• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGENAL KONSEP LEBIH BANYAK, KURANG DARI, SAMA, TIDAK SAMA MENGGUNAKAN BENDA KONKRET DI KELOMPOK A2 TK ABA GENDINGAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGENAL KONSEP LEBIH BANYAK, KURANG DARI, SAMA, TIDAK SAMA MENGGUNAKAN BENDA KONKRET DI KELOMPOK A2 TK ABA GENDINGAN."

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

i

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGENAL KONSEP LEBIH BANYAK, LEBIH SEDIKIT, SAMA, TIDAK SAMA MENGGUNAKAN

BENDA KONKRET DI KELOMPOK A2 TK ABA GENDINGAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Suaditya Amoria Suci NIM 13111241013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI JURUSAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v MOTTO

“Bekerja keraslah sekarang maka kau akan menuai hasilnya nanti, kegagalan terjadi pada mereka yang banyak berencana namun sedikit untuk berpikir”.

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya tulis ini untuk: 1. Bapak dan ibu atas doa dan dukungannya. 2. Almamaterku.

(7)

vii

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGENAL KONSEP LEBIH BANYAK, KURANG DARI, SAMA, TIDAK SAMA MENGGUNAKAN

BENDA KONKRET DI KELOMPOK A2 TK ABA GENDINGAN

Oleh

Suaditya Amoria Suci NIM 13111241013

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mengenal konsep lebih banyak, kurang dari, sama, dan tidak sama menggunakan benda konkret di kelompok A2 TK ABA Gendingan. Penelitian ini dilatar belakangi oleh kemampuan mengenal konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama, dan tidak sama masih rendah.

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas kolaboratif dengan model Kemmis dan Taggart dan dilakukan dalam dua siklus. Penelitian ini terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek dalam penelitian ini adalah anak kelompok A2 TK ABA Gendingan tahun ajaran 2016/2017 yang berjumlah 13 anak dengan 7 anak perempuan dan 6 anak laki-laki. Objek penelitian ini adalah kemampuan mengenal konsep lebih banyak, kurang dari, sama, dan tidak sama. Metode pengumpulan data menggunakan observasi. Teknik analisis data menggunakan analisis kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan peningkatan pada indikator “sama” saat pra siklus yaitu 47,1%, saat Siklus I yaitu 70,15%, dan pada Siklus II meningkat menjadi sangat tinggi yaitu 92,58%. Indikator “tidak sama” saat pra siklus yaitu 46,1%, saat siklus I yaitu meningkat menjadi 69,65%, dan pada Siklus II meningkat lagi menjadi 93,53%. Indikator “lebih banyak” saat pra Siklus yaitu 43,2%, saat Siklus I yaitu meningkat menjadi 69,65%, dan pada Siklus II meningkat lagi menjadi 91,3%. Indikator “lebih sedikit” saat pra Siklus yaitu 44,2%, saat Siklus I yaitu meningkat menjadi 72,55%, dan pada Siklus II meningkat lagi menjadi 90,36%. Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran yaitu: 1). menghitung dua kelompok benda, 2). menentukan benda yang memiliki jumlah sama, tidak sama, lebih banyak, lebih sedikit. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan benda konkret dapat meningkatkan kemampuan mengenal konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama, dan tidak sama di kelompok A2 TK ABA Gendingan.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya, Tugas Akhir Skripsi dalam rangka memenuhi sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan dengan judul “Meningkatkan Kemampuan Mengenal Konsep Lebih Banyak, Lebih Sedikit, Sama, Tidak Sama Menggunakan Benda Konkret di Kelompok A2 TK ABA Gendingan” dapat

disusun sesuai harapan. Tugas Akhir Skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan dan saran dari pihak lain. berkenaan dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat: 1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberi kesempatan untuk

belajar di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah mengijinkan untuk melakukan penelitian.

3. Wakil Dekan 1 Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah mengijinkan untuk melakukan penelitian.

4. Ketua jurusan PAUD beserta dosen dan staf yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama proses penyusunan skripsi.

5. Ibu Dra. Sudaryanti, M.Pd yang telah banyak memberikan semangat, dorongan, dan bimbingan pada penyusunan skripsi ini.

(9)
(10)

x

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

G. Definisi Operasional ……… 8

1. Konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama, dan tidak sama …………. 8

2. Menggunakan benda konkret ……….. 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perkembangan Kognitif ………... 10

1. Hakikat Perkembangan Kognitif ………... 10

2. Tahap Perkembangan Kognitif ……….. 11

3. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif ………... 12

4. Perkembangan Kognitif Anak 4-5 Tahun ……….. 15

B. Hakikat Kemampuan ……… 17

C. Hakikat Konsep ……….... 18

D. Konsep Lebih Banyak, Lebih Sedikit, Sama, Tidak Sama ……….. 19

1. Pengertian Konsep Lebih Banyak, Lebih Sedikit, Sama, Tidak Sama ……….. 19

(11)

xi

3. Mengenal Konsep Lebih Banyak, Lebih Sedikit, Sama,

Tidak Sama Kelompok A ……….. 21

E. Benda Konkret ………. 22

1. Pengertian Benda Konkret ………. 22

2. Macam-Macam Benda Konkret ………. 23

3. Penggunaan Benda Konkret ………... 24

4. Kelebihan dan Kekurangan Benda Konkret ………... 25

F. Tinjauan Taman Kanak-kanak ………. 27

1. Pengertian Taman Kanak-kanak ………... 27

2. Metode Pembelajaran ……… 27

G. Penelitian Relevan ……… 29

H. Kerangka Pikir ………. 30

I. Hipotesis Tindakan ……….. 33

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ………. 34

B. Subjek dan Objek Penelitian ……… 36

C. Tempat Penelitian ………. 36

D. Waktu Penelitian ……….. 36

E. Setting Penelitian ………. 37

F. Prosedur Penelitian ………... 37

G. Indikator Keberhasilan ………..39

H. Metode Pengumpulan Data ………...39

I. Instrumen Penelitian ……….40

J. Metode Analisis Data ………... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ……….45

1. Deskripsi Kondisi Awal Sebelum Tindakan ……….. 45

2. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas Siklus I ………46

3. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas Siklus II ……….. 55

B. Pembahasan ……….. 66

C. Keterbatasan Penelitian ……… 70

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ………... 71

B. Saran ……… 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(12)
(13)

xiii

Tabel 22. Hasil Siklus II pertemuan 1 dan Siklus II pertemuan 2

dengan Siklus II pertemuan 3 ... 60 Tabel 23. Mengenal konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama, dan

tidak sama Siklus II pertemuan 3 ... 61 Tabel 24. Hasil Siklus II pertemuan 3 dengan Siklus II pertemuan 4... 62 Tabel 25. Kemampuan mengenal konsep lebih banyak, lebih sedikit,

sama, dan tidak sama Siklus II ... 62 Tabel 26. Rata-rata kemampuan mengenal konsep lebih banyak,

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir ... 32

Gambar 2. Model Penelitian Tindakan Kelas dari Kemmis dan Taggart ... 35

Gambar 3. Grafik Perbandingan Hasil Pra Siklus dan Siklus I... 53

Gambar 4. Grafik Perbandingan Siklus I dan Siklus II ... 64

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Surat ijin ………... 76

Lampiran 2. Jadwal Penelitian ………. 82

Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian ……… 84

Lampiran 4. Instrumen Penelitian ……….………... 101

Lampiran 5. Hasil Penelitian …...……… 104

Lampiran 6. Lembar Kerja Anak ……… 132

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak usia dini merupakan usia emas (golden age) dimana anak akan mudah menerima, melihat, dan mendengar sesuatu yang diperlihatkan (Harun Rasyid dkk, 2012: 40). Pada masa ini, anak akan cepat menyerap informasi sebanyak-banyaknya sehingga perlu mendapatkan perhatian dari orang tua maupun pendidik. Hal ini senada dengan Slamet Suyanto (2005: 7) bahwa pada usia 4 tahun kecerdasan anak telah tercapai 50% dan usia 8 tahun dapat mencapai 80%. Melihat kecerdasan yang berkembang di usia dini sangat tinggi perlu penanganan yang baik agar masa perkembangan anak tidak terlewatkan begitu saja. Bila dilewatkan begitu saja maka akan berdampak pada perkembangan selanjutnya. Dalam masa ini anak perlu mendapatkan stimulasi-stimulasi yang dapat mengembangkan seluruh aspek perkembangan agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

(17)

2

dengan pernyataan dari Pestalozzi (dalam Masitoh, 2005: 2) bahwa pendidikan TK hendaknya menyediakan pengalaman dan iklim yang bermakna seperti yang diberikan oleh orang tua di rumah.

Berbicara mengenai anak usia dini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar pertumbuhan dan perkembangan anak dapat terpenuhi. Terdapat enam aspek perkembangan yang perlu diperhatikan yaitu aspek fisik motorik, bahasa, nilai agama moral, kognitif, sosial emosional, dan seni. Semua aspek terebut dapat berkembang dengan baik apabila mendapatkan stimulasi yang tepat. Hal yang tidak kalah penting dari enam aspek perkembangan tersebut adalah aspek kognitif. Menurut Slamet Suyanto (2005: 53) perkembangan kognitif merupakan bagaimana pikiran anak dapat berkembang dan berfungsi sehingga dapat digunakan untuk berpikir. Dari pemikiran tersebut maka perkembangan kognitif merupakan perkembangan proses berpikir sehingga anak dapat melakukan analisis dan berpikir konkret.

(18)

3

Anak prasekolah sudah memiliki kemampuan matematika. Menurut Suriasumantri (dalam Ahmad Susanto, 2011:98) melalui matematika seseorang akan mengatur jalan pikirnya. Sedangkan menurut Ahmad Susanto (2011: 98) bahwa dengan menguasai matematika dan teorinya maka seseorang dapar dengan mudah mengatur jalan pikirannya. Dari beberapa pendapat tersebut maka dengan adanya matematika seseorang akan lebih mudah memecahkan masalah dan mudah mengatur jalan pikiran. Salah satu pembelajaran matematika yaitu berhitung. Menurut Carol Seefeldt dan Barbara (2008: 393) bahwa ketika anak sedang berhitung maka anak sedang mengembangkan kesadaran tentang “lebih banyak:, “kurang banyak”. Dari pendapat tersebut maka dalam mengenal konsep lebih

banyak, lebih sedikit, sama, dan tidak sama anak harus dapat membilang dan menghitung benda yang akan dibandingkan.

(19)

4

dan tidak sama sedangkan 10 anak masih kesulitan dan merasa kebingungan saat mengerjakan soal dan penjelasan yang diberikan guru.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 137 Tahun 2014 tentang Standar Isi Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak menyebutkan bahwa indikator perkembangan kognitif anak usia 4-5 tahun sudah dapat mengenal konsep banyak dan sedikit. Dari hasil observasi ternyata belum sesuai dengan indikator perkembangan dikarenakan sebagian besar anak belum bisa konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama, dan tidak sama. Pembelajaran yang disajikan guru hanya meminta anak membayangkan apa yang dijelaskan oleh guru. Tidak ada alat peraga ataupun gambar yang mewakili penjelasan guru. Media yang digunakan guru belum menggunakan benda konkret. Guru masih jarang untuk menggunakan benda konkret dalam pembelajaran. Anak juga tampak bosan dan perhatian anak kurang fokus sehingga saat guru menerangkan banyak anak yang bermain sendiri.

(20)

5

kesempatan kepada anak untuk untuk mengalami sendiri dan melatih keterampilan alat inderanya sebanyak-banyaknya. Hal ini berarti dengan menggunakan benda konkret abak dapat melihat, merapa, mencium dan berinteraksi langsung dengan benda konkret menggunakan alat inderanya sehingga memudahkan anak dalam memahami pembelajaran.

Penggunaan benda konkret juga telah dibuktikan pada penelitin Zaroh Nurlaily (2012) dalam meningkatkan kemampuan mengenal angka melalui benda konkret di kelompok A TK ABA Pampang II Paliyan Gunungkidul. Dari hasil penelitian tersebut setelah diberikan tindakan maka kemampuan anak mengenal angka pada Siklus I dengan kriteria baik terdapat 7 anak (53,85%) dan pada Siklus II meningkat menjadi 11 anak (84,62%). Hal ini berarti penggunaan benda konkret sebagai media pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan anak. Slamet Suyanto (2005: 136) menyebutkan bahwa pada masa pra-operasional anak akan belajar lebih baik bila menggunakan benda konkret. Pemilihan benda konkret sebagai media pembelajaran karena pada tahap ini, anak belum mampu untuk berpikir abstrak. Benda konkret dapat dipilih untuk membantu anak memahami suatu pembelajaran dengan mudah karena anak dapat berinteraksi langsung dengan benda konkret tersebut.

(21)

6

untuk membantu anak dalam belajar. Anak memiliki pengalaman langsung terhadap benda tersebut. Anak dapat melihat, meraba, dan menghitung langsung benda konkret tersebut. Oleh karena itu penulis melakukan penelitian dengan judul meningkatkan kemampuan mengenal konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama, tidak sama menggunakan benda konkret di kelompok A2 TK ABA Gendingan.

A. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, ada beberapa masalah yang berkaitan dengan kemampuan mengenal konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama, tidak sama. Adapun masalah-masalah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Sebagian besar anak belum bisa konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama, dan tidak sama.

2. Media yang diberikan guru jarang menggunakan media konkret. 3. Guru belum banyak menggunakan alat peraga dalam pembelajaran. 4. Perhatian anak kurang fokus dan anak bermain sendiri.

B. Pembatasan Masalah

(22)

7 C. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, identifikasi masalah, dan batasan masalah maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana meningkatkan kemampuan mengenal konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama, tidak sama menggunakan benda konkret di kelompok A2 TK ABA Gendingan?”.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mengenal konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama, tidak sama menggunakan benda konkret di kelompok A2 TK ABA Gendingan.

E. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat praktis untuk beberapa pihak diantaranya:

1. Peserta didik

a. Mampu meningkatkan kemampuan mengenal konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama, dan tidak sama menggunakan benda konkret di kelompok A2 TK ABA Gendingan.

b. Membuat anak merasa senang dan fokus dalam belajar melalui media yang menarik.

(23)

8 2. Guru

a. Menambah wawasan dalam meningkatkan kemampuan mengenal lebih banyak, lebih sedikit, sama, dan tidak sama menggunakan benda konkret. b. Menambah wawasan menggunakan media pembelajaran yang menarik. c. Menjadikan guru lebih kreatif dalam memilih media pembelajaran. 3. Kepala Sekolah

a. Dapat menjadi pertimbangan dalam pemilihan media dalam setiap pembelajaran agar sekolah dapat mencetak anak yang berprestasi terutama dalam hal matematika.

b. Melengkapi fasilitas pembelajaran terutama alat peraga pembelajaran. 4. Peneliti

a. Menambah pengalaman dalam mengenalkan konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama, dan tidak sama pada anak dan dapat belajar menjadi calon pendidik yang lebih baik.

F. Definisi Operasional

Untuk menyamakan penafsiran terhadap permasalahan yang akan diteliti maka diperlukan definisi operasional yaitu:

1. Konsep Lebih Banyak, Lebih Sedikit, Sama, dan Tidak Sama

(24)

9

yang jumlahnya kurang dari benda yang dibandingkan. Contohnya 2 lebih sedikit dari 5. Sama merupakan sesuatu yang jumlahnya sebanding (jumlahnya sama. Contohnya 5 jumlahnya sama banyak dengan 5. Tidak sama merupakan sesuatu yang tidak sebanding (jumlahnya tidak sama). Contohnya 5 jumlahnya tidak sama banyak dengan 6. Untuk anak usia 4-5 tahun angka yang dibandingkan adalah angka 1-10.

2. Menggunakan Benda Konkret

(25)

10 berkaitan dengan kematangan fungsi organ. Menurut Baharuddin (2014: 69) perkembangan berarti perubahan secara kualitatif dan terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis oleh organ-organ fisik. Sedangkan menurut Monks (dalam Sunarto, 39: 2008) perkembangan merupakan proses yang kekal menuju tingkat integrasi yang lebih tinggi berdasarkan proses pertumbuhan, kematangan, dan belajar. Dari beberapa pendapat tokoh diatas maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan merupakan hal yang berkaitan dengan kematangan fungsi organ fisik dan bersifat kualitatif sehingga siap untuk belajar. Agar pertumbuhan dan perkembangan dapat berjalan seimbang maka perlu adanya stimulasi maupun zat gizi yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak.

(26)

11

teori tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan kognitif yaitu perkembangan yang berkaitan erat dengan fungsi otak yang digunakan untuk berpikir tentang apa aja yang ada di lingkungannya. Apabila fungsi dalam otak berkembang dengan baik maka proses berpikir seseorang juga akan baik. Proses berpikir digunakan untuk memahami pembelajaran maupun untuk melakukan hal-hal yang membutuhkan pemikiran.

2. Tahap Perkembangan Kognitif

Kognitif pada seseorang terus mengalami perkembangan seiring dengan pertambahan usia dan pengalaman. Menurut Piaget (dalam Slamet Suyanto, 2005: 53) terdapat 4 tahap perkembangan kognitif yaitu:

a. Tahap Sensorimotor (0-2 tahun)

Slamet Suyanto (2005: 54) memaparkan bahwa dalam tahap ini anak banyak menggunakan gerak refleks dan inderanya. Menurut Janice Beaty (2013: 269) bahwa anak pada tahap ini menggunakan inderanya untuk mengeksplorasi objek misalya melihat, membau, merasa, dan memanipulasi. Pada tahap ini anak bereaksi dengan lingkungannya menggunakan sensorinya.

b. Tahap Pra-Operasional (2-7 tahun)

(27)

12

tahap ini anak masih menggunakan simbol dalam menunjuk suatu hal dan belum dapat berpikir abstrak.

c. Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun)

Slamet Suyanto (2005: 65) memaparkan bahwa pada tahap operasional konkret anak mulai dapat memecahkan persoalan sederhana dan dapat berpikir reversibel. Menurit Paul Suparno (2001: 69) bahwa anak pada tahap ini telah mengembangkan sistem pemikiran logis yang dapat diteraapkan dalam memecahkan persoalan konkret. Anak pada tahap ini sudah mulai berpikir abstrak tetapi masih sederhana.

d. Tahap Formal Operasional (11 tahun ke atas)

Tahap formal operasional menurut Paul Suparno (2001: 88) anak sudah mampu berpikir abstrak dan suka membuat teori tentang segala sesuatu yang dihadapinya. Oleh karena itu pada tahap ini anak sudah dapat dikatakan dapat berpikir secara logis.

Berdasarkan empat tahap perkembangan kognitif yang telah disebutkan oleh tokoh-tokoh tersebut bahwa anak umur 4-5 tahun berada pada tahap pra-operasional. Pada tahap ini anak masih dalam tahap berpikir simbolis. Oleh karena itu pada tahap ini anak belum dapat berpikir konkret.

3. Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif

(28)

13

dengan kecerdasan dan pemikiran yang dimilikinya. Menurut Ahmad Susanto (2011: 59-60) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kognitif yaitu:

a. Faktor hereditas atau keturunan

Schopenhauer berpendapat manusia sejak lahir sudah membawa potensial yang dipengaruhi lingkungan. Intelegensi sudah dibawa seseorang sejak lahir. b. Faktor lingkungan

John Locke memaparkan bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan suci. Maka dari itu lingkungan dan pengalaman yang membentuk perilaku maupun kecerdasan seseorang.

c. Faktor kematangan

Setiap organ dikatakan matang apabila jika telah sanggup menjalankan sesuai dengan fungsinya. Seseorang dapat berpikir dengan luas apabila telah mencapai usia matang.

d. Faktor pembentukan

Pembentukan merupakan keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan kecerdasan. Pembentukan ini dapat dibentuk secara sengaja (sekolah formal) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh lingkungan sekitar).

e. Faktor minat dan bakat

(29)

14 f. Faktor kebebasan

Seseorang dapat berpikir dengan bebas menentukan metode yang digunakan untuk memecahkan masalahnya.

Sedangkan menurut Fakhrizal (2017) proses perkembangan kognitif dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu:

a. Hereditas

Hereditas tidak hanya menyediakan fasilitas kepada anak yang baru lahir untuk menyesuaikan diri dengan dunianya tetapi juga mengatur waktu jalannya perkembangan pada tahun mendatang.

b. Pengalaman

Pengalaman dengan hereditas fisik merupakan dasar perkembangan struktur kognitif dalam hal ini sering kali disebut sebagai pengalaman fisik dan logika matematis.

c. Transmisi Sosial

Transmisi sosial digunakan untuk mempresentasikan pengaruh budaya terhadap pola berpikir anak.

d. Ekuilibrasi

Ekuilibrasi merupakan suatu keadaan dimana pada diri setiap individu akan terdapat proses ekuilibrasi yang mengintegrasikan ketiga faktor yaitu hereditas, pengalaman, dan transmisi sosial.

(30)

15

natinya pengalaman yang akan mengisi anak sehingga kognitif anak dapat berkembang sesuai dengan pengalaman yang diberikan oleh lingkungan.

4. Perkembangan Kognitif Anak 4-5 Tahun

Perkembangan kognitif pada anak haruslah mendapatkan perhatian karena perkembangan kognitif berkaitan dengan kemampuan anak dalam berpikir. Menurut Piaget (dalam Paul Suparno, 2001: 51) pemikiran simbolis merupakan pemikiran dengan menggunakan simbol dan berkembang saat anak suka menirukan sesuatu. Sedangkan pemikiran intuitif menurut Paul Suparno (2001: 62) merupakan presepsi langsung tanpa dipikir dan dinalar terlebih dahulu. Ketika anak berpikir inuitif, anak hanya melihat pada satu sisi saja tidak memikirkan aspek lain. Pemikiran anak yang mulai berpikir simbolik dan intuitif merupakan tahap perkembangan pra-operasional. Tahap pra-oprasional menurut Paul Suparno (2001: 49) dicirikan dengan adanya fungsi semiotik, yaitu penggunaan simbol atau tanda untuk menjelaskan suatu objek yang tidak ada.

(31)

16

Sedangkan menurut Paul Suparno (2001: 62-67) terdapat beberapa ciri perkembangan pemikiran anak 4-5 tahun yaitu:

a. Pemikiran egosentris

Anak belum dapat melihat pandangan orang lain. Anak menganggap bahwa apa yang ia pikirkan adalah benar.

b. Adaptasi yang tidak disertai gambaran yang akurat

Anak belum mampu untuk mengingat informasi secara menyeluruh. Menurut Piaget dan Inhelder (dalam Paul Suparno, 2001: 63) bahwa anak memiliki banyak ingatan dan pengalaman namun belum dapat menyajikannya secara terstruktur.

c. Reversibilitas belum terbentuk

Menurut Paul Suparno (2001: 64) bahwa bila pemikiran orang sudah reversibel maka ia dapat mengikuti garis pemikiran kembali ke permulaan. Anak pra-operasional belum terbentuk secara lengkap.

d. Pengertian kekekalan belum lengkap

Kekekalan merupakan konsep jumlah suatu benda tetap sama meskipun ada perubahan dalam unsur-unsurnya (Paul Suparno, 2001: 65). Pada pra operasional konkret anak belum lengkap dalam kekekalan ini.

e. Klasifikasi figuratif

(32)

17 f. Relasi ordinal atau serial

Anak masih kebingungan untuk menyusun suatu hal. Misalnya anak masih terdapat kesalahan bila menyusun tongkat sesuai ketinggian.

g. Kausalitas

Anak mulai menyadari konsep sebab-akibat. Anak juga mulai menanyakan tentang dirinya dan lingkungannya meskipun belum menangkap seluruhnya.

Menutut beberapa ahli diatas anak umur 4-5 tahun berada pada tahap pra-operasional dan belum dapat berpikir secara logis. Pemikiran anak masih sederhana dan belum berpikir kompleks karena masih melihat sesuatu dengan satu sisi tanpa mempertimbangkan aspek lain.

B. Hakikat Kemampuan

(33)

18

hal yang berkaitan dengan sesuatu yang menunjukkan kesanggupan seseorang dalam melakukan sesuatu karena adanya latihan. Seseorang yang memiliki suatu kemampuan maka akan meringankan seseorang dalam melakukan tugasnya. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh anak yaitu kemampuan matematika. Menurut Ahmad Susanto (2001: 98) bahwa seseorang yang memiliki kemampuan dalam matematika maka akan dapat mengatur jalan pikir maupun memecahkan persoalan yang dihadapinya. Anak yang memiliki kemampuan matematika yang baik maka akan membantu anak dalam berpikir matematis dipendidikan tingkat lanjut

C. Hakikat Konsep

(34)

19

D. Konsep Lebih Banyak, Lebih Sedikit, Sama, Tidak Sama

1. Pengertian Konsep Lebih Banyak, Lebih Sedikit, Sama, dan Tidak Sama Kumpulan dari dua benda dapat dibandingkan jumlah ataupun ukurannya. Membandingkan menurut Carol Seefeldt dan Barbara A. Wasik (2008: 395) merupakan kegiatan membangun hubungan antara dua buah benda. Kegiatan membandingkan digunakan untuk mengetahui perbedaan dan kuantitas dari dua kumpulan benda yang ukuran maupun jumlah sama atau tidak sama. Menurut Sudaryanti (2006: 16) bahwa membandingkan angka merupakan syarat memahami makna lebih banyak, sedikit, dan sama banyak. Banyak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan sesuatu yang jumlahnya banyak. Sedikit menurut KBBI merupakan sesuatu yang jumlahnya tidak banyak. Sama menurut KBBI yaitu sesuatu yang sepadan, seimbang atau sebanding. Sedangkan tidak sama merupakan keadaan yang tidak sepadan maupun tidak sebanding.

Menurut Saibatin (2015) untuk membandingkan angka juga dapat diperkenalkan dengan:

1. Lebih banyak

Hal ini menyatakan bahwa benda tersebut jumlahnya melebihi benda yang dibandingkan.

2. Lebih sedikit

(35)

20 3. Sama

Hal ini menyatakan bahwa nilai benda jumlahnya sepadan dengan jumlah benda yang dibandingkan.

4. Tidak sama

Hal ini menyatakan bahwa nilai benda jumlahnya tidak sepadan dengan jumlah benda yang dibandingkan.

Dari beberapa pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa lebih banyak merupakan sesuatu yang jumlahnya lebih banyak dari jumlah benda yang dibandingkan, lebih sedikit merupakan sesuatu yang jumlahnya lebih sedikit dari bneda yang dibandingkan, sama banyak merupakan sesuatu yang jumlahnya sebanding (jumlahnya sama), dan tidak sama banyak merupakan sesuatu yang tidak sebanding (jumlahnya tidak sama). Mengenal konsep banyak, sedikit, sama, dan tidak sama merupakan kegiatan dalam membandingkan jumlah dua kumpulan benda. Syarat untuk seseorang dapat mengenal konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama banyak, dan tidak sama banyak yaitu mampu membilang.

2. Membilang

(36)

21

Membilang merupakan tahap awal dari anak mengenal angka-angka. Menurut Reys dkk (dalam Tombokan Runtukahu dan Selpius Kandou, 2014: 98) terdapat empat prinsip membilang yaitu:

a. Setiap objek yang akan dibilang harus dihubungkan dengan nama bilangan. b. Nama bilangan harus disesuaikan dengan urutan objek tertentu.

c. Membilang tidak perlu mulai dari objek yang pertama. d. Nama bilangan terakhir merupakan jumlah objek.

Pada anak usia dini angka-angka tersebut tidak bermakna. Padahal bilangan merupakan simbol banyaknya benda. Sehingga dapat disimpulkan bahwa membilang merupakan kemampuan dalam menyebut bilangan sehingga dapat mengerti banyaknya benda yang dihitung. Mengenalkan membilang untuk anak usia dini menggunakan media yang menarik maupun dengan bermain. Selain itu kegiatan membilang pada anak dapat juga menggunakan metode bernyanyi sehingga mudah untuk diingat oleh anak.

3. Mengenal Konsep Lebih Banyak, Lebih Sedikit, Sama, dan Tidak Sama Kelompok A

Konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama, dan tidak sama sudah dapat diperkenalkan pada anak kelompok A. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 137 tahun 2014 tentang Standar Isi Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak terdapat indikator anak usia 4-5 tahun mengenai belajar memecahkan masalah yaitu:

1. Mengenal benda berdasarkan fungsi.

(37)

22

5. Mengkreasikan sesuatu sesuai dengan idenya sendiri. 6. Mengamati benda dan gejala dengan rasa ingin tahu. 7. Mengenal pola kegiatan dan menyadari pentingnya waktu. 8. Memahami posisi/kedudukan dalam keluarga.

Salah satu yang disebutkan dalam indikator pencapaian perkembangan anak adalah anak usia 4-5 tahun sudah dapat memahami konsep banyak dan sedikit. Dalam mengenalkan konsep banyak, sedikit, sama, dan tidak sama, anak harus mampu untuk membilang dan mengerti konsep “lebih banyak dari angka satu”. Hal ini sesuai dengan Carol Seefeldt dan Barbara A. Wasik (2008: 393)

bahwa ketika anak sedang berhitung maka anak sedang mengembangkan kesadaran tentang “lebih banyak”, “kurang banyak”. Untuk mengenalkan konsep

lebih banyak, lebih sedikit, sama, dan tidak sama pada anak usia 4-5 tahun dapat menggunakan benda konkret sehingga anak mendapatkan pengalaman langsung terkait dengan benda konkret tersebut.

E. Benda Konkret

1. Pengertian Benda Konkret

(38)

23

benda konkret merupakan benda yang benar-benar nyata sehingga dapat dijangkau dengan seluruh indera dan digunakan dalam proses pembelajaran secara nyata. 2. Macam-Macam Benda Konkret

Benda konkret dapat ditemukan di lingkungan sekitar dan sangat dekat dengan anak. Menurut Sungkono (2007: 29) benda asli dapat dikelompokkan menjadi benda asli alami dan benda asli buatan manusia. Benda asli alami merupakan benda yang benar-benar asli dari alam sedangkan benda asli buatan manusia merupakan benda asli yang dibuat oleh manusia dan bentuknya sudah berubah dari aslinya. Benda asli alami dan benda asli buatan manusia dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang efektif untuk anak. Benda tersebut sama-sama memberikan pengaruh yang baik untuk meningkatkan pengetahuan anak.

Benda-benda konkret memiliki macam yang sangat bervariasi. Menurut Degeng dalam Sungkono (2007: 28) menyebutkan bahwa benda konkret diklasfikasikan menjadi dua yaitu objek dan specimen. Objek merupakan benda yang benar-benar asli berdasarkan benda itu hidup sedangkan specimen

merupakan benda yang mewakili benda asli yang dirangkai sesuai dengan keadaan aslinya.

Menurut Sungkono (2007: 28) bahwa specimen dikelompokkan menjadi dua yaitu:

a. Specimen benda hidup seperti aquarium, kebun binatang, insectarium,

(39)

24

b. Specimen benda mati seperti herbarium (bagian tumbuhan yang dikeringkan), batuan mineral, awetan dalam botol.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa benda konkret dapat dibedakan menjadi benda asli alami dan benda asli buatan. Benda asli alami merupakan benda asli yang benar-benar asli dari alam sedangkan benda asli buatan merupakan benda yang dibuat oleh manusia serupa dengan bentuk aslinya. Benda konkret yang akan digunakan untuk mengenal konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama, dan tidak sama menggunakan benda konkret asli buatan manusia.

3. Penggunaan Benda Konkret

Penggunaan benda konkret dalam pembelajaran dapat membuat proses belajar menjadi lebih efektif. Menurut Basuki Wibawa & Farida Mukti (1993: 55) bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan guru dalam menggunakan benda konkret yaitu:

a. Karena benda nyata ini banyak macamnya mulai dari benda-benda hidup, sampai benda mati, maka perlu dipertanyakan benda-benda atau makhluk hidup apakah yang mungkin dapat dimanfaatkan di kelas secara efisien.

b. Bagaimanakah cara agar benda-benda itu sesuai dengan pola belajar-mengajar di kelas.

c. Darimanakah kita dapat memperoleh benda-benda itu.

Sedangkan menurut Sungkono (2007: 31) menyebutkan ada tahap-tahap pemanfaatan benda asli yaitu:

a. Menyiapkan diri sendiri.

(40)

25 b. Menyiapkan lingkungan dan perlengkapan.

Guru menyiapkan lingkungan yang akan digunakan untuk pembelajaran dengan memperhatikan luas lingkungan dan kondisinya.

c. Menyiapkan siswa.

Benda yang dipilih sesuai dengan tahap berfikir anak, memperkirakan berapa jumlah siswa yang terlibat, bagaimana pebelajarannya.

d. Menyiapkan media.

Guru menyiapkan benda asli yang akan digunakan dalam pembelajaran sesuai dengan rencana dan memperhatikan kondisi kelayakan bahan asli tersebut. e. Menyiapkan kegiatan tindak lanjut.

Guru menyiapkan kegiatan yang akan dilakukan pada hari itu dengan pemberian tugas maupun eksperimen.

f. Menyiapkan evaluasi.

Evaluasi ini diperlukan untuk mengetahui tingkat kecapaian anak dalam dan dapat digunakan untuk perbaikan di kegiatan berikutnya.

Dari beberapa pendapat dari tokoh diatas maka menggunakan benda konkret sebagai media pembelajaran perlu disiapkan sejak sebelum pembelajaran dimulai hingga pembelajaran selesai sehingga di akhir kegiatan guru dapat merefleksi kegiatan dengan penggunaan benda konkret tersebut untuk pembelajaran berikutnya lebih baik lagi.

4. Kelebihan dan Kekurangan Benda Konkret

(41)

26

55) bahwa memanfaatkan benda konkret sebagai media pembelajaran siswa akan lebih aktif dan dapat mengamati, menangani, memanipulasi, mendiskusikan, dan menjadi alat untuk meningkatkan kemauan siswa menggunakan sumber belajar serupa. Menurut Sungkono (2007: 35) bahwa kehadiran benda konkret akan mampu menjaga perhatian dan menumbuhkan kegiatan yang aktif.

Menurut Ibrahim dan Syaodih (2008: 118) bahwa terdapat kelemahan dan kekurang benda konkret yaitu:

a. Kelebihan

1) Memberikan kesempatan semaksimal mungkin kepada anak untuk mempelajari dan melaksanakan tugas-tugas dalam situasi nyata.

2) Memberi kesempatan kepada anak untuk mengalami sendiri situasi yang sesungguhnya dan melatih keterampilan menggunakan alat inderanya sebanyak mungkin.

b. Kekurangan

1) Biaya yang diperlukan terkadang tidak sedikit apalagi ditambah dengan kemungkinan kerusakan dalam penggunaannya.

2) Tidak selalu dapat memberikan gambaran dari benda yang sebenarnya sehingga pembelajaran perlu didukung dengan media lain.

(42)

27

tidak selalu dapat mencangkup seluruh gambaran yang sesuai dengan aslinya. Oleh karena itu perlu adanya media yang mendukung sehingga pembelajaran dengan menggunakan benda konkret dapat dilakukan secara optimal.

F. Tinjauan Taman Kanak-kanak 1. Pengertian Taman Kanak-kanak

Salah satu jenis jalur pendidikan formal adalah Taman Kanak-kanak. Taman Kanak-kanak menurut Helmawati (2015: 49) yaitu pendidikan jalur formal untuk anak usia dini usia 4-6 tahun. Sedangkan menurut Maimunah (2012: 355) Taman Kanak-knak merupakan jenjang pendidikan formal setelah play groub. Dari beberapa pendapat tersebut maka sapat disimpulkan bahwa Taman Kanak-kanak merupakan tempat untuk mengenalkan sesuatu hal ataupun pembelajaran untuk anak usia 4-6 tahun. Di Taman Kanak-kanak biasanya terdapat dua kelompok yaitu kelompok A dengan usia 4-5 tahun dan kelompok B dengan usia 5-6 tahun. Pembelajaran di Taman Kanak-kanak dilakukan untuk mengembangkan dan menstimulasi enam aspek perkembangan anak yaitu nilai agama moral, bahasa, fisik motorik, kognitif, sosial emosional, dan seni. Semua aspek perkembangan tersebut distimulasi dengan baik sesuai dengan tahap perkembangan anak.

2. Metode Pembelajaran

(43)

28

Moeslichatoen (2004: 24) ada beberapa metode yang dapat digunakan di Taman Kanak-kanak yaitu:

a. Metode bermain.

Bermain sangat penting untuk pertumbuhan anak. Bermain menurut Moeslichatoen (2004: 24) merupakan kegiatan yang memberikan kepuasan pada anak dan bersifat nonserius. Metode bermain sambil belajar merupakan metode yang tepat untuk anak usia dini karena pada usia dini anak paling mudah mengingat sesuatu apabila menggunakan permainan.

b. Karyawisata

Karyawisata menurut Hildebrad (dalam Moeslichatoen, 2004: 25) anak mendapatkan kesempatan ntuk mengobservasi dan mengamati langsung. Dengan begitu anak akan menemukan pengalaman sendiri secara langsung.

c. Bercakap-Cakap

Menurut Moeslichatoen (2004: 26) bercakap-cakap dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Dengan menggunakan metode bercakap-cakap maka akan menambah perbendaharaan kata. Menggunakan metode bercakap-cakap maka anak juga akan mampu mengekspresikan apa yang ia pikirkan.

d. Bercerita

(44)

29 e. Demonstrasi

Demonstrasi menurut Moeslichatoen (2004: 27) merupakan kegiatan menunjukkan dan menjelaskan cara mengerjakan sesuatu. Dengan adanya demonstrasi maka anak akan lebih paham dalam mengerjakan suatu hal.

f. Proyek

Menurut Moeslichatoen (2004: 27) metode proyek merupakan metode yang digunakan untuk memecahkan suatu masalah. Kegiatan proyek sangat penting dalam pembelajaran anak usia dini karena dapat meningkatkan kerjasama antar anak.

g. Pemberian tugas

Menurut Moeslichatoen (2004: 28) pemberian tugas diberikan pada anak untuk mengerjakan tugas sesuai petunjuk guru.

Dari beberapa metode pembelajaran yang telah disebutkan di atas maka dalam mengenal konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama banyak, dan tidak sama banyak menggunakan metode pembelajaran demonstrasi dan pemberian tugas. Guru mendemonstrasikan cara bagaimana menghitung dengan menggunakan benda konkret dan selanjutnya guru memberikan tugas kepada anak sesuai dengan petunjuk guru, baik menghitung dengan menggunakan benda konkret maupun saat mengerjakan LKA yang diberikan oleh guru.

G. Penelitian Relevan

(45)

30

Mengenal Konsep Banyak–Sedikit Melalui Media Papan Flanel Pada Anak Kelompok A di TK ABA Pampang II Gunungkidul”. Hasil penelitian tersebut

menyebutkan bahwa pengenalan banyak-sedikit dapat diperkenalkan di kelompok TK A dengan memberi tanda yang sesuai pada kelompok benda mengalami kenaikan. Hasil penelitian ini pada Siklus I dengan kriteria baik terdapat 9 anak (47,4%) dan pada Siklus II dengan kriteria baik meningkat menjadi 17 anak (89,5%) . Penelitian lain yang dilakukan oleh Zaroh Nurlaily (2012) dengan judul “Upaya Meningkatkan Mengenal Angka Melalui Penggunaan Benda Konkret pada Anak Kelompok A di TK ABA Pampang II Gunungkidul”. Hasil dari

penelitian ini pada Siklus I dengan kriteria baik hanya 7 anak (53,83%) dan pada Siklus II dengan kriteria baik meningkat menjadi 11 anak (84,62%). Sehingga penggunaan benda konkret sangat cocok digunakan di kelompok A dengan rentang usia anak 4-5 tahun.

H. Kerangka Pikir

(46)

31

Mengingat teori Piaget (dalam Slamet Suyanto, 2005: 55) yang mengatakan bahwa anak usia 4-5 tahun berada pada tahap pra operasional. Dalam hal ini anak belum dapat berpikir abstrak. Anak masih membutuhkan bantuan benda konkret dalam memahami suatu pembelajaran yang sifatnya abstrak. Menurut Basuki Wibawa dan Farida Mukti (1993: 55) bahwa memanfaatkan benda konkret sebagai media pembelajaran siswa akan lebih aktif dan dapat mengamati, menangani, memanipulasi, mendiskusikan, dan menjadi alat untuk meningkatkan kemauan siswa menggunakan sumber belajar serupa. Sedangkan menurut Ibrahim dan Syaodih (2008: 118) bahwa benda konkret dapat memberi kesempatan untuk anak mengalami situasi yang nyata dan melatih menggunakan alat inderanya sebanyak mungkin. Melihat teori tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan benda konkret maka anak dapat merasakan, melihat, dan berinteraksi dengan benda konkret tersebut. Anak dapat berinteraksi dengan menghitung langsung menggunakan benda konkret.

(47)

32

Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat dibuat kerangka pikir yaitu:

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir

Usia 4-5 tahun anak sudah dapat mengenal konsep banyak dan sedikit. Membandingkan dengan lebih banyak, lebih sedikit, sama, dan tidak sama merupakan hal yang sama dengan membandingkan dua kelompok benda.

Di lapangan menunjukkan kemampuan mengenal konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama, dan tidak sama di kelompok A2 masih rendah. Faktor penyebabnya yaitu media yang digunakan guru jarang menggunakan benda konkret, guru belum banyak menggunakan alat peraga dalam pembelajaran sehingga perhatian anak kurang fokus.

Peningkatan kemampuan mengenal konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama, dan tidak sama menggunakan benda konkret di kelompok A2.

Benda konket merupakan benda yang nyata sesuai dengan aslinya. Melalui benda konkret anak dapat belajar dengan mudah karena anak dapat berinteraksi langsung dengan benda konkret, menghitung langsung, melihat, dan lebih aktif dalam pembelajarannya.

(48)

33 I. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka pikir tersebut peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut “Kemampuan mengenal konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama, tidak

(49)

34 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Suharsimi, Suhardjono, dan Supardi (2015: 2) Penelitian Tindakan Kelas adalah penelitian yang memaparkan proses maupun hasil di kelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Sedangkan menurut Suroso (2009: 30) Penelitian Tindakan Kelas merupakan penelitian dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan meningkatkan praktik pembelajaran di kelas. Dapat disimpulkan bahwa Penelitian Tindakan Kelas merupakan penelitian yang sengaja dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran di dalam kelas tersebut. Penelitian ini dilakukan oleh guru kelas dan dapat berkolaborasi dengan teman sejawat ataupun orang yang ahli dalam penelitian ini.

(50)

35

komponen yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Dalam hal ini satu siklus terdapat tahapan perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Alur dan tahapan dari model penelitian ini menunjukkan sebuah siklus yang dapat dijelaskan pada Gambar 2.

Keterangan:

Siklus 1:

1. Perencanaan I

2. Tindakan dan Observasi I 3. Refleksi I

Siklus 2:

4. Perencanaan II

5. Tindakan dan Observasi II 6. Refleksi II

Gambar 2. Model Penelitian Tindakan Kelas dari Kemmis dan Taggart (Wijaya Kusumah & Dedi Dwitagama, 2011: 21)

(51)

langkah-36

langkahnya seperti pada Siklus I dan seterusnya hingga memenuhi target keberhasilan.

B. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek dari penelitian ini adalah seluruh anak kelompok A2 tahun ajaran 2016/2017 di TK ABA Gendingan yang berjumlah 13 anak dengan 7 anak perempuan dan 6 anak laki-laki.

2. Objek Penelitian

Objek dari penelitian ini adalah kemampuan mengenal konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama, dan tidak sama menggunakan benda konkret.

C. Tempat Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan di TK ABA Gendingan yang memiliki alamat Jalan Wachid Hasyim No. 25 Komplek Masjid Pertiwi Gendingan, Ngampilan, Yogyakarta.

D. Waktu Penelitian

(52)

37

E. Setting Penelitian

Setting penelitian ini dilakukan di dalam ruang kelas A2. Pemilihan setting

di dalam kelas yaitu agar anak dapat fokus dan guru dapat dengan mudah mengkondisikan anak.

F. Prosedur Penelitian

Sesuai dengan adanya tahapan siklus Model dari Kemmis dan Taggart tersebut maka dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Perencanaan

Perencanaan pada penelitian ini menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, dimana, siapa, dan bagaimana tindakan itu dilakukan. Dalam hal ini peneliti melakukan tindakan pengamatan terhadap proses berlangsungnya penelitian dan guru sebagai pihak yang melakukan tindakan. Sebagai tahap persiapan awal peneliti melakukan observasi terhadap keadaan umum sekolah yang meliputi sarana prasarana, proses pembelajaran, strategi pembelajaran, dan aktifiktas anak saat pembelajaran. Peneliti membuat rencana tindakan yang akan diberikan pada anak yaitu tema, permasalahan, strategi pembelajaran, media, aktifiktas guru, dan anak serta hal-hal yang akan diobservasi dan dievaluasi. Persiapan yang akan dilakukan antara lain:

(53)

38

2) Mempersiapkan media yang digunakan dalam pembelajaran. Media pembelajaran berupa benda konkret yang akan digunakan untuk mengenal konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama, dan tidak sama. Benda konkret yang dipilih sesuai dengan tema.

3) Menyusun dan mempersiapkan lembar observasi serta instrumen penelitian dalam mengenal konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama, dan tidak sama di kelompok A2.

4) Menyiapkan LKA (Lembar Kerja Anak) yang berhubungan dengan konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama, dan tidak sama.

b. Tindakan

Pada tahap tindakan ini peneliti dan guru melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH) yang telah dibuat. Peneliti sebagai pengamat sedangkan guru sebagai pelaksa kegiatan. Guru mengenalkan kepada anak tentang konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama, dan tidak sama dengan cara:

1) Guru mengajak anak untuk membilang dengan benar.

2) Menggunakan benda konkret, anak diminta untuk menghitung dua kelompok benda.

3) Guru bertanya pada anak mana yang lebih sedikit, lebih banyak, sama, dan tidak sama.

c. Observasi

(54)

39

Proses observasi dilakukan selama proses pembelajaran dengan panduan daftar observasi yang telah disiapkan. Membuat catatan saat pengamatan, menilai hasil pembelajaran.

d. Refleksi

Tahap refleksi merupakan tahap evaluasi kembali apa yang telah dilakukan selama pembelajaran berlangsung berdasarkan hasil pengamatan. Dari hasil observasi dapat diketahui apakah sudah sesuai kriteria atau belum. Apabila belum sampai pada pencapaian target maka akan dilakukan Siklus II yang bertujuan memperbaiki pembelajaran sebelumnya berdasarkan refleksi pada Siklus sebelumnya.

G. Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan ini digunakan untuk menentukan kapan penelitian ini akan dihentikan. Penelitian ini akan dihentikan apabila meningkatnya kemampuan mengenal banyak, sedikit, sama, dan tidak sama di kelompok A2 telah mencapai indikator keberhasilan yaitu 80% dengan kriteria sangat tinggi.

H. Metode Pengumpulan Data

(55)

40

berlangsung menggunakan lembar observasi. Observasi ini dilakukan untuk mengamati perilaku anak sebelum dan saat dilakukan tindakan. Observasi ini dilakukan untuk mengamati unjuk kerja anak saat menghitung menggunakan benda konkret serta mengamati proses saat anak sedang mengerjakan Lembar Kerja Anak yang diberikan guru. Dalam mengamati unjuk kerja anak maka digunakan pedoman lembar observasi yang terlampir.

I. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data saat penelitian berlangsung. Instrumen penelitian menurut Suharsimi Arikunto (2006: 160) merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan sistematis sehingga mudah diolah. Instrumen yang akan digunakan harus melalui expert judgement

atau dikonsultasikan dengan yang ahli sehingga kualitas instrumen dapat dipertanggungjawabkan.

(56)

41

observasi terhadap unjuk kerja kemampuan anak mengenal konsp lebih banyak, lebih sedikit, sama, dan tidak sama dapat dituang dalam tabel berikut.

Tabel 1. Kisi-Kisi Observasi

Variabel Sub Variabel Indikator

Kemampuan dalam

Membilang banyaknya benda

dengan menentukan

kelompok benda yang memiliki jumlah lebih banyak, lebih sedikit, sama, dan tidak sama serta.

Penelitian Tindakan Kelas mengenal konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama dan tidak sama memiliki indikator yang harus dicapai anak. Indikator tersebut akan dibuat rubrik penilaian sehingga dapat menentukan hasil yang dicapai siswa. Berikut merupakan tabel rubrik penilaian dalam mengenal konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama, dan tidak sama:

Tabel 2. Rubrik Penilaian Kemampuan Mengenal Konsep Lebih Banyak Aspek yang Diamati Kriteria Skor Deskripsi Membilang menentukan kelompok benda yang memiliki jumlah lebih banyak.

Cukup 2 Jika anak mampu membilang antara 1-10 dan dapat belum dapat menentukan kelompok benda yang memiliki jumlah lebih banyak.

Baik 3 Jika anak mampu membilang antara 1-10 dan mampu menentukan kelompok benda yang memiliki jumlah lebih banyak dengan bantuan guru.

Sangat Baik

(57)

42

Tabel 3. Rubrik Penilaian Kemampuan Mengenal Konsep Lebih Sedikit Aspek yang Diamati Kriteria Skor Deskripsi Membilang menentukan kelompok benda yang memiliki jumlah lebih sedikit.

Cukup 2 Jika anak mampu membilang antara 1-10 dan dapat belum dapat menentukan kelompok benda yang memiliki jumlah lebih sedikit.

Baik 3 Jika anak mampu membilang antara 1-10 dan mampu menentukan kelompok benda yang memiliki jumlah lebih sedikit dengan bantuan guru.

Sangat Baik

4 Jika anak mampu membilang antara 1-10 dan menentukan kelompok benda yang memiliki jumlah lebih banyak sendiri..

Tabel 4. Rubrik Penilaian Kemampuan Mengenal Konsep Sama Aspek yang Diamati Kriteria Skor Deskripsi Membilang menentukan kelompok benda yang memiliki jumlah sama.

Cukup 2 Jika anak mampu membilang antara 1-10 dan dapat belum dapat menentukan kelompok benda yang memiliki jumlah sama.

Baik 3 Jika anak mampu membilang antara 1-10 dan mampu menentukan kelompok benda yang memiliki jumlah sama dengan bantuan guru. Sangat

Baik

(58)

43

Tabel 5. Rubrik Penilaian Kemampuan Mengenal Konsep Tidak Sama Aspek yang Diamati Kriteria Skor Deskripsi Membilang menentukan kelompok benda yang memiliki jumlah tidak sama.

Cukup 2 Jika anak mampu membilang antara 1-10 dan dapat belum dapat menentukan kelompok benda yang memiliki jumlah tidak sama.

Baik 3 Jika anak mampu membilang antara 1-10 dan mampu menentukan kelompok benda yang memiliki jumlah tidak sama dengan bantuan guru.

Sangat Baik

4 Jika anak mampu membilang antara 1-10 dan menentukan kelompok benda yang memiliki jumlah tidak sama sendiri.

J. Metode Analisis Data

Tahap selanjutnya setelah mendapatkan data dari hasil observasi dan LKA yaitu analisis. Data tersebut diolah agar mendapatkan hasil sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Menurut Wina Sanjaya (2009: 106) menganalisis data merupakan proses mengolah dan menginterprestasikan data untuk memperoleh data yang jelas dan memiliki arti sesuai dengan tujuan penelitian. Dengan adanya analisis data maka dapat dibuktikan tentang ada tidaknya perbaikan setelah melakukan tindakan penelitian.

Metode analisis data dapat dilakukan dengan analisis kuantitatif. Menurut Wina Sanjaya (2009: 106) analisis data kuantitatif yaitu untuk menentukan peningkatan hasil belajar siswa dari pengaruh tindakan yang dilakukan guru. Sedangkan menurut Sa’dun Akbar (2010: 8) bahwa analisis kuantitatif yaitu hasil

(59)

44

dapat disimpulkan bahwa analisis kuantitatif yaitu analisis yang menggunakan angka sebagai hasil dari tindakan yang diberikan guru. Data yang dianalisis merupakan data dari observasi unjuk kerja anak dan proses mengerjakan LKA saat melakukan kegiatan pmbelajaran mengenal konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama, dan tidak sama. Teknik analisis kuantitatif adalah teknik menganalisis dengan melihat skor yang didapat anak pada kegiatan mengenal konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama, dan tidak sama. Ketuntasan belajar siswa dapat menentukan apakah siswa telah mencapai target keberhasilan yang diinginkan ataukah belum. Menurut Acep Yoni (2010: 176) untuk menentukan ketuntasan belajar siswa maka dapat dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif sederhana dengan rumus:

Kemudian data tersebut diinterprestasikan ke dalam empat tingkatan yaitu: a. Kriteria sangat tinggi dengan nilai yang diperoleh antara 75% - 100%.

(60)

45 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Kondisi Awal Sebelum Tindakan

Sebelum melakukan Tindakan Penelitian Kelas hal pertama yang dilakukan peneliti adalah melakukan observasi. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa kemampuan kognitif anak terutama dalam mengenal konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama, dan tidak sama masih banyak anak yang merasa kesulitan dan kebingungan. Ketika pembelajaran berlangsung, guru menerangkan dalam bentuk tulisan tanpa alat peraga dan hanya menggunakan Lembar Kerja Anak dalam mengejakan konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama, dan tidak sama. Anak juga terlihat bosan dan tidak tertarik dalam pembelajaran yang diberikan guru. Dari pengamatan tersebut didapat data mengenal konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama, dan tidak sama di kelompok A2 sebagai berikut. Tabel 6. Hasil Kondisi Awal Sebelum Tindakan.

No Materi Hasil Pra Siklus Rata-Rata

Unjuk Kerja LKA

1 Sama. 50% 44,2% 47,1%

2 Tidak sama. 46,1% 46,1% 46,1%

3 Lebih banyak. 46,1% 40,3% 43,2%

4 Lebih sedikit. 46,1% 42,3% 44,2%

(61)

46

keberhasilan yang ditetapkan. Dengan demikian perlu adanya tindakan dalam meningkatkan kemampuan mengenal konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama, dan tidak sama melalui benda konkret.

2. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas Siklus I a. Perencanaan

Dalam tahap perencanaan, peneliti menyiapkan beberapa hal yaitu: 1) Merencanakan jadwal dan tema.

Penelitian tindakan kelas Silkus I ini dilakukan 4 kali pertemuan. Dalam penelitian ini, tema menyesuaikan dengan tema yang sedang digunakan.

2) Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH)

Penyusunan RPPH dilakukan oleh guru dan peneliti. Kegiatan dilakukan sesuai dengan tema dan sub tema yang sedang digunakan.

3) Menyiapkan media pembelajaran dan Lembar Kerja Anak (LKA)

Peneliti menyiapkan media pembelajaran konkret dengan membuat miniatur yang disesuaikan dengan tema dan sub tema yang terdiri dari bus, setir mobil, pak kusir, dan kuda. LKA dibuat oleh peneliti juga sesuai dengan tema dan sub tema.

4) Menyiapkan alat dokumentasi dan lembar check list.

(62)

47 b. Tindakan

1) Siklus I Pertemuan 1

Siklus I pertemuan 1 dilaksanakan pada hari Senin, 6 Februari 2017 dengan indikator sama dan tidak sama. Benda konkret yang digunakan pada pertemuan pertama adalah miniatur bus. Pada pertemuan ini guru menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan pada hari itu. Kegiatan pertama yaitu mengenalkan konsep sama dan tidak sama dan selnjutnya melakukan kegiatan yang telah direncanakan oleh guru. Guru mengenalkan benda konkret pada anak yang akan digunakan dalam pembelajaran. Guru meletakkan beberapa miniatur bus menjadi dua kelompok dan anak bersama-sama menghitung jumlah dua kelompok bus tersebut.

Guru menanyakan kepada anak klompok mana benda yang memiliki jumlah sama dan mana yang memiliki jumlah tidak sama. Kegiatan ini dilakukan berulang-ulang agar anak memahaminya. Selanjutnya guru mempersiapkan satu baris pasangan kelompok benda konkret dan meminta satu-persatu anak untuk mencoba menghitung dan membandingkan kedua kelompok benda. Setiap anak mendapatkan soal konsep sama dan tidak sama. Setelah menghitung menggunakan benda konkret, anak diminta untuk mengerjakan LKA. Berikut merupakan hasil dari kemampuan anak mengenal konsep sama dan tidak sama. Tabel 7. Hasil Mengenal Konsep Sama dan Tidak Sama Siklus I Pertemuan 1

Hari Indikator Hasil Rata-Rata

(63)

48

Dari tebel di atas maka dapat dilihat perbandingan antara Pra Tindakan dengan hasil dari Siklus I pertemuan 1 yaitu:

Tabel 8. Perbandingan Pra Siklus dengan Siklus I Pertemuan 1.

Materi Pra Siklus Siklus I Pertemuan 1

Sama 47,1% 66,3%

Tidak Sama 46,1% 64,35%

Dengan melihat tabel perbandingan hasil antara Pra Siklus dengan Siklus I pertemuan 1 terlihat bahwa kemampuan anak mengenal konsep sama dan tidak sama telah meningkat.

2) Siklus I Pertemuan 2

(64)

49

mengerjakan LKA. Berikut merupakan hasil dari kemampuan anak mengenal konsep sama dan tidak sama:

Tabel 9. Hasil Mengenal Konsep Sama dan Tidak Sama Siklus I Pertemuan 2

Hari Indikator Hasil Rata-Rata

Unjuk Kerja LKA

Rabu, 8 Februari 2017 Sama 75 % 73 % 74%

Tidak Sama 78,8 % 71,1 % 74,95%

Dari tebel di atas maka dapat dilihat perbandingan antara Siklus I pertemuan 1 dengan hasil dari Siklus I pertemuan 2 yaitu:

Tabel 10. Perbandingan Siklus I Pertemuan 1 dengan Siklus I Pertemuan 2. Materi Siklus I Pertemuan 1 Siklus I Pertemuan 2

Konsep Sama 66,3% 74%

Konsep Tidak Sama 64,35% 74,95%

Dengan melihat tabel perbandingan hasil antara Siklus I pertemuan 1 dengan Siklus I pertemuan 2 terlihat bahwa kemampuan anak mengenal konsep sama dan tidak sama telah meningkat.

3) Siklus I Pertemuan 3

(65)

50

Guru menjelaskan kepada anak bahwa tidak sama dapat dibagi lagi dalam kelompok lebih banyak dan lebih sedikit. Kegiatan ini dilakukan berulang-ulang. Selanjutnya guru mempersiapkan satu baris pasangan kelompok benda konkret dan meminta satu-persatu anak untuk mencoba menghitung. Setiap anak mendapatkan soal lebih banyak dan lebih sedikit. Berikut merupakan hasil dari kemampuan anak mengenal konsep lebih banyak dan lebih sedikit:

Tabel 11. Hasil Mengenal Konsep Lebih Banyak dan Lebih Sedikit Siklus I Pertemuan 3

Hari Indikator Hasil Rata-Rata

Unjuk Kerja LKA

Kamis, 9 Februari 2017 Lebih Banyak 65,3 % 61,5 % 63,4% Lebih Sedikit 69,2 % 65,3 % 67,25%

Dari tebel di atas maka dapat dilihat perbandingan antara Pra Siklus dengan hasil dari Siklus I pertemuan 3 yaitu:

Tabel 12. Perbandingan Pra Siklus dengan Siklus I Pertemuan 3.

Materi Pra Siklus Siklus I Pertemuan 3

Lebih Banyak 43,2% 63,4%

Lebih Sedikit 44,2% 67,25%

Dengan melihat tabel perbandingan hasil antara Pra Siklus dengan Siklus I pertemuan 3 terlihat bahwa kemampuan anak mengenal konsep konsep lebih banyak dan lebih sedikit meningkat.

4) Siklus I Pertemuan 4

(66)

51

konkret tersebut diletakkan oleh guru di atas kertas asturo menjadi dua kelompok benda konkret. Selajutnya anak diminta untuk menghitung benda konkret yang sudah disediakan oleh guru. Guru menanyakan pada anak jumlahnya sama atau tidak.

Guru mengingatkan kepada anak bahwa tidak sama dapat dibagi lagi dalam kelompok lebih banyak dan lebih sedikit. Guru memberikan contoh tentang cara menghitung konsep sama dan tidak sama. Kegiatan ini dilakukan berulang-ulang sehingga anak mudah memahaminya. Selanjutnya guru mempersiapkan satu baris pasangan kelompok benda konkret dan meminta satu-persatu anak untuk mencoba menghitung. Setiap anak mendapatkan soal lebih banyak dan lebih sedikit. Setelah mengerjakan menghitung benda konkret, anak diminta mengerjakan LKA mengenai konsep lebih banyak dan lebih sedikit. Berikut merupakan hasil dari kemampuan anak mengenal konsep lebih banyak dan lebih sedikit:

Tabel 13. Hasil Mengenal Konsep Lebih Banyak dan Lebih Sedikit Siklus I Pertemuan 4

Hari Indikator Hasil Rata-Rata

Unjuk pertemuan 3 dengan hasil dari Siklus I pertemuan 4 yaitu:

Tabel 14. Perbandingan Pra Siklus dengan Siklus I Pertemuan 1.

Materi Siklus I Pertemuan 3 Siklus I Pertemuan 4

Lebih Banyak 63,4% 75,95%

(67)

52

Dengan melihat tabel perbandingan hasil antara Siklus I pertemuan 3 dengan Siklus I pertemuan 4 terlihat bahwa kemampuan anak mengenal konsep lebih banyak dan lebih sedikit meningkat.

c. Observasi

Selama kegiatan penelitian berlangsung, peneliti melakukan pengamatan yang bertujuan untuk mengamati kemampuan anak dalam mengenal konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama, dan tidak sama. Observasi dilakukan pada setiap pertemuan pada saat pembelajaran berlangsung dan nantinya akan dilakukan perhitungan rata-rata. Observai ini dilakukan oleh peneliti saat guru melakukan tindakan di kelas. Berikut merupakan tabel kemampuan dalam mengenal konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama, dan tidak sama Siklus I dari pertemuan pertama, kedua, ketiga, dan keempat.

Tabel 15. Kemampuan Mengenal Konsep Lebih Banyak, Lebih Sedikit, Sama, dan Tidak Sama Siklus I.

Pertemuan Materi Hasil

1 Mengenal konsep sama 66,3%

Mengenal konsep tidak sama 64,35%

2 Mengenal konsep sama 74%

Mengenal konsep tidak sama 74,95%

3 Mengenal konsep lebih banyak 63,4%

Mengenal konsep lebih sedikit 67,25%

4 Mengenal konsep lebih banyak 75,95%

Mengenal konsep lebih sedikit 77,85%

(68)

53

tidak sama menggunakan benda konkret pada Siklus I dari pertemuan pertama, kedua, ketiga, dan keempat.

Tabel 16. Rata-Rata Kemampuan Mengenal Konsep Lebih Banyak, Lebih Sedikit, Sama, dan Tidak Sama Siklus I.

No Materi Hasil 1 Hasil 2 Rata-Rata

1 Mengenal konsep sama 66,3% 74% 70,15%

2 Mengenal konsep tidak sama 64,35% 74,95% 69,65% 3 Mengenal konsep lebih banyak 63,4% 75,95% 69,67% 4 Mengenal konsep lebih sedikit 67,25% 77,85% 72,55%

Dengan menggunakan benda konkret sebagai media, maka dalam mengenal konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama banyak, dan tidak sama banyak mengalami peningkatan. Dari tabel di atas maka dapat dilihat peningkatannya melalui grafik berikut.

Gambar 3. Grafik Perbandingan Hasil Pra Siklus dan Siklus I.

Berdasarkan grafik di atas bahwa kemampuan mengenal konsep sama pada saat pra tindakan yaitu 47,1%. Setelah diberi tindakan dapat meningkat menjadi 70,15%. Kemampuan mengenal konsep tidak sama pada saat pra tindakan yaitu 46,1%. Setelah diberi tindakan dapat meningkat menjadi 69,65%. Kemampuan mengenal konsep lebih banyak pada saat pra tindakan yaitu 43,2%.

0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00%

Sama (=) Tidak Sama (≠) Banyak (>) Sedikit (<)

47.10% 46.10% 43.20% 44.20%

70.15% 69.65% 69.67% 72.55%

(69)

54

Setelah diberi tindakan dapat meningkat menjadi 69,67%. Kemampuan mengenal konsep lebih sedikit pada saat pra tindakan yaitu 44,2%. Setelah diberi tindakan dapat meningkat menjadi 75,55%.

d. Reflesksi

Refleksi dilakukan oleh peneliti bersama dengan guru mendiskusikan mengenai pembelajaran yang telah dilakukan dan hambatan yang terjadi ketika pembelajaran mengenal konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama, dan tidak sama. Refleksi dilakukan setelah melihat pembeajaran Siklus I pada pertemuan pertama, kedua, ketiga, dan keempat. Refleksi ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pada Siklus II. Berikut merupakan hambatan pada Siklus I:

1) Media yang digunakan terlalu kecil sehingga anak suka kelompatan ketika menghitung benda konkret.

2) Masih banyak anak yang memasuki alas yang digunakan untuk menghitung sehingga mengganggu anak yang sedang menghitung.

Berdasarkan diskusi antara guru dengan peneliti maka dapat diberikan beberapa solusi untuk mengatasi hambatan pada Siklus I yaitu:

1) Media yang digunakan diperbesar sehingga anak lebih mudah melihat dan menghitung dengan teliti.

2) Ketika anak menjawab pertanyaan, guru meminta anak untuk maju ke depan satu persatu sesuai nomor presensi dan antri sehingga anak tidak duduk di alas yang digunakan untuk menghitung benda konkret dan guru selalu memberikan motivasi.

(70)

55

Berdasarkan hasil perbandingan rata-rata antara pra tindakan dengan Siklus I terdapat peningkatan yang cukup baik. Dari hasil observasi pada Siklus I belum mencapai indikator keberhasilan yang diinginkan sehingga peneliti bersama dengan guru merencanakan dan melakukan kembali penelitian tindakan ke Siklus II dengan adanya perbaikan sesuai dengan refleksi pada Siklus I.

3. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas Siklus II a. Perencanaan

Dalam tahap perencanaan, peneliti menyiapkan beberapa hal yaitu. 1) Merencanakan jadwal dan tema.

Penelitian tindakan kelas Silkus II ini dilakukan 4 kali pertemuan dengan. Dalam penelitian ini, tema yang digunakan oleh sekolah tersebut yaitu pekerjaan. 2) Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH)

Penyusunan RPPH dilakukan oleh guru dan peneliti. Kegiatan dilakukan sesuai dengan tema dan sub tema yang sedang digunakan.

3) Menyiapkan media pembelajaran dan Lembar Kerja Anak (LKA)

Peneliti menyiapkan media pembelajaran konkret dengan membuat miniatur yang disesuaikan dengan tema dan sub tema yang terdiri dari masinis, kereta, pilot, pesawat, dan headset. LKA dibuat oleh peneliti juga sesuai dengan tema dan sub tema.

4) Menyiapkan alat dokumentasi dan lembar check list.

Gambar

Gambar 2. Model Penelitian Tindakan Kelas dari Kemmis dan Taggart (Wijaya Kusumah & Dedi Dwitagama, 2011: 21)
Tabel 1. Kisi-Kisi Observasi
Tabel 3. Rubrik Penilaian Kemampuan Mengenal Konsep Lebih Sedikit
Tabel 5. Rubrik Penilaian Kemampuan Mengenal Konsep Tidak Sama
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis data dapat diketahui bahwa penerapan metode bermain konsep bilangan dengan benda dapat mengembangkan kemampuan kognitif anak kelompok B TK Dharma

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bermani dakon dapat meningkatkan kemampuan kognitif dalam mengenal konsep bilangan pada anak kelompok B TK ABA Sawahan Tahun

Belum optimalnya kemampuan mengenal konsep bilangan anak kelompok B TK Al-Istiqoomah dapat dilihat dari hasil observasi awal pra siklus yang menunjukkan kemampuan konsep

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mengenal lambang bilangan dengan menggunakan metode demonstrasi pada anak Kelompok B1 TK Al Hidayah

Anak yang sudah mampu mengenal angka dan mampu berhitung, selanjutnya anak akan diperkenalkan simbol dalam operasi bilangan seperti, tanda tambah (+) tanda kurang

Dan tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan kognitif dalam mengenal konsep bilangan anak Kelompok A di TK Dharma Wanita Tomba melalui penggunaan

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mengenal konsep angka 1-10 melalui flanel angka pada anak Kelompok A TK Dharma Wanita Salatiga.. Jenis

Meningkatkan Kemampuan Kognitif Anak Dalam Mengenal Konsep Bilangan Melalui Permainan Grafik Pada Kelompok A Tk Islam Al-Falah Kota Jambi: Skripsi, Program