13 BAB II
KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori
2.1.1 Perpajakan 2.1.1.1 Pengertian Pajak
Pengertian Pajak menurut pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Undang-Undang nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah sebagai berikut :
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Menurut Andriani dalam Siti Kurnia Rahayu (2013:22) mengutarakan pengertian pajak yaitu sebagai berikut :
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.”
Sedangkan pengertian Pajak menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2016:3) adalah sebagai berikut :
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
14
2.1.1.2 Fungsi Pajak
Terdapat dua fungsi Pajak menurut Mardiasmo (2016:4) yaitu sebagai Fungsi Anggaran (budgetair) dan Fungsi Mengatur (cregulerend).
1. Fungsi pajak yang pertama merupakan fungsi Anggran (budgetair), yang dimaksud dengan Fungsi Anggaran (budgetair) adalah sebagai berikut :
“Pajak berfungsi sebagai salah satu sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran”
2. Sedangkan Fungsi Pajak yang kedua yaitu sebagai Fungsi mengatur (cregulerend). Yang dimaksud dengan Fungsi mengatur (cregulerend) adalah sebagai berikut :
“Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang social dan ekonomi.”
Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan (Sari D. , 2013).
2.1.1.3 Jenis Pajak
Menurut Siti Resmi (2013:7) pajak dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu sebagai berikut :
1. Menurut Golongannya, dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Contoh : Pajak Penghasilan.
15
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.
2. Menurut Sifatnya, dikelompokan sebagai berikut :
a. Pajak subjektif, yaitu Pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya. Contoh : Pajak Penghasilan.
b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang pengenaannya memperhatikan objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak (Wajib Pajak) maupun tempat tinggal. contoh : Pajak pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
3. Menurut Lembaga Pemungut
a. Pajak Negara (Pajak Pusat), yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. contoh : pajak penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Bea Materai.
b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik daerah tinngkat I maupun daerah tingkat II dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Pajak daerah terdiri dari :
16
1. Pajak Provinsi. Contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
2. Pajak Kabupaten/Kota. Contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan.
2.1.1.4. Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi berikut ini : 1. Sistem Official Assesment
Sistem ini merupakan system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri Official Assesment adalah sebagai berikut :
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus
b. Wajib Pajak bersifat pasif
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
2. Sistem Self Assesment
Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.
17
3. Sistem Withholding
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
2.1.1.5. Asas Pemungutan Pajak
Untuk mencapai tujuan pemungutan pajak, perlu memegang teguh asas-asas pemungutan dalam memilih alternatif pemungutannya, sehingga terdapat keserasian pemungutan pajak dengan tujuan dan asas yang masih diperlukan lagi yaitu pemahaman atas perlakuan pajak tertentu. Asas-asas pemungutan pajak sebagaimana dikemukakan oleh Adam Smith dalam buku An Inquiri into the Nature and Cause of the Wealth of Nations dalam Waluyo (2017, hal. 13) menyatakan bahwa pemungutan
pajak hendaknya didasarkan pada asas-asas berikut : 1. Equity
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak (ability to pay) dan sesuai dengan manfaat yang diterima.
2. Certainty
Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang pihak otoritas pajak.
Oleh karena itu Wajib Pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak yang terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.
18
3. Convenience
Kapan Wajib Pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat- saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak. Sebagai contoh pada saat Wajib Pajak memperoleh penghasilan.
4. Economy
Secara ekonomis, bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi Wajib Pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang ditanggung Wajib Pajak.
Adapun asas-asas pemungutan pajak lainnya menurut Waluyo (2017, hal. 16) adalah : 1. Asas Tempat Tinggal
Negara-negara mempunyai hak untuk memungut atas seluruh penghasilan Wajib Pajak berdasarkan tempat tinggal Wajib Pajak.
2. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan suatu negara. Asas ini diberlakukan kepada setiap orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia untuk membayar pajak.
3. Asas Sumber
Negara mempunyai hak untuk memungut pajak atas penghasilan yang bersumber pada suatu negara yang memungut pajak. Dengan demikian Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan pajak di Indonesia tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
19
2.1.1.6 Cara Pemungutan Pajak 2.1.1.6.1 Stelsel Pajak
Cara pemungutan Pajak dilakukan berdasarkan 3 (tiga) stelsel, adalah sebagai berikut:
1. Stelsel nyata (rill stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata, sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni sesuai penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui.
2. Stelsel anggapan (fictive stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh Undang- Undang, sebagi contoh : penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan penghasilan sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun berjalan.
3. Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara Stelsel nyata dan Stelsel anggapan.
Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah kekurangannya. Demikian pula sebaliknya, apabila lebih kecil, maka kelebihannya dapat diminta kembali.
20
2.1.1.7 Subjek Pajak
Subjek pajak diartikan sebagai orang yang dituju oleh Undang-undang untuk dikenakan pajak. Pajak penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak, Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Yang menjadi subjek pajak dalam negeri adalah :
1. Orang Pribadi
Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
2. Badan
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
a. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan
b. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
21
c. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
d. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
3. Warisan
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
Yang menjadi subjek pajak luar negeri adalah : 1. Orang pribadi
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
22
2. Bentuk Usaha Tetap
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
a. Tempat kedudukan manajemen b. Cabang perusahaan
c. Kantor perwakilan d. Gedung kantor e. Pabrik
f. Bengkel g. Gudang
h. Ruang untuk promosi dan penjualan
i. Pertambangan dan penggalian sumber alam
j. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi
k. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan l. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan
23
m. Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan
n. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas
o. Agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia
p. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
2.1.2 Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)
2.1.2.1 Pengertian Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)
Menurut Siti Rahayu Kurnia (2013 : 327) menjelaskan bahwa :
“Tax Amnesty merupakan kebijakan pemerintah di bidang perpajakan yang memberikan penghapusan pajak yang seharusnya terutang dengan membayar tebusan dalam jumlah tertentu yang bertujuan untuk memberikan tambahan penerimaan pajak dan kesempatan bagi wajib pajak yang tidak patuh menjadi Wajib Pajak patuh. Sehingga diharapkan akan mendorong peningkatan kepatuhan sukarela Wajib Pajak di masa yang akan datang.”
Menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak menjelaskan bahwa :
“Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan sebagaimana di atur dalam Undang-undang” (Lasmana, 2017).
24
Sedangkan menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2017) Amnesty Pajak adalah kebijakan berupa pengampunan pajak yang diberikan oleh pemerintah RI kepada Wajib Pajak. Kebijakan tersebut meliputi :
a. Penghapusan pajak yang seharusnya terutang b. Penghapusan sanksi administrasi perpajakan
c. Penghapusan sanksi pidana atas pajak dan harta yang belum dilaporkan, apabila wajib pajak mengikuti amnesti pajak.
Dari pengertian di atas dapat disimpulakan bahwa Tax Amnesty adalah kebijakan pemerintah di bidang perpajakan yang memberikan penghapusan pajak yang seharusnya terutang yang tidak akan dikenai sanksi administrasi maupun sanksi pidana di bidang perpajakan dan kebijakan ini diberikan dalam waktu yang terbatas guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
2.1.3.2 Subjek dan Objek Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)
Menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak menjelaskan bahwa :
1. Setiap Wajib Pajak berhak mendapatkan Pengampunan Pajak.
2. Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Wajib Pajak melalui pengungkapan Harta yang dimilikinya dalam Surat Pernyataan.
3. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu Wajib Pajak yang sedang:
25
a. Dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan;
b. Dalam proses peradilan;
c. menjalani hukuman pidana, atas Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
4. Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengampunan atas kewajiban perpajakan sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, yang belum atau belum sepenuhnya diselesaikan oleh Wajib Pajak.
5. Kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas kewajiban:
a. Pajak Penghasilan;
b. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Berdasarkan Pasal 3 UU Nomor 16 Tahun 2016 yang menjadi objek pengampunan pajak yaitu :
1. Pengampunan Pajak meliputi pengampunan atas kewajiban perpajakan sampai akhir Tahun Pajak Terakhir (Tahun Pajak 2015), yang belum atau belum sepenuhnya diselesaikan Wajib Pajak.
2. Kewajiban Perpajakan yang menjadi Objek pengampunan pajak meliputi:
a. Pajak Penghasilan (PPh);
b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN);dan
c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
26
2.1.3.3 Tarif dan Cara Menghitung Uang Tebusan
Menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak menjelaskan bahwa:
1. Tarif Uang Tebusan atas Harta yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan diinvestasikan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu paling singkat 3 (tiga) tahun terhitung sejak dialihkan, adalah sebesar:
a. 2% (dua persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang- Undang ini mulai berlaku;
b. 3% (tiga persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan keempat terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2016; dan
c. 5% (lima persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.
2. Tarif Uang Tebusan atas Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebesar:
27
a. 4% (empat persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak Undang- Undang ini mulai berlaku;
b. 6% (enam persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan keempat terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2016; dan
c. 10% (sepuluh persen) untuk periode penyampaian Surat Pernyataan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.
3. Tarif Uang Tebusan bagi Wajib Pajak yang peredaran usahanya sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada Tahun Pajak Terakhir adalah sebesar:
a. 0,5% (nol koma lima persen) bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dalam Surat Pernyataan; atau
b. 2% (dua persen) bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dalam Surat Pernyataan, untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.
28
2.1.3.4 Asas dan Tujuan Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)
Menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak menjelaskan Pengampunan Pajak dilaksanakan berdasarkan asas:
a. Kepastian hukum, yaitu pelaksanaan Pengampunan Pajak harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum b. Keadilan, yaitu pelaksanaan Pengampunan Pajak menjunjung tinggi
keseimbangan hak dan kewajiban dari setiap pihak yang terlibat
c. kemanfaatan, yaitu seluruh pengaturan kebijakan Pengampunan Pajak bermanfaat bagi kepentingan Negara, bangsa, dan masyarakat, khususnya dalam memajukan kesejahteraan umum
d. Kepentingan nasional, yaitu pelaksanaan Pengampunan Pajak mengutamakan kepentingan bangsa, Negara, dan masyarakat diatas kepentingan lainya.
Menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak menjelaskan bahwa Pengampunan Pajak bertujuan untuk:
a. Mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan Harta, yang antara lain akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar Rupiah, penurunan suku bunga, dan peningkatan investasi;
b. Mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi
29
c. Meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan.
2.1.3.5 Keuntungan Mengikuti Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)
Manfaat atau keuntungan yang diperoleh oleh Wajib Pajak yang mengikuti Tax Amnesty yaitu sebagai berikut :
a. Penghapusan pajak terutang yang belum diterbitkan ketetapan pajak, tidak dikenai sebuah sanksi administrasi perpajakan, dan tidak dikenai sanksi pidana di bidang perpajakan, untuk suatu kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan PPh dan PPN atau PPnBM.
b. penghapusan sebuah sanksi administrasi perpajakan berupa bunga, atau denda, untuk suatu kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan PPh dan PPN atau PPnBM.
c. Tidak dilakukan sebuah pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, atas kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir yang berkaitan dengan suatu kewajiban perpajakan PPh dan PPN atau PPnBM.
d. Penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, dalam hal Wajib Pajak
30
sedang dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan atas kewajiban perpajakan, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan PPh dan PPN atau PPnBM.
2.1.3 Sanksi Perpajakan
Sanksi adalah suatu tindakan berupa hukuman yang diberikan kepada orang yang melanggar peraturan. Peraturan atau Undang-undang merupakan rambu-rambu bagi seseorang untuk melakukan sesuatu mengenai apa yang harus dilakukan. Sanksi diperlukan agar peraturan atau Undang-undang tidak dilanggar (Hestanto, 2018).
Pengenaan sanksi perpajakan diberlakukan untuk menciptakan kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Itulah sebabnya, penting bagi wajib pajak memahami sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi hukum dari apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan (Hestanto, 2018).
2.1.3.1 Pengertian Sanksi Perpajakan
Menurut Mardiasmo (2016) Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi. Atau bisa dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan.
Landasan hukum mengenai sanksi perpajakan diatur dalam masing-masing pasal undang-undang ketentuan umum perpajakan. Sanksi perpajakan dapat
31
dijatuhkan apabila wajib pajak melakukan perlanggaran terutama atas kewajiban yang ditentukan dalam Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan.
2.1.3.2 Jenis-jenis Sanksi Perpajakan
Dalam undang-undnag perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu Sanksi Administrasi dan Sanksi Pidana. Ancaman terhadap pelanggaran suatu norma perpajakan ada yang diancam dengan sanksi administrasi saja, ada yang diancam dengan sanksi pidana saja, dan ada pula yang diancam dengan Sanksi Administrasi dan Sanksi pidana (Mardiasmo, Perpajakan, 2016).
Perbedaan keduanya terletak pada konsekuensinya. Pada sanksi administrasi, konsekuensinya adalah pembayaran kerugian pada negara berupa Bunga dan kenaikan. Sedangkan pada sanksi pidana, konsekuensinya adalah siksaan dan penderitaan (Lestari, 2015).
2.1.3.2.1 Sanksi Administrasi
Merupakan pembayaran kerugian kepada negara, khususnya yang berupa Bunga dan Kenaikan (Mardiasmo, Perpajakan, 2016).
a. Sanksi Administrasi berupa Denda
Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan dalam Undang-Undang Perpajakan. Denda dikenakan terhadap keterlambatan pelaporan atau penyampaian surat pemberitahuan (SPT) pajak penghasilan, tidak membuat faktur pajak atau membuat tetapi tidak tepat waktu, tidak mengisi faktur pajak, melaporkan tidak sesuai masa penerbitan faktur pajak (PPn).
32
b. Sanksi Administrasi berupa Bunga
Bunga dikenakan atas pelanggaran yang menyebabkan utang pajak menjadi lebih besar. Bunga dikenakan terhadap pajak yang tidak atau kurang bayar.
Jumlah bunga dihitung berdasarkan persentase tertentu dari suatu jumlah, mulai dari saat bunga itu menjadi hak/kewajiban sampai dengan saat diterima dibayarkan (Sari D. , 2013).
c. Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan
Kenaikan dikenakan terhadap hasil pemeriksaan terkait dengan pengungkapan ketidakbenaran yang berhubungan dengan pembukuan, data SPT yang tidak benar, NPWP, jabatan, kewajiban terkait pemeriksaan, tidak menyampaikan SPT dan sebagainya (Febianti, 2015).
33
Tabel 2.1
Tabel Sanksi Administrasi 1. Denda
Pasal Masalah Sanksi Keterangan
7 (1) SPT terlambat disampaikan
a. Massa PPN : RP 100.000 per SPT
lainnya : RP 500.000
b. Tahunan OP : RP 100.000 per SPT
Badan : RP 1.000.000 8 (3) Pembetulan sendiri dan
belum disidik
150 % Dari jumlah
pajak yang belum dibayar 14 (4) Pengusaha yang telah
dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu
2 % dari DPP
Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap
2 % Dari DPP
PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak
2 % Dari DPP
2. Bunga 8 (2) dan 8 (2a)
Pembetulan SPT Masa dan Tahunan
2 % Perbulan,dari
jumlah pajak yang kurang
34
dibayar 9 (2a) dan
9 (2b)
Keterlambatan pembayaran pajak masa dan tahunan
2 % Perbulan, dari
jumlah pajak terutang 13 (2) Kekurangan pembayaran
pajak dalam SKPKB
2 % Perbulan, dari
jumlah kurang dibayar, max 24 bulan
13 (5) SKPKB diterbitkan setelah lewat waktu 5 tahun karena adanya tindak pidana perpajakan maupun tindak pidana lainnya.
48 % Dari jumlah
pajak yang tidak mau atau kurang dibayar
14 (3) a. PPh tahunan berjalan tidak/ kurang dibayar
2 % Perbulan, dari
jumlah pajak tidak/ kurang dibayar, max 24 bulan
b. SPT Kurang bayar 2 % Perbulan, dari
jumlah pajak tidak/ kurang dibayar, max 24 bulan
14 (5) PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan
pengembalian Pajak masukan
2 % Perbulan, dari
jumlah pajak tidak/ kurang dibayar, max 24 bulan
35
15 (4) SKPKBT diterbitkan setelah lewat waktu 5 tahun karena adanya tindak pidana perpajakan maupun tindak pidana lainnya.
48 % Dari jumlah
pajak yang tidak mau atau kurang dibayar
19 (1) SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan banding yang menye-babkan kurang bayar terlambat dibayar
2 % Perbulan, atas
jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.
19 (2) Mengangsur atau menunda 2 % Perbulan,
bagian dari bulan dihitung 1 bulan
19 (3) Kekurangan pajak akibat penundaan SPT
2 % Atas
kekurangan pembayaran pajak.
3. Kenaikan
8 (5) Pengungkapan
ketidakbenaran SPT sebelum terbitnya SKP
50 % Dari pajak yang
kurang dibayar
13 (3) Apabila SPT tidak
disampaikan sebagaimana disebut dalam surat teguran, PPN/PPnBm yang tidak seharusnya dikompensasi
36
atau tidak tarif 0%, tidak terpenuhinya pasal 28 dan 29 a. PPh yang tidak atau
kurang dibayar
50 % Dari PPh yang
tidak/ kurang dibayar b. Tidak/ Kurang dipotong/
dipungut/ disetorkan
100 % Dari PPh yang
tidak/ kurang dipotong/
dipungut c. PPN/ PPnBm tdak atau
kurang dibayar
100 % Dari PPN/
PPnBM yang tidak/ kurang dibayar 15 (2) Kekurangan pajak pada
SKPKBT
100 % Dari jumlah
kekurangan pajak tersebut Sumber : UU Nomor 16 Tahun 2009 (Data Diolah Kembali)
2.1.3.2.2 Sanksi Pidana
Merupakan siksaan atau penderitaan. Merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi (Mardiasmo, 2016). Menurut ketentuan dalam undang-undang perpajakan ada 3 macam sanksi pidana, yaitu denda pidana, kurungan dan penjara.
a. Denda Pidana
Sanksi berupa denda pidana dapat dikenakan terhadap wajib pajak maupun pejabat dan pihak ketiga yang melakukan tindak pidana pajak. Denda pidana
37
ini dikenakan kepada tindak pidana pelanggaran maupun tindak pidana kejahatan.
b. Pidana Kurungan
Pidana kurungan hanya diancam kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran. Dapat ditujukan kepada Wajib Pajak dan pihak ketiga. Karena pidana kurungan yang diancam kepada si pelanggar norma itu ketentuannya sama dengan yang diancam dengan denda pidana, maka masalahnya hanya ketentuan mengenai denda pidana sekian itu diganti dengan pidana kurungan selama-lamanya sekian.
c. Pidana Penjara
Pidana penjara seperti halnya pidana kurungan, merupakan hukuman perampasan kemerdekaan. Pidana penjara diancam terhadap kejahatan.
Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditujukan kepada pihak ketiga, adanya kepada pejabat atau kepada Wajib Pajak.
2.1.3.3 Indikator Sanksi Perpajakan
Pandangan tentang sanksi perpajakan dapat diukur dengan indikator menurut Diana Sari (2013, Hal. 270) :
1. Sanksi Administrasi 2. Sanksi Pidana
Menurut Zain (2008:83) agar pelaksanaan sanksi dapat berjalan dengan baik diharapkan sanksi yang ditegakan memiliki beberapa kriteria, diantaranya:
38
1. Sanksi perpajakan yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak cukup berat 2. Pengenaan sanksi yang cukup berat merupakan salah satu sarana untuk
mendidik wajib pajak
3. Sanksi pajak harus dikenakan kepada pelanggarnya tanpa toleransi.
2.1.4 Kepatuhan Pajak
2.1.4.1 Pengertian Kepatuhan Pajak
Norman D. Nowak dalam Siti Kurnia Rahayu (2013) mendefinisikan Kepatuahan Wajib Pajak sebagai suatu iklim kepatuhan dan Kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan tercermin dalam situasi di mana :
a. Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
b. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas c. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar d. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.
Sedangkan menurut Safri Nurmantu dalam Siti Kurnia Rahayu (2013) mengatakan bahwa kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.
Dalam pajak, aturan yang berlaku adalah undang-undang perpajakan.
Kepatuhan pajak merupakan kepatuhan seseorang, dalam hal ini adalah wajib pajak, terhadap peraturan atau undang-undang perpajakan (Rahayu N. , 2017).
39
Isu kepatuhan menjadi penting karena ketidakpatuhan secara bersamaan akan menimbulkan upaya menghindarkan pajak yang mengakibatkan berkurangnya penyetoran dana pajak ke kas negara. Jadi semakin tinggi tingkat kebenaran menghitung dan memperhitungkan. ketepatan menyetor, serta mengisi dan memasukkan surat pemberitahuan wajib pajak, maka diharapkan semakin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan dan memenuhi kewajiban pajaknya (Rahayu N. , 2017).
2.1.4.2 Macam-Macam Kepatuhan Pajak
Menurut Siti Kurnia Rahayu (2013) ada dua macam kepatuhan, yaitu kepatuhan Formal dan Kepatuhan Material.
1. Kepatuhan Formal
Kepatuhan Formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan. Yang termasuk kepatuhan formal adalah memahami seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan pajak dan mendaftarkan diri sebagai wajib pajak.
2. Kepatuhan Material
Kepatuhan Material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantive atau hakekatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal. Yang termasuk kepatuhan
40
material adalah menghitung besarnya pajak terutang, membayar pajak tepat waktu, melaporkan SPT tepat waktu dan membayar sanksi administrasi.
2.1.4.3 Kriteria Kepatuhan Pajak
Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 192/PMK.03/2007, bahwa Wajib Pajak dengan kriteria tertentu yang selanjutnya disebut sebagai Wajib Pajak Patuh adalah Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT dalam 3 (tiga) tahun terakhir
b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak
c. Laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau Lembaga Pengawasan Keuangan pemerintan dengan pendapat wajar tanpa pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut
d. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
2.1.4.4 Indikator Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Chaizi Nasucha seperti yang dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu (2013), kepatuhan wajib pajak dapat diidentifikasi dari :
a. Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri
b. Kepatuhan untuk menyetor kembali surat pemberitahuan (SPT)
41
c. Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang d. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.
2.2. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian
1 Ngadiman dan Daniel Huslin (2015)
Pengaruh Sunset Policy, Tax Amnesty, dan Sanksi Pajak Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kembangan
Variabel Dependen : Kepatuhan Wajib Pajak
Variabel Independen : 1. Tax Amnesty 2. Sunset Policy 3. Sanksi Pajak
1. Sunset policy berpengaruh negatif dan tidak signifikan 2. Tax Amnesty berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.
3. Sanksi pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.
2 Febby Ayu Silvani (2017)
Pengaruh
Kesadaran Wajib Pajak Orang Pribadi
dan Sanksi
Perpajakan Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak
Variabel Dependen : Kepatuhan Wajib Pajak
Variabel Indpenden :
1. Kesadaran Wajib Pajak Orang Pribadi 2. Sanksi
Perpajakan
1. Kesadaran Wajib Pajak Orang Pribadi memberikan kontribusi Positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada kantor pelayanan Pajak Pratama Sumedang
2. Sanksi Perpajakan memberikan kontribusi positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada kantor pelayanan Pajak Pratama Sumedang
3 Panca
Kurniawan (2017)
Pengaruh
Pengetahuan Wajib Pajak, Moral Wajib Pajak dan Sanksi Perpajakan
Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak
Variabel Dependen :
Kepatuhan Wajib Pajak
Variabel Independen : 1. Pengetahuan
Wajib Pajak 2. Moral Wajib
Pajak 3. Sanksi
1. Pengetahuan Wajib Pajak berpengaruh Positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak 2. Moral Wajib Pajak
berpengaruh Positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak 3. Sanksi Perpajakan
berpengaruh Positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
42
Perpajakan 4 Nurulita
Rahayu (2017)
Pengaruh Pengetahuan Perpajakan,
Ketegasan Sanksi pajak, dan Tax Amnesty terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Variabel Dependen : Kepatuhan Wajib Pajak
Variabel Independen : 1. Pengetahuan
Perpajakan 2. Ketegasan
Sanksi Pajak 3. Tax Amnesty
1. Pengetahuan Perpajakan berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak 2. ketegasan sanksi pajak juga
memberikan pengaruh positif 3. Tax Amnesty juga berpengaruh
positif terhadap kepatuhan wajib pajak.
5 Ratih Novita Sari (2014)
PengaruhKesadaran Wajib Pajak danSanksi
Perpajakan Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak
Vaiabel Dependen : Kepatuhan Wajib Pajak
Variabel Independen : 1. Kesadaran
Wajib Pajak 2. Sanksi
Perpajakan
3. Kesadaran Wajib Pajak berpengaruh signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
4. Sanksi Perpajakan berpengaruh signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
6 Ristra Putri Aresta dan Lyna Latifah (2017)
Pengaruh
Kesadaran Wajib Pajak, Sanksi Perpajakan, Sistem Administrasi Perpajakan Modern, Pengetahuan Korupsi, dan Tax Amnesty terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Variabel Dependen : Kepatuhan Wajib Pajak
Variabel Independen : 4. Kesadaran
Wajib Pajak 5. Sanksi
Perpajakan 6. Sistem
Administrasi Perpajakan Modern 7. Pengetahuan
Korupsi 8. Tax Amnesty
1. Kesadaran Wajib Pajak berpengaruh dan berkontribusi sebesar 9,36% terhadap kepatuhan wajib pajak
2. Sanksi Perpajakan berpengaruh dan berkontribusi sebesar 6,05% terhadap kepatuhan wajib pajak
3. Sistem Administrasi
Perpajakan Modern
berpengaruh dan berkontribusi sebesar 4,97% terhadap kepatuhan wajib pajak
4. Pengetahuan Korupsi berpengaruh dan berkontribusi sebesar 4,16% terhadap kepatuhan wajib pajak
5. Tax Amnesty berpengaruh dan berkontribusi sebesar 5,90%
terhadap kepatuhan wajib pajak
43
2.3. Kerangka Pemikiran
2.3.1. Pengaruh Tax Amnesty terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Pengampunan Pajak diharapkan menghasilkan penerimaan pajak yang selama ini belum atau kurang dibayar, disamping meningkatkan kepatuhan membayar pajak karena makin efektifnya pengawasan karena semakin akuratnya informasi mengenai daftar kekayaan wajib pajak (Rahayu S. K., 2013). Kehadiran Tax Amnesty pantas untuk dipahami sebagai pemberian hak kepada mereka yang tidak
sengaja maupun sengaja belum menyelesaikan kewajibannya pajaknya dengan cara yang mudah, murah, dan pasti.
Menurut Alm dalam John Hutagaol (2008), dalam mengantisipasi semakin meningkatnya praktik penghindaran maupun pengelakan pajak dan mencegah pelarian modal ke luar negeri (capital flight) banyak otoritas pajak dari negara-negara pada umumnya menggunakan kebijakan Tax Amnesty sebagai bagian dari program kebijakan perpajakannya. Selain itu kebijakan Tax Amnesty bertujuan untuk meningkatkan penerimaan pajak dan menjamin kesinambungan penerimaan pajak sebagai sumber utama penerimaan APBN di masa yang akan datang melalui peningkatan kepatuhan wajb pajak (Rahayu S. K., 2013).
Keunggulan yang diharapkan bila kebijakan Tax Amnesty diimplementasikan yaitu akan dapat mendorong masuknya dana-dana dari luar negeri yang dalam jangka panjang dapat digunakan sebagai pendorong investasi yang pada
44
gilirannya bermanfaat untuk menstimulasi perekonomian nasional (Ngadiman &
Huslin, 2015).
Tax Amnesty memiliki pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.
Pengaruh positif yang ditunjukkan oleh Tax Amnesty mengindikasikan bahwa apabila Tax Amnesty mengalami kenaikan maka angka kepatuhan wajib pajak akan
mengalami kenaikan pula, begitupun sebaliknya. Di dukung pula penelitian yang dilakukan oleh Ngadiman dan Daniel Huslin (2015) menyatakan, rasio Tax Amnesty berpengaruh secara parsial terhadap kepatuhan wajib pajak. Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan yang terjadi pada rasio Tax Amnesty akan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.
2.3.2. Pengaruh Sanksi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi.
Atau bisa dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2016).
Pengetahuan tentang sanksi perpajakan menjadi penting karena pemerintah Indonesia memilih menerapkan self assessment system dalam rangka pelaksanaan pemungutan pajak. Berdasarkan sistem ini, Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk meghitung, menyetor, dan melaporkan pajaknya sendiri. Untuk dapat menjalankannya dengan baik, maka setiap wajib pajak memerlukan pengetahuan pajak, baik dari segi peraturan maupun teknis administrasinya. Pajak memang mengandung unsur pemaksaan. Artinya, jika kewajiban perpajakan tidak
45
dilaksanakan, maka ada konsekuensi hukum yang bisa terjadi. Konsekuensi hukum tersebut adalah sanksi perpajakan (Sari D. , 2013). Semakin tinggi atau beratnya sanksi, maka akan semakin merugikan wajib pajak. Oleh sebab itu, sanksi perpajakan diduga akan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Kadek Juniati Putrid dan Putu Ery Setiawan (2017) menyatakan bahwa sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Semakin tegas penerapan sanksi hukum maka tingkat kepatuhan wajib pajak juga akan semakin meningkat. Begitu juga menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Ida Bagus Ngurah Ari Putra Wirawan dan Naniek Noviari (2017) menyatakan bahwa sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.
2.3.3. Pengaruh Tax Amnesty dan Sanksi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Penelitian yang dilakukan oleh Ristra Putri Ariesta dan Lyna Latifah menyatakan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara Tax Amnesty dan Sanksi Perpajakan terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak. Pengaruh Tax Amnesty secara parsial menunjukkan bahwa semakin baik pengetahuan tentang Tax Amnesty, maka semakin baik pula kepatuhan wajib pajak. Penelitian Rahayu (2017) menyatakan bahwa tax amnesy berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Sebagaimana dengan penelitian itu yang menunjukkan bahwa Tax Amnesty berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak yang artinya pengaruh positif yang ditunjukkan oleh Tax Amnesty mengindikasikan bahwa apabila
46
Tax Amnesty mengalami kenaikan maka angka kepatuhan wajib pajak akan
mengalami kenaikan pula, begitupun sebaliknya. Sedangkan Wajib Pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya bila memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya menurut Jatmiko (2006).
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ngadiman dan Huslin (2013) menunjukkan hasil bahwa secara parsial variabel sanksi perpajakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.
Semakin tegas sanksi perpajakan yang ditetapkan oleh pemerintah, semakin patuh pula kepatuhan wajib pajak.
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Tax Amnesty (X1)
(undang-undang no. 11 tahun 2016) - kepastian hukum
- keadilan - kemanfaatan
- kepentingan nasional
Sanksi Pajak (X2) (Diana Sari, 2013, Hal. 270) - Sanksi Administrasi
- Sanksi Pidana
Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Y) (Siti Kurnia Rahayu, 2013, Hal. 138)
- Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
- Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas - Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar - Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya
47
2.4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi, hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban empirik (Sugiyono, 2017,Hal. 64).
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka penulis menyajikan hipotesis sebagai berikut :
Hipotesis X1 Tax Amnesty :
Ho1 : β1 = 0 Tax Amnesty tidak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Ha1 : β1 ≠ 0 Tax Amnesty berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Hipotesis X2 Sanksi Pajak :
Ho2 : β2 = 0 Sanksi Pajak tidak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Ha2 : β2 ≠ 0 Sanksi Pajak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Hipotesis X1 Tax Amnesty dan X2 Sanksi Pajak :
Ho3 : β1 = β2 = 0 Tax Amnesty dan Sanksi Pajak tidak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Ha3 : β1 ≠ β2 ≠ 0 Tax Amnesty dan Sanksi Pajak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak