• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN DVD DUNIA HEWAN DALAM PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KOSAKATA ANAK TUNARUNGU WICARA KELAS DII B SLB B YRTRW SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGGUNAAN DVD DUNIA HEWAN DALAM PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KOSAKATA ANAK TUNARUNGU WICARA KELAS DII B SLB B YRTRW SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010 2011"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

PENGGUNAAN DVD DUNIA HEWAN DALAM PEMBELAJARAN

UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KOSAKATA

ANAK TUNARUNGU-WICARA KELAS DII B SLB-B YRTRW

SURAKARTA

TAHUN AJARAN 2010/2011

SKRIPSI

Oleh :

UMI SHOLIKHAH

NIM K5107043

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

ii

PENGGUNAAN DVD DUNIA HEWAN DALAM PEMBELAJARAN

UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KOSAKATA

ANAK TUNARUNGU-WICARA KELAS DII B SLB-BYRTRW

SURAKARTA

TAHUN AJARAN 2010/2011

Oleh :

Umi Sholikhah

NIM K5107043

Skripsi

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi

Pendidikan Khusus Jurusan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(3)

commit to user

(4)

commit to user

(5)

commit to user

v

ABSTRAK

Umi Sholikhah. PENGGUNAAN DVD DUNIA HEWAN DALAM

PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KOSAKATA ANAK TUNARUNGU-WICARA KELAS DII B SLB-B YRTRW SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010/2011. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Maret 2011.

Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan penguasaan kosakata melalui penggunaan DVD dunia hewan pada anak tunarungu-wicara kelas DII B SLB-B YRTRW Surakarta tahun ajaran 2010/2011. Subjek dalam penelitian ini adalah anak kelas DII B SLB-B YRTRW yang berjumlah 6 orang.

Penelitian ini berbentuk classroom action research/Penelitian Tindakan

Kelas yaitu kajian sistematk tentang upaya meningkatkan mutu praktik pendidikan oleh sekelompok masyarakat melalui tindakan praktis yang mereka lakukan dan melalui refleksi atau hasil tindakan tersebut. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, tes dan dokumentasi. Untuk menguji validitas data, penulis menggunakan teknik triangulasi sumber data dan triangulasi metode pengumpulan data.Teknis analisis yang digunakan adalah dengan teknik statistik deskriptif komparatif untuk menghitung peningkatan prestasi belajar dan melakukan deskripsi secara kualitatif yaitu dengan analisis kritis.

(6)

commit to user

vi

ABSTRACT

Umi Sholikhah. THE USE OF ANIMAL WORLD DVD IN LEARNING TO

IMPROVE THE VOCABULARY MASTERY OF DEAF-MUTE DII B GRADERS OF SLB-B YRTRW SURAKARTA IN THE SCHOOL YEAR OF 2010/2011. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Surakarta Sebelas Maret University, March 2011.

The objective of research is to improve the vocabulary mastery using the animal world DVD in the deaf-mute DII B Graders of SLB-B YRTRW Surakarta in the school year of 2010/2011. The subject of research was DII B Graders of SLB-B YRTRW consisting of 6 students.

This study belongs to a Classroom Action Research, that is, a systematic study on the attempt of improving the quality of education practice by a group of society through practical action they do and reflection on such action result. Techniques of collecting data used were observation, test, and documentation. In order to validate the data, the writer used data source triangulation and data collection method triangulation techniques. Technique of analyzing data used was a descriptive statistic comparative technique to estimate the improvement of learning achievement and description making qualitatively by critical analysis.

(7)

commit to user

vii

MOTTO

“ Jadikanlah hari ini lebih baik dari hari kemarin”

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia,

(karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang

munkar, dan beriman kepada ALLAH. Sekiranya ahli kitab beriman,

tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman,

namun kebanyakan mereka adalah orang- orang yang fasik”.

(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

1. Bapak dan ibu tercinta yang telah membesarkan

dan mendidik dengan penuh cinta kasih dan jerih

payah yang luar biasa.

2. Kakakku mbak Siwi beserta suami yang telah

memberikan semangat untuk terus berkarya dalam

hidup.

3. Adikku Yuli yang membuatku belajar menjadi

seorang kakak serta keponakanku tersayang dek

Azzam yang memberiku keceriaan.

4. Teman-teman yang telah memberi dukungannya

dalam menyelesaikan karya ini.

5. Sahabat-sahabat yang selalu menghiasi

hari-hariku, terimakasih atas kebersamaan dan

persahabatannya.

6. Sahabat-sahabatku aktivis dakwah UNS yang

senantiasa memberikan nasehat dan semangatnya

untuk terus berjuang di jalan ALLAH.

(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat

dan hidayah-Nya skripsi ini akhirnya dapat terselesaikan untuk memenuhi sebagian persyaratan

mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam menyelesaikan skripsi ini, namun

berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Oleh

karena itu, pada kesempatan ini peneliti menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Bapak

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd yang telah memberikan izin dalam melakukan

penelitian;

2. Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas

Maret Surakarta, Bapak Drs. Rusdiana Indianto, M.Pd;

3. Ketua Program Studi Pendidikan Khusus Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Bapak Drs. Abdul Salim Choiri,

M.Kes sekaligus dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan selama proses

penyusunan skripsi ;

4. Sekretaris Program Studi Pendidikan Khusus Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Bapak Drs. Maryadi, M.Ag;

5. Bapak Priyono, S.Pd, M. Si yang selalu saya banggakan pula selaku Pembimbing II yang

telah memberikan bimbingan selama proses penyusunan skripsi;

6. Bapak Misdi, S.Pd selaku Kepala SLB-B YRTRW Surakarta yang telah memberikan izin

untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut;

7. Ibu Sri Kristiawati, S.Pd selaku guru kelas DII B SLB-B YRTRW Surakarta yang telah

bersedia bekerjasama dalam penelitian ini;

8. Seluruh bapak dan ibu guru SLB-B YRTRW Surakarta yang selalu ramah dan telah ikut

bekerjasama dengan peneliti selama pelaksanaan penelitian;

9. Siswa kelas DII B SLB-B YRTRW Surakarta yang telah membantu pelaksanaan penelitian;

(10)

commit to user

x

SMPN1 Mantingan, dan di SMAN 1 Widodaren, serta di Program Studi PLB FKIP UNS;

11. Teman-teman PLB ’07;

12. Penghuni dan mantan penghuni ”Kost Az-zimah”;

13. Temanku alumni Rohis SMAN 1 Widodaren, yang telah memotivasi untuk menyelesaikan

skripsi ini.

14. Teman-teman Aktivis Dakwah UNS

15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu peneliti dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya peneliti berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan

pembaca pada umumnya.

Surakarta, April 2010

(11)

commit to user

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ... i

PENGAJUAN SKRIPSI……… ... ii

PERSETUJUAN……… ... iii

PENGESAHAN………. ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN………. ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR/SKEMA ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

DAFTAR GRAFIK ... xvii

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar belakang.. ...1

B. Rumusan Masalah ...4

C. Tujuan Penelitian...4

D. Manfaat Penelitian...4

BAB II. LANDASAN TEORI...6

A. Tinjauan Pustaka...6

1. Tinjauan Tentang Anak Tunarungu-wicara...6

a. Pengertian Tunarungu-wicara...6

b. Klasifikasi Anak Tunarungu-wicara...8

(12)

commit to user

xii

d. Penyebab Anak Tunarungu...17

e. Prevalensi ...20

2. Tinjauan Tentang Hakikat Kosakata ...21

a. Pengertian Kosakata...21

b. Pengertian Penguasaan Kosakata...23

c. Cara Memperluas Kosakata...24

3. Tinjauan Tentang Media DVD Dunia Hewan...25

a. Pengertian Media Pendidikan...25

b. Klasifikasi Media Pendidikan...27

c. Pengertian DVD Dunia hewan...28

d. Aturan Praktis Media Visual...29

e. Kemampuan dan Kualitas DVD...31

B. Kerangka Berfikir ...33

C.Hipotesis Tindakan...33

BAB III METODE PENELITIAN ...34

A.Tempat dan Waktu penelitian ...36

1. Tempat Penelitian...36

2. Waktu Penelitian...36

B.Subjek Penelitian...37

C.Sumber Data...37

D.Teknik pengumpulan Data...37

1. Tes ...37

2. Observasi...38

3. Dokumentasi...40

E. Validitas Data...40

F. Teknik Analisis Data...41

G.Indikator Kinerja...42

H.Prosedur Penelitian...42

(13)

commit to user

xiii

2. Tahap Tindakan...43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...48

A.Hasil Penelitian...48

1. Deskripsi Kondisi awal...48

2. Deskripsi Siklus I...51

3. DeskripsiSiklus II...58

B.Pembahasan Penelitian...66

BAB V SIMPULAN DAN SARAN...69

A.Simpulan……….……..69

B.Saran……….………69

DAFTAR PUSTAKA………..……...71

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel

01. Lembar observasi...38

02. Indikator ketercapaian belajar siswa ...41

03. Rekapitulasi hasil pretest Bahasa Indonesia...49

04. Rekapitulasi hasil belajar Bahasa Indonesia siklus 1...…………...53

05. Peningkatan nilai hasil belajar Bahasa Indonesia dari pretest-siklus I...54

06. Rekapitulasi hasil belajar Bahasa Indonesia siklus II...61

(15)

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR/SKEMA

Halaman

Gambar

01. Skema Kerangka Berfikir...32

(16)

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran I Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ... 74

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... 80

Lampiran 3 Lembar Observasi keaktifan siswa ... 86

Lampiran 4 Lembar Soal Tes Tertulis ... 87

Lampiran 5 Daftar Nilai Harian Kelas DII B SLB-BYRTRW ... 88

Lampiran 6 Rekapitulasi Hasil Pretest Bahasa Indonesia ... 89

Lampiran 7 Rekapitulasi Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siklus I ... 90

Lampiran 8 Rekapitulasi Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siklus II... 91

Lampiran 9 Rekapitulasi Hasil Postest Bahasa Indonesia ... 92

Lampiran 10 lembar Observasi Keaktifan Siswa Siklus I ... 93

Lampiran 11 lembar Observasi Keaktifan Siswa Siklus II ... 94

Lampiran 12 Data Siswa Kelas DII B SLB-BYRTRW ... 95

Lampiran 13 Surat Keputusan Dekan FKIP ... 96

Lampiran 14 Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi ... 97

Lampiran 15 Surat Permohonan Ijin Research/Try Out untuk Rektor... 98

Lampiran16 Surat Permohonan Ijin Research/Try Out untuk kepala sekolah... 99

Lampiran 17 Surat Keterangan Penelitian ... 100

(17)

commit to user

xvii

DAFTAR GRAFIK

01. Nilai hasil hasil pretest siswa tunarungu ... 50

02. Rekapitulasi hasil belajar Bahasa Indonesia Siklus I ... 53

03. Peningkatan nilai hasil belajar Bahasa Indonesia dari pretest-siklus I ... 55

04 Peningkatan nilai rata-rata hasil belajar Bahasa Indonesia

dari pretest-siklus I ... 56

05. Rekapitulasi hasil belajar Bahasa Indonesia siklus II ... 62

06. Peningkatan nilai hasil belajar Bahasa Indonesia

dari pretest-siklus I-siklus II ... 63

07 Peningkatan nilai hasil belajar Bahasa Indonesia

dari pretest-siklus I-siklus II ... 63

(18)

commit to user

(19)

commit to user BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu tujuan Pendidikan Nasional dalam UU No. 20 Sisdiknas tahun 2003

tentang sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan

menyatakan sebagai berikut:

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi anak didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlakul karimah, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah melalui lembaga pendidikan

memiliki kewajiban memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik sesuai

dengan kebutuhan peserta didik, begitupula anak berkebutuhan khusus membutuhkan

pendidikan layaknya anak normal pada umumnya.

Anak berkebutuhan khusus sudah pasti memerlukan pendidikan khusus.

Pendidikan khusus seperti yang tercantum dalam UU No. 20 tahun 2003 Pasal 32,

adalah pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam

mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial atau

memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Layanan khusus untuk anak yang

memerlukan pendidikan khusus disesuaikan dengan jenis kelainan yang disandang.

Sekolah Luar biasa bagian B diperuntukkan bagi anak berkebutuhan khusus

yang mengalami gangguan pendengaran. Secara sekilas tidak ada gangguan fisik pada

anak tunarungu-wicara, tetapi setelah kita mencoba untuk mengajak berkomunikasi

dengan anak tunarungu maka barulah diketahui bahwa anak tidak mampu

(20)

commit to user

Adanya gangguan pada pendengarannya menyebabkan anak tunarungu

mengalami masalah dalam penguasaan bahasanya, Sardjono (2000: 45) menjelaskan

ciri-ciri anak tunarungu dalam segi penguasaan bahasanya antara lain: miskin dalam

kosa kata, sulit mengartikan ungkapan- ungkapan bahasa yang mengandung arti

kiasan, sulit mengartikan ungkapan- ungkapan bahasa yang mengandung irama dan

gaya bahasa.

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa anak tunarungu miskin dalam

kosakata yang menyebabkan anak mengalami gangguan perkembangan bahasanya.

karena kosakata adalah himpunan kata yang diketahui oleh seseorang atau entitas

lain, atau merupakan bagian dari suatu bahasa tertentu.

Kurangnya penguasaan kosakata anak dapat dilihat dari nilai harian Bahasa

Indonesia pada semester 1 yang masih rendah, hal ini terjadi pada beberapa siswa

kelas DII B SLB-B YRTRW yang berjumlah 6 orang yaitu siswa A, siswa B, siswa

C, siswa D, siswa E dan siswa F. Siswa A nilai harian rata-rata 50, siswa B nilai

harian rata-rata 55, siswa C nilai harian rata-rata 62, siswa D nilai harian rata-rata 62,

siswa E nilai harian rata-rata70, dan siswa F nilai harian rata-rata dalah 78. Dari data

tersebut menunjukkan bahwa penguasaan kosakata pada siswa masih rendah dilihat

dari hasil rata-rata nilai harian Bahasa Indonesia pada semester 1. Rendahnya

penguasaan kosakata mempengaruhi bahasa seseorang.

Bahasa merupakan alat komunikasi yang dipergunakan manusia dalam

mengadakan hubungan dengan sesamanya. Hal ini berarti bila sekelompok manusia

memiliki bahasa yang sama, maka mereka dapat saling bertukar pikiran mengenai

segala sesuatu yang dialami secara konkrit maupun abstrak.

Sutjihati Somantri (1996: 76) menjelaskan fungsi bahasa antara lain: bahasa

sebagai wahana untuk mengadakan kontak/hubungan, untuk mengungkapkan

perasaan kebutuhan dan keinginan, untuk mengatur dan menguasai tingkah laku

orang lain, untuk pemberian informasi dan untuk memperoleh pengetahuan. Tanpa

(21)

commit to user

dalam kehidupan sosial. Hal inilah yang kemudian dialami oleh anak tunarungu, ia

sulit mengambil bagian dalam kehidupan sosialnya.

Ada banyak factor yang mempengaruhi keberhasilan perolehan bahasa anak

tunarungu. Faktor-faktor tersebut adalah factor internal atau factor dalam diri anak

dan faktor eksternal atau faktor di luar diri anak. Faktor eksternal ini biasa disebut

factor lingkungan yang dimaksud dalam hal ini adalah lingkungan keluarga, sekolah

dan masyarakat. Lingkungan sekolah yang mempunyai pengaruh strategis bagi

perkembangan perolehan bahasa anak tunarungu adalah semua komponen sekolah

yang terdiri kepala sekolah, guru, sarana prasarana dan lingkungan sosial sekolah.

Untuk itu peningkatan kemampuan berbahasa melalui penguasaan kosakata

bagi anak tunarungu dengan adanya pembelajaran di lingkungan sekolah dengan

memanfaatkan sarana prasarana sekolah yang tersedia merupakan bagian penting,

baik dari proses pembelajaran suatu bahasa ataupun pengembangan kemampuan anak

tunarungu dalam suatu bahasa yang sudah dikuasai. Bagi anak normal sering

diajarkan kata-kata baru sebagai bagian dari mata pelajaran tertentu dan banyak pula

orang dewasa yang menganggap pembentukan kosakata sebagai suatu kegiatan

penting yang menarik dan edukatif. sama halnya dengan anak tunarungu,

pembentukan kosakata merupakan kegiatan yang penting tetapi anak tunarungu

mengalami kesulitan untuk memahami kosakata, untuk itu diperlukan suatu media

yang mampu meningkatkan penguasaan kosakata yang dimiliki anak tunarungu,

dalam hal ini penulis menggunakan media DVD dunia hewan dalam pembelajaran

untuk meningkatkan penguasaan kosakata anak karakteristik anak tunarungu-wicara,

gambarnya konkrit sesuai dengan kehidupan nyata sehingga anak tunarungu tertarik

untuk memperhatikan materi pembelajaran. Dengan adanya ketertarikan anak

mengikuti pelajaran, maka penyajian materi pembelajaran dengan menggunakan

DVD dunia hewan dapat meningkatkan penguasaan kosakata anak tunarungu-wicara.

(22)

commit to user B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka

masalah yang dapat rumuskan adalah:

“Apakah penggunaan DVD dunia hewan dalam pembelajaran dapat

meningkatkan penguasaan kosakata anak tunarungu-wicara kelas DII B SLB-B

YRTRW Surakarta tahun ajaran 2010/2011?.

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka dapat ditetapkan tujuan

penelitian, yaitu:

Untuk meningkatkan penguasaan kosakata melalui penggunaan DVD dunia

hewan pada anak tunarungu-wicara kelas DII B SLB-B YRTRW Surakarta tahun

ajaran 2010/2011.

D.Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini untuk menambah khasanah dalam

perkembangan ilmu pengetahuan dibidang kependidikan luar biasa. Sehingga

perkembangan tersebut dapat digunakan dalam peningkatan pelayanan bagi anak

berkebutuhan khusus di Sekolah Luar Biasa.

2. Manfaat Praktis

Sedangkan manfaat praktis yang diharapkan dalam penelitian ini terdiri dari

manfaat bagi guru dan siswa yang diuraikan sebagai berikut:

a. Bagi guru

1) Memberikan variasi dalam kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia Pokok

(23)

commit to user

2) Memberikan stimulus untuk bisa mengembangkan kemampuan menggunakan

media DVD dalam pembelajaran Bahasa Indonesia sub pokok ciri-ciri binatang

3) Meningkatkan interaksi guru dan siswa ditandai dengan respon siswa selama

guru menyampaikan materi pelajaran dengan menggunakan media DVD dunia

hewan dan repon siswa menjawab pertanyaan guru.

b. Bagi siswa

1) Memberikan stimulus kepada siswa untuk memperhatikan pelajaran Bahasa

Indonesia sub pokok ciri-ciri binatang.

2) Meningkatkan penguasaan kosakata tentang ciri-ciri binatang.

3) Memberikan stimulus kepada siswa untuk menulis kalimat sederhana tentang

(24)

commit to user BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Tentang Anak Tunarungu-wicara

a. Pengertian Tunarungu-wicara

Anak tunarungu adalah salah satu anak yang dikategorikan sebagai anak yang

memiliki kekurangan dalam hal kemampuan mendengar, memiliki gangguan dalam

beberapa hal. Mulyono Abdurrahman (1994: 73 ) menyebutkan beberapa gangguan

yang ditimbulkan dari kerusakan pendengaran Anak tunarungu antara lain :gangg

uan perseptual, gangguan bicara, gangguan komunikasi, gangguan kognitif, gangguan

sosial, gangguan emosi, masalah pendidikan, gangguan dalam intelekual, masalah

vokasional.

Anak tunarungu dan Istilah tunarungu diambil dari kata “tuna” dan “rungu”

tuna artinya kurang dan rungu artinya pendengaran. Orang atau anak dikatakan

tunarungu apabila ia tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara.

(Permanarian Somad,Tati Hernawati, 1996: 26).

Menurut Moores (dalam Permanarian Somad dan Tati Hernawati, (1996: 27) ”orang Tuli adalah seseorang yang kehilangan kemampuan mendengar pada tingkat 70 dB ISO atau lebih sehingga ia tidak dapat mengerti pembicaraan orang lain

melalui pendengarannya sendiri, tanpa menggunakan alat bantu mendengar”.

Andreas Dwidjosumarto dalam seminar ketunarunguan di Bandung (1988)

dalam Permanarian Somad,Tati Hernawati (1996: 27), mengemukakan “tunarungu”

dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan

(25)

commit to user

Moores (dalam Mulyono Abdurrahman, 1994: 59) menyatakan “Orang

dikatakan tuli pendengarannya rusak sampai pada satu saraf tertentu (biasanya 70

dB atau lebih) sehingga menghalangi pengertian terhadap suatu pembicaraan melalui

indra pendengaran,baik tanpa maupun dengan alat bantu dengar (hearing aid)”.

Sudibyo Markus (dalam Sardjono, 2000: 8) ”Tunarungu-wicara adalah mereka

yang menderita tunarungu sejak bayi/sejak lahir, yang karenanya tak dapat

mengangkap pembicaraan orang lain, sehingga tak mampu mengembangkan

kemampuan bicara meskipun tak mengalami gangguan pada alat suaranya”.

Menurut Moh. Amin (dalam Sardjono, 2000: 8) menjelaskan anak

tunarungu-wicara adalah:

Mereka yang sejak lahir demikian kurang pendengarannya, sehingga memustahilkan mereka dapat belajar bahasa dan berbicara dengan cara-cara normal.

Mereka yang sekalipun lahir dengan pendengaran normal tetapi sebelum dapat berbicara mendapat hambatan taraf berat pada pendengarannya.

Mereka yang sekalipun sudah mulai dapat berbicara karena saat terjangkitnya gangguan pendengaran, sebelum umur kira-kira 2 tahun, maka kesan-kesan yang diterima mengenai suara dan bahasa seolah-seolah hilang.

Menurut Soewito (dalam Sardjono, 2000: 9) Tunarungu adalah “seseorang yang

mengalami ketulian berat sampai total, yang tidak dapat lagi menangkap tutur kata

tanpa membaca bibir lawan bicaranya”.

Menurut Imas A. R. Gunawan (dalam Sardjono, 2000: 9) anak tunarungu

adalah ”anak yang kehilangan kemampuan pendengarannya demikian rupa sehingga

anak tersebut tidak dapat mengerti bahasa oral walaupun menggunakan alat bantu

dengar”.

Menurut Andreas Dwidjosumarto (Sutjihati Somantri, 1996: 74) “tuli adalah

mereka yang indera pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat

sehingga pendengarannya tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang dengar adalah

(26)

commit to user

berfungsi untuk mendengar, baik dengan maupun tanpa menggunakan alat bantu

dengar (hearing aids)”.

Menurut Mufti Salim (dalam Sutjihati Somantri, 1996: 74-75)

“Anak tunarungu ialah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya

sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya”.

Mohammad Efendi (2006: 56) mengkategorikan normal, “apabila sumber bunyi

didekat telinga yang memancarkan getaran-getaran suara dan menyebar ke sembarang

arah dapat tertangkap dan masuk ke dalam telinga sehingga membuat gendang

pendengaran menjadi bergetar”.

Mohammad-Hossein Azizi (2010: 116) mengemukakan “Noise-induced

hearing loss (NIHL) is an irreversible damage of the cochlear hair cells of the inner ear”.dari pendapat ini dapat kita ketahui kehilangan pendengaran karena suara yang terlalu keras adalah kerusakan permanen pada sel rambut koklea di telinga dalam.

Jadi kehilangan pendengaran yang dialami sudah tetap tidak dapat diobati.

Dari pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas dapat di tarik

kesimpulan anak tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran

pada tingkat 70 dB atau lebih, ketulian berat sampai total sehingga anak mengalami

kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain.

b. Klasifikasi Anak Tunarungu-wicara

Klasifikasi anak tunarungu berfungsi untuk mencapai tujuan pendidikan dimana

penderita kelainan pendengaran diklasifikasikan sesuai dengan kehilangan

pendengaran. Klasifikasi anak tunarungu menurut Samuel A Kirk

(dalam Permanarian Somad dan Tati Hernawati, 1996: 29)

(27)

commit to user

2) 0-26 dB :menunjukkan seseorang masih mempunyai pendengaran

normal

3) 27-40 dB : mempunyai kesulitan mendengar bunyi-bunyi yang jauh

4) 41-55 dB : mengerti bahasa percakapan tidak dapat mengikuti diskusi

kelas membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicara

(tergolong tunarungu sedang)

5) 56- 70 dB : hanya bisa mendengar suara dari jarak yang dekat

6) 71- 90 dB : hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat

7) 91 dB ke atas : mungkin sadar akan adanya bunyi atau suara dan getaran

banyak bergantung pada penglihatan daripada pendengaran

untuk proses menerima informasi dan yang bersangkutan

dianggap tuli berat.

Permanarian Somad dan Tati Hernawati (1996: 32)

1). Tunarungu hantaran (konduksi) ialah ketunarunguan yang disebabkan kerusakan atau tidak berfungsinya alat-alat penghantar getaran suara pada telinga bagian tengah.

2). Tunarungu syaraf (sensorineural) ialah tunarungu yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinnya alat- alat pendengaran bagian dalam syaraf pendengaran yang menyalurkan getaran ke pusat pendengaran pada lobus temporalis.

3). Tunarungu campuran adalah kelainan pendengaran yang disebabkan krusakan pada penghantar suara dan kerusakan pada syaraf pendengaran.

Sardjono (2000: 21) mengklasifikasikan anak tunarungu-wicara menjadi 6

antara lain :

Sam Isbani&Isbani (dalam Sardjono, 2000: 21)

1) Berdasarkan bagian alat pendengaran mana yang mengalami kerusakan:

a) Tunarungu konduktif (conductive deafness): pada tunarungu secara

konduktif telinga bagian luar dan tengah yang mengalami kerusakan.

b) Tunarungu perseptif (perceptive loss deafness): pada tunarungu perseptif

(28)

commit to user

c) Gejala tunarungu campuran (Mixed deafness). Pada jenis gangguan atau

kelainan pendengaran ini ogan pendengarannya rusak, baik bagian luar, tengah maupun dalam.

2) Berdasarkan bentuk kelainan pendengaran

Menurut Samuel A. Kirk (dalam Sardjono, 2000: 30)

a) Conductive losses adalah seseorang yang kehilangan intensitas pencapaian

suara, telinga bagian tengah saat mulainya getaran syaraf pendengaran.

b) Sensory neural or perceptive losses disebabkan kelainan telinga bagian

dalam atau pada pengiriman syaraf pendengaran yang merangsang menuju ke otak.

c) Central deafness kelainan jenis ini termasuk kondisi dimana suara seseorang

dapat didengar, tetapi tidak dapat menafsirkannya.

3) Berdasarkan etiologis, anatomis dan fisiologis ukuran nada yang dapat

didengar. Emon sastro Winoto (dalam Sardjono, 2000: 30) mengklasifikasikan

ketunaan sesuai dengan dasar-dasarnya yaitu:

a) Klasifikasi etiologis: tunarungu endogen/pembawaan, tunarungu eksogen

yang disebabkan karena penyakit atau kecelakaan.

b) Klasifikasi anatomis-fisiologis: tunarungu hantaran (konduktif) dan

tunarungu perceptive (syaraf).

c) Klasifikasi menurut ukuran nada yang tidak dapat didengar.

d) Klasifikasi menurut saat terjadinya ketunarunguan: anak tunarungu yang

terjadi pada waktu masih dalam kandungan ibu atau pre natal, tunarungu yang terjadi pada saat kelahiran atau neo natal dan anak tunarungu yang terjadi pada saat setelah kelahiran atau post natal.

e) Klasifikasi menurut taraf ketunarunguan atas dasar ukuran audiometris dapat

dibedakan menjadi :

(1). Tunarungu taraf 5-25 dB: yaitu tunarungu taraf ringan, pada taraf ini anak masih dapat belajar bersama dengan anak normalpada umumnya dengan memakai alat bantu dengar (hearing aid)

(2). Tunarungu taraf 26-50 dB: pada taraf ini anak termasuk dalam kelompok tunarungu taraf sedang, anak memerlukan pendidikan khusus dengan latihan bicara dan membaca ujaran.

(29)

commit to user

pendidikan kejuruan, meskipun pelajaran bahasa dan bicara dapat masih dapat diberikan.

4) Berdasarkan sifat dan cara rehabilitas.

Soewito (dalam Sardjono, 2000: 32) membagi tunarungu dalam 3 kategori :

a) Tuli konduksi

b) Tuli persepsi (sensorineural, saraf)

c) Tuli campuran

5) Berdasarkan tingkat gangguan dengan pemahaman bahasa dan bicara Connix

dalam Sardjono (2000: 34) mengklasifikasikan tunarungu sebagai berikut:

Rata-rata frekuensi ucapan yang didengar

lebih baik

Pengaruh kehilangan dalam memahami

bahasa dan bicara

Ringan (slight)

27-40dB (ISO)

Mungkin mempunyai kesulitan

pendengaran yang ringan, kesulitan

dalam berbahasa

Ringan (Mild)

41-55 (ISO)

Mengerti percakapan /ucapan pada jarak

5 kaki(berhadapan muka).

Marked

56-70dB (ISO)

Percakapan harus keras untuk dapat

dimengerti.

Keras (Severe)

71-90 dB (ISO)

Bisa mendengar suara keras sekitar satu

kaki dari telinga.

Ekstrim (Extreme)

91 dB atau lebih (ISO)

Bisa mendengar suara yang keras tetapi

pada getaran/vibrasi yang lebih dari pada

(30)

commit to user

Klasifikasi tunarungu menurut Boothroyd (dalam Murni Winarsih, 2007:

23-24) adalah sebagai berikut:

Kelompok I : kehilangan 15-30 dB, mild hearing losses atau ketunarunguan

ringan; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia normal.

Kelompok II : kehilangan 31-60 dB, moderate hearing losses atau

ketunarunguan atau ketunarunguan sedang; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia hanya sebagian.

Kelompok III : kehilangan 61-90 dB: severe hearing losses atau

ketunarunguan berat; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada. Kelompok IV : kehilangan 91-120 dB: profound hearing losses atau ketunarunguan sangat berat; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama sekali.

Kelompok V : kehilangan lebih dari 120 dB: total hearing losses atau

ketunarunguan total: daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama sekali.

Uden (dalam Murni Winarsih, 2007: 24) membagi klasifikasi ketunarunguan

menjadi tiga yakni:

1) Berdasar saat terjadinya ketunarunguan :

a) Ketunarunguan bawaan, artinya ketika lahir anak sudah mengalami/

menyandang tunarungu dan indera pendengarannya sudah tidak berfungsi lagi.

b) Ketunarunguan setelah lahir, artinya terjadinya tunarungu setelah anak lahir

diakibatkan oleh kecelakaan atau suatu penyakit.

2) Berdasarkan tempat kerusakan

a) Kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah, sehingga menghambat

bunyi-bunyian yang akan masuk ke dalam telinga disebut tuli konduktif.

b) Kerusakan pada telinga bagian dalam sehingga tidak dapat mendengar

bunyi/suara, disebut tuli sensoris.

3) Berdasarkan taraf penguasaan bahasa

a) Tuli pra bahasa (prelingually Deaf) adalah mereka yang menjadi tuli

sebelum dikuasainya suatu bahasa (usia 1,6 tahun) artinya anak menyamakan tanda (signal) tertentu seperti mengamati, menunjuk, meraih dan sebagainya namun belum membentuk sistem lambang.

b) Tuli bahasa (Post Lingually Deaf) adalah mereka yang menjadi tuli setelah

(31)

commit to user

Sutjihati Somantri (1996: 75) mengemukakan klasifikasi tunarungu

sebagai berikut:

1) Klasifikasi secara etiologis

Yaitu pembagian berdasarkan sebab-sebab, dalam hal ini penyebab ketunarungau ada beberapa factor :

a) Pada saat sebelum dilahirkan

b) Pada saat kelahiran

c) Pada saat setelah kelahiran

2) Klasifikasi menurut tarafnya

Andreas Dwidjosumarto dalam Sutjihati Somantri (1996: 76) mengemukakan klasifikasi anak tunarungu sebagai berikut:

a) Tingkat I : kehilangan kemampuan mendengar antara 35 sampai 54 db,

penderita hanya memerlukan latihan berbicara dan bantuan mendengar secara khusus.

b) Tingkat II : kehilangan kemampuan mendengar antara 55 sampai 69 db,

penderita kadang- kadang memerlukan penempatan sekolah secara khusus dalam kebiasaan sehari- hari memerlukan latihan berbicara, dan bantuan latihan berbahasa secara khusus.

c) Tingkat III : kehilangan kemampuan mendengar antara 70 sampai 89 dB.

d) Tingkat IV : kehilangan kemampuan mendengar 90 dB ke atas.

Penggolongan ketunarunguan menurut Connix (dalam Sardjono, 2000: 37) sebagai berikut:

1) Kehilangan 0-30 dB pendengaran normal

2) Kehilangan 31-50 dB ketunarunguan ringan

3) Kehilangan 51-70 dB ketunarunguan sedang

4) Kehilangan 71-90 dB ketunarunguan berat

5) Kahilangan lebih dari 90 dB > tergolong tuli.

Dari klasifikasi yang sudah dipaparkan oleh beberapa ahli di atas dapat

disimpulkan klasifikasi anak tunarungu adalah:

1) Berdasarkan bagian alat pendengaran mana yang mengalami kerusakan

2) Berdasarkan bentuk kelainan pendengaran

3) Berdasarkan “gradasi/tingkatan” dari pada gangguan pendengaran.

4) Berdasarkan etiologis, anatomis dan fisiologis ukuran nada yang dapat

didengar.

(32)

commit to user

6) Berdasarkan jenis ketunarunguan serta kemampuan mengerti bicara dan bahasa.

c. Karakteristik Anak Tunarungu

Anak tunarungu secara sepintas fisik mereka tidak tampak jelas mengalami

kelainan, tetapi ketika kita mencoba untuk berkomunikasi dengan anak akan katahuan

anak tunarungu mengalami kelainan pendengarannya. Dampak dari kelainan

pendengaran ini menyebabkan anak memiliki ciri yang khas. Adapun karakteristik

anak tunarungu menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:

Sardjono (2000: 45) menjelaskan ciri-ciri anak tunarungu dalam segi penguasaan bahasanya antara lain: “miskin dalam kosa kata, sulit mengartikan ungkapan- ungkapan bahasa yang mengandung arti kiasan, sulit mengartikan

ungkapan- ungkapan bahasa yang mengandung irama dan gaya bahasa”.

Permanarian Somad dan Tati Hernawati (1996: 34-36)

1) Karakteristik dalam segi inteligensi

Anak tunarungu memiliki intelegensi normal atau rata-rata akan tetapi karena

perkembangan intelegensi sangat dipengaruhi oleh perkembangan bahasa maka

anak tunarungu menampakkan intelegensi yang rendah disebabkan oleh kesulitan

memahami bahasa

2) Karakteristik dalam segi bahasa dan bicara

Kemampuan berbicara dan bahasa anak tunarungu berbeda dengan anak yang

mendengar, hal ini disebabkan perkembangan bahasa erat kaitannya dengan

kemampuan mendengar.

3) Karakteristik dalam segi emosi dan sosial

Ketunarunguan dapat mengakibakan merasa asing dari pergaulan sehari-hari, yang

berarti mereka merasa asing dari pergaulan atau aturan sosial yang berlaku dalam

masyarakat dimana ia hidup.

Sardjono (2000: 43-44) menjelaskan ciri khas anak tunarungu antara lain:

(33)

commit to user

Cara berjalannya cepat dan agak membungkuk, gerakan matanya cepat, agak

beringas, gerakan anggota badannya cepat dan lincah, pada waktu bicara

pernafasan pendek dan agak terganggu, dalam keadaan biasa (bermain, tidur, tidak

bicara) pernafasan biasa.

2) Ciri-ciri khas dalam intelegensi

Intelegensi merupakan motor dari perkembangan mental seseorang. Pada anak

tunarungu dalam hal intelegensi tidak banyak berbeda dengan anak normal pada

umumnya. Ada yang memiliki intelegensi tinggi, rata-rata, dan ada yang

intelegensinya rendah. Sesuai dengan sifat ketunaan pada umumnya anak

tunarungu sukar menangkap pengertian-pengertian yang abstrak. Dalam hal

intelegensi potensial tidak berbeda dengan anak normal pada umunya, tetapi dalam

hal intelegensi fungsional rata-rata lebih rendah.

3) Ciri-ciri khas dalam segi emosi

Kekurangan pemahaman akan bahasa lisan atau tulisan sering kali dalam

komunikasi menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Sebab sering

menimbulkan kesalahpahaman yang dapat mengakibatkan hal yang negatif dan

menimbulkan tekanan pada emosinya.

4) Ciri-ciri khas dalam segi sosial

Dalam kehidupan sosial anak tunarungu mempunyai kebutuhan yang sama

dengan anak biasa pada umunya, yaitu mereka memerlukan interaksi antara

individu dengan individu, antara individu dengan kelompok dengan keluarga dan

dengan lingkungan masyarakat yang lebih luas.

5) Ciri-ciri dalam segi bahasa

Sesuai dengan kekurangan atau kelainan yang disandangnya anak tunarungu

dalam penguasaan bahasa mempunyai ciri-ciri khas seperti:

Miskin dalam kosa kata, sulit mengartikan ungkapan-ungkapan bahasa yang

mengandung arti kiasan, sulit mengartikan ungkapan-ungkapan bahasa yang

(34)

commit to user

Jan Stiles dan Kim Clark (1996: 96) menyatakan bahwa”Children with hearing

or communication disabilities

1) May have difficulty understanding directions and routines

2) May have limited communication with other children and may interfere with their play

3) May act out due to frustration with their inability to be understood 4) May demonstrate a lack of attention

5) May lack appropriate or expected speech development 6) May have difficulty making themselves understood

7) May lack the language skills to initiate or enter into play or learning situations 8) May have difficulty following directions

9) May use limited vocabulary

Pernyataan di atas mengungkapkan adanya ciri-ciri anak tunarungu dengan

berbagai permasalahan yang ada. Anak mempunyai masalah adanya kesulitan dalam

memahami arah dan kebiasaan, anak mempunyai keterbatasan dalam komunikasi

dengan anak yang lainnya, anak bertingkah karena frustasi terhadap ketidakmampuan

mereka mengerti, anak menunjukkan kurangnya perhatian, anak kesulitan untuk diri

mereka sendiri, anak kurang dalam ketrampilan berbahasa, anak memiliki kesulitan

dalam mengikuti arah dan masalah yang terakhir adalah terbatasnya kosakata anak,

dimana masalah ini menjadikan anak sulit untuk menerima apa yang disampaikan

oleh orang lain.

Freiberg (1997: 75) menyatakan bahwa “disorder language is usally more

difficult to remedy than delayed language. Disorder language may be due to a

receptive problem (difficulty understanding voice sounds), an expressive problem

(difficulty producting the voice sounds that follow the arbitrary rules for that

language), or to both”. Dari pernyataan di atas terdapat karakteristik anak yang mempunyai masalah dalam segi berbahasa, anak tunarungu dengan cacat bahasa yang

dialami biasanya sulit untuk diobati daripada terlambat menguasai bahasa. Cacat

bahasa mungkin disebabkan masalah keterterimaan (kesulitan memahami suara),

(35)

commit to user

sikap untuk berbahasa. Hal inilah yang menjadikan apa yang diucapkan anak sulit

dipahami.

Dari karakteristik yang sudah dipaparkan oleh beberapa ahli di atas dapat

disimpulkan karakteristik anak tunarungu antara lain:

1) Karakteristik dalam segi fisik

2) Karakteristik dalam segi intelegensi

3) Karakteristik dalam segi emosi

4) Karakteristik dalam segi sosial

5) Karakteristik dalam segi bahasa

d. Penyebab Anak Tunarungu

Secara umum penyebab anak tunarungu dapat terjadi sebelum lahir (prenatal),

ketika lahir (natal) dan sesudah lahir (post natal). Beberapa ahli mengungkap

penyebab ketunarunguan dengan berbagai sudut pandang berbeda.

Trybus (dalam Permanarian Somad dan Tati Hernawati, 1996: 32-33)

mengemukakan enam penyebab ketunarunguan pada anak-anak di Amerika Serikat

yaitu:

1) Keturunan

2) Campak Jerman dari pihak ibu

3) Komplikasi selama kehamilan dan kelahiran

4) Radang selaput otak (meningitis)

5) Otitis media (radang pada bagian telinga bagian tengah)

6) Penyakit anak-anak, radang dan luka-luka.

Murni Winarsih (2007: 28-29) mengelompokkan penyebab ketunarunguan

sebagai berikut:

1) Factor internal diri anak: factor dalam diri anak terdapat beberapa hal yang

menyebabkan ketunarunguan:

a) Factor keturunan dari salah satu atau kedua orang tua yang mengalami

(36)

commit to user

b) Penyakit campak jerman (Rubella) yang diderita ibu yang sedang

mengandung

c) Keracunan darah atau toxaminia yang diderita ibu yang sedang mengandung.

2) Factor Eksternal Diri Anak

a) Anak mengalami infeksi saat dilahirkan.

b) Meningitis atau radang selaput otak yang disebabkan oleh bakteri yang

menyerang labyrinth (telinga dalam) melalui system sel-sel udara pada

telinga tengah.

c) Radang telinga bagian tengah (otitis media) pada anak.

Jan Stiles dan Kim Clark (1996: 96) menyatakan penyebab kelainan

pendengaran sebagai berikut:

Hearing impairments can be caused by:

1) The aging process

2) Birth defects

3) Certain drugs

4) ear wax

5) head trauma or head injuries

6) heredity

7) middle ear infections

8) prolonged or repeted exposure to loud noises

9) tumors

10) viral infections

Dari penyebab kelainan pendengaran di atas dapat diketahui penyebab kelainan

pendengaran antara lain: proses penuaan, cacat lahir, obat-obatan tertentu, cairan

yang keluar dari telinga, trauma kepala, keturunan, infeksi telinga tengah, di tempat

(37)

commit to user

Moores (dalam Mohammad Efendi, 2006: 64) mengidentifikasi beberapa

penyebab ketunarunguan masa kanak-kanak yang terjadi di Amerika, berdasarkan

penelitiannya, ia menemukan bahwa “factor keturunan, penyakit maternal rubella,

lahir sebelum waktunya (prematur), radang selaput otak, serta ketidaksesuaian antara

darah anak dengan ibu yang mengandungnya, toxemia, pemakaian antibiotic

overdeses, infeksi, otitis media kronis dan infeksi pada alat-alat pernafasan menjadi penyebab utama terjadinya ketunarunguan”.

Mohammad-Hossein Azizi (2010: 116) menyatakan “the history of

occupational NIHL (ONIHL) probably dates back to many centuries ago, even

though as Alberti stated, it only became a major occupational aural disorder after

discovery of gunpowder and has increased significantly after the industrial

Revolution”. Dari penjelasan di atas dapat diketahui sejarah penyakit telinga karena pekerjaan yang berhubungan dengan suara yang terlalu keras sudah terjadi beberapa

beberapa abad yang lalu, meskipun sesuai yang alberti katakan, ini hanya menjadi

kelainan masalah pendengaran utamanya karena pekerjaan setelah ditemukannya

bubuk mesiu dan meningkat secara signifikan setelah revolusi industri.

Dari pendapat beberapa ahli terkait penyebab ketunarunguan maka penulis

menyimpulkan penyebab ketunarunguan antara lain

1) Keturunan

2) Campak Jerman dari pihak ibu

3) Komplikasi selama kehamilan dan kelahiran (cacat lahir, premature)

4) Radang selaput otak (meningitis)

5) Otitis media (radang pada bagian telinga bagian tengah)

6) Penyakit anak- anak, radang dan luka-luka

7) proses penuaan

8) obat-obatan tertentu, pemakaian antibiotic overdeses

9) cairan yang keluar dari telinga

(38)

commit to user

11) di tempat yang berisik berulang-ulang

12) tumor dan infeksi virus

13) penyakit maternal rubella

14) toxemia

15) serta ketidaksesuaian antara darah anak dengan ibu yang mengandungnya.

e. Prevalensi

Heward dan Orlansky (dalam Mulyono Abdurrahman, 1994: 70) memperkirakan “5% dari semua anak usia sekolah mengalami gangguan pendengaran. Akan tetapi banyak diantara anak yang mengalami gangguan

pendengaran ini yang tidak cukup berat untuk diberikan pelayanan pendidikan khusus”.

Hoeman dan Briga (dalam Mulyono Abdurrahman, 1994: 70) memperkirakan bahwa “ hanya 0,2% (1 diantara 500) dari populasi anak sekolah memiliki pendengaran yang rusak atau sangat berat.

Davis (2011: 916-917) dari hasil penelitian yang telah dilakukan

memperkirakan bahwa:

The presence of acoustically abstructing wax was recorder in 2,3%; it occurred

in conjunction with a ≥25 dBHL impairment in 1% of the population. These results do not substantially affect the the implication for rehabilitation, as 1 % is a relatively small proportion of the 16% with such impairment. Among this 1 % were individuals who also had significant sensorineural hearing impairments. The average effect of acoustically obstructing wax, after accounting for age, was 5.9 dB(s.e. 1,5 dB) over the four frequency average in the Better ear.

Dari pernyataan Davis, kita dapat mengetahui presentasi dari gangguan suara

akibat cairan telinga ini terjadi lebih besar atau sama dengan 25 dBHL dalam 1%

populasi, hasil ini tidak menimbulkan efek yang substansi untuk rehabilitasi. 15

adalah proporsi yang relative kecil dari 16% kelainan. Hampir 1% individu juga

(39)

commit to user

Dari pernyataan beberapa ahli di atas dapat kita simpulkan bahwa prevalensi

anak tunarungu terhitung sangat sedikit 1 diantara 500 populasi anak sekolah . dari

presentasi inipun masih dibagi sesuai dengan jenis kecacatannya, jadi untuk

masing-masing kecacatan memiliki presentas yang berbeda, salah satunya adalah adanya

gangguan suara akibat cairan telinga sebanyak 1 % dari jumlah kelainan dengar dan

1% juga mempunyai kelainan sensori pendengaran yang signifikan.

2. Tinjauan Tentang Hakikat Kosakata

a. Pengertian Kosakata

Dalam komunikasi melalui bahasa, baik lisan maupun tulisan, kosakata

merupakan unsur yang sangat penting. Makna suatu wacana sebagai bentuk

penggunaan bahasa, sebagian besar ditentukan oleh kosakata yang digunakan dalam

pengungkapannya. Pemahaman terhadap pesan yang disampaikan melaui bahasa

banyak ditentukan oleh ketepatan pemahaman terhadap kosakata yang digunakan.

Kosakata (Inggris: vocabulary) adalah himpunan kata yang diketahui oleh

seseorang atau entitas lain, atau merupakan bagian dari suatu bahasa tertentu.

Kosakata seseorang didefinisikan sebagai himpunan semua kata-kata yang dimengerti

oleh orang tersebut atau semua kata-kata yang kemungkinan akan digunakan oleh

orang tersebut untuk menyusun kalimat baru. Kekayaan kosakata seseorang secara

umum dianggap merupakan gambaran dari intelejensia atau tingkat pendidikannya

karenanya banyak ujian standar,

Seperti SAT, yang memberikan pertanyaan yang menguji kosakata.

(http://www.id.wikipedia.org/wiki/ kosakata).

Kosa kata merupakan salah satu komponen yang penting dalam belajar bahasa.

Semakin banyak perbendaharaan kata yang dimiliki pembelajar, semakin mudah dia

menyampaikan pikirannya baik dalam tulisan maupun lisan. Untuk memperkaya kosa

(40)

Cara-commit to user

cara berikut bisa dipakai oleh siswa dalam mencatat kata-kata baru.

(http://www.ialf.edu/bipa/july1999/belajarkosakata).

Menurut W. J. S Poerwadarminta (dalam Eni Nuryati, 2005: 18) ”Kosakata

adalah perbendaharaan kata”. Eni Nuryati (2005: 18) menyatakan”Dengan banyaknya

perbendaharaan kosakata yang dimiliki akan memudahkan dalam berkomunikasi

dengan anggota masyarakat yang lain”. Setiap orang perlu memperluas kosakatanya,

perlu mengetahui sebanyak-banyaknya perbendaharaan kata dan bahasanya.

Kosakata dalam bahasa Indonesia sangat luas cakupannya. Soedjito (dalam Eni

Nuryati, 2005: 19) menggolongkan kosakata bahasa Indonesia sebagai berikut: (1)

kata-kata abstrak dan kata-kata konkret; (2) kata umum dan kata khusus; (3) kata

popular dan kata kajian; (4) kata baku dan kata non baku; (5) kata asli dan kata

serapan.

Kata abstrak adalah kata yang mempunyai rujukan berupa objek yang dapat diserap oleh panca indera (dilihat, diraba, dirasakan, didengarkan atau dicium). Kata umum adalah kata yang luas ruang lingkupnya. Kata populer adalah kata yang dikenal dan dipakai oleh ilmuwan atau kaum terpelajar dalam karya- karya ilmiah. Kata baku adalah kata yang mengikuti kaidah atau ragam bahasa yang telah ditentukan. Kata asli adalah kata yang berasal dari bahasa kita sendiri. Sedang kata serapan adalah kata yang berasal (diserap) dari bahasa daerah atau asing (Eni Nuryati, 2005: 19).

Henry Guntur (dalam Eni Nuryati, 2005: 19) menyatakan bahwa ”kosakata

dasar atau basic vocabulary adalah kata-kata yang tidak mudah berubah atau sedikit

sekali kemungkinannya dipungut dari bahasa lain”.

Sri Sukesi Adiwimarta et al (dalam Suyatmi, 2004: 32) menyatakan bahwa

”kosakata atau perbendaharaan kata yang dalam bahasa Inggris disebut lexicon,

berasal dari bahasa Yunani Lexicon yang berarti kata. Kosakata merupakan

seperangkat leksem yang termasuk didalamnya kata tunggal, kata majemuk dan

idiom”.

Vallete (dalam Suyatmi, 2004: 32) menyatakan bahwa ”kosakata sebagai kata

(41)

commit to user

Kosakata seseorang adalah keseluruhan kata yang berada dalam ingatan

seseorang yang segera akan menimbulkan reaksi bila didengar atau dibaca. Reaksi

bahasa adalah mengenal bentuk bahasa itu dengan segala konsekuensinya, yaitu

memahami maknanya, melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan amanat kata itu.

(http://www.pusatbahasaalazhar.wordpres.com)

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kosakata adalah himpunan

kata dimana kosakata merupakan hal yang sangat penting dalam berbahasa. Semakin

banyak kosakata yang dimiliki seseorang semakin banyak ide atau gagasan yang

dapat diungkapkan. Untuk itu anak tunarungu perlu meningkatkan kosakata yang

dimilikinya dengan mengetahui sebanyak-banyaknya perbendaharaan kata dari

bahasa yang dipelajarinya.

b. Pengertian Penguasaan Kosakata

Menguasai kosakata bagi anak tunarungu sangatlah penting, tidak sekedar

menuliskan kata tapi juga bisa memahami arti kosakata itu. Penguasaan kosakata

tampak jika anak sudah bisa mennggunakan atau menyusun kata itu dalam kalimat

yang bermakna. Eni Nuryati (2005: 20) menyatakan bahwa ”penguasaan kosakata

sangat membantu seseorang dalam memahami gagasan atau ide dari ujaran orang lain. Hal ini disebabkan kata adalah penyalur gagasan”.

Sedangkan Suyatmi (2004: 33) menyatakan ”penguasaan kosakata itu

merupakan hal yang sangat penting dalam tindak berbahasa”.

Burhan Nurgiyantoro (dalam Suyatmi, 2004: 35) menyatakan bahwa

” memahami kosakata terlihat dalam kegiatan membaca dan menyimak, sedangkan

kemampuan kemampuan mempergunakan kosakata nampak dalam kegiatan menulis

dan berbicara”.

(42)

commit to user

mutlak yang harus dikuasai diantaranya memiliki sejumlah kata yang diperlukan atau

penguasaan kosakata memadai”.

wawasan yang luas tentang kosakata merupakan modal dasar dalam menulis, karena pada hakikatnya menulis merupakan upaya menuangkan kosakata yang dipahami/dikuasai dari bahasa lisan ke dalam tulisan. Oleh karena itu, penguasaan kosakata sangat menunjang ketrampilan menulis. Tanpa kosakata yang cukup, sulit diharapkan seseorang akan terampil menulis.

(Suyatmi, 2004: 4).

Jadi semakin banyak kosakata yang dikuasai oleh anak tunarungu maka

semakin cepat anak memahami kata yang disampaikan oleh orang lain baik

kata-kata lisan maupun tulisan.

c. Cara Memperluas Kosakata

Penguasaan kosakata dapat diperoleh melalui beberapa tahapan, dalam tahapan

itu mengandung bermacam- macam cara bagaimana seseorang memperluas kosakata.

Menurut Gorys keraf (dalam Eni Nuryati, 2005: 20) perluasan kosakata dapat

ditempuh dengan jalan : (1) proses belajar, yaitu suatu usaha mmperluas kosakata

melalui KBM yang dilakukan di lembaga-lembaga pendidikan dan pendidikan yang

harus berperan aktif untuk memperkenalkan berbagai istilah baru yang muncul

kepada siswanya; (2) melalui konteks, yaitu suatu usaha memperluas kosakata dengan

jalan mengamati konteks suatu wacana secara seksama baik lisan maupun tertulis; (3)

melalui kamus, yaitu suatu usaha memperluas kosakata dengan cara menggunakan

buku referensi yang khusus disusun untuk membantu setiap orang menetapkan kata

marta yang paling tepat sesuai dengan maksudnya; dan (4) dengan menganalisa kata,

yaitu suatu usaha memperluas kosakata dengan cara menggunakan kata/menentukan

mana akar katanya, mana imbuhannya, serta apa makna yang terkandung dalam

masing-masing unsurnya.

Cara memperluas kosakata seseorang antara lain dapat dikemukakan: melalui

proses belajar, melalui konteks, melalui kamus, kamus sinonim dan tesaurus, dan

(43)

commit to user

Cara mengaktifkan kosakata dengan cara yaitu:

1) Sering mempergunakan kata tertentu: cara yang pertama mengaktifkan

kosakata dengan kemauan seseorang adalah dengan sengaja lebih sering

mempergunakan sebuah bentuk yang baru didengar atau dibaca.

2) Mempertajam pengertian kata : Kesanggupan untuk membedakan nuansa arti

dan nilai rasa yang dikandung oleh kata-kata tersebut, memungkinkan kita

untuk menempatkan kata-kata itu di dalam konteks yang tepat dan sesuai.

3) Menertibkan pemakaian kata yang khas : Metode yang ketiga adalah

menertibkan diri sendiri untuk mencari kata-kata yang khas, bila menulis atau

membicarakan sesuatu yang khusus.

(http://www.pusatbahasaalazhar.wordpres.com).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penguasaan kosakata seseorang

dapat diperoleh melalui berbagai proses. Menguasai kosakata tidak sekedar

mempunyai perbendaharaan kata banyak tapi juga memahami makna kosakata

tersebut. Inilah yang penting bagi anak tunarungu, mampu memaknai kosa kata dan

mampu menggunakannya dalam kalimat bermakna.

3. Tinjauan Tentang Media DVD Dunia Hewan

a. Pengertian Media Pendidikan

Dalam prose belajar diperlukan suatu media pendidikan yang menunjang

keberlangsungan kegiatan belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan .

Media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium

secara harfiah berarti perantara atau pengantar.

Menurut Arif S. Sadiman (1996: 60) “ Media adalah perantara atau pengantar

pesan dari pengirim ke penerima pesan”.

Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan (Association of Education and

(44)

commit to user

”Media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan

pesan/informasi”.

Gagne (dalam Arif S. Sadiman, 1996: 6) menyatakan bahwa “media adalah

berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk

belajar”.

Briggs (dalam Arif S. Sadiman, 1996: 6) berpendapat bahwa

“media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa

untuk belajar”.

Arif S. Sadiman (1996: 7) “media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan

untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang

fikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga

proses belajar terjadi”.

Mc Luhan (dalam Basuki Wibawa dan Farida Mukti, 2001: 11)

“Media mencakup semua alat komunikasi dari seseorang ke orang lain yang tidak

ada dihadapannya”.

Menurut Romiszowski (dalam Basuki Wibawa dan Farida Mukti, 2001: 12) ”Media ialah pembawa pesan yang berasal dari suatu sumber pesan (yang dapat berupa orang atau benda) kepada penerima pesan”.

Media adalah segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan

informasi atau pesan AECT dalam Dinbakir (http://dinbakir.wordpress.com).

Dari pendapat beberapa ahli di atas, penulis menyimpulkan media pendidikan

adalah suatu alat pendidikan yang dapat digunakan dalam pembelajaran untuk

menyalurkan pesan pengirim pesan ke penerima pesan sehingga memberi rangsangan

pada siswa untuk belajar.

b. Klasifikasi Media Pendidikan

Setijadi (1986: 38) mengklasifikasikan media sebagai berikut:

(45)

commit to user

2) Bahan cetak seperti selebaran,gambar ungkap, papan tulis, diagram, grafik,

peta,

3) Audio cetak seperti buku pegangan siswa dan pita atau piringan audio, blanko,

diagram, bahan acuan.

4) Visual, proyeksi diam seperti film bingkai, transparansi, hologram

5) Audio-visual, proyeksi diam seperti film rangkai suara, film bingkai bersuara.

6) Visual-gerak seperti film tanpa suara

7) Audio-visual, gerak seperti film gambar gerak

8) Objek fisik seperti benda nyata, peragaan atau model benda sesungguhnya.

9) Sumber-sumber manusia dan lingkungan seperti situasi permainan perdu, studi

kasus, studi wisata.

10) Computer seperti computer dan berbagai peragaan.

Basuki Wibawa dan Farida Mukti (2001: 11) membedakan media visual

menjadi dua yaitu:

1) Media Audio: berfungsi untuk menyalurkan pesan audiodari sumber ke

penerima pesan.

2) Media Visual

a) Media visual diam : foto, ilustrasi, flash card, gambar pilihan dan potongan

gambar, film bingkai, film rangkai, transparansi, proyektor dan

tachitoscopes, serta grafik, bagan, diagram, poster, gambar kartun, peta dan

globe

b) Media visual gerak : gambar-gambar proyeksi, bergerak seperti film bisu

dan sebagainya.

3) Media audio visual

Ditinjau dari karakteristiknya media audio visual dapat dibedakan menjadi dua :

a) Media audio visual diam : slow scan TV, time shared TV, TV diam, film

rangkai bersuara, film bingkai bersuara, halaman bersuara dan buku

[image:45.612.115.532.186.664.2]
(46)

commit to user

b) Media audio visual gerak : film bersuara, pita video, film TV, TV,

holografi, video tapes dan gambar bersuara.

Dari pendapat yang telah dikemukakan di atas, Penulis menyimpulkan dan

menegaskan DVD Dunia Hewan adalah sebuah media audio visual yang dapat

menampilkan suara dan gambar bergerak sekaligus menjelaskan kepada anak materi

pelajaran kepada anak tunarungu-wicara secara konkrit sesuai dengan kehidupan

nyata.

c. Pengertian DVD Dunia Hewan

DVD adalah salah satu jenis cakram padat penyimpan data yang secara

perlahan digeser dengan format format Blu ray. Mungkin ada yang belum tahu

kepanjangan DVD, DVD adalah Digital Versatile Disc atau Digital Video Disc.

(http://pernikkomputer.blogspot.com).

DVD adalah sejenis cakram optik yang dapat digunakan untuk menyimpan

data, termasuk film dengan kualitas video dan audio yang lebih baik dari kualitas

VCD. "DVD" pada awalnya adalah singkatan dari digital video disc, namun beberapa

pihak ingin agar kepanjangannya diganti menjadi digital versatile disc (cakram serba

guna digital) agar jelas bahwa format ini bukan hanya untuk video saja. Karena

konsensus antara kedua pihak ini tidak dapat dicapai, sekarang nama resminya adalah

"DVD" saja, dan huruf-huruf tersebut secara "resmi" bukan singkatan dari apapun.

(http://www.id.wikipedia.org/wiki/).

DVD berasal dari kata Digital Versatile Disc. Sesuai dengan namanya DVD

merupakan sebuah media penyimpanan digital yang isinya sangat variatif. Bentuknya

sangat mirip dengan CD. Bedanya DVD dapat memainkan film, audio lebih baik dan

dengan data lebih banyak dan proses yang lebih cepat dibandingkan CD. DVD juga

mampu menyimpan data lain seperti Foto atau data informasi dari komputer.

(http://www.ubb.ac.id).

DVD atau “digital versatile discs,” adalah perangkat penyimpanan yang

(47)

commit to user

DVD adalah sama sebagai ukuran dan bentuk CD (compact disk), tetapi mereka dapat

menyimpan lebih dari enam kali lebih banyak data.

(http://supriyonobantul.wordpress.com).

Dari pendapat di atas, penulis menyimpulkan DVD (Digital Versatile Disc)

adalah media penyimpanan data, berupa media audio visual gambar bergerak

termasuk film dengan kualitas video dan audio yang lebih baik dari kualitas VCD.

d. Aturan Praktis Penggunaan Media Visual

Menurut Setijadi (1986: 51) untuk pembelajaran aturan praktis penggunaan

visual antara lain:

1) Pengulangan antara audio dan visual yang berlebihan harus dihindari

a) Jika kata-kata diperagakan secara visual, penonton harus diberi waktu cukup

untuk membacanya sebelum narrator memberikan komentar atau

membacakan pesan itu dengan cara lain.

b) Jika kata yang tertulis hanya tersaji sekilas, narrator harus mengulangi kata

itu dengan tepat.

2) Penampilan Visual tidak boleh mengganggu

a) Gambar-gambar dan tulisan yang diproyeksikan harus dapat dibaca, untuk

itu harus jelas dan terang.

b) Visual tidak boleh meragukan dan setajam mungkin

c) Objek-objek yang masih asing/belum dikenal hendaklah ditampilkan sedini

mungkin.

d) Visual tidak boleh terlalu ramai dan kacau, supaya pesan yang

dimaksudkan dapat tertangkap jelas oleh penonton.

3) Visual haruslah disukai penonton.

Karena kita ingin siswa mengubah perilakunya sesuai dengan yang diinginkan,

kita tidak akan memperlihatkan sesuatu yang tidak berkenan bagi mereka.

[image:47.612.116.534.165.639.2]
(48)

commit to user

Media yang digunakan dalam pembelajaran memenuhi kriteria sebagai berikut:

1) sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, artinya media dipilih berdasarkan

tujuan instruksional yang telah ditetapkan.

2) tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip atau

generalisasi.

3) Praktik, luwes dan bertahan.

4) guru terampil menggunakannya.

5) pengelompokan sasaran media yang efektif untuk kelompok besar belum tentu

sama dengan efektifnya jika digunakan untuk kelompok kecil.

6) mutu teknis

7) kondisi siswa (dari segi subjek belajar)

(http://dinbakir.wordpress.com).

Dalam penggunaan media ada beberapa yang harus diperhatikan, dari pendapat

ahli yang sudah dikemukakan di atas penulis menyimpulkan sebagai berikut:

1) Menghindari pengulangan antara audio dan visual yang berlebihan

2) Penampilan visual tidak boleh mengganggu

3) Visual haruslah disukai penonton

4) Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.artinya media dipilih berdasarkan

tujuan instruksional yang telah ditetapkan.

5) Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip atau

generalisasi.

6) Praktis, luwes dan bertahan.

7) Guru terampil menggunakannya.

8) Pengelompokan sasaran media yang efektif untuk kelompok besar belum tentu

sama dengan efektifnya jika digunakan untuk kelompok kecil.

9) Mutu teknis

(49)

commit to user

e. Kemampuan dan Kualitas DVD

1) Kemampuan DVD

a) DVD mampu memainkan video digital dengan kualitas yang sangat tinggi

selama 2 jam penuh. Bahkan untuk satu keping dual-layer, double-sided

mampu memainkan video digital dengan kualitas yang sama selama 8jam

penuh. Semua ini setara dengan 30 jam video dalam kulitas VHS.

b) DVD juga mendukung film yang menggunakan layar widescreen (yang

berasio 4:3 dan 16:9).

c) DVD mampu menyimpan semua filmnya dalam 9 angle kamera yang

berbeda.

d) DVD mampu menyimpan 32 judul lagu karaoke.

e) DVD mampu menyimpa 8 track Digital audio untuk berbagai bahasa, yang

masing-maing memiliki delapan channel.

f) DVD mampu memberikan on-screen menu dan interactif fitur seperti behind

the scene, games, interview dan masih banyak lagi.

g) DVD dapat memuat DVD dengan berbagai bahasa, mulai dari percakapan,

subtittle, nama lagu, dan sebagainya.

h) Rewind dan Foward yang lebih instant. Atau bahkan memilih lewat chapter

dan waktu (time code).

i) DVD lebih tahan lama dari CD, sebab data dalam DVD tidak semudah rusak

data dalam CD. Selain itu DVD juga lebih tahan terhadap panas.

(http://www.ubb.ac.id).

2) Kualitas DVD

DVD yang sebenarnya adalah menggunakan format MPEG-2. Baik gambar

maupun suara yang dihasilkan oleh format ini jauh lebih baik dari CD ataupun

(50)

commit to user

Kualitas Audio yang dimiliki oleh DVD juga berkualitas tinggi. Jauh lebih baik

dari CD Audio, karena audio pada DVD menggunakan ukuran dan sampling rate

yang lebih besar dari CD Audio. (http://www.ubb.ac.id).

Format MPEG-2 menggunakan system kompresi loosy Compression yang

menghapus informasi- informasi tidak penting, seperti beberapa area pada gambar

yang tidak mengalami perubahan sama sekali atau menghapuskan beberapa

informasi yang tidak akan ditangkap oleh mata manusia. Kualitas audio yang

dimiliki oleh DVD juga berkualitas tinggi, jauh lebih baik dari CD Audio, karena

audio pada DVD menggunakan ukuran dan sampling rate yang lebih besar dari CD

Audio, pada DVD video, file audio tidak menjadi satu dengan file gambar. Dan

kualitas audio yang dimiliki oleh audio pada DVD video sama dengan kualitas

yang ada pada ruang teater, yaitu multi channel surround sound menggunakan

Dolby Digital, atau DTS. Dalam hal kompresi, Dolby D

Gambar

Tabel
  Gambar
gambar, film
Gambar-gambar dan tulisan yang diproyeksikan harus dapat dibaca, untuk
+7

Referensi

Dokumen terkait

(Saya merasa tidak jelas dengan berbagai aturan yang harus saya pelajari untuk berbicara Bahasa Inggris.). STS TS ATS AS ST

Dengan penggunaan algoritma Running-key Vigenere cipher, jumlah maksimal karakter dari setiap pengiriman sms menggunakan Aplikasi VinereySMS kurang lebih sama

Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa pemberian kadar blotong dalam komposisi pembuatan batako memberikan pengaruh terhadap ukuran, kuat tekan dan absorbsi

[r]

To help underpin a strategy of upward trajectory, occupational and professional groups attempt to exploit opportunities for exclusionary closure; see, for example, Richardson (1997)

[r]

Bimbingan karir dengan teknik genogram, dimaksudkan sebagai penyelenggaraan layanan yang difokuskan untuk membantu peserta didik dalam memahami diri, mengambil keputusan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor.. 89,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia