• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II NILAI-NILAI PROFETIK DAN KURIKULUM PAI. Nilai adalah realitas abstrak yang merupakan prinsip-prinsip yang menjadi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II NILAI-NILAI PROFETIK DAN KURIKULUM PAI. Nilai adalah realitas abstrak yang merupakan prinsip-prinsip yang menjadi"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

21 BAB II

NILAI-NILAI PROFETIK DAN KURIKULUM PAI

A. Nilai-nilai Profetik

1. Pengertian Nilai Profetik

Menurut bahasa Nilai artinya sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaaan.1 Sedangkan secara istilah nilai adalah esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia.

Nilai adalah realitas abstrak yang merupakan prinsip-prinsip yang menjadi pedoman hidup seseorang. Nilai tersebut menjadi daya pendorong dalam hidup, yang memberi makna dan pengabsahan pada tindakan seseorang.

Nilai mempunyai dua segi intelektual dan emosional, kombinasi kedua dimensi tersebut menentukan sesuatu nilai beserta fungsinya dalam kehidupan. Bila dalam pemberian makna dan pengabsahan terhadap suatu tindakan, unsur emosionalnya kecil sekali, sementara unsur intelektualnya lebih dominan, kombinasi tersebut disebut norma/prinsip. Norma-norma/

prinsip-prinsip seperti keimanan, keadilan persaudaraan dan sebagainya baru menjadi nilai-nilai apabila dilaksanakan dalam pola tingkah laku dan pola berpikir suatu kelompok. Jadi norma bersifat universal dan absolut, sedangkan nilai-nilai bersifat khusus dan relatif bagi masing-masing kelompok.2

1 Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: PT. Gramedia, 2008), hlm. 963.

2 EM. Kaswardi, Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000, (Jakarta: Gramedia, 2001), hlm.

20

(2)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa nilai adalah banyaknya isi, kadar, mutu.3 Sistem nilai adalah keseluruhan tatanan yang terdiri dari dua atau lebih komponen yang satu sama lain saling mempengaruhi atau bekerja dalam satu kesatuan/keterpaduan yang bulat yang berorientasi kepada nilai.4

Sedangkan Profetik berasal dari bahasa Inggris prophetical yang mempunyai makna Kenabian atau sifat yang ada dalam diri seorang nabi.5 Yaitu sifat nabi yang mempunyai ciri sebagai manusia yang ideal secara spiritual-individual, tetapi juga menjadi pelopor perubahan, membimbing

masyarakat ke arah perbaikan dan melakukan perjuangan tanpa henti melawan penindasan. Dalam sejarah, Nabi Ibrahim melawan Raja Namrud, Nabi Musa melawan Fir’aun, Nabi Muhammad yang membimbing kaum miskin dan budak belia melawan setiap penindasan dan ketidakadilan. Dan mempunyai tujuan untuk menuju ke arah pembebasan. Dan tepat menurut Ali Syari’ati “ para nabi tidak hanya mengajarkan dzikir dan do’a tetapi mereka juga datang dengan suatu ideologi pembebasan”.

Dalam terminologi prophetic dimaknai kependetaan yakni Integritas dalam menjalani kehidupan Tuhan yang telah memanggil kita untuk hidup, sebagai persyaratan untuk mengalir dalam kenabian. Lebih

3 Tim Penyusun Kamus Pusat dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, 1998), hlm. 281.

4 M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm.139.

5 Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid, (Bandung: Mizan, 2001), hlm .357.

(3)

lanjut Tuhan prihatin dengan akurasi.Yang memikul tanggung jawab yang melahirkan ruang tahta, Tuhan adalah kekuatan yang terintegritasi dengan kenabian sebagai "kejujuran, kepolosan, kelengkapan dan kesederhanaan."

"Biarkan integritas dan kejujuran melestarikanku, karena aku menunggu- Mu ".6

Secara definitif, profetik dapat dipahami sebagai seperangkat teori yang tidak hanya mendeskripsikan dan mentransformasikan gejala sosial, dan tidak pula hanya mengubah suatu hal demi perubahan, namun lebih dari itu, diharapkan dapat mengarahkan perubahan atas dasar cita-cita etik dan profetik. Kuntowijoyo sendiri memang mengakuinya, terutama dalam sejarahnya Islamisasi Ilmu itu, dalam rumusan Kuntowijoyo seperti hendak memasukkan sesuatu dari luar atau menolak sama sekali ilmu yang ada.7

Secara normatif konseptual, paradigma profetik versi Kuntowijoyo melalui rumusannya tentang ilmu sosial profetik (ISP) didasarkan pada al- Qur’an surat Ali Imran ayat 110:8

“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma 'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.”9

6 Eileen Fisher, Embracing The Prophetic, (USA: Destiny Image®Publishers, Inc.,2007), hlm.75.

7 Moh. Shofan, Pendidikan Berparadigma Profetik : Upaya Konstruktif Membongkar Dikotomi Sistem Pendidikan Islam, (Yogyakarta: IrcIsod, 2004), hlm.131.

