Sahabat Senandika
Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha
Yayasan Spiritia
No. 24, November 2004
Daftar Isi
Laporan Kegiatan 1
Kunjungan ke Afrika Selatan (bagian II) 1 AZT/3TC Mengurangi Risiko Resistansi
terhadap Nevirapine untuk MTCT 2
Pengetahuan adalah Kekuatan 2
Flukonazol Menggandakan Tingkat Nevirapine, Meningkatkan Risiko
Toksisitas Hati 4
Pojok Info 5
Lembaran Informasi Baru 5
Tanya-Jawab 5
Tanya – jawab 5
Tips... 6
Tips orang dengan HIV 6
Positif Fund 6
Laporan Keuangan Positif Fund 6
Kunjungan ke Afrika
Selatan (bagian II)
Oleh Babe
Kunjungan ke MSF Khayelitsha
Pada 13 Oktober, saya mengunjungi township
Khayelitsha di luar Cape Town, terutama untuk bertemu dengan Marta Darder, seorang apoteker yang sudah bekerja selama tiga tahun di program MSF-Belgia yang mengobati Odha dari township itu. Saya tidak tahu luasnya daerah komunitas itu, tetapi tampaknya lebih besar daripada Kebayoran Baru, dengan sebagian besar tempat tinggal serupa dengan gubug di pinggir kali atau rel kereta api di Jakarta. Khayelitsha baru mulai dibangun pada 1994, setelah peraturan apartheid (pemisahan penduduk berdasarkan warna kulitnya) dicabut.
Prevalensi HIV di Khayelitsha, disurvei di klinik kehamilan, meningkat dari 20 persen pada 2000 menjadi 28 persen pada 2003. Diperkirakan ada lebih dari 50.000 Odha di kota itu, dengan lebih dari 5.000 di antaranya yang membutuhkan ART.
MSF-B mulai programnya bekerja sama dengan pemerintah Afsel dan Universitas Cape Town (UCT) pada 2000, dengan tujuan untuk
membuktikan bahwa ART dapat diberikan dalam rangkaian sumber daya terbatas. Pasien pertama dimulai dengan ART pada Mei 2001. Ada tiga klinik MSF di Khayelitsha yang menyediakan ART. Dua di antaranya masing-masing ada dua dokter, dua perawat dan dua konselor; yang ketiga (yang saya kunjungi) memadukan klinik HIV dengan klinik TB, dan untuk itu disiapkan tiga dokter dan tiga perawat. Kecuali satu dokter dan satu perawat, semuanya staf lokal. Dengan ini, 100–110 Odha baru mulai ART pada kliniknya setiap bulan. Saat ini, kurang lebih 1.500 Odha menerima ART di situ. Jadi masih banyak yang menunggu!
Kombinasi bakunya adalah
d4T+3TC+nevirapine; dengan ini, bila kombinasi yang pertama gagal, pilihan kedua dapat
berdasarkan AZT+ddI, menghindari kombinasi d4T+ddI yang sangat mungkin menimbulkan efek samping yang parah (neuropati perifer). Efavirenz juga tersedia.
Setiap klinik menjalankan kelompok dukungan untuk mendorong kepatuhan dan pasien wajib mengikutinya. Namun diakui bahwa kelompok ini seharusnya berdasarkan komunitas, bukan klinik, dan ada upaya untuk mendorong pemindahan kelompok ini ke luar klinik.
Selalu ada daftar tunggu untuk mulai ART. Karena itu, harus ada kriteria seleksi (selain yang klinis), dan MSF sudah membentuk sistem transparan untuk memilih penerima. Proses ini termasuk ramalan kepatuhan, berdasarkan pengalaman sebelumnya dengan kepatuhan terhadap terapi TB atau kunjungan klinik. Anggota keluarga diberikan prioritas, tapi status sosio-ekonomi bukan faktornya.
Seperti dilaporkan di atas, ada satu klinik yang memadukan layanan HIV dan TB. Kebetulan sebelumnya klinik HIV dan klinik TB terpisah di satu gedung, masing-masing dengan pintunya sendiri. Baru ini, tembok di antaranya dibongkar, dan keduanya dapat dipadukan dengan satu ruang tunggu – sebelumnya pasien harus tunggu lama
untuk satu klinik dan, bila dirujuk ke klinik lain, harus kembali besok dan tunggu lagi. Tampaknya hal ini sangat mengingkatkan mutu layanan yang diberikan pada pasien, tetapi masih ada banyak pihak yang belum menyetujui pendekatan ini.
Dari hasil pembicaraan, saya dapat beberapa masukan yang menarik:
•Dosis efavirenz tidak ditingkatkan bila dipakai
bersama dengan rifampin (obat untuk TB)
•Namun MSF cenderung tetap pakai nevirapine
dengan rifampin, walaupun ini belum dibenarkan – MSF sebentar lagi akan mulai penelitian tentang ini dengan UCT
•Jarang ada masalah efek samping yang parah
dengan nevirapine. Tes fungsi hati dilakukan pada awal, kemudian setiap bulan untuk tiga bulan pertama ART, atau selama terapi TB, diikuti dengan setiap enam bulan. Ruam jarang terjadi, hanya dilaporkan satu-dua kasus Sindrom Stevens-Johnson (SJS). Sebaliknya ada beberapa kasus SJS akibat kotrimoksazol, tampaknya karena dosis terlalu tinggi dipakai untuk profilaksis, tidak jelas mengapa.
•Program TB berdasarkan tes dahak positif.
Namun hanya 50 persen Odha dengan TB mempunyai dahak positif, jadi dengan klinik terpadu, kasus ini (termasuk TB luar paru) lebih baik ditangani.
•Dengan seribu pasien di klinik yang memakai
terapi TB, tidak mungkin dipakai sistem DOT-S – bayangkan seribu pasien antri setiap hari untuk diberikan dosisnya! Sebagian diberikan dengan pengawas komunitas, tetapi belum ada program serupa dengan yang dilakukan di Haiti.
•Profilaksis primer dengan INH adalah bagian dari
protap nasional, tetapi belum diterapkan.
•Saat ini, klinik masih tergantung pada tes PPD,
tetapi ada rencana untuk mulai penelitian bersama UCT dengan diagnostik lain. Diharapkan ini akan menunjukkan kerentanan terhadap munculnya TB aktif.
•Mengenai ART untuk pasien TB, klinik mengikuti
pedoman WHO, kecuali tidak memberi ART pada pasien dengan CD4 di atas 200. Jumlah CD4 sering naik lagi setelah TB ditangani.
Kesimpulan
Kunjungan ini sangat menarik dan bermanfaat. Walaupun keadaan epidemi HIV/AIDS di Afsel jauh berbeda dengan di Indonesia, tentu epidemi di beberapa daerah Nusantara akan meningkat. Adalah penting untuk kita siap belajar dari keadaan di Afrika, terutama dalam peningkatan ketersediaan
AZT/3TC Mengurangi
Risiko Resistansi terhadap
Nevirapine untuk MTCT
Oleh Keith Alcorn, 16 Juli 2004
Pemberian AZT dan 3TC selama empat hari setelah melahirkan pada ibu yang diberi nevirapine dosis tunggal saat melahirkan mengurangi secara bermakna risiko mereka akan mengembangkan resistansi terhadap nevirapine. Dengan ini, pengobatan tersebut dapat menahan pilihan
terapinya ke depan. Ini menurut penelitian di Afrika Selatan.
Ada keprihatinan semakin besar bahwa resistansi terhadap nevirapine yang disebabkan oleh
pengobatan dosis tunggal yang tujuannya untuk mencegah penularan HIV dari ibu-ke-bayi (MTCT) dapat membentuk resistansi jangka panjang terhadap semua obat dalam golongan NNRTI. Di negara berkembang, regimen pengobatan HIV untuk orang dewasa tergantung pada NNRTI, karena obat ini lebih murah dan lebih mudah dipakai dibandingkan protease inhibitor.
Data baru dari Thailand menimbulkan keprihatinan khusus: sebuah penelitian yang diterbitkan minggu ini di New England Journal of Medicine menunjukkan bahwa para ibu yang memakai nevirapine saat melahirkan, dan kemudian mulai pengobatan dengan NNRTI untuk
kesehatannya sendiri, mendapatkan tanggapan virologis yang lebih buruk secara bermakna terhadap pengobatan.
James Macintyre mempresentasikan hasil
penelitian TOPS (Treatments Options Preservation Study) pada Konferensi AIDS Internasional baru ini di Bangkok.
Para peneliti melakukan penelitian prospektif yang melibatkan 300 pasangan ibu-bayi. Peserta tersebut dibagi secara acak menjadi tiga kelompok, yang menerima dosis tunggal nevirapine, atau dosis tunggal nevirapine serta AZT/3TC selama empat hari, atau dosis tunggal nevirapine serta AZT/3TC selama tujuh hari.
Pengetahuan
Nevirapine diberikan pada para ibu saat
melahirkan dan pada bayi dalam 24-72 jam setelah lahir. AZT/3TC dua kali sehari dimulai oleh ibu saat melahirkan dan pada bayinya secepatnya setelah lahir.
Resistansi virus ibu terhadap NNRTI dan, untuk mereka yang memakai AZT/3TC terhadap analog nukleosida, dinilai dua dan enam minggu setelah melahirkan dengan memakai tes resistansi genotipe. Penularan HIV dari ibu-ke-bayi ditentukan dengan tes HIV DNA atau RNA yang dilakukan dua dan enam minggu setelah lahir.
Para peneliti mempresentasikan data untuk 61 ibu yang pertama mengikuti pemantauan enam minggu dan hasil tes resistansi. Pada awal penelitian jumlah CD4 rata-rata adalah 318 dan viral load rata-rata 32.600 kopi. Virus di semua ibu tersebut adalah sub-tipe C.
Tes resistansi pada minggu dua dan enam menunjukkan bahwa sembilan dari 18 ibu (50 persen) yang menerima dosis tunggal nevirapine saja menimbulkan resistansi terhadap NNRTI dibandingkan hanya satu dari 20 ibu (5 persen) yang menerima nevirapine dosis tunggal serta AZT/3TC selama empat hari, dan tiga dari 23 ibu (13 persen) yang menerima dosis tunggal
nevirapine serta AZT/3TC selama tujuh hari. Tidak ditemukan resistansi terhadap analog nukleosida oleh para ibu yang memakainya.
Regimen AZT/3TC empat hari mengurangi risiko resistansi lima kali lipat dibandingkan dengan nevirapine sendiri. Namun Prof. Hoosen Coovadia mengingatkan, dengan jawaban pada seorang pendengar, “kita harus hati-hati tentang
mengutarakan data awal dengan angka persentase bila hanya 20 pasien diamati, terutama dengan adanya risiko data ini akan disalahgunakan oleh surat kabar [untuk mengambil kesimpulan yang tidak sesuai]”.
Jumlah bayi hidup yang dilahirkan adalah 68, dengan empat bayi tersebut terinfeksi HIV dalam kandungan. Tambahannya, satu bayi terinfeksi saat atau setelah lahir.
Tidak ditemukan efek samping yang parah akibat pengobatan, baik pada ibu maupun bayinya.
Dr. Macintyre mengharapkan hasil ini tidak dianggap sebagai bukti - penelitian ini tidak boleh dianggap menutupi program nevirapine tunggal, katanya. “Kita harus sangat hati-hati dan
bertanggung jawab dengan apa yang kita bicarakan mengenai nevirapine sebelum kita mendapatkan
informasi tambahan dari penelitian lanjut, karena pilihan kita masih sangat terbatas.”
Dia menyerahkan secara khusus pada keputusan oleh South African Medicines Control Council untuk mengubah etiket nevirapine di Afrika Selatan dengan mengingatkan bahwa nevirapine tidak lagi disarankan digunakan secara tunggal untuk pencegahan MTCT karena risiko resistansi.
Keputusan ini menyebabkan kontroversi besar pada konferensi AIDS.
Tim Farley dari WHO menyampaikan pada konferensi bahwa WHO akan mengeluarkan pedoman teknis mengenai implikasi data baru secepat mungkin, tetapi adalah salah bila dianggap masalah sebagai darurat, seperti ditegaskan oleh beberapa peserta.
Namun penelitian Afrika Selatan lain yang dilakukan oleh Dr. Lynn Morris dan rekannya dari National Institute for Communicable Diseases di Johannesburg dan dipresentasikan dalam bentuk lebih awal pada Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections ke-11 di San Francisco pada Februari 2004 menunjukkan bahwa 14 persen ibu masih mempunyai resistansi terhadap
nevirapine enam bulan setelah melahirkan (dibandingkan dengan 38 persen pada enam minggu). Penelitian prospektif ini, yang melibatkan 623 perempuan di dua pusat kesehatan besar di Afrika Selatan, melaporkan data dari 157 tes resistansi dilakukan pada bulan enam, dan akan terus mengumpulkan data selama 24 bulan pemantauan. Penelitian ini akan menyelidiki dampak pengobatan dengan nevirapine pada tanggapan terhadap pengobatan, tanggapan pada nevirapine saat kehamilan berikutnya, dan penularan virus yang resistan kepada pasangan seksual.
Referensi: McIntyre J et al. Addition of short course Combivir to single dose Viramune for prevention of mother-to-child transmission of HIV-1 can significantly decrease the subsequent development of maternal NNRTI-resistant virus. Fifteenth International AIDS Conference, Bangkok, late breaker abstract LbOrB09, 2004.
Flukonazol Menggandakan
Tingkat Nevirapine,
Meningkatkan Risiko
Toksisitas Hati
Oleh Edwin J. Bernard, 16 Juli 2004
Para peneliti dari Afrika Selatan menemukan bahwa obat antijamur flukonazol meningkatkan tingkat nevirapine dalam darah dua kali lipat. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan secara bermakna pada kejadian efek samping obat, termasuk toksisitas hati terkait nevirapine. Penemuan ini dipresentasikan pada sesi oral di Konferensi AIDS baru-baru ini di Bangkok.Pitt dan rekan dari Desmond Tutu HIV Centre di University of Cape Town melakukan penelitian satu tempat, satu kelompok, ‘open label’ untuk
menyelidiki parameter farmakokinetik (PK) flukonazol sendiri dan dalam kombinasi dengan nevirapine pada 24 laki-laki dan perempuan yang memakai regimen tetap tiga analog nukleosida. Sebagian besar berkulit hitam (76 persen) dan perempuan (68 persen pada penelitian PK, 71 persen pada penelitian keamanan).
Nevirapine diminum dengan cara biasa: 200mg sekali sehari untuk dua minggu pertama agar menghindari ruam terkait nevirapine, kemudian 200mg dua kali sehari. Mereka menemukan bahwa efek nevirapine terhadap parameter PK flukonazol adalah kecil.
Namun, penguraian nevirapine dipotong 50 persen bila ditambah dengan flukonazol, dengan akibat tingkat Cmin, Cmax dan AUC (ukuran tingkat obat dalam darah) dikaliduakan dibandingkan dengan data dari penelitian asli Boehringer-Ingelheim (B-I) sendiri [B-I adalah pemegang paten nevirapine]. Tingkat puncak nevirapine (Cmax = 12,9ng/ml; kisaran 3,0-17,9) dilihat sebagai penyebab tingginya toksisitas hati terkait nevirapine yang mengherankan,
dibandingkan dengan data asli (2,5 persen). 95 persen dari efek samping ini hanya terjadi setelah dosis ditingkatkan menjadi penuh (hari 39 penelitian). Selama fase ini, 25 persen (CI 7-43 persen) pasien mengembangkan toksisitas parah termasuk dua kasus hepatitis klinis (8,3 persen) dan enam kasus peningkatan transaminase grade 4 yang sementara (25 persen). Tiga kasus ruam dilihat, dua (8,3 persen) makular-papular, dan satu (4,2 persen) vesikular.
Ada keterbatasan pada penelitian ini. Penelitian adalah kecil yang dilibatkan mayoritas perempuan asal Afrika, yang mungkin terutama rentan terhadap toksisitas hati terkait nevirapine. Tingkat nevirapine mungkin juga lebih tinggi dibanding kontrol asli akibat berat badan yang lebih rendah yang dilihat baik pada perempuan maupun pada orang Afrika dibanding dengan mayoritas orang berkulit putih yang terlibat dalam penelitian B-I. Tambahannya, watak genetik pada reaksi hipersensitivitas nevirapine tidak dapat dikesampingkan.
Pada sesi tanya-jawab yang diikutinya, ada keprihatinan tentang kesimpulan dari penelitian ini, yaitu “kombinasi flukonazol dan nevirapine harus dipakai secara hati-hati, tetapi belum disarankan perubahan dosis saat ini.” Ketua bersama sesi, farmakolog terkemuka Professor David Back dari Liverpool University, mengatakan bahwa ini
“potensinya data yang sangat penting yang melawan dengan apa yang kami menganggap benar tentang flukonazol... Namun anggapan bahwa perubahan dosis tidak disarankan berarti penelitian ini harus ditindaklanjuti.”
Adalah penting menelitikan interaksi antara nevirapine - yang dipakai dalam dua dari empat kombinasi generik disarankan oleh WHO untuk program “3 pada 5”-nya - dan obat lain yang dipakai secara luas oleh Odha dalam rangkaian sumber daya terbatas. Bila tersedia dan mampu dibeli, antijamur dipakai baik untuk profilaksis maupun untuk pengobatan. Karena sudah diketahui bahwa nevirapine menurunkan tingkat antijamur lain, yaitu ketokonazol, sebesar 63 persen, flukonazol kemungkinan akan dipakai secara luas bersama dengan nevirapine. Sebuah penelitian baru ini di Thailand menemukan bahwa profilaksis primer dengan flukonazol menurunkan risiko kematian empat kali lipat pada orang dengan penyakit HIV lanjut. Di Uganda, meningitis kriptokokkal - infeksi oportunistik utama yang dicegah dan diobati oleh flukonazol - adalah 38 persen penyakit yang mendefinisikan AIDS di antara orang yang dirumahsakitkan dan 17 persen kematian.
Referensi: Pitt J et al. The effect of fluconazole on nevirapine pharmacokinetics. XV International AIDS Conference, Bangkok, abstract WeOrB1239, 2004.
Tanya – jawab
T: Apakah yang disebut Infeksi Oportunistik? Bagaimana pencegahannya dan pengobatannya? J: Infeksi Oportunistik (IO) adalah infeksi yang mengambil manfaat dari kelemahan dalam pertahanan kekebalan. IO yang paling umum adalah:
•Kandidiasis (thrush) adalah infeksi jamur pada
mulut, tenggorokan atau vagina. Gejalanya adalah gumpalan putih kecil seperti busa atau bintik merah pada mulut. Penyakit ini menyebabkan sakit
tenggorokan, sulit menelan, mual dan hilang nafsu makan. Gejala pada Vagina termasuk gatal, rasa bakar dan keluarnya cairan kental putih. Dapat terjadi bahkan dengan CD4 yang agak tinggi.
•PCP (Pneumonia Pneumocystis Carinii) adalah infeksi
jamur yang dapat menyebabkan pneumonia (radang paru) yang berbahaya. Tanda pertama PCP adalah sesak napas, demam dan batuk tanpa dahak. Rentang CD4: dibawah 200.
Kita dapat mengurangi risiko infeksi baru dengan tetap menjaga kebersihan dan menghindari sumber kuman. Sekalipun kita terinfeksi beberapa IO, kita dapat memakai obat yang akan mencegah
pengembangan penyakit aktif. Pencegahan ini disebut profilaksis. Cara terbaik untuk mencegah IO adalah memakai terapi anti-HIV yang manjur.
Setiap IO, ada obat atau kombinasi obat tertentu yang tampak paling berhasil. Untuk keterangan lebih lanjut hubungi dokter.
Tanya-Jawab
Pojok Info
Lembaran Informasi Baru
Pada November 2004, Yayasan Spiritia telah menerbitkan satu lagi lembaran informasi untuk Odha, sbb:•Infeksi Oportunistik
Lembaran Informasi 522—Histoplasmosis
Dengan ini, sudah diterbitkan 90 lembaran informasi dalam seri ini.
Juga ada sepuluh lembaran informasi yang direvisi:
•Informasi Dasar
Lembaran Informasi 001—Daftar Lembaran Informasi
•Terapi Antiretroviral
Lembaran Informasi 400—Penggunaan Obat Antiretroviral
Lembaran Informasi 401—Nama Obat Antiretroviral
Lembaran Informasi 410—Terapi Antiretroviral Lembaran Informasi 420—AZT
Lembaran Informasi 424—3TC
•Infeksi Oportunistik
Lembaran Informasi 500—Infeksi Oportunistik Lembaran Informasi 507—HPV, Kutil Kelamin & Displasia
•Efek Samping
Lembaran Informasi 551—Kelelahan
•Referensi
Lembaran Informasi 900—Daftar Istilah
Untuk memperoleh lembaran baru/revisi ini atau seri Lembaran Informasi komplet, silakan hubungi Yayasan Spiritia dengan alamat di halaman
belakang. Anggota milis WartaAIDS dapat akses file ini dengan browse ke:
Sahabat Senandika
Diterbitkan sekali sebulan oleh
Yayasan Spiritia
dengan dukungan
T H E FORD T H E FORD T H E FORD T H E FORD T H E FORD FOU N D FOU N D FOU N D FOU N D
FOU N DAAAAAT I ONT I ONT I ONT I ONT I ON
Kantor Redaksi: Jl Radio IV/10 Kebayoran Baru Jakarta 12130
Telp: (021) 7279 7007 Fax: (021) 726-9521
E-mail: yayasan_spiritia@yahoo.com Editor:
Hertin Setyowati
Copyright 2002 Yayasan Spiritia. Izin dikeluarkan bukan untuk diperdagangkan, sehingga bila mengutip isinya Anda harus mencantumkan sumber (termasuk alamat dan nomor telepon). Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar
Laporan Keuangan Positive Fund Yayasan Spiritia
Periode N ovember 2004
Saldo aw al 1 November 2004 6,188,800
Penerimaan di bulan November 2004 300,000
____________ + Total penerimaan 6,488,800
Pengeluaran selama bulan November :
Item Jumlah
Pengobatan 960,000
Transportasi 68,000
Komunikasi 0
Peralatan / Pemeliharaan 0
Modal Usaha 0
_____________ + Total pengeluaran 1,028,000
-Saldo akhir Positive Fund
per 30 N ovember 2004 5,460,800
Positif Fund
Tips...
Tips orang dengan HIV
Banyak diantara kita baik yang HIV positif maupun yang terpengaruh (keluarga, teman, pasangan atau pendamping lain) merasa bahwa kelompok dukungan sebaya dapat mengurangi masalah yang sulit dan pribadi, misalnya seputar kesehatan, hubungan dengan orang lain, keuangan, kematian atau perasaan mengenai seksualitas. Bekerja sama dan membagi ide dan masalah dapat banyak menolong orang dengan cara emosional dan praktis.Berikut ini adalah beberapa cara untuk mencari anggota kelompok dukungan sebaya untuk orang dengan HIV:
y Bertemu dengan konselor dan petugas
kesehatan di pusat tes HIV, unit transfusi darah, klinik infeksi menular seksual (IMS) dan rumah sakit. Tinggalkan informasi mengenai cara menghubungi kelompok dukungan untuk disampaikan kepada orang HIV-positif.
y Tempelkan poster dan siapkan brosur untuk ditempatkan di ruang tunggu tempat orang mungkin dites HIV, seperti klinik ibu hamil.
y Hubungi organisasi layanan AIDS setempat.
y Umumkan pertemuan kelompok di koran lokal atau tempelkan poster di tempat yang mungkin dikunjungi oleh orang dengan HIV.
y Apabila kita bersedia, masukkan cerita kita dalam koran lokal atau di siaran radio lokal agar mendorong orang menghubungi kita.
y Bicara dengan orang secara tatap muka untuk mendorong mereka bergabung.