[(OMPAS
o
Sen;n
0
Setasa
.
Rabu
0
Kam;s
0
Jumat
0
Sabtu0
M;nggu1 2
<»
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 1617 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
o
Jan
0
Peb
.
Mar
0
Apr
0
Me;
0
Jun
0
Jut
0
Ags OSep
OOkt
0 Nov 0 Des
I(orupsi
- ,dCJn
~.:_- ~._-Kesalaha~
-- = -. ~Paradigm a
-
-Ole
h
D E D E
M A -R iA. ]v A
~
~O
ngatuh, da ayeuna mah proyektoskenging,
.
pakaulan lah, sabaraha we nu pentingpantes.
Ucap-an tersebutsering kali menjadi prolog dari para
ma-kelarproyek ketika bertandang kepada pihak
pemenangten-der. Konon, muncullah angka 20-30 persen untuk sang
ma-kelarproyek, tetapi tidakuntukdirinyasendiri.
Ia pun
mem-bagikannyakepada beberapa pihakyang barangkali dianggap
telah memuluskan seseorangmemenangkan
sebuah tender.
Muncul di sini ungkapan
palm-ulan, dalam bahasa lain
berkono-tasi menunaikan nazar. Barangkali agar upeti yang diberikan tidak terkesan bagian dari korupsi, digu-nakan istilah pakaulan. Inilah mo-dus baru korupsi di bagian bilir se-bab di bagian hulu modus korupsi lain lagi.
Di hulu, korupsi konon dilaku-kan melalui sebuah rancangan yang rapi, bagaimana agar tidak teIjerat aturan, tetapi "sistem bagi hasil" dari proyek dapat dinikmati.
Istilah kick
backcashback atau
return fee sudah sering kita
de-ngar. Angkanya bisa jadi berkisar 20-50 persen. Semua prosedur di-tempuh secara transparan, bah-kan secara administrasi pun tidak akan tampak adanya indikasi ko-rupsi.
Filosofinya adalah bancakan, dilakukan bersama-sama oleh se-mua pihak yang berkepentingan melalui agreement yang kuat. Ma-ka, kalau saja ada satu pihak yang nyanyi, pihak lain akan ikut terse-rret. Belakangan, modus ini sudah terbongkar sehingga tidak aneh ada banyak kasus korupsi yang menyeret banyak anggota Dewan secara rombongan. Ini bukti bah-~ watidak pernah korupsi dilakukan secara tunggal, selalu bersama-sa-ma, bancakan tea.
Nan, modus itu berubah dan
ra-~ nahnya semakin ke hilir. Meski
proses dan prosedur tender dila-kukan secara transparan, misalnya melalui lelang elektronik, tetapi karena kecerdikan para makelar proyek, korupsi dilakukan setelah
I tender berlangsung, dengan
menggunakan filosofi pakaulan. Para makelar proyek memang kre-atif meski cenderung krekre-atif
kri-minal.
Namanya juga pakaulan. Arti-nya, tidak ada paksaan, tetapi
pa-kaulan di sini menjadi bahasa yang fait acomp1i:mau tidak mau harus pakaulan. ltu karenajika tidak
di-laksanakan, akan ada sejumlah gangguan ketika pelaksanaan atas tender proyek yang dimenangkan-nya, misalnya macetnya pemba-yaran termin, surat perintah me-laksanakan pekeIjaan telat ditan-datangani, serta bentuk-bentuk lain yang bisa memusingkan pe-laksana pekeIjaan.
Bahasa selanjutnya adalah
sa-baraha we.Sampai di sini terkesan
meminta keikhlasan.Namun, keti-ka dilanjutketi-kan, nu penting pantes, itu berarti ada rumusannya, yakni pantes. Artinya, "publik" sudali ta-hu bahwa angka 20-50 persen se-ring kali menjadi ukuran pantes ti-daknyaseseorangatausebuahper_
usahaan mendapatkan proyek.
Misalnya, jika ada proyek senilai Rp 200juta, pantes disini palingti-dak 20 persen dari Rp 200 juta.
Ar-.tinya,
uangminimalRp40jutaha-rus diberikan kepada sangmakelar proyek.
Persoalan berikutnya adalah apakah kita harus melawan korup-si atau harus berhenti melakukan korupsi?
Melawan
korupsi?Apakah kita harus melawan ko-rupsi atau harus berhenti koko-rupsi? Maka, banyak pihak yang akan menjawab: Kalau kita melawan
Kliping Humas Unpad 2010
----korupsi, korupsi akan berhenti? Arus logika wnwn sepertinya ya-kin bahwa berhenti korupsi meru-pakan "akibat" dari perang mela-wan korupsi (sebagai sebab). Jadi, publik beranggapan, ini bukan perkara pilihan, melainkan soal se-bab-akibat. Benarkah? Sebelwn hal tersebut dipikirkan, ada bebe-rapa bahan renungan yang tidak salah kalau kita cermati bersarna.
Di belahan dunia mana pun ko-rupsi selalu ada dalarn praktiknya, tetapi sulit dibuktikan sebab selalu dilakukan secara terselubung, ter-samar, diarn-diarn, apalagi mana-kalakorupsi sudah dilakukan seca-ra beIjemaah di tengah pseca-raktik ko-tor yang mana korupsi telah men-jadi bagian dari budaya yang siste-mikdan mengakar.Sudah menjadi pendapat wnwn bahwa korupsi ibarat kentut, ada baunya tak ada yang mau mengakuinya. Entry
point-nyadarimana?
Memerangi koruptor adalah
agenda "bersih-bersih". Member-sihkan sebuah bangunan hanya akan efektif apabila dilakukan dari atas ke bawah,seperti halnya men-cuci mobil. Harus dilakukan dari atas ke bawah sebab kalau dilaku-kan dari bawah ke atas, kotoran
-yang dari atas akan jatuh dan me-nimpa bagian mobil yang ada di bawah. Artinya, mustahil korupsi bisa dilakukan secara bottom-up, tetapi harus top-down.
Simbol puncak bangunan se-buah negara adalah istana negara. Ketika kita ingin melawan korup-tor, istana negara harus menjadi sentral utama dari gerakan "ber-sih"bersih" itu. Jika istana negara sudah bisa "dibersihkan", gerakan itu dilanjutkan turun ke kemente-rian-kementerian, dan seterusnya ke tingkat pemerintahan (ekseku-tif) di bawahnya.
Memellhara
korupsi?Dengan demikian, ada dua ke-salahan besar yang kita lihat dari
drama pemberantasan korupsi.
Pertama, dilihat dari semua per-nyataan dan poster-poster yang bertemakan "perang terhadap ko-rupsi". Jelas ini merupakan kesa-lahan mendasar dari cara berpikir. Semestinya gerakan ini bertema "perangmelawan koruptor".
Kesalahan ini fatal akibatnya sebab para koruptoryang memang tidak memiliki rasa malu itu akan merasa biasa-biasa saja toh yang diperanginya adalah korupsi,
bu-WHUR
kan koruptornya. Sekalilagi,kalau kentut (baca: korupsi) kita dijadi-kan musuh bersama, itu sama saja dengan salah sasaran, salah bidik, salah tembak. Korupsi itu gejala, koruptor pelakunya.
Selarna kita menempatkan ko-rupsi sebagai musuh dan mencoba memeranginya, itu sama artinya dengan memelihara korupsi agar kita tetap bisa menciptakan mu-suh. Jangan-jangan slogan "perang melawan korupsi" justru sengaja diciptakan oleh para koruptor. Ti-dak aneh bila kemudian banyak koruptor JJersuara lantang dan berkhotbah: Ganyangkorupsi!
Tugas kita semestinya adalah melawan koruptor. Sederhananya, korupsi adalah bahaya laten, dan koruptor adalah bahaya manifes. Kiranya,yanglaten itu larnbat laun akan sirna apabila koruptornya di-jadikan musuh bersama, dan
tang-kap secepatnya!
Kedua, kesalahan istana yang menunjuk ke luar dari dirinya, se-dangakan ia (pihak istana) seolah merasa sudah bersih. Istana akan menjadi "telunjuk" yang se-tiap saat bisa menunjuk bahwa di luar dirinya ada koruptor g'enta-yangan. Ia lupa bahwa istana me-rupakan puncak simbol dari se-buah bangunan negara. Dirinyalah yang hams terdepan dan terutama membersihkan diri. Istana yang sudah bersih akan mengeluarkan aura politik yang berwibawa, bu-kan aura kentut yangterciwn pub-lik.
Manusia, termasuk presiden dan para pembantunya, bukanlah malaikat, dan istana negara bukan sarang malaikat. Program mana yang hendak kitajadikan prioritas: melawan korupsi atau berhenti melakukari korupsi dengan agen-da utarna melawan koruptor? Pe-nulis berkeyakinan: terlebih dahu-lu lawan koruptor! Paradigma ini yang sehamsnya digunakan seba-gai upaya dekonstruksi paradigma melawan korupsi.