• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

i

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Interakasi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Syarat terjadinya interaksi sosial adalah adanya kontak sosial (sosial contact) dan adanya komunikasi (communication).1 Interaksi dalam penelitian ini merujuk pada pola hubungan antar individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok Pengajian Nurul Hidayah di Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir Riau.

Keagamaan berasal dari kata agama, artinya ”pengaturan atau tata cara hidup manusia dalam mengadakan hubngan dengan Tuhannya maupun dengan sesamanya”.2 Keagamaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap masyarakat dalam mengaplikasikan ajaran agama secara umum dalam kegiatan sosial sehari-hari yang bertujuan untuk menjalin silahturahmi antar masyarakat.

Masyarakat berasal dari bahasa arab, yaitu “musyarak”, yang artinya bersama-sama. Kemudian, kata tersebut berubah menjadi kata masyarakat, yang artinya berkumpul bersama, hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling memahami.3

1 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet Ke- 1, 2006, hlm. 55.

2 Hasan Sadely, Ensliklopedia Indonesia , Jakarta: Ikhtiar Baru, 1990, h. 325.

3 Abdul Syani, Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial, Jakarta: Fajar Agung, 1987, h. 1

(2)

2

kegiatan pengajian tersebut merupakan bentuk dari kesadaran akan kewajiban bagi setiap manusia yang mengaku dirinya sebagai seorang penganut Islam untuk melaksanakan dakwah sebagaimana disebutkan dalam al- Qur’an dalam surah Al-Hujarat ayat 13:

َّنِإ ۚ ۟ا َٰٓوُفَراَعَتِل َلِئَٰٓاَبَق َو اًبوُعُش ْمُكََٰنْلَعَج َو َٰىَثنُأ َو ٍرَكَذ نِ م مُكََٰنْقَلَخ اَّنِإ ُساَّنلٱ اَهُّيَأَََٰٰٓي ٌريِبَخ ٌميِلَع َ َّللَّٱ َّنِإ ۚ ْمُكَٰىَقْتَأ ِ َّللَّٱ َدنِع ْمُكَمَرْكَأ

Artinya: Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.

Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui. (Q.S Al- Hujurat : 13)4

Surat al-Ḥujurāt diatas berisi petunjuk tentang apa yang harus dilakukan oleh seorang mukmin terhadap Allah swt. dan terhadap Nabi. Dan orang yang menentang ajaran Allah dan Rasul-Nya, yaitu orang fasik.5 Pada pembahasan ini dijelaskan apa yang harus dilakukan seorang mukmin terhadap sesama manusia secara keseluruhan demi tercapainya sebuah perdamaian dalam berinteraksi.

Adapun etika yang diusung untuk tercapainya sebuah perdamaian dan menghindari pertikaian yaitu menjauhi sikap mengolok-ngolok, mengejek diri sendiri, saling memberi panggilan yang buruk, serta tidak boleh bersikap sombong dan saling membaggakan diri, karena derajat manusia dihadapan Allah swt.

Manusia sabagai makhluk berke-Tuhanan atau makhluk religi yang memiliki hubungan manusia dengan sang pencipta, adanya dorongan pada

4 Departemen Agama RI, Dalam Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Qs. Al-Hujarat/49: 13.

5 Abdul Syani, Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial, Jakarta: Fajar Agung, 1987, h. 1

(3)

manusia untuk mengabdi kepada sang pencipta, kekuatan yang ada diluar dirinya.

Adapun hubungan manusia dengan lingkungan yang merupakan lingkungan masyarakat yang didalamnya terdapat interaksi individu dengan individu yang lain.6 Keagamaan adalah sikap masyarakat dalam mengaplikasikan ajaran agama secara umum dalam bidang kegiatan sosial keagamaan yang bertujuan untuk menjalin silahturahmi.

Masyarakat Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir Riau mempunyai kesibukan masing-masing hingga kurang nya waktu untuk saling berkomunikasi antar sesama warga nya, untuk saling menjaga komunikasi yang baik maka dilakukkan melalui kegiatan-kegiatan keagamaan seperti, yasinan, pengajian, arisan antar warga ataupun arisan keluarga dan kegiatan positif lainnya.

Interaksi adalah proses ketika kemampuan berfikir dikembangkan dan diungkapkan. Semua tipe interaksi, bukan hanya interaksi selama sosialisasi, memperbaiki kemampuan kita berfikir. Diluar itu, berfikir membentuk proses interaksi.7

Menurut Zulfikar ketua RT Rokan Hilir Riau, adanya masalah dalam hubungan interaksi sosial keagamaan masyarakat Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir Riau dikarenakan antar individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok tidak saling memahami motivasi dan makna sosial yang mereka lakukan. Salah satu contohnya ketika ada kegiatan gotong royong dan yasinan yang diselenggarakan oleh pihak RT

6 Bimo walgito, PsikologiSosial Suatu Pengantar, Yogyakarta: ANDI, 1999, hlm. 21

7 Ibid.

(4)

4

setempat, Masyarakat tidak antusias mengikuti kegiatan tersebut dengan alasan karena sibuk dengan urusan masing-masing.

Manusia adalah makhluk yang terdiri dari jiwa dan raga, apa yang dituntut oleh raga dan apa yang dituntut oleh jiwa, dua-duanya harus di penuhi, agar manusia bisa hidup selama didunia ini. Mengakibatkan rasa yang terpendam dalam jiwa, yang dapat mendorong manusia untuk mempertanyakan dimana datang, bagaimana unsur-unsur dirinya, apa arti hidupnya dan kemana akhir hayatnya. Manusia terdiri dari jasad dan ruh (jiwa), dengan jasad manusia dapat bergerak dan merasakan sesuatu dengan panca indranya. Dengan jiwanya, manusia biasa merasakan cinta, benci, marah, gembira dan sedih yang memengaruhi kehidupannya. Ayat Al-Qur’an Surah Al-Isra’ Ayat 85:

Artinya: Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang ruh. Katakanlah,

“Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya sedikit.” Dan mereka, yakni orang-orang kafir Mekah bertanya kepadamu wahai Nabi Muhammad tentang roh, apakah hakikat roh itu.8

Di dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan bahwa jiwa adalah ruh yang ada di kehidupan batin manusia, atau keseutuhan yang terjadi dari perasaan batin, pikiran, angan-angan, dan sebagainya.9 Di dalam bahasa Arab, jiwa diartikan

8 Departemen Agama RI, Dalam Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Qs. Al-iara;/17: 85.

9Pusat Bahasa Dapartemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, Jakarta: Gramedia, 2008, hlm. 586.

(5)

sebagai Nafs, yang di dalam AlQur’an merupakan salah satu lafadz mustaraq (lafadz yang memilki banyak makna).10

An-Nafs menunjukan arti keluarnya angin lembut bagaimanapun adanya.

Al-nafs juga diartikan darah, karena seseorang apabila kehilangan darah maka ia kehilangan jiwanya, atau hati (qalb) dan sanubari yang ada padanya ada rahasia yang tersembunyi. Juga berarti ruh. Dalam buku Komaruddin mengutip kitab al- Mu’jam alfalsafi, kata al-nafs diartikan dengan merunjuk kepada tiga versi menurut: Aristoteles, dengan “permulaan kehidupan (vegetative)”, “kelompok spiritual” “(ar-Ruhiyyun) mengartikannya sebagai subtansi ruh”, dan Descarates mengartikan sebagai “subtansi berfikir”. Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwasannya jiwa kadangkala diartikan sebagai sesuatu yang berbentuk fisik yang materil melekat pada diri manusia, tampak dan tidak tersembunyi, tetapi pada waktu lain ia mengandung arti sebagai sesuatu yang berbentuk non- materil, yang mengalir pada diri fisik manusia sebagai substansi ruh, ataupun substansi berfikir.11

Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia. Dengan berkomunikasi, manusia dapat saling berhubungan satu sama lain baik dalam kehiduapan sehari- hari di rumah tangga, ditempat pekerjaan, dipasar, dalam masyarakat atau dimana saja manusia berada. Tidak ada manusia yang tidak akan terlibat dalam komunikasi. Komunikasi sangat penting bagi kehidupan manusia.

Berkembangnya pengetahuan manusia dari hari ke hari karena komunikasi.

10 Syah Reza, Konsep Jiwa dalam Pandangan Ibnu Sina, Ponorogo: Pasca Sarjana ISID Gontor, hlm. 2.

11 Komaruddin, Pemikiran Islam tentang Jiwa dalam Filsafat Islam, Jurnal Al Hikmah, 2014,hlm. 10.

(6)

6

Komunikasi juga membentuk sistem sosial yang saling membutuhkan satu sama lain, maka dari itu komunikasi dan masyarakat tidak dapat dipisahkan.12

Pengajian Nurul Hidayah dalam membentuk Jiwa keagamaan melalui Interaksi sosial sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu.13 Berdasarkan uraian permasalahan di atas maka Peneliti memilih judul “Interakasi Sosial Pengajian Nurul Hidayah Dan Pengaruhnya Dalam Membentuk Jiwa Keagamaan Remaja Masjid Al- Husna Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir Riau”.

B. Rumusan Masalah

Melihat dari latar belakang permasalahan diatas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah interaksi sosial pengajian Nurul Hidayah berpengaruh terhadap pembentuk jiwa keagamaan remaja Masjid Al-Husna Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir Riau?

2. Apa faktor pendukung interaksi sosial pengajian Nurul Hidayah dalam membentuk jiwa keagamaan remaja Masjid Al-Husna Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir Riau?

12 Roudhonah, Ilmu Komunikasi, Jakarta: UIN Press, 2007, h. 27

13 Yesmir Anwar dan Adang, Sosiologi Untuk Universitas, Bandung: Refika Aditama, 2013, hlm. 194

(7)

3. Apa faktor penghambat interaksi sosial pengajian Nurul Hidayah dalam membentuk jiwa keagamaan remaja Masjid Al-Husna Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir Riau

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin diperoleh penulis adalah:

a Mengetahui interaksi sosial pengajian Nurul Hidayah dan pengaruhnya dalam membentuk jiwa keagamaan remaja Masjid Al-Husna Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir Riau

b Menganalisis faktor pendukung interaksi sosial pengajian Nurul Hidayah dalam membentuk jiwa keagamaan remaja Masjid Al-Husna Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir Riau

c Menganalisis faktor penghambat interaksi sosial pengajian Nurul Hidayah dalam membentuk jiwa keagamaan remaja Masjid Al-Husna Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir Riau

2. Kegunaan Penelitian

a. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan acuan bagi pelaksanaan peneliti-peneliti yang relevan dimasa yang akan datang.

b. Diharapkan penelitian ini bisa menjadi acuan buat para masyarakat dan orang tua dalam menerapkan interaksi sosial dalam membentuk jiwa

(8)

8

keagamaan didalam lingkungan pengajian maupun di luar lingkungan pengajian. Karya ini bukan hanya berguna bagi UISU Medan, tetapi juga pada Lembaga Pendidikan Islam seperti Madrasah dan Pesantren.

D. Batasan Istilah

Agar tidak terjadi kerancauan dalam pemahaman terhadap skripsi nantinya saya akan membuat batasan-batasan istilah dari judul saya sendiri , yaitu :

1. Interaksi Sosial

Interaksi adalah pengaruh timbal balik atau saling mempengaruhi satu sama lain, atau bisa diartikan sebagai komunikasi yang dapat menimbulkan aksi ataupun tindakan. Sementara kata sosial adalah sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat.14

2. Pengajian

Pengajian atau yang lebih sering dikenal dengan majelis taklim adalah suatu lembaga pendidikan islam yang bersifat nonformal, yang senantiasa menanamkan akhlak luhur dan mulia, meningkatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan keterampilan jama’ahnya, serta memberantas kebodohan umat Islam agar dapat memperoleh kehidupan yang bahagia dan sejahtera serta diridhai oleh Allah SWT.15

3. Jiwa Keagamaan

14 Amram Chaniago, Kamus Bahasa Indonesia, Bandung: Pustaka Setia 2008, hlm. 149.

15Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994, hlm. 201

(9)

Keagamaan berasal dari agama, yang asal mulanya dari dua kata yaitu”a”

yang artinya tidak dan “gama”artinya kacau, maka agama yaitu tidak kacau. Jadi keagamaan mempunyai kata tambah yaitu ke dan an dari kata agama artinya ketidak kacauan.16

E. Telaah Pustaka

Telaah pustaka dilakukan, idealnya agar peneliti mengetahui hal-hal apa yang telah diteliti dan yang belum diteliti sehingga tidak terjadi duplikasi penelitian. Terdapat beberapa hasil penelitian yang peneliti temukan terkait dengan penelitian ini, sebagai berikut:

Pertama, Skripsi yang berjudul “Interaksi Sosial Masyarakat Hindu dan Islam Pasca Konflik Sosial (Studi Kasus di Desa Balinuraga Kecamatan Way Panji Kabupaten Lampung Selatan)”, yang ditulis pada tahun 2014 oleh Aminuddin, Fakultas Ushuluddin, Jurusan Perbandingan Agama IAIN Raden Intan Lampung. Skripsi ini membahas mengenai bentuk Interaksi Sosial masyarakat Hindu dan Islam dalam mewujudkan kerukunan hidup antar umat beragama pasca konflik sosial di desa Bali Nuraga Kecamatan Way Panji Kabupaten Lampung Selatan.

Kedua, Skripsi yang berjudul “Interaksi Sosial antar Komunitas NU dan LDII di Desa Way Harong Kecamatan Naningan Kabupaten Tanggamus, yang ditulis oleh Siti Komaryiah, Jursusan Perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin, IAIN Raden Intan Lampung pada tahun 2014. Isi dari skripsi ini mengarah pada

16 Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Surabaya: Kencana Prenada Media Group,2008, hlm.

111

(10)

10

bagaimana hubungan timbal balik antar komunitas NU dan LDII di Desa Way Harong tersebut.

Ketiga, Skripsi yang berjudul “Interaksi Sosial Keagamaan Masyarakat Hindu dan Islam di Desa Marang Kecamatan Pesisir Selatan Kabupaten Lampung Barat”, yang ditulis oleh Rotna Sari, Jurusan Perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin, IAIN Raden Intan Lampung pada tahun 2011. Isi dari skripsi ini mengarah pada bagaimana bentuk-bentuk interaksi sosial masyarakat Islam dan Hindu di Desa Marang tersebut. selain itu juga skripsi ini juga membahas tentang faktor apa yang mempengaruhi interaksi sosial keagamaan masyarakat Islam dan Hindu di Desa Marang.

F. Hipotesis

Hipotesis adalah dugaan sementara yang perlu diuji secara empiris.

Suharsimi Arikunto mengatakan, “Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul”.17 Pendapat ini jelas menyatakan hipotesis adalah jawaban sementara yang akan dibuktikan kebenarannya oleh peneliti.

Berdasarkan pendapat di atas, hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan strategi Interakasi Sosial Pengajian Nurul Hidayah dan Pengaruhnya Dalam Membentuk Jiwa Keagamaan remaja Masjid Al-Husna di Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir Riau.

17Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta, Jakarta, 2014, hlm. 110

(11)

Ho : Tidak terdapat pengaruh Interakasi Sosial Pengajian Nurul Hidayah Dalam Membentuk Jiwa Keagamaan remaja Masjid Al-Husna di Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir Riau.

G. Sistematika Pembahasan

Sebelum tulisan ini dikaji, ada beberapa tulisan yang serupa dengan penelitian ini yang berkaitan dengan pengaruh spiritual keagamaan terhadap kecerdasan siswa, beberapa penelitian karya ilmiah yang menjadi rujukan dalam penelitian ini seperti berikut.

BAB I: Pendahuluan, Merupakan pendahuluan yang berisikan sub-sub bab yaitu latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan istilah, tujuan dan kegunaan penelitian, batasan istilah, telaah pustaka, sistematika pembahasan.

BAB II: Landasan Teori, Landasan teori yang berisikan tentang teori-teori yang bersangkutan dengan permasalahan dalam penelitian tersebut.

BAB III: Metode Penelitian, Dalam bab ini membahas tentang lokasi penelitian, teknik pengumpulan data , teknik analisa data, pengolahan data.

BAB IV: Hasil Penelitian, Pada bab ini penelitian ini akan menyajikan dan memaparkan hasil penelitian yang telah didapatkan.

BAB V: Penutup, Dalam bab ini merupakan bab yang terakhir yang berisikan Kesimpulan dan Saran.

(12)

12

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Interaksi Sosial

1. Pengertian Interaksi Sosial

Manusia merupakan makhluk sosial, dimana manusia bergantung dan membutuhkan individu lain atau makhluk lainnya. Dalam hidup bermasyarakat, manusia dituntut untuk berinteraksi dengan sesama secara baik agar tercipta masyarakat yang tentram dan damai.

Secara etimologis, interaksi terdiri dari dua kata, yakni action (aksi) dan inter (antara).1 Jadi, Interaksi adalah suatu rangkaian tingkah laku yang terjadi antara dua orang atau lebih dari dua atau beberapa orang yang saling mengadakan respons secar timbal balik. Oleh karena itu, interaksi dapat pula diartikan sebagai saling mempengaruhi perilaku masing-masing. Hal ini bisa terjadi antara individu dan individu lain, antara individu dan kelompok, atau antara kelompok dan kelompok lain.2

Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antar individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat

1 Bernard Raho, Sosiologi Sebuah Pengantar, (Surabaya: Sylvia, 2004), cet 1,hlm. 33.

2 Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid. VII (Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka, 1989), hlm. 192.

(13)

simbol, di mana simbol diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadannya oleh mereka yang menggunakannya.

Menurut H. Bonner, interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. Definisi ini menggambarkan kelangsungan timbal-baliknya interaksi sosial antara dua atau lebih manusia itu.3

Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, tanpa interaksi sosial tidak ada kehidupan bersama. Bertemunya orang perorangan secara badaniah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup semacam itu baru akan terjadi apabila orang-orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia bekerja sama, saling berbicara, dan seterusnya untuk mencapai suatu tujuan bersama, mengadakan persaingan, pertikaian dan lain sebagainya.4 Allah berfirman dalam Qur’an surah Luqman ayat 18.

Artinya: Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan dimuka bumi dengan angkuh.

3 W. A. Gerungan, Psikoligi Sosial, (Bandung: Eresco, 1996) Cet. 13, hlm.57.

4 Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 1990),hlm. 60-61.

(14)

14

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri (Q.s Luqman : 18).5

2. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial

Bentuk-bentuk interaksi dapat berupa kerjasama, persaingan dan bahkan dapat juga berbentuk pertentangan atau pertikaian.6

a. Kerjasama, Beberapa orang sosiolog menganggap bahwa kerjasama merupakan bentuk interaksi sosial yang pokok. Kerjasama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya dan kelompok lainnya. Kerjasama mungkin akan bertambah kuat apabila ada bahaya luar yang mengancam atau ada tindakan-tindakan lain yang menyinggung kesetiaan yang secara tradisional atau institusional telah tertanam di dalam kelompok, dalam diri seorang atau segolongan orang.

Kerja sama akan bertambah kuat apabila ada bahaya luar yang mengancam atau ada tindakan-tindakan institusional telah tertanam di dalam kelompok, dalam diri seorang atau segolongan orang. Kerja sama dapat bersifat agresif apabila kelompok dalam jangka waktu yang lama mengalami kekecewaan sebagai akibat perasaan tidak puas, karena keinginan-keinginan pokoknya tidak dapat terpenuhi oleh karena adanya rintangan-rintangan yang bersumber dari luar kelompok itu keadaan tersebut menjadi lebih tajam lagi apabila kelompok demikian merasa

5 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Qs.

Lukman/31:18

6 Ibid, hlm. 63

(15)

tersinggung atau dirugikan sistem kepercayaan atau dalam salah satu bidang sensitif dalam kebudayaan.

Bentuk dan pola-pola kerja sama dapat dijumpai pada semua kelompok manusia. Kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap demikian dimulai sejak masa kanak-kanak di dalam kehidupan keluarga atau kelompok-kelompok kekerabatan.

Bentuk kerja sama tersebut berkembang apabila orang dapat digerakkan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai manfaat bagi semua. Juga harus ada iklim yang menyenangkan dalam pembagian kerja serta balas jasa yang akan diterima. Dalam perkembangan selanjutnya, keahlian-keahlian tertentu diperlukan bagi mereka yang bekerja sama, agar rencana kerja samanya dapat terlaksana dengan baik.

Kerja sama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya dan kelompok lainnya kerja sama mungkin akan bertambah kuat apabila ada bahaya luar yang mengancam atau ada tindakan-tindakan luar yang menyinggung kesetiaan yang secara tradisonal atau institusional telah tertanam di dalam kelompok, dalam diri seseorang atau segolongan orang. Kerja sama dapat bersifat agresif apabila kelompok dan jangka waktu yang lama mengalami kekecewaan sebagai akibat perasaan tidak puas, karena keinginan-keinginan pokoknya tak dapat terpenuhi oleh karena adanya rintangan-rintangan yang bersumber dari luar kelompok itu.

Sehubungan dengan pelaksanaan kerjasama, dalam bukunya Soerjono Soekanto ada lima bentuk kerjasama, yaitu:

(16)

16

1) Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong-menolong

2) Bargaining, yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang- barang dan jasa-jasa antara dua organisasi atau lebih.

3) Ko-optasi (co-optation), yakni suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan.

4) Koalisi (coalition), yaitu kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu, karena dua organisasi atau lebih tersebut kemungkinan mempunyai struktur yang tidak sama antara satu dengan lainnya. Akan tetapi karena maksud utama adalah untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama, maka sifatnya adalah kooperatif.

5) Joint-ventrue, yaitu kerjasama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu, misalnya: pengeboran minyak, pertambangan batu bara, perfilman, perhotelan.

b. Persaingan

Persaingan atau competition dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang

(17)

telah ada, tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan.7 Persaingan mempunyai dua tipe umum yakni, orang perorangan atau individu secara langsung bersaing untuk memperoleh kedudukan tertentu di dalam suatu organisasi.

c. Pertentangan Dan Pertikaian

Pertentangan atau pertikaian adalah suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan. Sebab musabab atau akar-akar dari pertentangan antara lain:

1) Perbedaan antara individu-individu. Perbedaan pendirian dan perasaan mungkin akan melahirkan bentrokan antara mereka.

2) Perbedaan kebudayaan. Perbedaan kepribadian dari orang perorangan tergantung pula dari pola-pola kebudayaan yang menjadi latar belakang pembentukan serta perkembangan kepribadian tersebut.

3) Perbedaan kepentingan. Perbedaan kepentingan antara individu maupun kelompok merupakan sumber lain dari pertenangan.

4) Perubahan sosial. Perubahan sosial yang berlangsung dengan cepat untuk sementara waktu akan mengubah nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.

Pertentangan-pertentangan yang menyangkut suatu tujuan, atau kepentingan, sepanjang tidak berlawanan dengan pola-pola hubungan sosial di

7 Soleman B. Taneko, Struktur dan Proses Sosial, Suatu Pengantar Sosiologi Pembangunan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), hlm. 121.

(18)

18

dalam struktur sosial yang tertentu, maka pertentangan-pertentangan tersebut bersifat positif.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Interaksi Sosial

Dalam interaksi sosial terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi tersebut, yakni faktor yang menentukan berhasil atau tidaknya interaksi tersebut.

faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial yaitu sebagai berikut:

a. Situasi sosial, tingkah laku individu harus dapat menyesuaikan diri terhadap situasi yang dihadapi.

b. Kekuasaan norma kelompok. Individu yang menaati norma-norma yang ada, dalam setiap berinteraksi individu tersebut tak akan pernah berbuat suatu kekacauan, berbeda dengan individu yang tidak menaati norma-norma yang berlaku. Individu itu pasti akan menimbulkan kekacauan dalam kehidupan sosialnya dan kekuasaan norma itu berlaku untuk semua individu dalam kehidupan sosialnya.

c. Tujuan pribadi masing-masing individu, adanya tujuan pribadi yang dimiliki masing-masing individu akan berpengaruh terhadap perilakunya dalam melakukan interaksi.

d. Penafsiran situasi, setiap situasi mengandung arti bagi setiap individu sehingga mempengaruhi individu untuk melihat dan menafsirkan situasi tersebut.8

8 Santoso Slamet. Dinamika Kelompok Sosial. (Jakarta: Bumi Aksara 2004), hlm. 12.

(19)

4. Hambatan-Hambatan Dalam Interaksi Sosial

Dalam interaksi terdapat faktor yang membuat proses interaksi menjadi terhambat. Faktor yang menghambat proses interaksi yaitu sebagai berikut:

a. Perasaan takut untuk berkomunikasi, adanya prasangka terhadap individu atau kelompok individu tidak jarang menimbulkan rasa takut untuk berkomunikasi. Padahal komunikasi merupakan salah satu faktor pendorong terjadinya integritas.

b. Adanya pertentangan pribadi, adanya pertentangan antar individu akan mempertajam perbedaan-perbedaan yang ada pada golongan-golongan tertentu.

5. Syarat-Syarat Terjadinya Interaksi Sosial

Menurut Soerjono Soekanto menerangkan bahwa suatu interaksi sosial tidak akan terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu:9

a. Adanya kontak sosial (social contact)

Kontak sosial berasal dari bahasa latin con atau cum yang berarti bersama- sama dan tango yang berarti menyentuh. Jadi secara harfiah kontak adalah bersama- sama menyentuh. Secara fisik, kontak baru terjadi apabila terjadi hubungan badaniah. Sebagai gejala sosial itu tidak perlu berarti suatu hubungan badaniah,

9 Abdulsyani, Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm.

154

(20)

20

karena orang dapat mengadakan hubungan tanpa harus menyentuhnya, seperti misalnya dengan cara berbicara dengan orang yang bersangkutan. Dengan berkembangnya teknologi dewasa ini, orang-orang dapat berhubungan satu sama lain dengan melalui telepon, telegram, radio, dan yang lainnya yang tidak perlu memerlukan sentuhan badaniah.

Menurut Abdulsyani, kontak sosial adalah hubungan dengan satu orang atau lebih, melalui percakapan dengan saling mengerti tentang maksud dan tujuan masing-masing dalam kehidupan masyarakat. Dalam kontak sosial, dapat terjadi hubungan yang positif dan hubungan negative. Kontak sosial positif terjadi oleh karena hubungan antara kedua belah pihak terdapat saling keterbukaan, pengertian, disamping menguntungkan masing-masing pihak tersebut, sehingga biasanya hubungan dapat berlangsung lebih lama, atau mungkin dapat berulang-ulang dan mengarah pada suatu kerja sama.

b. Metode Komunikasi

Syarat yang kedua adalah adanya komunikasi. Menurut Burhan Bungin komunikasi merupakan sebuah proses memaknai yang dilakukan oleh seseorang terhadap informasi, sikap dan perilaku orang lain yang berbentuk pengetahuan, pembicaraan, gerak-gerik, atau sikap, perilaku dan perasaan-perasaan sehingga seseorang membuat reaksi-reaksi terhadap informasi-informasi, sikap dan perilaku tersebut berdasarkan pada pengalaman yang pernah dia alami.10

10 Burhan Bunginm, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2006). hlm.5

(21)

Perlu diperhatikan lima kaidah komunikasi efektif yang telah dikembangkan dalam satu kata yang mencerminkan esensi dari komunikasi itu sendiri yaitu REACH; secara harfiah berarti menjangkau, mencapai, merengkuh, atau meraih. Sebab prinsip komunikasi adalah upaya untuk meraih perhatian, minat, kepedulian, tanggapan, dan respon positif dari orang lain.11

1) Respect (hormat) Manusia pada dasarnya ingin dihargai dan dianggap penting. Sehingga diperlukan sikap saling menghargai dan menghormati dalam komunikasi

2) Emphaty (empati) Empati juga berarti kemampuan mendengar dan siap menerima masukan/balikan atau kritik/saran (feedback) apapun dengan sikap positif

3) Audible (dapat didengar dan dipahami) Ialah kemampuan menyampaikan pesan dengan menggunakan berbagai cara dan sikap yang dapat diterima oleh penerima pesan

4) Clear (jelas) Pesan harus jelas agar tidak terjadi salah tafsir. Serta pesan harus terbuka (tidak ada yang ditutupi) agar dapat menimbukan rasa percaya diri dari penerima pesan.

5) Humble (rendah diri) Sikap menghargai, tidak meremehkan orang lain, berani mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan tidak sombong atau angkuh.

11 Wildan Zulkarnain, Dinamika Kelompok, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), hlm. 68

(22)

22

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka interaksi sosial dapat terjadi jika yang pertama adalah adanya kontak sosial, baik secara fisik maupun non fisik (lisan/ucapan). Kedua, adanya komunikasi yang terjadi diantara individu untuk saling bertukar informasi. Komunikasi tidak hanya dilakukan secara verbal tetapi juga dapat dilakukan secara non verbal seperti, menggunakan simbol-simbol gerakan tangan maupun anggota tubuh yang lainnya.

B. Pengajian

1. Pengertian Pengajian

Secara bahasa kata pengajian berasal dari kata dasar “ kaji” yang berarti pelajaran (terutama dalam hal agama), selanjutnya pengajian adalah:

a. Ajaran dan pengajaran b. Pembaca Al-Qur’an.

Kata pengajian itu terbentuk dengan adanya awalan “ pe” dan akhiran “ an”

yang memiliki dua pengertian: pertama sebagai kata kerja yang berarti pengajaran yakni pengajaran ilmu-ilmu agama Islam, dan kedua sebagai kata benda yang menyatakan tempat yaitu tempat untuk melaksanakan pengajaran agama Islam yang dalam pemakaiannya banyak istilah yang digunaan, seperti pada masyarakat sekarang di kenal dengan majelis ta’lim.12

12 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, ( Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeven, 1997), hlm.120.

(23)

Sedangkan menurut istilah pengajian adalah penyelenggaraan atau kegiatan belajar agama Islam yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat yang dibimbing atau diberikan oleh seorang guru ngaji (da’i) terhadap beberapa orang.13 Dari penjelasan di atas maka dapat di simpulkan bahwa pengajian adalah tempat belajar ilmu atau agama Islam yang di sampaikan oleh guru atau ustad.

Pengajian menurut para ahli berbeda pendapat dalam mendefinisikan pengajian ini, diantara pendapat-pendapat mereka adalah:

a. Menurut Muhzakir mengatakan bahwa pengajian adalah istilah umum yang di gunakan untuk menyebut berbagai kegiatan belajar dan mengajar agama.14

b. Menurut Sudjoko Prasodjo mengatakan bahwa pengajian adalah kegiatan yang bersifat pendidikan kepada umum, adapun pengajian sebagai pengajaran kyai terhadap santri.

Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa pengajian adalah kegiatan belajar agama Islam yang di ajarkan oleh Kyai atau Ustad. Pengajian merupakan salah satu bentuk dakwah dengan kata lain bila dilihat dari segi metodenya yang efektif guna menyebarkan agama Islam, maka pengajian merupakan salah satu metode dakwah. Di samping itu pengajian juga merupakan unsur pokok dalam syi’ar dan pengembangan agama Islam.

13 Arifin, Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Rohani Manusia, ( Yogyakarta: Bulan BIntang, 1997), h. 67.

14 Pradjarta Dirdjosanjoto, Memilihara Umat: Kyai Pesantren-Kiai Langgar Jawa, (Yogyakarta: LKIS, 1999), hlm.3.

(24)

24

Pengajian ini sering juga dinamakan dakwah Islamiyah, karena salah satu upaya dalam dakwah Islamiyah adalah lewat pengajian, dakwah Islamiyah diusahakan untuk terwujudnya ajaran agama dalam semua segi kehidupan.

Sebagaimana seperti yang di sebutkan, bahwa pengajian adalah satu wadah kegiatan yang mempunyai tujuan untuk membentuk Muslim yang baik, beriman dan bertakwa serta berbudi luhur. Dalam penyelenggaraan pengajian, metode ceramah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh da’i kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang.9 Jadi berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengajian salah satu bentuk dakwah Islamiyah untuk mengajarkan agama Islam dari segi kehidupan masyarakat.

Pada hakekatnya dakwah atau pengajian adalah mengajak manusia kepada kebaikan dan petunjuk Allah SWT, menyeru mereka kepada kebiasaan yang baik dan melarang mereka dari kebiasaan buruk supaya mendapatkan keberuntungan di dunia dan di akhirat. 15 Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 104 :

Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar mereka orang-orang yang beruntung”. (Q.s Ali Imran: 10)16 Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa dakwah dalam artian luas adalah memanggil, mengajak, menyeru, baik diri sendiri maupun orang lain untuk selalu

15 Munzier Suparta, Metode Dakwah, (Jakarta: kencana, 2009), hlm. 28.

16 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahan, Qs. Ali Imran/3:104

(25)

berbuat baik sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt dan Rasul-Nya, serta mampu meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh Allah Swt dan Rasul-Nya. Sedangkan pengertian dakwah itu sendiri adalah ucapan untuk mempengaruhi manusia supaya mengikuti agama Islam.

2. Fungsi Pengajian

Menyadari pentingnya pengajian atau majelis taklim bagi komunitas Islam tentu tidak diragukan lagi. Dengan memperhatikan perkembangan dan eksistensi pengajian atau majelis taklim, maka pengajian sebagai lembaga non formal pada masa sekarang ini mempunyai kedudukan tersendiri untuk mengatur pelaksanaan pendidikan agama dalam rangka dakwah Islamiyah dan merupakan salah satu alat bagi pelaksanaan pendidikan. Adapun fungsi pengajian secara garis besar:

a. Fungsi keagamaan yakni membina dan mengembangkan ajaran Islam dalam rangka membentuk masyarakat yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT

b. Menghidupkan dan membina kebudayaan yang sesuai dengan ajaran Islam.17

c. Tempat untuk mendorong agar lahir kesadaran dan pengamalan yang menyejahterakan hidup rumah tangga.18

d. Fungsi pertahanan bangsa yakni menjadi wahana pencerahan umat dan kehidupan beragama, bermasyarakat, dan berbangsa.

17 A. Rosyid Saleh, Manjemen Dakwah Islam ,( Jakarta: Bulan Bintang, 1997), hlm. 80.

18 Tutty Alawiyah, Strategi Dakwah dilinkungan Majelis Taklim, ( Bandung: Mizan, 1997), hlm, 76.

(26)

26

3. Peranan Pengajian

Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan atau tempat seseorang, apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya maka ia menjalankan suatu peranan. Pengajian merupakan lembaga swadaya masyarakat murni, ia dilahirkan, dikelola, dipelihara, dikembangkan, dan didukung oleh anggotanya, oleh karna itu pengajian atau majelis ta’lim merupakan wadah masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Secara strategis pengajian atau majlis ta’lim adalah menjadi suara sarana dakwah dan tabligh yang Islami coraknya, yang berperan sentral pada pembinaan dan peningkatan kualitas hidup umat Islam sesuai tuntunan ajaran agama dan lainya guna menyadarkan umat Islam dalam rangka menghayati, memahami, dan mengamalkan ajaran agamanya.

Pengajian dapat diartikan proses menuju kepada pembagian masyarakat melalui jalur agama. Bimbingan kepada masyarakat ini bisa dikatakan dakwah karena dakwah merupakan usaha meningkatkan pemahaman keagamaan untuk mengubah pandangan hidup, sikap batin, dan perilaku umat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam menjadi sesuai dengan tuntunan syariat untuk memperoleh kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Jadi peranan secara fungsional adalah mengokohkan landasan hidup manusia Indonesia pada khususnya di bidang mental spritual keagamaan Islam dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya secara intergal, lahiriyah dan batiniyahnya, duniawiyah bersama.

(27)

Sesuai tuntunan ajaran agama Islam yaitu iman dan taqwa yang melandasi kehidupan duniawi dalam segala bidang kegiatannya.19 Sesuai dengan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa peranan pengajian merupakan sarana dakwah dalam hidup umat Islam dalam rangka menghayati, memahami, kulitas hidup lahiriyah, batiniyah, duniawiyah.

4. Materi Pengajian

Materi pengajian adalah isi pesan atau materi ajaran Islam itu sendiri.20 Dalam suatu forum pengajian, materi yang diajarkan didalamnya adalah semua ajaran Islam dengan berbagai aspeknya. Didalamnya mencakup pembacaan Al- qur’an dengan tajwidnya, tafsir Qur’an dan hadist, fiqih, tauhid, akhlak dan materi- materi lainya yang dibutuhkan para jama’ah misalnya masalah dalam keluarga, masalah undang-undang perkawinan dan lain-lain.21 Dari uraian di atas maka dapat di jelaskan bahwa meteri pengajian adalah isi atau pesan yang ada dalam semua ajaran Islam.

Dilihat dari ruang lingkup pembatasannya, pengajaran agama Islam yang dilaksanakan di pengajian meliputi:

a. Tauhid dilihat dari segi Etimologi yaitu berarti “ Keesaan Allah”, mentauhidkan berarti mengakui keesaan Allah, mengesakan Allah.

19 M. Arifin, M.Ed. Kapasitas Selekta pendidikan ( Islam dan Umum), ( Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 119-120.

20 Wahidin Saputra, Pengatar Ilmu Dakwah, ( Jakarta: Rajawali Press, 2012), hlm 288.

21 Azis Dahlan, Ensiklopedi Islam, ( Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), hlm. 120.

(28)

28

Mempercayai bahwa Allah SWT adalah satu-satunya pencipta, pemelihara, penguasa, dan pengatur Alam Semesta.

b. Fiqih membahas tentang cara beribadah, prinsip rukun Islam, dan hubungan antara manusia sesuai yang tersurat dalam Al-Qur’an dan sunnah.

c. Hadist merupakan segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan dan persetujuan Nabi Muhammad yang dijadikan ketetapan atau hukum dalam agama Islam.

d. Akhlak meliputi akhlak kepada Allah SWT, akhlak terhadap makhluk meliputi: akhlak terhadap manusia, diri sendiri, tetangga, masyarakat lainnya, akhlak terhadap bukan manusia, flora, fauna dan sebagainya.

e. Bahasa Arab pelajaran bahasa arab ini dapat membantu bagi jamaah agar dapat membaca dan memahami Al-quran. Mahmud Yunus dalam sejarah pendidikan Islam mengatakan bahwa “ pengajaran yang biasa diberikan meliputi keimanan yang mencangkup keyakinan terhadap Allah dan Rasul- Nya, menyakini adanya hidup sesudah mati, amal ibadah yang mencangkup segala sesuatu yang bernilai ibadah serta akhlak yang meliputi segala yang baik dan benar.

5. Media Pengajian

Istilah media berasal dari bahasa Latin yaitu “median” yang berarti alat perantara, secara sistematik media adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alat (perantara) untuk mencapai suatu tujuan tertentu.22

22 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,( Jakarta: Hidakarya Agung, 1996), hlm. 17.

(29)

Media dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat di jadikan sebagai alat yang menjadi perantara penyampaian pesan atau perantara untuk mencapai suatu tujuan tertentu, dengan demikian media pengajian adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pengajian yang telah ditentukan.23 Berdasarkan pernyataan di atas media adalah alat yang dapat di jadikan sebagai perantara pesan untuk mencapai tujuan.

Untuk menyampaikan ajaran Islam kepada umat, pengajian dapat menggunakan berbagai media dakwah.

a. Lisan, dakwah yang menggunakan lidah atau suara, dakwah dengan media ini dapat berbentuk pidato, ceramah, kuliah bimbingan, penyuluhan dan sebangainya.24

b. Media Visual yaitu media yang memiliki unsur suara dan juga unsur gambar, seperti film slide, gambar.25

c. Media audio yaitu media yang isi pesannya hanya diterima melalui indera pendengaran. Contohnya radio, telepon.26

d. Media audio visual media yang mempunyai unsur suara gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik karena meliputi kedua jenis media yaitu media audio dan media visuals. Seperti televisi, film atau sinetron.27

23 Tata Sukayat, Quantum Dakwah, ( Jakarta: Rineka Dakwah, 2009), hlm. 84.

24 Munzier Suparta dan Harjani Hefni, Metode Dakwah (Jakarta: Rahmat Semesta,2006).

hlm. 10

25 Siti Muriah, Metode Dakwah Kontemporer, ( Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000), hlm. 39

26 Wahidin Saputra, Pengatar Ilmu Dakwah, ( Jakarta: Rajawali Press, 2012), hlm 246.

27 Rosihan Anwar, Ajaran dan Sejarah Islam Untuk Anda, ( Jakarta: Pustaka Jaya, 1984),hlm. 90

(30)

30

C. Jiwa Keagamaan

1. Pengertian Keagamaan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, keagamaan adalah sifat-sifat yang terdapat di agama; segala sesuatu mengenai agama.28 Keagamaan berasal dari kata dasar “agama”. Agama berarti kepercayaan kepada Tuhan (Dewa, dan sebagainya) dengan ajaran pengabdian kepada-Nya dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu. Beragama berarti menganut atau memiliki agama, atau beribadat, taat kepada agama, serta baik hidupnya menurut agama.29 Keagamaan merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorong untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama.30

Sedangkan, keagamaan yang dimaksudkan adalah sebagai pola atau sikap hidup yang dalam hal pelaksanaannya berkaitan dengan nilai baik dan buruk berdasarkan nilai-nilai agama. Dalam hal ini, gaya atau pola hidup seseorang didasarkan pada agama yang dianutnya, karena agama berkaitan dengan nilai baik dan buruk, maka segala aktifitas seseorang haruslah senantiasa berada dalam nilai- nilai keagamaan itu.

Keagamaan atau religiusitas dapat diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktifitas agama tidak hanya terjadi ketika seseorang melakukan ritual (beribadah), tetapi juga melakukan aktifitas lain yang didorong

28 Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Balai Pustaka, 2007), hlm. 12

29 Imam Fuadi, Menuju Kehidupan Sufi (Jakarta: Bina Ilmu, 2004),hlm. 72.

30 Jalaludin, Psikologi Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001),hlm. 199.

(31)

oleh kekuatan spiritual. Agama adalah simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlambangkan, yang berpusat pada persoalan-persoalan yang dinilai paling maknawi.

Tingkah laku keagamaan adalah segala aktifitas manusia dalam kehidupan didasarkan atas nilai-nilai agama yang diyakininya, tingkah laku keagamaan tersebut merupakan perwujudan dari rasa dan jiwa keagamaan berdasarkan kesadaran dan pengamalan beragama pada diri sendiri.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan keagamaan adalah bentuk usaha yang dilakukan untuk mewujudkan atau mengaplikasikan iman ke dalam suatu bentuk-bentuk perilaku keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam implementasi kegiatan keagamaan di lingkungan masyarakat, khususnya remaja masjid tidak hanya terfokus pada proses berlangsungnya kegiatan keagamaan, tetapi juga harus mampu mengarahkan pada penanaman nilai-nilai agama kepada para remaja.

Kegiatan keagamaan mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka pembentukan individu yang bertakwa dan taat kepada Allah SWT dan menjadikan manusia berakhlak mulia sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT. Kegiatan keagamaan sangat penting bagi segenap manusia agar tidak menjadi manusia primitif dalam arti masih terbelakang dengan ilmu-ilmu pengetahuan keagamaan yang jauh dari akhlakul karimah dan tentunya kegiatan keagamaan sebagai suatu wadah untuk mengisi kehidupan dengan aktifitas yang bermanfaat dan bernilai positif dan juga dapat memberikan pemahaman tentang hal

(32)

32

yang berkaitan dengan ajaran keagamaan untuk menghindari perbuatan dosa karena tujuan penciptaan manusia di dunia ini yaitu untuk beriman dan bertakwa.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keagamaan

Dalam perkembangan jiwa keagamaan seseorang dalam kehidupan di pengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor intern yang berupa pengaruh dari dalam dan faktor ekstern yang berupa pengaruh dari luar.31

a. Faktor internal

1) Faktor hereditas. Maksudnya yaitu bahwa keagamaan secara langsung bukan sebagai faktor bawaan yang diwariskan secara turun temurun melainkan terbentuk dari unsur lainnya.

2) Tingkat usia. Jalaludin mengungkapkan bahwa: Perkembangan agama pada masa anak-anak ditentukan oleh tingkat usia mereka, perkembangan tersebut dipengaruhi oleh beberapa aspek kejiwaan termasuk agama, perkembangan berpikir, ternyata anak yang menginjak usia berpikir kritis lebih kritis pula dalam memahami ajaran agama. Pada usia remaja saat mereka menginjak kematangan seksual pengaruh itupun menyertai perkembangan jiwa keagamaan mereka.

3) Kepribadian. Kepribadian menurut pandangan psikologis terdiri dari dua unsur, yaitu hereditas dan lingkungan, dari kedua unsur tersebut para psikolog cenderung berpendapat bahwa tipologi menunjukkan bahwa memiliki kepribadian yang unik dan berbeda. Sebaliknya karakter

31 alaludin, Psikologi Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010),hlm. 279.

(33)

menunjukkan bahwa kepribadian manusia terbentuk berdasarkan pengalaman dan lingkungannya.

4) Kondisi kejiwaan. Kondisi kejiwaan ini terkait dengan berbagai faktor intern. Gangguan kejiwaan yang ditimbulkan oleh konflik yang tertekan di alam bawah sadar manusia, akan menimbulkan gejolak keagamaan pula.

b. Faktor eksternal

Manusia sering disebut dengan homo religious (makhluk beragama).

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa manusia senantiasa dapat mengembangkan sikap keagamaannya sebagai makhluk beragama. Untuk mengembangkan sikap keagamaan individu, maka perlu adanya pengaruh dari lingkungan untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan individu lainnya.

Faktor eksternal ini diyakini mampu mengembangkan jiwa keagamaan atau bahkan menghambat keagamaan individu, diantaranya sebagai berikut:

1) Faktor keluarga. Keluarga merupakan satuan sosial yang paling sederhana dalam kehidupan manusia, khususnya orang tua sangat berpengaruh bagi perkembangan jiwa keagamaan anak. Jika orang tua berkelakuan baik, cenderung anak juga memiliki kelakuan baik. Orang tua sangat berperan penting dalam pendidikan agama bagi anak.

2) Lingkungan institusional Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang mempunyai program sistematik dalam melaksanakan bimbingan dan pengajaran. Lingkungan institusional ikut mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaan, baik intitusi formal maupun non formal, seperti organisasi dan komunitas.

(34)

34

3) Lingkungan masyarakat Norma dan tata nilai yang ada di masyarakat terkadang lebih mengikat bahkan lebih besar pengaruhnya dalam perkembangan jiwa keagamaan baik dari segi positif maupun negatif.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang memengaruhi perkembangan keagamaan anak dipengaruhi oleh faktor intern dan ekstern. Faktor intern berasal dari individu itu sendiri baik dari keturunan maupun sifat bawaan sejak lahir. Sedangkan faktor ekstern sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Keluarga menjadi lingkungan pertama yang dilalui oleh individu.

3. Dimensi Keagamaan Remaja

Kehidupan religiusitas pada remaja dipengaruhi oleh pengalaman struktur kepribadian serta unsur kepribadian lainnya, pada masa remaja perkembangan keagamaan ditandai dengan adanya keraguraguan terhadap ketentuan-ketentuan agama. Namun pada dasarnya remaja tetap membutuhkan agama sebagai pegangan dalam kehidupan terutama pada saat mengalami kesulitan.

Dengan kecenderungan sikap remaja terhadap agama tersebut dapat dilihat dari dimensi-dimensi beragama, diantaranya:

a. Ideologi Perkembangan agama pada remaja ditandai dengan tingkah remaja yang berpendapat bahwa:

1) Agama adalah omong kosong 2) Mengingkari pentingnya agama

(35)

3) Menolak kepercayaan-kepercayaan terdahulu.32 b. Ritual Remaja memiliki pandangan bahwa:

1) Mereka sembahyang karena mereka yakin Tuhan mendengar dan akan mengabulkan do’a mereka.

2) Sembahyang dapat menolong dan meredakan kesusahan yang mereka alami.

3) Sembahyang menyebabkan mereka menjadi tenang.

4) Sembahyang dapat meningkatkan tanggung jawab

5) Sembahyang merupakan kebiasaan yag mengandung arti penting.

c. Eksperiensial Kecenderungan sikap remaja terhadap agama dapat memunculkan berbagai sikap, baik sikap positif maupun negatif. Dengan demikian akan memunculkan kesadaran beragama. Ciri-ciri yang menonjol diantaranya:

1) Pengamalan Ketuhanan semakin bersifat individual.

2) Keimanan semakin menuju realitas yang sebenarnya.

3) Dalam melakukan peribadatan mulai disertai penghayatan yang tulus.

D. Remaja Masjid

1. Pengertian Remaja

Remaja dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa latin adolescere yang artinya tumbuh untuk mencapai kematangan. Bangsa primitif dan

32 Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hlm. 110

(36)

36

orang-orang purbakala memandang masa puber dan asa remaja tidak berbeda dengan periode lain dalam rentang kehidupan. Menurut Mappire:

Masa remaja ialah berlangsungnya antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita, 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria. Menurut hukum di Amerika Serikat saat ini individu di anggap telah dewasa apabila telah mencapai usia 18 tahun dan bukan 21 tahun, pada usia ini umumnya anak sedang duduk di bangku sekolah menengah.

Lazimnya masa remaja dianggap mulai pada saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir pada saat ia mencapai usia matang secara hukum.

Masa remaja (12-21 tahun) merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa. Masa remaja sering dikenal dengan masa pencarian jati diri (ego identity).33

Zakiyah Daradjat memberikan 4 (empat) sudut pandang tentang pengertian remaja yaitu:

a. Remaja dalam pengertian psikologis dan pendidikan, yaitu tahapan peralihan yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir yang ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat.

b. Remaja dalam pengertian masyarakat, dalam hal ini remaja sangat bergantung pada kondisi sosial dan penerimaan masyarakat setempat. Pada masyarakat pedesaan yang sangat sederhana mungkin masa remaja tidak mereka kenal, sebab begitu mereka tumbuh besar dan kuat, mereka dianggap telah mampu melakukan pekerjaan seperti yang dilakukan orang tuanya. Maka saat itulah mereka diterima dalam lingkungan masyarakat, pendapatnya didengar dan

33 Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), 37

(37)

diperhatikan, mereka juga sudah berlatih untuk memikul tanggung jawab keluarga.

c. Remaja dalam pandangan hukum dan perundang-undangan, remaja dalam pengertian ini dibatasi usia 11-18 tahun. Karena pada usia tersebut dalam pandangan hukum positif telah dianggap dewasa jika berbuat yang melanggar hukum akan diberikan sanksi layaknya orang dewasa atau bukan anak-anak lagi.

d. Remaja dari segi ajaran Islam, ialah remaja dalam Islam yang sering disebut dengan kata baligh yang mana seorang anak yang sudah dikenal hukum dalam mengerjakan hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari atau kata lain terhadap mereka yang telah baligh dan berakal berlakulah ketentuan hukum Islam.

2. Masjid

Secara harfiah masjid diartikan sebagai tempat duduk atau setiap tempat yang dipergunakan untuk beribadah. Masjid adalah “tempat shalat berjamaah” atau tempat shalat untuk umum (orang banyak).34 Secara etimologis, masjid berasal dari kata sajada-yasjudu yang artinya tempat sujud atau tempat menyembah, sedangkan secara terminologi, masjid adalah suatu bangunan, gedung, atau suatu lingkungan yang berpagar sekelilingnya yang didirikan secara khusus sebagai tempat beribadah kepada Allah SWT.

34 Iskandar Engku dan Siti Zubaidah, Sejarah Pendidikan Islam (Bandung: Remaja Ros dakarya, 2014),hlm. 112.

(38)

38

Berasal dari akar katanya yang mengandung arti tunduk dan patuh, maka hakikat masjid merupakan tempat melakukan segala aktifitas berkaitan dengan kepatuhan kepada Allah semata. Dari pengertian di atas dapat diartikan masjid merupakan tempat yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan ibadah umat Islam.

Pada dasarnya masjid atau langgar mempunyai fungsi yang tidak terlepas dari kehidupan keluarga. Sebagai lembaga pendidikan, berfungsi sebagai penyempuraan pendidikan keluarga, agar selanjutnya mampu melaksanakan tugas- tugas hidup dalam masyarakat dan lingkungannya. Pada mulanya pendidikan di langgar atau masjid, dalam arti sederhana dapat dikatakan sebagai lembaga pendidikan formal, dan sekaligus lembaga pendidikan sosial.

3. Remaja Masjid

Remaja masjid merupakan generasi penerus bangsa dan agama. Suatu perkumpulan pemuda yang melakukan aktivitas sosial dan ibadah di lingkungan masjid. Maka peran sosial keagamaannya sangat diperlukan dan mutlak keberadaanya, untuk mengadakan pembinaan dan pengembangan dalam memakmurkan masjid, guna meningkatkan pendidikan Islam dengan penuh semangat, kerja keras, dan ikhlas dalam beraktivitas. Sehingga fungsi dinamika masjid itu sendiri dapat dipertahankan kelanggengannya.

Organisasi remaja Masjid adalah perkumpulan atau perhimpunan pemuda remaja masjid yang biasanya terdapat di masjid atau mushalla, yang menjadikan masjid atau musholla sebagai pusat kegiatan pembinaan akidah, akhlak, ukhuwah,

(39)

keilmuan, dan keterampilan. Remaja memiliki energi yang besar disertai dengan emosi yang berkobar-kobar. Karena itu, dengan melibatkan diri pada remaja masjid diharapkan energi mereka dapat terfokus pada hal positif serta mampu memanfaatkan waktu luang mereka secara efektif tanpa menimbulkan tindakan- tindakan yang melanggar nilai-nilai moral. Jika remaja tidak mampu memanfaatkan energi dan waktu luang mereka, dikhawatirkan akan melakukan pelampiasan yang dapat merusak diri dan lingkungan mereka, seperti pemakaian obat-obatan terlarang, miuman keras, atau tindakan kekerasan yang membahayakan masyarakat.35

Harapan untuk menjadikan remaja masjid sebagai wadah untuk melahirkan generasi muda Islami memang wajar karena dalam aktivitas yang biasa dilakukan oleh remaja masjid, diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi para remaja untuk mengenal nilai-nilai Islam. Menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan remaja merupakan upaya untuk menarik remaja dari tepi jalan ke dalam masjid sehingga mereka memperoleh tempat berhimpun yang lebih maslahat dan Islami.

35 Zulmaron, dkk, “Peran Sosial Keagamaan Remaja Masjid di Kelurahan Pipa Reja Kecamatan Kemuning Palembang”, Jurnal Sosiologi Agama, Vol. 1 No. 1 2017,hlm. 42.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Jakarta : Raja Grafindo

Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,2007 Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan

Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada.. dalam belajar, dan juga sebagai pendidik sekaligus pemimpin dalam lembaga pendidikan. Sistem nilai dan amal

6 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT CV Raja Gravindo Persada, 2003), hlm.. Berdasarkan observasi yang telah dilaksanakan di MA Al Hikmah Langkapan Srengat pada

PT Raja Grafindo Persada, 2006)”, hlm.. pendayagunaan terhadap waktu haruslah efektif dan efisien tetapi harus diekathui pendayagunaan itu haruslah didasarkan

Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam.Jakarta:

Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Integrasi Dan Kompetensi (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2005). Winarno Surachman, Pengantar

9 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h.158.. Dari hasil wawancara awal yang penulis lakukan dengan salah