BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Covid-19 2.1.1 Defenisi Covid-19
Covid-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh tipe baru coronavirus dengan gejela umum demam, kelemahan, batuk, kejang dan diare (Repici, 2020).
Pada Desember 2019, sejumlah pasien dengan pneumonia misterius dilaporkan untuk pertama kalinya di Wuhan, Cina (Phelan, Katz & Gostin, 2020). World Health Organization (WHO) resmi menetapkan Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) sebagai pandemik pada tanggal 11 Maret 2020 dan setelahnya Indonesia menetapkan Covid-19 sebagai bencana Nasional pada tanggal 14 Maret 2020. Virus ini telah dinamai sindrom pernapasan akut parah coronavirus- 2 (SARS-Co-V-2) dan dapat bergerak cepat dari manusia ke manusia melalui kontak langsung (Rothe, 2020).
2.1.2 Etiologi dan Patogenesis Covid-19
Virus Covid-19 SARS-COV-2 merupakan individu ke tujuh dari kelompok COV yang menginfeksi manusia dan terdapat empat COV (HCOV-229E, HCOVNCG3, HCOV-OC43 dan HCOV-HKU1) yang dapat menyebabkan penyakit saluran pernapasan bagian atas yang luas yaitu flu. MERS-COV dan SARS-COV bertanggung jawab untuk pneumonia typie. Penyebab penyakit lokal kemungkinan besar diidentifikasi dengan adanya Dipeptidyl peptidase 4 (DPP 4) dan angiotensin converting enzyme (ACE2) di saluran pernapasan bagian bawah . SARS-COV dan SARS-COV-2 dilengkapi untuk memanfaatkan reseptor masuk sel serupa dengan SARS-COV untuk mencemari orang. Lonjakan SARS-COV- 2 terkait dengan ACE2 manusia dengan parsialitas sekitar 10-20 lipatan lebih tinggi daripada lonjakan SARS-COV yang lebih muda menyebar dari manusia ke manusia yang lain. Saat masuk ke dalam sel epitel alveolar, SARS-COV-2 bereplikasi dengan cepat dan memicu respons imun yang kuat, menyebabkan kerusakan jaringan paru. 99 kasus awal infeksi SARS-COV-2 yang dikonfirmasi mengungkapkan bahwa sindrom badai terjadi pada pasien dengan COVID-19
ekstrem. 17% pasien menderita ARDS, 11% di antaranya memburuk dalam waktu singkat dan meninggal karena berbagai kegagalan organ. Selain itu, jumlah total sel CD4 + T, sel CD8 + T dan sel T berkurang pada pasien yang menderita infeksi SARS-COV-2 dan sel T bertahan secara praktis habis, merekomendasikan penurunan kapasitas kekebalan pada SARS pasien yang terinveksi COV-2 (Kalyani, Padmasri & Prasanth, 2020).
2.1.3 Klasifikasi
Menurut (Dianti, 2020) klasifikasi dibedakan menjadi beberapa tahap yaitu : a. Tahap 1 (Ringan / Infeksi Dini)
Fase awal pembentukan penyakit yang melibatkan periode inkubasi terkait dengan gejala ringan dan non-spesifik seperti demam dan batuk kering. Pada tahap ini diagnosis dapat dikonfirmasi menggunakan Reverse transcriptase-polymerase chain reaction (RT-PCR) tes serum untuk Sars-CoV-2 immunoglobulin G (IgG) dan immunoglobulin M (IgM), foto thorax, tes darah lengkap dan fungsi hati.
b. Tahap II (moderat)
pada fase kedua ini ada penyakit paru yang terbentuk akibat penggandaan virus dan peradangan lokal di paru. Selama tahap ini, pasien mengalami batuk, demam, dan mungkin hipoksia. Hasil menggunakan roentgenogram dada atau Computed tomography (CT) menggambarkan infiltrasi bilateral atau opasitas ground glass c. Stadium III (Berat)
peradangan sistemik. Beberapa pasien covid 19 akan beralih ke tahap ketiga dan merupakan yang paling parah dari seluruh stadium yang memanifestasikan sebagai sindrom hiperperadangan sistemik ekstra-paru. Pada tahapan ini, penanda peradangan sistemik tampak meningkat
2.1.4 Gejala Covid-19
Menurut (Kalyani, Padmasri, & Prasanth, 2020) gejala covid-19 disebabkan oleh pasien yang terjangkit virus corona sehingga mengalami pilek dan flu biasa, 80% pasien akan menunjukkan gejala ringan penyakit Covid-19. Orang dewasa memiliki kekuatan kekebalan terbaik untuk melawan infeksi tetapi kerugiannya adalah mereka lebih mungkin menyebarkan infeksi virus. 99% dari pasien
mengalami demam dengan suhu yang sangat tinggi, sementara sebagian besar mengalami kelelahan dan batuk kering serta kesulitan bernapas. Maksimal pasien telah terinfeksi kasus ekstrim dan sisanya menjadi sakit kritis. Gejala umum yaitu demam, nyeri dada, kelelahan, kehilangan bau dan rasa, batuk kering, disponea (Remuzzi, 2020). Gejala lainnya adalah sesak napas, ini merupakan sindrom gangguan pernapasan akut (Prompetchara, Ketloy & Palaga, 2020).
a. Hari 1 : pada hari pertama timbulnya efek samping, pasien mengalami demam disertai kelelahan, nyeri otot dan batuk kering.
b. Hari 5 : pasien mengalami efek buruk dari masalah pernapasan terutama jika mereka lebih tua atau memiliki kondisi kesehatan tertentu sebelumnya.
c. Hari 7 : menurut studi universitas wuhan adalah efek samping pasien yang menyebabkan pasien dibawa ke klinik
d. Hari 8 : pasien mengembangkan sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS), suatu kondisi di mana cairan mengisi paru – paru dan sebagian besar berakibat fatal. Biasanya terjadi pada kasus yang serius
e. Hari 10 : pergerakan penyakit mendorong peningkatan indikasi dan pasien dipindahkan ke ICU. Pasien dengan gejala yang lebih ringan kemungkinan besar mengalami sakit perut yang semakin parah dan kehilangan nafsu makan hanya sebagian kecil meninggal.
f. Hari 17 : setelah hampir 18 hingga 19 hari pasien yang pulih akan keluar dari rumah sakit dan pasien sulit untuk mengetahui gejala pada hari – hari awal infeksi. Biasanya diamati setelah 5-6 hari.
2.1.5 Penatalaksanaan
Menurut (Kalyani, Padmasri & Prasanth, 2020) pencegahan virus korona dapat dicegah dengan :
a. Perawatan primer pencegahan pada pasien virus corona
1. Cuci tangan sesering mungkin selama setidaknya 20 detik setiap kali dengan air hangat dan sabun
2. Jangan menyentuh mata, wajah, hidung atau mulut saat tangan kotor 3. Jangan keluar jika merasa Lelah atau mengalami gejala flu
4. Tutupi mulut didalam siku kapanpun batuk atau bersin
5. Bersihkan semua benda yang sering disentuh. Gunakan disenfektan pada benda – benda seperti ponsel, laptop, kunci, peralatan makan dang pegangan pintu
6. Hindari pertemuan umum, tindakan kebersihan yang ketat untuk pengendalian infeksi
7. Petugas kesehatan harus menggunakan maskerpelindung pribadi seperti masker N95, masker FFP3, gaun pelindung dan sarung tangan b. Skrining dan karantina
Salah satu upaya terpenting adalah melakukan skrining terhadap penduduk yang berasal dari wilayah endemic dengan memeriksa suhu tubuh, tenda – tanda dan manifestasi infeksi virus. Selanjutnya mengajukan pertanyaan dari mereka tentang riwayat perjalanan dan segala jenis kontak dengan orang yang terinfeksi.
Di negara – negara tertentu, isolasi orang – orang yang dapat dikenal secara efektif menginginkan tanda dan gejala COVID-19 dilakukan dengan kuat untuk mencegah penyebaran penyakit lebih lanjut, namun isolasi yang kuat mungkin pernah menanggung akibat dengan dampak psikososial.
c. Desinfektan permukaan
Surface adalah tempat paling rawan penularan infeksi virus corona dari sat uke yang lain. Bergantung pada sifat permukaan, suhu, PH, dan kelembapan relative disekitarnya. Waktu bertahan virus berbeda dan biasanya 1-9 hari. Gunakan disenfektan yang beresiko tinggi pada area permukaan yang terpapar.
d. Masker wajah
Virus corona merupakan infeksi melalui udara yang ditularkan melalui tetesan pernafasan. Tetesan ditularkan hingga 1 meter dari orang yang terkena batuk dan bersin. Masker yang berbeda tersedia dipasar globa seperti masker debu[, masker kertas, masker kain, masker wajah, masker bedah, masker N95, masker laser.
Masker yang ideal harus dibuat dengan bahan yang halus dan lembut dengan fitur karakteristik seperti perlindungan terhadap mikroba dan tetesan yang terinfeksi. Pusat pengendalian penyakit AS dan WHO merekomendasikan respirator N95 atau P100 dengan perlindungan 3 tingkat taitu FFP1, FFP2 DAN FFP3 terhadap infeksi covid-19 karena mereka menyaring 99,9% dari 0,3%
partikel mikron. Institusi Nasinal AS untuk keselamatan dan kesehatan kerja (NIOSH) mengklasifikasikan masker penyaring partikulat atau respirator bagian
wajah penyaring (FFR) ke dalam 9 kategori sebagai N95, N99, N 100 (N : tidak tahan terhadap minyak), P95, P99, P100 (P : agak tahan terhadap oli), R95, R99, R100 (R : sangat tahan terhadap terhadap oli), sedangkan 95, 99, 100 menunjukkan efesiensi penyaringan minimum filter dengan masing – masing 95,99% dan 95,97%.
e. Sarung tangan
Tangan yang terkontaminasi memiliki kontribusi besar terhadap penyebaran infeksi virus korona. Umumnya kebanyakan orang sering menyentuh wajah mereka. Penggunaan sarung tangan nitril lebih disukai daripada sarung tangan lateks karena tahan terhadap beberapa bahan kimia termasuk disenfektan tertentu akan tetapi sarung tangan lateks menunjukkan tingkat alergi yang tinggi.
Sarung tangan non-bubuk lebih disukai daripada sarung tangan bubuk karena bedak yang merupakan pati jagung, bubuk likopedium dan bedak memicu iritasi kulit yang mengakibatkan reaksi alergi pada penggunaan yang berkepanjangan.
f. Pelindung wajah atau goggles
Lender mata adalah tempat yang nyaman untuk keberlangsungan virus sehingga menurut WHO harus memakai kaca transparan pelindung, Zero Power, pelindung wajah yang menutupi dari semua sisi dengan dudukan yang dapat disesuaikan atau karet gelang. Sesuai dengan petunjuk Standar Eropa kacamata pelindung wajah yang efektif dibuat dari asetat, priponat dan polikarbonat yang menawarkan kejernihan visual dan kualitas obtik yang lebih baik dengan potensi mengurangi ketegangan mata.
2.2 Defenisi Kecemasan
Kecemasan dalam Bahasa Inggris yaitu Anxiety yang berasal dari bahasa latin yaitu anxius yang artinya penyempitan atau pencekikan (Annisa, 2016).
Kecemasan adalah perasaan takut dengan fokus yang kurang spesifik.
Kecemasan dapat didefenisikan dengan suatu keadaan emosional negative yang timbul dari reaksi ketegangan. Adanya ketegangan ini dikarenakan suatu dorongan dari dalam atau dari luar dan dikuasai oleh susunan saraf otonom sehingga jantung berdetak lebih kencang, berkeringat dan kesulitan bernapas (Yuhelrida, Poppy Andriani, 2016).
Menurut (SDKI, 2017) Ansietas merupakan kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi
bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman. Ansietas yang dialami seseorang akan menentukan bagaimana mekanisme koping seseorang dalam mengatasi masalah tersebut baik mekanisme koping adaptif atau maladaptif. Individu yang memiliki mekanisme koping adaptif akan lebih efektif untuk mengurangi atau meredam ansietas sebaliknya jika individu menggunakan mekanisme koping maladaptif bias memperburuk keadaan atau individu tersebut mempunyai potensi untuk terjadinya sakit (Lau, 2019).
2.2.1 Etiologi
Menurut Struat, 2013 dalam Jurnal (Dona Fitri & Ifdil, 2016) etiologi kecemasan terbagi menjadi dua yaitu :
a. Faktor predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat menimbulkan kecemasan. Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa :
1) Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional
2) Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik antara keinginan dan kenyataan yang menimbulkan kecemasan pada individu
3) Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan
4) Frustasi akan menimbulkan rasa ketidaknyamanan untuk mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego
5) Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakkan ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu
6) Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga 7) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respon
individu dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi kecemasan
b. Faktor presipitasi
Stressor presipitasi adalah ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan. Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua yaitu :
1) Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik yaitu :
a) Sumber internal meliputi kegagalan mekanisme fisiologis system imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologi normal ( misalnya hamil)
b) Sumber eksternal meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, kecelakaan, kekurangan nutsisi, tidak adekuatnya tempat tinggal
2) Ancaman terhadap diri meliputi sumber eksternal dan internal yaitu : a) Sumber internal
Kesulitan dalam berhubungan interpersonal dirumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri b) Sumber eksternal
Kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, social budaya
2.2.2 Tanda dan Gejala
Menurut (Eko Prabowo, 2014) tanda dan gejala kecemasan yaitu :
a. Jantung berdebar atau akselerasi frekuensi jantung, berkeringat, gemetar atau menggigil, perasaan sesak napas dan tercekik, perasaan tersedak, nyeri atau ketidaknyamanan dada, mual atau distress abdomen, merasa pusing, derealisasi (perasaan tidak realistis), takut kehilanagan kendali atau menjadi gila, takut mati dan bergantian kedinginan atau kepanasan
b. Gelisah, perasaan tegang, khawatir berlebihan, mudah letih, sulit berkonsentrasi, iritabilitas, otot tegang dan gangguan tidur (Gangguan ansietas umum)
c. Ingatan atau mimpi buruk berulang yang menganggu mengenai peristiwa traumatis, perasaan menghidupkan kembali trauma, kesulitan merasakan
emosi (afek datar), insomnia dan iritabilitas atau marah yang meledak – ledak (gangguan stress pasca trauma)
d. Pikiran obsesif, perilaku kasar yang berkaitan dengan kekerasan, kontaminasi, dan keraguan, berulang kali melakukan aktifitas yang tidak bertujuan seperti mencuci tangan, menghitung, memeriksa, menyentuh (gangguan obsesif kompulsif)
e. Rasa takut yang nyata dan menatap akan objek atau situasi tertentu (fobia spesifik), situasi performa atau social (fobia social), atau berada dalam situasi yang membuat individu terjebak (agrofobia).
2.2.3 Jenis – Jenis Kecemasan
Menurut (Dona Fitri & Ifdil, 2016) kecemasan dibagi dalam dua bentuk, yaitu : 1. Trait anxiety
Trait anxiety yaitu adanya rasa khawatir dan terancam yang menghinggapi diri seseorang terhadap kondisi yang sebenarnya tidak berbahaya. Kecemasan ini disebabkan oleh kepribadian individu yang memang memiliki potensi cemas dibandingkan dengan individu yang lainnya.
2. State anxiety
State anxiety merupakan kondisi emosional dan keadaan sementara pada diri individu dengan adanya perasaan tegang dan khawatir yang dirasakan secara sadar serta bersifat subjektif.
Sedangkan menurut Freud, 2012 kecemasan dibagi kedalam tiga jenis yaitu : 1. Kecemasan Neurosis
Kecemasan neurosis adalah rasa cemas akibat bahaya yang tidak diketahui.
Perasaan itu berada pada ego, kecemasan neurosis bukanlah ketakutan terhadap insting – insting itu sendiri, namun ketakutan terhadap hukuman yang mungkin terjadi jika suatu insting dipuaskan.
2. Kecemasan Moral
Kecemasan moral adalah kecemasan yang berakar dari konflik antara ego dan superego. Kecemasan ini dapat muncul karena kegagalan bersikap konsisten dengan apa yang mereka yakin benar secara moral. Kecemasan moral yaitu rasa takut terhadap suara hati. Kecemasan moral juga memiliki
dasar dalam realitas dimasa lampau seseorang yang pernah mendapat hukuman karena melanggar norma moral dan dapat dihukum kembali.
3. Kecemasan Realistik
Kecemasan realistik merupakan rasa takut akan adanya bahaya – bahaya nyata yang berasal dari dunia luar.
2.2.4 Klasifikasi Tingkat Kecemasan
Menurut (Dona fitri & Ifdil, 2016) klasifikasi tingkat kecemasan yaitu : a. Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari – hari, ansietas ini menyebabkan individu jadi waspada dan meningkatkan lapang presepsinya. Orang yang mengalami ansietas ringan akan terdorong untuk menghasilkan kretivitas. Respon fisiologis orang yang mengalami kecemasan ringan adalah sesekali mengalami napas pendek, naiknya tekanan darah dan nadi, muka berkerut, bibir bergetar dan mengalami gejala pada lambung. Respon kognitif orang yang mengalami ansietas ringan adalah lapang presepsi yang melebar, dapat menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah dapat menjelaskan masalah secara efektif. Adapun respons perilaku dan emosi dari orang yang mengalami ansietas adalah tidak dapat duduk tegang, termor halus pada tangan, suara kadang – kadang meninggi.
b. Kecemasan Sedang
Kecemasan sedang tingkat lapang presepsi pada lingkungan menurun dan memfokuskan diri pada hal – hal penting saat itu juga dan menyampingkan hal – hal lain. Respon fisiologis dari orang yang mengalami ansietas sedang adalah sering napas pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, anoreksia, diare, kontipasi dan gelisah. Respon kognitif orang yang mengalami ansietas sedang adalah lapang presepsi menyempit, rangsangan luar sulit diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatian. Adapun respon perilaku dan emosi adalah gerakan yang tersentak – sentak, meramas tangan, sulit tidur dan perasaan tidak aman.
c. Kecemasan Berat
Kecemasan berat lapang presepsi menjadi sangat sempit, individu cenderung memikirkan hal – hal kecil dan mengabaikan hal – hal lain.
Individu sulit berpikir realistis dan membutuhkan banyak pengarahan untuk memusatkan perhatian pada area lain. Respon fisiologis kecemasan berat adalah napas pendek, nadi dan tekanan darah naik, banyak berkeringat, rasa sakit kepala, penglihatan kabur dan mengalami ketegangan. Respon kognitif pada orang yang mengalami ansietas berat adalah lapang presepsi sangat sempit dan tidak mampu untuk menyelesaikan masalah. Adapun respon perilaku dan emosinya terlihat dari perasaan tidak aman dan verbalisasi z
d. Tingkat Panik
Pada tingkat panik lapang presepsi seseorang sudah sangat sempit dan sudah mengalami gangguan sehingga tidak bias mengendalikan diri lagi dan sulit melakukan apapun walaupun dia sudah diberikan pengarahan.
Respon fisiologis panik adalah napas pendek, rasa tercekik, sakit dada, pucat, hipotensi dan koordinasi motoric yang sangat rendah. Sementara respon kognitif adalah lapang presepsi yang sangat pendek sekali dan tidak mampu berpikir logis. Respon perilaku dan emosi terlihat mengamuk dan marah – marah, ketakutan dan berteriak – teriak, kehilangan control diri dan memiliki presepsi yang kacau.
2.2.5 Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kecemasan
faktor – faktor yang berhubungan dengan kecemasan dibagi menjadi dua meliputi faktor internal dan faktor eksternal (Untari, 2014), yaitu :
1. Faktor Internal a. Usia
Gangguan kecemasan dapat terjadi pada semua usia, lebih sering pada usia dewasa. Semakin bertambahnya usia seseorang semakin baik tingkat kematangan.
b. Jenis Kelamin
Gangguan lebih sering di alami perempuan dari pada laki – laki.
Perempuan memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan subyek yang berjenis kelamin laki – laki. Perempuan lebih peka terhadap emosi yang pada akhirnya peka juga terhadap perasaan cemasnya.
2. Faktor Eksternal a. Status Kesehatan
Seseorang yang sedang sakit dapat menurunkan kapasitas seseorang dalam menghadapi stress
b. Dukungan Sosial dan Budaya
Dukungan sosial dan lingkungan sekitar dapat mempengaruhi cara berfikir seseorang tentang diri sendiri dan orang lain. hal ini disebabkan oleh pengalaman seseorang dengan keluarga, sahabat, rekan kerja dan lain – lain. kecemasan akan timbul jika seseorang merasa tidak aman terhadap lingkungan.
2.2.6 Penatalaksanaan
Menurut (Fatimah, Rasmi & High, 2020) Penatalaksanaan ansietas pada tahap pencegahan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik yaitu mencakup fisik, psikologi atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius.
a. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara : 1. Makan makanan yang bergizi dan seimbang
2. Tidur yang cukup 3. Olahraga yang cukup 4. Tidak merokok
5. Tidak meminum minuman keras b. Terapi Psikofarmaka
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat – obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neurotransmiter (sinyal penghantar syaraf) disusunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic) yaitu diazepam, selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI), clobazam, bromazepam, benzodiazepine, tricylic antidepressants (TCAs), lorazepam, buspirone HCL, meprobamate dan alprazolam.
c. Terapi somatik
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat dari kecemasan yang berkepenjangan, untuk
menghilangkan keluhan – keluhan somatic (fisik) dapat diberikan obat – obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan d. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, yaitu : 1. Psikoterapi suportif
Untuk memberikan motivasi semangat atau dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri
2. Psikoterapi re-edukatif
Memberikan Pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai bahwa ketidakmampuan dalam mengatasi kecemasan 3. Psikoterapi re-konstruktif
Untuk memperbaiki kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor
4. Psikoterapi kognitif
Memulihkan fungsi kognitif pasien yaitu kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat 5. Psikoterapi psikodinamik
Untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadap stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan
6. Psikoterapi keluarga
Untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung
7. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakkan stressor psikososial
e. Terapi Relaksasi
Menurut (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, 2018) terapi relaksasi dapat mengurangi tanda dan gejala ketidaknyamanan akibat kecemasan.
Tindakan :
a. Identifikasi penurunan tingkat energi, ketidakmampuan berkonsentrasi atau gejala lain yang mengganggu kemampuan kognitif
b. Identifikasi Teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan c. Identifikasi kesediaan, kemampuan dan penggunaan Teknik
sebelumnya
d. Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah dan suhu sebelum dan sesudah latihan
e. Monitor respons terhadap terapi relaksasi dan ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan pengcahayaan dan suhu ruangan yang nyaman
f. Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur Teknik relaksasi
g. Gunakan pakaian longgar dan gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama
h. Jelaskan tujuan, manfaat, Batasan dan jenis relaksasi yang tersedia (mis. Music, meditasi, napas dalam, relaksasi otot progresif)
i. Anjurkan mengambil posisi yang nyaman dan anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
j. Anjurkan sering mengulangi atau melatih Teknik yang dilih k. Demosntrasikan dan latih Teknik relaksasi (mis. Napas
dalam, peregangan atau imajinasi terbimbing)