• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN PAKAN BUATAN PADA TAMBAK PEMBESARAN UDANG VANAME

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGELOLAAN PAKAN BUATAN PADA TAMBAK PEMBESARAN UDANG VANAME"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGELOLAAN PAKAN BUATAN PADA TAMBAK

PEMBESARAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) SECARA INTENSIF DI BALAI BESAR PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU

JEPARA JAWA TENGAH

TUGAS AKHIR

FEBY FITRIA 1422010304

JURUSAN BUDIDAYA PERIKANAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKAJENE KEPULAUAN PANGKEP

2017

(2)

ii

PENGELOLAAN PAKAN BUATAN PADA TAMBAK

PEMBESARAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) SECARA INTENSIF DI BALAI BESAR PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU

JEPARA JAWA TENGAH

TUGAS AKHIR

FEBY FITRIA 1422010304

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Studi pada

Politeknik Pertanian Negeri Pangkajene Kepulauan

(3)

iii

RINGKASAN

FEBY FITRIA, 1422010304

. Pengelolaan Pakan Buatan pada Tambak Pembesaran Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) secara Intensif di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Jepara Jawa Tengah. Dibimbing oleh Andi Yusuf Lingka dan Ahmad Ghufron Mustofa.

Udang vaname merupakan salah satu jenis udang laut yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Keunggulan udang vaname yaitu pertumbuhan lebih cepat dan kelangsungan hidup tinggi. Produksi udang nasional sebagian besar merupakan udang vaname. Pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam budidaya udang vaname karena menyerap 60–70% dari total biaya operasional.

Pemberian pakan yang sesuai kebutuhan akan memacu pertumbuhan dan perkembangan udang vaname secara optimal sehingga produktivitasnya bisa ditingkatkan.

Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk menguraikan teknik pengelolaan pakan buatan pada tambak pembesaran udang vaname (Litopenaeus vannamei) secara intensif. Manfaat yang dapat diperoleh dari tugas akhir ini adalah menambah wawasan dan meningkatkan kompetensi keahlian dalam berkarya di masyarakat mengenai pengelolaan pakan buatan pada pembesaran udang vaname secara intensif.

Tugas akhir ini disusun berdasarkan hasil pengalaman kerja praktik mahasiswa (PKPM) yang dilaksanakan selama 90 hari pada tanggal 19 Januari sampai 18 April 2017 di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Jepara, Jawa Tengah.

Pengelolaan pakan yang dilakukan selama pemeliharaan udang vaname meliputi program pakan, pengkayaan pakan, pencampuran pakan, pemberian pakan, monitoring pakan, serta pengamatan pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup. Hasil panen udang vaname pada day of culture (DOC) 90 hari adalah 4.387,89 kg dengan populasi 324.704 ekor, size 74, berat rata-rata 13,51 gram/ekor, laju pertumbuhan harian 15% per hari, survival rate (SR) 94%, dan feed conversion ratio (FCR) 1,28, serta produktivitas akuakultur sebesar 17.816,94 kg/ha/th.

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas berkat, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini sesuai dengan waktu yang diharapkan. Laporan Tugas Akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi di kampus Politeknik Pertanian Negeri Pangkep. Dalam penyusunan laporan ini, tidak terlepas dari adanya bantuan dari beberapa pihak baik itu secara langsung maupun tidak langsung.

Teristimewa penulis ucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua tercinta, saudara dan seluruh keluarga yang telah banyak memberikan dukungan baik spiritual maupun material dan iringan do’a dengan penuh kasih sayang kepada penulis.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besar nya kepada Bapak Ir. Andi Yusuf Lingka, M.P. dan Dr. Ir. Ahmad Ghufron Mustofa, M.Si., sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, petunjuk serta bimbingan kepada penulis. Penulis juga tak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Rimal Hamal, M.P., Ketua Jurusan Budidaya Perikanan, dan Ibu Suryati, S.Pi., M.Si., Sekretaris Jurusan Budidaya Perikanan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep;

2. Bapak Dr. Ir. Darmawan, M.P., Direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkep;

3. Bapak Sugeng Raharjo, A.Pi., Kepala Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Jepara;

4. Bapak Supito, S.Pi., M.Si., Koordinator tambak udang vaname;

5. Bapak Arif Gunarso, S.Pi., M.Si., Pembimbing lapangan;

(5)

v 6. Semua instruktur praktik di BBPBAP Jepara;

7. Rekan-rekan seperjuangan perikanan angkatan XXVII dan rekan-rekan se- almamater yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, semoga persahabatan dan kebersamaan kita tidak terputus sampai akhir hayat;

8. Keluarga besar HIMADIKA atas kebersamaanya selama di Politeknik Pertanian Negeri Pangkep; dan

9. Keluarga besar IMPS (Ikatan Mahasiswa Pelajar Soppeng) dan Keluarga Besar UKM HMI DIPO (Himpunan Mahasiswa Islam Diponegoro) tetap semangat.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tugas Akhir ini masih terdapat kesalahan, baik dalam bentuk penulisan maupun dalam bentuk penyajiannya yang masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan hati ikhlas, penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan dan perbaikan dimasa mendatang. Mudah–mudahan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca, khususnya bagi penulis sendiri.

Aamiin…

Pangkep, 14 Agustus 2017

Penulis

(6)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN iii

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat ... 2

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Udang Vaname ... 3

2.2 Makanan dan Kebiasaan Makan Udang Vaname ... 5

2.3 Pakan Buatan ... 6

2.4 Pengelolaan Pakan ... 14

III METODE 3.1 Waktu dan Tempat... 18

3.2 Alat dan Bahan ... 18

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 19

3.4 Metode Pelaksanaan ... 20

3.5 Parameter yang Diamati dan Analisis Data ... 26

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pakan ... 32

4.2 Kinerja Pertumbuhan ... 38

4.3 Produktivitas Akuakultur ... 43

V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 47

5.2 Saran ... 47 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

(7)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Alat yang digunakan pada pengelolaan pakan buatan pada

pembesaran udang vaname secara intensif ... 18

2 Bahan yang digunakan selama proses pengelolaan pakan buatan pada budidaya udang vaname secara intensif ... 19

3 Ukuran dan bentuk pakan... 33

4 Pengaruh tingkat pemberian pakan terhadap kondisi udang, kualitas air, dan dasar tambak ... 35

5 Pengaturan jumlah pakan di ancho ... 36

6 Tingkat kelangsungan hidup udang vaname ... 41

7 Konversi pakan (FCR) ... 42

8 Kinerja pertumbuhan udang vaname selama 90 hari pemeliharaan.. 44

9 Hasil pengamatan kualitas air tambak intensif selama 90 hari ... 45

(8)

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Morfologi udang vaname ... 5

2 Pakan buatan ... 6

3 Adonan pengkayaan pakan ... 20

4 Proses pencampuran pakan ... 21

5 Pemberian pakan di petakan tambak ... 21

6 Pemberian pakan di ancho ... 22

7 Pengontrolan ancho ... 22

8 Penyiponan ... 23

9 Sampling jala ... 24

10 Menimbang udang ... 25

11 Proses panen ... 26

12 Pertumbuhan udang ... 39

(9)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Skema produktivitas akuakultur ... 52

2 Perhitungan produktivitas akuakultur ... 53

3 Waktu dan jumlah pemberian pakan per hari pada tambak BBPBAP Jepara... 55

4 Dosis pemberian pakan di ancho... 58

5 Hasil sampling pertumbuhan... 59

6 Hasil pengukuran kualitas air ... 60

7 Bahan pengkayaan pakan udang ... 64

8 Keadaan umum BBPBAP Jepara ... 65

(10)

1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Produksi udang nasional sebagian besar merupakan hasil produksi udang vaname (Argina 2013). Kementerian Kelautan dan Perikanan memperkirakan kebutuhan udang vaname di Amerika Serikat sebesar 560.000–570.000 ton/tahun, Jepang sebanyak 420.000 ton/tahun, dan Uni Eropa sekitar 230.000–240.000 ton/tahun. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (2013), produksi udang vaname hanya sebesar 500.000 ton/tahun. Hasil produksi ini belum mencukupi semua kebutuhan pasar dunia, maka pada tahun 2014 target produksi udang vaname ditingkatkan menjadi 699.000 ton/tahun.

Keunggulan udang vaname yaitu pertumbuhan lebih cepat dengan tingkat kelangsungan hidup tinggi. Budidaya udang vaname dengan padat tebar yang tinggi pada penerapan pola budidaya intensif sangat menguntungkan, sehingga dapat meningkatkan produksi udang secara signifikan. Namun membutuhkan biaya investasi yang besar sehingga hanya pengusaha besar yang dapat menerapkan sistem intensif (Arifin 2008).

Udang vaname membutuhkan pakan dengan kandungan protein 25–30%, lebih rendah dibandingkan dengan udang windu. Di samping itu efisiensi pakannya juga lebih baik, dengan FCR 1,2 pada budidaya udang vaname secara intensif, sedangkan FCR udang windu 1,6 karena kedua alasan tersebut dan dengan pertumbuhan yang lebih cepat serta sintasan yang lebih tinggi maka biaya produksi udang vaname lebih rendah hingga 25–30% dibandingkan biaya produksi udang windu.

(11)

2 Pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam budidaya udang vaname karena menyerap 60–70% dari total biaya operasional. Pemberian pakan yang sesuai kebutuhan akan memacu pertumbuhan dan perkembangan udang vaname secara optimal sehingga produktivitasnya bisa ditingkatkan. Pada prinsipnya semakin padat penebaran benih udang berarti ketersediaan pakan alami semakin sedikit dan ketergantungan pada pakan buatan pun semakin meningkat.

Pemberian pakan buatan didasarkan pada sifat dan tingkah laku makan udang vaname (Nuhman 2009). Untuk mengefisienkan penggunaan pakan maka harus dibuat suatu sistem yang dapat membuat pakan tersebut dapat optimal dimanfaatkan seluruhnya oleh udang. Pemberian pakan buatan berbentuk pellet dapat dimulai sejak benur ditebar hingga udang siap dipanen, namun ukuran dan jumlah pakan yang diberikan harus dilakukan secara cermat dan tepat sehingga udang tidak mengalami kekurangan pakan (under feeding) atau kelebihan pakan (over feeding). Pemberian pakan dalam jumlah yang tepat dapat membuat udang tumbuh dan berkembang keukuran yang maksimal serta jumlah pakan harus disesuaikan dengan biomassa udang (Nuhman 2009).

1.2 Tujuan dan Manfaat

Tujuan Tugas akhir ini untuk menguraikan teknik pengelolaan pakan buatan pada tambak pembesaran udang vaname (Litopenaeus vannamei) secara intensif.

Manfaat yang dapat diperoleh dari tugas akhir ini adalah menambah wawasan dan meningkatkan kompetensi keahlian dalam berkarya di masyarakat mengenai pengelolaan pakan buatan pada pembesaran udang vaname secara intensif.

(12)

3

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Udang Vaname

Menurut Boone (1931), udang vaname dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kerajaan : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Malacostraca

Ordo : Decapoda

Sub ordo : Natantia Super famili : Penaeoidea Famili : Penaeidae Genus : Litopenaeus

Spesies : Litopenaeus vannamei

Menurut Haliman dan Adijaya (2005), tubuh udang vaname dibentuk oleh dua cabang (biramous), yaitu exopodite dan endopodite. Udang vaname memiliki tubuh berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit luar atau eksoskeleton secara periodik lima (moulting). Bagian tubuh udang vaname sudah mengalami modifikasi, sehingga dapat digunakan untuk keperluan sebagai berikut:

(1) Makan, bergerak, dan membenamkan diri ke dalam lumpur (burrowing);

(2) Menopang insang karena struktur insang udang mirip bulu unggas; dan (3) Organ sensor, seperti pada antena dan antenula.

Tubuh udang vaname dibagi menjadi dua bagian besar, yakni bagian cephalotorax yang terdiri atas kepala dan dada serta bagian abdomen yang terdiri atas perut dan ekor. Cephalotorax dilindungi oleh kulit chitin yang

(13)

4 tebal atau disebut juga dengan karapas (carapace). Bagian cephalotorax ini terdiri atas lima ruas kepala dan delapan ruas dada, sementara tubuhnya (abdomen) terdiri atas enam ruas dan satu ekor (telson). Bagian depan kepala yang menjorok merupakan kelopak kepala yang memanjang dengan bagian pinggir bergerigi yang disebut juga dengan cucuk (rostrum). Bagian rostrum bergerigi dengan sembilan gerigi pada bagian atas dan dua gerigi pada bagian bawah. Sementara itu, di bawah pangkal kepala terdapat sepasang mata (Amri dan Kanna 2008).

Kepala udang vaname terdiri dari antenulla, antenna, mandibula, dan dua pasang maxillae. Kepala udang vaname juga dilengkapi dengan tiga pasang maxillipied dan lima pasang kaki jalan (periopoda) atau kaki sepuluh (decapoda).

Maxillipied sudah mengalami modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan.

Bentuk periopoda beruas-ruas yang berujung di bagian dactylus. Dactylus ada yang berbentuk capit (kaki ke-1, ke-2, dan ke-3) dan tanpa capit (kaki ke-4 dan ke-5). Diantara coxa dan dactylus, terdapat ruang berturut-turut disebut basis, enam ischium, merus, carpus, dan cropus. Pada bagian ischium terdapat duri yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi beberapa spesies penaeid dalam taksonomi (Haliman dan Adijaya 2005).

Endopodite kaki jalan menempel pada chepalothorax yang dihubungkan oleh coxa. Bagian badan dan abdomen terdiri dari enam ruas (segmen) mempunyai sepasang anggota badan (kaki renang) yang beruas-ruas. Pada ujung ruas keenam terdapat empat lembar ekor kipas dan satu telson yang berbentuk runcing.

(14)

5 Morfologi udang vaname dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1 Morfologi udang vaname Keterangan :

1. Sisik sungut (Antennal scale) 7. Carapace

2. Mata 8. Tubuh (Abdomen) 6 ruas

3. Sungut kecil (Antenulla) 9. Kaki jalan (Preopoda) 5 pasang 4. Sungut besar (Antenula) 10. Kaki renang (Pleopoda) 5 pasang 5. Cucut kepala (rostrum ) 11. Ekor (Uropoda)

6. Kepala dan dada (Cepalotorax) 12. Ujung ekor (Telson)

2.2 Makanan dan Kebiasaan Makan Udang Vaname

Udang termasuk golongan omnivora atau pemakan segala. Beberapa sumber pakan udang antara lain udang kecil (rebon), phytoplankton, copepoda, polycaeta, larva kerang, dan lumut. Pada udang vaname pakan dicari dan diidentifikasi dengan menggunakan sinyal kimiawi berupa getaran oleh bantuan organ sensor yang terdiri dari bulu-bulu halus (setea).

Organ sensor ini terpusat pada ujung anterior antenulla, bagian mulut, capit, antena dan maxilliped. Adanya sinyal kimiawi yang ditangkap, udang akan merespon untuk mendekati atau menjauhi sumber pakan. Bila pakan mengandung

(15)

6 senyawa organik (asam amino), dan lemak maka udang meresponnya dengan cara mendekati sumber pakan tersebut (Soleha 2006).

2.3 Pakan Buatan

Pakan buatan (Artificial feed) adalah pakan yang sengaja dibuat dan disiapkan. Pakan ini terdiri dari ramuan beberapa bahan baku yang kemudian diproses lebih lanjut sehingga bentuknya berubah bentuk aslinya. Pakan buatan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Pakan buatan

Menurut Mudjiman dan Suyanto (2004), bahan baku pakan buatan sebaiknya harus memenuhi beberapa kriteria yaitu :

(1) Mempunyai nilai gizi yang tinggi terutama protein sesuai kebutuhan;

(2) Pakan mudah dicerna dan diameter pakan harus lebih kecil dari ukuran bukaan mulut udang; dan

(3) Kandungan nutrisi pakan mudah diserap tubuh serta memiliki rasa yang disukai udang yang dibudidayakan dan tingkat efektifitasnya tinggi.

(16)

7 2.3.1 Fungsi dan Peranan Pakan Buatan

Pakan yang dimakan oleh udang pertama-tama akan digunakan untuk kelangsungan hidup dan apabila ada kelebihannya akan dimanfaatkan untuk pertumbuhan, jadi apabila menghendaki pertumbuhan yang baik, harus diberikan sejumlah pakan yang melebihi kebutuhan untuk hidupnya.

Menurut Mudjiman dan Suyanto (2004), fungsi dan peranan pakan buatan sebagai berikut :

1. Fungsi

Dalam usaha budidaya udang yang bersifat profit oriented, pakan buatan memegang peranan yang sangat penting untuk meningkatkan produksi yang pada akhirnya akan meningkatkan keuntungan. Peningkatan produksi tersebut didapatkan melalui :

(1) Pertumbuhan udang yang lebih cepat ; (2) Padat tebar yang tinggi; dan

(3) Waktu pemeliharaan yang singkat.

2. Peranan

Industri pembuatan pakan buatan juga ikut berperan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui :

(1) Pemanfaatan limbah industri pertanian;

(2) Meningkatkan gizi masyarakat; dan (3) Membuka lapangan kerja.

(17)

8 2.3.2 Bentuk-Bentuk Pakan Buatan

Bentuk-bentuk pakan yang beredar di pasaran adalah larutan, tepung, remah, wafer, dan pellet. Menurut Mudjiman dan Suyanto (2004), bentuk-bentuk ini disesuaikan dengan jenis dan umur udang yang dipelihara. Bentuk-bentuk pakan adalah sebagai berikut :

1. Larutan

Bentuk makanan ini cocok untuk burayak udang umur 3–20 hari. Larutan dibedakan menjadi dua jenis yaitu emulsi dan suspensi. Pada bentuk emulsi, bahan-bahan yang terlarut menyatu dengan air pelarutnya sehingga berkesan kental, misalnya air hujan dan tajin. Sedangkan pada suspensi, bahan yang terlarut tidak menyatu dengan air pelarutnya contohnya minuman kopi.

2. Tepung/fowder

Bentuk tepung dibagi menjadi dua yaitu tepung halus dan tepung kasar.

Tepung halus dapat diberikan pada burayak umur 20–40 hari sedangkan tepung kasar cocok untuk glondongan umur 40–120 hari.

3. Pellet.

Pellet adalah bentuk pakan buatan yang terdiri dari beberapa macam bahan yang diramu dan dijadikan adonan. Kemudian adonan itu dicetak sehingga bentuknya berupa batangan kecil yang panjangnya 1–2 cm. Tetapi dengan berkembangnya teknologi sekarang ini terdapat alat pencetak pellet berkapasitas besar yang menghasilkan pellet berbentuk bulatan dengan diameter yang dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Pabrik-pabrik pembuat pellet untuk udang

(18)

9 masing-masing telah menetapkan ukuran pellet mulai ukuran kecil sampai besar yang disesuaikan dengan umur udang yang dipelihara.

4. Remah/crumble

Bentuk remah biasanya berasal dari bentuk pellet yang dihancurkan sehingga menjadi butiran kasar. Apabila remah dihancurkan lagi maka akan didapatkan bentuk tepung. Untuk memisahkan tepung halus dan kasar dilakukan dengan pengayakan.

5. Wafer

Bentuk wafer atau lembaran dapat dibuat dari emulsi. Pakan emulsi dihamparkan diatas aluminium hingga menjadi lapisan yang tipis. Kemudian lapisan itu dijemur sampai membentuk lembaran. Lembaran kering tersebut apabila diremas akan menghasilkan kepingan-kepingan kecil.

2.3.3 Sifat-Sifat Pakan Buatan 1. Sifat Fisik Pakan Buatan

Stabilitas pakan atau ketahanan pakan dalam air mutlak dimiliki oleh suatu pakan, mengingat sifat biologis udang yang mengonsumsi makanan secara lambat dan terus menerus. Stabilitas pakan dalam air merupakan faktor penting dalam menentukan efisiensi pakan secara langsung dapat mempengaruhi tingkat rasio konversi pakan. Pakan yang tidak stabil dan cepat terurai dalam air yang akhirnya menurunkan kualitas air dalam tambak (Harris 1985 dalam Mansyur 2012).

Suatu pakan yang mempunyai kandungan nutrien yang cukup tinggi dan seimbang akan menjadi tidak berarti apabila tidak dimakan oleh udang, oleh

(19)

10 karena pakan tidak mempunyai aroma dan rasa yang disukai oleh udang (Akiyama dalam Mansyur 2012).

2. Sifat Kimia Pakan Buatan

Pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan nutrisi udang vaname. Nutrisi yang dibutuhkan udang antara lain protein, lemak, vitamin, asam amino esensial, karbohidrat, dan mineral. Nutrisi tersebut digunakan aktivitas pertumbuhan dan reproduksi udang (Haliman dan Adijaya 2005).

Menurut Edhy dkk (2010), kebutuhan nutrisi udang adalah : a. Protein

Protein merupakan suatu senyawa organik yang besar dan kompleks yang berperan penting dalam struktur fungsi makluk hidup. Protein menyusun 65–70%

berat kering dari tubuh udang yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan. Tidak seperti golongan tumbuhan pada umumnya, udang dan hewan-hewan lainnya tidak bisa mensintesis protein dari senyawa organik sederhana dan harus mengandalkan pada sumber protein dari bahan makanan. Bila dalam bahan makanan terjadi kekurangan lemak dan karbohidrat, maka protein digunakan sebagai sumber energi dan sisanya untuk pertumbuhan.

Molekul protein terdiri dari asam-asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Udang lebih mudah memanfaatkannya dalam bentuk asam amino dari pada molekul protein. Ada sepuluh asam amino yang tidak dapat disintesis oleh hewan, asam amino ini disebut asam amino essensial. Kesepuluh asam amino tersebut adalah arginin, histidin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, dan valin. Bila salah satu asam amino tidak ada

(20)

11 atau kurang dalam bahan pakan, maka pembentukan protein berkurang atau terhenti sama sekali sehingga mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan hewan yang dibudidayakan. Oleh karena itu pola dan jumlah asam amino essensial harus sama dengan yang terdapat dalam tubuh udang agar dapat memberikan pertumbuhan yang baik.

Asam amino lainnya dapat dibentuk atau disintesis dalam tubuh dan disebut asam amino non essensial seperti asam aspartat, serin, asam glutamat, prolin, glisin, alanin, sistin, dan tirosin. Kuantitas protein dalam pakan sama penting dengan kualitasnya. Penelitian yang dilakukan pada pakan udang menunjukkan bahwa kandungan protein yang dibutuhkan dalam pakan udang untuk tambak budidaya adalah sekitar 35–45%.

b. Lemak

Lemak diperlukan oleh udang tidak hanya sebagai sumber energi saja, oleh karena dalam lemak juga terdapat asam lemak essensial dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E, K maka lemak juga berfungsi sebagai pembawa dan mempertinggi penyerapan vitamin yang larut dalam lemak serta mempengaruhi aroma dan tekstur pakan.

Seperti halnya protein, bukan hanya kuantitas lemaknya saja yang harus cukup tetapi kualitasnya juga harus baik yang bisa ditunjukkan dengan keberadaan asam-asam lemak essensial dalam pakan tersebut. Kandungan lemak dalam pakan udang yang dianjurkan sekitar 5–10% dan sekitar 5 persennya berasal dari hewan laut sisanya bisa dipenuhi dari lemak tumbuhan atau hewan lainnya.

(21)

12 c. Karbohidrat

Karbohidrat meliputi gula, pati, selulosa, dan gum merupakan sumber energi yang paling murah. Karbohidrat kebanyakan disimpan dalam bentuk cadangan energi, yaitu pati dalam tumbuhan dan glikogen dalam hewan yang terdiri dari banyak unit glukosa. Pati sebagai sumber utama karbohidrat dalam bahan pakan merupakan sumber energi dan sangat berguna karena sifat-sifatnya yang dapat mengikat, sehingga bisa digunakan sebagai binder.

Beberapa karbohidrat seperti selulosa, lignin, dan kitin tidak dapat dicerna. Kebanyakan udang penaeid tidak mempunyai enzim selulase yang diperlukan untuk mencerna selulosa. Bila kalori pakan atau suplai energi dari karbohidrat tidak mencukupi dan tidak mendapatkan apa yang dibutuhkan, maka udang tidak akan tumbuh dengan baik karena protein dalam pakan lebih banyak digunakan sebagai sumber energi dari pada untuk pertumbuhan. Serat kasar relatif tidak dapat dicerna oleh udang dan kandungannya dalam pakan tidak boleh melebihi 4%.

d. Vitamin

Di samping protein, lemak, dan karbohidrat juga dibutuhkan vitamin, yaitu suatu senyawa organik yang diperlukan dalam jumlah sedikit untuk pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, dan metabolisme. Vitamin dapat digolongkan berdasarkan kelarutannya dalam air. Sebagian besar vitamin larut dalam air, tetapi ada empat vitamin yang larut dalam lemak. Kebanyakan vitamin yang larut dalam air dibantu oleh enzim dalam peranannya sebagai katalisator biologis dan sering berhubungkan dengan ko-enzim.

(22)

13 Enzim yang kekurangan ko-enzim memiliki aktivitas biologis yang rendah. Vitamin B (B1, B2, B6, B12) diperlukan dalam metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat. Vitamin A dan C sangat penting dalam membangun ketahanan terhadap suatu penyakit. Dalam tambak dengan kecerahan yang baik atau densitas plankton yang memadai cukup tersedia vitamin C, karena vitamin C terkandung dalam fitoplankton yang merupakan pakan alami. Vitamin D bersama-sama dengan mineral seperti Kalsium dan Posfor diperlukan untuk pembentukan eksoskeleton (cangkang).

e. Mineral

Mineral merupakan komponen anorganik dalam bahan makanan yang sangat penting dalam banyak aspek dalam metabolisme udang. Mineral juga memberikan kekuatan, kekerasan, dan pembentukan cangkang untuk menjaga keseimbangan osmose dengan lingkungan perairan. Mineral juga terlibat dalam proses metabolisme dalam hubungannya dengan transfor energi. Ada tujuh mineral utama yang dibutuhkan udang yang disebut makronutrien, yaitu Kalsium (Ca), Posfor (P), Kalium (K), Natrium (Na), Chlor (Cl), Magnesium (Mg), dan Belerang/Sulfur (S). Sedangkan mineral lainnya disebut mikronutrien, yaitu mineral yang diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit, seperti Besi (Fe), Tembaga (Cu), Seng (Zn), Selenium (Se), dan Iodin (I).

Kalsium dan Posfor dengan perbandingan 1 : 1 diperlukan untuk mencegah pelunakan kulit (soft shelling) pada udang. Udang bisa menyerap mineral dari lingkungan perairan sekitarnya melalui penyerapan air laut, sehingga terjadi pergerakan mineral-mineral menembus jaringan tubuh, seperti misalnya melalui kulit (cangkang) dan membran insang. Oleh karena itulah mineral tidak

(23)

14 sepenting protein, lemak, karbohidrat atau vitamin dalam pakan udang karena unsur-unsur tersebut sudah tersedia dalam lingkungan perairan.

2.4 Pengelolaan Pakan

2.4.1 Program Pakan

Program pemberian pakan pada budidaya udang putih merupakan langkah awal yang harus diperhatikan untuk menentukan jenis, ukuran, frekuensi, dan total kebutuhan pakan selama masa pemeliharaan (Adiwidjaya dkk 2005). Nutrisi dan pemberian pakan memegang peranan penting untuk kelangsungan usaha budidaya hewan akuatik. Penggunaan pakan yang efisien dalam usaha budidaya sangat penting kerena pakan merupakan factor produksi yang paling mahal (Haryanti 2003).

Menurut Tacon (1987), pengelolaan pakan harus dilakukan sebaik mungkin dengan memperhatikan apa, berapa banyak, kapan, berapa kali, dimana udang diberi pakan. Penerapan feeding program hendaknya disesuaikan dengan tingkah laku kultivan, serta siklus alat pencernaan guna memaksimalkan penggunaan pakan. Selain itu juga memperhatikan hal-hal berikut ini:

(1) Ukuran pakan yang kita berikan

Ukuran pakan yang diberikan harus sesuai dengan capit dan mulut udang karena sangat penting menyangkut efisiensi kestabilan lingkungan. Pakan yang terlalu kecil dan terlalu besar akan berakibat rendahnya efisiensi, dan akan cepat menurunkan kualitas air.

(24)

15 (2) Jumlah pakan yang diberikan

Ditentukan oleh jumlah tebar, nilai SR (survival rate), ukuran udang, dan tingkat feeding ratenya, lama cek ancho, kualitas air, fasilitas, tetapi untuk udang yang berumur 1–30 hari masih memakai feeding program, sedangkan kelanjutannya kita menggunakan kontrol ancho, dan cek saat sampling.

(3) Kontrol pakan ( di ancho )

Ancho adalah alat komunikasi harian yang berukuran 80x80x10 cm antara teknisi dengan udang dalam hal jumlah pakan, nafsu makan, ukuran udang, jumlah udang, kesehatan udang, sehingga ancho harus bagus dan tempatnya yang datar, dan arusnya jangan terlalu kencang.

a) Umur 10 hari ancho sudah diturunkan;

b) Umur 20 hari ancho sudah diberi pakan sekedarnya; dan c) Umur 25 hari ancho diberi 0,3% dikontrol 2–2,5 jam.

Apabila sampai umur 30 hari belum mau makan di ancho, maka pakan harus dipotong sampai 40%nya. Biasanya dua hari kemudian udang sudah mau makan di ancho dan bisa dikontrol. Usahakan selang tiga sampai empat hari setelah bisa dikontrol pakan bertahap dinaikkan dan dikembalikan keporsi pada saat udang umur 30 hari. Kemudian jumlah pakan disesuaikan dengan kemampuan makan udang.

Bila umur 25 hari pakan sudah bisa di kontrol 2,5 jam penambahan pakan jangan mengikuti program tetapi bisa ditambah max 10%. Sehingga pada umur 30 hari kemampuan pakan udang sudah bisa seperti pada daftar. Selanjunya pakan diikuti sesuai kemampuan makan udang dengan lama kontrol dan persen ancho. Setelah ancho bisa dikontrol selanjutnya mencari titik balance. Pakan

(25)

16 belum balan dalam arti masih kurang apabila kelima kali pemberian pakan habis semua pada jam kontrol dan pakan sudah menunjukan balan bila pakan pada jam 23.00 sudah tidak habis. Apabila kondisi sudah begini penambahan bisa dilakukan per dua hari sekali, tetapi kontrol ancho tetap lima kali sehari.

Dalam kondisi urgensi, pakan harus diperkaya dengan :

(1) Vitamin ( multi vitamin, vitamin B komplek, vitamin C, vitamin E );

(2) Mineral Ca, P, Si, copper,zinc;

(3) Immunostimulan (B glukan); dan (4) Probiotik ( Bacillus sp ).

2.4.2 Waktu dan Cara Pemberian Pakan

Pemberian pakan buatan berbentuk pellet dapat dilakukan sejak benur ditebar hingga udang siap panen. Namun ukuran dan jumlah pakan harus diperhatikan secara cermat dan tepat sehingga udang tidak kekurangan pakan (underfeeding) atau kelebihan pakan (overfeding) (Haliman dan Adijaya 2005).

Pakan sebaiknya diberikan di daerah pakan. Dengan adanya daerah pakan, udang akan muda menemukan pakan yang disebar. Area daerah pakan berkisar 4-6 m dari tepi tambak (Haliman dan Adijaya 2005).

Pada saat awal pemeliharaan pemberian pakan harus dicampur dengan air agar pemberian pakan rata, cepat tenggelam, dan tidak berhaburan karena angin.

Pakan bisa ditebar keliling tanggul juga bisa dengan memakai rakit tergantung luas petak dan keterampilan anak feeder yang penting pakan jangan sampai tercecer di tanggul dan harus tertebar merata di feeding area. Hindari penebaran pakan di dead zone. Pemberian pakan di ancho diberikan setelah pakan selesai ditebar keseluruhan petak atau kolam .

(26)

17 Frekuensi pemberian pakan, awal kita berikan tiga kali sehari, kemudian empat kali sehari dan lima kali sehari. Jam pemberian pakan sebaiknya diberikan pukul 07.00, 11.00, 15.00, 19.00, 23.00. Diatas jam 23.00 jangan dilakukan pemberian pakan apapun alasannya karena saat itu kondisi kualitas air menurun, suhu turun, DO turun, H2S meningkat daya racun karena pH turun dan karyawan mengantuk (Haliman dan Adijaya 2005).

2.5 Wadah

Wadah merupakan tempat yang digunakan untuk melakukan budidaya.

Wadah yang digunakan selama masa pemeliharaan yaitu tambak plastik dengan ukuran luas tambak 4.725 m2. Tambak plastik merupakan modifikasi dari tambak tanah, diberikan penambahan plastik HDPE pada pematang untuk alasan operasional (bocor) atau tekstur tanah yang tidak stabil (berpasir). Dengan kualitas wadah yang baik dapat meningkatkan produktivitas akuakultur, dimana desain wadah dapat mempengaruhi output yang dihasilkan.

2.6 Air

Air merupakan media bagi organisme perairan, air yang digunakan dalam budidaya ialah air asin yang berasal dari laut. Manajemen kualitas air merupakan suatu upaya manipulasi kondisi lingkungan sehingga berada dalam kisaran yang sesuai untuk kehidupan dan pertumbuhan udang. Di dalam usaha perikanan, diperlukan untuk mencegah aktivitas manusia yang mempunyai pengaruh merugikan terhadap kualitas air dan produksi udang (Widjanarko 2005).

Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter yaitu parameter fisika, kimia dan biologi.

(27)

18

III METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Tugas akhir ini disusun berdasarkan hasil Pengalaman Kerja Praktik Mahasiswa (PKPM) yang dilaksanakan pada tanggal 19 Januari sampai 18 April 2017 di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Jepara, Jawa Tengah.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat merupakan sesuatu yang digunakan yang tidak habis pakai. Adapun alat yang digunakan selama pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Alat yang digunakan selama proses pengelolaan pakan buatan pada pembesaran udang vaname secara intensif.

No Alat Spesifikasi Fungsi

1 Anco Waring hijau Sebagai pengecekan pakan 2 Baskom Plastik Tempat mengaduk pakan udang 3 Ember 20 kg Tempat pada saat pemberian pakan 4 Gayung 1 liter Untuk menyambil air dan juga

kebutuhan lain

5 Gunting Besi Untuk membuka karung pakan 6 Jembatan anco Bambu Tempat menuju anco

7 Kalkulator - Untuk menjumlahkan hasil sampling

8 Kayu 2 meter

9 Pompa alcon - Sebagai mesin penghisap

10 Selang spiral 2 inch Untuk mengeluarkan air dari dalam petakan

11 Sendok makan 15 gram Untuk mengambil probiotik, multivitamin dan ekstrat bawang putih

12 Sendok takar 100 gram Untuk pemberian pakan 13 Timbangan

digital

3kg Untuk menimbang probiotik dan multivitamin

14 Timbangan gantung kg

50 kg Untuk menimbang pakan

15 Trawl Jaring Untuk panen

(28)

19 3.2.2 Bahan

Bahan merupakan sesuatu yang digunakan yang habis pakai. Adapun bahan yang digunakan selama pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Bahan yang digunakan selama proses pengelolaan pakan buatan pada budidaya udang vaname secara intensif.

No Bahan Spesifikasi Fungsi

1 Air tawar 2 liter Sebagai cairan pengencer 2 Ekstrat bawang

putih

15 gram Untuk menambah nafsu makan 3 Molase 250 gram Untuk menumbuhkan plankton dan

sebagai pencampuran probiotik

4 Pakan Pellet Untuk makanan udang

5 Probiotik 15 gram Untuk menambah energy

6 Protefit 15 ml Meningkatkan daya tahan tubuh 7 Udang vaname PL 10 Organisme yang dibudidayakan

3.3 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data budidaya udang vaname menggunakan dua metode yaitu:

3.3.1 Data Primer

Data primer didapatkan dengan cara melaksanakan dan mengikuti secara langsung kegiatan pembesaran udang vaname di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Jepara.

3.3.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui wawancara ataupun melalui penelusuran literatur.

(29)

20 3.4 Metode Pelaksanaan

3.4.1 Pengkayaan Pakan

(1) Alat dan bahan disiapkan

(2) Pellet ditimbang sebanyak 15 kg, probiotik 15 gram, ekstrat bawang putih 15 gram, protefit 15 ml, molase 250 ml, dan air tawar 2 liter.

(3) Bahan dicampur secara merata sehingga terbentuk adonan cair yang tidak menggumpal, seperti pada Gambar 3.

(4) Adonan pengkayaan dicampur dalam pakan secara merata sebelum dilakukan pemberian pakan.

Gambar 3 Adonan pengkayaan pakan

3.4.2 Pemberian Pakan (1) Alat dan bahan disiapkan.

(2) Pakan ditimbang sesuai dosis pada Lampiran 3, lalu dimasukkan ke dalam baskom.

(3) Pakan dicampur dengan adonan pengkayaan secara merata sesuai dengan dosis 1:1. Pencampuran pakan dapat dilihat pada Gambar 4.

(30)

21 Gambar 4 Proses pencampuran pakan

(4) Pakan dimasukkan ke dalam ember lalu ditebar merata ke dalam petakan tambak. Pemberian pakan pada petakan tambak dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Pemberian pakan di petakan tambak

(5) Pakan dimasukkan ke dalam ancho sesuai dengan Lampiran 4, dengan cara:

 Pakan yang telah diaduk dimasukkan ke dalam ancho

 Kemudian ancho diturunkan secara perlahan-lahan ke petak pemeliharaan.

Pemberian pakan pada ancho dapat dilihat pada Gambar 6.

(31)

22 Gambar 6 Pemberian pakan di ancho

3.4.3 Pengontrolan Ancho

(1) Ancho diangkat secara perlahan-lahan. Waktu pengecekan ancho disesuaikan dengan Lampiran 4.

(2) Pengamatan dilakukan terhadap sisa pakan, kotoran udang dan usus udang.

Pengontrolan dapat dilihat pada Gambar 7.

(3) Ancho dibersihkan lalu ditempatkan di jembatan ancho.

(4) Pengaturan jumlah pakan diancho dapat dilihat pada Lampiran 5.

Gambar 7 Pengontrolan ancho

(32)

23 3.4.4 Penyiponan

(1) Alat disiapkan.

(2) Pompa ditempatkan sekitar pematang, selang spiral disambung dengan pompa, kemudian selang diikat pada bambu menggunakan tali.

(3) Pompa dinyalakan.

(4) Bambu pada selang digerakkan ke arah dasar agar semua endapan kotoran dapat dikeluarkan melalui selang. Proses penyiponan dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Penyiponan

3.4.5 Pergantian Air (1) Alat disiapkan.

(2) Central drain dibuka agar air dalam petakan dapat keluar sebanyak 5–10% dari volume air. Setelah air keluar, central drain ditutup kembali.

(3) Pintu pemasukan dibuka, agar air dapat masuk ke dalam petakan sebanyak 5–10% sesuai dengan air keluar.

(33)

24 3.4.6 Sampling Pertumbuhan

(1) Alat dan bahan disiapkan.

(2) Ember diisi dengan air media pemeliharaan.

(3) Jala dilempar pada salah satu titik petakan tambak seperti pada Gambar 9.

Gambar 9 Sampling jala

(4) Udang yang terjaring pada jala dimasukkan ke dalam ember yang telah berisi air.

(5) Udang dimasukkan ke dalam jaring kantong.

(6) Udang ditimbang dan hasilnya dicatat, seperti pada Gambar 10.

(7) Udang dihitung kemudian dimasukkan kembali ke dalam baskom.

(8) Udang bekas sampling tidak boleh lagi dilepas ke tambak.

(9) Berat rata-rata sampling (ABW) dan pertambahan berat harian (ADG) dihitung.

(34)

25 Gambar 10 Menimbang udang

3.4.7 Panen

(1) Alat dan bahan disiapkan.

(2) Kincir dimatikan dan diangkat dari petakan tambak.

(3) Pukat atau Trawl dipasang pada ujung petakan dengan menggunakan bambu sebagai alat penyangga yang akan digunakan untuk menarik pukat atau trawl.

(4) Pukat atau trawl ditarik terus menerus secara perlahan-lahan agar udang yang dipanen tidak keluar, ditarik sampai pinggiran petakan tambak. Panen dapat dilihat pada Gambar 11.

(5) Udang yang berada dalam pukat atau trawl diangkat menggunakan keranjang.

(6) Setelah itu dilakukan proses pasca panen berupa sortir, grading, dan pengangkutan.

(35)

26 Gambar 11 Proses panen

3.5 Parameter yang Diamati dan Analisis Data

3.5.1 Parameter yang Diamati (1) Pertumbuhan

Pertumbuhan merupakan pertambahan volume, panjang, serta berat terhadap satu satuan waktu tertentu. Berat rata-rata udang yang terus bertambah dari waktu kewaktu selama pemeliharaan merupakan wujud dari pertumbuhan udang.

(2) Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate, SR)

Tingkat kelangsungan hidup adalah perbandingan antara jumlah udang yang hidup pada akhir pemeliharaan dengan jumlah udang di awal pemeliharaan.

(3) Populasi

Populasi merupakan jumlah udang yang hidup selama masa pemeliharaan yang berada pada petakan tambak.

(36)

27 (4) Berat Tubuh Rata-rata (Average Body Weght,ABW)

Average body weight adalah berat rata-rata udang dalam suatu populasi udang pada saat periode tertentu.

(5) Biomassa Udang

Biomassa udang adalah jumlah berat total dari suatu populasi pada periode waktu tertentu dan biasanya dinyatakan dalam satuan berat.

(6) Pertambahan Berat Rata-rata (Average Daily Gain, ADG)

Average Daily Gain adalah pertambahan berat harian dalam satu periode tertentu selama masa pemeliharaan.

(7) Laju Pertumbuhan Harian (Daily Growth Rate, DGR)

Laju pertumbuhan harian (LPH) merupakan persentase kebutuhan pakan udang per hari berdasarkan berat rata-rata udang hasil sampling.

(8) Jumlah Pakan

Jumlah pakan merupakan persentasi kebutuhan pakan yang digunakan dalam satu hari.

(9) Feed Conversion Ratio (FCR)

Feed Conversion Ratio merupakan perbandingan antara jumlah total pakan yang telah diberikan dengan biomassa atau berat udang yang dipanen.

(10) Produktivitas Akuakultur

Produktivitas akuakultur merupakan kegiatan produksi budidaya sebagai perbandingan antara output dan input suatu usaha budidaya.

(37)

28 3.5.2 Analisis Data

Data yang didapatkan dianalisis secara deskriptif. Data dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

(1) Pertumbuhan Mutlak

Menurut Dewantoro (2001), pertambahan berat mutlak dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

W = W1 – W0 Keterangan :

W : Pertambahan berat mutlak (g) W1 : Berat udang akhir pemeliharaan (g) W0 : Berat udang awal pemeliharaan (g)

(2) Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate, SR)

Menurut Haliman dan Adijaya (2005), tingkat kelangsungan hidup dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Populasi (ekor)

SR = x 100%

Tebar (ekor) (3) Populasi

Menurut Amri dan Kanna (2008), jumlah udang yang hidup dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Populasi = Benur yang ditebar x SR (%)

(4) Berat Tubuh Rata-rata (Average Body Weght,ABW)

Menurut Kordi (2010), berat rata-rata udang/ekor dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

(38)

29 Berat sampel udang (gram)

ABW =

Jumlah sampel udang (ekor)

(5) Biomassa

Menurut Amri dan Kanna (2008), biomassa dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Biomassa = populasi x ABW Keterangan :

Populasi : Jumlah udang yang hidup ABW : Berat rata-rata udang

(6) Pertambahan Berat Rata-rata (Average Daily Gain, ADG)

Menurut Kordi (2010), pertambahan berat harian dalam satu periode dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

ABW I (g) – ABW II (g)

ADG =

t (hari)

Keterangan :

ABW I : Berat rata-rata udang pada saat ini (gram)

ABW II : Berat rata-rata udang pada waktu yang lalu (gram) T : Jarak waktu BW1 dan BW2 (hari)

(7) Laju Pertumbuhan Harian (Daily Growth Rate, DGR)

Menurut Ricker (1970), laju pertumbuhan harian dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

(39)

30 BPRPE – BTRPE

LPH = ∕ lama kultur x 100%

BTRPE

Keterangan :

BPRPE : Berat panen rata-rata per ekor (gr) BTRPE : Berat tebar rata-rata per ekor (gr) Lama kultur : Lama pemeliharaan (hari)

(8) Jumlah Pakan

Menurut Haliman dan Adijaya (2005), persentase kebutuhan pakan per hari dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Jumlah pakan = Biomassa x FR

Keterangan:

Biomassa : Berat total (gram)

FR : Feeding rate (%)

(9) Feed Conversion Ratio (FCR)

Menurut Kusriani dkk (2012), konversi pakan dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

F

FCR =

(Wt + D) − Wo

Keterangan:

FCR : Feed Conversion ratio/konversi pakan

F : Pakan yang dihabiskan selama masa pemeliharaan Wt : Berat udang diakhir pemeliharaan

(40)

31 Wo : Berat udang diawal pemeliharaan

D : Berat udang yang mati

(10) Produktivitas Akuakultur (PA)

Menurut Ricker (1970), produktivitas akuakultur dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

PA = jumlah panen (kg) x 365 hari

lama pemeliharaan (hari)+ 10.000 m2 luas petakan (m2)

Gambar

Gambar 1 Morfologi udang vaname  Keterangan :
Gambar 2 Pakan buatan
Gambar 3 Adonan pengkayaan pakan
Gambar 5 Pemberian pakan di petakan tambak
+4

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Manajemen mempertimbangkan bahwa dampak ekonomi umum yang timbul dari COVID- 19 mungkin memiliki dampak negatif terhadap operasi dari beberapa pelanggan Bank

Komponen hasil Lebar Daun, Panjang Tangkai, Berat Kering Tangkai, Berat Segar Peko dan Jumlah Peko memiliki pertumbuhan yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Parameter genetik

Metode Analisis data yang dipakai adalah berupa metode analisa dengan regresi yaitu berdasarkan tujuan penelitian serta menggunakan skala pengukuran data untuk setiap

JALAN PANGLIMA BUKIT GANTANG WAHAB, 30590 IPOH.. TELEFON, FAX DAN LAMAN PORTAL HOSPITAL

Prosedur pelaksanaan Pilpres Kenya juga telah diatur dalam Konstitusi Kenya, Article 138 ayat (1) sampai dengan (10) yang pada pokoknya menyatakan, seorang kandidat

Dengan adanya Rencana Kinerja Tahunan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat Tahun 2016 ini diharapkan pembangunan bidang ketenagakerjaan dan

3 Kota Probolinggo - Membantu melakukan pendataan peserta pelatihan tahun 2012 yang mempunyai usaha mandiri untuk dilakukan pendampingan. - Melakukan pendataan peserta