8 Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi, dan Etika (Yogyakarta:

Tiara Wacana, 2007), hlm.87.

9 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Dipenogoro, 2000), hlm.50.

(4)

Dengan berpijak pada ayat tersebut, terdapat tiga pilar utama dalam paradigma profetik, yaitu: ‘amar ma’rûf (humanisasi) mengandung pengertian memanusiakan manusia, nahi Munkar (liberasi) mengandung pengertian pembebasan, dan tu’minûna billâh (transendensi), dimensi keimanan manusia.

Abdurrahman Mas’ud menginterpretasikan ‘amar ma’rûf nahyî munkar tu’minûna billâh sebagai social control, yang dilakukan oleh

individu, keluarga,masyarakat, dan organisasi dalam rangka perbaikan bersama dan menghindari kerugian bersama.‘Amar ma’rûf nahy îmunkar merupakan kewajiban mukmin di mana saja dan kapan saja, dalam segala dimensi, baik politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan lainnya.10

Berdasarkan paparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa nilai profetik adalah realitas abstrak yang terdapat pada sifat-sifat kenabian sebagai manusia yang ideal secara spiritual-individual, yang diimplementasikan ke dalam‘amar ma’rûf (humanisasi), Nahî Munkar (liberasi), dan Tu’minûna billâh (transendensi).

2. Nilai Profetik dalam Teoritik a) Humanisasi

Secara etimologi humanisasi diartikan sebagai penumbuhan rasa perikemanusiaan, pemanusiaan.11 Humanisasi juga diartikan sebagai nilai-nilai obyektif yang dibatasi oleh kultur tertentu, nilai kebebasan,

10 Abdurrahman Mas’ud, Menuju Paradigma Islam Humanis (Yogyakarta: Gama Media, 2003),hlm. 90.

11 Tim penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. 3, ( Jakarta, 1990), hlm. 192.

(5)

kemerdekaan, kebahagiaan. Persamaan hak adalah nilai-nilai kemanusiaan yang dibangun di atas fondasi individualisme dan demokrasi.12

Secara aksiologis humanisasi selalu dipandang sebagai masalah utama manusia yang memiliki watak sebagai suatu keprihatinan yang tak dapat dihindarkan.13

Pembahasan tentang humanisasi tentu tidak luput pula dari pembahasan mengenai liberalisasi, demokratisasi, individualisasi. Hal ini disebabkan keempat hal tersebut mempunyai visi yang sama yaitu mengangkat eksistensi manusia sebagai makhluk yang sempurna di dunia. Jadi, humanisasi merupakan proses pemberdayaan masyarakat melalui ilmu pengetahuan. Dari sini diharapkan akan memunculkan sikap-sikap individu dalam masyarakat yang lebih terbuka, merdeka, progresif, berwawasan luas, serta mempunyai tanggung jawab pribadi sebagai bentuk dari kemandirian individu tersebut.

b) Liberasi

Secara etimologi, liberasi berasal dari bahasa latin liberrare yang artinya memerdekakan. Secara istilah, liberasi dapat diartikan dengan pembebasan, semua dengan konotasi yang mempunyai signifikasi sosial.14 Liberasi dalam pandangan Kuntowijoyo adalah bahasa ilmu

12 M. Chabib Toha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 1996), hlm. 27.

13 Paulo Freire, “Pendidikan Kaum Tertindas”, Cet. 2, (Jakarta : LP3ES, 1991), hlm.43.

14 Kuntowijoyo, Op. Cit., hlm 98.

(6)

dari nahi munkar. Jika dalam hal agama, nahi munkar artinya mencegah dari segala tindak kejahatan yang merusak, memberantas judi, korupsi, dan sebagainya, maka dalam bahasa ilmu, nahi munkar artinya pembebasan dari kebodohan, kemiskinan ataupun penindasan.15

Kebebasan tidak bisa diartikan tanpa batas, sebab ketiadaan batasan kebebasan akan mengganggu kebebasan orang lain. Hal ini setara dengan pengertian tentang hak dan kewajiban. Kebebasan tanpa kendali justeru berakibat pada hilangnya nilai kemanusiaan manusia sendiri.

Meski manusia bisa tumbuh dengan sendirinya namun pengalaman keberagamaan dan pendidikan belum berkembang sepenuhnya.

Generasi muda yang tumbuh di masyarakat liberal-sekuler berkembang menjadi hewan.16

Islam merupakan agama pembebas. Bersamaan dengan visi nabi Muhammad SAW. membebaskan umatnya dari kebodohan menuju pencerahan, maka pendidikan islam diharapkan bisa memproses manusia manusia pembebas. Liberasi adalah usaha untuk membebaskan manusia dari sistem pengetahuan meterislistis dan dominasi struktur misalnya dari kelas dan seks.17

15Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interprestasi Untuk Aksi,(Bandung: Mizan, 1996), hlm.

229.

16 Imam Barnadib, Ke Arah Perspektif Baru Pendidikan, (Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999), hlm.24.

17 Kuntowijoyo, Islam Sebagai..., hlm.103.

(7)

c) Transendensi

Dalam bahasa latin adalah transcendere yang artinya naik ke atas.

Dalam bahasa inggris adalah to transcend yang artinya menembus, melewati, melampaui. Menurut istilah artinya perjalanan diatas atau diluar. Yang dimaksud Kuntowijoyo adalah transendensi dalam istilah teologis, yakni bermakna ketuhanan.18

Tujuan transendensi adalah menambahkan dimensi transendental dalam kebudayaan, dan tidak menyerah pada arus hidonisme, materialisme dan budaya dekader. Dalam hal ini kita harus percaya bahwa sesuatu harus dilakukan yaitu membersihkan diri dengan mengingatkan kembali dimensi transendental yang menjadi bagian sah dari fitrah kemanusiaan.19

Oleh karena itu, menurut Kuntowijoyo sudah selayaknya jika umat Islam meletakkan Allah Swt. sebagai pemegang otoritas, Tuhan Yang Maha Obyektif, dengan 99 Nama Indah itu. Jika manusia tidak menerima Tuhan sebagai otoritas, maka akan tampak: (1) relativisme penuh, dimana nilai dan norma sepenuhnya adalah urusan pribadi, (2) nilai bergantung pada masyarakat, sehingga nilai dari golongan yang dominan akan menguasai, dan (3) nilai bergantung pada kondisi

18 Ibid. ,hlm. 69.

19 Kuntowijoyo, Paradigma Islam..., hlm. 289.

(8)

biologis, sehingga Darwinisme sosial, egoisme, kompetisi, dan agresivitas adalah nilai nilai kebajikan.20

Dalam paparan di atas, nilai-nilai humanisasi dan liberasi harus bertitik pangkal dari nilai-nilai transendensi. Kerja kemanusiaan dan kerja pembebasan harus didasarkan pada nilai-nilai keimanan kepada Allah Swt. Nilai transendensi menghendaki umat Islam meletakkan posisi Allah Swt. sebagai pemegang otoritas tertinggi.

3. Pendidikan Profetik

Pendidikan Islam sangat menekanan kesadaran, supaya tumbuh keimanan dan kesalehan dalam diri seseorang yang dijadikan tujuan fundamental yang sekaligus menjadi ciri khusus pendidikan Islam.

Keimanan dan kesalehan itu menjadi dasar bersikap bijaksana yang merupakan jiwa sila keempat dari Pancasila. Dalam proses humanisasi, pendidikan harus memperlakukan peserta didik secara bijaksana sehingga tidak bertentangan dengan nilai humanisme.

Masalah pendidikan sudah lama menjadi pokok diskusi masyarakat Indonesia, khususnya para pengamat dan pakarnya. Diskusi-diskusi tersebut telah menghasilkan berbagai definisi tentang hakekat, peranan serta pentingnya pendidikan. Sejauh perkembangannya selama ini, baik secara konseptual maupun teknisnya di lapangan, pendidikan telah mengalami beberapa fase perubahan. Hal itu disebabkan karena

20 Kuntowijoyo, Muslim..., hlm. 107.

(9)

pendidikan selalu mencoba melahirkan konsep-konsep baru dalam mengatasi berbagai persoalan yang muncul di dalamnya.

Meskipun mayoritas penduduk Indonesia adalah Islam, namun hal tersebut tidak dapat dilepaskan dari proses panjang Islamisasi yang telah dilaluinya. Selama proses panjang Islamisasi tersebut,21 pendidikan Islam menjadi media paling utama dalam pembinaan moral bangsa Indonesia.

Lahirnya Taman Siswa, Muhammadiyah, dan pesantren-pesantren di Indonesia, dapat dikatakan sebagai wujud nyata dari pendidikan Islam yang dimaksud. Dalam perkembangannya sekarang, pendidikan Islam yang dulunya memiliki peranan sangat penting dalam pembentukan moral dan pengetahuan bangsa, mengalami kemunduran dan membutuhkan revisi. Pendidikan Islam sekarang belum menemukan formula terpadu dalam menjawab tantangan zaman, sehingga kebutuhan masyarakat akan pendidikan yang benar-benar humanis, liberatif dan transendentif, juga belum dapat terpenuhi.22

Melalui pendekatan secara sosiologis-teologis-filosofis dalam melihat berbagai persoalan di atas, sebagai sebuah sintesis, Pendidikan Islam Profetik menjadi cukup relevan untuk diperkenalkan sebagai sebuah alternatif.

Pendidikan profetik bertujuan membentuk paradigma baru dari tradisi yang telah berkembang selama ini yang banyak kecenderungannya pada masalah-masalah yang normatif. Pendidikan Islam dikatakan

21 Mahmud Arif, Pendidikan Islam Transformatif, (Yogyakarta: LKIS, 2008), hlm. 165.

22 Kuntowijiyo, Islam Sebagai Ilmu, (Yogyakarta: TiaraWacana, 2006), hlm.99.

(10)

normatif karena pendidikan Islam hanya mengupas pada sisi luar selama ini, hanya pengetahuan tentang islam dan minimal pada isi yang sesungguhnya, yaitu kepribadian yang ditujukan kepada peran manusia sebagai hamba sekaligus khalifah yang mempunyai tugas memimpin alam semesta. Maka dalam hal ini Kuntowijoyo merumuskan pendidikan yang dulunya bersifat normatif, ideologis menuju pemahaman yang bersifat ilmiah. Demikian sehingga kita perlu melihat penjelasan Kuntowijoyo tentang tradisi tersebut sebagaiman berikut.

Dalam tradisi normatif sangat dimungkinkan dikotomi dengan dua pendekatan yaitu dekloratif dan apologetik. Dekloratif dipergunakan untuk berdakwah supaya pemeluk Islam menjalankan perintah agamanya dengan ilmu, tidak ikut-ikutan. Dekloratif ini tampak dengan cirinya yang menjurus pada pengembangan ilmu yang normatif aktifis sosial dan wacana sabagai apologi bahwa Islam tidak ketinggalan zaman sehingga memunculkan tema-tema wanita, ilmu pengetahuan, sejarah dan hak asasi manusia.23

Pendidikan bervisi profetik dianggap sebagai pendidikan alternatif untuk menciptakan pendidikan yang memiliki etika, yaitu etika profetik, atau setidaknya pendidikan tidak sekedar tekstual belaka, sehingga lulusan pendidikan kohesif dalam hidup masyarakat dan tidak hanya mondar

23 Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid, ( Bandung: Mizan, 2001), hlm. 102-103.

(11)

mandir menawarkan ijazah, akan tetapi mereka langsung memanfaatkan kemampuan untuk eksisitensi hidup dan menghadapi kehidupan.24

Nabi dalam setiap ucapan, tingkah laku dan sikapnya merupakan gambaran hidup terhadap pendidikan itu sendiri. Dalam hal ini Kuntowijoyo sebagai cendikiawan profetik yang memunculkan nilai-nilai kenabian dengan menggunakan pendidikan Islam sesuai dengan etika profetik.

Jadi semua kandungan isi dan proses pendidikan islam bermaksud mewujudkan tujuan pendidikan, yakni untuk menciptakan kepribadian manusia secara total dan memenuhi pertumbuhan dalam segala aspeknya, sebagaimana direkomendasikan Konferansi Pendidikan Islam I di Jeddah 1977. Hal ini mempunyai arti sebagai realitas taqwa kepada Allah. Taqwa merupakan key word dalam tujuan pendidikan Islam yang sering terformulasi secara operasional, sehingga sulit untuk membuat alat evaluasi pendidikan, maka para perumus pendidikan islam senantiasa mencantumkan kata taqwa sejajar dengan berilmu pengetahuan dan berketerampilan.25

Pemikiran Kuntowijoyo tentang Selamat Tinggal Mitos Selamat Datang Realitas, mengajak umat untuk meninggalkan hal-hal yang tidak

24H. Djohar, Pendidikan Strategik: Alternatif Untuk Pendidikan Masa Depan, Cet. I, (Yogyakarta: LESFI, 2003), hlm. 120.

25Kuntowioyo, Periodisasi Sejarah Kesadaran Keagamaan Umat Islam: Mitos, Ideologi dan Ilmu, (Jurnal INOVASI, No. 02 th XI/ 2002) .

(12)

realistis menuju pada yang bersifat riil tetapi tetap berpegang teguh dengan nilai-nilai transenden sebagai etika profetik.26

B. Kurikulum Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Kurikulum PAI

Mengacu pada pengertian sebelumnya, bahwa kurikulum pendidikan Islam merupakan suatu rancangan atau program studi yang berkaitan dengan materi atau pelajaran Islam, tujuan proses pembelajaran, metode dan pendekatan, serta bentuk evaluasinya. Karena itu, yang dimaksud dengan kurikulum PAI adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani dan mengamalkan ajaran Islam secara kaffah (totalitas).

Sesuai dengan sistem kurikulum nasional bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat, antara lain pendidikan agama, tak terkecuali Islam. Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan.

Dalam konsep Islam, iman merupakan potensi ruhani yang harus diaktualisaikan dalam bentuk amal saleh, sehingga menghasilkan prestasi ruhani (iman) yang disebut taqwa. Amal shaleh itu menyangkut keserasian dan keselarasan hubungan manusia dengan Allah dan

26Ahmad Amrullah, Kerangka DasarMasalah Paradigma Pendidikan Islam , (Yogyakarta:

Tiara wacana, 1991), hlm. 51 .

(13)

hubungan manusia dengan dirinya yang membentuk kesalehan pribadi;

hubungan manusia dengan sesamanya yang membentuk kesalehan sosial (solidaritas sosial), dan hubungan manusia dengan alam yang membentuk kesalehan terhadap alam sekitar.27 Kualitas amal saleh ini akan menentukan derajat ketaqwaan (prestasi ruhani/iman) seseorang di hadapan Allah Swt.

Kata "PAI" atau Islam adalah nama agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw yang berisi seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia. Ajaran itu dirumuskan berdasarkan dan bersumber pada al- qur'an, hadits, serta akal (ijtihad). Islam sebagai agama tentunya mempunyai tujuan, ajaran pokok/materi, metode, dan evaluasi. Jauh sebelum teori Barat muncul, kurikulum pendidikan agama Islam telah ada dan menjadi titik keberhasilan Islam tersebar ke penjuru dunia.

2. Tujuan Kurikulum PAI

Tujuan adalah sesuatu yang penting untuk dicapai oleh setiap manusia. Tujuan pendidikan agama Islam yaitu:

a) Tercapainya manusia seutuhnya, karena Islam itu adalah agama yang sempurna sesuai dengan firman-Nya. "Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan nikmat- Ku, dan telah Kuridhai Islam itu menjadi agama bagimu (QS. 5:3). Di antara tanda predikat manusia seutuhnya adalah berakhlak mulia.

Islam datang untuk mengantarkan manusia seutuhnya sesuai dengan

27 Muhaimain, dkk., Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, ( Bandung: Rosdakarya, 2001), hlm. 75.

(14)

sabda Rasululllah Saw bahwa: "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia".

b) Tercapainya kebahagiaan dunia akhirat, merupakan tujuan yang seimbang. Landasannya adalah "Di antara mereka ada yang berkata, Ya tuhan kami berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari api neraka". Untuk mencapai tujuan ini sangat dibutuhkan tidak saja ilmu agama yang sebatas ritual (spritual) semata-mata, melainkan juga perlu ilmu umum yang berkaitan dengan kehidupan dunia.

c) Menumbuhkan kesadaran manusia mengabdi, dan patuh terhadap perintah dan menjauhi larangan-Nya. Seperti pesan dalam sebuah ayat Allah: "Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi ke pada-Ku". Tujuan pendidikan Islam diproyeksikan agar hidup manusia menjadi dekat dengan sang khaliq, karena itu ia harus mengabdi setiap saat kapan di manapun.28

3. Materi Kurikulum PAI

Selama ini, kurikulum pendidikan agama Islam itu adalah ajaran pokok Islam yang meliputi masalah aqidah (keimanan), syari'ah (keislaman), dan akhlak (ihsan). Tiga ajaran pokok kemudian dijabarkan dalam bentuk rukun iman, Islam, dan Ihsan. Dari ketiganya lahirlah ilmu tauhid, ilmu fiqh, dan ilmu akhlak. Namun menurut hemat penulis, kontens pendidikan agama Islam semacam itu belum sepenuhnya mampu

28Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi; Konsep dan Impelementasi Kurikulum 2004, (Bandung: Rosdakarya, 2004), hlm.74.

(15)

menjadikan peserta didik memiliki keunggulan yang utuh dan integratif dalam dirinya. Sebab Islam perlu dijabarkan lebih luas, seluas jagat raya ini. Kurikulum pendidikan agama Islam seharusnya bersentuhan dengan segala aspek kehidupan manusia yang bersumber pada al-qur'an dan hadits serta penalaran logis dan hasil observasi yang kaya dengan pengetahuan dan pengalaman hidup dan kehidupan.

Ketiga kelompok di atas (iman, Islam dan ihsan) yang diterjemahkan ke dalam cabang ilmu seperti aqidah, fiqih, tasawuf, tarikh dan seterusnya itu baru pada tataran ilahiyah yang cenderung melahirkan perbedaan dan konflik. Yang belum mampu menjawab dan merespon secara cepat terhadap perubahan dan perkembangan zaman saat ini.

Ajaran Islam harus merujuk pada ajaran al-Qur'an dan hadits yang memiliki jangkauan visi nilai-nilai kehidupan manusia yang lebih luas dan tak pernah terbatas oleh ruang dan waktu.

Manurut al-Abrasy mengemukakan bahwa merumuskan kurikulum atau materi pendidikan Islam harus mempertimbangkan 5 (lima) prinsip. Pertama, mata pelajaran ditujukan untuk mendidik ruhani atau hati. Artinya, materi itu berhubungan dengan kesadaran ketuhanan yang mampu diterjemahkan dalam setiap gerak dan langkah manusia.

Manusia adalah makhluk yang senantiasa melibatkan sandaran kepada yang Maha Kuasa, yaitu Allah Swt.

Kedua, mata pelajaran yang diberikan berisi tentang tuntunan cara hidup. Pelajaran ini tidak saja ilmu fiqh dan akhlak tetapi ilmu yang

(16)

menuntun manusia untuk meraih kehidupan yang unggul dalam segala dimensinya. Ketiga, mata pelajaran yang disampaikan hendaknya mengandung ilmiah, yaitu sesuatu ilmu yang mendorong rasa ingin tahu manusia terhadap segala sesuatu yang perlu diketahui. Ilmu yang dibutuhkan untuk mencari karunia Allah melalui cara-cara yang mulia dan penuh perhitungan.

Keempat, mata pelajaran yang diberikan harus bermanfaat secara praktis bagi kehidupan. Intinya bahwa materi mengajarkan suatu pengalaman, ketrampilan, serta cara pandang hidup yang luas. Kelima, mata pelajaran yang disampaikan harus membingkai terhadap materi lainnya. Jadi, ilmu yang dipelajari berguna untuk ilmu lainnya.

4. Evaluasi Kurikulum PAI

Untuk menentukan hasil atau proses dari sebuah kegiatan dan aktifitas memerlukan apa yang disebut dengan evaluasi. Evaluasi adalah pengumpulan kenyataan secara sistematis untuk menetapkan apakah dalam kenyataannya terjadi perubahan dalam diri siswa dan menetapkan sejauh mana tingkat perubahan dalam diri siswa. Menurut Stufflebeam, menyatakan bahwa evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan.

Evaluasi ialah suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam aktifitas pendidikan, baik menyangkut materi, guru,

(17)

siswa, serta aspek pendukung lainnya.29 Evaluasi digunakan untuk mengukur sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai. Evaluasi berguna untuk melakukan perbaikan-perbaikan.

C. Kurikulum PAI di Sekolah Dasar

Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al Qur’an dan Hadits. Menurut Ditbinpaisun pendidikan agama islam adalah suatu usaha bimbingan dan asuhan terhadap peserta didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan dapat memahami apa yang terkandung dalam islam secara keseluruhan, menghayati makna dan maksud serta tujuan yang pada akhirnya mengamalkannya.

Kegiatannya dilakukan melalui keteladanan, bimbingan, pengajaran, latihan, pembinaan dan pembiasaan, serta penggunaan pengalaman. Selain itu Pendidikan Agama Islam juga harus menghasilkan rasa hormat menghormati, toleransi (tasamuh) untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat sehingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa. 30

29 Nurkancana, Wayan, dan Sumartana, Evalusi Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional,1986), hlm 1.

30 Zakiah Daarajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm. 88 .

(18)

Pendidikan Agama Islam di SD berfungsi untuk menanamkan penguasaan arah dan pedoman nilai-nilai etika dan spiritualitas peserta didik yang bersumber dari ajaran Agama Islam bahwa manusia memikul tanggung jawab sebagai makhluk personal maupun sosial untuk sendiri-sendiri atau bersama-sama mengabdi kepada Allah SWT dan membangun kerjasama mengembangkan harkat dan martabat manusia.31

Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Dasar bertujuan untuk:

1. Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta dididk tentang agama islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Alloh SWT

2. Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah. 32

Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam di SD adalah nilai etika yang menekankan keserasian, keselarasan, keseimbangan, kejujuran, tanggung jawab, dan toleran dalam:

31Direktorat Pendidikan Dasar, Garis-Garis Besar Program Pengajaran Sekolah Dasar Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam tahun 1993/1994 hlm. 1.

32 Mulyasa,E, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah, (Jakarta:Bumi aksara,cet I, 2008), hlm. 26.

(19)

1 Hubungan manusia dengan Allah SWT 2 Hubungan manusia dengan sesama manusia 3 Hubungan manusia dengan dirinya sendiri

4 Hubungan manusia dengan alam sekitar dan lingkungan

Adapun ruang lingkup bahan pelajaran Pendidikan Agama Islam diSekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah terfokus pada aspek:

1. Al Qur’an;

2. Keimanan;

3. Akhlak/Tatakrama;

4. Fiqih (ibadah);

5. Sejarah dan Peradaban Islam.

Standar kompetensi mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah berisi sekumpulan kemampuan minimal yang harus dikuasai peserta didik selama menempuh pendidikan di SD.

Kemampuan ini berorientasi pada pembentukan watak dengan dukungan pengetahuan kognitif dalam rangka memperkuat keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, yang memanifes dalam perilaku (kebiasaan, afektif, dan psikomotorik) sehari-hari yang mencerminkan keimanan dan ketaqwaannya tersebut, sesuai dengan perkembangan psikologis peserta didik. Kemampuan- kemampuan tersebut tercantum dalam komponen Kemampuan Dasar dan merupakan penjabaran dari kemampuan yang dimaksudkan oleh standar kompetensi yang harus dicapai di SD yaitu:

1. Beriman kepada Allah SWT dan rukun iman yang lain dengan mengetahui fungsi serta terefleksi dalam sikap, perilaku, dan akhlak peserta didik dalam dimensi vertikal maupun horizontal;

2. dapat membaca Al Qur’an surat-surat (pendek) pilihan dengan benar, menyalin dan mengartikannya; dan

(20)

3. mampu beribadah dengan baik dan benar sesuai dengan tuntunan syari’at Islam terutama ibadah mahdhah.33

Standar kompetensi dan kompetensi dasar tiap kelas yang tercantum dalam Standar Nasional juga dikelompokkan ke dalam empat unsur pokok mata pelajaran Pendidikan Agama Islam SD, yaitu: (1) Al Qur’an, (2) Keimanan; (3) Akhlak; dan (4) Fiqih (Ibadah). Berdasarkan pengelompokan per aspek, Kompetensi dasar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam SD dijelaskan berikut.

1. Al Qur’an, meliputi: Menghafal surat-surat pendek pilihan; Mengenal bacaan dan tulisan huruf-huruf dan ayat-ayat Al Qur’an; Membaca, menghafal, mengartikan, dan mengenalkan isi surat-surat pendek pilihan 2. Keimanan, meliputi: Mengenal enam rukun iman; Menunjukkan bacaan

kalimat syahadat; Beriman kepada Allah dan mengenal Al Asmaul Al Husna; Beriman kepada Allah dan mengenal sifat-sifatNya; Beriman kepada Malaikat dan mengenal nama-namanya; Beriman kepada kitab suci dan mengenal nama-namanya; Beriman kepada Rasul; Beriman kepada Hari Akhir; Beriman kepada Qadha dan Qadar

3. Fiqih (Ibadah), meliputi: Mengenal lima rukun Islam; Mengerti tatacara, bersuci; Mampu berwudhu; Mampu melaksanakan salat; Mampu melaksanakan salat fardhu; Mampu melaksanakan zikir dan do’a setelah salat; Mampu Azan dan Iqamah; Mampu melaksanakan puasa wajib dan sunnat; Mampu mengenali kewajiban zakat

33 Standar Kompetensi Lulusan Dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Dasar, Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008.

(21)

4. Akhlak, meliputi: Mampu berperilaku terpuji; Mampu menghindari perilaku tercela; Mampu bertata krama dalam kehidupan sehari-hari

5. Sejarah dan Peradaban, meliputi: Mengenal warisan peradaban Islam Nusantara; Mengetahui tokoh-tokoh dalam sejarah misalnya para Wali Songo; Mengenal berbagai institusi keagamaan seperti ulama, kiai, organisasi sosial Islam, MUI. 34

Rambu-rambu yang harus diperhatikan dalam pengorganisasian silabus mata pelajara Pendidikan Agama Islam sebagai berikut:

a. Membaca Al Qur’an.

Membaca Al Qur’an atau hafalan-hafalan tertentu di awal setiap pelajaran selama 5 sampai 10 menit dengan tujuan untuk mengoptimalkan ketercapaian kemampuan membaca/menghafal Al Qur’an secara baik dan benar.

b. Nilai-nilai.

Setiap materi yang diajarkan kepada peserta didik mengandung nilai-nilai yang terkait dengan perilaku kehidupan sehari-hari, misalnya mengajarkan materi ibadah yaitu “Wudhu”, selain keharusan menyampaikan air pada semua anggota wudhu di dalamnya juga terkandung nilai-nilai bersih. Nilai-nilai inilah yang harus ditanamkan kepada peserta didik dalam pendidikan agama (afektif).

34 Standar Kompetensi Lulusan Dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Dasar, Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008.

(22)

c. Aspek Sikap.

Untuk unsur pokok akhlak misalnya, selain dikaji masalah yang bersangkutan dengan aspek pengetahuan, aspek fungsionalnya diutamakan pada aspek sikap, sehingga kelak Peserta didik bersikap sebagai seorang muslim yang berakhlak mulia. Dan untuk mencapai tujuan tersebut, unsur akhlak juga didukung oleh cerita-cerita Rasul yang berkaitan dengan sifat- sifat keteladanannya (uswatun hasanah).

d. Ekstrakurikuler.

Kegiatan ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islamdapat mendukung kegiatan intrakurikuler, misalnya melalui kegiatan pesantren kilat, infaq Ramadhan, peringatan hari-hari besar Islam, bakti sosial, salat Jum’at, tahun baru Islam, lomba baca tulis Al Qur’an (BTA), dan lain-lain.

e. Keterpaduan.

Pola pembinaan Pendidikan Agama Islam dikembangkan dengan menekankan keterpaduan antara tiga lingkungan pendidikan, yaitu:

lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Untuk itu guru Pendidikan Agama Islam(GPAI) perlu mendorong dan memantau kegiatan Pendidikan Agama Islamyang dialami oleh peserta didiknya di dua lingkungan lainnya (keluarga dan masyarakat), sehingga terwujud keselarasan dan kesesuaian sikap dan perilaku tindak dalam pembinaan peserta didik.35

35Ibid .

Referensi

Dokumen terkait

Dengan perkembangan komputer digital clan metodologi perhitungan numerik yang makin efisien pada waktu ini dimungkinkan untuk dilakukan perhitungan 3-dimensi

Vertigo sentral terjadi jika ada sesuatu yang tidak normal di dalam otak, khususnya di bagian saraf keseimbangan, yaitu daerah normal di dalam otak, khususnya di bagian

wisatawan muda asal Eropa dan Australia tersebut terkadang mem- bawa akibat yang kurang baik bagi wisatawan. Keamanan mereka temyata kurang terjamin. Beberapa pengalaman

Pada pameran di Philo Art Space kali ini, kita berhadapan dengan ruang-ruang menurut pandangan atau pergumulan subjektif para seniman itu dan barangkali saja kita merasa terwakili

Dapat disimpulkan bahwa jumlah ALTB pada peternakan ayam pedaging di Desa Mengesta Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan di tempat minum ayam sebanyak 389,78

Nilai pinjaman luar negeri yang sedang berjalan sampai dengan akhir Triwulan I Tahun 2015 (posisi 31 Maret 2015) sebesar ekuivalen USD 16.162,3 juta, terdiri dari 152 proyek

individu jantan dan ada kecenderungan gamet Y akan banyak diturunkan dari individu jantan yang berumur lebih muda, sedangkan gamet X akan banyak diturunkan dari individu

Berbeda dengan EDFA (yang memiliki problem-problem atenuasi dan panjang gelombang operasi terbatas yaitu pada daerah C-band dan untuk L-band dihasilkan noise figure lebih