• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM MENJALANKAN FUNGSI PENGAWASAN PEMERINTAHAN DESA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERANAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM MENJALANKAN FUNGSI PENGAWASAN PEMERINTAHAN DESA."

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Kasus Pada Desa Sukoharjo Kecamatan Kayen Kidul Kabupaten Kediri)

SKRIPSI

Diajukan guna memenuhi syarat dalam memper oleh gelar Sar jana Ilmu Administr asi Negara FISIP UPN “veter an” J awa Timur

Oleh : Aldo Aviandr i NPM. 0941010052

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

memberi karunia, rahmat, serta hidayah-NYA. Sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Menjalankan Fungsi Pengawasan Pemerintahan Desa (Studi Kasus Pada Desa Sukoharjo Kecamatan Kayen Kidul Kabupaten Kediri)”.

Dalam penyusunan Skripsi ini tidak akan berjalan dengan lancar dan tidak akan terwujud tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis akan mengucapkan terimakasih kepada Drs. Pudjoadi, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan petunjuk, koreksi serta saran sehingga terselesainya skripsi ini. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, MSi, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

2. Bapak Dr. Lukman Arif, M.Si, selaku Ketua Prodi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Ibu Dra. Susi Hardjati, M.AP, selaku Sekertaris Prodi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

(7)

Sukoharjo Kecamatan Kayen Kidul Kabupaten Kediri yang telah membantu penulis dalam memberikan kemudahan untuk menyelesaikan proposal ini.

7. Ayah, Ibunda, Istri dan Anak ku tercinta beserta keluarga besar yang telah benyak memberikan dukungan moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini

8. Teman-temanku di Prodi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, terima kasih banyak atas bantuannya.

Dalam Skripsi ini penulis harapkan dapat memberikan manfaat serta menambah pengetahuan bagi pembacanya. Kekhilafan milik penulis kesempurnaan hanya milik Allah, akhir kata, ucapan maaf dan terima kasih penulis haturkan

Surabaya, 11 Januari 2015

(8)

iv

2.2.3 Badan Permusyawaratan Desa (BPD)……… ... 32

2.2.3.1 Keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)…. 32 2.2.3.2 Penetapan, Pengesahan dan Pelantikan Anggota BPD………. ... 33

2.2.3.3 Kedudukan, Fungsi, Wewenang, Hak dan Kewajiban serta Larangan BPD………. ... 38

(9)

v

2.2.4 Pengawasan ……….. ... 42

2.2.4.1 Pengertian Pengawasan... 42

2.2.4.2 Tujuan Pengawasan ……….. 45

4.1.4 Sejarah Pembangunan Desa Sukoharjo Masa Lalu dan Masa Kini………. 67

4.1.5 Keadaan Sosial Budaya……….. 68

4.1.5.1 Agama………. 68

4.1.5.2 Kesehatan……… 68

4.1.6 Keadaan Ekonomi………. 69

4.1.7 Profil Pemerintahan Desa Sukoharjo……… 70

4.1.7.1 Komposisi Pegawai Pemerintahan Desa Sukoharjo….. 77

4.1.7.2 Profil Badan Permusyawaratan Desa Sukoharjo……… 78

4.2 Hasil Penelitian ... 81

(10)

vi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………. 115

5.1 Kesimpulan ………... 115

5.2 Saran……….. 117

(11)

xiii

Sukoharjo Kecamatan Kayen Kidul Kabupaten Kediri)

Pada Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Kediri Nomor 9 Tahun 2006 tentang Badan Permusyawaratan Desa menjelaskan bahwa pelaksanaan Perda tersebut merupakan salah satu bentuk upaya dari BPD sebagai mitra Kepala Desa yang bertugas untuk mengawasi kegiatan pemerintahan desa, salah satunya mengawasi dalam pembuatan rancangan peraturan desa serta mengawasi pelaksanaan peraturan desa mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa dan juga Alokasi Dana Desa.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam menjalankan fungsi pengawasan pemerintahan desa, khusunya pengawasan BPD dalam pembentukan rancangan peraturan desa dan pengawasan BPD dalam pelaksanaan peraturan desa, yakni pada Perdes Desa Sukoharjo Nomor 01 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa khususnya pada APBDes dan ADD .

Metode penelitian Deskriptif Kualitatif, dengan analisis model interaktif dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara, dan dokumentasi untuk mengabil data dari sumber data yang berupa tulisan, prilaku, tindakan, pristiwa, kejadian, kata-kata. Dengan peneliti sebagai instrumen penelitian.

Hasil penelitian menyatakan bahwa pengawasan BPD dalam pembentukan rancangan peraturan desa dilaksanakan dengan baik, yakni melalui rapat musyawarah desa yang dihadiri oleh BPD, Kepala Desa,dan Perangkat Desa. Hal ini sesuai dengan yang tertera dalam PERDA Kabupaten Kediri Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa yakni dalam pasal 8. Pengawasan terhadap APBDes yang dilakukan oleh BPD telah dilaksanakan, hal ini diketahui dari proses pengawasan yang dilakukan oleh BPD terhadap Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Sukoharjo tahun 2013 pada minggu keempat bulan Januari tahun 2014 yang dihadiri oleh BPD, Kepala Desa beserta Perangkat Desa dan tokoh masyarakat. Dalam mekanisme pelaporan APBDes yang dilaksanakan Kepala Desa kepada BPD melalui musyawarah BPD. Pengawasan terhadap Alokasi Dana Desa (ADD) ini sudah dilakukan oleh BPD, hal ini terbukti dari Pemerintah desa yang melibatkan BPD dalam setiap rapat musyawarah desa. Dalam hal pengawasan ,terdapat laporan penggunaan dana ADD yaitu laporan Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) guna mengetahui pemakaian Alokasi Dana Desa tersebut. Sedangkan dalam pencairan dana ADD, pemerintah membaginya menjadi 3 tahap yaitu Termin1, Termin 2, dan Termin 3.

(12)

1

1.1 Latar Belakang

Dalam konteks sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia

yang membagi daerah Indonesia atas daerah-daerah besar dan daerah kecil,

dengan bentuk dan susunan tingkatan pemerintahan terendah adalah desa

atau kelurahan. Dalam konteks ini, pemerintahan desa merupakan sub

sistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan nasional yang langsung

berada di bawah pemerintah kabupaten.

Secara etimologi kata desa berasal dari bahasa Sansekerta, deca

yang berarti tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Dari perspektif

geografis, desa atau village diartikan sebagai “a groups of hauses or shops

in a country area, smaller than a town”. Desa adalah kesatuan masyarakat

hukum yang memiliki kewenangan untuk mengurus rumah tangganya

sendiri berdasarkan hak asal-usul dan adat istiadat yang diakui dalam

Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten. Desa menurut

H.A.W. Widjaja dalam bukunya yang berjudul “Otonomi Desa”

menyatakan bahwa “Desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum

yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat

istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai Pemerintahan Desa adalah

keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan

(13)

Dalam pengertian Desa menurut Widjaja dan UU nomor 32 tahun

2004 di atas sangat jelas sekali bahwa Desa merupakan Self Community

yaitu komunitas yang mengatur dirinya sendiri. Dengan pemahaman

bahwa Desa memiliki kewenangan untuk mengurus dan mengatur

kepentingan masyarakatnya sesuai dengan kondisi dan sosial budaya

setempat, maka posisi Desa yang memiliki otonomi asli sangat strategis

sehingga memerlukan perhatian yang seimbang terhadap penyelenggaraan

Otonomi Daerah. Karena dengan Otonomi Desa yang kuat akan

mempengaruhi secara signifikan perwujudan Otonomi Daerah.

Desa memiliki wewenang sesuai yang tertuang dalam Peraturan

Pemerintah No 72 Tahun 2005 tentang Desa yakni:

a. Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada

berdasarkan hak asal-usul desa

b. Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan kabupaten/ kota yang diserahkan pengaturannya

kepada desa, yakni urusan pemerintahan yang secara langsung

dapat meningkatkan pelayanan masyarakat.

c. Tugas pembantuan dari pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan

Pemerintah Kabupaten/Kota.

d. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan

perundangundangan diserahkan kepada desa.

Tujuan pembentukan desa adalah untuk meningkatkan kemampuan

(14)

peningkatan pelayanan terhadap masyarakat sesuai dengan tingkat

perkembangan dan kemajuan pembangunan. Dalam menciptakan

pembangunan hingga di tingkat akar rumput, maka terdapat beberapa

syarat yang harus dipenuhi untuk pembentukan desa yakni: Pertama,

faktor penduduk, minimal 2500 jiwa atau 500 kepala keluarga, kedua,

faktor luas yang terjangkau dalam pelayanan dan pembinaan masyarakat,

ketiga, faktor letak yang memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi

antar dusun, keempat, faktor sarana prasarana, tersedianya sarana

perhubungan, pemasaran, sosial, produksi, dan sarana pemerintahan desa,

kelima, faktor sosial budaya, adanya kerukunan hidup beragama dan

kehidupan bermasyarakat dalam hubungan adat istiadat, keenam, faktor

kehidupan masyarakat, yaitu tempat untuk keperluan mata pencaharian

masyarakat.

Widjaja (2003: 165) menyatakan bahwa otonomi desa merupakan

otonomi asli, bulat, dan utuh serta bukan merupakan pemberian dari

pemerintah. Sebaliknya pemerintah berkewajiban menghormati otonomi

asli yang dimiliki oleh desa tersebut. Sebagai kesatuan masyarakat hukum

yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak istimewa, desa dapat

melakukan perbuatan hukum baik hukum publik maupun hukum perdata,

memiliki kekayaan, harta benda serta dapat dituntut dan menuntut di muka

pengadilan.

Dengan dimulai dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun

(15)

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan

landasan kuat bagi desa dalam mewujudkan “Development Community”

dimana desa tidak lagi sebagai level administrasi atau bawahan daerah

tetapi sebaliknya sebagai “Independent Community” yaitu desa dan

masyarakatnya berhak berbicara atas kepentingan masyarakat sendiri.

Desa diberi kewenangan untuk mengatur desanya secara mandiri termasuk

bidang sosial, politik dan ekonomi. Dengan adanya kemandirian ini

diharapkan akan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat desa dalam

pembangunan sosial dan politik.

Bagi desa, otonomi yang dimiliki berbeda dengan otonomi yang

dimiliki oleh daerah propinsi maupun daerah kabupaten dan daerah kota.

Otonomi yang dimiliki oleh desa adalah berdasarkan asal-usul dan adat

istiadatnya, bukan berdasarkan penyerahan wewenang dari Pemerintah.

Desa atau nama lainnya, yang selanjutnya disebut desa adalah kesatuan

masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan

adat-istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional

dan berada di Daerah Kabupaten. Landasan pemikiran yang perlu

dikembangkan saat ini adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli,

demokrasi, dan pemberdayaan masyarakat.

Otonomi desa merupakan hak, wewenang dan kewajiban untuk

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

(16)

ada pada masyarakat untuk tumbuh dan berkembang mengikuti

perkembangan desa tersebut. Urusan pemerintahan berdasarkan asal-usul

desa, urusan yang menjadi wewenang pemerintahan Kabupaten atau Kota

diserahkan pengaturannya kepada desa. Namun harus selalu diingat bahwa

tiada hak tanpa kewajiban, tiada kewenangan tanpa tanggungjawab dan

tiada kebebasan tanpa batas. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan hak,

kewenangan dan kebebasan dalam penyelenggaraan otonomi desa harus

tetap menjunjung nilai-nilai tanggungjawab terhadap Negara Kesatuan

Republik Indonesia dengan menekankan bahwa desa adalah bagian yang

tidak terpisahkan dari bangsa dan negara Indonesia. Pelaksanaan hak,

wewenang dan kebebasan otonomi desa menuntut tanggungjawab untuk

memelihara integritas, persatuan dan kesatuan bangsa dalam ikatan Negara

Kesatuan Republik Indonesia dan tanggungjawab untuk mewujudkan

kesejahteraan rakyat yang dilaksanakan dalam koridor peraturan

perundang-undangan yang berlaku (Widjaja, 2003:166).

Dalam rangka melaksanakan kewenangan yang dimiliki untuk

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya, dibentuklah Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai lembaga legislasi dan wadah yang

berfungsi untuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

Lembaga ini pada hakikatnya adalah mitra kerja Pemerintah Desa yang

memiliki kedudukan yang sejajar dalam menyelenggarakan urusan

(17)

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dapat membuat Rancangan

Peraturan Desa yang secara bersama-sama Pemerintah Desa ditetapkan

menjadi Peraturan Desa. Dalam hal ini, BPD sebagai lembaga pengawasan

memiliki kewajiban untuk melakukan kontrol terhadap implementasi

peraturan desa, anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes) serta

jalannya pemerintahan desa.

Didalam UU No.6 Tahun 2014 menyebutkan bahwa UU ini

memberikan posisi yang kuat kepada Kepala Desa. UU ini juga

memperkenalkan sebuah lembaga baru yang disebut Musyawarah desa

yang merupakan sebuah forum permusyawaratan yang diikuti oleh BPD,

pemerintah desa dan unsur masyarakat desa untuk memusyawarahkan hal

yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, artinya

setiap desa harus menghidupkan sebuah forum politik dimana termasuk di

dalamnya terdapat persoalan strategis yang harus dimusyawarahkan

bersama. Dengan demikian diharapkan masyarakat desa akan berkembang

menjadi komunitas yang saling melengkapi.

Dalam hal pengelolaan pembangunan, dimana UU No.6 Tahun

2014 menegaskan penggunaan dua pendekatan yang disebut “desa

membangun” dan “membangun desa”. Penggabungan pendekatan itu

dimaksudkan agar pembangunan desa efektif dalam meningkatkan

kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta

penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan

(18)

ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan

secara berkelanjutan. Untuk itu, desa harus menyusun perencanaan

pembangunan sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada

perencanaan pembangunan kabupaten/kota. Dokumen rencana

pembangunan desa merupakan satu-satunya dokumen perencanaan di desa

dan sebagai dasar penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Perencanaan pembangunan desa diselenggarakan dengan

mengikutsertakan masyarakat desa melalui musyawarah perencanaan

pembangunan desa, yang menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan

kebutuhan pembangunan desa yang didanai oleh Anggaran Pendapatan

dan Belanja Desa, swadaya masyarakat desa, dan/atau Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota. Pembangunan desa

dilaksanakan dengan semangat gotong royong serta memanfaatkan

kearifan lokal dan sumber daya alam desa. Sementara itu, pelaksanaan

program sektor yang masuk ke desa diinformasikan kepada pemerintah

desa dan diintegrasikan dengan rencana pembangunan desa.

Menurut UU No.6 Tahun 2014 Pasal 55, Badan Permusyawaratan

Desa mempunyai tiga fungsi, yaitu (1) membahas dan menyepakati

Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, (2) menampung dan

menyalurkan aspirasi masyarakat Desa dan (3) melakukan pengawasan

kinerja Kepala Desa. Pengawasan terhadap pelaksanaan pemerintahan

merupakan salah satu alasan terpenting mengapa BPD perlu dibentuk.

