commit to user
i
PENGGUNAAN DVD DUNIA HEWAN DALAM PEMBELAJARAN
UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KOSAKATA
ANAK TUNARUNGU-WICARA KELAS DII B SLB-B YRTRW
SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2010/2011
SKRIPSI
Oleh :
UMI SHOLIKHAH
NIM K5107043
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
ii
PENGGUNAAN DVD DUNIA HEWAN DALAM PEMBELAJARAN
UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KOSAKATA
ANAK TUNARUNGU-WICARA KELAS DII B SLB-BYRTRW
SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2010/2011
Oleh :
Umi Sholikhah
NIM K5107043
Skripsi
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi
Pendidikan Khusus Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
commit to user
commit to user
v
ABSTRAK
Umi Sholikhah. PENGGUNAAN DVD DUNIA HEWAN DALAM
PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KOSAKATA ANAK TUNARUNGU-WICARA KELAS DII B SLB-B YRTRW SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010/2011. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Maret 2011.
Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan penguasaan kosakata melalui penggunaan DVD dunia hewan pada anak tunarungu-wicara kelas DII B SLB-B YRTRW Surakarta tahun ajaran 2010/2011. Subjek dalam penelitian ini adalah anak kelas DII B SLB-B YRTRW yang berjumlah 6 orang.
Penelitian ini berbentuk classroom action research/Penelitian Tindakan
Kelas yaitu kajian sistematk tentang upaya meningkatkan mutu praktik pendidikan oleh sekelompok masyarakat melalui tindakan praktis yang mereka lakukan dan melalui refleksi atau hasil tindakan tersebut. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, tes dan dokumentasi. Untuk menguji validitas data, penulis menggunakan teknik triangulasi sumber data dan triangulasi metode pengumpulan data.Teknis analisis yang digunakan adalah dengan teknik statistik deskriptif komparatif untuk menghitung peningkatan prestasi belajar dan melakukan deskripsi secara kualitatif yaitu dengan analisis kritis.
commit to user
vi
ABSTRACT
Umi Sholikhah. THE USE OF ANIMAL WORLD DVD IN LEARNING TO
IMPROVE THE VOCABULARY MASTERY OF DEAF-MUTE DII B GRADERS OF SLB-B YRTRW SURAKARTA IN THE SCHOOL YEAR OF 2010/2011. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Surakarta Sebelas Maret University, March 2011.
The objective of research is to improve the vocabulary mastery using the animal world DVD in the deaf-mute DII B Graders of SLB-B YRTRW Surakarta in the school year of 2010/2011. The subject of research was DII B Graders of SLB-B YRTRW consisting of 6 students.
This study belongs to a Classroom Action Research, that is, a systematic study on the attempt of improving the quality of education practice by a group of society through practical action they do and reflection on such action result. Techniques of collecting data used were observation, test, and documentation. In order to validate the data, the writer used data source triangulation and data collection method triangulation techniques. Technique of analyzing data used was a descriptive statistic comparative technique to estimate the improvement of learning achievement and description making qualitatively by critical analysis.
commit to user
vii
MOTTO
“ Jadikanlah hari ini lebih baik dari hari kemarin”
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
(karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada ALLAH. Sekiranya ahli kitab beriman,
tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman,
namun kebanyakan mereka adalah orang- orang yang fasik”.
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
1. Bapak dan ibu tercinta yang telah membesarkan
dan mendidik dengan penuh cinta kasih dan jerih
payah yang luar biasa.
2. Kakakku mbak Siwi beserta suami yang telah
memberikan semangat untuk terus berkarya dalam
hidup.
3. Adikku Yuli yang membuatku belajar menjadi
seorang kakak serta keponakanku tersayang dek
Azzam yang memberiku keceriaan.
4. Teman-teman yang telah memberi dukungannya
dalam menyelesaikan karya ini.
5. Sahabat-sahabat yang selalu menghiasi
hari-hariku, terimakasih atas kebersamaan dan
persahabatannya.
6. Sahabat-sahabatku aktivis dakwah UNS yang
senantiasa memberikan nasehat dan semangatnya
untuk terus berjuang di jalan ALLAH.
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya skripsi ini akhirnya dapat terselesaikan untuk memenuhi sebagian persyaratan
mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam menyelesaikan skripsi ini, namun
berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini peneliti menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Bapak
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd yang telah memberikan izin dalam melakukan
penelitian;
2. Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas
Maret Surakarta, Bapak Drs. Rusdiana Indianto, M.Pd;
3. Ketua Program Studi Pendidikan Khusus Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Bapak Drs. Abdul Salim Choiri,
M.Kes sekaligus dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan selama proses
penyusunan skripsi ;
4. Sekretaris Program Studi Pendidikan Khusus Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Bapak Drs. Maryadi, M.Ag;
5. Bapak Priyono, S.Pd, M. Si yang selalu saya banggakan pula selaku Pembimbing II yang
telah memberikan bimbingan selama proses penyusunan skripsi;
6. Bapak Misdi, S.Pd selaku Kepala SLB-B YRTRW Surakarta yang telah memberikan izin
untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut;
7. Ibu Sri Kristiawati, S.Pd selaku guru kelas DII B SLB-B YRTRW Surakarta yang telah
bersedia bekerjasama dalam penelitian ini;
8. Seluruh bapak dan ibu guru SLB-B YRTRW Surakarta yang selalu ramah dan telah ikut
bekerjasama dengan peneliti selama pelaksanaan penelitian;
9. Siswa kelas DII B SLB-B YRTRW Surakarta yang telah membantu pelaksanaan penelitian;
commit to user
x
SMPN1 Mantingan, dan di SMAN 1 Widodaren, serta di Program Studi PLB FKIP UNS;
11. Teman-teman PLB ’07;
12. Penghuni dan mantan penghuni ”Kost Az-zimah”;
13. Temanku alumni Rohis SMAN 1 Widodaren, yang telah memotivasi untuk menyelesaikan
skripsi ini.
14. Teman-teman Aktivis Dakwah UNS
15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu peneliti dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya peneliti berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya.
Surakarta, April 2010
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... ... i
PENGAJUAN SKRIPSI……… ... ii
PERSETUJUAN……… ... iii
PENGESAHAN………. ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
MOTTO ... vii
PERSEMBAHAN………. ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR/SKEMA ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
DAFTAR GRAFIK ... xvii
BAB I PENDAHULUAN...1
A. Latar belakang.. ...1
B. Rumusan Masalah ...4
C. Tujuan Penelitian...4
D. Manfaat Penelitian...4
BAB II. LANDASAN TEORI...6
A. Tinjauan Pustaka...6
1. Tinjauan Tentang Anak Tunarungu-wicara...6
a. Pengertian Tunarungu-wicara...6
b. Klasifikasi Anak Tunarungu-wicara...8
commit to user
xii
d. Penyebab Anak Tunarungu...17
e. Prevalensi ...20
2. Tinjauan Tentang Hakikat Kosakata ...21
a. Pengertian Kosakata...21
b. Pengertian Penguasaan Kosakata...23
c. Cara Memperluas Kosakata...24
3. Tinjauan Tentang Media DVD Dunia Hewan...25
a. Pengertian Media Pendidikan...25
b. Klasifikasi Media Pendidikan...27
c. Pengertian DVD Dunia hewan...28
d. Aturan Praktis Media Visual...29
e. Kemampuan dan Kualitas DVD...31
B. Kerangka Berfikir ...33
C.Hipotesis Tindakan...33
BAB III METODE PENELITIAN ...34
A.Tempat dan Waktu penelitian ...36
1. Tempat Penelitian...36
2. Waktu Penelitian...36
B.Subjek Penelitian...37
C.Sumber Data...37
D.Teknik pengumpulan Data...37
1. Tes ...37
2. Observasi...38
3. Dokumentasi...40
E. Validitas Data...40
F. Teknik Analisis Data...41
G.Indikator Kinerja...42
H.Prosedur Penelitian...42
commit to user
xiii
2. Tahap Tindakan...43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...48
A.Hasil Penelitian...48
1. Deskripsi Kondisi awal...48
2. Deskripsi Siklus I...51
3. DeskripsiSiklus II...58
B.Pembahasan Penelitian...66
BAB V SIMPULAN DAN SARAN...69
A.Simpulan……….……..69
B.Saran……….………69
DAFTAR PUSTAKA………..……...71
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel
01. Lembar observasi...38
02. Indikator ketercapaian belajar siswa ...41
03. Rekapitulasi hasil pretest Bahasa Indonesia...49
04. Rekapitulasi hasil belajar Bahasa Indonesia siklus 1...…………...53
05. Peningkatan nilai hasil belajar Bahasa Indonesia dari pretest-siklus I...54
06. Rekapitulasi hasil belajar Bahasa Indonesia siklus II...61
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR/SKEMA
Halaman
Gambar
01. Skema Kerangka Berfikir...32
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran I Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ... 74
Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... 80
Lampiran 3 Lembar Observasi keaktifan siswa ... 86
Lampiran 4 Lembar Soal Tes Tertulis ... 87
Lampiran 5 Daftar Nilai Harian Kelas DII B SLB-BYRTRW ... 88
Lampiran 6 Rekapitulasi Hasil Pretest Bahasa Indonesia ... 89
Lampiran 7 Rekapitulasi Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siklus I ... 90
Lampiran 8 Rekapitulasi Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siklus II... 91
Lampiran 9 Rekapitulasi Hasil Postest Bahasa Indonesia ... 92
Lampiran 10 lembar Observasi Keaktifan Siswa Siklus I ... 93
Lampiran 11 lembar Observasi Keaktifan Siswa Siklus II ... 94
Lampiran 12 Data Siswa Kelas DII B SLB-BYRTRW ... 95
Lampiran 13 Surat Keputusan Dekan FKIP ... 96
Lampiran 14 Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi ... 97
Lampiran 15 Surat Permohonan Ijin Research/Try Out untuk Rektor... 98
Lampiran16 Surat Permohonan Ijin Research/Try Out untuk kepala sekolah... 99
Lampiran 17 Surat Keterangan Penelitian ... 100
commit to user
xvii
DAFTAR GRAFIK
01. Nilai hasil hasil pretest siswa tunarungu ... 50
02. Rekapitulasi hasil belajar Bahasa Indonesia Siklus I ... 53
03. Peningkatan nilai hasil belajar Bahasa Indonesia dari pretest-siklus I ... 55
04 Peningkatan nilai rata-rata hasil belajar Bahasa Indonesia
dari pretest-siklus I ... 56
05. Rekapitulasi hasil belajar Bahasa Indonesia siklus II ... 62
06. Peningkatan nilai hasil belajar Bahasa Indonesia
dari pretest-siklus I-siklus II ... 63
07 Peningkatan nilai hasil belajar Bahasa Indonesia
dari pretest-siklus I-siklus II ... 63
commit to user
commit to user BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu tujuan Pendidikan Nasional dalam UU No. 20 Sisdiknas tahun 2003
tentang sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan
menyatakan sebagai berikut:
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi anak didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlakul karimah, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah melalui lembaga pendidikan
memiliki kewajiban memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik sesuai
dengan kebutuhan peserta didik, begitupula anak berkebutuhan khusus membutuhkan
pendidikan layaknya anak normal pada umumnya.
Anak berkebutuhan khusus sudah pasti memerlukan pendidikan khusus.
Pendidikan khusus seperti yang tercantum dalam UU No. 20 tahun 2003 Pasal 32,
adalah pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial atau
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Layanan khusus untuk anak yang
memerlukan pendidikan khusus disesuaikan dengan jenis kelainan yang disandang.
Sekolah Luar biasa bagian B diperuntukkan bagi anak berkebutuhan khusus
yang mengalami gangguan pendengaran. Secara sekilas tidak ada gangguan fisik pada
anak tunarungu-wicara, tetapi setelah kita mencoba untuk mengajak berkomunikasi
dengan anak tunarungu maka barulah diketahui bahwa anak tidak mampu
commit to user
Adanya gangguan pada pendengarannya menyebabkan anak tunarungu
mengalami masalah dalam penguasaan bahasanya, Sardjono (2000: 45) menjelaskan
ciri-ciri anak tunarungu dalam segi penguasaan bahasanya antara lain: miskin dalam
kosa kata, sulit mengartikan ungkapan- ungkapan bahasa yang mengandung arti
kiasan, sulit mengartikan ungkapan- ungkapan bahasa yang mengandung irama dan
gaya bahasa.
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa anak tunarungu miskin dalam
kosakata yang menyebabkan anak mengalami gangguan perkembangan bahasanya.
karena kosakata adalah himpunan kata yang diketahui oleh seseorang atau entitas
lain, atau merupakan bagian dari suatu bahasa tertentu.
Kurangnya penguasaan kosakata anak dapat dilihat dari nilai harian Bahasa
Indonesia pada semester 1 yang masih rendah, hal ini terjadi pada beberapa siswa
kelas DII B SLB-B YRTRW yang berjumlah 6 orang yaitu siswa A, siswa B, siswa
C, siswa D, siswa E dan siswa F. Siswa A nilai harian rata-rata 50, siswa B nilai
harian rata-rata 55, siswa C nilai harian rata-rata 62, siswa D nilai harian rata-rata 62,
siswa E nilai harian rata-rata70, dan siswa F nilai harian rata-rata dalah 78. Dari data
tersebut menunjukkan bahwa penguasaan kosakata pada siswa masih rendah dilihat
dari hasil rata-rata nilai harian Bahasa Indonesia pada semester 1. Rendahnya
penguasaan kosakata mempengaruhi bahasa seseorang.
Bahasa merupakan alat komunikasi yang dipergunakan manusia dalam
mengadakan hubungan dengan sesamanya. Hal ini berarti bila sekelompok manusia
memiliki bahasa yang sama, maka mereka dapat saling bertukar pikiran mengenai
segala sesuatu yang dialami secara konkrit maupun abstrak.
Sutjihati Somantri (1996: 76) menjelaskan fungsi bahasa antara lain: bahasa
sebagai wahana untuk mengadakan kontak/hubungan, untuk mengungkapkan
perasaan kebutuhan dan keinginan, untuk mengatur dan menguasai tingkah laku
orang lain, untuk pemberian informasi dan untuk memperoleh pengetahuan. Tanpa
commit to user
dalam kehidupan sosial. Hal inilah yang kemudian dialami oleh anak tunarungu, ia
sulit mengambil bagian dalam kehidupan sosialnya.
Ada banyak factor yang mempengaruhi keberhasilan perolehan bahasa anak
tunarungu. Faktor-faktor tersebut adalah factor internal atau factor dalam diri anak
dan faktor eksternal atau faktor di luar diri anak. Faktor eksternal ini biasa disebut
factor lingkungan yang dimaksud dalam hal ini adalah lingkungan keluarga, sekolah
dan masyarakat. Lingkungan sekolah yang mempunyai pengaruh strategis bagi
perkembangan perolehan bahasa anak tunarungu adalah semua komponen sekolah
yang terdiri kepala sekolah, guru, sarana prasarana dan lingkungan sosial sekolah.
Untuk itu peningkatan kemampuan berbahasa melalui penguasaan kosakata
bagi anak tunarungu dengan adanya pembelajaran di lingkungan sekolah dengan
memanfaatkan sarana prasarana sekolah yang tersedia merupakan bagian penting,
baik dari proses pembelajaran suatu bahasa ataupun pengembangan kemampuan anak
tunarungu dalam suatu bahasa yang sudah dikuasai. Bagi anak normal sering
diajarkan kata-kata baru sebagai bagian dari mata pelajaran tertentu dan banyak pula
orang dewasa yang menganggap pembentukan kosakata sebagai suatu kegiatan
penting yang menarik dan edukatif. sama halnya dengan anak tunarungu,
pembentukan kosakata merupakan kegiatan yang penting tetapi anak tunarungu
mengalami kesulitan untuk memahami kosakata, untuk itu diperlukan suatu media
yang mampu meningkatkan penguasaan kosakata yang dimiliki anak tunarungu,
dalam hal ini penulis menggunakan media DVD dunia hewan dalam pembelajaran
untuk meningkatkan penguasaan kosakata anak karakteristik anak tunarungu-wicara,
gambarnya konkrit sesuai dengan kehidupan nyata sehingga anak tunarungu tertarik
untuk memperhatikan materi pembelajaran. Dengan adanya ketertarikan anak
mengikuti pelajaran, maka penyajian materi pembelajaran dengan menggunakan
DVD dunia hewan dapat meningkatkan penguasaan kosakata anak tunarungu-wicara.
commit to user B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
masalah yang dapat rumuskan adalah:
“Apakah penggunaan DVD dunia hewan dalam pembelajaran dapat
meningkatkan penguasaan kosakata anak tunarungu-wicara kelas DII B SLB-B
YRTRW Surakarta tahun ajaran 2010/2011?.
C.Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka dapat ditetapkan tujuan
penelitian, yaitu:
Untuk meningkatkan penguasaan kosakata melalui penggunaan DVD dunia
hewan pada anak tunarungu-wicara kelas DII B SLB-B YRTRW Surakarta tahun
ajaran 2010/2011.
D.Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini untuk menambah khasanah dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dibidang kependidikan luar biasa. Sehingga
perkembangan tersebut dapat digunakan dalam peningkatan pelayanan bagi anak
berkebutuhan khusus di Sekolah Luar Biasa.
2. Manfaat Praktis
Sedangkan manfaat praktis yang diharapkan dalam penelitian ini terdiri dari
manfaat bagi guru dan siswa yang diuraikan sebagai berikut:
a. Bagi guru
1) Memberikan variasi dalam kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia Pokok
commit to user
2) Memberikan stimulus untuk bisa mengembangkan kemampuan menggunakan
media DVD dalam pembelajaran Bahasa Indonesia sub pokok ciri-ciri binatang
3) Meningkatkan interaksi guru dan siswa ditandai dengan respon siswa selama
guru menyampaikan materi pelajaran dengan menggunakan media DVD dunia
hewan dan repon siswa menjawab pertanyaan guru.
b. Bagi siswa
1) Memberikan stimulus kepada siswa untuk memperhatikan pelajaran Bahasa
Indonesia sub pokok ciri-ciri binatang.
2) Meningkatkan penguasaan kosakata tentang ciri-ciri binatang.
3) Memberikan stimulus kepada siswa untuk menulis kalimat sederhana tentang
commit to user BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Tentang Anak Tunarungu-wicara
a. Pengertian Tunarungu-wicara
Anak tunarungu adalah salah satu anak yang dikategorikan sebagai anak yang
memiliki kekurangan dalam hal kemampuan mendengar, memiliki gangguan dalam
beberapa hal. Mulyono Abdurrahman (1994: 73 ) menyebutkan beberapa gangguan
yang ditimbulkan dari kerusakan pendengaran Anak tunarungu antara lain :gangg
uan perseptual, gangguan bicara, gangguan komunikasi, gangguan kognitif, gangguan
sosial, gangguan emosi, masalah pendidikan, gangguan dalam intelekual, masalah
vokasional.
Anak tunarungu dan Istilah tunarungu diambil dari kata “tuna” dan “rungu”
tuna artinya kurang dan rungu artinya pendengaran. Orang atau anak dikatakan
tunarungu apabila ia tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara.
(Permanarian Somad,Tati Hernawati, 1996: 26).
Menurut Moores (dalam Permanarian Somad dan Tati Hernawati, (1996: 27) ”orang Tuli adalah seseorang yang kehilangan kemampuan mendengar pada tingkat 70 dB ISO atau lebih sehingga ia tidak dapat mengerti pembicaraan orang lain
melalui pendengarannya sendiri, tanpa menggunakan alat bantu mendengar”.
Andreas Dwidjosumarto dalam seminar ketunarunguan di Bandung (1988)
dalam Permanarian Somad,Tati Hernawati (1996: 27), mengemukakan “tunarungu”
dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan
commit to user
Moores (dalam Mulyono Abdurrahman, 1994: 59) menyatakan “Orang
dikatakan tuli pendengarannya rusak sampai pada satu saraf tertentu (biasanya 70
dB atau lebih) sehingga menghalangi pengertian terhadap suatu pembicaraan melalui
indra pendengaran,baik tanpa maupun dengan alat bantu dengar (hearing aid)”.
Sudibyo Markus (dalam Sardjono, 2000: 8) ”Tunarungu-wicara adalah mereka
yang menderita tunarungu sejak bayi/sejak lahir, yang karenanya tak dapat
mengangkap pembicaraan orang lain, sehingga tak mampu mengembangkan
kemampuan bicara meskipun tak mengalami gangguan pada alat suaranya”.
Menurut Moh. Amin (dalam Sardjono, 2000: 8) menjelaskan anak
tunarungu-wicara adalah:
Mereka yang sejak lahir demikian kurang pendengarannya, sehingga memustahilkan mereka dapat belajar bahasa dan berbicara dengan cara-cara normal.
Mereka yang sekalipun lahir dengan pendengaran normal tetapi sebelum dapat berbicara mendapat hambatan taraf berat pada pendengarannya.
Mereka yang sekalipun sudah mulai dapat berbicara karena saat terjangkitnya gangguan pendengaran, sebelum umur kira-kira 2 tahun, maka kesan-kesan yang diterima mengenai suara dan bahasa seolah-seolah hilang.
Menurut Soewito (dalam Sardjono, 2000: 9) Tunarungu adalah “seseorang yang
mengalami ketulian berat sampai total, yang tidak dapat lagi menangkap tutur kata
tanpa membaca bibir lawan bicaranya”.
Menurut Imas A. R. Gunawan (dalam Sardjono, 2000: 9) anak tunarungu
adalah ”anak yang kehilangan kemampuan pendengarannya demikian rupa sehingga
anak tersebut tidak dapat mengerti bahasa oral walaupun menggunakan alat bantu
dengar”.
Menurut Andreas Dwidjosumarto (Sutjihati Somantri, 1996: 74) “tuli adalah
mereka yang indera pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat
sehingga pendengarannya tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang dengar adalah
commit to user
berfungsi untuk mendengar, baik dengan maupun tanpa menggunakan alat bantu
dengar (hearing aids)”.
Menurut Mufti Salim (dalam Sutjihati Somantri, 1996: 74-75)
“Anak tunarungu ialah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya
sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya”.
Mohammad Efendi (2006: 56) mengkategorikan normal, “apabila sumber bunyi
didekat telinga yang memancarkan getaran-getaran suara dan menyebar ke sembarang
arah dapat tertangkap dan masuk ke dalam telinga sehingga membuat gendang
pendengaran menjadi bergetar”.
Mohammad-Hossein Azizi (2010: 116) mengemukakan “Noise-induced
hearing loss (NIHL) is an irreversible damage of the cochlear hair cells of the inner ear”.dari pendapat ini dapat kita ketahui kehilangan pendengaran karena suara yang terlalu keras adalah kerusakan permanen pada sel rambut koklea di telinga dalam.
Jadi kehilangan pendengaran yang dialami sudah tetap tidak dapat diobati.
Dari pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas dapat di tarik
kesimpulan anak tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran
pada tingkat 70 dB atau lebih, ketulian berat sampai total sehingga anak mengalami
kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain.
b. Klasifikasi Anak Tunarungu-wicara
Klasifikasi anak tunarungu berfungsi untuk mencapai tujuan pendidikan dimana
penderita kelainan pendengaran diklasifikasikan sesuai dengan kehilangan
pendengaran. Klasifikasi anak tunarungu menurut Samuel A Kirk
(dalam Permanarian Somad dan Tati Hernawati, 1996: 29)
commit to user
2) 0-26 dB :menunjukkan seseorang masih mempunyai pendengaran
normal
3) 27-40 dB : mempunyai kesulitan mendengar bunyi-bunyi yang jauh
4) 41-55 dB : mengerti bahasa percakapan tidak dapat mengikuti diskusi
kelas membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicara
(tergolong tunarungu sedang)
5) 56- 70 dB : hanya bisa mendengar suara dari jarak yang dekat
6) 71- 90 dB : hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat
7) 91 dB ke atas : mungkin sadar akan adanya bunyi atau suara dan getaran
banyak bergantung pada penglihatan daripada pendengaran
untuk proses menerima informasi dan yang bersangkutan
dianggap tuli berat.
Permanarian Somad dan Tati Hernawati (1996: 32)
1). Tunarungu hantaran (konduksi) ialah ketunarunguan yang disebabkan kerusakan atau tidak berfungsinya alat-alat penghantar getaran suara pada telinga bagian tengah.
2). Tunarungu syaraf (sensorineural) ialah tunarungu yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinnya alat- alat pendengaran bagian dalam syaraf pendengaran yang menyalurkan getaran ke pusat pendengaran pada lobus temporalis.
3). Tunarungu campuran adalah kelainan pendengaran yang disebabkan krusakan pada penghantar suara dan kerusakan pada syaraf pendengaran.
Sardjono (2000: 21) mengklasifikasikan anak tunarungu-wicara menjadi 6
antara lain :
Sam Isbani&Isbani (dalam Sardjono, 2000: 21)
1) Berdasarkan bagian alat pendengaran mana yang mengalami kerusakan:
a) Tunarungu konduktif (conductive deafness): pada tunarungu secara
konduktif telinga bagian luar dan tengah yang mengalami kerusakan.
b) Tunarungu perseptif (perceptive loss deafness): pada tunarungu perseptif
commit to user
c) Gejala tunarungu campuran (Mixed deafness). Pada jenis gangguan atau
kelainan pendengaran ini ogan pendengarannya rusak, baik bagian luar, tengah maupun dalam.
2) Berdasarkan bentuk kelainan pendengaran
Menurut Samuel A. Kirk (dalam Sardjono, 2000: 30)
a) Conductive losses adalah seseorang yang kehilangan intensitas pencapaian
suara, telinga bagian tengah saat mulainya getaran syaraf pendengaran.
b) Sensory neural or perceptive losses disebabkan kelainan telinga bagian
dalam atau pada pengiriman syaraf pendengaran yang merangsang menuju ke otak.
c) Central deafness kelainan jenis ini termasuk kondisi dimana suara seseorang
dapat didengar, tetapi tidak dapat menafsirkannya.
3) Berdasarkan etiologis, anatomis dan fisiologis ukuran nada yang dapat
didengar. Emon sastro Winoto (dalam Sardjono, 2000: 30) mengklasifikasikan
ketunaan sesuai dengan dasar-dasarnya yaitu:
a) Klasifikasi etiologis: tunarungu endogen/pembawaan, tunarungu eksogen
yang disebabkan karena penyakit atau kecelakaan.
b) Klasifikasi anatomis-fisiologis: tunarungu hantaran (konduktif) dan
tunarungu perceptive (syaraf).
c) Klasifikasi menurut ukuran nada yang tidak dapat didengar.
d) Klasifikasi menurut saat terjadinya ketunarunguan: anak tunarungu yang
terjadi pada waktu masih dalam kandungan ibu atau pre natal, tunarungu yang terjadi pada saat kelahiran atau neo natal dan anak tunarungu yang terjadi pada saat setelah kelahiran atau post natal.
e) Klasifikasi menurut taraf ketunarunguan atas dasar ukuran audiometris dapat
dibedakan menjadi :
(1). Tunarungu taraf 5-25 dB: yaitu tunarungu taraf ringan, pada taraf ini anak masih dapat belajar bersama dengan anak normalpada umumnya dengan memakai alat bantu dengar (hearing aid)
(2). Tunarungu taraf 26-50 dB: pada taraf ini anak termasuk dalam kelompok tunarungu taraf sedang, anak memerlukan pendidikan khusus dengan latihan bicara dan membaca ujaran.
commit to user
pendidikan kejuruan, meskipun pelajaran bahasa dan bicara dapat masih dapat diberikan.
4) Berdasarkan sifat dan cara rehabilitas.
Soewito (dalam Sardjono, 2000: 32) membagi tunarungu dalam 3 kategori :
a) Tuli konduksi
b) Tuli persepsi (sensorineural, saraf)
c) Tuli campuran
5) Berdasarkan tingkat gangguan dengan pemahaman bahasa dan bicara Connix
dalam Sardjono (2000: 34) mengklasifikasikan tunarungu sebagai berikut:
Rata-rata frekuensi ucapan yang didengar
lebih baik
Pengaruh kehilangan dalam memahami
bahasa dan bicara
Ringan (slight)
27-40dB (ISO)
Mungkin mempunyai kesulitan
pendengaran yang ringan, kesulitan
dalam berbahasa
Ringan (Mild)
41-55 (ISO)
Mengerti percakapan /ucapan pada jarak
5 kaki(berhadapan muka).
Marked
56-70dB (ISO)
Percakapan harus keras untuk dapat
dimengerti.
Keras (Severe)
71-90 dB (ISO)
Bisa mendengar suara keras sekitar satu
kaki dari telinga.
Ekstrim (Extreme)
91 dB atau lebih (ISO)
Bisa mendengar suara yang keras tetapi
pada getaran/vibrasi yang lebih dari pada
commit to user
Klasifikasi tunarungu menurut Boothroyd (dalam Murni Winarsih, 2007:
23-24) adalah sebagai berikut:
Kelompok I : kehilangan 15-30 dB, mild hearing losses atau ketunarunguan
ringan; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia normal.
Kelompok II : kehilangan 31-60 dB, moderate hearing losses atau
ketunarunguan atau ketunarunguan sedang; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia hanya sebagian.
Kelompok III : kehilangan 61-90 dB: severe hearing losses atau
ketunarunguan berat; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada. Kelompok IV : kehilangan 91-120 dB: profound hearing losses atau ketunarunguan sangat berat; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama sekali.
Kelompok V : kehilangan lebih dari 120 dB: total hearing losses atau
ketunarunguan total: daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama sekali.
Uden (dalam Murni Winarsih, 2007: 24) membagi klasifikasi ketunarunguan
menjadi tiga yakni:
1) Berdasar saat terjadinya ketunarunguan :
a) Ketunarunguan bawaan, artinya ketika lahir anak sudah mengalami/
menyandang tunarungu dan indera pendengarannya sudah tidak berfungsi lagi.
b) Ketunarunguan setelah lahir, artinya terjadinya tunarungu setelah anak lahir
diakibatkan oleh kecelakaan atau suatu penyakit.
2) Berdasarkan tempat kerusakan
a) Kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah, sehingga menghambat
bunyi-bunyian yang akan masuk ke dalam telinga disebut tuli konduktif.
b) Kerusakan pada telinga bagian dalam sehingga tidak dapat mendengar
bunyi/suara, disebut tuli sensoris.
3) Berdasarkan taraf penguasaan bahasa
a) Tuli pra bahasa (prelingually Deaf) adalah mereka yang menjadi tuli
sebelum dikuasainya suatu bahasa (usia 1,6 tahun) artinya anak menyamakan tanda (signal) tertentu seperti mengamati, menunjuk, meraih dan sebagainya namun belum membentuk sistem lambang.
b) Tuli bahasa (Post Lingually Deaf) adalah mereka yang menjadi tuli setelah
commit to user
Sutjihati Somantri (1996: 75) mengemukakan klasifikasi tunarungu
sebagai berikut:
1) Klasifikasi secara etiologis
Yaitu pembagian berdasarkan sebab-sebab, dalam hal ini penyebab ketunarungau ada beberapa factor :
a) Pada saat sebelum dilahirkan
b) Pada saat kelahiran
c) Pada saat setelah kelahiran
2) Klasifikasi menurut tarafnya
Andreas Dwidjosumarto dalam Sutjihati Somantri (1996: 76) mengemukakan klasifikasi anak tunarungu sebagai berikut:
a) Tingkat I : kehilangan kemampuan mendengar antara 35 sampai 54 db,
penderita hanya memerlukan latihan berbicara dan bantuan mendengar secara khusus.
b) Tingkat II : kehilangan kemampuan mendengar antara 55 sampai 69 db,
penderita kadang- kadang memerlukan penempatan sekolah secara khusus dalam kebiasaan sehari- hari memerlukan latihan berbicara, dan bantuan latihan berbahasa secara khusus.
c) Tingkat III : kehilangan kemampuan mendengar antara 70 sampai 89 dB.
d) Tingkat IV : kehilangan kemampuan mendengar 90 dB ke atas.
Penggolongan ketunarunguan menurut Connix (dalam Sardjono, 2000: 37) sebagai berikut:
1) Kehilangan 0-30 dB pendengaran normal
2) Kehilangan 31-50 dB ketunarunguan ringan
3) Kehilangan 51-70 dB ketunarunguan sedang
4) Kehilangan 71-90 dB ketunarunguan berat
5) Kahilangan lebih dari 90 dB > tergolong tuli.
Dari klasifikasi yang sudah dipaparkan oleh beberapa ahli di atas dapat
disimpulkan klasifikasi anak tunarungu adalah:
1) Berdasarkan bagian alat pendengaran mana yang mengalami kerusakan
2) Berdasarkan bentuk kelainan pendengaran
3) Berdasarkan “gradasi/tingkatan” dari pada gangguan pendengaran.
4) Berdasarkan etiologis, anatomis dan fisiologis ukuran nada yang dapat
didengar.
commit to user
6) Berdasarkan jenis ketunarunguan serta kemampuan mengerti bicara dan bahasa.
c. Karakteristik Anak Tunarungu
Anak tunarungu secara sepintas fisik mereka tidak tampak jelas mengalami
kelainan, tetapi ketika kita mencoba untuk berkomunikasi dengan anak akan katahuan
anak tunarungu mengalami kelainan pendengarannya. Dampak dari kelainan
pendengaran ini menyebabkan anak memiliki ciri yang khas. Adapun karakteristik
anak tunarungu menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:
Sardjono (2000: 45) menjelaskan ciri-ciri anak tunarungu dalam segi penguasaan bahasanya antara lain: “miskin dalam kosa kata, sulit mengartikan ungkapan- ungkapan bahasa yang mengandung arti kiasan, sulit mengartikan
ungkapan- ungkapan bahasa yang mengandung irama dan gaya bahasa”.
Permanarian Somad dan Tati Hernawati (1996: 34-36)
1) Karakteristik dalam segi inteligensi
Anak tunarungu memiliki intelegensi normal atau rata-rata akan tetapi karena
perkembangan intelegensi sangat dipengaruhi oleh perkembangan bahasa maka
anak tunarungu menampakkan intelegensi yang rendah disebabkan oleh kesulitan
memahami bahasa
2) Karakteristik dalam segi bahasa dan bicara
Kemampuan berbicara dan bahasa anak tunarungu berbeda dengan anak yang
mendengar, hal ini disebabkan perkembangan bahasa erat kaitannya dengan
kemampuan mendengar.
3) Karakteristik dalam segi emosi dan sosial
Ketunarunguan dapat mengakibakan merasa asing dari pergaulan sehari-hari, yang
berarti mereka merasa asing dari pergaulan atau aturan sosial yang berlaku dalam
masyarakat dimana ia hidup.
Sardjono (2000: 43-44) menjelaskan ciri khas anak tunarungu antara lain:
commit to user
Cara berjalannya cepat dan agak membungkuk, gerakan matanya cepat, agak
beringas, gerakan anggota badannya cepat dan lincah, pada waktu bicara
pernafasan pendek dan agak terganggu, dalam keadaan biasa (bermain, tidur, tidak
bicara) pernafasan biasa.
2) Ciri-ciri khas dalam intelegensi
Intelegensi merupakan motor dari perkembangan mental seseorang. Pada anak
tunarungu dalam hal intelegensi tidak banyak berbeda dengan anak normal pada
umumnya. Ada yang memiliki intelegensi tinggi, rata-rata, dan ada yang
intelegensinya rendah. Sesuai dengan sifat ketunaan pada umumnya anak
tunarungu sukar menangkap pengertian-pengertian yang abstrak. Dalam hal
intelegensi potensial tidak berbeda dengan anak normal pada umunya, tetapi dalam
hal intelegensi fungsional rata-rata lebih rendah.
3) Ciri-ciri khas dalam segi emosi
Kekurangan pemahaman akan bahasa lisan atau tulisan sering kali dalam
komunikasi menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Sebab sering
menimbulkan kesalahpahaman yang dapat mengakibatkan hal yang negatif dan
menimbulkan tekanan pada emosinya.
4) Ciri-ciri khas dalam segi sosial
Dalam kehidupan sosial anak tunarungu mempunyai kebutuhan yang sama
dengan anak biasa pada umunya, yaitu mereka memerlukan interaksi antara
individu dengan individu, antara individu dengan kelompok dengan keluarga dan
dengan lingkungan masyarakat yang lebih luas.
5) Ciri-ciri dalam segi bahasa
Sesuai dengan kekurangan atau kelainan yang disandangnya anak tunarungu
dalam penguasaan bahasa mempunyai ciri-ciri khas seperti:
Miskin dalam kosa kata, sulit mengartikan ungkapan-ungkapan bahasa yang
mengandung arti kiasan, sulit mengartikan ungkapan-ungkapan bahasa yang
commit to user
Jan Stiles dan Kim Clark (1996: 96) menyatakan bahwa”Children with hearing
or communication disabilities
1) May have difficulty understanding directions and routines
2) May have limited communication with other children and may interfere with their play
3) May act out due to frustration with their inability to be understood 4) May demonstrate a lack of attention
5) May lack appropriate or expected speech development 6) May have difficulty making themselves understood
7) May lack the language skills to initiate or enter into play or learning situations 8) May have difficulty following directions
9) May use limited vocabulary
Pernyataan di atas mengungkapkan adanya ciri-ciri anak tunarungu dengan
berbagai permasalahan yang ada. Anak mempunyai masalah adanya kesulitan dalam
memahami arah dan kebiasaan, anak mempunyai keterbatasan dalam komunikasi
dengan anak yang lainnya, anak bertingkah karena frustasi terhadap ketidakmampuan
mereka mengerti, anak menunjukkan kurangnya perhatian, anak kesulitan untuk diri
mereka sendiri, anak kurang dalam ketrampilan berbahasa, anak memiliki kesulitan
dalam mengikuti arah dan masalah yang terakhir adalah terbatasnya kosakata anak,
dimana masalah ini menjadikan anak sulit untuk menerima apa yang disampaikan
oleh orang lain.
Freiberg (1997: 75) menyatakan bahwa “disorder language is usally more
difficult to remedy than delayed language. Disorder language may be due to a
receptive problem (difficulty understanding voice sounds), an expressive problem
(difficulty producting the voice sounds that follow the arbitrary rules for that
language), or to both”. Dari pernyataan di atas terdapat karakteristik anak yang mempunyai masalah dalam segi berbahasa, anak tunarungu dengan cacat bahasa yang
dialami biasanya sulit untuk diobati daripada terlambat menguasai bahasa. Cacat
bahasa mungkin disebabkan masalah keterterimaan (kesulitan memahami suara),
commit to user
sikap untuk berbahasa. Hal inilah yang menjadikan apa yang diucapkan anak sulit
dipahami.
Dari karakteristik yang sudah dipaparkan oleh beberapa ahli di atas dapat
disimpulkan karakteristik anak tunarungu antara lain:
1) Karakteristik dalam segi fisik
2) Karakteristik dalam segi intelegensi
3) Karakteristik dalam segi emosi
4) Karakteristik dalam segi sosial
5) Karakteristik dalam segi bahasa
d. Penyebab Anak Tunarungu
Secara umum penyebab anak tunarungu dapat terjadi sebelum lahir (prenatal),
ketika lahir (natal) dan sesudah lahir (post natal). Beberapa ahli mengungkap
penyebab ketunarunguan dengan berbagai sudut pandang berbeda.
Trybus (dalam Permanarian Somad dan Tati Hernawati, 1996: 32-33)
mengemukakan enam penyebab ketunarunguan pada anak-anak di Amerika Serikat
yaitu:
1) Keturunan
2) Campak Jerman dari pihak ibu
3) Komplikasi selama kehamilan dan kelahiran
4) Radang selaput otak (meningitis)
5) Otitis media (radang pada bagian telinga bagian tengah)
6) Penyakit anak-anak, radang dan luka-luka.
Murni Winarsih (2007: 28-29) mengelompokkan penyebab ketunarunguan
sebagai berikut:
1) Factor internal diri anak: factor dalam diri anak terdapat beberapa hal yang
menyebabkan ketunarunguan:
a) Factor keturunan dari salah satu atau kedua orang tua yang mengalami
commit to user
b) Penyakit campak jerman (Rubella) yang diderita ibu yang sedang
mengandung
c) Keracunan darah atau toxaminia yang diderita ibu yang sedang mengandung.
2) Factor Eksternal Diri Anak
a) Anak mengalami infeksi saat dilahirkan.
b) Meningitis atau radang selaput otak yang disebabkan oleh bakteri yang
menyerang labyrinth (telinga dalam) melalui system sel-sel udara pada
telinga tengah.
c) Radang telinga bagian tengah (otitis media) pada anak.
Jan Stiles dan Kim Clark (1996: 96) menyatakan penyebab kelainan
pendengaran sebagai berikut:
Hearing impairments can be caused by:
1) The aging process
2) Birth defects
3) Certain drugs
4) ear wax
5) head trauma or head injuries
6) heredity
7) middle ear infections
8) prolonged or repeted exposure to loud noises
9) tumors
10) viral infections
Dari penyebab kelainan pendengaran di atas dapat diketahui penyebab kelainan
pendengaran antara lain: proses penuaan, cacat lahir, obat-obatan tertentu, cairan
yang keluar dari telinga, trauma kepala, keturunan, infeksi telinga tengah, di tempat
commit to user
Moores (dalam Mohammad Efendi, 2006: 64) mengidentifikasi beberapa
penyebab ketunarunguan masa kanak-kanak yang terjadi di Amerika, berdasarkan
penelitiannya, ia menemukan bahwa “factor keturunan, penyakit maternal rubella,
lahir sebelum waktunya (prematur), radang selaput otak, serta ketidaksesuaian antara
darah anak dengan ibu yang mengandungnya, toxemia, pemakaian antibiotic
overdeses, infeksi, otitis media kronis dan infeksi pada alat-alat pernafasan menjadi penyebab utama terjadinya ketunarunguan”.
Mohammad-Hossein Azizi (2010: 116) menyatakan “the history of
occupational NIHL (ONIHL) probably dates back to many centuries ago, even
though as Alberti stated, it only became a major occupational aural disorder after
discovery of gunpowder and has increased significantly after the industrial
Revolution”. Dari penjelasan di atas dapat diketahui sejarah penyakit telinga karena pekerjaan yang berhubungan dengan suara yang terlalu keras sudah terjadi beberapa
beberapa abad yang lalu, meskipun sesuai yang alberti katakan, ini hanya menjadi
kelainan masalah pendengaran utamanya karena pekerjaan setelah ditemukannya
bubuk mesiu dan meningkat secara signifikan setelah revolusi industri.
Dari pendapat beberapa ahli terkait penyebab ketunarunguan maka penulis
menyimpulkan penyebab ketunarunguan antara lain
1) Keturunan
2) Campak Jerman dari pihak ibu
3) Komplikasi selama kehamilan dan kelahiran (cacat lahir, premature)
4) Radang selaput otak (meningitis)
5) Otitis media (radang pada bagian telinga bagian tengah)
6) Penyakit anak- anak, radang dan luka-luka
7) proses penuaan
8) obat-obatan tertentu, pemakaian antibiotic overdeses
9) cairan yang keluar dari telinga
commit to user
11) di tempat yang berisik berulang-ulang
12) tumor dan infeksi virus
13) penyakit maternal rubella
14) toxemia
15) serta ketidaksesuaian antara darah anak dengan ibu yang mengandungnya.
e. Prevalensi
Heward dan Orlansky (dalam Mulyono Abdurrahman, 1994: 70) memperkirakan “5% dari semua anak usia sekolah mengalami gangguan pendengaran. Akan tetapi banyak diantara anak yang mengalami gangguan
pendengaran ini yang tidak cukup berat untuk diberikan pelayanan pendidikan khusus”.
Hoeman dan Briga (dalam Mulyono Abdurrahman, 1994: 70) memperkirakan bahwa “ hanya 0,2% (1 diantara 500) dari populasi anak sekolah memiliki pendengaran yang rusak atau sangat berat.
Davis (2011: 916-917) dari hasil penelitian yang telah dilakukan
memperkirakan bahwa:
The presence of acoustically abstructing wax was recorder in 2,3%; it occurred
in conjunction with a ≥25 dBHL impairment in 1% of the population. These results do not substantially affect the the implication for rehabilitation, as 1 % is a relatively small proportion of the 16% with such impairment. Among this 1 % were individuals who also had significant sensorineural hearing impairments. The average effect of acoustically obstructing wax, after accounting for age, was 5.9 dB(s.e. 1,5 dB) over the four frequency average in the Better ear.
Dari pernyataan Davis, kita dapat mengetahui presentasi dari gangguan suara
akibat cairan telinga ini terjadi lebih besar atau sama dengan 25 dBHL dalam 1%
populasi, hasil ini tidak menimbulkan efek yang substansi untuk rehabilitasi. 15
adalah proporsi yang relative kecil dari 16% kelainan. Hampir 1% individu juga
commit to user
Dari pernyataan beberapa ahli di atas dapat kita simpulkan bahwa prevalensi
anak tunarungu terhitung sangat sedikit 1 diantara 500 populasi anak sekolah . dari
presentasi inipun masih dibagi sesuai dengan jenis kecacatannya, jadi untuk
masing-masing kecacatan memiliki presentas yang berbeda, salah satunya adalah adanya
gangguan suara akibat cairan telinga sebanyak 1 % dari jumlah kelainan dengar dan
1% juga mempunyai kelainan sensori pendengaran yang signifikan.
2. Tinjauan Tentang Hakikat Kosakata
a. Pengertian Kosakata
Dalam komunikasi melalui bahasa, baik lisan maupun tulisan, kosakata
merupakan unsur yang sangat penting. Makna suatu wacana sebagai bentuk
penggunaan bahasa, sebagian besar ditentukan oleh kosakata yang digunakan dalam
pengungkapannya. Pemahaman terhadap pesan yang disampaikan melaui bahasa
banyak ditentukan oleh ketepatan pemahaman terhadap kosakata yang digunakan.
Kosakata (Inggris: vocabulary) adalah himpunan kata yang diketahui oleh
seseorang atau entitas lain, atau merupakan bagian dari suatu bahasa tertentu.
Kosakata seseorang didefinisikan sebagai himpunan semua kata-kata yang dimengerti
oleh orang tersebut atau semua kata-kata yang kemungkinan akan digunakan oleh
orang tersebut untuk menyusun kalimat baru. Kekayaan kosakata seseorang secara
umum dianggap merupakan gambaran dari intelejensia atau tingkat pendidikannya
karenanya banyak ujian standar,
Seperti SAT, yang memberikan pertanyaan yang menguji kosakata.
(http://www.id.wikipedia.org/wiki/ kosakata).
Kosa kata merupakan salah satu komponen yang penting dalam belajar bahasa.
Semakin banyak perbendaharaan kata yang dimiliki pembelajar, semakin mudah dia
menyampaikan pikirannya baik dalam tulisan maupun lisan. Untuk memperkaya kosa
Cara-commit to user
cara berikut bisa dipakai oleh siswa dalam mencatat kata-kata baru.
(http://www.ialf.edu/bipa/july1999/belajarkosakata).
Menurut W. J. S Poerwadarminta (dalam Eni Nuryati, 2005: 18) ”Kosakata
adalah perbendaharaan kata”. Eni Nuryati (2005: 18) menyatakan”Dengan banyaknya
perbendaharaan kosakata yang dimiliki akan memudahkan dalam berkomunikasi
dengan anggota masyarakat yang lain”. Setiap orang perlu memperluas kosakatanya,
perlu mengetahui sebanyak-banyaknya perbendaharaan kata dan bahasanya.
Kosakata dalam bahasa Indonesia sangat luas cakupannya. Soedjito (dalam Eni
Nuryati, 2005: 19) menggolongkan kosakata bahasa Indonesia sebagai berikut: (1)
kata-kata abstrak dan kata-kata konkret; (2) kata umum dan kata khusus; (3) kata
popular dan kata kajian; (4) kata baku dan kata non baku; (5) kata asli dan kata
serapan.
Kata abstrak adalah kata yang mempunyai rujukan berupa objek yang dapat diserap oleh panca indera (dilihat, diraba, dirasakan, didengarkan atau dicium). Kata umum adalah kata yang luas ruang lingkupnya. Kata populer adalah kata yang dikenal dan dipakai oleh ilmuwan atau kaum terpelajar dalam karya- karya ilmiah. Kata baku adalah kata yang mengikuti kaidah atau ragam bahasa yang telah ditentukan. Kata asli adalah kata yang berasal dari bahasa kita sendiri. Sedang kata serapan adalah kata yang berasal (diserap) dari bahasa daerah atau asing (Eni Nuryati, 2005: 19).
Henry Guntur (dalam Eni Nuryati, 2005: 19) menyatakan bahwa ”kosakata
dasar atau basic vocabulary adalah kata-kata yang tidak mudah berubah atau sedikit
sekali kemungkinannya dipungut dari bahasa lain”.
Sri Sukesi Adiwimarta et al (dalam Suyatmi, 2004: 32) menyatakan bahwa
”kosakata atau perbendaharaan kata yang dalam bahasa Inggris disebut lexicon,
berasal dari bahasa Yunani Lexicon yang berarti kata. Kosakata merupakan
seperangkat leksem yang termasuk didalamnya kata tunggal, kata majemuk dan
idiom”.
Vallete (dalam Suyatmi, 2004: 32) menyatakan bahwa ”kosakata sebagai kata
commit to user
Kosakata seseorang adalah keseluruhan kata yang berada dalam ingatan
seseorang yang segera akan menimbulkan reaksi bila didengar atau dibaca. Reaksi
bahasa adalah mengenal bentuk bahasa itu dengan segala konsekuensinya, yaitu
memahami maknanya, melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan amanat kata itu.
(http://www.pusatbahasaalazhar.wordpres.com)
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kosakata adalah himpunan
kata dimana kosakata merupakan hal yang sangat penting dalam berbahasa. Semakin
banyak kosakata yang dimiliki seseorang semakin banyak ide atau gagasan yang
dapat diungkapkan. Untuk itu anak tunarungu perlu meningkatkan kosakata yang
dimilikinya dengan mengetahui sebanyak-banyaknya perbendaharaan kata dari
bahasa yang dipelajarinya.
b. Pengertian Penguasaan Kosakata
Menguasai kosakata bagi anak tunarungu sangatlah penting, tidak sekedar
menuliskan kata tapi juga bisa memahami arti kosakata itu. Penguasaan kosakata
tampak jika anak sudah bisa mennggunakan atau menyusun kata itu dalam kalimat
yang bermakna. Eni Nuryati (2005: 20) menyatakan bahwa ”penguasaan kosakata
sangat membantu seseorang dalam memahami gagasan atau ide dari ujaran orang lain. Hal ini disebabkan kata adalah penyalur gagasan”.
Sedangkan Suyatmi (2004: 33) menyatakan ”penguasaan kosakata itu
merupakan hal yang sangat penting dalam tindak berbahasa”.
Burhan Nurgiyantoro (dalam Suyatmi, 2004: 35) menyatakan bahwa
” memahami kosakata terlihat dalam kegiatan membaca dan menyimak, sedangkan
kemampuan kemampuan mempergunakan kosakata nampak dalam kegiatan menulis
dan berbicara”.
commit to user
mutlak yang harus dikuasai diantaranya memiliki sejumlah kata yang diperlukan atau
penguasaan kosakata memadai”.
wawasan yang luas tentang kosakata merupakan modal dasar dalam menulis, karena pada hakikatnya menulis merupakan upaya menuangkan kosakata yang dipahami/dikuasai dari bahasa lisan ke dalam tulisan. Oleh karena itu, penguasaan kosakata sangat menunjang ketrampilan menulis. Tanpa kosakata yang cukup, sulit diharapkan seseorang akan terampil menulis.
(Suyatmi, 2004: 4).
Jadi semakin banyak kosakata yang dikuasai oleh anak tunarungu maka
semakin cepat anak memahami kata yang disampaikan oleh orang lain baik
kata-kata lisan maupun tulisan.
c. Cara Memperluas Kosakata
Penguasaan kosakata dapat diperoleh melalui beberapa tahapan, dalam tahapan
itu mengandung bermacam- macam cara bagaimana seseorang memperluas kosakata.
Menurut Gorys keraf (dalam Eni Nuryati, 2005: 20) perluasan kosakata dapat
ditempuh dengan jalan : (1) proses belajar, yaitu suatu usaha mmperluas kosakata
melalui KBM yang dilakukan di lembaga-lembaga pendidikan dan pendidikan yang
harus berperan aktif untuk memperkenalkan berbagai istilah baru yang muncul
kepada siswanya; (2) melalui konteks, yaitu suatu usaha memperluas kosakata dengan
jalan mengamati konteks suatu wacana secara seksama baik lisan maupun tertulis; (3)
melalui kamus, yaitu suatu usaha memperluas kosakata dengan cara menggunakan
buku referensi yang khusus disusun untuk membantu setiap orang menetapkan kata
marta yang paling tepat sesuai dengan maksudnya; dan (4) dengan menganalisa kata,
yaitu suatu usaha memperluas kosakata dengan cara menggunakan kata/menentukan
mana akar katanya, mana imbuhannya, serta apa makna yang terkandung dalam
masing-masing unsurnya.
Cara memperluas kosakata seseorang antara lain dapat dikemukakan: melalui
proses belajar, melalui konteks, melalui kamus, kamus sinonim dan tesaurus, dan
commit to user
Cara mengaktifkan kosakata dengan cara yaitu:
1) Sering mempergunakan kata tertentu: cara yang pertama mengaktifkan
kosakata dengan kemauan seseorang adalah dengan sengaja lebih sering
mempergunakan sebuah bentuk yang baru didengar atau dibaca.
2) Mempertajam pengertian kata : Kesanggupan untuk membedakan nuansa arti
dan nilai rasa yang dikandung oleh kata-kata tersebut, memungkinkan kita
untuk menempatkan kata-kata itu di dalam konteks yang tepat dan sesuai.
3) Menertibkan pemakaian kata yang khas : Metode yang ketiga adalah
menertibkan diri sendiri untuk mencari kata-kata yang khas, bila menulis atau
membicarakan sesuatu yang khusus.
(http://www.pusatbahasaalazhar.wordpres.com).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penguasaan kosakata seseorang
dapat diperoleh melalui berbagai proses. Menguasai kosakata tidak sekedar
mempunyai perbendaharaan kata banyak tapi juga memahami makna kosakata
tersebut. Inilah yang penting bagi anak tunarungu, mampu memaknai kosa kata dan
mampu menggunakannya dalam kalimat bermakna.
3. Tinjauan Tentang Media DVD Dunia Hewan
a. Pengertian Media Pendidikan
Dalam prose belajar diperlukan suatu media pendidikan yang menunjang
keberlangsungan kegiatan belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan .
Media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium
secara harfiah berarti perantara atau pengantar.
Menurut Arif S. Sadiman (1996: 60) “ Media adalah perantara atau pengantar
pesan dari pengirim ke penerima pesan”.
Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan (Association of Education and
commit to user
”Media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan
pesan/informasi”.
Gagne (dalam Arif S. Sadiman, 1996: 6) menyatakan bahwa “media adalah
berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk
belajar”.
Briggs (dalam Arif S. Sadiman, 1996: 6) berpendapat bahwa
“media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa
untuk belajar”.
Arif S. Sadiman (1996: 7) “media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan
untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang
fikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga
proses belajar terjadi”.
Mc Luhan (dalam Basuki Wibawa dan Farida Mukti, 2001: 11)
“Media mencakup semua alat komunikasi dari seseorang ke orang lain yang tidak
ada dihadapannya”.
Menurut Romiszowski (dalam Basuki Wibawa dan Farida Mukti, 2001: 12) ”Media ialah pembawa pesan yang berasal dari suatu sumber pesan (yang dapat berupa orang atau benda) kepada penerima pesan”.
Media adalah segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan
informasi atau pesan AECT dalam Dinbakir (http://dinbakir.wordpress.com).
Dari pendapat beberapa ahli di atas, penulis menyimpulkan media pendidikan
adalah suatu alat pendidikan yang dapat digunakan dalam pembelajaran untuk
menyalurkan pesan pengirim pesan ke penerima pesan sehingga memberi rangsangan
pada siswa untuk belajar.
b. Klasifikasi Media Pendidikan
Setijadi (1986: 38) mengklasifikasikan media sebagai berikut:
commit to user
2) Bahan cetak seperti selebaran,gambar ungkap, papan tulis, diagram, grafik,
peta,
3) Audio cetak seperti buku pegangan siswa dan pita atau piringan audio, blanko,
diagram, bahan acuan.
4) Visual, proyeksi diam seperti film bingkai, transparansi, hologram
5) Audio-visual, proyeksi diam seperti film rangkai suara, film bingkai bersuara.
6) Visual-gerak seperti film tanpa suara
7) Audio-visual, gerak seperti film gambar gerak
8) Objek fisik seperti benda nyata, peragaan atau model benda sesungguhnya.
9) Sumber-sumber manusia dan lingkungan seperti situasi permainan perdu, studi
kasus, studi wisata.
10) Computer seperti computer dan berbagai peragaan.
Basuki Wibawa dan Farida Mukti (2001: 11) membedakan media visual
menjadi dua yaitu:
1) Media Audio: berfungsi untuk menyalurkan pesan audiodari sumber ke
penerima pesan.
2) Media Visual
a) Media visual diam : foto, ilustrasi, flash card, gambar pilihan dan potongan
gambar, film bingkai, film rangkai, transparansi, proyektor dan
tachitoscopes, serta grafik, bagan, diagram, poster, gambar kartun, peta dan
globe
b) Media visual gerak : gambar-gambar proyeksi, bergerak seperti film bisu
dan sebagainya.
3) Media audio visual
Ditinjau dari karakteristiknya media audio visual dapat dibedakan menjadi dua :
a) Media audio visual diam : slow scan TV, time shared TV, TV diam, film
rangkai bersuara, film bingkai bersuara, halaman bersuara dan buku
[image:45.612.115.532.186.664.2]commit to user
b) Media audio visual gerak : film bersuara, pita video, film TV, TV,
holografi, video tapes dan gambar bersuara.
Dari pendapat yang telah dikemukakan di atas, Penulis menyimpulkan dan
menegaskan DVD Dunia Hewan adalah sebuah media audio visual yang dapat
menampilkan suara dan gambar bergerak sekaligus menjelaskan kepada anak materi
pelajaran kepada anak tunarungu-wicara secara konkrit sesuai dengan kehidupan
nyata.
c. Pengertian DVD Dunia Hewan
DVD adalah salah satu jenis cakram padat penyimpan data yang secara
perlahan digeser dengan format format Blu ray. Mungkin ada yang belum tahu
kepanjangan DVD, DVD adalah Digital Versatile Disc atau Digital Video Disc.
(http://pernikkomputer.blogspot.com).
DVD adalah sejenis cakram optik yang dapat digunakan untuk menyimpan
data, termasuk film dengan kualitas video dan audio yang lebih baik dari kualitas
VCD. "DVD" pada awalnya adalah singkatan dari digital video disc, namun beberapa
pihak ingin agar kepanjangannya diganti menjadi digital versatile disc (cakram serba
guna digital) agar jelas bahwa format ini bukan hanya untuk video saja. Karena
konsensus antara kedua pihak ini tidak dapat dicapai, sekarang nama resminya adalah
"DVD" saja, dan huruf-huruf tersebut secara "resmi" bukan singkatan dari apapun.
(http://www.id.wikipedia.org/wiki/).
DVD berasal dari kata Digital Versatile Disc. Sesuai dengan namanya DVD
merupakan sebuah media penyimpanan digital yang isinya sangat variatif. Bentuknya
sangat mirip dengan CD. Bedanya DVD dapat memainkan film, audio lebih baik dan
dengan data lebih banyak dan proses yang lebih cepat dibandingkan CD. DVD juga
mampu menyimpan data lain seperti Foto atau data informasi dari komputer.
(http://www.ubb.ac.id).
DVD atau “digital versatile discs,” adalah perangkat penyimpanan yang
commit to user
DVD adalah sama sebagai ukuran dan bentuk CD (compact disk), tetapi mereka dapat
menyimpan lebih dari enam kali lebih banyak data.
(http://supriyonobantul.wordpress.com).
Dari pendapat di atas, penulis menyimpulkan DVD (Digital Versatile Disc)
adalah media penyimpanan data, berupa media audio visual gambar bergerak
termasuk film dengan kualitas video dan audio yang lebih baik dari kualitas VCD.
d. Aturan Praktis Penggunaan Media Visual
Menurut Setijadi (1986: 51) untuk pembelajaran aturan praktis penggunaan
visual antara lain:
1) Pengulangan antara audio dan visual yang berlebihan harus dihindari
a) Jika kata-kata diperagakan secara visual, penonton harus diberi waktu cukup
untuk membacanya sebelum narrator memberikan komentar atau
membacakan pesan itu dengan cara lain.
b) Jika kata yang tertulis hanya tersaji sekilas, narrator harus mengulangi kata
itu dengan tepat.
2) Penampilan Visual tidak boleh mengganggu
a) Gambar-gambar dan tulisan yang diproyeksikan harus dapat dibaca, untuk
itu harus jelas dan terang.
b) Visual tidak boleh meragukan dan setajam mungkin
c) Objek-objek yang masih asing/belum dikenal hendaklah ditampilkan sedini
mungkin.
d) Visual tidak boleh terlalu ramai dan kacau, supaya pesan yang
dimaksudkan dapat tertangkap jelas oleh penonton.
3) Visual haruslah disukai penonton.
Karena kita ingin siswa mengubah perilakunya sesuai dengan yang diinginkan,
kita tidak akan memperlihatkan sesuatu yang tidak berkenan bagi mereka.
[image:47.612.116.534.165.639.2]commit to user
Media yang digunakan dalam pembelajaran memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, artinya media dipilih berdasarkan
tujuan instruksional yang telah ditetapkan.
2) tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip atau
generalisasi.
3) Praktik, luwes dan bertahan.
4) guru terampil menggunakannya.
5) pengelompokan sasaran media yang efektif untuk kelompok besar belum tentu
sama dengan efektifnya jika digunakan untuk kelompok kecil.
6) mutu teknis
7) kondisi siswa (dari segi subjek belajar)
(http://dinbakir.wordpress.com).
Dalam penggunaan media ada beberapa yang harus diperhatikan, dari pendapat
ahli yang sudah dikemukakan di atas penulis menyimpulkan sebagai berikut:
1) Menghindari pengulangan antara audio dan visual yang berlebihan
2) Penampilan visual tidak boleh mengganggu
3) Visual haruslah disukai penonton
4) Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.artinya media dipilih berdasarkan
tujuan instruksional yang telah ditetapkan.
5) Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip atau
generalisasi.
6) Praktis, luwes dan bertahan.
7) Guru terampil menggunakannya.
8) Pengelompokan sasaran media yang efektif untuk kelompok besar belum tentu
sama dengan efektifnya jika digunakan untuk kelompok kecil.
9) Mutu teknis
commit to user
e. Kemampuan dan Kualitas DVD
1) Kemampuan DVD
a) DVD mampu memainkan video digital dengan kualitas yang sangat tinggi
selama 2 jam penuh. Bahkan untuk satu keping dual-layer, double-sided
mampu memainkan video digital dengan kualitas yang sama selama 8jam
penuh. Semua ini setara dengan 30 jam video dalam kulitas VHS.
b) DVD juga mendukung film yang menggunakan layar widescreen (yang
berasio 4:3 dan 16:9).
c) DVD mampu menyimpan semua filmnya dalam 9 angle kamera yang
berbeda.
d) DVD mampu menyimpan 32 judul lagu karaoke.
e) DVD mampu menyimpa 8 track Digital audio untuk berbagai bahasa, yang
masing-maing memiliki delapan channel.
f) DVD mampu memberikan on-screen menu dan interactif fitur seperti behind
the scene, games, interview dan masih banyak lagi.
g) DVD dapat memuat DVD dengan berbagai bahasa, mulai dari percakapan,
subtittle, nama lagu, dan sebagainya.
h) Rewind dan Foward yang lebih instant. Atau bahkan memilih lewat chapter
dan waktu (time code).
i) DVD lebih tahan lama dari CD, sebab data dalam DVD tidak semudah rusak
data dalam CD. Selain itu DVD juga lebih tahan terhadap panas.
(http://www.ubb.ac.id).
2) Kualitas DVD
DVD yang sebenarnya adalah menggunakan format MPEG-2. Baik gambar
maupun suara yang dihasilkan oleh format ini jauh lebih baik dari CD ataupun
commit to user
Kualitas Audio yang dimiliki oleh DVD juga berkualitas tinggi. Jauh lebih baik
dari CD Audio, karena audio pada DVD menggunakan ukuran dan sampling rate
yang lebih besar dari CD Audio. (http://www.ubb.ac.id).
Format MPEG-2 menggunakan system kompresi loosy Compression yang
menghapus informasi- informasi tidak penting, seperti beberapa area pada gambar
yang tidak mengalami perubahan sama sekali atau menghapuskan beberapa
informasi yang tidak akan ditangkap oleh mata manusia. Kualitas audio yang
dimiliki oleh DVD juga berkualitas tinggi, jauh lebih baik dari CD Audio, karena
audio pada DVD menggunakan ukuran dan sampling rate yang lebih besar dari CD
Audio, pada DVD video, file audio tidak menjadi satu dengan file gambar. Dan
kualitas audio yang dimiliki oleh audio pada DVD video sama dengan kualitas
yang ada pada ruang teater, yaitu multi channel surround sound menggunakan
Dolby Digital, atau DTS. Dalam hal kompresi, Dolby D