• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS S431308023 Adi Juniarso

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TESIS S431308023 Adi Juniarso"

Copied!
157
0
0

Teks penuh

(1)

i

TESIS

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Derajat Magister Sains Program Studi Magister Akuntansi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

ADI JUNIARSO

NIM : S431308023

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2015

(2)
(3)
(4)
(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan ucapan terimakasih, tesis ini dipersembahkan kepada :

Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret

(UNS) Surakarta, Orang tua, saudara-saudariku, serta

Inspektorat Kabupaten Boyolali

(6)

vi

Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan

bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama

dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing.

Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku

mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan

sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan

gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak

berguna. Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang

ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika

aku tidak mempunyai kasih, sedikit pun tidak ada faedahnya bagiku.

Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak

memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak

sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan

tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena

ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.

(1 Korintus 13:1-6)

(7)

vii

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena senantiasa melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan judul “Prinsip-Prinsip Perilaku APIP dan Kualitas Audit” sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi dan mencapai derajat Magister Program Studi Magiaster Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari penelitian ini tidak sempurna dan tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan akibat dari kurangnya pengetahuan dan pengalaman. Penyelesaian tesis ini bukan hasil jerih payah sendiri, akan tetapi melibatkan beberapa pihak yang memberikan bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis. Dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Kepala Badan Pengawasan, Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Republik Indonesia yang telah berkenan memberikan bantuan kepada peneliti berupa Beasiswa STAR BPKP dalam menyelesaikan studi di program studi Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret

2. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S., selaku Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Dr. Wisnu Untoro, M.S., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebalas Maret Surakarta.

5. Dr. Payamta, M.Si., CPA, Ak., selaku Ketua Program Studi Magister Akuntansi Universitas Sebalas Maret Surakarta.

(8)

viii

7. Dra. Y. Anni Aryani, M.Prof.Acc., Ph.D., Ak., CA, selaku dosen pembimbing telah memberikan bimbingan dengan sabar, meluangkan waktu dan pikiran, serta memotivasi dan membagikan ilmunya untuk keberhasilan penulisan tesis ini.

8. Tim Penguji tesis yang telah berkenan memberikan saran dan masukan. 9. Inspektur Inspektorat Kabupaten Boyolali, atas semangat dan bantuanya, dan

teman-teman di Inspektorat Kabupaten Boyolali.

10. Teman-teman Beasiswa STAR BPKP Kelas A. Terima kasih atas persahabatan dan rasa kekeluargaan yang terjalin selama ini semoga selalu menjadi saudara untuk selama-lamanya.

11. Pihak-pihak lain yang telah berkenan membantu pelaksanaan penelitian hingga selesainya penulisan tesis.

Surakarta, Mei 2015

Penulis

(9)

ix

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

ABSTRAK ... xii

ABSTRACT ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah... 17

C. Tujuan Penelitian ... 18

D. Manfaat Penelitian ... 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS .... 19

A. Tinjauan Pustaka ... 19

1. Stewardship Theory ... 19

(10)

x

23 ...

6. Kualitas Audit ... 24

7. Pengawasan Keuangan Daerah ... 26

B. Penelitian Terdahulu ... 27

C. Pengembangan Hipotesa ... 30

1. Pengaruh Integritas Terhadap Kualitas Audit ... 30

2. Pengaruh Obyektivitas Terhadap Kualitas Audit ... 31

3. Pengaruh Kerahasiaan Terhadap Kualitas Audit ... 32

4. Pengaruh Kompetensi Terhadap Kualitas Audit ... 35

D. Kerangka Berfikir ... 36

BAB III METODE PENELITIAN... 37

A. Jenis Penelitian ... 37

B. Populasi, Sampel dan Pengambilan Sampel ... 37

C. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 38

1. Integritas ... 38

2. Obyektivitas ... 40

3. Kerahasiaan ... 41

4. Kompetensi ... 42

5. Kualitas Audit ... 43

D. Penyusunan Kuesioner Final ... 44

E. Indikator Reflektif dan Formatif ... 44

(11)

xi

b. Uji Asumsi Multivariat ... 54

c. Uji Normalitas ... 54

BAB IVANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 56

A. Gambaran Umum Responden ... 56

B. Analisa Data 1. Uji Validitas dan Reliabilitas pilot test ... 59

a. Hasil Uji Validitas pilot test ... 60

b. Hasil Uji Reliablitas pilot test ... 61

C. Penyusunan kuesioner final penelitian ... 62

D. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas kuesioner final ... 62

1. Hasil Uji Validitas kuesioner final ... 63

2. Hasil Uji Reliabilitas kuesioner final ... 63

E. Uji Normalitas Data ... 64

F. Evaluasi Model SEM dengan SmartPLS ... 65

1. Prosedur Bootstrapping ... 66

2. Evaluasi Outer Model/Model Pengukuran Indikator Formatif 67

a. Evaluasi outer model konstruk Integritas ... 68

b. Evaluasi outer model konstruk Obyektivitas ... 70

c. Evaluasi outer model konstruk Kompetensi ... 72

d. Evaluasi outer model konstruk Kerahasiaan ... 74

3. Evaluasi outer model/Model Pengukuran Indikator Reflektif .. 76

(12)

xii

b. Obyektivitas berpengaruh positif terhadap Hasil Audit ... 89

c. Kerahasiaan berpengaruh positif terhadap Hasil Audit ... 91

d. Kompetensi berpengaruh positif terhadap Hasil Audit ... 92

BAB V PENUTUP ... 94

A. Kesimpulan ... 94

B. Keterbatasan Penelitian ... 95

C. Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 98

LAMPIRAN ... 106

(13)

xiii

Tabel 1 Dalil Teori Stewardship ... 20

Tabel 2 Penyebaran Kuesioner Penelitian... 57

Tabel 3 Deskripsi Responden Penelitian... 59

Tabel 4 Hasil Uji Validitas Pilot Test ... 60

Tabel 5 Hasil Uji Reliabilitas Pilot Test ... 61

Tabel 6 Hasil Uji Validitas Kuesioner Final ... 63

Tabel 7 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Final ... 63

Tabel 8 Hasil Uji Normalitas Data ... 64

Tabel 9 Signifikansi Outer Weight dan Outer Loading Konstruk Integritas ... 69

Tabel 10 Hasil Uji Multikolinieritas Konstruk Integritas ... 70

Tabel 11 Signifikansi Outer Weight dan Outer Loading Konstruk Integritas ... 71

Tabel 12 Hasil Uji Multikolinieritas Konstruk Obyektivitas ... 71

Tabel 13 Signifikansi Outer Weight dan Outer Loading Konstruk Kompetensi ... 72

Tabel 14 Hasil Uji Multikolinieritas Konstruk Kompetensi ... 73

Tabel 15 Signifikansi Outer Weight dan Outer Loading Konstruk Kerahasiaan ... 74

Tabel 16 Hasil Uji Multikolinieritas Konstruk Kerahasiaan ... 75

Tabel 17 Hasil AVE ... 78

Tabel 18 Cross Loading Aantara Indikator dengan Konstruk ... 78

(14)

xiv

Tabel 23 Hasil uji Stone-Geisser Q2 test ... 85 Tabel 24 Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan Signifikansi Nilai t-statistic ... 86 Tabel 25 Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis ... 87

(15)

xv

Gambar 1 Model Awal Kerangka Berfikir Penelitian... 36

Gambar 2 Perbedaan Indikator Refleksif dan Formatif ... 45

Gambar 3 Contoh Path Model PLS ... 50

Gambar 4 Model Struktural menggunakan SmartPLS ... 66

Gambar 5 Full Model Hasil Proses Bootstrapping SmartPLS ... 68

Gambar 6 Full Model Hasil Proses PLS Algorithm SmartPLS ... 77

Gambar 7 Model Akhir Penelitian ... 87

(16)

xvi

1. Justifikasi kuesioner Sukriah, et al. (2009) untuk penyusunan kuesioner pilot

test variabel Laten Integritas ... 105

2. Justifikasi kuesioner Sukriah, et al. (2009) untuk penyusunan kuesioner pilot test variabel Laten Obyektivitas ... 109

3. Justifikasi kuesioner Sukriah, et al. (2009) untuk penyusunan kuesioner pilot test variabel Laten Kompetensi ... 110

4. Justifikasi kuesioner Sukriah, et al. (2009) untuk penyusunan kuesioner pilot test variabel Laten Kualitas Audit ... 113

5. Penyusunan kuesioner Final penelitian berdasarkan feedback hasil pilot tes ... 115

6. Daftar Variabel Laten dan Variabel Indikator ... 118

7. Hasil Uji Validitas (pilot test) ... 119

8. Hasil Uji Reliabilitas (pilot test) ... 122

9. Hasil Uji Validitas ... 123

10. Hasil Uji Reliabilitas ... 126

11. Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov ... 128

12. Hasil Uji Normalitas Berdasarkan Skewness dan Kurtosis ... 128

13. Hasil Uji Multikolinieritas Konstruk ... 128

14. Hasil Uji Multikolinieritas Full Model Struktural ... 130

15. Kuesioner Penelitian ... 130

(17)

xvii Adi Juniarso NIM : S431308023

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Prinsip-Prinsip Perilaku APIP yang mengacu kepada aturan Permenpan No:PER/04/M.PAN/03/2008 terhadap Kualitas Audit. Dilakukan pengujian terhadap 140 Auditor Internal Pemerintah Kabupaten/Kota yang terdiri dari Pejabat Fungsional Auditor dan P2UPD pada wilayah eks Karesidenan Solo Raya. Pengumpulan data menggunakan instrumen kuesioner serta analisis pengujian menggunakan program SmartPLS 2.0.M3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 3 Prinsip perilaku yaitu Integritas, Kerahasiaan dan Kompetensi berpengaruh terhadap Kualitas Audit, namun hasil pengujian menunjukkan bahwa Prinsip perilaku Obyektivitas tidak berpengaruh. Hasil pengujian tersebut kemungkinan disebabkan adanya konteks kesantunan jawa

“ewuh-pakewuh” yang menjadi penyebab APIP tidak memahami serta menerapkan prinsip Obyektivitas.

Kata kunci : APIP, Kualitas Audit, Prinsip perilaku, ewuh pakewuh, SmartPLS.

(18)

xviii Adi Juniarso NIM : S431308023

ABSTRACT

This study intended to determine the effect of Principles of Behaviour of APIP, which refers to the Permenpan No: PER / 04 / M.PAN / 03/2008, over Audit Quality. Tests were performed on 140 Internal Auditor consisting of Auditor and P2UPD in the former residency Solo Raya region. Datas were collected using questionnaire and analyzed using SmartPLS 2.0.M3 program. The results showed that the three principles of behavior of Integrity, Confidentiality and Competence affected audit quality, but the test results showed that the principle of objectivity has no effect. The test results are likely due to the context of Java politeness "ewuh-pakewuh" which became the cause of APIP could not understand and apply the principles of objectivity.

Keywords: APIP, Audit Quality, Principles of Behaviour, ewuh pakewuh, SmartPLS.

(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Government Auditing Standards edisi revisi tahun 2011 yang disusun oleh US Govarnment Accountability Office menjelaskan konsep akuntabilitas atas penggunaan sumber daya publik dan otoritas pemerintah merupakan kunci untuk proses pengelolaan suatu bangsa. Manajemen dan pejabat yang memiliki otoritas terhadap sumber daya publik bertanggung jawab untuk melaksanakan fungsi pelayanan publik dan memberikan layanan kepada masyarakat secara efektif, efisien, ekonomis, beretika, dan adil. Kebutuhan akuntabilitas telah menyebabkan permintaan untuk informasi lebih lanjut tentang program-program pemerintah dan jasa. Pejabat publik, legislator, dan warga ingin dan perlu mengetahui apakah dana pemerintah ditangani dengan benar dan sesuai dengan hukum dan peraturan. Mereka juga ingin dan perlu mengetahui apakah organisasi pemerintah, program, dan jasa mencapai tujuan mereka dan apakah organisasi, program, dan layanan beroperasi secara ekonomis dan efisien.

Menurut Mardiasmo (2003) agar tidak terjadi penyimpangan dan penyelewengan, pemberian wewenang dan keleluasaan harus diikuti dengan pengawasan dan pengendalian yang kuat, serta pemeriksaan yang efektif. Pengawasan dilakukan oleh pihak luar eksekutif (dalam hal ini DPRD dan masyarakat); pengendalian, yang berupa pengendalian internal dan pengendalian

(20)

manajemen, berada di bawah kendali eksekutif (pemerintah daerah) dan dilakukan untuk memastikan strategi dijalankan dengan baik sehingga tujuan tercapai; sedangkan pemeriksaan (audit) dilakukan oleh badan yang memiliki kompetensi dan independensi untuk mengukur apakah kinerja eksekutif sudah sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

Sebuah tugas telah dianggap kompeten ketika telah dilakukan di tingkat kompetensi tertentu sesuai dengan syarat-syarat yang mengikutinya. Menurut Institute of Chartered Accountants in Australia dalam Auditing Competency Standard for Registered Company Auditors (2004), standar kompetensi menunjukkan tugas-tugas khusus yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan tertentu secara kompeten dengan mempertimbangkan kinerja, faktor lingkungan dan keahlian individu yang ditunjukkan dengan performa tugas.

Hal ini juga diamanatkan dengan adanya Peraturan Kepala Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan Nomor : PER-211/K/JF/2010 Tentang Standar Kompetensi Auditor. Audit internal membantu suatu organisasi dalam mencapai tujuannya melalui pendekatan sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi dan memperbaiki efektivitas proses tata kelola organisasi, pengendalian, dan manajemen risiko (the effectiveness of risk management, control, and governance processes). Auditor selain bertanggung jawab kepada pimpinan instansi pengawasan yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, juga memiliki tanggung jawab profesi dan kewajiban moral kepada masyarakat pemakai jasa sesuai standar yang berlaku umum.

(21)

Di Pemerintah Kabupaten Boyolali, auditor internal telah diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali No 16 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Boyolali. Sebagai auditor internal, inspektorat mempunyai tugas pokok melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan daerah, pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan desa dan pelaksanaan urusan pemerintahan desa. Pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat adalah pengawasan intern sebagai audit internal untuk memastikan tercapainya tujuan organisasi dari Pemerintah Kabupaten Boyolali secara keseluruhan.

Kode Etik Profesi Akuntan Publik yang diterbitkan IAPI (2008), menuliskan bahwa setiap praktisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh sebagai hasil dari hubungan profesional dan hubungan bisnisnya, serta tidak boleh mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak ketiga tanpa persetujuan dari klien atau pemberi kerja, kecuali jika terdapat kewajiban untuk mengungkapkan sesuai dengan ketentuan hukum atau peraturan lainnya yang berlaku. Informasi rahasia yang diperoleh dari hubungan profesional dan hubungan bisnis tidak boleh digunakan oleh Praktisi untuk keuntungan pribadinya atau pihak ketiga. Adapun contoh hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan sejauh mana informasi rahasia dapat diungkapkan yaitu apabila pengungkapan dijinkan dengan persetujuan penerima jasa, pengungkapan diharuskan oleh hukum, dan ketika ada kewajiban atau hak profesional untuk mengungkapkannya.

Institute of Internal Auditor (1999) yang dikutip oleh Goodwin dan Yeo (2001) menyatakan bahwa audit internal merupakan jasa assurance dan konsultasi yang

(22)

obyektif dan independen, yang dirancang untuk memberi nilai tambah dan meningkatkan operasi organisasi untuk membantu pencapaian tujuan organisasi dengan mengevaluasi efektivitas manajemen risiko, pengendalian serta proses tata kelola. Hal tersebut juga ditegaskan didalam Lampiran Permenpan No:PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawas Intern Pemerintah menyatakan bahwa Pengawasan intern pemerintah merupakan fungsi manajemen yang penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui apakah suatu instansi pemerintah telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana, kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan. Pengawasan intern atas penyelenggaraan pemerintahan diperlukan untuk mendorong terwujudnya good governance dan clean government dan mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, efisien, transparan, akuntabel serta bersih dan bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Menurut Mardiasmo1, aparat pengawas internal pemerintah merupakan garda depan bagi pencegahan dan pemberantasan korupsi. Hal tersebut dimungkinkan dapat dicapai dengan adanya kualitas hasil audit dalam pelaksanaan audit pengawasan keuangan daerah, sehingga APIP dapat lebih berperan dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi dan menciptakan good governance. Dengan adanya audit yang berkualitas yang dilakukan oleh APIP, diharapkan semakin baiknya pencegahan korupsi keuangan daerah.

(23)

Beberapa kasus yang berkaitan dengan praktik korupsi keuangan daerah terjadi di beberapa pemerintah daerah. Namun yang menjadi perhatian penulis adalah kasus korupsi yang terjadi di Boyolali, yaitu antara lain pemanfaatan dana bantuan sosial yang melibatkan ratusan sekolah dan LSM tahun 2010 dan 20112, Bendung Penggung Kecamatan Wonosegoro3, kasus korupsi pengadaan bibit lele4. Perkembangan yang terbaru di Boyolali berkaitan dengan Bendung Penggung Kecamatan Wonosegoro adalah seorang kepala dinas aktif dan 3 orang PNS yang dinyatakan sebagai terdakwa oleh Kejaksaan Negeri Boyolali5. Bahkan Asosiasi Auditor Internal Pemerintah Indonesia (AAIPI) menyatakan bahwa sebanyak 94 persen Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) di pusat dan daerah tak bisa mendeteksi terjadinya korupsi6.

Permenpan No:PER/04/M.PAN/03/2008 merupakan sebuah peraturan yang mengatur adanya kode etik bagi Aparat Pengawasan Internal Pemerintah, dengan maksud menciptakan adanya pengawasan oleh APIP yang berkualitas dan auditor yang profesional dengan budaya etis dalam profesi APIP. Untuk itu disyaratkan diberlakukan dan dipatuhinya aturan perilaku yang menuntut disiplin dari auditor APIP yang melebihi tuntutan peraturan perundang-undangan berupa Kode Etik yang mengatur nilai-nilai dasar dan pedoman perilaku, yang dalam pelaksanaannya memerlukan pertimbangan yang seksama dari masing-masing auditor, sehingga diharapkan supaya hasil audit dari APIP dapat bermanfaat bagi pimpinan dan unit

2 Lihat http://m.suaramerdeka.com 3 Lihat http://jateng.tribunnews.com

4 Lihat http://www.timlo.net; http://www.suaramerdeka.com

5 Lihat (http://www.solopos.com, http://www.timlo.net, http://www.suaramerdeka.com,

http://jateng.tribunnews.com, https://id.berita.yahoo.com, 6 Lihat http://www.suarapembaruan.com

(24)

kerja serta pengguna lainnya untuk dapat meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan.

Permenpan tersebut menyebutkan adanya 4 prinsip-prinsip perilaku bagi auditor/APIP yaitu Integritas, Obyektifitas, Kerahasiaan dan Kompetensi. Tujuan dari kode etik tersebut adalah mendorong sebuah budaya etis dalam profesi APIP, memastikan bahwa seorang profesional akan bertingkah laku pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan PNS lainnya serta mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak etis, agar terpenuhi prinsip-prinsip kerja yang akuntabel dan terlaksananya pengendalian audit sehingga dapat terwujud auditor yang kredibel dengan kinerja yang optimal dalam pelaksanaan audit sehingga hasil audit APIP yang diperoleh juga dapat maksimal. Maka APIP harus dapat memahami dan menjadikannya sebagai pedoman prinsip-prinsip perilaku auditor dalam pelaksanaan audit yang dilakukan sehingga diharapkan kasus-kasus yang dimuat dalam surat kabar seharusnya tidak perlu terjadi.

Pada sektor publik, sesuai dengan amanat Permenpan No:PER/05/M.PAN/03/2008, proses audit yang dilakukan oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah harus berpedoman pada standar audit dalam Permenpan tersebut. Standar tersebut merupakan sebuah pedoman minimal yang wajib menjadi pedoman bagi APIP dalam melaksanakan audit, yang mampu menjamin terlaksananya pengawasan internal yang efektif, efisien dan tentunya berkualitas.

Kualitas audit menurut Francis (2011) digambarkan dengan 6 buah level unit analisis yang ada dalam penelitian-penelitian dalam bidang Audit, yaitu audit input (input level), audit process (next level), accounting firms, audit industry dan audit

(25)

market, institution, serta economic consequences of audit outcomes. Beliau mengatakan bahwa kualitas audit dipengaruhi oleh masing-masing level tersebut. Audit memiliki kualitas pada input level apabila auditor yang menerapkannya kompeten dan independen, serta pengujian prosedur yang dilakukan dapat menghasilkan bukti yang relevan dan andal. Kualitas dari audit input mengalir menuju proses audit, dimana audit memiliki kualitas apabila personil audit yang terlibat dalam audit dapat mengambil keputusan mengenai pengujian tertentu yang akan dipergunakan dan secara tepat mengevaluasi bukti yang didapatkan dari tahap sebelumnya untuk selanjutnya dihasilkan laporan hasil audit. Kualitas audit dipengaruhi oleh institusi/KAP dimana auditor bekerja. Hal tersebut dapat nampak apabila pada institusi tersebut mengembangkan prosedur pengujian yang akan dipergunakan dalam pelaksanaan audit serta dapat memotivasi auditor. Kemudian, dorongan dari KAP dan auditornya untuk dapat menghasilkan audit yang berkualitas dipengaruhi oleh institusi yang mengatur audit dan memberikan hukuman bagi auditor dan KAP apabila menghasilkan audit yang tidak berkualitas dan disalahgunakan. Disimpulkan oleh beliau bahwa untuk mencapai kualitas audit dapat dilakukan dengan keterbukaan dari praktisi dan pembuat regulasi, serta bekerja sama dengan akademisi untuk mencapai apa yang disebut dengan tujuan bersama, yaitu pemahaman yang lebih baik dari beragamnya pemicu kualitas audit yang mampu membuat audit menjadi lebih baik, serta membantu perumusan aturan oleh regulator yang mengatur bidang auditing untuk menyusun kebijakan yang

cost-effective untuk meningkatkan kualitas hasil audit.

(26)

Ada 2 hal yang memotivasi auditor untuk menghasilkan audit yang berkualitas menurut Skinner dan Srinivasan (2012), yaitu (1) dorongan litigation/insurance; dan (2) dorongan insentif. Dalam kondisi (1), apabila auditor secara hukum bertanggung jawab terhadap kegagalan dari audit yang dilaksanakan, maka auditor akan termotivasi untuk menghasilkan audit yang berkualitas, demi menghindari biaya yang timbul atas permasalahan hukum. Peran sebagi insurance muncul karena investor lebih menyukai KAP yang besar, karena KAP tersebut lebih dapat memenuhi kepentingan hukum dari investor, serta menyediakan jaminan keuangan terhadap adanya audit yang tidak berkualitas. Dalam kondisi (2), auditor memiliki insentif untuk mendapatkan nama baik untuk menghindari kegagalan audit, karena kualitas audit merupakan hal yang sangat penting bagi klien dan pasar sangat menghargai jasa audit. Ketika reputasi KAP menurun karena tidak mampu menghasilkan audit yang berkualitas, maka klien akan cenderung menggantinya dengan auditor/KAP lain.

Knechel, Krishnan, Pevzner, Shefchik dan Velury (2012) mengatakan bahwa kualitas audit sering diperdebatkan namun sedikit dipahami. Sudah lebih dari 20 tahun sejak dilakukannya penelitian tentang kualitas audit namun tidak banyak kesepakatan yang dicapai tentang bagaimana mendefinisikan kualitas, namun memberikan masing-masing pihak pemahaman tentang kualitas audit. Disimpulkan bahwa audit yang “baik” adalah audit yang dilaksanakan berdasarkan perencanaan

proses audit yang baik oleh auditor yang termotivasi dan terlatih, yang memahami ketidakpastian pada proses audit dan dapat memahami kondisi unik yang ada pada

auditee.

(27)

Deis dan Giroux (1992) mengungkapkan pendapatnya mengenai kualitas audit. Menurut mereka, kualitas audit masih menjadi permasalahan dalam profesi akuntan. Sebuah celah kredibilitas dalam laporan keuangan pemerintah muncul ketika ditemukan bahwa praktek akuntansi yang buruk menimbulkan krisis keuangan di New York dan kota-kota lain pada tahun 1970. Sebagai tanggapan, pemerintah mengeluarkan peraturan baru yang bertujuan meningkatkan perbaikan terhadap praktik pelaporan keuangan, meningkatkan pertanggungjawaban pelaporan auditor serta mengadakan program untuk memonitor kualitas audit. Sama halnya dengan kegagalan audit pada sektor bisnis, kurangya kualitas audit pada sektor publik mengakibatkan ketidak percayaan masyarakat terhadap profesi akuntan. Penelitian Rubin (1988) yang disajikan oleh Deis dan Giroux (1992) menyatakan bahwa kualitas audit sektor bisnis dapat digeneralisasikan kepada sektor publik.

Hasil penelitian Deis dan Giroux (1992) yaitu semakin panjang tenure maka kualitas audit akan semakin menurun (Carey dan Simnet 2006; Chen, Elder dan Liu, 2005) dan semakin banyak jumlah klien maka kualitas audit semakin baik (Giroux & Jones, 2011). Carey dan Simnet (2006); Chen, et al, 2005 beranggapan bahwa semakin lama tenure dari partner audit, maka relasi yang terjalin akan berdampak pada independensi, serta mampu mengurangi kemampuan partner audit untuk melakukan critical appraisal. Penelitian Carey dan Simnet (2006) juga mengungkapkan didalam Code of Ethic yang dikeluarkan IFAC tahun 2001 telah diatur bahwa perpanjangan tenure partner dalam sebuah audit mampu

menimbulkan “familiarity threat” (Firth, Rui dan Wu, 2012). Normalnya, partner

(28)

audit dirotasi setelah beberapa periode yang ditentukan sebelumnya, paling lama 7 tahun. Dengan kewajiban adanya rotasi partner audit tersebut diharapkan kualitas audit akan dapat dipertahankan pada level yang sama. Namun penelitian Ghosh dan Moon (2005) tentang Audit Tenure and Perceptions of Audit Quality memberikan hasil yang berbeda. Dengan menggunakan investor, independence rating agencies

dan financial analysts sebagai subyek penelitian, hasil penelitiannya adalah tenure

yang semakin lama akan meningkatkan kualitas audit.

Komite audit yang efektif juga dapat menentukan kualitas audit (Abbot, Parker, Peters dan Gary, 2007; Al-Ajmi, 2009), yaitu komite audit yang independen, melakukan pertemuan secara rutin serta memiliki keanggotan seorang ahli keuangan, dimana komite audit merupakan key stakeholder dalam pengauditan. Komite audit tersebut tidak akan memberikan tugas-tugas audit yang dilakukan oleh auditor internal untuk dilakukan outsourcing kepada auditor eksternal. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga independensi auditor, karena tugas-tugas yang rutin tersebut memiliki karakteristik yang berulang, dan dapat mengakibatkan ketergantungan ekonomi. Abbot, et al. (2007) juga berpendapat bahwa aktivitas audit internal yang berhubungan dengan kerahasiaan klien sebaiknya tidak dilakukan outsoucing kepada pihak eksternal. Al-Ajmi (2009) juga menyatakan bahwa kualitas audit adalah sebuah hasil dari berfungsinya sebuah tim audit, dan mungkin dapat memberikan hasil yang terbaik berdasarkan ketersediaan dari sumber daya yang cukup (DeAngelo,1981b; Frantz, 1999 yang diacu oleh Al-Ajmi (2009), serta adanya sistem pengendalian yang berkualitas.

(29)

Terkait dalam hal rotasi partner audit, dalam penelitian eksperimental dengan subyek loan officer pada bank di Amerika oleh Daniels dan Booker (2011) memberikan hasil bahwa kebijakan rotasi dari firma audit akan meningkatkan persepsi para loan officers terhadap independensi auditor, namun tidak meningkatkan persepsi terhadap kualitas audit. Hasil penelitian yang sama juga diberikan oleh Firth, et al (2012). Mengambil lokasi penelitian di Tiongkok, dengan menggunakan kecenderungan auditor untuk mengeluarkan opini audit termodifikasi (MAO) sebagai proksi untuk kualitas audit, ditemukan bahwa KAP yang mewajibkan rotasi parter audit, lebih banyak berhubungan dengan adanya MAO, dibanding KAP yang tidak menggunakan rotasi partner audit pada daerah yang kurang berkembang. Artinya adalah pada KAP yang menerapkan kebijakan rotasi partner audit akan lebih sering mengeluarkan perubahan atas opini audit dimana hal tersebut ditunjukkan oleh Modified Audit Opinion yang diberikan kepada klien.

Dalam menentukan kualitas audit, Chen, Elder dan Liu (2005) berpendapat bahwa penolakan terhadap tekanan dari pihak manajemen klien ketika pihak manajemen menginginkan adanya negosiasi terhadap permasalahan-permasalah dalam pelaporan keuangan dapat menggambarkan kualitas audit. Mereka menggunakan dua proksi untuk menguji hal tersebut, yaitu keahlian auditor dan besarnya KAP. Semakin auditor memiliki keahlian tertentu dan semakin besar firma audit, maka negosiasi yang dikehendaki manajemen klien tersebut akan mendapatkan penolakan dari auditor, sehingga kualitas audit akan meningkat. Ketika pihak auditor dan klien melakukan negosiasi terhadap

(30)

permasalahan yang ditemukan terkait dengan pelaporan keuangan klien, menjaga integritas dari audit merupakan kewajiban bagi auditor dan hal itu dipersyaratkan dalam standar profesi akuntansi. Hasil penelitian hanya mendukung keahlian tertentu dari auditor yang memiliki hubungan dengan kualitas audit, sedangkan ukuran KAP tidak berhubungan dengan kualitas audit. Hal ini sesuai dengan penelitian Lowensohn, Johnson, Elder dan Davies (2007) yang mengambil lokasi penelitian pada Pemerintah Daerah di Florida.

Integritas, oleh Netherland Court of Audit (NCA) dalam The Concept of Integrity, digambarkan sebagai suatu keadaan yang utama (virtue), tidak merusak (incorruptibility), serta tidak adanya pelemahan (being unimpaired). Integritas juga lebih dari sekedar hanya mematuhi hukum dan peraturan. Integritas menurut The Auditing Practices Board (APB) Ethical Standard (2011) merupakan sebuah prasyarat bagi semua bidang pekerjaan yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak. Dalam profesi audit, integritas mewajibkan bagi auditor untuk tidak terpengaruhi oleh konflik kepentingan. BPKP (2008) juga menyebutkan bahwa sikap jujur, berani, bijaksana dan bertanggungjawab diperlukan dalam meningkatkan integritas.

Kompetensi adalah kemampuan, kecakapan yang dimiliki oleh seseorang dalam menjalankan suatu pekerjaan/tugas tertentu. Mengacu kepada Institute of Chartered Accountants in Australia dengan standarnya yaitu Auditing Competency Standard for Registered Company Auditors (2004), kompetensi berhubungan dengan pengetahuan dan keahlian dalam melakukan berbagai tugas dalam konteks pekerjaan tertentu. Untuk mengevaluasi kompetensi dapat dilakukan dengan

(31)

penilaian terhadap input (memiliki pengetahuan dan keahlian untuk melaksanakan suatu tugas) serta penilaian terhadap output (secara kompeten mampu menyelesaikan suatu tugas tertentu). Dengan adanya kompetensi terhadap suatu bidang/keahlian, maka didalam menjalankan suatu pekerjaan/tugas tertentu, diharapkan penyelesaian tugas tersebut dapat lebih efektif dan efisien.

Prinsip kerahasiaan menurut IFAC (2006) Seksi 140 menimbulkan kewajiban untuk tidak mengungkapkan informasi yang didapatkan dari sebuah aktivitas/tugas tertentu, atau relasi dengan klien, tanpa adanya otorisasi yang khusus, ataupun ada sebuah kewajiban hukum untuk mengungkapkannya; serta memanfaatkan informasi penting dan rahasia, yang dihasilkan dari sebuah aktivitas, tugas atau relasi dengan klien, untuk kepentingan pribadi ataupun kepentingan pihak lain. Sebuah profesi juga wajib menjaga kerahasiaan sebuah informasi perusahaan ataupun organisasi, kecuali adanya kewajiban hukum untuk mengungkapkan informasi tersebut. Dengan prinsip kerahasiaan, maka profesi tidak memberikan informasi yang sifatnya rahasia, yang didapatkan dari pelaksanaan tugasnya dan berhubungan dengan klien

Obyektifitas dalam APB (2011) dinyatakan sebagai suatu keadaan pikiran yang tidak memiliki bias, prasangka, dan kompromi, sehingga keadaan tersebut mampu memberikan pertimbangan yang wajar dan tidak berat sebelah, terhadap semua permasalahan yang timbul dari tugas-tugas yang dijalankan. Sama halnya dengan integritas, obyektivitas merupakan prinsip etika yang fundamental, dan mewajibkan auditor dalam memberikan pertimbangan terkait dengan permasalahan yang timbul tersebut tidak terpengaruh dengan konflik kepentingan yang dialami.

(32)

Beberapa peneliti telah menguji pengaruh prinsip-prinsip perilaku kompetensi, obyektifitas, integritas, kerahasiaan, seperti yang diamanatkan dalam Permenpan No:PER/04/M.PAN/03/2008, terhadap kualitas audit. Namun tidak semua dari prinsip-prinsip perilaku tersebut telah diteliti oleh peneliti sebelumnya. Tjun Tjun, Marpaung dan Setiawan (2012); Effendy (2010); Sukriah, Akram dan Inapty (2009); Badjuri (2012), dan semuanya mendapatkan kesimpulan yang sama bahwa kompetensi berpengaruh terhadap hasil audit, sementara penelitian Sujana (2013) serta Kisnawati (2012) ternyata menghasilkan kesimpulan yang berbeda yaitu bahwa kompetensi tidak berpengaruh terhadap hasil audit. Hal tersebut masih menimbulkan pertanyaan apakah benar kompetensi tidak berpengaruh terhadap hasil audit. Untuk prinsip perilaku Obyektivitas dan Integritas telah diteliti oleh Sukriah, et al. (2009), Mabruri dan Winarna (2010), serta Badjuri (2012). Kesimpulan terkait dengan obyektivitas masih terdapat perbedaan, yaitu Sukriah,

et al. (2009), serta Mabruri dan Winarna (2010) menyatakan bahwa obyektivitas berpengaruh terhadap hasil audit, sedangkan Badjuri (2012) menyatakan sebaliknya. Untuk kesimpulan terkait dengan Integritas masih terdapat perbedaan hasil, yaitu Sukriah, et al. (2009) menyatakan integritas tidak berpengaruh terhadap hasil audit, sedangkan Mabruri dan Winarna (2010) serta Badjuri (2012) menyatakan sebaliknya.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang masih inkonsisten, menurut penulis seharusnya sesuai dengan konsideran Permenpan No:PER/04/M.PAN/03/2008 bahwa dalam rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik, berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab diperlukan adanya pengawasan oleh

(33)

APIP yang berkualitas dan auditor yang profesional dimana untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan suatu budaya etis dalam profesi APIP seperti yang tercantum dalam prinsip-prinsip perilaku yaitu Integritas, Obyektivitas, Kerahasiaan dan Kompetensi, sehingga terpenuhi prinsip-prinsip kerja yang akuntabel dan terlaksananya pengendalian audit sehingga dapat terwujud auditor yang kredibel dengan kinerja yang optimal dalam pelaksanaan audit. Sesuai dengan informasi dari APIP Inspektorat Jendral Kementrian, Kelautan dan Perikanan 7, di dalam pelaksanaan tugasnya, terdapat 2 jabatan fungsional yang menjadi penopang tugas-tugas Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) sebagai audit internal pemerintah daerah, yaitu auditor dan P2UPD yang saling bersinergi untuk melaksanakan tugas sebagai audit internal. Diharapkan oleh penulis, dengan mempedomani aturan tersebut, dalam melaksanakan tugasnya APIP dapat menghasilkan kualitas audit yang lebih optimal.

Sebagian dari instrumen penelitian ini menggunakan instrument penelitian dari Sukriah, et al. (2009) dengan beberapa penyesuaian. Sukriah, et al. (2009) menggunakan 5 buah variabel independen yaitu pengalaman kerja auditor, independensi auditor, obyektivitas auditor, integritas auditor dan kompetensi auditor dan 1 variabel dependen yaitu kualitas hasil pemeriksaan. Sebelum kuesioner disebarkan, dilakukan pilot kuesioner terlebih dahulu. Kuesioner yang digunakan untuk pilot merupakan penyesuaian dari instrument Sukriah, et al

(2009). Dalam melakukan penyesuaian kuesioner, penulis dibantu oleh 1 orang

(34)

Pengendali Teknis tim audit dan 2 orang Ketua Tim pada Inspektorat Kabupaten Boyolali serta 1 orang mahasiwa S3 Akuntansi UNS. Penulis beranggapan bahwa kuesioner penelitian Sukriah, et al. (2009) sudah mampu mengukur variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini, karena penyusunan kuesioner penelitian tersebut telah mengacu pada standar yang ditetapkan oleh BPKP dan Permenpan. Namun menurut penulis instrumen tersebut kurang sederhana sehingga berpotensi menyebabkan bias bagi responden dalam menjawab serta berpotensi membuat responden memiliki pemahaman yang berbeda. Selain itu penggunaan kata auditor dalam kuesioner penelitian Sukriah, et al (2009) kurang tepat karena dalam penelitian ini respondennya adalah APIP (auditor dan pejabat P2UPD). Justifikasi dalam penyesuaian kuesioner Sukriah, et al. (2009) akan disajikan pada lampiran.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah :

1. Penelitian ini menambahkan prinsip Kerahasiaan seperti yang diamanatkan dalam Permenpan No: PER/04/M.PAN/03/2008 sehingga prinsip-prinsip perilaku yang diuji ada 4 (empat) yaitu Integritas, Obyektifitas, Kerahasiaan dan Kompetensi terhadap kualitas audit APIP.

2. Penelitian ini menggunakan teknik analisis SEM (Structural Equation Modelling) dalam menganalisis variabel-variabel yang tidak dapat diukur secara langsung (variabel laten/variabel unobserved) dan memerlukan beberapa indikator untuk mengukurnya (variabel manifest/variabel indikator). Indikator dalam penelitian ini bertipe formatif dan reflektif. Indikator bertipe formatif digunakan untuk mengukur variabel Integritas, Obyektivitas,

(35)

Kerahasiaan dan Kompetensi dikarenakan indikator-indikator tersebut merupakan substansi yang menyusun variabel-variabel laten dalam Permenpan No: PER/04/M.PAN/03/2008. Sedangkan indikator bertipe reflektif digunakan untuk mengukur variabel Kualitas Audit seperti yang diamanatkan dalam Permenpan No: PER/05/M.PAN/03/2008 karena menurut penulis, sesuai dengan pendapat Fornell dan Bookstein (1982) yang dikutip oleh Ghozali (2014), variabel Kualitas Audit dapat dipandang sebagai faktor yang menimbulkan sesuatu yang diamati.

B. PERUMUSAN MASALAH

Masih adanya inkonsistensi atas hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terhadap pengaruh Integritas, Obyektivitas dan Kompetensi terhadap hasil audit, serta dengan adanya prinsip-prinsip perilaku APIP yaitu Integritas, Obyektivitas, Kerahasiaan dan Kompetensi yang diamanatkan secara wajib dalam Permenpan No: PER/04/M.PAN/03/2008, maka pertanyaan penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Apakah integritas berpengaruh positif terhadap kualitas audit APIP. 2. Apakah obyektivitas berpengaruh positif terhadap kualitas audit APIP. 3. Apakah kerahasiaan berpengaruh positif terhadap kualitas audit APIP. 4. Apakah kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit APIP.

(36)

Sejalan dengan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang diberikan diatas :

1. Mengetahui apakah terdapat pengaruh integritas terhadap kualitas audit APIP sebagai pengawas keuangan daerah.

2. Mengetahui apakah terdapat pengaruh obyektivitas terhadap kualitas audit APIP sebagai pengawas keuangan daerah.

3. Mengetahui apakah terdapat pengaruh kerahasiaan terhadap kualitas audit APIP sebagai pengawas keuangan daerah.

4. Mengetahui apakah terdapat pengaruh kompetensi terhadap kualitas audit APIP sebagai pengawas keuangan daerah.

D. MANFAAT PENELITIAN Diharapkan hasil dari penelitian ini bermanfaat sebagai :

1. Bahan pengambilan kebijakan bagi para pemegang kebijakan setelah hasil dari penelitian ini diketahui, sehingga dapat diberikan langkah-langkah yang perlu di dalam pengembangan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah di Pemerintah Daerah se Subosukowonosraten.

2. bahan evaluasi dan masukan di dalam proses untuk meningkatkan kualitas hasil audit dan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah pada Pemerintah Kabupaten/Kota yang lain.

3. dapat menambah referensi di dalam pengembangan kualitas hasil audit terkait dengan prinsip-prinsip perilaku APIP.

(37)

TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka 1. Stewardship Theory

Donaldson dan Davis (1989, 1991) seperti yang diacu oleh Davis, Schoorman dan Donaldson (1997) menyatakan bahwa dalam stewardship theory, manajer/eksekutif bertindak sebagai steward / pelayan yang berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi prinsipal. Hal tersebut dikarenakan model dari teori tersebut mengambil gambaran seorang pelayan / steward yang memiliki karakteristik pro terhadap organisasi, perilaku kolektif lebih tinggi dari perilaku individual yang cenderung mementingkan diri sendiri. Perilaku pelayan tidak akan bertentangan dengan tujuan yang telah ditetapkan dalam organisasi, tidak akan menggunakan cara-cara yang mementingkan diri sendiri melainkan perilaku yang kooperatif bagi organisasi. Menurut Muth dan Donaldson (1991), stewardship theory memberikan pemahaman yang lebih luas terhadap motivasi non financial

dalam perilaku manajerial, antara lain kebutuhan pencapaian dan pengakuan, kepuasan atas kinerja yang baik, memberikan rasa hormat terhadap wewenang, dan etika dalam bekerja.

Selanjutnya dalam Davis, et al. (1997) dijelaskan bahwa perilaku kolektif tersebut disebabkan karena steward berusaha mencapai tujuan dari organisasi, dimana hal ini akan membantu prinsipal yang merupakan shareholder ataupun

stakeholder karena tujuan mereka telah dilaksanakan oleh steward melalui kinerja

(38)

organisasi yang baik. Seorang steward yang berhasil meningkatkan kinerja organisasi akan memuaskan banyak pihak, termasuk para shareholder dan

stakeholder dari organisasi tersebut. Tentu saja steward memiliki motivasi pribadi, yaitu dengan cara memahami bahwa adanya trade-off antara kebutuhan pribadi dan tujuan organisasi, serta dengan cara bekerja demi tujuan organisasi, maka steward mampu mencapai motivasi pribadi. Hal tersebut karena steward memiliki persepsi bahwa hasil yang diperoleh dari perilaku kolektif lebih besar daripada hasil yang diperoleh dari perilaku individual, sehingga kepentingan dan motivasi seorang

steward lebih terarah kepada tujuan organisasi.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Podrug, N. (2011) dan Davis, et al. (1997) terdapat ringkasan berupa tabel dari dalil stewardshiptheory dimana manajer selalu bertindak untuk memaksimalkan tujuan organisasi, dengan adanya manajemen lingkungan aktivitas bisnis yang beretika, responsive, inovatif dan profitable

sebagai berikut:

Tabel 1

Dalil Teori Stewardship Manajer sebagai Pelayan (steward)

Pendekatan governance Sosiologis dan Psikologis

Model perilaku manusia Kolektivistik, pro-organisasi, dapat dipercaya

Manajer termotivasi oleh Tujuan prinsipal

Motivasi Aktualisasi diri, pertumbuhan Kepentingan

manajer-prinsipal Konvergen

Kerangka Memfasilitasi dan memperkuat

Tujuan Perbaikan kinerja

Hubungan prinsipal-manajer Kepercayaan

Budaya Kolektivisme

Sumber : Diolah oleh penulis dari Podrug, N (2011), dan Davis, et al. (1997)

(39)

Di sektor publik, yang menjadi prinsipal adalah masyarakat dan APIP berperan sebagai steward bagi prinsipal. Kewajiban APIP sebagai steward bagi prinsipal terletak pada tugas audit yang dijalankan, karena dalam melakukan tugas-tugas tersebut perilaku dari APIP tidak boleh bertentangan dengan tujuan organisasi dalam menjalankan tugas-tugas pengauditan, karena motivasi dari APIP sebagai steward adalah pencapaian dan pengakuan, kepuasan atas kinerja yang baik, hormat terhadap wewenang, dan etika dalam bekerja. Tugas-tugas APIP sebagai audit internal sangat penting bagi kepentingan masyarakat karena tugas-tugas tersebut kadang memiliki hubungan dengan kasus-kasus korupsi yang juga merugikan kepentingan masyarakat.

2. Integritas

US GAO (2011) seperti yang tercantum dalam Government Auditing Standarts edisi revisi tahun 2011 menjelaskan mengenai konsep integritas. Hal tersebut berhubungan dengan kepercayaan publik kepada pemerintah, dimana kepercayaan publik tersebut dipertahankan dan diperkuat oleh auditor dalam melaksanakan tanggung jawab profesional mereka. Integritas meliputi sikap yang obyektif, berdasarkan fakta, non-partisan, dan tidak terkait dengan ideologi tertentu, serta mempertimbangkan entitas yang diaudit dan pengguna auditor laporan. Tuntutan bagi auditor dalam prinsip perilaku integritas menurut BPKP (2008) dalam Modul Kode Etik dan Standar Audit yaitu memiliki kepribadian yang dilandasi kejujuran, keberanian, kebijaksanaan, serta tanggung jawab untuk menciptakan kepercayaan guna memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang handal. Sikap jujur juga

(40)

didukung oleh keberanian untuk menegakkan kebenaran serta tidak mudah diancam dengan berbagai ancaman. Sikap bertanggung jawab dapat dinilai berdasarkan pengumpulan bukti temuan hasil pemeriksaan yang cukup, kompeten dan relevan dalam penyampaian hasil pengawasannya.

3. Obyektivitas

US GAO (2011) melalui Government Auditing Standarts (2011) memberikan pemahaman mengenai obyektifitas, dimana kredibilitas audit di sektor pemerintah didasarkan pada obyektivitas auditor dalam melaksanakan tanggung jawab profesional mereka. Objektivitas termasuk menjadi independence in fact dan

independence in appearance ketika memberikan audit, menjaga sikap ketidakberpihakan, memiliki kejujuran intelektual, dan bebas dari konflik kepentingan. Dalam prinsip perilaku obyektivitas menurut BPKP (2008) dalam Modul Kode Etik dan Standar Audit, auditor harus menjunjung tinggi ketidak-berpihakan profesional dalam proses pengumpulan, pengevaluasian, dan melakukan pemrosesan data/informasi yang berhubungan dengan audit, dan dapat membuat penilaian seimbang atas semua situasi yang relevan serta tidak dipengaruhi kepentingan pribadi maupun orang lain dalam pengambilan keputusan. Untuk itu diharapkan auditor supaya tidak berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang mungkin mengganggu atau dianggap mengganggu penilaian yang tidak memihak atau menyebabkan conflict of interest serta menolak pemberian dari auditi yang terkait dengan pertimbangan profesionalnya.

4. Kerahasiaan

(41)

Mengambil penjelasan dari BPKP (2008) dalam Modul Kode Etik dan Standar Audit mengenai prinsip perilaku kerahasiaan bagi auditor, auditor harus menghargai nilai dan kepemilikan informasi yang diterima serta tidak mengungkapkan informasi tanpa ada otoritas yang memadai kecuali diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. Informasi hanya diungkapkan kepada pihak-pihak yang berhak sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku. Ardelean (2013) menuliskan bahwa dengan kerahasiaan, auditor tidak akan membocorkan segala informasi klien yang diperoleh ketika melakukan audit, kepada pihak lain. Hal tersebut juga dinyatakan di dalam Code of Ethics yang dikeluarkan oleh Chartered Institute of Internal Auditors, yaitu bahwa auditor internal wajib menghargai nilai informasi serta kepemilikan dari informasi tersebut, sehingga tidak mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak lain, kecuali ada kewajiban hukum yang mengaturnya. IFAC (2006) juga menegaskan bahwa seorang profesional harus menjaga kerahasiaan dalam lingkungan sosial, termasuk adanya pengungkapan karena ketidak hati-hatian, khususnya kepada rekan kerja non tim audit ataupun keluarga dekat.

5. Kompetensi

US GAO (2011) dalam Government Auditing Standards menegaskan bahwa kompetensi berasal dari campuran dari pendidikan dan pengalaman. Dalam melakukan audit, kompetensi tidak selalu diukur dengan tahun pengalaman audit karena pengukuran kuantitatif seperti mungkin tidak secara akurat mencerminkan jenis pengalaman yang diperoleh oleh auditor dalam jangka waktu tertentu.

(42)

Mempertahankan kompetensi melalui komitmen untuk belajar dan pembangunan di seluruh kehidupan profesional auditor merupakan elemen penting bagi auditor. Kompetensi memungkinkan auditor untuk membuat penilaian profesional yang baik. Mengutip BPKP (2008) dalam Modul Kode Etik dan Standar Audit yang menjelaskan prinsip perilaku kompetensi bagi auditor, auditor dituntut untuk memiliki pengetahuan, keahlian, pengalaman dan keterampilan yang diperlukan untuk melakukan tugas, dimana tuntutan ini tidak hanya dilakukan instansinya namun juga dilakukan juga secara mandiri oleh yang bersangkutan.

6. Kualitas Audit

Dang (2004) mengatakan bahwa kualitas audit menggambarkan sebaik apa sebuah audit dapat mendeteksi dan melaporkan adanya salah saji material dari laporan keuangan, mengurangi adanya asimetri informasi antara manajemen dan stockholder, serta membantu melindungi kepentingan dari stockholder. Kualitas audit yang baik erat kaitannya dengan kualitas dari laporan keuangan karena laporan keuangan yang diaudit oleh auditor yang berkualitas seharusnya tidak memiliki salah saji dalam penyajiannya. Penelitian Palmrose (1988) yang diacu oleh Dang (2004) mendefinisikan kualitas audit dalam konteks level of assurance, sejauh mana tingkat keyakinan yang dapat diberikan oleh auditor terhadap laporan keuangan yang telah diaudit.

Berdasarkan penelitian Efendy (2010), beberapa penelitian seperti DeAngelo (1981); Goldman & Barlev (1974); Nichols & Price (1976) umumnya mengasumsikan bahwa auditor dengan kemampuannya akan dapat menemukan

(43)

suatu pelanggaran dan kuncinya adalah auditor tersebut harus independen. Tetapi tanpa informasi tentang kemampuan teknik (seperti pengalaman audit, pendidikan, profesionalisme, dan struktur audit perusahaan), kapabilitas dan independensi akan sulit dipisahkan.

Peraturan BPK No 1 Tahun 2007 Tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara menyebutkan dalam pengukuran kualitas audit atas laporan keuangan, khususnya yang dilakukan oleh APIP, wajib menggunakan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN). Dalam lampiran III PSP 02 paragraf 17 dapat disimpulkan bahwa manfaat atau kualitas yang diperoleh dari audit tidak diperhitungkan dari banyaknya temuan hasil pemeriksaan atau jenis rekomendasi yang dibuat, namun terletak pada efektivitas penyelesaian temuan audit yang ditempuh oleh auditee.

Standar audit APIP sesuai dengan amanat Permenpan No:PER/05/M.PAN/03/2008, audit merupakan proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi bukti yang dilakukan secara independen, obyektif dan profesional berdasarkan standar audit, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektifitas, efisiensi, dan keandalan informasi pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah. Dengan adanya standar tersebut diharapkan APIP dapat menghasilkan audit yang berkualitas, sesuai dengan tujuan audit yang ditetapkan, memiliki pedoman dalam melaksanakan audit, serta memiliki dasar penilaian keberhasilan pelaksanaan audit. Pada penelitian ini, yang dimaksud dengan ukuran kualitas audit adalah persepsi APIP terhadap kualitas audit yang dikembangkan sesuai dengan Permenpan No:PER/05/M.PAN/03/2008.

(44)

7. Pengawasan Keuangan Daerah

Pengertian keuangan daerah dalam penjelasan pasal 156 ayat 1 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, adalah merupakan semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan kewajiban tersebut. Hak dan kewajiban daerah tersebut berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas pelayanannya bagi masyarakat. Makna dari dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang adalah hak dan kewajiban tersebut dapat diukur dalam satuan moneter (mata uang rupiah) sehingga dapat ditentukan besaran rupiah yang berhubungan dengan hak dan kewajiban tersebut. Sesuai dengan UU Nomor 33 Tahun 2004, keuangan daerah harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.

Menurut BPKP (2011) dalam Modul Sistem Administrasi Keuangan Daerah II, yang termasuk dengan hak daerah antara lain hak menarik pajak dan retribusi daerah, hak mengadakan pinjaman dan hak untuk memperoleh dana perimbangan dari pemerintah pusat. Sedangkan yang termasuk kewajiban daerah adalah bagian dari pelaksanaan tugas-tugas pemerintah pusat sesuai dengan pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan

(45)

ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Pengawasan keuangan daerah merupakan salah satu dari tahap pelaksanaan keuangan daerah. Pengawasan keuangan daerah dilakukan oleh APIP sebagai internal audit Pemerintah Daerah. Hal tersebut dilakukan dalam rangka pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah daerah, diadakan kegiatan pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah; dan pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. Pengawasan sebagaimana dimaksud dilaksanakan oleh aparat pengawas intern Pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku termasuk juga dalam hal keuangan daerah (Murwanto, Budiarso dan Ramadhana, 2014). Pengawasan merupakan fungsi yang menjamin bahwa kegiatan-kegiatan dapat menghasilkan seperti yang diinginkan dan berhubungan dengan perbandingan antara pelaksanaan secara aktual dengan rencananya (Palupi, 2012).

B. Penelitian Terdahulu

Tjun Tjun, et al. (2012) melakukan penelitian dengan obyek dari penelitian adalah Kantor Akuntan Publik di Jakarta Pusat. Ada 3 sudut pandang kompetensi yang dapat digunakan, yaitu kompetensi auditor individual, kompetensi tim audit dan kompetensi dari sudut pandang KAP, namun dalam penelitian ini menggunakan kompetensi dari sudut pandang auditor individual. Hal ini dikarenakan auditor adalah subyek yang melakukan audit secara langsung dan berhubungan langsung dalam proses audit sehingga diperlukan kompetensi yang baik untuk menghasilkan

(46)

audit yang berkualitas. Penelitian yang dilakukan Kisnawati (2012) untuk variabel kompetensi terdiri dari dua subvariabel/proksi yaitu pengalaman dan pengetahuan. Dalam penelitian tersebut Kisnawati (2012) memberikan penjelasan rinci mengenai kompetensi yaitu pengetahuan dengan sub indikator latar belakang pendidikan, kompetensi teknis dan sertifikasi jabatan, pendidikan dan pelatihan berkelanjutan serta pengalaman dengan sub indikator lama melakukan audit, jumlah auditi yang sudah diaudit dan jenis obyek yang pernah diaudit.

Hasil penelitian Tjun Tjun, et al. (2012) menunjukkan bahwa kompetensi yang diproksikan dengan pengalaman dan pengetahuan berpengaruh terhadap kualitas audit. Auditor sebagai ujung tombak pelaksanaan tugas audit harus senantiasa meningkatkan pengetahuan yang dimiliki agar mampu memaksimalkan penerapan pengetahuan dalam pelaksanaannya dan selaras dengan semakin bertambahnya pengetahuan dari auditor dalam melakukan audit. Hasil yang berbeda dihasilkan dari penelitian Kisnawati (2012), yang menyimpulkan bahwa kompetensi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kualitas audit.

Penelitian yang dilakukan oleh Efendy (2010) mengambil lokasi penelitian di Pemerintah Kota Gorontalo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi, berpengaruh positif terhadap kualitas audit, sehingga semakin baik tingkat kompetensi, maka akan semakin baik kualitas audit yang dilakukannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kualitas audit, kita perlu untuk meningkatkan kompetensi melalui sarana-sarana yang ada antara lain pendidikan dan pelatihan, pelatihan kantor sendiri, seminar, workshop maupun bimbingan teknis.

(47)

Sukriah, et al. (2009) menyusun instrument penelitian berdasarkan Modul Kode Etik dan Standar Audit BPKP (2008), Permenpan No:PER/04/M.PAN/03/2008 serta Permenpan No:PER/05/M.PAN/03/2008. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh kesimpulan bahwa obyektifitas dan kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan sedangkan integritas tidak berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Dengan demikian, semakin banyak pengalaman kerja, semakin obyektif auditor melakukan pemeriksaan dan semakin tinggi tingkat kompetensi yang dimiliki auditor, maka semakin meningkat atau semakin baik kualitas hasil pemeriksaan yang dilakukannya.

Mabruri dan Winarna (2010) melakukan pengembangan dari penelitian yang telah dilakukan oleh Sukriah, et al. (2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa obyektifitas dan integritas auditor berpengaruh positif terhadap kualitas hasil audit di lingkungan pemerintah daerah. Dengan demikian, semakin obyektif auditor, dan semakin tinggi integritas seorang auditor maka semakin baik kualitas hasil audit yang dilakukannya.

Badjuri (2012) melakukan penelitian dengan menggunakan kuesioner yang telah dikembangkan oleh Sukriah, et al., (2009). Hasil yang didapat berbeda, karena berdasarkan penelitian Badjuri (2012) menunjukkan bahwa integritas dan kompetensi berhubungan dengan kualitas hasil audit sedangkan obyektivitas tidak berpengaruh terhadap kualitas hasil audit. Hasil penelitian tersebut menimbulkan kesimpulan bahwa dalam menjalankan penugasan audit, auditor tidak perlu bersikap obyektif untuk meningkatkan hasil audit.

(48)

Wardoyo, Anthonius dan Silaban (2011) memberikan kesimpulan yang berbeda dimana kompetensi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit. Analisis dari peneliti adalah karena variabel kompetensi diproksikan dalam dua hal yaitu pengetahuan dan pengalaman yang tidak selamanya berpengaruh terhadap kualitas audit. Peneliti menyimpulkan bahwa kualitas audit tidak tergantung kepada pengetahuan dan pengalaman karena auditor yang berpengalaman berperilaku sama dengan akuntan yang tidak berpengalaman.

C. Pengembangan Hipotesa 1. Pengaruh Integritas terhadap kualitas audit

Integritas berhubungan dengan kepercayaan publik kepada pemerintah, dimana kepercayaan publik tersebut harus dipertahankan dan diperkuat oleh auditor dalam melaksanakan tanggung jawab profesional mereka dalam melaksanakan audit. Integritas meliputi sikap yang obyektif, berdasarkan fakta, non-partisan, dan tidak terkait dengan ideologi tertentu, serta mempertimbangkan entitas yang diaudit dan pengguna laporan auditor.

APIP yang memiliki integritas dalam melakukan audit, diharapkan mampu untuk meningkatkan kualitas hasil audit karena menurut BPKP (2008) dengan integritas maka auditor akan mampu melaksanakan tugasnya secara jujur, teliti, bertanggung jawab dan bersungguh-sungguh; mampu menunjukkan kesetiaan dalam segala hal yang berkaitan dengan profesi dan organisasi dalam melaksanakan tugas; mampu mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan dan mengungkapkan segala hal yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan

(49)

dan profesi yang berlaku; mampu menjaga citra dan mendukung visi dan misi organisasi; mampu untuk tidak ikut serta dalam kegiatan ilegal atau pada tindakan-tindakan yang dapat merugikan profesi APIP ataupun organisasinya; mampu menjalin dan membuat kerjasama yang sehat diantara sesama auditor dalam pelaksanaan audit; serta mampu untuk saling membimbing dan mengingatkan perilaku antara sesama profesi auditor.

Beberapa penelitian telah dilakukan terkait dengan integritas, yaitu Sukriah, et al. (2009), dan Mabruri dan Winarna (2010) dimana kesimpulan yang didapatkan Sukriah, et al. yaitu bahwa integritas tidak berpengaruh terhadap hasil audit berbeda dengan hasil yang didapatkan oleh Mabruri dan Winarna (2010) dimana integritas berpengaruh terhadap kualitas hasil audit di lingkungan pemerintah daerah.

Berdasarkan inkonsistensi beberapa hasil penelitian dan teori yang telah diungkapkan, maka penulis mengusulkan hipotesis sebagai berikut :

H1 : Integritas berpengaruh positif terhadap kualitas audit APIP

2. Pengaruh Obyektivitas terhadap kualitas audit

Objektivitas digambarkan dengan menjaga sikap ketidakberpihakan, memiliki kejujuran intelektual, dan bebas dari konflik kepentingan. Dalam prinsip perilaku obyektivitas, BPKP (2008) memberikan pedoman bagi auditor yaitu mengungkapkan semua fakta material yang diketahuinya, yang apabila tidak diungkapkan mungkin dapat mengubah pelaporan kegiatan-kegiatan yang diaudit; tidak berpartisipasi dalam kegiatan atau hubungan-hubungan yang mungkin mengganggu atau dianggap mengganggu penilaian yang tidak memihak atau yang

(50)

mungkin menyebabkan terjadinya benturan kepentingan; serta menolak suatu pemberian dari auditi yang terkait dengan keputusan maupun pertimbangan profesionalnya.

Prinsip perilaku Obyektivitas juga diteliti oleh Sukriah, et al. (2009), Mabruri dan Winarna (2010), serta Badjuri (2012). Kesimpulan terkait dengan obyektivitas masih terdapat perbedaan, yaitu Sukriah, et al. (2009) serta Mabruri dan Winarna (2010) menyatakan bahwa obyektivitas berpengaruh terhadap hasil audit, sedangkan Badjuri (2012) menyatakan sebaliknya.

Berdasarkan inkonsistensi beberapa hasil penelitian dan teori yang telah diungkapkan, maka penulis mengusulkan hipotesis sebagai berikut :

H2 : Obyektivitas berpengaruh positif terhadap kualitas audit APIP

3. Pengaruh Kerahasiaan terhadap kualitas audit

Ketetapan kedua dari Permenpan No PER/04/M.PAN/03/2008 mengamanatkan bahwa Kode Etik APIP tersebut wajib dipergunakan sebagai acuan untuk mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak etis sehingga terwujud auditor yang kredibel dengan kinerja yang optimal dalam pelaksanaan audit. Prinsip-prinsip perilaku yang wajib dipatuhi oleh auditor dan PNS/petugas yang diberi tugas untuk melaksanakan pengawasan dan pemantauan tindak lanjutnya antara lain adalah Kerahasiaan. Dijelaskan lebih lanjut bahwa Auditor harus menghargai nilai dan kepemilikan informasi yang diterimanya dan tidak mengungkapkan informasi tersebut tanpa otorisasi yang memadai, kecuali diharuskan oleh peraturan perundang-undangan. Informasi yang diterima oleh auditor tidak boleh

(51)

diungkapkan kepada pihak-pihak yang tidak berkepentingan selain yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan. Selain itu tindakan yang tidak sesuai dengan Kode Etik tidak dapat diberi toleransi meskipun dengan alasan tindakan tersebut dilakukan demi kepentingan organisasi, atau diperintahkan oleh pejabat yang lebih tinggi.

Peraturan BPK No 1 Tahun 2007 juga mengungkapkan bahwa kerahasiaan harus diterapkan bagi pemeriksa di dalam melaksanakan pemeriksaan. Hal itu dilakukan untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan publik. Pemeriksa harus bersikap jujur dan terbuka kepada entitas yang diperiksa dan para pengguna laporan hasil pemeriksaan dalam melaksanakan pemeriksaannya dengan tetap memperhatikan batasan kerahasiaan yang dimuat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya pemeriksa harus berhati-hati dalam menggunakan informasi yang diperoleh selama melaksanakan pemeriksaan serta tidak boleh menggunakan informasi tersebut diluar pelaksanaan pemeriksaan kecuali ditentukan lain. Dalam Peraturan BPK No 2 Tahun 2011 juga memberikan pertimbangan akan diterapkannya kerahasiaan dalam pelaksanaan pemeriksaannya bagi pemeriksa dan pelaksana BPK lainnya untuk wajib menjaga kerahasiaan hasil pemeriksaan kepada pihak yang tidak berkepentingan.

Di dalam audit sektor privat, Arens, et al. (2012) menyatakan bahwa penting bagi praktisi untuk tidak mengungkapkan informasi rahasia yang telah didapatkan dalam perikatan tanpa persetujuan/ijin dari klien karena dapat menyebabkan kerugian dari manajemen. Namun terdapat 4 pengecualian terhadap pengungkapan informasi rahasia dari klien yaitu : kewajiban yang berhubungan dengan standar

(52)

teknis audit, keterkaitan dengan ketaatan hukum, peer review dan tanggapan terhadap divisi etika.

Institut Akuntan Publik Indonesia (2008) juga mengatur kerahasiaan di dalam Kode Etik Profesi Akuntan Publik. Prinsip kerahasiaan mengatur bahwa Setiap Praktisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh sebagai hasil dari hubungan profesional dan hubungan bisnisnya, serta tidak boleh mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak ketiga tanpa persetujuan dari klien atau pemberi kerja, kecuali jika terdapat kewajiban untuk mengungkapkan sesuai dengan ketentuan hukum atau peraturan lainnya yang berlaku. Informasi rahasia yang diperoleh dari hubungan profesional dan hubungan bisnis tidak boleh digunakan oleh Praktisi untuk keuntungan pribadinya atau pihak ketiga. Selain itu setiap Praktisi harus tetap menjaga prinsip kerahasiaan, termasuk dalam lingkungan sosialnya. Setiap praktisi harus waspada terhadap kemungkinan pengungkapan yang tidak disengaja, terutama dalam situasi yang melibatkan hubungan jangka panjang dengan rekan bisnis maupun anggota keluarga langsung atau anggota keluarga dekatnya.

Berdasarkan teori yang ada, maka penulis mengusulkan hipotesis sebagai berikut :

H3 : Kerahasiaan berpengaruh positif terhadap kualitas audit APIP

4. Pengaruh Kompetensi terhadap kualitas audit

Auditor dituntut untuk memiliki pengetahuan, keahlian, pengalaman dan keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas pengauditan.

Gambar

 Tabel 1   Dalil Teori Stewardship
Gambar 1  Model awal Kerangka Berfikir Penelitian
Gambar 2 Perbedaan Indikator Refleksif dan Indikator Formatif
  Gambar 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Memperoleh bukti empiris tentang pengaruh pengalaman kerja, independensi, kecakapan profesional, obyektivitas, integritas dan kompetensi terhadap kualitas hasil

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh antara independensi, kecakapan profesional, obyektivitas, kompetensi, pengalaman kerja terhadap kualitas hasil audit di

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh Independensi, Obyektivitas, Pengalaman, Pengetahuan dan integritas terhadap Kualitas hasil audit Inspektorat Kabupaten Sragen

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh Independensi, Obyektivitas, Pengalaman, Pengetahuan dan integritas terhadap Kualitas hasil audit Inspektorat Kabupaten Sragen

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Ariani dan Badera (2015), yang menguji pengaruh integritas, obyektivitas, kerahasiaan dan kompetensi terhadap kinerja

Adanya pengaruh kompetensi dan motivasi terhadap kualitas audit yang dilaksanakan oleh aparat inspektorat daerah menunjukkan bahwa penguasaan terhadap metode dan teknik audit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh faktor-faktor: independensi, integritas, kompetensi, obyektivitas, kerahasiaan, dan budaya Jawa

“Pengaruh Pengetahuan, Pengalaman Kerja, Independensi, Etika, Obyektivitas, Integritas dan Akuntabilitas Terhadap Kualitas Audit” (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan