktor penyebab anemia untuk mencapai target hemoglobin yang optimal untuk pasien. Inisiasi terapi ESA maupun target Hb saat ini masih kontroversial. Penatalaksanaan anemia pada PGK mengalami perkembangan yang pesat, dengan makin berkembangnya riset mengenai anemia pada PGK.

Daftar Pustaka

1. Besarab A, Yee J. Treatment of Anemia in Patients with End-Stage renal disease. In: Henrich WL (ed). Principles and Practice of Dialysis. Philadelphia:

Lippinkott William and Wilkins 2009;499-523

2. PERNEFRI, 2011. Konsensus Manajemen Anemia Pada Penyakit Ginjal Kronik. Jakarta; PB PERNEFRI.

3. Wish JB. Anemia and Other Hematologic Complications of Chronic Kidney Disease in Gilbert SJ, Weiner DE, Gipson DS et al. ed. National Kidney Foundations Primer on Kidney Deseases. 6 th ed. Elsevier saunders 2014;

57:497-505.

4. Lydia A. Management of Anemia in Chronic Kidney Disease. In: Naskah Lengkap JNHC 2012. PB PERNEFRI. Jakarta.

5. KDIGO Clinical Practice Guideline for Anemia in Chronic Kidney Disease.Kidney Int Suppl 2012: 283-308.

6. Fishbane S. Upper limit of serum ferritin: misinterpretation of the 2006 KDOQI anemia guidelines. Semin dial 2008;21:217-220.

7. Macdougal, IC. Development of Recombinant Erythropoietin and Erythroppoietin Analogs. In: Singh, AK and Williams, GH, editors. Textbook of Nephro-Endocrinology. 2009, Elseiver; Amsterdam: 35-46.

8. Valliant A, Hofmann RM. Managing dialysis patients who develop anemia caused by chronic kidney disease: focus on peginesatide. International Journal of Nanomedicine 2013;8:3297-3307.

9. Macdougall JC, Eckardt KU. 2010. Anemia in Chronic Kidney Disease. In:

Floege J, Johnson RJ, Feehally J. editors. Comprehensive Clinical Nephhrology. 4th ed. Elseiver Saunders; Philadelphia:951-958.

10. KDOQI (2007) KDOQI Clinical Practice Guideline and Clinical Practice Recommendations for anemia in chronic kidney disease: update of hemoglobin target. Am J Kidney Dis 2007; 50: 471-530

11. Macdougall IC, Provenzano R, Sharma A, Spinowitz BS, Schmidt RJ, Pergola

Referensi

Dokumen terkait

Temuan pada penelitian ini mengindikasikan adanya pemulihan motilitas usus yang lebih awal pada pasien yang menjalani operasi ginekologi dibandingkan dengan operasi

Kewenangan yang diberikan termasuk inti pelayanan yaitu melakukan diagnosis, pemeriksaan penunjang, dan terapi serta konsultasi medis dalam penanganan penyakit dalam

[r]

Dari hasil penelitian dapat diidentifikasi bahwa penggunaan batik berbasis pemakai berdasarkan inventaris variabel yang sesuai dengan usia dan warna kulit pemakai

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti bahwa kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan pemanfaatan media lingkungan sekolah sudah

Assalaamu'alaikum Warrahmatullaahi Wabarakatuh. Pimpinan dan Anggota Komisi V yang saya hormati dan muliakan,.. Pak Sekjen, Pak Irjen dan Pak Kepala Badan SDM Kementerian

Menurut penulis, setelah membaca beberapa teori tentang akad murabahah dan wakalah, serta memandang kemaslahatan yang dapat diambil dari pembiayaan ini, maka transaksi

Ongkos-ongkos pihak Uni Republik-republik Soviet Sosialis yang berhubungan dengan pengiriman para ahli dan pekerja yang berpengalaman dari Uni Republik-republik Soviet Sosialis