(19)

dipimpin Kepala Desa merupakan tugas BPD. Upaya pengawasan

dimaksudkan untuk mengurangi adanya penyelewengan atas kewenangan

dan keuangan desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.

Konsistensi BPD dalam melakukan pengawasan terhadap bagaimana suatu

program pemerintah, fungsi pemerintahan, peraturan dan keputusan yang

telah ditetapkan bersama BPD dilaksanakan oleh Pemerintah Desa.

Sikap Kepala Desa yang tidak otoriter dalam menjalankan

kepemimpinannya menjadikan BPD mampu melaksanakan tugas dan

kewenangannya untuk mewujudkan adanya pemerintahan yang baik dan

berpihak kepada warga. BPD merupakan lembaga desa yang mempunyai

kedudukan sejajar dengan Kepala Desa dan menjadi mitra Kepala Desa

dalam penyelenggaraan pemerintahan desa terealisasi berdasarkan

pengamatan BPD sering diikutsertakan dan didengarkan apa yang menjadi

aspirasi dan masukannya. Sebagai unsur penyelenggara pemerintahan

desa, BPD berfungsi sebagai pengawasan kinerja pemerintahan desa,

fungsi ini sangat penting guna memastikan program yang telah disepakati

bersama dapat dijalankan dengan baik sesuai tujuan dan sasaran yang telah

ditetapkan, namun demikian pelaksanaan pengawasan ini sebaiknya

dikembangkan dengan prinsip semangat kebersamaan untuk memajukan

dan membangun desa sesuai dengan tugas pokok dan fungsi

masing-masing. Kesetaraan dan komiteraan perlu lebih dikedepankan dan

dikembangkan, selalu mengedepankan kepentingan masyarakat daripada

(20)

BPD sangat baik bila dibarengi solusi. Kepala desa sebagai penyelenggara

pemerintahan di desa pun harus siap dikritisi sepanjang dalam konteks

perbaikan.

Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab, BPD harus dapat

mewujudkan diri menjadi mitra dari berbagai kelembagaan yang ada di

desa, khususnya kepala desa dalam menyelenggarakan pemerintahan dan

pembangunan desa. Hal ini penting dapat berpengaruh pada kelancaran

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan serta pelaksanaan

berbagai program yang masuk ke desa.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk

dapat melakukan penelitian dengan judul “ Peranan Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Menjalankan Fungsi Pengawasan

Pemerintahan Desa Studi Kasus Pada Desa Sukoharjo Kecamatan Kayen

Kidul Kabupaten Kediri”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang diatas maka

penulis merumuskan masalah penelitian yaitu sebagai berikut:

“Bagaimana peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam

menjalankan fungsi pengawasan pemerintahan desa pada Desa Sukoharjo

(21)

1.3 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang

hendak dicapai atau apa yang menjadi tujuan penelitian tentunya harus

jelas diketahui sebelumnya. Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka

tujuan dari penelitian ini yaitu :

1. Untuk mengetahui peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

dalam Pengawasan pemerintahan desa

2. Untuk mengetahui apakah pengawasan yang dilakukan oleh Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) terhadap pemerintahan desa sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah sehingga

dapat disimpulkan manfaat penelitian yaitu:

1. Bagi Peneliti

Sebagai syarat memperoleh gelar sarjana pada program studi Ilmu

Administrasi Negara FISIP UPN “veteran” Jawa Timur.

2. Bagi Instansi

Sebagai bahan Evaluasi terhadap temuan-temuan yang ada pada proses

penelitian sehingga dapat memperbaiki implementasi dari program

(22)

3. Bagi Universitas

Untuk menambah refrensi dan literatur perbendaharaan pada

perpustakaan yang dapat digunakan sebagai kajian untuk penelitian

yang sejenis khususnya pada Fakultas Ilmu Administrasi di Universitas

(23)

12

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak lain yang dapat

dipakai sebagai bahan masukan serta bahan pengkajian yang terkait

dengan penelitian ini, yaitu :

1. Ridwan Nasrulloh, 2008, Universitas Diponegoro dalam penelitiannya

yang berjudul “BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)

DALAM MENDUKUNG TATA PENYELENGGARAAN

PEMERINTAHAN DESA DI DESA TEGALGONDO KEC.

WONOSARI KAB. KLATEN”. Penelitian ini bertujuan untuk

memperoleh informasi mengenai sejauh mana perwujudan peran dan

fungsi BPD desa Tegalgondo dalam mendukung tata penyelenggaraan

pemerintahan desa di desa Tegalgondo. Penelitian ini merupakan tipe

penelitian kualitatif dengan menggunakan model deskriptif yang

menggambarkan kemudian menganalisis fakta yang ada. Data yang

digunakan lebih dominan data sekunder, dilengkapi dengan observasi

dan wawancara. Dari hasil penelitian disimpulkan BPD desa

Tegalgondo telah mampu menjadi lembaga sebagai wahana

pelaksanaan demokrasi di Desa. Hal itu ditunjukkan dengan

pelaksanaan pemerintahan oleh Pemerintah Desa yang telah

(24)

komunikasi desa yang bersifat formal maupun informal sehingga

kebijakan-kebijakan maupun dari pemerintah desa Tegalgondo sesuai

dengan aspirasi yang diinginkan dari masyarakat. Sedangkan fungsi

dan peran BPD desa Tegalgondo dalam mendukung tata

penyelenggaraan pemerintahan Desa Tegalgondo ditunjukkan dan

dijalankannya dengan baik fungsi dan peran BPD yaitu pertama

pengayoman adat dengan menjaga maupun mempertahankan nilai-nilai

khas yang berkembang dalam masyarakat desa Tegalgondo salah

satunya dengan tetap dilestarikannya Pesanggrahan yang merupakan

situs peninggalan bekas kerajaan Mangkunegara Surakarta. Kedua

fungsi penyerapan aspirasi, BPD desa Tegalgondo menyerap aspirasi

dari masyarakat untuk disampaikan kepada Pemerintah Desa dilakukan

dengan mengadakan pertemuan-pertemuan yang menghadirkan

masyarakat desa antara lain arisan RT yang diadakan setiap selapan

sekali maupun pertemuan formal yang diadakan setiap ada pertemuan

di Balai Desa dengan menghadirkan pemerintah desa, wakil anggota

masyarakat dan BPD. Fungsi yang ketiga yaitu legislasi, BPD Desa

Tegalgondo merupakan representasi kekuatan politik dan perwakilan

kepentingan warga dalam pemerintahan desa maka BPD desa

Tegalgondo mempunyai kewajiban kepada warganya atau kelompok

yang diwakilinya dapat terakomodasi dalam program-program dan

kebijakan-kebijakan desa Tegalgondo. Fungsi yang terakhir adalah

(25)

pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa, Anggaran

Pendapatan dan Belanja Desa serta Keputusan Kepala Desa.

2. Sutrisno, 2014, Universitas Muria Kudus dalam penelitiannya yang

berjudul “PELAKSANAAN PENGAWASAN BADAN

PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) TERHADAP PERATURAN

DESA TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

DESA DI KEC. PATI KAB. PATI”. Penelitian ini secara umum

bertujuan untuk mengetahui secara jelas pelaksanaan pengawasan

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) terhadap Peraturan Desa tentang

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa di Kec. Pati Kab. Pati. Metode

pendekatan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah yuridis

sosiologis. Dalam hal ini teknik pengumpulan data penulis

menggunakan data primer yaitu data yang di peroleh secara langsung

yang ada di lapangan dengan menggunakan wawancara bebas

terpimpin kapada anggota BPD dan data skunder merupakan data yang

diperoleh secara tidak langsung yang berupa keterangan, buku-buku,

laporan dan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan hasil

penelitian dapat di tunjukkan bahwa dalam pelaksanaan pengawasan

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) terhadap Peraturan Desa tentang

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa khususnya di desa Winong

dan desa Sidokerto sudah berjalan sesuai Perda Nomor 4 tahun 2007

mengenai tugas dan fungsinya. Namun masih di temui adanya

(26)

masyarakat tentang keberadaan BPD yang berada di desanya. Juga

masih adanya hambatan-hambatan seperti halnya kurangnya

keterbukaan dari pemerintah desa. Belum adanya pemahaman bagi

anggota tentang tata tertib yang ada dan sering terjadinya perbedaan

pendapat sehingga pelaksanaan pengawasan belum bisa maksimal.

Untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut harus adanya

keterbukaan dari Pemerintahan Desa kepada Badan Permusyawaratan

Desa (BPD) dalam memberikan informasi maupun keterangan

terhadap penyelenggaraan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Desa. Memberikan penyuluhan dan pemahaman kepada

masyarakat tentang fungsi dan tugas Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) Demi terciptanya lembaga yang berwibawa hendaknya di

tingkatkan hubungan antar anggota saling percaya dan saling

memahami peran fungsinya masing-masing.

3. Ridho Hidayat, 2013, Universitas Tanjungpura Pontianak dalam

penelitiannya yang berjudul “FUNGSI BADAN

PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DI DESA KUALA

SECAPAH KECAMATAN MEMPAWAH HILIR KABUPATEN

PONTIANAK”. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan fungsi

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) baik dalam menetapkan

peraturan desa bersama kepala desa, maupun dalam menampung dan

menyalurkan aspirasi masyarakat. Penelitian ini diangkat berdasarkan

(27)

tentang APBDes yang ditetapkan BPD. Selain itu, banyak aspirasi

masyarakat yang tidak ditindak lanjuti oleh BPD sehingga masyarakat

menganggap kinerja BPD masih belum baik. Penelitian ini

menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian

deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi,

wawancara, dan dokumentasi. Lokasi penelitian di Desa Kuala

Secapah Kecamatan Mempawah Hilir Kabupaten Pontianak. Subyek

dalam penelitian ini adalah BPD mulai dari kepala sampai anggota,

Kepala Desa beserta Perangkat Desa, tokoh masyarakat dan

masyarakat desa setempat yang merasakan secara langsung kinerja dari

BPD tersebut. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah BPD Desa

Kuala Secapah belum mampu menjalankan fungsinya dengan baik,

karena minimnya peraturan desa yang dibuat selama ini. Selain itu,

aspirasi masyarakat belum dapat ditampung dan disalurkan dengan

baik oleh BPD yang dilihat dari penggunaan dana desa yang dirasakan

masyarakat tidak tepat sasaran. Untuk itu saran yang diberikan adalah

BPB diharapkan melakukan komunikasi terhadap masyarakat. Selain

itu, untuk kedepannya semoga BPD dan Kepala Desa dapat membuat

peraturan desa guna mengatur kehidupan masyarakat di desa tersebut.

Penelitian yang dilakukan saat ini mempunyai perbedaan dengan

penelitian yang terdahulu. Perbedaan yaitu terletak pada obyek penelitian

yang berbeda, serta adanya perbedaan waktu dan tempat penelitian.

(28)

Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Menjalankan Fungsi Pengawasan

Pemerintahan Desa (Studi Kasus Pada Desa Sukoharjo Kecamatan Kayen

Kidul Kabupaten Kediri)”.

2.2 Landasan Teori

Didalam cara berfikir secara ilmiah, teori sangat dibutuhkan sekali

sebagai tolak ukur berfikir maupun bertindak karena teori merupakan

suatu kebenaran yang sudah dibuktikann kebenarannya, walaupun

mempunyai keterbatasan waktu dan tempat. Adapun tujuan landasan teori

adalah untuk memberikan suatu landasan berfikir pada penulis dalam

usaha untuk mencari kebenaran yang berkaitan dengan masalah yang akan

dibahas, dimana hasilnya belum mampu digunakan pegangan dalam

hubungannya dengan masalah yang dihadapi. Untuk itulah dalam bab ini

penulis ketegahkan teori-teori yang berhubungan dengan masalah-maslah

sebagai berikut :

2.2.1 Peranan

Dalam pengertian umum, peranan dapat diartikan sebagai

perbuatan seseorang atas suatu pekerjaan. Menurut Kamus Umum Bahasa

Indonesia, peranan adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam

suatu peristiwa. Peranan merupakan suatu aspek yang dinamis dari suatu

kedudukan (status). Menurut Sedarmayanti (2009), peranan merupakan

(29)

dalam suatu kelompok atau organisasi untuk melakukan suatu kegiatan

mengenai tugas dan kewajibannya. Dalam kenyataannya, mungkin jelas

dan mungkin tidak begitu jelas. Tingkat kejelasan ini akan menentukan

pula tingkat kejelasan peranan seseorang.

Menurut Friedman (1998 : 286) peran adalah serangkaian perilaku

yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang

diberikan baik secara formal maupun secara informal. Peran didasarkan

pada deskripsi (ketentuan) dan harapan peran yang menerangkan apa yang

individu-individu harus lakukan dalam situasi tertentu agar dapat

memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang lain.

Menurut Soekanto, (2002: 268-269) peranan merupakan aspek

yang dinamis dari kududukan (status). Apabila seseorang melaksanakan

hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka hal ini berarti

ia menjalankan suatu peranan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan dan

saling bertentangan satu sama lain. Setiap orang mempunyai

macam-macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal

tersebut sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa yang

diperbuatnya bagi masyarakat kepadanya. Peranan lebih banyak

menekankan pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses.

Menurut Soekanto (2002: 441), unsur-unsur peranan atau role

adalah:

1. Aspek dinamis dari kedudukan

(30)

3. Perilaku sosial dari pemegang kedudukan

4. Bagian dari aktivitas yang dimainkan seseorang.

Hubungan-hubungan sosial yang ada dalam masyarakat,

merupakan hubungan antara peranan-peranan individu dalam masyarakat.

Sementara peranan itu sendiri diatur oleh norma-norma yang berlaku

dalam masyarakat. Jadi seseorang menduduki suatu posisi dalam

masyarakat serta menjalankan suatu peranan. Peranan mencakup tiga hal,

yaitu :

1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau

tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan

rangkaian peraturan-peraturan yang

2. Membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan peranan

adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu

dalam masyarakat sebagai organisasi

3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting

bagi struktur sosial masyarakat (Soekanto, 2002 : 246).

Pembahasan perihal aneka macam peranan yang melekat pada

individu-individu dalam masyarakat penting bagi hal-hal yaitu :

1. Bahwa peranan-peranan tertentu harus dilaksanakan apabila struktur

masyarakat hendak dipertahankan kelangsungannya

2. Peranan tersebut seyogyanya dilekatkan pada individuindividu yang

oleh masyarakat dianggap mampu melaksanakan. Mereka harus lebih

(31)

3. Dalam masyarakat kadang kala di jumpai individu-individu yang tak

mampu melaksanakan peranannya sebagaimana diharapkan oleh

masyarakat, karena mungkin pelaksanaannya memerlukan pengorbanan

arti kepentingan-kepentingan pribadi yang terlalu banyak

4. Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan peranannya,

belum tentu masyarakat akan memberikan peluang-peluang yang

seimbang, bahkan seringkali terlihat betapa masyarakat membatasi

peluang-peluang tersebut. (Soekanto, 2002 : 247).

Peran di sini adalah sesuatu yang memainkan role, tugas dan

kewajiban. Peran merupakan sesuatu yang diharapkan lingkungan untuk

dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang karena

kedudukannya akan dapat memberi pengaruh pada lingkungan tersebut.

Adapun konsep tentang peran menurut Komarudin (1974:768)

dalam buku “Ensiklopedia Manajemen” adalah sebagai berikut:

1) Bagian dari tugas utama yang harus dilakukan oleh seseorang dalam

manajemen,

2) Pola perilaku yang utama diharapkan dapat menyertai suatu status,

3) Bagian atau fungsi seseorang dalam kelompok atau pranata,

4) Fungsi yang diharapkan dari seseorang atau menjadi karakteristik

yang ada padanya,

5) Fungsi variabel dalam hubungan sebab akibat.

Berdasarkan acuan diatas pengertian dari peranan adalah penilaian

(32)

pencapaian tujuan yang ditetapkan atau ukuran mengenai hubungan dua

variabel yang mempunyai hubungan sebab akibat. Jadi peranan

menunjukkan keterlibatan diri atau keikutsertaan individu, kelompok yang

melakukan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu atas suatu tugas

atau bukti yang sudah merupakan kewajiban dan harus dilakukan sesuai

dengan kedudukannya.

2.2.2 Konsep Pemerintah Desa

2.2.2.1Definisi Desa

Desa dalam pengertian umum adalah sebagai suatu gejala yang

bersifat universal, terdapat dimana pun di dunia ini, sebagai suatu

komunitas kecil, yang terikat pada lokalitas tertentu baik sebagai tempat

tinggal (secara menetap) maupun bagi pemenuhan kebutuhannya, dan

yang terutama yang tergantung pada sektor pertanian.

Pengertian Desa secara umum lebih sering dikaitkan dengan

pertanian. Misalnya, Egon E. Bergel (1955: 121), mendefinisikan desa

sebagai “setiap pemukiman para petani (peasants)”. Sebenarnya, faktor

pertanian bukanlah ciri yang harus melekat pada setiap desa. Ciri utama

yang terlekat pada setiap desa adalah fungsinya sebagai tempat tinggal

(menetap) dari suatu kelompok masyarakat yang relatif kecil.

Sementara itu Koentjaraningrat (1977) memberikan pengertian

tentang desa melalui pemilahan pengertian komunitas dalam dua jenis,

(33)

kecil (seperti: band, desa, rukun tetangga dan sebagainya). Dalam hal ini

Koentjaraningrat mendefinisikan desa sebagai “komunitas kecil yang

menetap tetap di suatu tempat” (1977:162). Koentjaraningrat tidak

memberikan penegasan bahwa komunitas desa secara khusus tergantung

pada sektor pertanian. Dengan kata lain artinya bahwa masyarakat desa

sebagai sebuah komunitas kecil itu dapat saja memiliki ciri-ciri aktivitas

ekonomi yang beragam, tidak di sektor pertanian saja.

Menurut H.A.W. Widjaja (2003:3) Desa adalah sebagai kesatuan

masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak

asal-usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai

Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli,

demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat”

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, Desa atau yang disebut dengan nama lain,

selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang

memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan

adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem

Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengertian desa dari

sudut pandang sosial budaya dapat diartikan sebagai suatu komunitas

dalam kesatuan geografis tertentu dan antara mereka saling mengenal

dengan baik dengan corak kehidupan yang homogen dan banyak

(34)

diasosiasikan sebagai masyarakat yang hidup secara sederhana pada sektor

agraris, mempunyai ikatan sosial, adat dan tradisi yang kuat, bersahaja,

serta tingat pendidikan yang rendah (Juliantara, 2005:18).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005, Desa

atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah

kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang

berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat

setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan

dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Sedangkan pengertian desa menurut Undang-Undang No.6

Tahun 2014 desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,

selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang

memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus

urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan

prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui

dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan

asal-usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.

Pembentukan desa sebagaimana dimaksud harus memenuhi syarat :

a. jumlah penduduk;

b. luas wilayah;

(35)

d. perangkat; dan

e. sarana dan prasarana pemerintahan.

Pembentukan desa sebagaimana dimaksud diatas dapat berupa

penggabungan beberapa desa, atau bagian desa yang bersandingan, atau

pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, atau pembentukan

desa di luar desa yang telah ada. Pemekaran dari satu desa menjadi dua

desa atau lebih dapat dilakukan setelah mencapai paling sedikit 5 (lima)

tahun penyelenggaraan pemerintahan desa. Desa yang kondisi masyarakat

dan wilayahnya tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud

diatas dapat dihapus atau digabung.

Dalam wilayah desa dapat dibentuk Dusun atau sebutan lain yang

merupakan bagian wilayah kerja pemerintahan desa dan ditetapkan dengan

peraturan desa. Sebutan bagian wilayah kerja pemerintahan desa

disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat yang

ditetapkan dengan peraturan desa. Ketentuan lebih lanjut mengenai

Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Desa sebagaimana

dimaksud diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan

berpedoman pada Peraturan Menteri. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

wajib mengakui dan menghormati hak asal-usul, adat istiadat dan sosial

budaya masyarakat setempat.

Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan

(36)

memperhatikan saran dan pendapat masyarakat setempat. Perubahan status

desa menjadi kelurahan sebagaimana harus memperhatikan persyaratan :

a. luas wilayah;

b. jumlah penduduk;

c. prasarana dan sarana pemerintahan;

d. potensi ekonomi; dan

e. kondisi sosial budaya masyarakat.

Desa yang berubah menjadi Kelurahan, Lurah dan Perangkatnya diisi dari

pegawai negeri sipil. Ketentuan lebih lanjut mengenai perubahan status

desa menjadi kelurahan diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

dengan berpedoman pada Peraturan Menteri. Desa yang berubah statusnya

menjadi Kelurahan, kekayaannya menjadi kekayaan daerah dan dikelola

oleh kelurahan yang bersangkutan untuk kepentingan masyarakat

setempat. Pendanaan sebagai akibat perubahan status desa menjadi

kelurahan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

kabupaten/kota.

Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan desa adalah suatu

komunitas kecil yang terikat pada lokalitas tertentu yang selanjutnya

disebut sebagai kesatuan masyarakat hukum dan memiliki batasan

wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakat berdasar adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati oleh

(37)

2.2.3.2 Pemerintahan Desa

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005,

Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan

adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem

Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan menurut

Undang-Undang No.6 Tahun 2014 Pemerintahan Desa adalah

penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah

Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara

pemerintahan desa.

Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa.

Perangkat Desa terdiri dari Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainnya

seperti, sekretariat desa, pelaksana teknis lapangan, unsur kewilayahan.

Jumlah Perangkat Desa disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sosial

budaya masyarakat setempat. Susunan organisasi dan tata kerja

pemerintahan desa ditetapkan dengan peraturan desa. Ketentuan lebih

lanjut mengenai Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja

Pemerintahan Desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dan

sekurang-kurangnya memuat :

(38)

b. perangkat;

c. tugas dan fungsi;

d. hubungan kerja.

Kepala Desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan

pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Dalam melaksanakan

tugas Kepala Desa mempunyai wewenang :

a. memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan

yang ditetapkan bersama BPD;

b. mengajukan rancangan peraturan desa;

c. menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama

BPD;

d. menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APB

Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD;

e. membina kehidupan masyarakat desa;

f. membina perekonomian desa;

g. mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif;

h. mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk

kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan

perundang-undangan; dan

i. melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana Kepala

(39)

a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta

mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia;

b. meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

c. memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat;

d. melaksanakan kehidupan demokrasi;

e. melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas

dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme;

f. menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintahan

desa;

g. menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundangundangan;

h. menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik;

i. melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan

desa;

j. melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa;

k. mendamaikan perselisihan masyarakat di desa;

l. mengembangkan pendapatan masyarakat dan desa;

m. membina, mengayomi dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan

adat istiadat;

n. memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di desa; dan

o. mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan

(40)

Selain kewajiban Kepala Desa mempunyai kewajiban untuk

memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada

Bupati/Walikota, memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban

kepada BPD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan

pemerintahan desa kepada masyarakat. Laporan penyelenggaraan

pemerintahan desa disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui Camat 1

(satu) kali dalam satu tahun. Sedangkan laporan keterangan

pertanggungjawaban kepada BPD disampaikan 1 (satu) kali dalam satu

tahun dalam musyawarah BPD. Menginformasikan laporan

penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat dapat berupa

selebaran yang ditempelkan pada papan pengumuman atau diinformasikan

secara lisan dalam berbagai pertemuan masyarakat desa, radio komunitas

atau media lainnya. Laporan penyelenggaraan pemerintahan desa

digunakan oleh Bupati/Walikota sebagai dasar melakukan evaluasi

penyelenggaraan pemerintahan desa dan sebagai bahan pembinaan lebih

lanjut. Untuk Laporan akhir masa jabatan Kepala Desa disampaikan

kepada Bupati/Walikota melalui Camat dan kepada BPD.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 pasal 16,

Kepala desa dilarang :

a. menjadi pengurus partai politik;

b. merangkap jabatan sebagai Ketua dan/atau Anggota BPD, dan

lembaga kemasyarakatan di desa bersangkutan;

(41)

d. terlibat dalam kampanye pemilihan umum, pemilihan presiden, dan

pemilihan kepala daerah;

e. merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat,

dan mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat lain;

f. melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme, menerima uang, barang

dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau

tindakan yang akan dilakukannya;

g. menyalahgunakan wewenang; dan

h. melanggar sumpah/janji jabatan.

Perangkat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1)

bertugas membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan

wewenangnya. Dalam melaksanakan tugasnya, Perangkat Desa

bertanggungjawab kepada Kepala Desa.

Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2)

diisi dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan, yaitu:

a. berpendidikan paling rendah lulusan SMU atau sederajat;

b. mempunyai pengetahuan tentang teknis pemerintahan;

c. mempunyai kemampuan di bidang administrasi perkantoran;

d. mempunyai pengalaman di bidang administrasi keuangan dan di

bidang perencanaan;

e. memahami sosial budaya masyarakat setempat; dan

(42)

Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud diatas diangkat oleh Sekretaris

Daerah Kabupaten/Kota atas nama Bupati/Walikota. Sedangkan Perangkat

Desa lainnya diangkat oleh Kepala Desa dari penduduk desa.

Pengangkatan Perangkat Desa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.

Usia Perangkat Desa paling rendah 20 (dua puluh) tahun dan paling tinggi

60 (enam puluh) tahun. Untuk ketentuan lebih lanjut mengenai Perangkat

Desa Lainnya diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Peraturan

Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud sekurang-kurangnya

memuat :

a. persyaratan calon;

b. mekanisme pengangkatan;

c. masa jabatan;

d. kedudukan keuangan;

e. uraian tugas;

f. larangan; dan

g. mekanisme pemberhentian.

Dalam pasal 27 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Desa dan

Perangkat Desa, Kepala Desa dan Perangkat Desa diberikan penghasilan

tetap setiap bulan dan/atau tunjangan lainnya sesuai dengan kemampuan

keuangan desa. Penghasilan tetap dan/atau tunjangan lainnya yang

diterima Kepala Desa dan Perangkat Desa ditetapkan setiap tahun dalam

APBDesa. Penghasilan tetap paling sedikit sama dengan Upah Minimum

(43)

keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa diatur dengan Peraturan

Daerah Kabupaten/Kota, peraturan tersebut sekurang-kurangnya memuat :

a. rincian jenis penghasilan

b. rincian jenis tunjangan;

c. penentuan besarnya dan pembebanan pemberian penghasilan dan/atau

tunjangan.

2.2.3 Badan Per musyawar atan Desa (BPD)

Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Kediri Nomor 9 Tahun 2006

Badan Permusyawaratan Desa adalah lembaga yang merupakan

perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai

unsur penyelenggara pemerintahan desa. Sedangkan pengertian BPD

menurut Undang-Undang No.6 Tahun 2014 Badan Permusyawaratan Desa

atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan

fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk

Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.

2.2.3.1 Keanggotaan Badan Per musyawaratan Desa (BPD)

Menurut PERDA Kabupaten Kediri Nomor 9 Tahun 2006 Bab 2,

Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan

keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan

mufakat. Anggota BPD sebagaimana yang dimaksu terdiri dari Ketua

Rukun Warga, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh masyarakat

(44)

Jumlah anggota BPD ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit

5 (lima) orang dan paling banyak 11 (sebelas) orang, dengan

memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk, dan kemampuan

keuangan desa. Jumlah anggota BPD dibentuk dengan memperhatikan

jumlah penduduk Desa, dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Desa dengan jumlah penduduk sampai dengan 2000 jiwa sebanyak 5

orang anggota.

b. Desa dengan jumlah penduduk lebih dari 2000 jiwa sampai dengan

3000 jiwa sebanyak 7 orang anggota.

c. Desa dengan jumlah penduduk lebih dari 3000 jiwa sampai dengan

4000 jiwa sebanyak 9 orang anggota.

d. Desa dengan jumlah penduduk lebih dari 4000 jiwa sebanyak 11

orang anggota.

2.2.3.2 Penetapan, Pengesahan dan Pelantikan Anggota BPD

Dalam PERDA Kabupaten Kediri Nomor 9 Tahun 2006 proses

penetapan anggota BPD melalui tahap persiapan dan Pelaksanaan. Dalam

melaksanakan tahapan, Pemerintah Desa harus melibatkan unsur

Pemerintah Daerah untuk melaksanakan tugas pembinaan dan

pengawasan, antara lain :

1. Kepala Desa memberitahukan secara tertulis kepada BPD mengenai

akan berakhirnya masa jabatan anggota BPD paling lambat 5 (lima)

bulan sebelum berakhir masa jabatannya dengan tembusan kepada

(45)

2. Berdasarkan pemberitahuan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), Camat meneruskan kepada Kepala Daerah.

3. Proses Penetapan anggota BPD dimulai paling lambat 4 (empat) bulan

sebelum berakhirnya masa jabatan.

Langkah selanjutnya yaitu pada pasal 6 PERDA Kabupaten Kediri

Nomor 9 Tahun 2006, Kepala Desa mengadakan rapat Desa. Rapat Desa

yang dimaksud membahas, sosialisasi Peraturan Daerah dan peraturan

Pelaksanaannya tentang BPD serta jadwal pelaksanaan penetapan anggota

BPD.

Yang dapat menjadi Anggota BPD adalah penduduk Desa setempat

Warga Negara Republik Indonesia dengan mengajukan permohonan

secara tertulis kepada Kepala Desa melalui Kepala Dusun dengan syarat :

a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan kepada Negara Kesatuan

Republik Indonesia serta Pemerintah

c. bersedia dicalonkan menjadi Anggota BPD

d. berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

dan/atau sederajat

e. berusia paling rendah 25 (duapuluh lima) tahun

Persyaratan sebagaimana dimaksud dibuat oleh yang bersangkutan dalam

(46)

Mekanisme penetapan anggota BPD dilaksanakan melalui

musyawarah dan mufakat. Musyawarah dan mufakat sebagaimana

dimaksud dilaksanakan melalui Rapat Dusun dan Rapat Desa. Penetapan

anggota BPD masing-masing Dusun ditentukan melalui Rapat Dusun.

Rapat Dusun mengundang Ketua RT, Ketua RW, Golongan profesi,

Pemuka Agama dan tokoh masyarakat Dusun setempat serta calon anggota

BPD yang telah memenuhi persyaratan. Rapat Dusun dipimpin oleh

Kepala Dusun atau Penjabat Kepala Dusun. Hasil Rapat Dusun kemudian

dituangkan dalam Berita Acara Rapat dan ditandatangani oleh Kepala

Dusun yang memuat hasil rapat, serta nama-nama calon yang dipilih

sesuai dengan kuota yang telah ditentukan. Berita Acara Rapat

sebagaimana dimaksud kemudian disampaikan kepada Kepala Desa

dilampiri Daftar Hadir dan Notulen Rapat dengan dilengkapi berkas

persyaratan paling lambat 2 (dua) hari setelah rapat Dusun. Sesudah 3

(tiga) hari setelah diterimanya seluruh Berita Acara, hasil rapat dari

masing-masing Dusun, Kepala Desa mengadakan Rapat Desa dengan

materi pokok penetapan anggota BPD. Dari hasil Rapat Desa kemudian

dituangkan dalam Berita Acara Rapat yang dilampiri Notulen Rapat dan

Daftar Hadir disampaikan kepada Kepala Daerah melalui Camat.

Pengesahan anggota BPD menurut Pasal 11 yaitu paling lama 30

(tigapuluh) hari setelah diterimanya Berita Acara, Kepala Daerah

mengesahkan anggota BPD dengan keputusan penetapan keanggotaan

(47)

Pelantikan dan Pengucapan Sumpah / Janji menurut PERDA

Kabupaten Kediri Pasal 12 paling lama yaitu 30 (tiga puluh) hari setelah

ditetapkan Keputusan Kepala Daerah, maka, Anggota BPD yang

bersangkutan dilantik oleh Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk.

Pelantikan dan pengucapan sumpah/janji anggota BPD hasil proses

penetapan anggota BPD dilaksanakan tepat pada akhir masa jabatan

anggota BPD. Jika pelaksanaan pelantikan jatuh pada hari libur, maka

pelantikan dilaksanakan pada hari kerja berikutnya atau sehari sebelum

hari libur. Dalam hal pelantikan anggota BPD tidak dapat dilaksanakan

tepat waktu karena alasan-alasan yang dapat dipertanggungjawabkan,

dapat ditunda paling lama 30 (tigapuluh) hari sejak tanggal berakhirnya

masa jabatan anggota BPD. Pelantikan dan pengambilan sumpah/janji

anggota BPD dilaksanakan dengan susunan acara sebagai berikut :

a. pembacaan Keputusan Kepala Daerah ;

b. pengambilan Sumpah/Janji oleh Kepala Daerah atau Pejabat yang

ditunjuk ;

c. penandatanganan Berita Acara Pengambilan Sumpah/Janji ;

d. kata-kata Pelantikan ;

e. penandatanganan Berita Acara Serah Terima BPD lama kepada BPD

baru

f. sambutan Kepala Daerah ;

(48)

Dalam pelantikan anggota BPD sebagaimana dimaksud, anggota

BPD mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama dihadapan

masyarakat dan dipandu oleh Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk.

Susunan kata-kata sumpah/janji anggota BPD adalah sebagai berikut :

" Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan

memenuhi kewajiban saya selaku anggota BPD dengan sebaik-baiknya,

sejujur-jujurnya dan seadil-adilnya ; bahwa saya akan selalu taat dalam

mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara ; dan

bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-undang

Dasar 1945 sebagai konstitusi negara serta segala peraturan

perundang-undangan yang berlaku bagi Desa, Daerah dan Negara Kesatuan Republik

Indonesia".

Pelantikan anggota BPD, diselenggarakan di Pusat Pemerintah Desa

dalam suatu upacara yang dihadiri Anggota BPD lama, Aparatur

Pemerintah Desa, Ketua RT, Ketua RW, tokoh masyarakat, unsur

Pemerintah Daerah dan lain-lain sesuai kebutuhan. Kepala Daerah dengan

pertimbangan tertentu, dapat menyelenggarakan pengambilan

sumpah/janji dan pelantikan anggota BPD di Pusat Pemerintah Kabupaten

atau Kantor Koordinator Kecamatan atau Kecamatan.

Biaya Penetapan Anggota BPD pada pasal 16 dibebankan pada

APBDes. Biaya penetapan anggota BPD tersebut dipergunakan untuk ,

(49)

2.2.3.3 Kedudukan, Fungsi, Wewenang, Hak dan Kewajiban ser ta Larangan

BPD

Kedudukan BPD menurut Pasal 17 yaitu, BPD berkedudukan

sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Sedangkan fungsi BPD

menurut Pasal 18 yaitu, BPD berfungsi menetapkan Peraturan Desa

bersama Kepala Desa dan menampung serta menyalurkan aspirasi

masyarakat. BPD mempunyai wewenang sebagai berikut :

a. membahas rancangan peraturan Desa bersama Kepala Desa.

b. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa dan

Peraturan Kepala Desa.

c. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

d. membentuk panitia pemilihan Kepala Desa.

e. menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan

aspirasi masyarakat dan

f. menyusun tata tertib BPD.

Menurut Undang-Undang No.6 Tahun 2014, Badan

Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi:

a. membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala

Desa.

b. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa.

(50)

Hak dan Kewajiban BPD menurut PERDA Kabupaten Kediri Pasal

20 dan 21 antara lain:

1. Hak BPD dan Anggota BPD

a. BPD mempunyai hak meminta keterangan kepada Pemerintah Desa

dan menyatakan pendapat.

b. Anggota BPD mempunyai hak mengajukan rancangan peraturan

desa, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat,

memilih dan dipilih, dan memperoleh tunjangan sesuai dengan

kemampuan keuangan Desa.

2. Anggota BPD mempunyai kewajiban :

a. mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mentaati segala

peraturan perundang-undangan.

b. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan

Pemerintahan Desa.

c. mempertahankan dan memelihara hukum nasional serta keutuhan

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

d. menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi

masyarakat.

e. memproses pemilihan Kepala Desa.

f. mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi,

(51)

g. menghormati nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat

setempat, dan

h. menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga

kemasyarakatan.

Selain kewajiban sebagaimana dimaksud diatas, sebelum berakhir masa

jabatan BPD mempunyai kewajiban untuk membuat laporan

pertanggungjawaban secara tertulis kepada Kepala Daerah melalui Camat.

Laporan tersebut juga di sampaikan kepada masyarakat melalui forum

rapat desa.

Larangan BPD menurut Pasal 22 PERDA Kabupaten Kediri Nomor

9 Tahun 2006 antara lain :

1. Pimpinan dan Anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan

sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa.

2. Pimpinan dan Anggota BPD dilarang :

a. sebagai pelaksana proyek Desa

b. merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok

masyarakat dan mendiskriminasikan warga atau golongan

masyarakat lain.

c. melakukan korupsi, kolusi, nepotisme dan menerima uang, barang

dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan

atau tindakan yang akan dilakukannya.

d. menyalahgunakan wewenang, dan

(52)

2.2.3.4 Masa J abatan dan Kepengur usan BPD

Menurut Pasal 23 PERDA Kabupaten Kediri Nomor 9 Tahun 2006

masa jabatan anggota BPD adalah 6 (enam) tahun sejak tanggal pelantikan

dan dapat diangkat / diusulkan kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan

berikutnya.

Kepengurusan BPD menurut Pasal 24, adalah sebagai berikut :

a. Pimpinan BPD terdiri dari 1 (satu) orang Ketua, 1 (satu) orang Wakil

Ketua, dan 1 (satu) orang Sekretaris.

b. Pimpinan BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD secara langsung

dalam rapat BPD yang diadakan secara khusus.

c. Rapat Pemilihan Pimpinan BPD untuk pertama kalinya dipimpin oleh

anggota tertua dan dibantu oleh anggota termuda.

d. Dalam hal anggota tertua dan anggota termuda berhalangan maka

kedudukan digantikan oleh anggota tertua dan anggota termuda yang

hadir pada saat itu.

e. Pemilihan Pimpinan diatur dalam Peraturan tata tertib BPD.

Tugas pimpinan BPD antara lain :

a. menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja Ketua dan

Wakil Ketua serta mengumumkan pada Rapat Paripurna.

b. memimpin Rapat Panitia Musyawarah dalam menetapkan acara rapat

(53)

c. memimpin rapat dengan menjaga agar Peraturan Tata Tertib

dilaksanakan dengan seksama, memberi ijin berbicara dan menjaga

pembicara dapat menyampaikan pandangan tanpa terganggu.

d. menyampaikan hasil pembahasan dalam rapat yang dipimpinnya.

e. melaksanakan keputusan-keputusan rapat.

f. menyampaikan keputusan rapat kepada pihak-pihak yang

berkepentingan.

2.2.4 Pengawasan

2.2.4.1Pengertian Pengawasan

Dalam kamus bahasa Indonesia istilah “Pengawasan berasal dari

kata awas yang artinya memperhatikan baik-baik, dalam arti melihat

sesuatu dengan cermat dan seksama, tidak ada lagi kegiatan kecuali

memberi laporan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya dari apa yang di

awasi”.

Menurut Manullang (2004:173) mengatakan pengawasan dapat

diartikan sebagai suatu proses untuk menerapkan pekerjaan apa yang

sudah dilaksanakan, menilainya dan bila perlu mengoreksi dengan maksud

supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana.

Menurut Siagian (1994:135) menyatakan pengawasan sebagai

proses pengamatan dari pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi. Untuk

menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai

(54)

Menurut Mokler dalam Handoko (1992:356) pengawasan adalah

suatu usaha sistematik untuk menetapkan standart pelaksanaan dengan

tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik,

membandingkan kegiatan nyata dengan yang telah ditetapkan

sebelumnnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan,

serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa

semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara efektif dsan

efesien dalam mencapai tujuan perusahaan.

Dilain pihak menurut Sarwoto yang dikutip oleh Sujamto

memberikan batasan : ”Pengawasan adalah kegiatan manager yang

mengusahakan agar pekerjaan- pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana

yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki”.

Berbagai fungsi manajemen dilaksanakan oleh para pimpinan

dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Fungsi-fungsi yang ada didalam

manajemen diantaranya adalah fungsi perencanaan (Planning), fungsi

pengorganisasian(Organizing), fungsi pelaksanaan (Actuating) dan fungsi

pengawasan (Controlling) menurut Griffin (2004: 44). Keempat fungsi

manajemen tersebut harus dilaksanakan oleh seorang manajer secara

berkesinambungan, sehingga dapat merealisasikan tujuan organisasi.

Pengawasan merupakan bagian dari fungsi manajemen yang berupaya agar

rencana yang sudah ditetapkan dapat tercapai dengan efektif dan efisien.

Menurut Schermerhorn dalam Ernie dan Saefullah (2005: 317),

(55)

ukuran kinerja dalam pengambilan tindakan yang dapat mendukung

pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan ukuran yang telah

ditetapkan tersebut. Sedangkan menurut Mathis dan Jackson (2006: 303),

menyatakan bahwa pengawasan merupakan sebagai proses pemantauan

kinerja karyawan berdasarkan standar untuk mengukur kinerja,

memastikan kualitas atas penilaian kinerja dan pengambilan informasi

yang dapat dijadikan umpan balik pencapaian hasil yang dikomunikasikan

ke para karyawan.

Menurut Harahap (2001: 14), Pengawasan adalah keseluruhan

sistem, teknik, cara yang mungkin dapat digunakan oleh seorang atasan

untuk menjamin agar segala aktivitas yang dilakukan oleh dan dalam

organisasi benar-benar menerapkan prinsip efisiensi dan mengarah pada

upaya mencapai keseluruhan tujuan organisasi. Sedangkan menurut

Maringan (2004: 61), pengawasan adalah proses dimana pimpinan ingin

mengetahui hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan bawahan sesuai

dengan rencana, perintah, tujuan, kebijakan yang telah ditentukan. Selain

itu menurut Dessler (2009: 2), menyatakan bahwa pengawasan

(Controlling) merupakan penyusunan standar seperti kuota penjualan,

standar kualitas, atau level produksi; pemeriksaan untuk mengkaji prestasi

kerja aktual dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan;

mengadakan tindakan korektif yang diperlukan.

Dari beberapa definisi tersebut diatas, maka dapat ditarik

(56)

suatu pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi

bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan

rencana semula.

2.2.4.2Tujuan pengawasan

Menurut Wursanto dalam Hendro (1993:158), pengawasan pada

umumnya bertujuan untuk :

1. Menemukan dan menghilangkan sebab-sebab yang menimbulkan

kemacetan.

2. Mengadakan pencegahan dan perbaikan terhadap kesalahan-kesalahan

yang timbul.

3. Mencegah penyimpangan-penyimpangan

4. Mendidik pegawai agar mempertebal rasa tanggung jawab.

5. Memperbaiki efesiensi dan efektifitas.

Tujuan utama dari pengawasan ialah mengusahakan agar apa yang

direncanakan menjadi kenyataan. Untuk dapat benar-benar merealisasi

tujuan utama tersebut, maka pengawasan pada taraf pertama bertujuan agar

pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan instruksi yang telah dikeluarkan, dan

untuk mengetahui kelemahan-kelemahan serta kesulitan-kesulitan yang

dihadapi dalam pelaksanaan rencana berdasarkan penemuan-penemuan

tersebut dapat diambil tindakan untuk memperbaikinya, baik pada waktu

Gambar

Gambar 1 Karangka Berfikir Penelitian
Gambar 3 Kantor Desa Sukoharjo
Tabel 1 Daftar Kepala Desa Sukoharjo
Tabel 2 Rincian Jumlah Penduduk Desa Sukoharjo
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 8 tahun 2007 Tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD), disebutkan bahwa salah satu fungsi dari BPD adalah

bahwa sesuai dengan ketentuan dalam pasal 37 Peraturan Daerah Kabupaten Tegal Nomor 07 Tahun 2006 tentang Badan Permusyawaratan Desa, peraturan mengenai teknis pelaksanaan

Hasil penelitian ini adalah kewenangan Badan Permusyawaratan Desa dalam melaksanakan fungsi pengawasan sesuai dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 yaitu BPD memiliki hak

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam menetapkan Peraturan Desa yaitu menampung usulan-usulan baik yang berasal dari BPD maupun Kepala Desa dimana usulan tersebut dapat

Mekanisme seperti ini dilakukan agar sendi tanggungjawab pelaksanaan pemerintahan yang dilakukan Kepala Desa kepada rakyat melalui Badan Permusyawaratan Desa dapat

Berdasarkan pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Bahwa Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berfungsi membahas dan

Kepala Desa dan Ketua Badan Permusyawaratan Desa. belum ada penetapan rancangan peraturan desa yang dilakukan oleh Badan Permusyawaratan Desa di Desa Lubuk Betung

Badan Permusyawaratan Desa berdasarkan Pasal 32 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 110 Tahun 2016 tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD)