9 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah
Pemerintah daerah harus dapat menjalankan pemerintah secara mandiri untuk membantu pembangunannya tanpa mengandalkan pemerintah pusat. Dalam upaya peningkatan kemandirian, pemerintah dituntut untuk mampu meningkatkan pendapatan salah satunya pendapatan asli daerahnya. Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu sumber pembelanjaan daerah, jika PAD meningkat, maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan bertambah sehingga mampu mendorong tingkat kemandirian daerah tersebut. Pendapatan asli daerah menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 yaitu sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Menurut UU nomor 1 tahun 2022, “Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disingkat PAD adalah pendapatan daerah yang diperoleh dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
(Siregar, 2017:23) “PAD merupakan penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber daerah dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan daerah atau perundang-undangan yang berlaku. Sektor pendapatan daerah memegang peranan yang sangat penting, karena melalui sektor ini dapat dilihat sejauh mana suatu daerah dapat membiayai kegiatan pemerintah dan pembangunan daerah”.
PAD bersumber dari pendapatannya yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah.
(Carunia, 2017:2) “PAD dikatakan baik untuk memenuhi pembiyaan pembangunan daerahnya apabila pencapaian persentasenya melebihi 70% dari total penerimaan PAD”. Banyak cara yang dapat dilakukan guna meningkatkan PAD agar mendekati atau bahkan sama dengan penerimaan potensialnya, namun secara umum ada dua cara untuk mengupayakan peningkatan PAD, yaitu dengan cara intensifikasi dan
ektensifikasi. Wujud dari intensifikasi adalah untuk retribusi yaitu menghitung potensi seakurat mungkin, maka target penerimaan bisa mendekati potensinya, sedangkan cara ektensifikasi dilakukan dengan mengadakan penggalian sumber- sumber objek pajak atau menjaring wajib pajak baru.
2.1.2 Pajak Daerah
Secara umum, pajak adalah pajak yang dipungut kepada masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang berlaku, dibayar oleh mereka yang berkewajiban membayar pajak dengan tidak secara langsung memulihkan kinerja (kinerja kontrak/insentif). Dananya digunakan untuk membiayai belanja negara dalam pengelolaan dan pembangunan pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa perpajakan merupakan pembayaran wajib menurut undang-undang yang tidak dapat dihindarkan bagi mereka yang berkewajiban, dan dapat dipaksakan oleh mereka yang tidak mau membayarnya. Oleh karena itu, perbendaharaan akan terjamin dengan adanya uang pajak yang selalu ada. Selain itu, perpajakan yang sesuai dengan undang-undang akan menjamin keadilan dan kepastian hukum bagi wajib pajak, sehingga pemerintah tidak dapat semena-mena.
(Halim, Bawono, dan Dara. 2014:5) “Pajak daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan (pasal 1 angka 18)”.
(Rahim, 2007:302) “Pendapatan Daerah baik pemerintah provinsi maupun pemerintah daerah baik melalui Pemerintah Daerah maupun pertimbangan keuangan antara pusat dan daerah menyatakan bahwa sumber pendapatan atau penerimaan daerah terdiri dari pemerintah daerah itu sendiri, berupa hasil pajak daerah, hasil restribusi daerah, hasil perusahaan milik, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain dalam pemerintah daerah yang sah.Pajak Daerah merupakan bagian PAD yang terbesar, kemudian disusul dengan pendapatan yang berasal dari retribusi daerah dll. Adapun yang dimaksud dengan pajak Daerah hampir tidak ada bedanya dengan pengertian pajak pada umumnya”.
Menurut Rahayu (2013:46) menyatakan bahwa “Pajak Daerah adalah pungutan wajib atas orang pribadi atau badan yang dilakukan oleh pemerintah daerah yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah”.
Menurut UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang telah diundangkan pada tanggal 5 Januari 2022 dan mulai berlaku pada tanggal 5 Januari 2022, Pajak merupakan suatu pembiayaan yang wajib dibayarkan seseorang atau badan untuk menghasilkan pendapatan negara. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenai Pajak. Menurut UU Nomor 1 tahun 2022 “Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Dalam peraturan Undang-Undang No.
1 Tahun 2022, jumlah pajak daerah yang menjadi hak provinsi telah di tambah dari 5 jenis pajak menjadi 7 jenis pajak yaitu:
1. PKB.
2. BBNKB.
3. PAB.
4. PBBKB.
5. PAP.
6. Pajak Rokok.
7. Opsen Pajak MBLM.
Jenis Pajak Daerah yang semula ada 5 jenis yaitu PKB, BBNKB, PBBKB, PAP, dan Pajak Rokok (UU No.28 Tahun 2009), kini telah ditambah dengan PAB serta Opsen Pajak MBLM pada UU No.1 Tahun 2022. Sementara jumlah pajak kab/kota terdiri dari 9 jenis pajak yaitu:
1. PBB-P2.
2. BPHTB.
3. PBJT.
4. Pajak Reklame.
5. PAT.
6. Pajak MBLB.
7. Pajak Sarang Burung Walet.
8. Opsen PKB.
9. Opsen BBNKB.
Pajak kab/kota yang terbaru sesuai dengan UU No.1 Tahun 2022 ialah 9 jenis pajak kab/kota, jenis pajak tersebut telah dikurangi semula asalnya 11 jenis pajak (UU No.28 Tahun 2009) menjadi 9 jenis pajak .11 jenis pajak itu dahulunya terdiri dari Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan
Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
2.1.3 Retribusi daerah
Menurut UU Nomor 1 Tahun 2022 “Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan”. Penyederhanaan retribusi dilakukan melalui rasionalisasi jumlah retribusi. retribusi diklasifikasikan dalam 3 (tiga) jenis, yaitu Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, dan Retribusi Perizinan Tertentu. Lebih lanjut, jumlah atas jenis Objek Retribusi disederhanakan dari 32 (tiga puluh dua) jenis menjadi 18 (delapan belas) jenis pelayanan.
Rasionalisasi tersebut memiliki tujuan agar retribusi yang akan dipungut pemerintah daerah adalah retribusi yang dapat dipungut dengan efektif, serta dengan biaya pemungutan dan biaya kepatuhan yang rendah. Selain itu, rasionalisasi dimaksudkan untuk mengurangi beban masyarakat dalam mengakses layanan dasar publik yang menjadi kewajiban pemerintah daerah. Rasionalisasi juga sejalan dengan implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dalam rangka mendorong kemudahan berusaha, iklim investasi yang kondusif, daya saing Daerah, dan penciptaan lapangan kerja yang lebih luas.
Objek retribusi daerah yang dimaksudkan dalam UU No. 1 tahun 2022 adalah penyedia/pelayanan barang atau jasa dan pemberian izin tertentu kepada orang pribadi atau badan oleh pemerintah daerah. Retribusi disederhanakan menjadi 18 jenis pelayanan dari sebelumnya mencapai 32 jenis pelayanan karena beberapa pungutan sebelumnya merupakan layanan publik yang wajib diberikan daerah, sehingga apabila dikenakan justru menambah biaya bagi masyarakat. Contohnya, retribusi biaya cetak Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Akta Catatan Sipil, pelayanan tera/tera ulang, pengujian alat pemadang kebakaran, pelayanan pemakaman, terminal, dan lainnya. Delapan belas retribusi yang dimaksud tersebut dibagi menjadi tiga jenis, yaitu Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, dan Retribusi Perizinan Tertentu. Retribusi pertama, jenis pelayanan yang merupakan
objek Retribusi Jasa Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) huruf a, meliputi:
a. Pelayanan kesehatan;
b. Pelayanan kebersihan;
c. Pelayanan parkir di tepi jalan umum;
d. Pelayanan pasar; dan e. Pengendalian lalu lintas.
Jenis pelayanan sebagaimana dimaksud di atas dapat tidak dipungut retribusi apabila potensi penerimaanya kecil dan/atau dalam rangka pelaksanaan kebijakan nasional/daerah untuk memberikan pelayanan tersebut secara cuma-cuma. Kedua, penis penyediaan/pelayanan barang dan/atau jasa yang merupakan objek Retribusi Jasa Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) huruf b meliputi:
a. Penyediaan tempat kegiatan usaha berupa pasar grosir, pertokoan, dan tempat kegiatan usaha lainnya.
b. Penyediaan tempat pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil hutan termasuk fasilitas lainnya dalam lingkungan tempat pelelangan.
c. Penyediaan tempat khusus parkir di luar badan jalan.
d. Penyediaan tempat penginapan/pesanggrahan/villa.
e. Pelayanan rumah pemotongan hewan ternak.
f. Pelayanan jasa kepelabuhanan.
g. pelayanan tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga.
h. Pelayanan penyeberangan orang atau barang dengan menggunakan kendaraan di air.
i. Penjualan hasil produksi usaha Pemerintah Daerah; dan
j. Pemanfaatan aset daerah yang tidak mengganggu penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi perangkat daerah dan/atau optimalisasi aset daerah dengan tidak mengubah status kepemilikan sesuai dengan ketentuan peraturan.
Ketiga, jenis pelayanan pemberian izin yang merupakan objek Retribusi Perizinan Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) huruf c meliputi:
a. Persetujuan Bangunan Gedung.
Retribusi persetujuan bangunan gedung sebagaimana dimaksud merupakan pungutan atas penerbitan persetujuan bangunan gedung oleh Daerah.
b. Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
Retribusi penggunaan tenaga kerja asing merupakan dana kompensasi penggunaan tenaga kerja asing atas pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing perpanjangan sesuai wilayah kerja tenaga kerja asing.
c. Pengelolaan Pertambangan Rakyat.
Retribusi pengelolaan pertambangan rakyat merupakan pungutan Daerah berupa iuran pertambangan rakyat kepada pemegang izin pertambangan
rakyat oleh Pemerintah Daerah dalam rangka menjalankan delegasi kewenangan Pemerintah di bidang pertambangan mineral dan batu bara.
Besaran retribusi yang terutang dihitung berdasarkan perkalian antara tingkat penggunaan jasa dengan tarif retribusi. Tingkat penggunaan jasa merupakan jumlah penggunaan jasa yang dijadikan dasar alokasi beban biaya yang dipikul Pemerintah Daerah untuk penyelenggaraan jasa yang bersangkutan. Kemudian tarif retribusi merupakan nilai rupiah yang ditetapkan untuk menghitung besarnya Retribusi yang terutang. Tarif Retribusi dapat ditentukan seragam atau bervariasi menurut golongan sesuai dengan prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi yang telah ditetapkan oleh Peraturan Daerah. (UU No. 1/2022) “Subjek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan barang, jasa, dan/ atau perizinan.” (UU No. 1/2022). “Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut retribusi tertentu.” .
2.1.4 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Yang dimaksud dengan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan mengacu pada bagi hasil BUMD dan hasil kerjasama dengan pihak ketiga. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan yang merupakan pendapatan daerah dari keuntungan bersih perusahaan daerah yang berupa dana pembangunan daerah dan bagian untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke kas daerah ataupun perusahaan daerah yang dipisahkan, sesuai dengan motif pendirian dan pengelolaan. Oleh karena itu, sifat perusahaan daerah adalah meningkatkan pendapatan daerah, memberikan pelayanan, memberikan manfaat bagi masyarakat, dan mengembangkan unit-unit produksi ekonomi daerah.
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan juga merupakan susunan kegiatan dan tindakan yang meliputi perencanaan, penentuan kebutuhan, pengendalian, pemeliharaan, pengamanan, pemanfaatan, dan perubahan status hukum serta penatausahaannya. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan meliputi bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara.
Menurut Siregar (2015:142) “pada dasarnya hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan adalah berbentuk deviden, yaitu bagian laba yang diberikan kepada pemerintah daerah. Ada tiga katagori deviden yaitu deviden atas penyertaan atas penyertaan modal pada BUMD, BUMN dan perusahaan swasta”. Dengan kata lain hasil pengelolaan kekayaan daerah yang sah merupakan penerimaan daerah atas hasil penyertaan modal daerah dengan beberapa jenis pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan yaitu:
a. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah atau BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) .
b. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah / BUMN (Badan Usaha Milik Negara).
c. Bagian atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.
2.1.5 Lain-Lain PAD yang Sah
Yang dimaksud dengan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah antara lain penerimaan daerah di luar pajak daerah dan retribusi daerah seperti jasa giro dan hasil penjualan aset daerah. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah menyatakan bahwa Lain-lain Pendapatan Asli daerah Yang Sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas:
1. Hasil penjualan BMD yang tidak dipisahkan 2. Hasil pemanfaatan BMD yang tidak dipisahkan 3. Hasil kerja sama daerah
4. Jasa giro
5. Hasil pengelolaan dana bergulir 6. Pendapatan bunga
7. Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian Keuangan Daerah
8. Penerimaan komisi, potongan, atau bentuk lain sebagai akibat penjualan, tukar-menukar, hibah, asuransi, dan/atau pengadaan barang dan jasa termasuk penerimaan atau penerimaan lain sebagai akibat penyimpanan uang pada bank, penerimaan dari hasil pemanfaatan barang daerah atau dari kegiatan lainnya merupakan Pendapatan Daerah
9. Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
10. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan
11. Pendapatan denda pajak daerah 12. Pendapatan denda retribusi daerah 13. Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan 14. Pendapatan dari pengembalian
15. Pendapatan dari BLUD dan
16. Pendapatan lainnya sesuai dengan ketentuan praturan Perundang- undangan.
Lain-lain PAD yang sah merupakan pendapatan-pendapatan yang tidak termasuk dalam jenis-jenis pajak daerah, retribusi daerah, pendapatan dinas-dinas.
Lain-lain PAD yang sah mempunyai sifat bagi pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan seperti berupa materi dalam kegitan tersebut yang bertujuan untuk menunjang, melapangkan, atau memantapkan suatu kebijakan daerah disuatu bidang tertentu. Objek dalam pendapatan ini bisa meliputi:
a. Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan b. Jasa giro
c. Pendapatan bunga
d. Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah
e. Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan, pengadaan barang, dan jasa oleh daerah
Lain-lain PAD yang sah mempunyai sifat bagi pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan seperti berupa materi dalam kegitan tersebut yang bertujuan untuk menunjang, melapangkan, atau memantapkan suatu kebijakan daerah disuatu bidang tertentu.
2.2 Penelitian Terdahulu
Sebelum melakukan penelitian, peneliti telah menemukan beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan Kontribusi Determinan PAD Sebelum dan Selama Covid-19 pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan yang dapat dijadikan acuan atau pembanding bagi peneliti dalam melakukan penelitian. Beberapa penelitian dengan topik yang sejenis tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1
Hasil Penelitian Terdahulu
No Judul/Peneliti/Tahun Variabel Hasil Persamaan Perbedaan
1 Analisis Penerimaan Pajak Daerah Sebelum Dan Sesudah Monitoring Pajak Berbasis Online Dalam Rangka Peningkatan
Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota
Surakarta.
Arlinda Wijayanti, 2020
Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Parkir
Sebelum dan Sesudah Penerapan Monitoring Online
Dalam penelitian ini didapat hasil bahwa Pajak Hotel, Pajak
Restoran, dan juga Pajak Parkir di Kota Surakarta sendiri setelah adanya alat monitoring pajak daerah secara online ini
mengalami peningkatan jumlah penerimaan pajak daerahnya, hal ini dibutikkan dengan hasil uji beda wilcoxon signed rank test
Menguji dengan menggunakan tehnik analisis Uji Beda
Varibel yang tidak digunakan peneliti
sebelumnya dan digunakan peneliti adalah Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan, Lain-lain PAD Yang Sah terhadap PAD Sebelum dan Sesudah Covid-19
Objek Penelitian terdahulu di Kota Surakarta sedangkan peneliti di Kabupaten Kota Provinsi Sumatera Selatan
2 Perbedaan Pendapatan Asli Daerah Sebelum Dan
Sesudah Otonomi Daerah Di Kabupaten Dan Kota Provinsi Bali.
Gde Adi Pradnyana, Ni Made Adi Erawati, 2016
Pendapatan Asli Daerah,
Sebelum dan Sesudah
Otonomi Daerah
Hasil penelitian menunjukkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebelum otonomi Daerah berbeda dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sesudah otonomi Daerah di seluruh Kabupaten dan Kota di Provinsi Bali. PAD di Kabupaten dan Kota di Provinsi Bali
mengalami peningkatan
Menguji dengan menggunakan tehnik analisis Uji Beda
Varibel yang tidak digunakan peneliti
sebelumnya dan digunakan peneliti adalah Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan, Lain-lain PAD Yang Sah terhadap PAD Sebelum dan Sesudah Covid-19
Objek Penelitian terdahulu di Provinsi Bali sedangkan
peneliti di Kabupaten Kota Provinsi Sumatera Selatan
3 Analisis Penerimaan Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Sebelum Dan Setelah Adanya Pandemi Covid-19 Di Kabupaten Dan Kota Se-Jawa Tengah.
Anisa Arifiyanti, M. Didik Ardiyanto, 2022
Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak
Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung
Pandemi Covid-19 berpengaruh terhadap penurunan perolehan pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak parkir, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan batuan.
Sedangkan perolehan pajak reklame, pajak air tanah, pajak sarang walet, PBB, dan BPHTB mengalami peningkatan masa Pandemi Covid-19.
Menguji dengan menggunakan tehnik analisis Uji Beda
Varibel yang tidak digunakan peneliti
sebelumnya dan digunakan peneliti adalah Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan, Lain-lain PAD Yang Sah terhadap PAD Sebelum dan Sesudah Covid-19
Objek Penelitian terdahulu di Provinsi Jawa Tengah
sedangkan peneliti di
Walet, PBB, dan BPHTB,
Sebelum dan Sesudah Covid- 19
Kabupaten Kota Provinsi Sumatera Selatan
4 Analisis Penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor Sebelum Dan Selama Pandemi Covid-19 Di Provinsi Sulawesi Utara.
Kevin F.Tumuli, George M.
V. Kawung, Jaclien I.
Sumual, 2021
Pajak Kendaraan Bermotor, Sebelum dan Sesudah Covid- 19
Hasil analisis yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara penerimaan Pajak
Kendaraan Bermotor sebelum dan selama pandemi Covid-19. Dan juga bencana nonalam pandemi Covid-19 berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor di Provinsi Sulawesi Utara.
Menguji dengan menggunakan tehnik analisis Uji Beda
Varibel yang tidak digunakan peneliti
sebelumnya dan digunakan peneliti adalah Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan, Lain-lain PAD Yang Sah terhadap PAD Sebelum dan Sesudah Covid-19
Objek Penelitian terdahulu di Provinsi Sulawesi Utara sedangkan peneliti di Kabupaten Kota Provinsi Sumatera Selatan
5 Analisis Efektivitas Dan Kontribusi Pajak Hotel Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Pematang Siantar Dalam Masa Pandemi Covid-19. Popy Margaretha Ambarita, 2021
Pajak Hotel, PAD, Sebelum dan Sesudah Covid-19
Melalui penelitian yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa efektivitas penerimaan pajak hotel Kota Pematang Siantar pada tahun 2019 dan 2020 sangat efektif, masing-masing persentasenya berada di atas angka 100 %.
Sementara itu untuk kontribusi pajak hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Pematang Siantar pada tahun 2019-2021 (per
Menguji dengan menggunakan tehnik analisis Uji Beda
Varibel yang tidak digunakan peneliti
sebelumnya dan digunakan peneliti adalah Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan, Lain-lain PAD Yang Sah terhadap PAD Sebelum dan Sesudah Covid-19
bulan Mei 2021) berada di bawah angka 10 %, hal ini menunjukkan bahwa kontribusi pajak hotel masih sangat kurang. Dalam pelaksanaannya masih terdapat kendala, terlebih lagi masa pandemi Covid-19 sangat
mempengaruhi penerimaan pajak hotel itu sendiri dan BPKD Kota Pematang Siantar tetap berupaya untuk mengatasi kendala yang ada guna memaksimalkan penerimaan
Objek Penelitian terdahulu di Kota Pematang Siantar sedangkan peneliti di Kabupaten Kota Provinsi Sumatera Selatan
6 Analisis Penerimaan Pajak Daerah Sebelum Dan Sesudah Pelaksanaan
Penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Di
Pajak Daerah Sebelum dan Sesudah Covid- 19
Dari hasil yang sudah di uji T- Paired Sample Test terdapat perbedaan penerimaan Dari Pajak Hotel, Restoran dan Hiburan
Menguji dengan menggunakan tehnik analisis Uji Beda
Varibel yang tidak digunakan peneliti
sebelumnya dan digunakan peneliti adalah Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan
Kabupaten Bekasi, Annisa Nurvalita Sari, Whereson Siringoringo. 2021
sebelum dan sesudah penetapan PSBB di Kabupaten Bekasi.
Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan, Lain-lain PAD Yang Sah terhadap PAD Sebelum dan Sesudah Covid- 19
Objek Penelitian terdahulu di Kabupaten Bekasi sedangkan peneliti di Kabupaten Kota Provinsi Sumatera Selatan
2.3 Pengembangan Hipotesis
Menurut Sugiyono (2018:99) “Hipotesis adalah jawaban sementara atas perumusan masalah dalam sebuah penelitian, yang mana perumusan masalah tersebut dinyatakan dalam bentuk kalimat tanya”. Dengan adanya pandemi ini mengakibatkan menurunnya PAD. Pandemi Covid-19 berdampak terhadap perekonomian yang salah satunya terhadap tingkat penerimaan pajak daerah.
Semakin berkembangnya Pandemi Covid-19 khususnya di Provinsi Sumatera Selatan pemerintah membuat berbagai kebijakan-kebijakan. Kebijakan tersebut juga berlaku terhadap aspek-aspek yang dikenakan pajak daerah seperti aturan jam operasional restoran dan pembatasan jumlah kunjungan yang berdampak terhadap pemasukan restoran. Sehingga berakibat mempengaruhi jumlah pajak yang diterima oleh pemerintah.
Menurut Muliati (2019) penurunan pajak terjadi akibat diberlakukannya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dan pariwisata merupakan sektor yang sangat terdampak oleh Covid-19. Hal ini juga didukung oleh Soehardi, Permatasari dan Sihite (2020) pendapatan tempat wisata merupakan indikator dalam perolehan pajak daerah. Dalam bidang pariwisata pajak yang dihasilkan seperti pajak hiburan dan pajak restoran. Dengan adanya PSBB yang berlangsung berakibat menurunnya tingkat mobilisasi masyarakat dalam berpergian untuk berwisata. Sehingga hal ini berdampak terhadap penuruan perolehan pajak daerah misalnya pajak parkir dan pajak hotel. Hal ini juga didukung oleh Syamsuddin (2021) mengungkapkan jika pajak hotel dan pajak restoran mengalami penurunan di saat Pandemi Covid-19.
Menurunnya tingkat pendapatan masyarakat yang mengalami PHK atau pengurangan karyawan di tempat kerja berimbas terhadap menurunnya daya beli masyarakat dimasa Pandemi Covid-19. Selain berdampak terhadap menurunnya daya beli masyarakat. Pengurangan karyawan yang berdampak terhadap pengurangan produksi memiliki pengaruh terhadap penurunan penggunaan listrik pada tempat industri serta adanya kebijakan stimulus yang diberikan oleh PLN berakibat terhadap penurunan perolehan pajak penerangan jalan. Selain itu dapat juga berpengaruh terhadap pengurangan produksi bahan mineral bukan logam dan
Gambar 2.1 Kerangka Penelitian
batuan akibat rendahnya permintaan konsumen karena perekonomian yang mengalami lesu di masa Pandemi Covid-19. Salah satu alasan mengapa terjadi penurunan penerimaan pajak ini juga dikarenakan masyarakat kesulitan mencari pekerjaan atau bekerja dengan gaji yang dipotong, semakin lama pendemi Covid- 19, maka semakin berpengaruh pada penurunan pendapatan (Soehardi, Permatasari dan Sihite. 2020) hal ini sangat berdampak yang mengakibatkan munculnya rumusan hipotesis sebagai berikut:
(H0) : tidak ada perbedaan kontribusi Determinan PAD antara sebelum dan selama covid-19
(H𝑎) : ada perbedaan kontribusi Determinan PAD antara sebelum dan selama covid-19
2.4 Kerangka Penelitian
Menurut Sugiyono (2018:95), kerangka berpikir merupakan “model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting.” Berikut adalah kerangka pemikiran pada penelitian ini. Lihat pada Gambar 1. Kerangka Penelitian.
Sumber: Peneliti, 2022.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis nilai kontribusi determinan PAD pada masa sebelum Covid-19 dan Selama Covid-19 kemudian melihat perbedaannya antara kontribusi sebelum Covid-19 dengan kontribusi selama Covid-19 terhadap PAD nya.
Retribusi Daerah Pajak Daerah
Kontribusi Selama Covid-19 Uji
Beda
Kontribusi Sebelum Covid-
19 Kontribusi
PAD
Lain-Lain PAD yang Sah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan