• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kode etik yang relevan (De Angelo, 1981). akuntabilitas dan tranparasi kinerja sektor publik. Berdasarkan Transparency

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. kode etik yang relevan (De Angelo, 1981). akuntabilitas dan tranparasi kinerja sektor publik. Berdasarkan Transparency"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang Masalah

Audit adalah suatu proses sistematik untuk mengumpulkan dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan dan kriteria yang telah ditetapkan (Arens, Elder, Beasley, 2006). Kualitas audit merupakan probabilitas seorang auditor menemukan dan melaporkan adanya suatu pelanggaran atas obyek yang di audit yang berpedoman pada standar dan kode etik yang relevan (De Angelo, 1981).

Kualitas audit di organisasi sektor publik telah dipertanyakan selama lebih dari dua dekade sejak banyak dipublikasikanya masalah kesulitan keuangan pemerintah kota-kota besar di pertengahan 1970-an yang membawa perhatian luas pada masalah akuntabilitas pemerintah (Samelson, Lowensohn, dan Johnson, 2006). Menurut Bastian (2002), masyarakat Indonesia dalam kurun waktu dua tahun ini mengalami perubahan yang cukup besar dan mendasar terkait dengan meningkatnya tuntutan akan peningkatan akuntabilitas dan tranparasi kinerja sektor publik. Berdasarkan Transparency International peringkat CPI (Corruption Perceptions Index) Indonesia pada tahun 2014 berada di peringkat 114 dari 174 negara yang diperiksa dengan skor 34, naik dari tahun sebelumnya sebesar 32. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat akuntabilitas organisasi sektor publik di Indonesia dalam pengelolaan negara masih rendah.

(2)

Dalam rangka untuk mengelola sumber daya dan urusan suatu negara dengan cara akuntanbel, transparansi, adil, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat di sektor publik diperlukan suatu mekanisme yang disebut good governance (Widyananda, 2008). Sebagaimana dinyatakan oleh Dittenhofer (2001) dan Goodwin (2004) bahwa audit internal merupakan komponen penting dari manajemen dan mekanisme good governance di sektor swasta dan publik. Martani dan Marganingsih (2009) menyatakan bahwa auditor internal sebagai salah satu wujud good governance merupakan suatu profesi yang cukup menantang daripada profesi lain karena sifat pekerjaannya yang sensitif sebagai suatu bagian penting pemantauan sistem pengendalian intern suatu organisasi. Di sektor publik, fungsi pemantauan atas sistem pengendalian intern dilakukan oleh APIP (Aparatur Pengawas Pengendalian Internal). Audit yang dilaksanakan pemerintah bertujuan untuk memonitor dan memastikan akuntabilitas pelaksanaan tugas pemerintahan dalam menggunakan wewenangnya dan pengelolaan sumber daya publik (Liu dan Lin, 2011).

Secara garis besar audit sektor publik di Indonesia mengacu pada SPAP (Standar Profesional Akuntan Publik). Standar umum kedua (SA seksi 220 SPAP, 2011) menyatakan bahwa dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam hal sikap mental harus dijaga dan dipertahankan oleh setiap auditor.

UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas

(3)

pengelolaan negara, presiden selaku kepala pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh. Undang–undang tersebut kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang mewajibkan semua menteri, pimpinan lembaga, dan kepala daerah untuk menjalankan sistem pengendalian intern.

Permenpan No : PER/04/M. PAN/03/2008 tentang Kode Etik APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah) merupakan aturan yang mengatur prinsip-prinsip perilaku yang harus dipenuhi oleh APIP dengan tujuan untuk menciptakan pengawasan yang berkualitas. Prinsip perilaku bagi APIP tersebut antara lain integritas, kompetensi, obyektivitas, dan kerahasiaan. Dalam setiap melakukan tugasnya diharapkan APIP memahami dan mengimplementasikannya sehingga terwujud auditor yang kredibel (Erina, Darwanis, Zein, 2012).

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai bagian dari institusi pemerintah menjawab kebutuhan ini dengan membentuk UKI (Unit Kepatuhan Internal) sesuai dengan KEP–238/PJ/2012 tentang Penerapan Pengendalian Intern di Direktorat Jendral Pajak. Unit kerja ini berperan layaknya auditor internal yang bertugas melakukan pemantauan dan memastikan bahwa pelaksanaan sistem pengendalian intern berjalan sesuai ketentuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, kinerja petugas UKI yang ditunjukkan pada kualitas audit melalui pemantauan yang dilakukannya menjadi topik penting yang perlu diidentifikasi dan dicari solusinya lebih lanjut.

(4)

Namun demikian, kualitas audit petugas UKI di DJP sampai saat ini masih belum berjalan efektif. UKI sejak awal dibentuk sampai saat ini bukan merupakan seksi yang berdiri sendiri. UKI di DJP sebenarnya telah melalui proses tranformasi struktur organisasi sejak awal dibentuknya. Pada awal terbentuknya, UKI hanya sebatas pelaksanaan tugas adhoc saja. Kemudiaan, pada tahun 2012, petugas UKI dimasukkan dalam seksi Bimbingan, Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal (BIMRIKI) di tingkat Kanwil (Kantor Wilayah) dan seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal (RIKI) di tingkat KPP (Kantor Pelayanan Pajak). Pada tahun 2015, petugas UKI masih berada di bawah seksi Sub Bankum dan KI (Sub Bantuan Hukum, Pelaporan, dan Kepatuhan Internal) di tingkat Kanwil dan seksi Subaki (Sub Bagian Umum dan Kepatuhan Internal) ditingkat KPP. Petugas UKI dalam melaksanakan tugas pemantauan sampai saat ini terkesan hanya untuk formalitas saja, seperti diketahui bahwa seksi yang menaungi petugas UKI juga menjadi obyek pemantauan. Hal inilah yang menyebabkan kualitas audit petugas UKI melalui pemantauan yang mereka lakukan masih dipetanyakan keandalan atau kualitasnya, karena keterkaitan struktur organisasi tersebut.

Penelitian terkait kualitas audit telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Penelitian sebelumnya terkait dengan kualitas audit lebih menekankan pada perilaku auditor. De Angelo (1981) menyatakan kualitas audit adalah probabilitas seorang auditor menemukan dan melaporkan adanya pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. Deis dan Giroux (1992) lebih lanjut mendeskripsikan probabilitas untuk menemukan suatu pelanggaran

(5)

dipengaruhi oleh keahlian atau kompetensi dan probabilitas melaporkan suatu pelanggaran dipengaruhi oleh independensi Sebagaiamana hasil penelitian Christiawan (2002), Samuelson, Lowensohn, dan Johnson (2006), Alim, Hapsari, dan Purwanti (2007), Mansouri, Pirayeh, dan Salehi (2009), Zein (2014), dan Halim, Sutrisno, Rosidi, Achsin (2014) menyatakan bahwa kualitas audit ditentukan oleh dua hal yaitu kompetensi dan independensi.

Penelitian Halimah, Othman, Othman, dan Jussof (2009) menyatakan kualitas audit internal adalah faktor penting yang akan memberikan kontribusi pada efektivitas fungsi audit. Dalam penelitiannya, kompetensi auditor internal, objektivitas dan kualitas pekerjaan yang dilakukan diklasifikasikan sebagai kualitas audit internal. Sukriah, Akram, Inapy (2009) meneliti kualitas hasil pemeriksaan dari segi pengalaman kerja, independensi, obyektivitas, integritas, dan kompetensi auditor. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa kualitas hasil pemeriksaan auditor dipengaruhi oleh pengalaman kerja, obyektivitas, kompetensi. Mabruri dan Winarna (2010) yang meneliti tentang faktor – faktor yang mempengaruhi kualitas audit di lingkungan pemerintah daerah menyatakan bahwa kualitas audit dipengaruhi oleh obyektivitas, pengalaman kerja, pengetahuan, dan integritas auditor. Juniarso (2015) yang meneliti tentang prinsip-prinsip perilaku APIP dan kualitas audit membuktikan bahwa kualitas audit APIP dipengaruhi oleh 3 prinsip perilaku yaitu integritas, kompetensi, dan kerahasiaan.

Lewin dalam Bahrun (2002) menyatakan bahwa perilaku pekerja merupakan hasil dari interaksi antara karakteristik pribadi dengan lingkungan

(6)

sekitar (budaya) yang berarti budaya mempengaruhi perilaku yang pada akhirnya mempengaruhi kinerjanya. Karaibrahimoglu dan Cangarli (2015) menyatakan bahwa budaya dapat memoderasi hubungan audit dengan standar pelaporan dan perilaku etis perusahaan. Penelitian Poerhadiyanto dan Sawarjuwono (2002) yang meneliti tentang pengaruh budaya Jawa terhadap independensi auditor diperoleh kesimpulan bahwa nilai-nilai budaya Jawa bukanlah memperlemah, tetapi justru memperkuat independensi. Leiwakabessy (2010) menunjukkan bahwa auditor yang memiliki derajat budaya Jawa tinggi cenderung berperilaku etis.

Sebagaimana penelitian-penelitian di atas, kualitas audit dipengaruhi faktor-faktor independensi, integritas, kompetensi, obyektivitas, kerahasiaan, dan budaya Jawa. Hasil penelitian sebelumnya yang dapat dilihat pada lampiran 1 (hal 120) menunjukkan variabel independen ada yang berpengaruh positif dan tidak berpengaruh terhadap variabel dependen, serta budaya Jawa sebagai pemoderasi perilaku etis obyektivitas terhadap kualitas audit masih jarang ada pada penelitian sebelumnya. Artinya masih terdapat kesenjangan hasil empiris terkait pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Penelitian ini dilakukan di Direktorat Jendral Pajak Wilayah Jateng dan DIY karena memiliki karakteristik budaya Jawa yang kental juga dapat memunculkan potensi permasalahan. Hal inilah yang menarik minat peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Audit UKI (Studi Kasus di Direktorat Jendral Pajak Wilayah Jateng dan DIY)”. Selain itu, penambahan variabel latar belakang budaya menjadi

(7)

sangat cocok dengan wilayah penelitian yang memiliki latar belakang budaya Jawa yang sangat kental.

B. Perumusan Masalah

UKI merupakan unit kerja dari Kanwil dan KPP yang bertanggung jawab kepada pimpinan maka permasalahan terkait kualitas audit dapat muncul, seperti independensi, integritas, obyektivitas, dan kemampuan menjaga rahasia. Independensi petugas UKI dapat berkurang karena mereka harus mengawasi organisasi dan pimpinan mereka sendiri. Penelitian independensi terhadap kualitas audit telah diuji oleh beberapa penelitian sebelumnya. Christiawan (2002), Alim et al. (2007), Mansouri et al. (2009), Kharismatuti dan Hadiprayitno (2012), Khadafi, Nadirsyah,dan Abdullah (2014), Bhuwana (2014), Zein (2014), Halim et al. (2014), Dwi Cahyono, Fefta, dan Domai (2015) menjelaskan bahwa independensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Bertolak belakang dengan penelitian sebelumnya, Samuelson et al. (2006), Sukriah et al. (2009), Mabruri dan Winarna (2010), Efendy (2010), Wardoyo, Antonius, dan Silaban (2011), Quena dan Rahman (2012), Badjuri (2012), Tjun-tjun, Marpaung, dan Setiawan (2012), Rusvitaniady dan Pratomo (2014) menyatakan bahwa independensi tidak berpengaruh terhadap kualitas audit.

Integritas dan obyektivitas petugas UKI juga dapat bermasalah karena mereka menjadi kurang berani bertindak atas temuan audit atau tetap menjaga profesionalitas mereka dalam menjalankan tugasnya dan menjaga kerahasiaan hasil. Mabruri dan Winarna (2010), Quena dan Rohman (2012), Badjuri

(8)

(2012), Bhuwana (2014), Dwi Cahyono et al. (2015), dan Juniarso (2015) menyatakan bahwa integritas berpengaruh terhadap kualitas audit dan hasilnya positif. Penelitian Sukriah et al. (2009) terkait integritas menunjukkan hasil yang berbeda dimana integritas tidak berpengaruh terhadap kualitas audit.

Penelitian terkait dengan obyektivitas yaitu, Halimah et al. (2009), Sukriah et al. (2009), Mabruri dan Winarna (2009), Quena dan Rahman (2012), Rusvitaniady dan Pratomo (2014), Bhuwana (2014), dan Dwi Cahyono et al. (2015) menjelaskan bahwa obyektivitas berpengaruh secara positif terhadap kualitas audit. Sebaliknya, Badjuri (2012) dan Juniarso (2015) menghasilkan hal yang berbeda dimana obyektivitas tidak berpengaruh terhadap kualitas audit.

Erina et al. (2012) dan Juniarso (2015) menjelaskan kerahasiaan berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Faktor kerahasiaan merupakan faktor yang masih jarang digunakan dalam penelitian sebelumnya. Selain itu kerahasiaan merupakan salah satu prinsip perilaku yang harus dipenuhi oleh auditor internal pemerintah sebagaimana diamanatkan Permenpan No : PER/04 /M. PAN /03/2008 tentang Kode Etik APIP sehingga perlu untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.

Selain beberapa faktor diatas, dua faktor lain yang dapat kompetensi dan latar belakang budaya dimana organisasi berada. Perbedaan mutu personal, pengetahuan umum dan pengalaman menjadikan kompetensi para petugas UKI sebagai auditor internal menjadi kurang merata. Kompetensi yang tidak merata apalagi kurang memadai mengakibatkan kualitas audit

(9)

internal tidak sesuai dengan harapan. Hasil penelitian Christiawan (2002), Samelson et al. (2006), Alim et al. (2007), Halimah et al. (2009), Mansouri et al. (2009), Sukriah et al. (2009), Efendy (2010), Badjuri (2012), Tjun-tjun et al. (2012), Halim et al. (2014), Bhuwana (2014), Rusvitaniady dan Pratomo (2014), Kharismatuti dan Hadiprajitno (2014), Zein (2014), Dwi Cahyono et al. (2015); dan Juniarso (2015) menjelaskan bahwa kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Sebaliknya, Wardoyo et al. (2011) menjelaskan hasil yang berbeda bahwa kompetensi tidak berpengaruh terhadap kualitas audit

Lingkungan budaya yang melekat pada posisi dimana organisasi berada juga dapat memberikan pengaruh terhadap sikap dan perilaku kerja para auditor internal. Kanwil dan KPP di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta berada pada lingkungan budaya Jawa yang sangat kental. Budaya suku Jawa yang masih kental dengan sikap ewuh pekewuh, rikuh, tenggang rasa, dan sejenisnya dapat mempengaruhi pelaksanaan kerja internal auditor (Tugiman, 1995). Selain itu, sebagaimana dikatakan Hendrawati (2011), rasa kebersamaan serta kekeluargaan yang mengedepankan penghindaran konflik dan menjunjung rasa respect (saling menghormati) dapat mengurangi kualitas audit. Soeharjono (2011) secara spesifik menjelaskan bahwa budaya ewuh pakewuh dapat membahayakan eksistensi organisasi birokrasi untuk melaksanakan tata kelola kepemerintahan yang baik. Lebih lanjut, Soeharjono (2011) menjelaskan bahwa budaya ewuh pakewuh memunculkan risiko penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat birokrat untuk

(10)

melakukan perbuatan korupsi sebagai dampak dari aktivitas risk assessment dan monitoring yang tidak efektif.

Seorang auditor yang mematuhi prinsip dasar etis menurut etika profesi, yaitu prinsip integritas, prinsip obyektivitas, prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional, prinsip kerahasiaan, dan prinsip perilaku profesional (SPAP, 2011) akan memiliki kinerja baik. Berdasarkan hal itu dapat disimpulkan bahwa budaya akan mempengaruhi perilaku etis auditor yang pada akhirnya berpengaruh pada kualitas auditnya. Akibatnya, dalam hal ini, budaya Jawa akan memoderasi hubungan antara perilaku etis auditor yaitu obyektivitas terhadap kualitas audit. Untuk itu peneliti ingin mengetahui lebih lanjut bagaimana pengaruh perilaku etis baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kualitas audit dan budaya Jawa terhadap hubungan variabel independen (obyektivitas) terhadap variabel dependen (kualitas audit).

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusaan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Apakah independensi berpengaruh positif dan langsung terhadap kualitas audit?

2. Apakah integritas berpengaruh positif dan langsung terhadap kualitas audit?

3. Apakah kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit? 4. Apakah obyektivitas berpengaruh positif terhadap kualitas audit? 5. Apakah kerahasiaan berpengaruh positif terhadap kualitas audit?

(11)

6. Apakah independensi berpengaruh positif dan tidak langsung melalui obyektivitas terhadap kualitas audit?

7. Apakah integritas berpengaruh positif dan tidak langsung melalui obyektivitas terhadap kualitas audit?

8. Apakah interaksi obyektivitas dan budaya Jawa berpengaruh negarif terhadap kualitas audit?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut ini.

1. Penelitian ingin membuktikan apakah independensi berpengaruh positif dan langsung terhadap kualitas audit.

2. Penelitian ingin membuktikan apakah integritas berpengaruh positif dan langsung terhadap terhadap kualitas audit.

3. Penelitian ingin membuktikan apakah kompetensi berpengaruh positif terhadap terhadap kualitas audit.

4. Penelitian ingin membuktikan apakah obyektivitas berpengaruh positif terhadap kualitas audit.

5. Penelitian ingin membuktikan apakah kerahasiaan berpengaruh positif terhadap terhadap kualitas audit.

6. Penelitian ingin membuktikan apakah independensi berpengaruh positif dan tidak langsung melalui obyektivitas terhadap kualitas audit.

7. Penelitian ingin membuktikan apakah integritas berpengaruh positif dan tidak langsung melalui obyektivitas terhadap kualitas audit.

(12)

8. Penelitian ingin membuktikan apakah interaksi obyektivitas dan budaya Jawa berpengaruh negatif terhadap kualitas audit.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak, antara lain:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran literatur akuntansi sektor publik khususnya terkait kualitas audit auditor internal yang dapat berguna untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan serta sebagai referensi dan pembanding bagi mereka yang berminat mengadakan penelitian lebih lanjut di bidang auditing.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh faktor-faktor: independensi, integritas, kompetensi, obyektivitas, kerahasiaan, dan budaya Jawa terhadap kualitas audit petugas UKI, agar diperoleh gambaran yang lebih jelas tentang kesesuaian fakta dengan teori yang ada, sehingga dapat digunakan untuk menetapkan kebijakan dalam mengelola sistem pengendalian intern khususnya kaitannya dengan tugas dan peranan UKI.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Telah dibahas juga oleh Rudhito (2011) tentang matriks atas aljabar Max-Plus interval, graf dalam aljabar Max-Plus interval serta nilai eigen dan vektor eigen matriks atas

As one of the teacher education programs, the English Department in the Faculty of Language and Literature has been widely known as the providers of English teachers

gizi besi adalah karena jumlah zat besi yang dikonsumsi tidak sesuai. dengan jumlah

yang tidak dikehendaki adalah kualitas air terus menururn, jumlah beban limbah meningkat, kesehatan masyarakat menururn kualitas dan kuantitas tangkapan ikan

Jika 1 Januari 2007 jatuh pada hari Senin, pada tahun berapa saja tanggal 1 Januari jatuh pada. hari

Untuk menjamin terbangunnya system informasi kependudukan yang baik harus didukung oleh basis data penduduk yang akurat, tersedianya sarana prasarana pembaharuan

Keterampilan Proses Sains (Kps) Siswa Smp Dalam Pembelajaran Respirasi Serangga Dengan Menggunakan Pendekatan Scientific.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |