• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI DAYA TERIMA MI YANG DISUBSTITUSI DENGAN AMPAS TAHU DAN BIT (Beta vulgaris)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "UJI DAYA TERIMA MI YANG DISUBSTITUSI DENGAN AMPAS TAHU DAN BIT (Beta vulgaris)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

UJI DAYA TERIMA MI YANG DISUBSTITUSI DENGAN AMPAS TAHU DAN BIT (Beta vulgaris)

Rahmawati Wardani1, Zulhaidah Lubis2, Fitri Ardiani2

1Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

2Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Jalan Universitas No. 21 Kampus USU Medan, 20155

e-mail: rahmawatiwardani@gmail.com

ABSTRACT

Communities in Indonesia consume noodles as an alternative food for rice.

Noodles is a type of food made from wheat flour. Wheat flour is an imported commodity. Therefore, it is necessary to develop technique for production of noodles which are mannering to reducing take of wheat flour, for example by making use of tofu waste. Tofu waste is a by product of soybean processing to tofu. Based on its nutrient content,tofu waste are potential as a source of nutrition, which contains proteins and fiber. Beetroot used to as a natural dye for food which contains antioxidant and calium.

The purpose of this research was to know acceptance of wet noodle including color, flavor, taste, and texture which is tested through a hedonic test.

This research was an experimental research with 2 treatments of tofu waste substitutions, which was 20% and 30% of total dough weight and beetroot 10% for each treatment. Panelist in this research was 30 students of Public Health Faculty in Sumatera Utara University. Acceptance data test was analyzed with Wilcoxon Signed- Ranks. Nutrient was analyzed in Laboratory of Industrial Research and Standardization Agency Medan.

The substitution of tofu waste and beetroot with different concentrations in making of wet noodles give a different effect on the color and flavor, but don’t give a different effect on the taste and texture of wet noodles. The characterization of wet noodle showed increasing nutrient with addition tofu waste.

The experiment showed that wet noodle with the substitution of tofu waste- beetroot 20% : 10% was prefered by color and 30% : 10% was prefered by flavor, taste, and texture. It is suggestioned for consumer to make wet noodles with substitusion of tofu waste and beetroot as an alternative food for rice.

Keywords: Acceptance Test, Wet Noodles, Tofu Waste, Beetroot

PENDAHULUAN

Masyarakat di Indonesia banyak mengonsumsi mi sebagai makanan alternatif pengganti nasi. Mi merupakan bahan pangan yang cukup potensial, selain harganya relatif murah dan pengolahannya praktis, mi juga memiliki kandungan gizi yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi menjadikan mi digunakan sebagai sumber karbohidrat yang

mengenyangkan. Konsumsi mi basah di kota adalah 0,3 kg per kapita per tahun, sedangkan di desa 0,2 kg per kapita per tahun (BPS dalam Ruslan, 2015).

Perkembangan konsumsi mi yang sangat pesat memberi pelajaran bahwa mi merupakan jenis makanan yang sesuai dengan kebutuhan dan preferensi konsumen Indonesia. Namun, di sisi lain berpeluang menurunkan devisa negara mengingat mi merupakan

(2)

produk yang terbuat dari tepung terigu yang merupakan suatu komoditas impor. Impor gandum Indonesia mencapai 4,1 juta ton pada tahun 2000/2011 dan merupakan importir terbesar ke-enam di dunia (Ariani, 2012).

Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) memperlihatkan konsumsi beras per kapita masyarakat Indonesia terus berkurang secara konsisten. Hal ini tentu merupakan perkembangan yang menggembirakan.

Pasalnya, penurunan konsumsi beras per kapita sebesar 1,5 persen per tahun merupakan salah satu target pemerintah di bidang pangan. Namun, hal tersebut tidak dibarengi dengan peningkatan konsumsi komoditas pangan lokal yang merupakan sumber karbohidrat selain beras tetapi yang meningkat justru konsumsi produk olahan tepung terigu, terutama mi instan. Sementara itu pembangunan pertanian nasional telah mampu menghasilkan beragam komoditas sumber karbohidrat lain yang perlu ditingkatkan pemanfaatannya, terutama dalam rangka penyediaan pangan alternatif bagi masyarakat. Oleh karena itu perlu pengembangan teknologi mi berbahan baku selain terigu, misalnya dengan memanfaatkan ampas tahu dan bit.

Ampas tahu merupakan hasil samping dari proses pembuatan tahu.Pemanfaatan ampas tahu sampai saat ini umumnya masih terbatas sebagai makanan ternak dan pupuk.

Aplikasi ampas tahu pada produk pangan masih sangat terbatas seperti tempe gambus dan oncom. Ampas tahu sebagai bahan makanan memang belum memasyarakat di Indonesia, padahal jika mendapat penanganan yang serius ampas tahu dapat dimanfaatkan sebagai pengganti tepung yang tidak kalah dengan tepung lainnya yang akan

meningkatkan nilai ekonomis dan kemanfaatannya (Wijaya, 2010).

Para pengrajin tahu biasanya dapat memproduksi tahu sebanyak ± 1.300 cetak tahu per hari. Dari produksi tahu tersebut dapat dihasilkan ampas tahu yang besarannya berkisar antara 25% – 35% dari produk tahu yang dihasilkan (Kaswinarni, 2007). Jika dalam sebuah pabrik tahu membutuhkan 300 kg kedelai per hari untuk membuat tahu, maka ampas tahu yang dihasilkan 75 – 105 kg setiap harinya. Padahal menurut Sutriwati (2012) kandungan ampas tahu basah dalam per 100 gram mengandung karbohidrat 11,07%, protein 4,71%, lemak 1,94% dan serat 5,69%. Jika kita konversikan maka ampas tahu sebanyak 105 kg di sebuah pabrik tahu mengandung 11,6 kg karbohidrat, 4,95 kg protein, dan 5,97 kg serat. Ini merupakan jumlah gizi yang cukup banyak dari suatu limbah.

Selain ampas tahu, salah satu bahan makanan yang kurang mendapat pemanfaatan adalah umbi bit (Beta vulgaris). Hal ini disebabkan karena bit memiliki rasa dan aroma yang langu yang kurang disukai masyarakat.

Padahal bit salah satu bahan pangan yang sangat bermanfaat. Salah satu manfaatnya adalah memberikan warna alami dalam pembuatan produk pangan.

Pigmen yang terdapat pada bit merah adalah betalanin. Betalanin merupakan golongan antioksidan yang jarang digunakan dalam produk pangan dibandingkan dengan antosianin dan betakaroten sehingga perlu dimanfaatkan secara maksimal. Tidak hanya digunakan sebagai pewarna alami pada makanan, bit juga ternyata kaya karbohidrat yang mudah menjadi energi dan zat besi yang membantu darah mengikat oksigen ke otak. Tanaman bit yang berwarna merah atau keunguan ini tidak hanya mengandung zat besi, tetapi

(3)

juga kaya akan kandungan serat (Naibaho, 2015).

Penelitian ini dilakukan untuk membuat mi dengan mengganti atau menstubstitusi tepung terigu dengan ampas tahu 20% dan 30% dari berat total tepung dan 10% parutan bit pada masing-masing perlakuan dari berat total tepung (tepung terigu). Penetapan konsentrasi ini dilakukan karena peneliti telah melakukan penelitian pendahuluan sebelum melakukan penelitian ini.

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, apabila persentase ampas tahu atau bit terlalu besar dari persentase diatas maka akan menghasilkan adonan yang tidak kalis (terlalu lembek) sehingga tidak bisa menjadi produk mi yang diinginkan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat eksperimen rancangan acak lengkap. Penelitian ini menggunakan dua faktor yaitu penambahan ampas tahu dan bit pada pembuatan mi basah dan memiliki 2 perlakuan yang digunakan yaitu dengan penambahan ampas tahu sebanyak 20%

dan 30% dari berat total tepung dan bit 10% pada masing-masing perlakuan dari berat total tepung.

Pembuatan mi dan uji daya terima dilakukan di Laboratoriun FKM USU. Pengujian zat gizi dilakukan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan. Panelis penelitian adalah mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sebanyak 30 orang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan dua perlakuan yang berbeda terhadap mi basah dengan substitusi ampas tahu dan bit maka dihasilkan mi basah yang berbeda.

Perbedaan kedua mi basah yang

dihasilkan dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini :

Tabel 1. Karakteristik Mi Basah dengan berbagai Variasi Substitusi Ampas Tahu dan Bit

Karakteristik

Mi Basah Dengan Substitusi Ampas Tahu Dan Bit

P1 P2

Warna Merah

keunguan

Merah keunguan pekat Aroma Khas mi

basah

Sedikit beraroma

kedelai

Rasa Khas mi

basah

Khas mi basah Tekstur Lembut Agak kasar

Analisis Organoleptik Mi Basah Terhadap Warna

Berdasarkan uji organoleptik terhadap warna dapat diketahui bahwa persentase tertinggi terdapat pada mi basah ampas tahu-bit P1 (20% : 10%) dengan nilai 82,22% dengan kriteria hedonik adalah suka. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2 berikut :

Tabel 2. Hasil Analisis Organoleptik Warna Mi

Warna Substitusi Ampas Tahu : Bit Kriteria P1 P2

Panelis % Panelis %

Suka 15 50 9 30

Kurang Suka

14 31,11 16 35,56 Tidak

Suka

1 1,11 5 5,56

Total 30 82,22 30 71,12

. Hasil analisis uji daya terima melalui uji Wilcoxon Signed-Rank dengan tingkat signifikansi (α) 0,05 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil daya terima terhadap warna pada kedua perlakuan mi basah yang dihasilkan. Hal ini ditunjukkan dari nilai p (0,025) < α (0,05). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap warna mi hasil substitusi ampas tahu- bit P1 (20% : 10%) tidak sama dengan warna mi substitusi ampas tahu-bit P2

(4)

(30% : 10%). Hal ini menunjukkan bahwa warna mi P1 lebih disukai dibandingkan dengan warna mi P2.

Respon panelis terhadap warna mi basah dengan substitusi ampas tahu dan bit memperlihatkan bahwa mi dengan substitusi ampas tahu-bit (P2) 30% :10% adalah mi yang kurang disukai. Hal ini disebabkan oleh perbedaan perbandingan jumlah tepung terigu dan ampas tahu yang digunakan sehingga menyebabkan perbedaan kandungan protein dan karbohidrat yang berperan dalam reaksi maillard.

Menurut Ferinawati dalam Supriyanto (2013), semakin rendah gluten yang ditambahkan menyebabkan melanoidin yang dihasilkan memberikankan intensitas warna yang tinggi sehingga warna produk yang dihasilkan berwarna cokelat. Oleh karena itu, pada substitusi ampas tahu sebanyak 30%

menghasilkan warna yang lebih gelap yang kurang disukai panelis karena mi berwarna merah keunguan pekat (gelap) meskipun dengan perbandingan bit yang sama yaitu 10% pada masing-masing perlakuan.

Analisis Organoleptik Mi Basah Terhadap Aroma

Berdasarkan uji organoleptik terhadap aromadapat diketahui bahwa persentase tertinggi terdapat pada mi basah ampas tahu-bit P2 (30% : 10%) dengan nilai 82,22% dengan kriteria hedonik adalahsuka. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3 berikut :

Tabel 3. Hasil Analisis Organoleptik Aroma Mi

Aroma Substitusi Ampas Tahu : Bit Kriteria P1 P2

Panelis % Panelis %

Suka 12 40 16 53,33

Kurang Suka

13 28,89 12 26,67

Tidak Suka 5 5,56 2 2,22

Total 30 74,45 30 82,22

Hasil analisis uji daya terima melalui uji Wilcoxon Signed-Rank dengan tingkat signifikansi (α) 0,05 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil daya terima terhadap aroma pada kedua perlakuan mi basah yang dihasilkan. Hal ini ditunjukkan dari nilai p (0,035) < α (0,05). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap aroma mi hasil substitusi ampas tahu-bit P1 (20% : 10%) tidak sama dengan aroma mi substitusi ampas tahu-bit P2 (30% : 10%). Hal ini menunjukkan bahwa aroma mi P2 lebih disukai dibandingkan dengan aroma mi P1.

Mi basah dengan substitusi ampas tahu-bit 30% : 10%

menghasilkan aroma mi basah dengan sedikit beraroma khas ampas tahu (kedelai). Sedangkan aroma dari mi basah dengan substitusi ampas tahu-bit 20% : 10% beraroma seperti mi basah pada umumnya yang kurang disukai oleh panelis.

Menurut Kartika dalam Prabowo (2013), aroma yaitu bau yang sukar diukur sehingga biasanya menimbulkan pendapat yang berlainan dalam menilai kualitas aromanya. Perbedaan pendapat disebabkan karena setiap orang memiliki perbedaan penciuman, meskipun mereka dapat membedakan aroma namun setiap orang mempunyai kesukaan yang berlainan.

Analisis Organoleptik Mi Basah Terhadap Rasa

Berdasarkan uji organoleptik terhadap rasadapat diketahui bahwa persentase tertinggi terdapat pada mi basah ampas tahu-bit P2 (30% : 10%) dengan nilai 78,89% dengan kriteria hedonik adalah suka. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4 berikut :

(5)

Tabel 4. Hasil Analisis Organoleptik Rasa Mi Rasa Substitusi Ampas Tahu : Bit Kriteria P1 P2

Panelis % Panelis %

Suka 14 46,67 16 53,33

Kurang Suka

11 24,44 9 20

Tidak Suka

5 5,56 5 5,56

Total 30 76,67 30 78,89

Hasil analisis uji daya terima melalui uji Wilcoxon Signed-Rank dengan tingkat signifikansi (α) 0,05 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan hasil daya terima terhadap rasa pada kedua perlakuan mi basah yang dihasilkan. Hal ini ditunjukkan dari nilai p (0,637) > α (0,05). Dengan kata lain, tingkat kesukaan panelis terhadap rasa mi yang dihasilkan adalah sama, yaitu sama-sama disukai walaupun secara deskriptif tingkat kesukaan panelis tampak berbeda.

Substitusi ampas tahu dan bit pada bahan dasar pembuatan mi basah akan mengubah rasa mi basah yang dihasilkan. Semakin sedikit persentase substitusi ampas tahu danbit yang digunakan maka rasa mi basah yang dihasilkan tidak jauh berbeda dengan rasa mi basah pada umumnya sehingga hal ini membuat panelis kurang menyukainya. Rasa khas dari ampas tahu itu sendiri menjadi daya tarik bagi konsumen karena rasanya yang berbeda.

Analisis Organoleptik Mi Basah Terhadap Tekstur

Berdasarkan uji organoleptik terhadap tekstur dapat diketahui bahwa persentase tertinggi terdapat pada mi basah ampas tahu-bit P1 (20% : 10%) dengan nilai 87,77% dengan kriteria hedonik adalah suka. Begitu juga dengan persentase pada mi basah ampas tahu-bit P2 (30% : 10%) dengan nilai 85,55% dengan kriteria hedonik adalah suka. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5 berikut :

Tabel 5. Hasil Analisis Organoleptik Tekstur Mi

Tekstur Substitusi Ampas Tahu : Bit Kriteria P1 P2

Panelis % Panelis %

Suka 19 63,33 18 60

Kurang Suka

11 24,44 11 24,44

Tidak Suka 0 0 1 1,11

Total 30 87,77 30 85,55

Hasil analisis uji daya terima melalui uji Wilcoxon Signed-Rank dengan tingkat signifikansi (α) 0,05 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan hasil daya terima terhadap tekstur pada kedua perlakuan mi basah yang dihasilkan. Hal ini ditunjukkan dari nilai p (0,617) > α (0,05). Dengan kata lain, tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur mi yang dihasilkan adalah sama, yaitu sama-sama disukai panelis.

Elastisitas mi basah dipengaruhi oleh gluten. Semakin sedikit terigu yang digunakan maka semakin rendah gluten yang ada di dalamnya yang berarti elastisitas mi lebih rendah. Jika semakin tinggi substitusi tepung terigu oleh non terigu maka semakin rendah elastisitas mi. Widowati dalam Dalimunthe (2011) menyatakan bahwa gluten menentukan elastisitas dan stabilitas olahan dari tepung. Besarnya protein pembentuk gluten menentukan sifat adonan dan produk yang dihasilkan.

Kandungan Zat Gizi Mi Ampas Tahu-Bit

Nilai gizi suatu produk makanan merupakan faktor yang sangat rentan terhadap perubahan perlakuan sebelum, selama, dan sesudah proses pengolahan. Umumnya selama proses pengolahan terjadi kerusakan gizi secara bertahap pada bahan pangan.

Kandungan gizi pada mi basah dengan substitusi ampas tahu dan bit merupakan gabungan zat gizi dari

(6)

bahan ampas tahu dan bit itu sendiri dan tepung terigu.

Hasil analisis kandungan zat gizi mi ampas tahu-bit yang dilakukan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan yaitu pada mi ampas tahu-bit P1 dan P2 dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini :

Tabel 6. Hasil Analisis Kandungan Gizi Mi Ampas Tahu-Bit dalam 100 gram No. Parameter

Perlakuan

P1 P2

1. Protein (g) 5,62 6,28

2. Serat kasar (g) 4,41 5,33 3. Kalium (mg) 39,79 40,83

Berdasarkan hasil analisis kandungan zat gizi mi ampas tahu-bit pada tabel diatas, dapat dilihat bahwa kadar protein, serat, dan kalium pada mi ampas tahu-bit mengalami kenaikan seiring dengan bertambahnya konsentrasi ampas tahu pada masing- masing perlakuan.

Peneliti membandingkan kandungan gizi mi ampas tahu-bit dengan beberapa jenis mi basah lainnya, seperti terlihat pada tabel 7 berikut ini :

Tabel 7. Perbandingan zat gizi mi ampas tahu-bit (P2), mi sawi hijau, mi instan, dan mi basah per 100 gram Kompo

sisi Gizi Mi Ampas

Tahu- Bit

Mi Sawi Hijau*

Mi Instan**

Mi Basah

***

Protein (gr)

6,28 9,49 4,7 0,6

Serat (gr)

5,33 0,24 - -

Kalium (mg)

40,83 Tidak terdetek si

- -

Keterangan : *Supriyanto, 2013 ** Astawan, 2004

*** Daftar Komposisi Bahan Makanan, 2009

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa kandungan protein mi sawi hijau lebih banyak daripada mi ampas tahu-bit, namun tidak pada kadar serat dan kaliumnya. Kandungan protein, serat,dan kalium mi ampas

tahu-bit lebih unggul jika dibandingkan dengan mi basah dan mi instan.

Berdasarkan Permenkes RI (2013) tentang Angka Kecukupan Gizi (AKG) protein, serat, dan kalium untuk wanita menyusui adalah 87 gr, 30 gr, dan 2000 ml. Jika mi ampas tau-bit dikonsumsi oleh wanita menyusui maka akan menyumbangkan asupan protein, serat, dan kalium sebesar 7,2 %, 17,77

%, dan 2,04 %.

Penerimaan Konsumen Terhadap Mi Ampas Tahu-Bit dengan Berbagai Variasi

Menurut Siregar (2010), penerimaan konsumen terhadap produk makanan selain dipengaruhi oleh cita rasa makanan tersebut juga dipengaruhi oleh nilai gizi, daya beli masyarakat, dan prestise (gengsi). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dilihat dari aspek cita rasa, penerimaan konsumen terhadap mi ampas tahu-bit P2 lebih disukai dari aspek aroma, rasa, dan tekstur dibandingkan dengan mi ampas tahu-bit P1. Hal ini disebabkan karena mi ampas tahu-bit P2 memilki aroma yang khas, rasa yang lebih enak, dan tekstur yang agak kasar namun tetap disukai panelis.

Berdasarkan aspek nilai gizi, substitusi ampas tahu 30% dan bit 10%

(P2) pada pembuatan mi basah memiliki kandungan zat gizi yang lebih banyak dibandingkan mi basah yang disubstitusi ampas tahu 20% dan bit 10% (P2). Hal ini karena semakin banyak proporsi substitusi ampas tahu yang ditambahkan pada mi maka akan meningkatkan jumlah kandungan gizinya, baik itu protein, serat, maupun mineral kalium.

Berdasarkan aspek nilai ekonomis, mi ampas tahu-bit memiliki prospek pasar yang menjanjikan. Hal ini dapat diuraikan melalui analisis ekonomi usaha pembuatan mi ampas

(7)

tahu-bit dengan perbandingan ampas tahu 30% dan bit 10%. Usaha pembuatan mi ampas tahu-bit dianggap layak jika Nilai Gross B/C > 1. Nilai Gross Benefit/Cost (B/C) adalah nilai keuntungan yang didapatkan setelah mengeluarkan biaya produksi. Berikut adalah analisis usaha pembuatan mi ampas tahu-bit :

Tabel 8. Analisis Usaha Pembuatan Mi Ampas Tahu-Bit

Uraian Volume Satuan Biaya (Rp/Kg)

Jumlah Biaya

(Rp) Pengelua

ran Tepung terigu (Kg)

0, 6 10.000 6.000

Ampas tahu (Kg)

0,3 - -

Umbi bit (Kg)

0,1 15.000 1.500

Telur (butir)

2 10.000 2.000

Garam alkali (Kg)

0,01 10.000 100

Garam (Kg)

0,01 5.000 50

Total Biaya Pengeluaran 9.650 Penerim

aan Hasil Mi Ampas Tahu-Bit (Kg)

1,3 15.000 19.500

Total Penerimaan 19.500 Pendapatan (Total Penerimaan –

Total Biaya)

9.850 Gross B/C

(Penerimaan/Pengeluaran)

2,02

Nilai Gross B/C sebesar 2,02 menunjukkan bahwa setiap Rp 1 nilai yang dikeluarkan untuk membuat mi ampas tahu-bit akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 2,02. Maka usaha produksi mi ampas tahu-bit secara finansial layak untuk dilakukan.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Mi basah dengan substitusi ampas tahu 20% dan bit 10% disukai panelis dari aspek warna.

2. Mi basah dengan substitusi ampas tahu 30% dan bit 10% disukai panelis dari aspek aroma, rasa, dan tekstur.

3. Hasil uji kandungan gizi mi ampas tahu-bit dalam 100 gram bahan menunjukkan peningkatan seiring meningkatnya kandungan ampas tahu dibandingkan mi basah dan mi instan.

Saran

1. Diharapkan masyarakat dapat menjadikan mi ampas tahu-bit sebagai salah satu makanan alternatif pengganti nasi yang mengandung protein, serat, dan kalium.

2. Perlu dilakukan upaya sosialisasi pembuatan mi ampas tahu-bit dikalangan ibu rumah tangga sebagai olahan pangan yang fungsional.

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, M., 2012.Trend Konsumsi Pangan Produk Gandum di Indonesia. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Astawan, I.M., 2004. Tetap Sehat dengan Produk Makanan Olahan.Tiga Serangkai. Solo

Dalimunthe, 2011. Pengaruh Penambahan Tepung Biji Durian (Durio zibethinus murr) Terhadap Cita Rasa Mi Basah. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan

(8)

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 2009. Daftar Komposisi BahanMakanan. Bhratara Karya Aksara. Jakarta

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 2013. Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Bangsa Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 75 Tahun 2013

Naibaho, L.T., 2015. Pengaruh Suhu Pengeringan dan Konsentrasi Dekstrin terhadap Mutu Minuman Instan Bit Merah.Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

Prabowo, D.H., Pengaruh Penambahan Bit (Beta Vulgaris L.) Sebagai Pewarna Alami Dan Bahan Pengisi Terhadap Karakteristik Fisikokimia Dan Sensori Sosis Nabati. Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 4 Oktober 2013. Issn: 2302-0733

Ruslan,K.http://www.kompasiana.com/

kadirsaja/konsumsi-mie-instan- masyarakat-

indonesia_54f36ad4745513902b 6c743b(diakses 16 Juli 2016)

Siregar, S.H., 2010. Modifikasi Tepung Ubi Jalar Orange dalam Pembuatan Mi Basah dan Daya Terimanya.Skripsi

Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan

Supriyanto, B., 2013. Peningkatan Nilai Gizi Mi Basah dengan Fortifikasi Sawi Hijau dan Umbi Bit. Skripsi Fakultas

Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor

Suyanti. 2010. Membuat Mi Sehat Bergizi dan Bebas Pengawet.

Jakarta: Penebar Swadaya

Wijaya, E.N., 2010. Pemanfaatan Tepung Jejawut (Pennisetum glancut) dan Tepung Ampas Tahu dalam Formulasi Snack Bar. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Referensi

Dokumen terkait

Lampiran 15b Tabel analisis deskriptif pengaruh rasio kik dan 2B4 dan pemanasan otoklaf terhadap kadar pati resisten tepung pisang (% bk). Fermentasi Pemanasan otoklaf

Untuk mengetahui pengaruh latihan jongkok berdiri dengan beban terhadap. kecepatan lari siswa sekolah

[r]

Kebijakan dari BMT Surya Dana Makmur Tulung pembiayaan yang diterapkan terhadap nasabah pasar adalah akad murabahah jadi tujuan yang dimaksud BMT adalah tujuan

Kesehatan, keselamatan dan keamanan lingkungan hidup (K3LH) adalah salah satu mata pelajaran teori dasar kejuruan tata busana kelompok produktif yang diberikan di SMK Karya

Tingginya nilai rata-rata untuk hampir semua peubah pada bibit yang bermikoriza pada tingkat cekaman kekeringan 85% dan 70% air tersedia ini berkaitan dengan

dalam penelitian ini adalah konsumen penikmat kue balok Kang didin. Berdaarkan penelitian di atas maka yang menjadi populasi sasaran dalam. penelitian ini adalah konsumen

[r]