SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN
INVESTASI AGROINDUSTRI BERBASIS DAGING AYAM DENGAN POLA SYARIAH
Oleh
SESAR HUSEN SANTOSA F34102099
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Sesar Husen Santosa. F34102099. Sistem Penunjang Keputusan Investasi Agroindustri Berbasis Daging Ayam Dengan Pola Syariah. Di bawah bimbingan Eriyatno. 2006.
RINGKASAN
Investasi berdasarkan bagi hasil dan bagi risiko atau yang disebut investasi syariah merupakan sistem investasi dengan tidak memperhitungkan tingkat suku bunga. Dengan menggunakan sistem investasi berdasarkan syariah maka risiko usaha dapat diminimalkan sehingga kesejahteraan antara masyarakat, pelaku usaha agroindustri dan pemberi dana dapat tercapai.
Penelitian ini bertujuan untuk merancang suatu sistem penunjang keputusan yang dapat mengevaluasi kelayakan investasi dari mulai peternakan, tempat pemotongan ayam, dan agroindustri bakso ayam dengan pola syariah. Hasil perancangan sistem penunjang keputusan ini adalah perangkat lunak yang diberi nama Syarment 2.6. Basis model Syarment 2.6 terdiri dari sub model tambahan unit satuan terkecil budidaya, sub model tambahan unit satuan terkecil usaha agroindustri, sub model lokasi unggulan usaha pasca panen, sub model kelayakan finansial budidaya, sub model kelayakan finansial usaha pasca panen dan sub model kelayakan finansial agroindustri bakso ayam.
Penentuan bagi hasil ini berdasarkan tingkat risiko yang akan dihadapi peminjam dengan menggunakan penentuan peluang berdasarkan metode klasikal. Pada peternakan didapatkan nilai bobot risiko sebesar 0,56 atau risiko sedang sehingga bagi hasilnya 50% untuk bank. Pada usaha pasca panen didapatkan nilai rata-rata bobot risiko adalah 0,56 atau risiko sedang sehingga bagi hasilnya adalah 50% untuk bank. Pada agroindustri bakso ayam didapatkan nilai rata-rata bobot risiko sebesar 0,56 atau risiko sedang sehingga bagi hasilnya 50% untuk bank.
Hasil verifikasi model di wilayah Bogor menunjukkan rata-rata tingkat permintaan ayam ras pedaging dari tahun 2006 sampai 2015 dengan menggunakan Fourier Analisis adalah sebesar 543.380 ekor/tahun dengan nilai BEP yang didapatkan adalah 27.599 ekor. Kebutuhan tambahan unit satuan
terkecil adalah 20 unit dengan kapasitas per unit satuan terkecil adalah 26.000 ekor/unit. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa untuk masa proyek 10 tahun, budi daya ayam ras pedaging layak untuk dikembangkan dengan
menggunakan ekonomi syariah. Pada perhitungan kelayakan investasi berdasarkan ekonomi syariah didapatkan keuntungan bersih Rp 38.562.007; B/C Ratio 1.26; PBP 7.90 tahun; dan 27.599 ekor.
Hasil verifikasi model di wilayah Bogor perhitungan menunjukkan bahwa Kecamatan Bojonggede merupakan lokasi unggulan dalam pengembangan usaha pasca panen, diikuti dengan Kecamatan Tajurhalang, Gunung Sindur, Caringin, dan Kemang.
SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN
INVESTASI AGROINDUSTRI BERBASIS DAGING AYAM DENGAN POLA SYARIAH
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
SESAR HUSEN SANTOSA F34102099
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN
INVESTASI AGROINDUSTRI BERBASIS DAGING AYAM DENGAN POLA SYARIAH
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada DepartemenTeknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
SESAR HUSEN SANTOSA
F34102099
Dilahirkan pada tanggal 23 Februari 1984
di Bogor
Tanggal lulus: Desember 2006
Menyetujui,
Bogor, Desember 2006
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul :
"SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN INVESTASI AGROINDUSTRI BERBASIS DAGING AYAM DENGAN POLA SYARIAH”
adalah hasil karya saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik,
kecuali dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, Desember 2006
Yang membuat pernyataan,
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 23 Februari
1984 dari pasangan Imam Santosa dan Tati Hartati. Penulis
merupakan putra kedua dari dua bersaudara.
Pendidikan dasar penulis diselesaikan pada tahun 1996
di SD Negeri Pengadilan II Bogor, kemudian dilanjutkan ke SLTP Negeri I
Bogor dan lulus pada tahun 1999. Tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri I
Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Jurusan Teknologi
Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.
Penulis melaksanakan praktek lapang di PT. Perkebunan Nusantara VII Unit
Usaha Tulung Buyut, Lampung pada tahun 2005 dengan topik ”Mempelajari
Aspek Manajemen Produksi di PT. Perkebunan Nusantara VII, Lampung”.
Kegiatan organisasi yang diikuti oleh penulis selama masa kuliah adalah anggota
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat,
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah kelayakan investasi bedasarkan syariah, dengan
judul Sistem Penunjang Keputusan Investasi Agroindustri Berbasis Daging Ayam
Dengan Pola Syariah.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. H. Eriyatno, MSAE selaku dosen pembimbing akademik atas
saran, arahan serta bimbingannya.
2. Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, MSi dan Ir. Faqih Udin, MSC selaku dosen penguji
atas koreksi dan masukannya.
3. Ir. Soni Listen yang telah membantu penulis memperoleh pengetahuan
mengenai kegiatan budidaya ayam ras pedaging dan usaha pemotongan ayam,
4. Zulkifli Rangkuti, SE, MSi, MM selaku Manager Marketing Bank Syariah
Mandiri atas masukannya mengenai konsep pembiayaan syariah.
5. Dr. Ir. Iman Rahayu, MS selaku kepala lab unggas Fakultas Peternakan IPB
atas masukannya dalam proses pembuatan bakso ayam.
6. Bapak ade dan bapak edet sebagai pemilik peternakan ayam ras pedaging di
Cibitung kulon atas masukan dan sarannya.
7. Bapak, Ibu, dan Mba Asti tersayang, atas segala doa, dukungan dan kasih
sayangnya.
8. Nur Zamiatun Qomara atas ketulusan, perhatian dan dukunganya kepada
penulis.
9. Andala, Johan, Iiw, Rizal, Zierda, Indra komeng, Heckel, Rian, Faris dan
Chandra atas masukan dan semangatnya.
10.Desty P dan Nunung sebagai rekan sebimbingan atas masukan dan
dukungannya.
11.Teman-teman gibol dan useless community Arip, Indra, Galih, Adril, Samuel, Irham, Amin, Ikhlas, Haiman, Hadi, Iyas, Ferry, Iwal, dan Frans atas
12.Ujang, Oow, dan acong yang selalu memberikan semangat, motivasi dan
dukungan kepada penulis.
13.Teman-teman di Angrek Fitnes Center yang selalu memberikan energi dan
semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.
14.Teman-teman TIN angkatan 39 di Departemen Teknologi Industri Pertanian
yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas bantuan dan semangatnya selama
penelitian.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di
kemudian hari. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya.
Bogor, November 2006
.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ……….. iii
DAFTAR TABEL ……… vii
DAFTAR GAMBAR ……… x
DAFTAR LAMPIRAN ………. xii
I. PENDAHULUAN ……….……. 1
A. LATAR BELAKANG………... 1
B. TUJUAN…...……… 3
C. RUANG LINGKUP ……… 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ………. 5
A. INVESTASI SYARIAH ………... 5
B. MANAJEMEN RISIKO ………... 11
C. BUDI DAYA AYAM RAS PEDAGING ..……….….. 12
D. PROSPEK BISNIS DAGING AYAM .………. 18
E. USAHA AGROINDUSTRI ………..……….…… 19
F. SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN ..………. 23
G. PENELITIAN TERDAHULU……… 26
III. LANDASAN TEORI ……….. 27
A. TEKNIK HEURISTIK …..……… 27
B. METODE PERBANDINGAN EKSPONENSIAL……… 28
C. METODE PRAKIRAAN ………. 29
D. FOURIER ANALISIS ………. 31
.
F. METODE LINIER EKSPONENSIAL BROWN’S ……...……... 32
G. KRITERIA INVESTASI ……….. 33
IV. METODOLOGI ……….. 39
A. KERANGKA PEMIKIRAN ..………. 39
B. PENDEKATAN SISTEM ……… 40
C. TATA LAKSANA ..……….…. 48
V. PERMODELAN SISTEM ……….……….. 50
A. KONFIGURASI SISTEM ……….. 50
B. RANCANG BANGUN SISTEM ………. 56
C. IMPLEMENTASI………... ………. 68
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 73
A. PENANGANAN BAHAN BAKU ...……… 73
B. PROSES PRODUKSI ... 73
C. MODEL SYARMENT 2.6 ... 77
D. VERIFIKASI MODEL ………... 79
E. ANALISIS PASCA PANEN ………. 115
VII.KESIMPULAN DAN SARAN……….. 120
A. KESIMPULAN ……….. 120
B. SARAN ……….. 122
DAFTAR PUSTAKA ……… 123
.
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Perbedaan antara bunga dan bagi hasil ..…….………..…. 7
Tabel 2. Perbandingan risiko dan ketidakpastian ……… 11
Tabel 3. Formulasi pakan ayam broiler ...………...…...….… 15
Tabel 4. Perbedaan program kemitraan dan peternak mandiri………….. 17
Tabel 5. Persamaan kurva dan bentuk transformasi metoda pendugaan regresi tunggal delapan kurva………. 31
Tabel 6. Perbandingan antara nilai risiko terhadap jumlah bagi hasil untuk bank dan asuransi kegagalan usaha ... 38
Tabel 7. Parameter masukan Sub Model Analisis Risiko... 57
Tabel 8. Bagi hasil berdasarkan nilai resiko ... 57
Tabel 9. Nilai kriteria ketersediaan lahan ... 60
Tabel 10. Nilai kriteria kemudahan akses dengan bahan baku………….. 61
Tabel 11. Nilai kriteria sarana utilitas (ketersediaan sarana transportasi, ketersediaan sarana komunikasi, ketersediaan air, ketersediaan listrik)………...……… 61
Tabel 12. Nilai kriteria ketersediaan tenaga kerja... 61
Tabel 13. Nilai kriteria kemudahan akses dengan pemasaran……… 61
Tabel 14. Nilai kriteria kondisi sosial budaya ….………..……….. 62
Tabel 15. Parameter masukan Model Kelayakan Finansial budidaya….. 63
Tabel 16. Parameter masukan Model Kelayakan Finansial usaha pasca panen.………...…. 65
Tabel 17. Parameter masukan Model Kelayakan Finansial agroindustri Bakso Ayam ……….………. 67
.
Tabel 19. Hasil dari perbandingan tingkat permintaan
Pasar budidaya ...………... 81 Tabel 20. Perbandingan nilai Determinasi (R2) dan MSE permintaan
Ayam ras pedaging ... 82
Tabel 21. Tingkat permintaan ayam ras pedaging
di TPA Pondok Rumput, Bogor………...…….… 83 Tabel 22. Perbandingan tingkat permintaan daging ayam segar …..…… 84
Tabel 23. Perbandingan nilai determinasi (R2) dan MSE
tingkat permintaan daging ayam segar………..…... 85 Tabel 24. Tingkat permintaan bakso ayam di Toserba Jogya, Bogor ... 86
Tabel 25. Perbandingan hasil prakiraan tingkat permintaan
bakso ayam ... 86
Tabel 26. Perbandingan nilai determinasi (R2) dan MSE
tingkat permintaan bakso ayam ...………..…... 87 Tabel 27. Kecamatan dan jumlah populasi ayam ras pedaging
Tahun 2004 …...……….… 89
Tabel 28. Hasil perhitungan sub model lokasi unggulan …………... 91
Tabel 29. Hasil perhitungan bagi hasil dan asuransi kegagalan usaha ... 93
Tabel 30. Hasil perhitungan parameter kelayakan finansial
agroindustri budidaya berdasarkan
ekonomi syariah………...………... 96
Tabel 31. Biaya angsuran bunga dan biaya cicilan budidaya….…... 98
Tabel 32. Hasil perhitungan parameter kelayakan finansial
agroindustri budidaya berdasarkan
ekonomi konvensional…………...………... 98
Tabel 33. Hasil perhitungan bagi hasil dan asuransi kegagalan usaha ... 100
Tabel 34. Hasil perhitungan parameter kelayakan finansial
usaha pasca panenberdasarkan
ekonomi syariah ………...…….. 104
Tabel 35. Biaya angsuran bunga dan biaya cicilan
.
Tabel 36. Hasil perhitungan parameter kelayakan finansial
usaha pasca panenberdasarkan
ekonomi konvensional ………...……...……... 106
Tabel 37. Hasil perhitungan bagi hasil dan asuransi kegagalan usaha... 108
Tabel 38. Hasil perhitungan parameter kelayakan finansial
agroindustri bakso ayam berdasarkan
ekonomi syariah ...………...……...……... 111
Tabel 39. Biaya angsuran bunga dan biaya cicilan
agroindustri daging bakso ayam ….…... 113 Tabel 40. Hasil perhitungan parameter kelayakan finansial
agroindustri bakso ayam berdasarkan
.
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kandungan ajaran islam ………..…………. 5
Gambar 2. Diagram alir proses pemotongan ayam (Priyatno,2000) .… 20 Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan bakso ayam (Wibowo, 2002) .. 22
Gambar 4. Struktur Sistem Penunjang Keputusan (Eriyatno, 1999)…...…. 25
Gambar 5. Tahapan kerja pendekatan sistem (Manetsch dan Park, 1977)... 41
Gambar 6. Diagram sebab akibat Syarment 2.6……….… 46
Gambar 7. Diagram masukan-keluaran Sistem Penunjang Keputusan Investasi Agroindustri Berbasis Daging Ayam Dengan Pola Syariah ...…….. 47
Gambar 8. Diagram alir penelitian ……….. ………….. 49
Gambar 9. Konfigurasi paket program Syarment 2.6………... 51
Gambar 10. Diagram alir permodelan Syarment 2.6 ………. 54
Gambar 11. Diagram alir deskriptif Sub Model Kelayakan Finansial ….. 69
Gambar 12. Diagram alir deskriptif Sub Model Penentuan Lokasi Unggulan Usaha pasca panen…... 70
Gambar 13. Diagram alir deskriptif Sub Model Penentuan Bagi Hasil dan Asuransi Kegagalan Usaha Berdasarkan Tingkat Risiko... 71
Gambar 14. Diagram alir deskriptif Sub Model Prakiraan Pasar ……….. 72
Gambar 15. Diagram alir proses produksi bakso ayam ... 74
Gambar 16. Tampilan login Syarment 2.6 ………….……… 77
Gambar 17. Contoh tampilan Basis Data Statis Syarment 2.6 ..……….. 78
.
Gambar 19. Grafik prakiraan permintaan ayam ras pedaging di TPA Pondok Rumput bedasarkan metode
Fourier Analisis ... 81
Gambar 20. Grafik Prakiraan permintaan permintaan daging ayam segar di TPA Pondok Rumput berdasarkan metode Fourier Analisis ... 84
Gambar 21. Grafik Prakiraan permintaan permintaan bakso ayam di Toserba Yogya berdasarkan metode Fourier Analisis ... 87
Gambar 22. Tampilan dari sub model lokasi unggulan agroindustri daging ayam segar ... 92
Gambar 23. Gambar ayam ras pedaging ………...……… 115
Gambar 24. Gambar daging ayam segar ………...……… 116
Gambar 25. Gambar panci perebusan …....……...……… 117
Gambar 26. Mesin pencabut bulu ... 118
Gambar 27. Gambar isi perut ayam ………...……… 118
.
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data populasi ayam ras pedaging (ekor) menurut kecamatan
di Kabupaten Bogor... 125
Lampiran 2. Penilaian alternatif lokasi agroindustri daging ayam segar... 126
. Lampiran 3. Data luas wilayah dan jumlah angkatan kerja tahun 2004 menurut kecamatan di Kabupaten Bogor……… 127
Lampiran 4. Petunjuk instalasi syarment 2.6...………… 128
Lampiran 5. Biaya modal tetap budidaya ayam ras pedaging ……… 131
Lampiran 6. Biaya oprasional budidaya ayam ras pedaging ……….. 131
Lampiran 7. Analisis laba rugi budidaya ayam ras pedaging berdasarkan ekonomi syariah kondisi awal (harga jual Rp 8100/ekor) ... 132
Lampiran 8. Analisis kelayakan finansial budidaya kondisi awal berdasarkan ekonomi syariah (Harga jual komoditas Rp 8100/ekor) ... 133
Lampiran 9. Analisis laba rugi budidaya ayam ras pedaging berdasarkan ekonomi syariah skenario I (Harga jual komoditas turun 4% menjadi Rp 7776/ekor) ... 134
Lampiran 10. Analisis kelayakan finansial budidaya skenario I berdasarkan ekonomi syariah (Harga jual komoditas turun 4% menjadi Rp 7776/ekor) ... 135
Lampiran 11. Analisis laba rugi budidaya ayam ras pedaging berdasarkan ekonomi syariah skenario II (Harga jual komoditas turun 5% menjadi Rp 7696/ekor) ... 136
Lampiran 12. Analisis kelayakan finansial budidaya skenario II berdasarkan ekonomi syariah (Harga jual komoditas turun 5% menjadi Rp 7696/ekor) ... 137
Lampiran 13. Analisis laba rugi budidaya ayam ras pedaging berdasarkan ekonomi konvensional kondisi awal (harga jual Rp 8100/ekor) ... 138
.
Lampiran 15. Analisis laba rugi budidaya ayam ras pedaging berdasarkan
ekonomi konvensional skenario I
(Harga jual komoditas turun 2% menjadi Rp 7938/ekor) ... 140
Lampiran 16. Analisis kelayakan finansial budidaya skenario I berdasarkan ekonomi konvensional
(Harga jual komoditas turun 2% menjadi Rp 7938/ekor) ... 141
Lampiran 17. Analisis laba rugi budidaya ayam ras pedaging berdasarkan
ekonomi konvensional skenario II
(Harga jual komoditas turun 3% menjadi Rp 7857/ekor) ... 142
Lampiran 18. Analisis kelayakan finansial budidaya skenario II berdasarkan ekonomi konvensional
(Harga jual komoditas turun 2% menjadi Rp 7938/ekor) ... 143
Lampiran 19. Biaya modal tetap usaha pasca panen………...… 144
Lampiran 20. Biaya oprasional usaha pasca panen……….. 144
Lampiran 21. Analisis laba rugi usaha pasca panen berdasarkan
ekonomi syariah kondisi awal
(harga jual produk Rp 15.500/kg) ... 145
Lampiran 22. Analisis kelayakan finansial usaha pasca panen kondisi awal berdasarkan ekonomi syariah
(Harga jual produk Rp 15.500/kg) ... 147
Lampiran 23. Analisis laba rugi usaha pasca panen berdasarkan
ekonomi syariah skenario I
(Harga jual produk turun 5% menjadi Rp 14.725/kg) ... 148
Lampiran 24. Analisis kelayakan finansial usaha pasca panen skenario I berdasarkan ekonomi syariah
(Harga jual produk turun 5% menjadi Rp 14.725/kg) ... 149
Lampiran 25. Analisis laba rugi usaha pasca panenberdasarkan
ekonomi syariah skenario II
(Harga jual produk turun 6% menjadi Rp 14.570/kg) ... 150
Lampiran 26. Analisis kelayakan usaha pasca panen skenario II berdasarkan ekonomi syariah
(Harga jual produk turun 6% menjadi Rp 14.570/kg) ... 151
Lampiran 27. Analisis laba rugi usaha pasca panen berdasarkan
ekonomi konvensional kondisi awal
.
Lampiran 28. Analisis kelayakan finansial usaha pasca panen kondisi awal berdasarkan ekonomi konvensional
(Harga jual produk Rp 15.500/kg) ... 153
Lampiran 29. Analisis laba rugi usaha pasca panen berdasarkan
ekonomi konvensional skenario I
(Harga jual produk turun 2% menjadi Rp 15190/kg) ... 154
Lampiran 30. Analisis kelayakan finansial usaha pasca panen skenario I berdasarkan ekonomi konvensional
(Harga jual produk turun 2% menjadi Rp 15.190/kg) ... 155
Lampiran 31. Analisis laba rugi usaha pasca panenberdasarkan
ekonomi konvensional skenario II
(Harga jual produk turun 3% menjadi Rp 15.035/kg) ... 156
Lampiran 32. Analisis kelayakan usaha pasca panen
skenario II berdasarkan ekonomi konvensional
(Harga jual produk turun 3% menjadi Rp 15.035/kg) ... 157
Lampiran 33. Biaya modal tetap agrondustri bakso ayam…...…....… 158
Lampiran 34. Biaya oprasional agrondustri bakso ayam ……...…….. 158
Lampiran 35. Analisis laba rugi agroindustri bakso ayam berdasarkan
ekonomi syariah kondisi awal
(harga jual produk Rp 650/butir) ... 159
Lampiran 36. Analisis kelayakan finansial agroindustri bakso ayam kondisi awal berdasarkan ekonomi syariah
(Harga jual produk Rp 650/butir) ... 160
Lampiran 37. Analisis laba rugi agroindustri bakso ayam berdasarkan
ekonomi syariah skenario I
(Harga jual produk turun 3% menjadi Rp 631/butir) ... 161
Lampiran 38. Analisis kelayakan finansial agroindustri bakso ayam skenario I berdasarkan ekonomi syariah
(Harga jual produk turun 3% menjadi Rp 631/butir) ... 162
Lampiran 39. Analisis laba rugi agroindustri bakso ayamberdasarkan
ekonomi syariah skenario II
(Harga jual produk turun 4% menjadi Rp 624/butir) ... 163
Lampiran 40. Analisis kelayakan agroindustri bakso ayam skenario II berdasarkan ekonomi syariah
.
Lampiran 41. Analisis laba rugi agroindustri bakso ayam berdasarkan
ekonomi konvensional kondisi awal
(harga jual produk Rp 650/butir) ... 165
Lampiran 42. Analisis kelayakan finansial agroindustri bakso ayam kondisi awal berdasarkan ekonomi konvensional
(Harga jual produk Rp 650/butir) ... 166
Lampiran 43. Analisis laba rugi agroindustri bakso ayam berdasarkan
ekonomi konvensional skenario I
(Harga jual produk turun1% menjadi Rp 644/butir) ... 167
Lampiran 44. Analisis kelayakan finansial agroindustri bakso ayam skenario I berdasarkan ekonomi konvensional
(Harga jual produk turun 1% menjadi Rp 644/butir) ... 168
Lampiran 45. Analisis laba rugi agroindustri bakso ayamberdasarkan
ekonomi konvensional skenario II
(Harga jual produk turun 2% menjadi Rp 637/butir) ... 169
Lampiran 46. Analisis kelayakan agroindustri bakso ayam skenario II berdasarkan ekonomi syariah
(Harga jual produk turun 2% menjadi Rp 637/butir) ... 170
Lampiran 47. Standar bakso daging berdasarkan SNI 01-3818 ... 171
I. PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Produk olahan daging ayam merupakan produk agroindustri yang
dikonsumsi oleh masyarakat luas. Kondisi seperti ini yang menyebabkan
banyak pengguna dana yang ingin menanamkan dana untuk mendirikan
usaha agroindustri berbasis daging ayam. Investasi bebas bunga sangat
dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan antar pemilik dana dan
pelaku agroindustri. Investasi bebas bunga atau disebut investasi syariah
merupakan solusi terbaik dalam pendirian argoindustri berbasis daging
ayam.
Suatu perekonomian bebas bunga, seperti yang dianjurkan oleh
islam, adalah satu-satunya pemecahan untuk mengurangi penderitaan
manusia yang merosot martabatnya dalam sistem perekonomian kapitalis.
Dalam sistem perekonomian islam sebagian besar perekonomian akan
dibawah pengawasan negara dan sebagian besar tabungan akan
merupakan tabungan kolektif yang dilakukan negara untuk kesejahteraan
rakyat, dan saham modal hanya akan diakui melalui laba biasa
(Suprayitno, 2004).
Ide dasar sistem perbankkan islam sebenarnya dapat dikemukakan
dengan sederhana. Operasi institusi keuangan islam terutama berdasarkan
prinsip PLS (Profit-and-loss-sharing) atau bagi untung dan rugi. Pada sistem perbankkan islam tidak menetapkan bunga, melainkan mengajak
berpartisipasi dalam bidang usaha yang didanai. Dalam sistem
perekonomian islam segala macam bentuk yang berkaitan dengan
penambahan pembayaran atau yang biasa kita sebut riba adalah haram.
Riba adalah tambahan jumlah pokok pinjaman dengan jangka waktu
peminjaman dan jumlah pinjamannya (Lewis dan Algaoud, 2003).
Investasi syariah merupakan investasi yang mempunyai prinsip dasar
yang berbeda dengan investasi konvensional. Pada dasarnya perhitungan
diestimasi pada saat mendapatkan pendapatan bersih (dilakukan di akhir)
sedangkan pada investasi berbasis konvensional perhitungan keuntungan
diestimasikan di awal kepemilikan modal dengan menetapkan tingkat suku
bunga (interest) yang berlaku.
Sesuai dengan skema Zarqa, syariah terdiri atas bidang muamalah
(sosial) dan ibadah (ritual). Konsep dari sistem ekonomi islam ini dapat
diuji dengan konsistensi internalnya, kesesuaiannya dengan berbagai
sistem yang mengatur aspek-aspek kehidupan lainnya, dan
kemungkinannya untuk berkembang dan tumbuh (Suprayitno, 2005).
Agroindustri adalah industri yang memiliki keterkaitan ekonomi
(baik langsung maupun tidak langsung) yang kuat dengan komoditas
pertanian. Keterkaitan langsung mencakup hubungan komoditas pertanian
sebagai bahan baku (input) bagi kegiatan agroindustri maupun kegiatan pemasaran dan perdagangan yang memasarkan produk akhir agroindustri.
Sedangkan keterkaitan tidak langsung berupa kegiatan ekonomi lain yang
menyediakan bahan baku (input) lain di luar komoditas pertanian, seperti bahan kimia, bahan kemasan dan lain-lain. Beserta kegiatan ekonomi
yang memasarkan dan memperdagangkannya (Saragih, 2001).
Sektor agroindustri menurut Gumbira-Said dan Dewi (2003),
mampu memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap PDB nasional
dibandingkan terhadap sektor-sektor lainnya di Indonesia. Antara tahun
2000 hingga tahun 2002, sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan
perikanan mampu memberikan kontribusi antara Rp 66.208,85 miliar
hingga Rp 68.018,42 miliar, atau sekitar 16,18% dari total PDB Nasional.
Akan tetapi, apabila dibandingkan dengan sektor industri pengolahan,
yang juga banyak memanfaatkan bahan baku berupa produk-produk
pertanian, nilai PDB sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan
perikanan masih lebih rendah daripada nilai PDB sektor industri
pengolahan. Antara tahun 2000 hingga 2002, nilai PDB sektor industri
pengolahan berkembang dari 104.986,93 miliar menjadi Rp 113.671,74
miliar, atau sekitar 26,51% dari total PDB. Kondisi tersebut menunjukkan
tambah yang jauh lebih besar, sehingga mampu memberikan nilai
ekonomis yang lebih tinggi.
Komoditas peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang
memiliki peluang besar untuk dikembangkan. Pasaribu (2004)
menyatakan pada tahun 1992, subsektor peternakan dalam pembangunan
ekonomi Indonesia memberikan kontribusi sebesar 2.5 persen gross domestic products (GDP) secara nasional atau 10,5 persen dari GDP bidang pertanian dengan laju pertumbuhan tahunan 6,1 persen, sedangkan
data 1998 menunjukkan kenaikan produksi peternakan sebesar 1,4 persen.
Salah satu komoditas unggulan peternakan adalah ayam ras
pedaging. Menurut Departemen Pertanian (2000), produksi ayam ras
pedaging menunjukkan peningkatan rata-rata 12,80% per tahun selama
periode 1994-1996 dan produksi ayam ras pedaging memiliki kontribusi
34,6% per tahun dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi daging dalam
negeri.
Produk ayam ras pedaging yang biasa dikonsumsi masyarakat
adalah daging ayam segar. Pada dasarnya daging ayam segar paling
diminati oleh konsumen di Indonesia karena digunakan sebagai bahan
masakan sehari-hari. Permintaan terhadap daging ayam olahan seperti
bakso ayam, nugget, sosis ayam, dan abon ayam semakin meningkat
seiring dengan berkembangnya potensi agroindustri daging ayam segar.
B. TUJUAN
Tujuan pengkajian masalah khusus ini adalah :
1) Mempelajari berbagai faktor dan parameter yang berpengaruh
terhadap perencanaan agroindustri daging ayam dan merancang
model sistem penunjang keputusan investasi agroindustri berbasis
daging ayam dengan pola syariah.
2) Merekomendasikan strategi perencanaan pengembangan usaha
dalam mendukung pembangunan daerah dan pengembangan potensi
masyarakat.
3) Merancang sistem penunjang keputusan untuk mengetahui kelayakan
investasi agroindustri berbasis daging ayam dari mulai peternakan,
usaha pasca panen, dan agroindustri bakso ayam dengan pola syariah.
C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup dari masalah khusus ini adalah pembuatan sistem
penunjang keputusan untuk melakukan suatu investasi berdasarkan ekonomi
syariah atau disebut investasi syariah yang berbasis daging ayam.
Perencanaan investasi ini meliputi budi daya ayam ras pedaging, usaha pasca
panen, dan agroindustri bakso ayam. Produk daging ayam olahan yang
dipelajari disini adalah bakso ayam.
Proses perhitungan yang dilakukan di dalam Sistem Penunjang
Keputusan Investasi Agroindustri Berbasis Daging Ayam Dengan Pola
Syariah ini berdasarkan proses pembiayaan Musyarakah. Pada dasarnya proses perhitungan kelayakan berdasarkan ekonomi syariah masih
menggunakan parameter kelayakan ekonomi konvensional tetapi tingkat suku
bunga yang digunakan digantikan dengan tingkat risiko.
Verifikasi model dilakukan di wilayah Bogor secara umum,
khususnya di Kabupaten Bogor. Pengguna Sistem Penunjang Keputusan
Investasi Agroindustri Berbasis Daging Ayam Dengan Pola Syariah ini
adalah pelaku agribisnis peternakan, pelaku usaha pasca panen, pelaku
agroindustri bakso ayam, calon investor, lembaga penelitian, akademisi,
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. INVESTASI SYARIAH
Islam adalah kata dari bahasa Arab yang terambil dari kata
salimah yang berarti selamat, damai, tunduk, pasrah dan berserah diri. Obyek penyerahan diri ini adalah pencipta seluruh alam semesta, yakni
Allah SWT. Agama islam memiliki tiga aspek utama, yakni aspek
aqidah, aspek syariah dan aspek akhlak. Bila cakupan ajaran islam ini digambarkan dalam skema, maka akan tampak sebagai berikut:
Gambar 1. Kandungan Ajaran Islam (Karim, 2003)
Akidah disebut juga iman, sedangkan syariah adalah Islam, dan akhlak
disebut juga ikhsan. Aqidah menunjukan kebenaran Islam, Syariah
menunjukan keadilan islam, dan akhlak menunjukan keindahan Islam
(Karim, 2003).
Ekonomi islam dapat disebut sebagai ekonomi anti riba di mana
setiap pelaku ekonomi dalam bisnis senantiasa berfikir pada usaha-usaha
menyamakan harga dengan biaya yang dikeluarkan. Semangat anti riba
ini sudah diteladankan oleh Nabi Muhamad SAW dalam sejarah hidupnya,
sehingga beliau dapat disebut yang dipercaya (Al-Amin) (Cahyono, 1995). ISLAM
Akidah (Iman)
Syariah (Islam)
Menurut Zulkifli (2003), Ditinjau dari sisi fiqh, maka pengertian riba harus dilakukan secara hati-hati. Yusuf Qardhawi menafsirkan bahwa
bunga bank sama dengan riba yang hukumnya jelas-jelas haram. Terkait
dengan hal diatas, terdapat beberapa dalil islam yang melarang sistem
riba. Namun demikian, Allah SWT menurunkan risalah larangan praktek
riba dengan menggunakan empat tahapan, yakni:
1) Allah SWT memberikan pengertian bahwa riba tidak akan
menambah kebaikan disisi Allah SWT. Allah berfirman : “ Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak akan menambah apapun disisi Allah. Dan apabila kamu memberikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya). “ (QS.Ar-Ruun : 39).
2) Allah memberikan gambaran siksaan bagi seorang yahudi
dengan salah satu karakternya suka memakan riba. Allah SWT
berfirman:
“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan karena mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka telah memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka siksa yang pedih.” (QS. An-nisaa’ : 160-161).
3) Allah SWT melarang memakan riba yang berlipat ganda. Allah
SWT berfirman:
4) Allah melarang dengan keras dan tegas segala jenis riba. Allah
SWT berfirman:
“ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa-sisa (dari berbagai jenis) riba jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan maka ketahuilah bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat, maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.” (QS. Al-Baqarah : 278-279).
Islam mendorong praktik bagi hasil dan mengharamkan riba.
Keduanya sama-sama memberikan keuntungan bagi pemilik dana, namun
keduannya mempunyai perbedaan yang begitu nyata. Perbedaan antara
bagi hasil dan bunga dapat dijelaskan pada Tabel 1.
Tabel 1 Perbedaan antara bunga dan bagi hasil
Bunga Bagi Hasil
1. Penentuan bunga dibuat pada
waktu akad dengan asumsi
selalu untung.
1. Penentuan besarnya rasio atau
nisbah bagi hasil dibuat pada
waktu akad dengan
berpedoman pada
kemungkinan untung rugi.
2. Besar persentase berdasarkan
pada jumlah uang (modal) yang
dipinjamkan.
2. Rasio bagi hasil berdasarkan
keuntungan yang diperoleh.
3. Pembayaran bunga tetap seperti
yang dijanjikan tanpa
pertimbangkan apakah proyek
yang dijalankan oleh pihak
nasabah untung atau rugi.
3. Bagi hasil bergantung pada
keuntungan proyek yang
dijalankan. Bila usaha
merugi, kerugian akan
ditanggung bersama oleh
kedua belah pihak.
Tabel 1 (Lanjutan)
Bunga Bagi Hasil
4. Jumlah pembayaran bunga tidak
meningkat sekalipun sekalipun
jumlah keuntungan berlipat .
4. Jumlah pembagian laba akan
meningkat sesuai dengan
peningkatan pendapatan.
5. Eksistensi bunga diragukan
(kalau tidak dikecam) oleh
semua agama termasuk agama
islam.
5. Tidak ada yang meragukan
keabsahan bagi hasil.
Sumber : (Antonio, 2002).
Di Indonesia, Bank syariah yang pertama didirikan pada tahun 1992
adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI). Walaupun perkembangannya
agak terlambat dibandingkan negara-negara Muslim lainnya, perbankkan
syariah di Indonesia akan terus berkembang. Bila pada tahun 1992–1998
hanya ada satu unit bank syariah , maka pada tahun 2005, jumlah bank
syariah bertambah menjadi 20 unit, yaitu 3 bank umum syariah dan 17
unit usaha syariah. Sementara itu, jumlah Bank Perkreditan Rakyat
Syariah (BPRS) hingga akhir tahun 2004 bertambah menjadi 88 buah
(Karim, 2003).
Investasi adalah menanamkan atau menempatkan aset, baik berupa
harta maupun dana, pada suatu yang diharapkan akan memberikan hasil
pendapatan atau meningkatkan nilainya dimasa yang akan datang. Atau
secara sederhana, investasi berarti mengubah cashflow agar mendapatkan keuntungan atau jumlah yang lebih besar dikemudian hari (Ghufron, et al,
2005).
Syariah adalah kata bahasa Arab yang secara harfiah berarti jalan
yang ditempuh atau garis yang mesti dilalui. Secara etimologi, definisi
orang islam sebagai penghubung diantaranya dengan Allah dan diantaranya dengan manusia” 25(Karim, 2003).
Menurut Ghufron, et al (2005) investasi yang diakui oleh hukum
positif yang berlaku belum tentu sesuai dengan ajaran agama islam,
yaitu:
1) Aspek material dan finansial. Artinya suatu investasi hendaknya
menghasilkan manfaat finansial yang kompetitif dibandingkan
dengan investai lainnya.
2) Aspek kehalalan. Artinya suatu bentuk investasi harus terhindar
dari bidang ataupu prosedur syubhat atau haram. Suatu investasi yang tidak halal akan membawa pelakunya kepada kesesatan.
3) Aspek sosial dan lingkungan. Artinya suatu bentuk investasi
hendaknya memberi kontribusi yang positif bagi masyarakat
banyak dan lingkungan sekitar, baik untuk generasi masa kini dan
mendatang.
4) Aspek pengharapan kepada ridha Allah. Artinya suatu bentuk
investasi tertentu itu dipilih hanya untuk mendapatkan ridha Allah.
Suatu perekonomiaan bebas bunga, seperti yang dianjurkan oleh
islam, adalah satu-satunya pemecahan untuk mengurangi penderitaan
rakyat yang merosot martabatnya dalam sistem perekonomian kapitalis.
Dalam sistem perekonomian islam sebagian besar perekonomian akan
berada dibawah pengawasan negara dan sebagian besar tabungan akan
merupakan tabungan kolektif yang dilakukan negara untuk kesejahteraan
rakyat, dan saham modal hanya akan diakui melalui laba biasa
(Suprayitno, 2005).
Menurut Perwataatmadja (1996) menyebutkan kewajiban-kewajiban
muamalah ini maka bagi mereka yang tidak pandai berusaha tersedia
berbagai alternatif yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW seperti:
1) Penitipan dana kepada seorang pengusaha untuk dikelola dengan
2) Pembiayaan bersama suatu usaha dengan sistem bagi hasil sesuai
dengan penyertaannya masing-masing (al musyarakah atau join venture), atau
3) Pembiayaan usaha seperti diatas namun dengan penyertaan yang
semakin berkurang (al musyarakah mutanaqisab atau modal ventura).
4) Kegiatan jual beli barang dengan pembayaran tangguh
seluruhnya pada waktu jatuh tempo (al murabaha), atau
5) Kegiatan jual beli barang dengan pembayaran tangguh dicicil
pada waktu jatuh tempo (al baitu bithaman ajil), atau
6) Kegiatan sewa-menyewa barang (al ijarah atau sewa guna usaha), atau
7) Kegiatan sewa-menyewa barang yang diakhiri dengan alih
pemilikan (al baitu takjiri atau hire purchae).
Dari sudut pandang asuransi dapat ditarik kesimpulan bahwa
asuransi konvensional adalah pemindahan atau pengalihan risiko dari
tertanggung (peserta asuransi) kepada penanggung perusahan asuransi)
atau istilahnya transfer risk. Pada konsep asuransi syariah, menuruet DSN-MUI, risiko yang akan terjadi ditanggung bersama atas dasar
ta’awun, yaitu prinsip hidup saling melindungi dan saling menolong atas dasar ukhuwah islamiyah antar sesama anggota dalam menghadapi malapetaka (Amrin, 2006).
Bentuk umum dari usaha bagi hasil dalah musyarakah (syirkah atau
syarikah). Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerjasama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki
secara bersama-sama. Semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak
atau lebih dimana mereka bersama-sama memadukan seluruh bentuk
sumber daya baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud
(Karim, 2006)
Menurut Firdaus, et al (2005) akutansi dalam konsep islam dapat
didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan
dipergunakan sebagai aturan oleh pembukuan, analisis, pengukuran,
pemaparan, maupun penjelasan. Juga untuk menjadi pijakan dalam
menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa, apakah sesuai dengan hukum
syariat atau tidak.
Mekanisme kerja bank syariah dapat dijelaskan sebagai berikut.
Dana dari nasabah yang terkumpul diinvestasikan kepada dunia usaha,
ketika ada hasil (profit), maka bagian profit untuk bank dibagi kembali antara bank dan nasabah. Disamping itu bank syariah dapat melakukan
transaksi jual-beli baik dengan pengusaha maupun dengan nasabah,
menggunakan skema mudharabah, ijarah, istisna, musyarakah, dan salam
(Khalid, 2003).
B. MANAJEMEN RISIKO
Manajemen risiko organisasi adalah suatu sistem pengolahan risiko
yang dihadapi oleh organisasi secara komperhensif untuk tujuan
meningkatkan nilai perusahaan (Hanafi, 2006).
Pengertian dasar risiko terkait dengan keadaan adanya
ketidakpastian dan ketidakpastian terukur secara kuantitatif. Untuk
membandingkan antara ketidakpastian dan risiko, dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2 Perbandingan risko dan ketidakpastian
Risiko Ketidakpastian
1. Subjek memiliki ukuran kuantitas
1. Subjek tidak ada ukuran kuantitas
2. Diketahui tingkat probabilitas kejadiannya.
2. Tidak diketahui tingkat probabilitas kejadiannya 3. Ada data pendukung mengenai
kemungkinan kejadiannya.
3. Tidak ada data pendukung
untuk mengukur kemungkinan kejadiannya.
Sumber (Djohanputro, 2004)
Ketidakpastian yang dihadapi perusahaan bisa berdampak
merugikan atau mungkin saja menguntungkan. Bila risiko ini dianggap
menguntungkan maka ini yang dikenal dengan istilah kesempatan
dikenal dengan istilah risiko (Risk). Sedangkan risko sebagai suatu keadaan yang tidak pasti yang dihadapi seseorang atau perusahaan yang
dapat memberikan dampak yang merugikan (Kountur, 2004).
Proses identifikasi risiko dimulai dari dengan mengidentifikasi
keberadaan Risiko, dimana risiko berada, apa saja kejadiannya (pada
barang atau orang), atau tuntutannya (pada kebijakan), dan
mengidentifikasi penyebabnya. Metode yang sering digunakan, yaitu:
1) Metode interaksi.
2) Metode alur bagian.
(Kontur, 2004)
C. BUDI DAYA AYAM RAS PEDAGING
Sejak pertama kali dilaporkan tahun 1935, penemuan suatu strain
ayam sebagai cikal bakal ayam broiler (dikenal sebagai ayam ras pedaging), agaknya sudah menjadi trend yang saling mengungguli antara satu penemuan dan penemuan lainnya. Penemuan-penemuan itu
merupakan hasil penelitian bertahun-tahun dari para ahli pemuliaan ternak
dalam mencari dan menggabungkan beberapa keunggulan dari beberapa
jenis ayam, seperti ayam hutan merah (Galus-galus, galus bankiva), ayam hutan ceton (Galus lafayetti), ayam hutan abu-abu (Galus soneratti), dan ayam hutan hijau (Galus Varius, galus javanicus) dengan perkawinan silang dan seleksi. Ayam hutan hijau (Galus javanicus) diduga merupakan cikal bakal ayam kedu yang sekarang. Setelah melalui berbagai
perkawinan silang dan seleksi, pada tahun 1945 ditemukan strain ayam
pedaging yang mencapai berat 1 kg dalam waktu 8 minggu (Abidin,
2002).
Perkembangan ayam ras di Indonesia dimulai tahun 1965, yaitu
ketika pemerintah mencanangkan RKI (Rencana Ksejahteraan Istimewa)
Ayam broiler baru dikenal menjelang periode 1980-an, sekalipun
galur murninnya sudah diketahui sekitar tahun 1960-an ketika peternak
mulai memeliharanya. Tidak heran bila pada saat itu banyak orang yang
antipati terhadap daging ayam ras sebab ada perbedaan yang mencolok
antara daging ras broiler dan ayam ras petelur, terutama pada struktur pelemakan di dalam serat-serat dagingnya (Rasyaf, 2002).
Pemeliharaan ayam broiler di daerah tropis membutuhkan perhatian
yang cermat dan teliti agar diperoleh hasil yang optimal. Suhu dan
kelembabpan yang cukup tinggi di daerah tropis memungkinkan ayam
mudah stress sehingga mengakibatkan ayam mudah terserang penyakit,
ganguan pertumbuhan, konversi pakan meningkat, dan kematian ayam
meningkat (Arifien, 2002).
Ayam ras pedaging (broiler) adalah istilah yang dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki
karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat, sebagai
penghasil daging dengan konversi makanan irit, dan siap potong pada usia
yang relatif muda. Pada umumnya ayam broiler siap dipanen pada usia 35 - 45 hari dengan bobot badan antara 1,2-1,9 kg/ekor (Priyatno, 2000).
Pada saat berusia tiga minggu, ayam broiler tubuhnya sudah gempal dan padat. Ayam broiler yang berusia enam minggu sama besarnya dengan ayam kampung dewasa dan bila dipelihara hingga berusia delapan
bulan, bobotnya dapat mencapai 2 kg. Berat sebesar itu sulit dicapai oleh
ayam kampung dewasa maupun ayam ras petelur apkir pada usia 1,5
tahun. Kelebihan ini yang mengakibatkan ayam broiler sebagai ayam ras
pedaging (Rasyaf, 2002).
Menurut Rasyaf (2002), beberapa persyaratan penentuan lokasi
peternakan adalah sebagai berikut :
1) jauh dari keramaian, jauh dari lokasi perumahan, atau dipilih
tempat yang sunyi,
2) tidak jauh dari pusat pasokan bahan baku ayam ras pedaging dan
3) lokasi yang dipilih sebaiknya termasuk areal agribisnis agar
terhindar dari penggusuran.
Temperatur secara tidak langsung berpengaruh terhadap kemampuan
ayam broiler. Ayam broiler akan tumbuh optimal pada temperatur
190-210C. Udara panas akan menyebabkan ayam mengurangi beban panas yang dihadapinya dengan banyak minum dan tidak makan. Bila sudah
demikian, sejumlah unsur nutrisi dan keperluan nutrisi utama bagi ayam
tidak masuk sehingga kehebatan ayam tidak tampak (Rasyaf, 2002).
Bibit ayam atau Day Old Chicken (DOC), obat-obatan dan pakan merupakan tiga komponen usaha yang sangat menentukan suksesnya
agribisnis ayam ras. Ketiganya sering disebut sarana produksi peternakan
(sapronak). Produksi peternakan ayam ras dapat berjalan baik jika ketiga
komponen sapronak tersebut memiliki kualitas yang baik pula (Suharno,
2002).
Beberapa pedoman dalam pemilihan DOC adalah sebagai berikut :
1) anak ayam berasal dari induk yang sehat agar tidak membawa
penyakit bawaan,
2) ukuran dan bobot ayam itu,
3) anak ayam itu memperhatikan mata yang cerah dan
bercahaya,
4) anak ayam tidak memperlihatkan cacat fisik, kaki bengkok,
mata buta atau kelainan fisik lainnya, bulunya halus dan
kering,
5) tidak ada lekatan tinja di duburnya.
(Rasyaf, 2002).
Menurut Rasyaf (2002), pertumbuhan yang sangat cepat pada ayam
broiler tidak akan tampak bila tidak didukung dengan ransum yang
mengandung asam amino dan protein yang seimbang sesuai kebutuhan
ayam. Ransum juga harus memenuhi syarat kuantitas karena jumlah
ransum yang dimakan bertalian dengan jumlah jumlah unsur nutrisi yang
masuk kedalam tubuh ayam. Formulasi pakan ayam broiler dapat dilihat
Tabel 3 Formulasi pakan ayam broiler
Bahan Pakan %
Jagung Kuning 50,0
Dedak Halus 12,5
Bungkil Kedelai 17,0
Bungkil Kelapa 5,0
Tepung Ikan 12,5
Minyak Kelapa 2,0
Pelengkap 0,5
Sumber : (Rasyaf, 2002).
Menurut Rasyaf (2002), suatu usaha peternakan ayam pedaging,
hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut :
1) Daging ayam
Peternak biasanya menjual ayam hidup atau dalam bentuk daging
ayam siap masak. Banyaknya daging yang dihasilkan tergantung pada
jumlah ayam yang dipelihara.
2) Tinja ayam
Tinja ayam bukan merupakan limbah atau buangan yang tidak berarti.
Tinja yang merupakan hasil peternakan dapat mendatangkan uang
karena dapat dijual sebagai pupuk, untuk biogas, dan untuk pakan
ternak. Misalnya dapat sebagai bahan pencampur ransum ayam
pedaging, kerbau, sapi, domba, kambing dan sebagainya.
3) Bulu ayam
Bulu ayam dapat dipergunakan untuk bahan lukisan bulu, isi bantal
dan banyak kerajinan tangan yang memanfaatkan bulu ayam.
Menurut Rasyaf (2002) keunggulan ayam broiler akan terbentuk
bila didukung oleh lingkungan karena sifat genetis saja tidak menjamin
keunggulan itu akan terlihat. Hal yang mendukung keunggulan ayam
broiler adalah seperti berikut:
1) Makanan
Makanan menyangkut kualitas dan kuantitasnya. Pertumbuhan yang
mengandung protein dan asam amino yang seimbang sesuai dengan
kebutuhan ayam. Ransum juga harus memenuhi syarat kuantitas
karena jumlah ransum yang dimakan bertalian dengan jumlah unsur
nutrisi yang harus masuk sempurna kedalam tubuh ayam.
2) Tempratur Lingkungan
Ayam broiler akan tumbuh optimal pada temperatur lingkungan
19o-21oC. Temperatur lingkungan di Indonesia lebih panas, apalagi di daerah pantai sehingga ayam akan mengurangi beban panas dengan
banyak minum dan tidak makan. Bila sudah demikian, sejumlah unsur
nutrisi dan keperluan nutrisi bagi ayam tidak masuk sehingga
kehebatan ayam tidak terlihat.
3) Pemeliharaan
Bibit yang baik memerlukan pemeliharaan yang baik pula. Apabila
ayam broiler dipelihara secara “swalayan” bagaikan ayam kampung di
desa-desa maka kehebatan tidak akan tampak karena kehebatan ayam
memerlukan perawatan dan makanan yang baik. Perawatan ini
termasuk vaksinasi yang baik dan benar. Sering kali peternak
melakukan vaksinasi yang tidak benar atau vaksinnya telah mati
akibatnya ayam terserang ND dan ini semua disebabkan oleh
kesalahan manajemen di dalam peternakan tersebut.
Pada dasarnya ada dua pilihan bagi para peternak dalam usaha budi
daya ayam pedaging yaitu dengan cara peternak mandiri atau dengan cara
program kemitraan. Jika ingin memulai usaha sendiri, biasanya peternak
plasma sudah fanatik terhadap produk intinya. Walaupun sudah tidak
terikat untuk menggunakan produk perusahaan inti, biasanya peternak
sudah familiar dan tetap menggunakan produk dari perusahaan intinya
dahulu. Berikut ini adalah tabel perbandingan antara mengikuti program
kemitraan dan menjadi peternak mandiri yang bisa dijadikan acuan atau
Tabel 4 Perbedaan program kemitraan dan menjadi peternak mandiri
Faktor Pembanding Program Kemitraan Peternak Mandiri
Modal Relatif lebih sedikit
karena peternak hanya menyediakan kandang, peralatan, dan tenaga kerja, sedangkan saran produksi peternakan (Sapronak) ditanggung perusahaan inti.
Relatif lebih besar karena kandang, peralatan, tenaga kerja, dan Sapronak harus disediakan sendiri.
Bantuan Teknis Diberikan perusahaan inti secara terencana.
Tidak ada keterikatan untuk pemberian bantuan teknis, kecuali bertanya kepada technical service
dari tempat produk
yang dibeli peternak.
Aturan/kontrak tertentu Peternak terikat kontrak pada usaha inti untuk menggunakan produk tertentu. Bebas untuk menggunakan produk perusahaan mana pun.
Munculnya inovasi Tidak diizinkan bila tidak sesuai dengan kontrak.
Peternak bebas menerapkan dan mencoba inovasi sendiri.
Harga Sapronak Sudah diperhitungkan berdasarkan kontrak.
Sepenuhnya berdasarkan mekanisme pasar.
Harga produk Sudah diperhitungkan berdasarkan kontrak.
Sepenuhnya berdasarkan mekanisme pasar.
Bonus Ada perusahaan inti
yang memberikan bonus dengan nilai tertentu jika tercapai koversi pakan dan berat akhir yang baik.
Tabel 4 (Lanjutan)
Faktor Pembanding Program Kemitraan Peternak Mandiri
Risiko kerugian Ditanggung bersama antara perusahaan inti dan plasma.
Ditanggung sendiri.
Penjualan produk Tanggung jawab
perusahaan.
Diusahakan sendiri.
Margin usaha Kecil tetapi pasti karena seluruhnya sudah berdasarkan kontrak.
Keuntungan dan kerugian tidak dapat diprediksi.
Sumber: Ayam Ras Pedaging, Abidin (2002)
D. PROSPEK BISNIS DAGING AYAM
Pada saat berusia tiga minggu, ayam broiler tubuhnya sudah gempal dan padat. Ayam broiler yang berusia enam minggu sama besarnya dengan ayam kampung dewasa dan bila dipelihara hingga
berusia delapan bulan, bobotnya dapat mencapai 2 kg. Berat sebesar itu
sulit dicapai oleh ayam kampung dewasa maupun ayam ras petelur pada
usia 1,5 tahun. Kelebihan ini yang mengakibatkan ayam broiler sebagai ayam ras pedaging (Rasyaf, 2002).
Menurut Priyatno (2000), konsumsi daging ayam meningkat paling
pesat dibandingkan dengan daging sapi, kambing, ataupun babi. Beberapa
alasan yang menyebabkan kebutuhan daging ayam mengalami
peningkatan yang cukup pesat adalah sebagai berikut :
1) daging ayam relatif murah dibandingkan daging lainnya,
2) daging ayam lebih baik dari segi kesehatan karena mengandung
sedikit lemak dan kaya protein bila dibandingkan daging sapi,
kambing, dan babi,
3) tidak ada agama apapun yang melarang umatnya untuk
mengkonsumsi daging ayam,
4) daging ayam mempunyai rasa yang dapat diterima semua golongan
Daging ayam dapat digolongkan berdasarkan cara pengolahannya,
yaitu (1) daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan, (2) daging
segar yang dilayukan kemudian didinginkan (daging dingin), (3) daging
yang dilayukan, didinginkan kemudian dilayukan kemudian dibekukan
(daging beku), (4) daging masak, (5) daging asap dan (6) daging olahan
(Soeparno, 1992). Daging ayam merupakan produk yang cepat rusak, oleh
karena itu diperlukan teknologi penyimpanan untuk mencegah terjadi
kerusakan apabila produk tersebut tidak terkonsumsi/terjual dalam bentuk
fresh salah satu cara penanganannya adalah dengan penyimpanan pada suhu dingin (-18 oC).
Menurut Departemen Pertanian (2000), konsumsi daging ayam ras
di dalam negeri menunjukkan peningkatan pesat selama periode
1990-1996, yaitu sekitar 36,73% per tahun. Pada tahun 1990, rata-rata
konsumsi daging ayam baru mencapai 1,93 kg/kapita/tahun. Pada tahun
1993, konsumsi daging ayam meningkat menjadi 2,29 kg/kapita/tahun dan
pada tahun 1996 meningkat lagi menjadi 3,55 kg/kapita/tahun.
E. USAHA AGROINDUSTRI
Menurut Priyatno (2000), proses pemotongan ayam yang
berlangsung dengan lancar, teratur, dan memenuhi syarat kesehatan akan
menghasilkan kualitas karkas dan sampingan yang baik. Proses
pemotongan ayam sebaiknya dilaksanakan dalam tiga kompartemen
(ruangan) terpisah.
1) Kompartemen I
Kompartemen I disebut juga kompartemen sangat kotor. Di dalam
bagian ini berlangsung tahapan pemotongan, meliputi penyembelihan
ayam, pencelupan ayam ke dalam drum atau panci air panas, dan
pencabutan bulu.
2) Kompartemen II
Kompartemen II disebut juga kompartemen kotor. Di dalam bagian ini
berlangsung tahapan proses pemotongan seperti pemotongan kepala dan
pengeluaran isi rongga perut, pembersihan bulu-bulu yang masih tersisa,
penanganan sampingan, dan pencucian karkas.
3) Kompartemen III
Kompartemen III disebut juga kompartemen bersih. Di dalam bagian ini
berlangsung proses pendinginan ayam dalam bak, penyiapan karkas
sesuai pesanan, pembungkusan atau pengemasan, pemotongan ayam
[image:40.612.85.514.262.681.2]menjadi beberapa (parting), proses pengambilan tulang (boneless), dan penyimpanan karkas ke gudang pendingin (cold storage). Diagram alir proses pemotongan ayam dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram alir proses pemotongan ayam (Priyatno, 2000) Penyembelihan
(cara halal)
Blanching
Pencabutan Bulu
Pemotongan kepala dan kaki
Penyobekan Perut
Pendinginan
Pencucian ulang
Pembungkusan Pengeluaran isi
rongga perut
Pencucian karkas, kepala, kaki, dan
sampingan Ayam Hidup
Karkas kosong, hati, jantung, usus, ampela,
dan limpa
Karkas kosong, hati, jantung, usus, ampela, dan
Beberapa istilah dalam usaha pemotongan ayam adalah sebagai
berikut :
1) Ayam hidup, yaitu ayam yang belum disembelih atau dipotong di
pemotongan ayam.
2) Karkas, yaitu ayam yang telah disembelih atau dikurangi bagian-bagian
tertentu.
3) Whole chicken, yaitu istilah untuk menyebut karkas ayam utuh.
4) Sampingan, yaitu produk lain selain karkas, tulang, dan hasil samping
proses boneless dan penyiapan pengiriman karkas.
5) Chicken part, yaitu karkas yang telah dipotong-potong atas permintaan pelanggan atau untuk persiapan proses boneless.
6) Boneless, yaitu karkas ayam atau bagian karkas yang telah mengalami proses pengambilan tulang.
(Priyatno, 2000).
Menurut Wibowo (2002), bahan yang diperlukan untuk membuat
bakso ayam yaitu daging ayam segar, tepung tapioka, garam, bawang
putih, merica, dan es atau air es. Daging ayam yang digunakan adalah
daging ayam segar. Tepung tapioka yang digunakan untuk menghasilkan
bakso ayam yang lezat dan bermutu tinggi adalah sebanyak 10% dari
berat daging ayam yang digunakan.
Pembuatan bakso ayam menggunakan bumbu-bumbu yang terdiri
dari garam dapur halus dan bumbu penyedap yang dibuat dari campuran
bawang putih dan merica. Garam dapur yang digunakan biasanya 2,5%
dari berat daging ayam yang digunakan. Bumbu penyedap yang
digunakan biasanya 2% dari berat daging ayam yang digunakan. Bahan
lain yang diperlukan dalam pembuatan bakso ayam adalah es atau air es
yang berfungsi membantu pembentukan adonan dan memperbaiki tekstur
Proses pembuatan bakso ayam menurut Wibowo (2002) adalah
sebagai berikut :
[image:42.612.155.458.128.453.2]
Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan bakso ayam (Wibowo, 2002)
1) Pelumatan Daging
Pelumatan daging akan memudahkan pembentukkan adonan.
Daging ayam dilumatkan dengan cara dipotong-potong kecil
kemudian digiling dengan gilingan daging atau dimasukkan meat separator sehingga diperoleh daging lumat.
2) Pembentukan adonan
Setelah diperoleh daging ayam lumat yang bersih, maka selanjutnya
daging tersebut akan dibentuk menjadi adonan. Daging lumat
digiling kembali bersama-sama es batu dan garam dapur, baru
kemudian ditambahkan bahan yang lain. Garam dapur dapat pula
ditambahkan bersama bumbu-bumbunya, kemudian tepung tapioka Pelumatan
Pembentukkan adonan
Pembentukkan bola bakso
Perebusan
Penirisan Daging ayam
Bumbu, tepung, dan es batu
Air
Bakso ayam yang siap dipasarkan
ditambahkan sambil dilumatkan sehingga diperoleh adonan yang
homogen.
3) Pembentukan bola bakso
Pembentukan adonan menjadi bola bakso dapat dengan
menggunakan tangan atau dengan mesin pencetak bola bakso.
Dalam membentuk bola bakso ini sebaiknya menggunakan sarung
tangan karet yang bersih. Dapat juga menggunakan kantong plastik.
Minyak kelapa dioleskan ke sarung tangan agar adonan tidak
menempel.
4) Perebusan dan pengemasang
Bola bakso yang sudah terbentuk lalu direbus dalam air mendidih
hingga matang. Bakso yang sudah mengapung di permukaan air
berarti sudah matang dan perebusan dihentikan. Biasanya perebusan
ini dilakukan sekitar 15 menit. Setelah itu, bakso diangkat, ditiriskan
dan didinginkan pada suhu ruang. Bakso yang telah dingin,
kemudian dikemas dalam kantong plastik. Bakso yang telah
dikemas dalam kantong plastik selanjutnya dipak dalam kotak kardus
untuk dikirim ke pasar.
F. SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN
Menurut Eriyatno (1999), Sistem Penunjang Keputusan (SPK) adalah
pendekatan secara sistematis untuk menentukan teknologi ilmiah yang tepat
untuk mengambil keputusan, yang merupakan konsep spesifik yang
menghubungkan sistem komputerasi informasi dengan para pengambil
keputusan sebagai penggunanya. SPK dimaksudkan untuk memaparkan
secara terinci elemen-elemen sehingga dapat menunjang dalam proses
pengambilan keputusan.
Tujuan dari Sistem Penunjang Keputusan adalah membantu manajer
pada proses pengambilan keputusan yang pada umumnya bersifat semi
struktural, yaitu adanya kemampuan untuk memadukan proses kemampuan
struktural dengan penilaian dari masing-masing keputusan yang bersifat
Eriyatno (1999), aplikasi sistem penunjang keputusan selanjutnya mampu
mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu melalui pendekatan sistem.
Penggunaan sistem penunjang keputusan seyogianya ditunjang oleh berbagai
studi lapangan dan penelitian kasus guna menelusuri validitas input dan parameter-parameternya.
Karakteristik pokok yang melandasi Sistem Penunjang Keputusan
menurut Minch dan Burn (1983) di dalam Eriyatno (1999) adalah :
1) interaksi langsung komputer dengan pengambil keputusan,
2) adanya dukungan menyeluruh (holistik) dari keputusan bertahap ganda,
3) suatu sintesa dari konsep yang diambil dari berbagai bidang, antara lain
komputer, psikologi, intelegensia buatan, ilmu sistem dan ilmu
manajemen,
4) mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap perubahan kondisi,
kemampuan berevolusi menuju sistem yang bermanfaat.
Menurut Eriyatno (1999), aplikasi DSS bermanfaat apabila terdapat
kondis sebagai berikut:
1) eksistensi dari basis data yang sangat besar sehingga sulit
mendayagunakannya,
2) kepentingan adanya transformasi dan komputasi pada proses mencapai
kebutuhan,
3) adanya keterbatasan waktu, baik dalam penetuan hasil maupun dalam
prosesnya,
4) kepentingan akan penilaian atas pertimbangan akal sehat untuk
menentukan dan mengetahui pokok permasalahan, serta pengembangan
alternatif dan pemilihan solusi.
Menurut Eriyatno (1999), konsep dan rancang bangun dan
pengembangan DSS terdiri dari tiga elemen utama, yaitu :
1) pengoptimalan kriteria dalam merancang bangun sistem,
2) proses rancang bangun sistem secara total,
3) proses rancang bangun sistem secara mendetail.
Konsep model dari sistem penunjang keputusan menggambarkan
Pengguna Sistem Manajemen
pengambil keputusan atau pengguna; (2) data; dan (3) model. Masing-masing
komponen dikelola oleh sebuah sistem manajemen. Masukan dan keluaran
dari dan untuk pengguna dikelola oleh sistem manajemen dialog.
Pengelolaan atau manipulasi data dilakukan oleh sistem manajemen basis
data. Sedangkan model dikelola oleh sistem manajemen basis model.
Ketiga komponen dari sistem tersebut dikoordinasi oleh sebuah sistem
pengolahan terpusat (Keen dan Morton 1978, di dalam Eriyatno 1999).
Struktur dasar dari sistem penunjang keputusan dapat dilihat pada Gambar 4.
Data Model
Sistem Manajemen Sistem Manajemen
Basis Data Basis Model
[image:45.612.159.494.241.531.2]Sistem Pengolahan Terpusat
Gambar 4. Struktur dasar sistem penunjang keputusan (Eriyatno, 1999)
Sistem manajemen dialog, menurut Minch dan Burns (1983) di dalam
Eriyatno (1999), adalah sub sistem dari sistem penunjang keputusan yang
berkomunikasi langsung dengan pengguna, yakni menerima masukan dan
memberikan pengeluaran dari sistem. Sistem ini menerima masukan dan
Sistem manajemen basis data harus bersikap interaktif dan luwes,
dalam arti mudah dilakukan perubahan terhadap ukuran, isi, dan struktur
elemen-elemen data (Minch dan Burns 1983, di dalam Eriyatno 1999).
Sistem manajemen basis model memberikan fasilitas pengelolaan model
untuk mengkoputasi pengambilan keputusan dan meliputi semua aktivitas
yang tergabung dalam permodelan sistem penunjang keputusan seperti
pembuatan model, implementasi, pengujian, validasi, eksekusi dan
pemeliharaan model (Eriyatno, 1999).
Lebih lanjut Eriyatno (1999) menjelaskan bahwa sistem pengolahan
terpusat adalah koordinator dan pengendali dari operasi sistem penunjang
keputusan secara menyeluruh. Sistem ini akan menerima masukan dari ketiga
subsistem lainnya dalam bentuk baku, serta menyerahkan keluaran ke sub
sistem yang dikehendaki dalam bentuk baku pula.
G. PENELITIAN TERDAHULU
Priatna (2003) mengembangkan Sistem Penunjang Keputusan
Investasi Industri Ekstraksi Minyak untuk mengevaluasi kelayakan investasi
berdasarkan ekonomi konvensional dengan parameter kelayakan NPV, IRR,
B/C Ratio, dan PBP. Selain itu juga dilengkapi dengan model analisis pasar
dengan menggunakan proses perhitungan deret waktu dan model analisis
lokasi unggulan dengan metode MPE (Metode Perbandingan Eksponensial).
Sirod (2003) mengembangkan Rancang Bangun Sistem Penunjang
Keputusan Industri Kripik Pisang untuk mengevaluasi kelayakan investasi
berdasarkan ekonomi konvensional dan memperlihatkan konsep bagi hasil
berdasarkan ekonomi syariah. Parameter kelayakan yang digunakan adalah
NPV, IRR, B/C Ratio, BEP, dan PBP. Selain itu digunakan beberapa metode
peramalan untuk menentukan hasil produksi kripik pisang dengan melihat
III. LANDASAN TEORI
A. TEKNIK HEURISTIK
Teknik Heuristik adalah suatu cara mendekati suatu permasalahan yang
kompleks ke dalam komponen-komponen yang lebih sederhana untuk
mendapatkan hubungan-hubungan dalam permasalahan yang dikaji, atau
dengan kata lain yaitu berupa bentuk pemecahan masalah dengan
menggunakan kecerdasan manusia dan ditulis dengan program komputer.
Tujuan teknik heuristik adalah untuk mempelajari aturan dan metode
menemukan (Simon di dalam Thierauf dan Klekamp, 1975).
Eriyatno (1999) berpendapat bahwa teknik heuristik merupakan
pengembangan operasi aritmatika dan matematika logika. Ciri-ciri teknik
heuristik secara umum yaitu:
1) Adanya operasi aljabar, yaitu penjumlahan, pengurangan,
perkalian, dan pembagian.
2) Adanya suatu perhitungan yang bertahap.
3) Mempunyai tahapan yang terbatas sehingga dapat dibuat algoritma
komputernya.
Menurut Eriyatno (1999), teknik heuristik digunakan karena
alasan-alasan sebagai berikut :
1) heuristik mempermudah lingkungan pembuat keputusan sehingga
memungkinkannya membuat suatu keputusan dengan cepat tanpa
tergantung caranya,
2) jumlah permasalahan begitu kompleks, sehingga walaupun intisari
dari permasalahan dapat dibuat pola kerja matematikanya, tetapi
tidak terdapat perangkat keras (komputer) yang dapat
menyelesaikannya,
3) masalah perencanaan dan kebijaksanaan yang harus diatasi oleh
seorang manajer sulit untuk dikuatitatifkan dan bersifat
“ill-structure”, sehingga tidak dapat diperoleh faktor-faktor yang
4) walaupun model matematika berhasil dikembangkan, tahapan
pengerjaan sebelum sampai pada tahap permodelan sering tidak
dimengerti oleh pengguna model tersebut.
B. METODA PERBANDINGAN EKSPONENSIAL
Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) digunakan sebagai
pembantu bagi individu pengambil keputusan untuk menggunakan rancang
bangun model yang telah terdefinisi dengan baik pada tiap tahapan proses
(Eriyatno, 1999). Menurut Manning (1984), tahapan dilakukan dalam
melaksanakan teknik MPE adalah :
1) menulis semua alternatif,
2) menentukan kriteria-kriteria penting dalam pengambilan keputusan,
3) mengadakan penilain terhadap semua kriteria,
4) mengadakan penilain terhadap semua alternatif pada masing-masing
kriteria,
5) menghitung nilai dari setiap alternatif,
6) memberikan jenjang kepada alternatif-alternatif dengan didasarkan
pada nilai masing-masing.
Penghitungan nilai untuk setiap alternatif adalah sebagai berikut :
Dimana :
NAi : Nilai akhir dari alternatif ke-I
Nilai ij : Nilai dari alternatif ke-I pada alternatif ke-j
Krit j : Tingkat kepentingan deret kriteria ke-j
i : 1,2,3,…,n n : jumlah alternatif
C. METODE PRAKIRAAN
Metode prakiraan (forecasting) merupakan suatu teknik yang menduga atau memperkirakan apa yang terjadi pada masa yang akan datang.
Teknik prakiraan dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu metode kuantitatif
dan metode kualitatif. Metode kuantitatif dapat dibagi menjadi metode deret
berkala (time series) dan metode sebab akibat (kausal). Sedangkan metode kualitatif dapat dibagi menjadi metode eksploratif dan metode normatif
(Makridakis et al. 1995, di dalam Machfud 1999).
Lebih lanjut Makridakis et al. (1995) di dalam Machfud (1999) menyatakan bahwa metode prakiraan kuantitatif dapat diaplikasikan apabi