• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran kebutuhan psikologis remaja penyandang tuna rungu diungkap dengan Themetic Apperception Test (T.A.T).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran kebutuhan psikologis remaja penyandang tuna rungu diungkap dengan Themetic Apperception Test (T.A.T)."

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN KEBUTUHAN PSIKOLOGIS REMAJA PENYANDANG TUNA RUNGU DIUNGKAP DENGAN THEMATIC APPERCEPTION TEST (T.A.T)

Samira Pelangi Widjanarko ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan psikologis remaja akhir penyandang tuna rungu. Pertanyaan utama penelitian ini adalah bagaimana gambaran kebutuhan psikologis remaja akhir penyandang tuna rungu, dan sub pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana dinamika kebutuhan (need) dan tekanan (press) remaja penyandang tuna rungu. Subjek berjumlah 3 orang yang berusia antara 16-18 tahun dengan kriteria tinggal bersama kedua orang tuanya. Pengumpulan data dilakukan dengan pemberian stimulus projektif berupa tes T.A.T. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa remaja akhir penyandang tuna rungu memiliki kebutuhan akan penerimaan, kebutuhan menyerang orang lain serta kebutuhan bebas untuk dirinya sendiri. Tekanan yang dimiliki oleh remaja penyandang tuna rungu adalah perlakuan tidak baik, ketidakmampuan serta kesendirian. Berdasarkan pada dinamika yang dimiliki oleh remaja penyandang tuna rungu, terlihat bahwa penyandang tuna rungu cenderung memiliki anxious-ressistant attachment.

(2)

PSYCHOLOGICAL NEEDS OF DEAF ADOLESCENT ACKNOWLEDGED BY A THEMATIC APPERCEPTION TEST (TAT)

Samira Pelangi Widjanarko ABSTRACT

This research is aimed to get to know the psychological needs of young adolescent. The central question in this research is to describe the psychological needs of deaf adolescent while the subquestion is how are the dynamics of need press of deaf adolescent. Subjects in this research was 3 persons aged between 16 and 18 years old under the criteria still living with their parents. The data collection was carried out by giving a projective stimulus based on the TAT test. The result of the test shows that deaf adolescent have the need of acceptance, the need attacking other people and the need to free themselves. Deaf adolescent experience the pressure of bad treatment, inability and loneliness. Based on the dynamics of young deaf adolescents it can be said that they tend to have an anxious-resistant attachment.

(3)

GAMBARAN KEBUTUHAN PSIKOLOGIS REMAJA

PENYANDANG TUNA RUNGU DIUNGKAP DENGAN

THEMATIC APPERCEPTION TEST (T.A.T)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Samira Pelangi Widjanarko NIM: 099114001

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

Indah pada saatNya..

(7)
(8)

vi

GAMBARAN KEBUTUHAN PSIKOLOGIS REMAJA PENYANDANG TUNA RUNGU DIUNGKAP DENGAN THEMATIC APPERCEPTION TEST (T.A.T)

Samira Pelangi Widjanarko ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan psikologis remaja akhir penyandang tuna rungu. Pertanyaan utama penelitian ini adalah bagaimana gambaran kebutuhan psikologis remaja akhir penyandang tuna rungu, dan sub pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana dinamika kebutuhan (need) dan tekanan (press) remaja penyandang tuna rungu. Subjek berjumlah 3 orang yang berusia antara 16-18 tahun dengan kriteria tinggal bersama kedua orang tuanya. Pengumpulan data dilakukan dengan pemberian stimulus projektif berupa tes T.A.T. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa remaja akhir penyandang tuna rungu memiliki kebutuhan akan penerimaan, kebutuhan menyerang orang lain serta kebutuhan bebas untuk dirinya sendiri. Tekanan yang dimiliki oleh remaja penyandang tuna rungu adalah perlakuan tidak baik, ketidakmampuan serta kesendirian. Berdasarkan pada dinamika yang dimiliki oleh remaja penyandang tuna rungu, terlihat bahwa penyandang tuna rungu cenderung memiliki anxious-ressistant attachment.

(9)

vii

PSYCHOLOGICAL NEEDS OF DEAF ADOLESCENT ACKNOWLEDGED BY A THEMATIC APPERCEPTION TEST (TAT)

Samira Pelangi Widjanarko ABSTRACT

This research is aimed to get to know the psychological needs of young adolescent. The central question in this research is to describe the psychological needs of deaf adolescent while the subquestion is how are the dynamics of need press of deaf adolescent. Subjects in this research was 3 persons aged between 16 and 18 years old under the criteria still living with their parents. The data collection was carried out by giving a projective stimulus based on the TAT test. The result of the test shows that deaf adolescent have the need of acceptance, the need attacking other people and the need to free themselves. Deaf adolescent experience the pressure of bad treatment, inability and loneliness. Based on the dynamics of young deaf adolescents it can be said that they tend to have an anxious-resistant attachment.

(10)
(11)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas bimbingan dan rahmat-Nya dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar dari Fakultas Psikologis Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis,

1. Ibu Dr. Tjipto Susana selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas bimbingan dari awal masa perkuliahan hingga penulisan skripsi yang akhirnya dapat terselesaikan. Terima kasih atas kesempatan, diskusi dan nasehat yang telah diberikan. 2. Bapak V. Didik Suryo Hartoko atas bimbingannya melakukan analisis

tematik dan pembahasan. Terima kasih atas diskusi dan ilmu yang diberikan.

3. Para dosen penguji, Ibu Agnes Indar Etikawati, M.Si, Psi dan Bapak C. Wijoyo Adinugroho, M.Psi, yang telah meluluskan saya.

4. Ibu Kumoro Wati S.Pd selaku kepala sekolah SLB B Karnnamanohara atas kesempatan dan diskusinya selama pengambilan data sera ibu Milah yang selalu membantu dan mendampingi selama pengambilan data.

(12)

x

6. Yang berharga dalam hidup saya, Papa, Mama dan Mirko untuk semua dukungan doa, cinta dan kasihnya yang luar biasa.

7. Separuh jiwa saya, Paulus Narendra Utama atas cinta dan dukungannya yang luar biasa. Terima kasih atas kesabarannya yang tiada henti dalam menemani pembuatan skripsi yang lama ini.

8. UNISON Training & Outdoor Activity atas ilmu psikologi terapan dan kesempatan untuk mengaplikasikan ilmu saya. Terima kasih sudah membimbing saya.

9. Ellisa Briyandhani Yuniarti atas waktu dan tenaganya untuk selalu membantu. Terima kasih selalu memberi masukan dan selalu membuat aku tertawa.

10.Teman seperjuangan Made Ayu, Odilia Elisetiawati, Francisca Okvi Widyaningrum dan Fransisca Dina terima kasih atas diskusi dan dukungannya. Terima kasih atas canda tawa yang selalu ada.

11.Semua pihak yang membantu saya untuk menyelesaikan studi ini, skripsi ini dan kehidupan ini. Terima kasih.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa tak ada gading yang tak retak, oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan sangat membantu untuk kepatutan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat membantu siapa pun yang membacanya.

(13)

xi DAFTAR ISI

Hal.

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PENYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

1. Manfaat Teoritis ... 7

2. Manfaat Praktis ... 8

(14)

xii

A. Kebutuhan Psikologis ... 9

1. Pemahaman tentang Kebutuhan Psikologis ... 9

2. Review Literatur tentang Kebutuhan Psikologis ... 11

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Psikologis ... 14

4. Tipe-tipe Kebutuhan ... 18

5. Dampak Kebutuhan Psikologis ... 24

B. Remaja Tuna Rungu ... 24

1. Pengertian Remaja Tuna Rungu ... 24

2. Review Literatur tentang Reamaja Tuna Rungu dan Permasalahan Psikologis pada Penyandang Tuna Rungu ... 26

3. Tuna Rungu dalam Tinjauan yang Mendetail ... 28

4. Karakteristik Tuna Rungu ... 30

C. Thematic Apperception Test (T.A.T) ... 33

1. Pengertian Thematic Apperception Test (T.A.T) ... 33

2. Review Literatur tentang Thematic Apperception Test (T.A.T) 34 3. Kartu-kartu TAT ... 35

4. Analisis Level Tematik ... 39

D. Kerangka Penelitian ... 41

E. Pertanyaan Penelitian ... 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 44

A. Metode Penelitian ... 44

B. Fokus Penelitian ... 44

(15)

xiii

D. Metode Pengumpulan Data ... 46

E. Analisis Data ... 52

F. Validitas Penelitian ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 54

A. Pelaksanaan Penelitian ... 54

B. Hasil Penelitian ... 54

C. Dinamika Kebutuhan Psikologis (Need) dan Tekanan (Press) Subjek 1, 2, dan 3 ... 80

D. Pembahasan Penelitian ... 90

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

A. Kesimpulan ... 93

B. Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 96

(16)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Daftar Kebutuhan Menurut Murray ... 19

Tabel 2. Contoh Analisi Level Tematik Pada Kartu 13MF ... 41

Tabel 3. Panduan Pertanyaan Wawancara Untuk Subjek ... 50

Tabel 4. Panduan Pertanyaan Wawancara Untuk Significan Others Subjek ... 51

Tabel 5. Kebutuhan Psikologis (Need) dan Tekanan (Press) Subjek 1 ... 57

Tabel 6. Kebutuhan Psikologis (Need) dan Tekanan (Press) Subjek 2 ... 67

(17)

xv

DAFTAR GAMBAR

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuna rungu (Deaf) adalah keadaan dimana seseorang mengalami kerusakan pada indera pendengaran (Suharmini, 2007) yang mengakibatkan (1) penyandang tidak dapat menyampaikan pikiran perasaan dan kehendak kepada orang lain; (2) penyandang tidak dapat memahami lingkungan pergaulan karena sulit untuk mengungkapkan keinginan hati dan mengerti maksud orang lain; (3) pengetahuan mereka terbatas sehingga sulit untuk memahami berbagai hal; (4) pikiran mereka kurang berkembang karena perkembangan bahasa mereka yang terganggu (Sadjaah, 2005). Selain itu, kesulitan dalam memahami bahasa mengakibatkan penyandang tuna rungu cenderung mengartikan sesuatu secara negatif atau salah yang sering menjadi tekanan bagi emosinya. Tekanan pada emosinya ini dapat menghambat perkembangan pribadinya seperti menutup diri, agresif maupun ragu-ragu (Somantri, 2006).

Hal serupa juga diungkapkan oleh Hurlock (dalam Sadjaah, 2005) jika tingkat perkembangan bahasa – bicara berada di bawah rata-rata kualitas usia “anak mendengar” (hearing children), maka anak akan terus mengalami

(19)

seperti ini dapat mengakibatkan reaksi sosial, dimana secara psikologis dapat mengganggu kepribadian anak.

Sementara itu, Erikson (dalam Alwisol, 2009) mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa krisis. Hal ini dikarenakan pada masa ini remaja berusaha untuk menemukan indentitas dirinya. Kekacauan indentitas mungkin terjadi seperti terbaginya gambaran diri, ketidakmampuan membina persahabatan yang akrab, dan lain sebagainya. Kekacauan identitas yang berlebih dapat mengakibatkan penyesuaian diri yang patologis dalam bentuk regresi ke perkembangan sebelumnya.

Penelitian terkait dengan permasalahan perkembangan psikososial anak penyandang tuna rungu pernah dilakukan Dammeyer (2009). Penelitian ini menemukan bahwa perkembangan psikososial anak yang mengalami kehilangan pendengaran 3,7 kali lebih sulit dibandingkan dengan anak yang memiliki kemampuan pendengaran yang baik. Sementara itu, penelitian mengenai permasalahan kesehatan mental pernah dilakukan oleh Eldik, Treffers, Veerman, dan Verhulst (2004). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 41% anak penyandang tuna rungu mengalami permasalahan emosi atau perilaku atau 2,6 kali dibandingkan dengan hearing children. Selain itu, kecemasan, depresi dan permasalahan sosial cenderung muncul pada mereka yang berusia antara 12 – 18 dibandingkan dengan mereka yang berusia antara 4 – 11 tahun.

(20)

munculnya permasalahan-permasalahan psikologis ini. Kebutuhan psikologis yang tidak terpenuhi dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan psikologis, seperti tertekan (Murray dalam Hall & Lindzey, 1993). Selain itu, Maslow (dalam Alwisol, 2009) juga mengungkapkan akibat dari kegagalan pemenuhan kebutuhan psikologis. Kegagalan memenuhi kebutuhan cinta menjadi sumber hampir semua bentuk psikopatologi, dan kegagalan memenuhi kebutuhan keamanan dapat mengakibatkan obsesif-kompulsif.

Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran kebutuhan psikologis remaja penyandang tuna rungu. Alasan peneliti melihat kebutuhan psikologis sebagi aspek yang penting untuk diteliti karena pada dasarnya setiap kebutuhan akan menuntut untuk dipenuhi. Menurut Murray, pada dasarnya setiap tingkah laku seseorang terdorong untuk melakukan pemenuhan kebutuhan yang muncul. Pemenuhan kebutuhan ini akan membuat seseorang mendatangkan kondisi yang menenangkan maupun memuaskan. Begitu pula sebaliknya, kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi akan menimbulkan perasaan yang mengecewakan hingga kondisi menekan (Hall & Lindzey, 1993). Maka, kebutuhan-kebutuhan psikologis yang tidak dapat terpenuhi akan menimbulkan permasalahan-permasalahan psikologis, seperti cemas, depresi.

Terdapat beberapa penelitian terdahulu terkait dengan kebutuhan psikologis. Penelitian mengenai kebutuhan psikologis pada remaja penyandang

(21)

menonjol pada remaja cerebral palsy yaitu: need of affiliation, need of understanding dan need of sentience.

Dari penelitian yang sudah dilakukan oleh Widyaningrum (2010), diketahui gambaran kebutuhan psikologis subjek. Pada dasarnya, hasil dari penelitian kebutuhan psikologis pada subjek remaja penyandang cerebral palsy

tidak dapat disamakan terhadap remaja penyandang tuna rungu. Hal ini terjadi karena perbedaan kondisi yang dialami oleh remaja penyandang cerebral palsy

dibandingkan dengan penyandang tuna rungu.

Penelitian tentang profil kebutuhan remaja penyandang tuna rungu telah dilakukan oleh Sumampouw dan Setiasih (2003) di Surabaya. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan wawancara terhadap guru dan 4 orang tua subjek serta alat tes psikologi Edwards Personal Preferences Scale

(EPPS) dan Standard Progressive Matrices (SPM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja penyandang tuna rungu memiliki kebutuhan yang menonjol pada

need of autonomy, need of succorance, dan need of exhibition. Selain itu, mereka juga memiliki need of achievement yang tergolong dalam kategori rendah.

(22)

Oleh karena itu, peneliti akan menggunakan metode projektif (T.A.T) dalam mendapatkan data sehingga data yang diperoleh dapat mencakup lebih dari 15 kebutuhan dan lebih mendalam serta menghindari faking good. Selain itu, penggunaan metode projektif (T.A.T) dapat digunakan untuk melihat tema-tema yang sering muncul pada subjek serta mengungkap informasi berkaitan dengan kebutuhan, tekanan, emosi, perasaan sentimen, kerumitan dan konflik yang dialami subjek (Aiken & Groth-Marnat, 2009; Anastasi & Urbina, 1998). Ditambah lagi, Sumampouw dan Setiasih (2003) menggunakan kuesioner untuk mendapatkan data demografis serta latar belakang subjek. Hal ini dinilai peneliti kurang dapat menggali informasi secara mendalam. Oleh karena itu, peneliti akan melakukan wawancara tertulis semi terstruktur terhadap subjek serta wawancara langsung terhadap significan others untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam mengenai diri subjek.

A. Reber dan Reber (2010) mengatakan bahwa cara paling efektif untuk melihat kebutuhan psikologis seseorang adalah dengan menggunakan alat tes projektif Thematic Apperception Test (T.A.T). Selain itu, untuk kebutuhan klinis dan asesmen, T.A.T sering digunakan oleh klinisi karena dapat mengungkap hal-hal yang tidak disadari, terutama berkaitan dengan need dan press. T.A.T merupakan salah satu tes projektif dengan metode analisis isi, dimana subjek diminta untuk menceritakan kejadian dalam kartu yang dirancang secara ambigu (Bellak & Abrams, 1997).

(23)

tersebut mengalami banyak gangguan penyimpangan seksual. Ia juga menunjukkan gejala schizophrenia yang meliputi halusinasi, ketertarikan pada ilmu hitam dan paranoid grandiosity (Pam & Rivera, 1995). Selain itu, T.A.T dapat memantulkan permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi oleh remaja dalam cerita-ceritanya. Seorang remaja putri berusia 16,5 tahun diberikan dua kali tes T.A.T dalam selisih jangka waktu 8 bulan. Dalam jangka waktu 8 bulan, remaja putri tersebut mengalami beberapa perubahan yang terlihat dalam perbandingan cerita-cerita T.A.T-nya. Meskipun cerita-cerita T.A.T-nya sangat mirip, namun ceritanya mengalami perubahan tone menjadi lebih bahagia, lebih damai, dan memiliki usaha untuk menjadi independen yang memungkinkannya untuk menjadi sukses, serta memiliki hubungan heteroseksual (Bellak, Levinger, Lipsky, 1948).

(24)

dapat diketahui tema-tema yang sering muncul pada subjek serta mengungkap informasi berkaitan dengan kebutuhan, tekanan, emosi, perasaan sentimen, kerumitan dan konflik yang dialami subjek. Hal ini dikarenakan dalam penelitian sebelumnya, Sumampouw dan Setiasih (2003) menggunakan alat tes psikologis EPPS sebagai alat ukur kebutuhan psikologis, dimana EPPS hanya mencakup 15 kebutuhan saja dan memungkinkan subjek untuk melakukan faking good.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada apa yang telah dipaparkan diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana gambaran kebutuhan psikologis yang dimiliki oleh remaja penyandang tuna rungu?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kebutuhan psikologis remaja penyandang tuna rungu .

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

(25)

2. Manfaat Praktis

a. Gambaran mengenai kebutuhan psikologis yang dimiliki oleh remaja penyandang tuna rungu diharapkan dapat membantu para penyandang tuna rungu lebih memahami dirinya.

(26)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebutuhan Psikologis

1. Pemahaman tentang Kebutuhan Psikologis

Menurut Murray (dalam Alwisol, 2009), pemahaman diri harus dilakukan secara personal. Masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang semuanya memiliki pengaruh yang sama dalam menentukan perilaku. Setiap perilaku individu, perlu dipahami dengan fungsi lainnya. Oleh karena itu, setiap individu memiliki perilakunya sendiri sesuai dengan kebutuhan-kebutuhannya sendiri.

(27)

Kebutuhan menurut Murray (dalam Hall & Lindzey, 1993; Alwisol, 2009) merupakan suatu konstruk pada bagian otak yang memiliki suatu kekuatan dan mengatur beberapa hal seperti persepsi, apersepsi, konasi dan mengubah situasi yang ada dan yang tidak memuaskan. Kebutuhan dapat langsung dibangkitkan melalui proses internal tertentu, tetapi lebih sering dibangkitkan oleh pengaruh lingkungan. Kebutuhan menunjukkan dirinya dengan mengarahkan individu untuk mendapatkan atau menghindari, mengarahkan perhatian dan merespon tekanan-tekanan tertentu. Setiap kebutuhan biasanya dibarengi oleh perasaan atau emosi tertentu yang khas dan memiliki cara tertentu untuk mengekspresikannya. Kebutuhan dapat bersifat lama atau sementara. Biasanya, kebutuhan bertahan lama dan memunculkan serangkaian perilaku yang mengubah situasi awal menjadi situasi yang menenangkan atau memuaskan individu tersebut.

Adanya kebutuhan dapat disimpulkan dari: (1) hasil akhir dari tingkah laku, (2) pola-pola khusus dari tingkah laku, (3) perhatian dan respon yang terjadi terhadap kelompok stimuli tertentu, (4) ekspresi terhadap suasana emosi tertentu, (5) ekspresi kepuasan atau ketidakpuasan pada hasil akhir,(6) ungkapan atau laporan subjektif mengenai perasaan, maksud dan tujuan (Hall & Lindzey, 1993; Alwisol, 2009).

(28)

Kebutuhan dapat muncul dari proses internal maupun eksternal. Pada dasarnya, dalam diri individu terdapat banyak kebutuhan psikologis dan kebutuhan-kebutuhan psikologis tersebut saling berinteraksi dan saling mempengaruhi sesuai dengan kekuatan dari masing-masing kebutuhan tersebut. Secara umum, kebutuhan merupakan faktor penentu dari munculnya suatu tingkah laku tertentu. Kebutuhan yang dapat dipuaskan akan membawa individu pada situasi yang menenangkan, sebaliknya bila kebutuhan tidak dapat dipuaskan, individu akan merasa tertekan.

2. Review Literatur tentang Kebutuhan Psikologis

Terdapat beberapa penelitian terdahulu terkait dengan kebutuhan psikologis. Penelitian mengenai kebutuhan psikologis pada remaja penyandang cerebral palsy penah dilakukan oleh Widyaningrum (2010). Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap kebutuhan-kebutuhan psikologis pada remaja penyandang cerebral palsy serta melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan psikologis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara, observasi dan tes projektif:

Thematic Apperception Test (T.A.T). Peneliti melibatkan 4 subjek yang berusia antara 15-18 tahun. Dari hasil penelitian diperoleh beberapa kebutuhan yang menonjol yaitu: need of affiliation, need of understanding dan

(29)

penerimaan dan perlakuan dari lingkungan sekitar baik orang tua, guru maupun teman.

Dari penelitian yang sudah dilakukan oleh Widyaningrum (2010), diketahui gambaran kebutuhan psikologis subjek. Pada dasarnya, hasil dari penelitian kebutuhan psikologis pada subjek remja penyandang cerebral palsy

tidak dapat digeneralisasikan terhadap penderita tuna rungu. Hal ini dikarenakan perbedaan kondisi yang dialami oleh remaja penyandang

cerebral palsy dibandingkan dengan remaja penyandang tuna rungu.

Penelitian tentang profil kebutuhan remaja tuna rungu telah dilakukan oleh Sumampouw dan Setiasih (2003) di Surabaya. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat profil kebutuhan remaja tuna rungu. Pengumpulan data dilakukan terhadap 13 remaja tuna rungu dengan menggunakan kuesioner dan wawancara terhadap guru dan 4 orang tua subjek. Selain itu, peneliti juga menggunakan tes psikologi Edwards Personal Preferences Scale (EPPS) dan Standard Progressive Matrices (SPM).

Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa remaja tuna rungu memiliki kebutuhan yang menonjol pada need of autonomy, need of succorance, dan

(30)

tergantung pada keluarga. Selain itu, dijelaskan juga bahwa kondisi tersebut menyebabkan remaja tuna rungu merasa terkekang, ingin merasakan kebebasan dan mencapai keinginan-keinginan mereka sendiri.

Penelitian yang dilakukan oleh Sumampouw dan Setiasih (2003) memiliki beberapa kelemahan dari metode pengumpulan data yang digunakan. Penggunaan EPPS sebagai alat ukur kebutuhan psikologis hanya mencakup sebatas 15 kebutuhan saja (Kaplan & Saccuzzo, 2012). Selain itu, EPPS merupakan tes kepribadian yang bersifat objektif, sehingga memungkinkan subjek untuk melakukan faking good terhadap respon yang diberikan agar sesuai dengan norma yang ada di dalam masyarakat (Aiken & Groth-Marnat, 2009). Oleh karena itu, peneliti akan menggunakan metode projektif (T.A.T) dalam mendapatkan data sehingga data yang diperoleh dapat mencakup lebih dari 15 kebutuhan dan lebih mendalam serta menghindari

(31)

3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Munculnya Kebutuhan Psikologis Berdasarkan pemahaman Murray (dalam Hall & Lindzey, 1993; Alwisol, 2009) mengenai kebutuhan psikologis, Murray membuat dinamika psikologis dimana kebutuhan psikologis dipengaruhi oleh:

a. Tekanan (Press)

Tekanan merupakan faktor penentu dari perilaku yang efektif dan penting dalam lingkungan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa tekanan merupakan suatu sifat atau atribut dari lingkungan atau seseorang yang memudahkan atau menghalangi seseorang dalam usahanya memenuhi kebutuhannya. Murray mengatakan, “Tekanan suatu objek

ialah apa yang dapat dilakukan oleh objek itu terhadap subjek atau untuk subjek – daya yang dimiliki oleh objek untuk mempengaruhi kesejahteraan subjek dengan cara tertentu”.

Murray membagi tekanan menjadi dua, yaitu: beta press

(32)

mendukung masalahnya disebut dengan tekanan beta. Pada kenyataannya, istri memang hanya mendengarkan secara sepintas, bukan karena dia tidak memperhatikan suaminya tetapi karena dia memikirkan pengumuman yang dilakukan presiden perusahaannya bahwa dirinya dan sejawat eksekutif lainnya akan terkena pemotongan gaji. Sebelumnya, pasangan ini pernah menjumlah pendapatan mereka berdua agar memungkinkan bagi suami untuk mendirikan perusahaan sendiri dan istri itu takut memberitakan berita buruk tersebut kepada suaminya. Perhatian istri yang terpecah merupakan tekanan alfa dalam situasi ini, dimana suami menangkapnya menjadi tekanan beta: tidak mendukung.

Daftar tekanan dengan peristiwa-peristiwa yang dialami selama masa kanak-kanak:

1) Tidak ada dukungan keluarga, pertentangan kultural, pertentangan dalam keluarga, disiplin yang berubah-ubah, orang tua yang berpisah, ketidakhadiran orang tua: ayah, ibu, kemiskinan, keluarga tidak tentram

2) Bahaya atu kemalangan, tidak ada dukungan fisik, ketinggian air, kesendirian, kegelapan, cuaca buruk, kilat, kebakaran, kecelakaan, bintang

3) Kekurangan atau kehilangan makanan, harta benda, persahabatan, variasi

(33)

6) Saingan, orang seusia yang menunjukkan sikap bersaing 7) Kelahiran saudara kandung

8) Agresi, perlakuan buruk oleh laki-laki lebih tua, wanita lebih tua, perlakuan buruk oleh orang-orang seusia atau orang-orang seusia yang sering bertengkar

9) Dominasi, paksaan dan larangan, disiplin, pendidikan Agama 10)Pengasuhan, pemanjaan

11)Pertolongan, tuntutan-tuntutan akan kelembutan 12)Rasa hormat, pujian, penghargaan

13)Afiliasi, persahabatan

14)Seks, kesempatan mengalami rayuan, homoseksual, heteroseksual, persetubuhan orang tua

15)Penipuan atau pengkhianatan

16)Perasaan rendah diri, fisik, social, intelektual b. Reduksi Tegangan (Tension Reduction)

Menurut Murray, apabila suatu kebutuhan muncul, individu akan berada dalam keadaan tegang dan pemuasan kebutuhan akan membawa individu ke dalam kondisi reduksi tegangan. Seiring dengan berjalannya waktu, individu belajar untuk memperhatikan objek-objek serta akan melakukan kembali tindakan yang mengakibat reduksi tegangan.

(34)

saja, tetapi individu juga belajar untuk memberikan respon yang mengembangkan tegangan sehingga pada saat mereduksi tegangan, individu akan mengalami kepuasan yang lebih besar.

c. Tema

Tema merupakan satuan perilaku molar dan saling mempengaruhi. Tema meliputi keadaan yang menggerakkan tekanan dan kemudian memunculkan kebutuhan. Tema terjadi ketika kebutuhan dengan tekanan saling berinteraksi sehingga memungkinan untuk melihat perilaku secara umum. Dari sini, dapat digambarkan situasi-situasi yang mendesak atau yang menyebabkan munculnya kebutuhan-kebutuhan khusus serta akibat yang dimunculkan dari adanya kebutuhan-kebutuhan ini.

d. Integrasi Kebutuhan

(35)

e. Tema – Kesatuan

Pada dasarnya tema kesatuan merupakan kesatuan antara kebutuhan dan tekanan yang saling berhubungan yang didapatkan melalui pengalaman masa kanak-kanak serta memberikan arti dan kesatuan pada perilaku individu. Tema kesatuan biasanya beroperasi secara tak sadar. Murray menyebut tema-kesatuan dengan “kunci ke arah hakikatnya yang unik”.

4. Tipe-tipe Kebutuhan

Murray (dalam Hall & Lindzey, 1993) membedakan tipe kebutuhan ke dalam lima kelompok, yaitu:

a. Viscerogenic and Psychogenic Needs (Kebutuhan Viskerogenik atau Kebutuhan Primer dan Kebutuhan Psikogenik atau Kebutuhan Sekunder)

(36)

Tabel 1.

Daftar Kebutuhan Menurut Murray

Kebutuhan Batasan Singkat Emosi yang

Terlibat kepada kekuatan eksternal, merasa bersalah bila orang lain berbuat kesalahan, menerima inferioritas, mengatasi rintangan, dan mencapai standar, berbuat sebaik mungkin, bersaing mengungguli orang lain. mendapat afeksi dari orang yang disenangi, menjadi teman bagi orang lain, berbaik hati, berbuat sesuatu bersama dengan orang lain.

Mengatasi oposisi dengan kekerasan, berkelahi, membalas penghinaan, menghukum, melukai, membunuh, meremahkan, mengutuk dan memfitnah. Menyerang pendapat orang melawan paksaan atau hambatan, menghindari kekuasaan orang lain, mandiri, tidak terikat,

(37)

menolak kelaziman. Berdiri sendiri dalam membuat keputusan, menghindari urusan dan campur tangan orang lain.

N

Counteraction

(mengimbangi)

Memperbaiki kegagalan dengan berjuang lagi, menghilangkan pelecehan, terhadap serangan, kritik

dan celaan, mengenai dirinya, tunduk, menyesuaikan diri dengan harapan orang lain, berbuat lebih baik dari contohnya.

Inferioritas orang lain, mempengaruhi dengan sugesti, persuasi atau perintah, membuat orang lain mengerjakan apa yang disuruhnya. dilihat dan didengar, membuat orang lain kagum, bergairah, terpesona, terhibur, terkejut, terangsang, terpikat. Menjadi pusat

(38)

perhatian, menonjolkan

Menghindari rasa sakit, luka, penyakit, kematian. Melarikan diri dari situasi bahaya, tindakan pencegahan. Untuk melindungi diri sendiri tanpa mengadakan memalukan, kondisi yang bisa menimbulkan pelecehan, makian, ejekan, atau sikap masa bodoh. Menahan diri untuk bertindak karena takut gagal. menyenangkan orang lain yang tidak berdaya atau bayi atau orang yang lemah, membantu orang dalam bahaya. Untuk mengampuni dan berlaku dermawan untuk orang lain.

Membuat semua teratur, menjaga kebersihan, susunan, organisasi, keseimbangan, kerapian, ketelitian. Untuk berbuat secara teratur dengan perencanaan yang cermat sebelumnya. berkelakar, relaksasi dari

stress secara

menyenangkan, ikut dalam permainan, sport, menari,

(39)

minum dan berjudi. Untuk mentertawakan segala hal.

N Rejection

(penolakan)

Memisahkan diri dari orang yang tidak

(40)

a. Proactive and Reactive Needs (Kebutuhan Proaktif dan Kebutuhan Reaktif)

Kebutuhan proaktif adalah kebutuhan yang hampir selalu ditentukan dari dalam diri. Kebutuhan ini bergerak dengan spontan sebagai akibat dari sesuatu yang berasal dari dalam diri orang tersebut bukan akibat dari lingungan. Sedangkan kebutuhan reaktif merupakan kebutuhan yang digerakkan dari luar diri individu sebagai akibat dari respon individu terhadap lingkungan.

b. Overt and Covert Needs (Kebutuhan Terbuka dan Kebutuhan Tertutup) Kebutuhan terbuka merupakan kebutuhan yang nyata, dimana kebutuhan ini dapat dilihat secara langsung atau segera yang tercermin dalam tingkah laku motorik. Sedangkan kebutuhan tertutup merupakan kebutuhan yang laten atau tersembunyi, dimana kebutuhan ini biasanya dikekang, dihambat atau ditekan yang biasanya muncul dalam bentuk fantasi atau impian. Kebutuhan tertutup merupakan hasil dari penginternalisasian superego, dimana superego menentukan perilaku-perilaku yang pantas atau dapat diterima.

c. Focal and Diffuse Types of Needs (Kebutuhan yang Memusat dan Kebutuhan yang Menyebar)

(41)

d. Effect and Modal Types of Needs (Kebutuhan Akibat dan Kebutuhan Modal)

Kebutuhan akibat adalah kebutuhan yang mengarah pada suatu keadaan yang diinginkan, sedangkan kebutuhan modal adalah kecenderungan untuk melakukan perilaku-perilaku tertentu demi perilaku itu sendiri.

5. Dampak Kebutuhan Psikologis

Menurut Murray, pada dasarnya setiap tingkah laku seseorang terdorong untuk melakukan pemenuhan kebutuhan yang muncul. Pemenuhan kebutuhan ini akan membuat seseorang berada pada kondisi yang menenangkan maupun memuaskan. Begitu pula sebaliknya, kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi akan menimbulkan perasaan yang mengecewakan hingga kondisi menekan (Hall & Lindzey, 1993).

B. Remaja Tuna Rungu

1. Pengertian Remaja Tuna Rungu

(42)

sudah matang dalam berbahasa dibandingkan dengan anak penyandang tuna rungu. Atkinson, dkk mengatakan bahwa masa remaja ditandai dengan adanya pubertas, dimana ditandai dengan pematangan biologis. Pubertas ditandai dengan pertumbuhan fisik yang cepat serta perkembangan organ reproduksi secara bertahap dan karakteristk seks sekunder (payudara yang berkembang pada perempuan, tumbuhnya janggut pada laki-laki).

Sementara itu, Erikson (dalam Alwisol, 2009) mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa krisis. Hal ini dikarenakan pada masa ini remaja berusaha untuk menemukan indentitas dirinya. Kekacauan indentitas mungkin terjadi seperti terbaginya gambaran diri, ketidakmampuan membina persahabatan yang akrab, dan lain sebagainya. Kekacauan identitas yang berlebih dapat mengakibatkan penyesuaian diri yang patologis dalam bentuk regresi ke perkembangan sebelumnya.

Menurut kamus psikologi (Reber, A & Reber, 2010) tuna rungu adalah hilangnya kemampuan mendengar yang berkepanjangan baik sebagian ataupun total. Multi Salim (dalam Suharmini, 2007) menambahkan kehilangan kemampuan mendengar yang dikarenakan oleh rusaknya sebagian atau seluruh organ pendengaran yang mengakibatkan perkembangan bahasa yang terhambat.

(43)

2. Review Literatur tentang Remaja Tuna Rungu dan Permasalahan Psikologis pada Penyandang Tuna Rungu

Penelitian terkait dengan perkembangan psikososial anak tuna rungu pernah dilakukan Dammeyer (2009) di Denmark. Lima skala dan kuesioner yang digunakan untuk mengukur kemampuan bahasa isyarat, bahasa lisan, kemampuan mendengar dan kesulitan psikososial diberikan kepada 334 anak dengan gangguan pendengaran. Dari penelitian ini ditemukan bahwa perkembangan psikososial anak yang mengalami kehilangan pendengaran 3,7 kali lebih sulit dibandingkan dengan anak yang memiliki kemampuan pendengaran yang baik. Dalam penelitian ini, penggunaan skala dan kuestioner dinilai kurang dapat menggali informasi mengenai perkembangan psikososial anak tuna rungu. Hal ini dikarenakan tidak semua pernyataan di dalam skala mampu menggambarkan situasi dalam diri subjek dan subjek diharuskan tetap memberi rating.

(44)

eksternalisasi, penarikan diri, keluhan somatisasi, kecemasan atau depresi, permasalahan sosial, pemikiran dan atensi serta kenakalan dan perilaku agresi. Dalam penelitian ini, peneliti melibatkan 238 penderita tuna rungu dengan rentang usia antara 4 – 18 tahun.

Dari penelitian ini ditemukan bahwa 41% penderita tuna rungu mengalami permasalahan emosi atau perilaku. Hal ini menunjukkan bahwa penderita tuna rungu 2,6 kali lebih cenderung mengalami permasalahan emosi atau perilaku dari pada anak-anak normal di Belanda. Permasalahan kesehatan mental ini muncul karena rendahnya komunikasi antara orang tua dengan anak. Selain itu, kecemasan, depresi dan permasalahan sosial cenderung muncul pada mereka yang berusia antara 12 – 18 dibandingkan dengan mereka yang berusia antara 4 – 11 tahun. sementara itu, penderita tuna rungu dengan inteligensi yang rendah cenderung memiliki permasalahan sosial, pemikiran dan perhatian (Eldik, Treffers, Veerman & Verhulst, 2004).

(45)

Selain itu, penelitian ini memiliki kelemahan dalam metode pengumpulan data yang menggunakan CBCL yang dilengkapi oleh orang tua. Penggunaan CBCL kurang efektif untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya pada subjek karena terdapat kemungkinan pengisian yang tidak sesuai serta pertanyaan

checklist yang kurang mewakili kondisi yang sebenarnya. Ditambah lagi dengan pengisian checklist yang dilakukan oleh orang tua subjek. Keberhasilan metode sangat bergantung pada seberapa jauh orang tua mengenal subjek, sedangkan dalam hasil dijelaskan bahwa komunikasi antara orang tua dengan anak tergolong rendah.

3. Tuna Rungu dalam Tinjauan yang Mendetail a. Jenis – jenis Tuna Rungu

Andreas Dwidjosumarto (dalam Somantri, 2006) mengklasifikasikan jenis tuna rungu berdasarkan pada tarafnya yang dapat diketahui dengan menggunakan tes audiometris. Klasifikasi untuk kehilangan pendengaran sebagian (hard of hearing) dibagi menjadi 2, yaitu:

1) Tingkat I, hilangnya kemampuan mendengar antara 35 sampai 54 dB. Kondisi ini mengakibatkan penderita perlu melakukan latihan bicara dan bantuan pendengaran secara khusus.

(46)

serta membutuhkan latihan bicara dan bantuan latihan berbahasa secara khusus.

Sementara itu, kehilangan pendengaran seluruhnya (deaf) dapat diklasifikan menjadi 2, yaitu:

1) Tingkat III, hilangnya kemampuan mendengar antara 70 sampai 89 dB. Pada tingkat ini, penderita memerlukan layanan pendidikan khusus.

2) Tingkat IV, hilangnya kemampuan mendengar 90 dB ke atas. Pada tingkat ini, penderita memerlukan layanan pendidikan khusus.

b. Penyebab Tuna Rungu

Dalam Somantri (2006) penyebab ketunarunguan dibagi menjadi 3 waktu kejadian, yaitu: sebelum dilahirkan, saat dilahirkan dan setelah kelahiran (post natal).

1) Sebelum dilahirkan:

a) Salah satu atau kedua orang tua menderita atau memiliki gen sel bawaan sifat abnormal, misalnya dominat genes, recesive gen. b) Pada masa kehamilan ibu terserang penyakit, sangat riskan terjadi

pada tri semester pertama karena pada saat itu ruang telinga terbentuk. Penyakit tersebut antara lain rubella, moribili, dll.

(47)

mengakibatkan anak dalam kandungan keracunan obat-obatan sehingga menyebabkan ketunarunguan.

2) Saat dilahirkan:

a) Ibu mengalami kesulitan saat melahirkan sehingga persalinan dibantu dengan penyedotan.

b) Prematur, bayi yang lahir sebelum waktunya. 3) Setelah kelahiran:

a) Anak mengalami infeksi, seperti infeksi pada otak (meningitis), infeksi umum (difteri, morbili).

b) Anak yang diberi obat-obatan ototoksi.

c) Anak mengalami kecelakaan yang mengakibatkan rusaknya alat pendengaran bagian dalam, seperti jatuh.

4. Karakteristik Tuna Rungu

Penderita tuna rungu memiliki karakteristik dan perkembangan yang berbeda bila dibandingkan dengan orang biasa. Beberapa karakteristik tuna rungu dalam Somantri (2006) sebagai berikut:

a. Perkembangan Bicara dan Bahasa

(48)

Dalam kehidupan sehari-hari bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia dalam melakukan interaksi sosial. Menurut Depdikbud (dalam Somantri, 2006), bahasa memiliki peran antara lain:

1) Bahasa sebagai alat untuk melakukan interaksi sosial

2) Bahasa untuk mengungkapkan perasaan, kebutuhan dan keinginan 3) Bahasa untuk mengatur dan menguasai tingkah laku orang lain 4) Bahasa untuk bertukar informasi

5) Bahasa untuk mendapatkan pengetahuan

Berdasarkan pada peran bahasa menurut Depdikbud (dalam Somantri, 2006), perkembangan kemampuan berbahasa dan bicara anak tuna rungu, sulit untuk mencapai penguasaan bahasa melalui pendengarannya. Beberapa media komunikasi yang dapat digunakan antara lain:

1) Menggunakan bicara sebagai alat komunikasi dan membaca ujaran sebagai sarana menerima informasi, bagi tuna rungu yang mampu bicara.

2) Menggunakan media tulisan dan membaca sebagai sarana komunikasi

3) Menggunakan bahasa isyarat b. Perkembangan Kognitif

(49)

berbahasa, keterbatasan informasi dan daya abstraksi. Akibatnya, ketunarunguan menghambat anak untuk mendapatkan pengetahuan yang luas sehingga secara fungsional menghambat perkembangan inteligensinya. Dapat dikatakan bahwa rendahnya tingkat inteligensi anak tuna rungu bukan karena adanya hambatan intelektual, melainkan tidak adanya kesempatan bagi fungsi kognitifnya untuk berkembang.

Meskipun demikian, tidak semua aspek inteligensi pada anak tuna rungu terhambat. Aspek inteligensi yang bersifat verbal adalah yang perkembangannya terhambat, seperti merumuskan pengertian menghubungkan, menarik kesimpulan dan meramalkan kejadian. Aspek inteligensi yang bersifat visual dan motorik biasanya tidak mengalami hambatan tetapi berkembang lebih cepat.

c. Perkembangan Emosi

Kurangnya pemahaman akan bahasa lisan maupun tulisan sering membuat anak tuna rungu mengartikan sesuatu secara negatif atau salah dan terkadang menjadi tekanan bagi emosinya. Tekanan terhadap emosi ini dapat menjadi penghambat untuk perkembangan pribadinya dengan menunjukkan sikap menutup diri, berperilaku agresif, maupun bertindak sebaliknya dengan menunjukkan kebimbangan dan keragu-raguan.

d. Perkembangan Sosial

(50)

anak tuna rungu memiliki kekurangan secara fisik, biasanya mengakibatkan kelainan dalam melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Namun, kelainan penyesuaian diri ini bukan sebagai akibat dari ketunarunguan itu semata, karena kelainan secara fisik hanya merupakan variabel dalam kelainan psikologis. Maka, dapat dikatakan kelainan penyesuaian diri bukan merupakan reaksi langsung, tetapi hanya akibat reaksi anak dan lingkungan yang tidak memahami keadaannya. Masyarakat biasanya memandang mereka sebagai individu yang kekurangan dan menilai mereka sebagai orang yang kurang berkarya. Karena pandangan masyarakat yang seperti ini, anak tuna rungu merasa kurang berharga. Hal ini juga mempengaruhi perkembangan fungsi sosialnya.

C. Thematic Apperception Test (T.A.T)

1. Pengertian Thematic Apperception Test (T.A.T)

(51)

pandangan hidup dan karakternya. Oleh karena itu, diciptakanlah TAT yang merupakan beberapa gambar ambigu yang dirancang untuk merangsang imajinasi pengamatnya dan mengungkap daerah-daerah yang bersifat motivasional spesifik serta mendeteksi peluang-peluang konflik (Alwisol, 2009).

2. Review Literatur tentang Thematic Apperception Test (T.A.T)

Dari sebuah penelitian dengan menggunakan TAT yang dilakukan terhadap seorang remaja laki-laki berusia 17 tahun, terungkap bahwa remaja tersebut mengalami banyak gangguan penyimpangan seksual. Dalam ceritanya, ia menceritakan mengenai pemerkosaan, inses, pedophilia, sadisme,

exhibitionisme, necrophilia, dan hermaphroditisme. Ia juga menunjukkan gejala schizophrenia yang meliputi halusinasi, ketertarikan pada ilmu hitam dan paranoid grandiosity (Pam & Rivera, 1995).

(52)

memiliki usaha untuk menjadi independen yang memungkinkannya untuk menjadi sukses, serta memiliki hubungan heteroseksual (Bellak, Levinger, Lipsky, 1948).

3. Kartu-kartu T.A.T

Dalam Bellak dan Abrams (1997) dikatakan bahwa T.A.T terdiri dari 30 kartu bergambar mengenai orang yang berada pada situasi kesendirian maupun sosial yang berbeda dan satu kartu kosong. Dari 31 kartu tersebut, terdapat 10 kartu yang dapat digunakan untuk semua usia dan jenis kelamin atau yang biasa disebut dengan kartu standar (1, 2, 3BM, 4, 6BM, 7GF, 8BM, 9GF, 10, 13MF), dan 21 kartu lainnya sebagai kartu tambahan sesuai dengan hasil asesmen serta kebutuhan yang akan diungkap (3GF, 5, 6GF, 7BM, 8GF, 9BM, 11, 12M, 12F, 12BG, 13B, 13G, 14, 15, 16, 17BM, 17GF, 18BM, 18GF, 19, 20, kartu kosong). Dalam penelitian, peneliti hanya menggunakan 10 kartu standar karena kartu standar mampu mewakili situasi sosial sehari-hari.

Berikut gambaran serta tema-tema yang sering muncul dalam kartu standar:

a. Kartu 1

(53)

Dalam kartu ini tema yang biasanya muncul mengenai hubungun dengan figur orang tua. Kebutuhan lain yang sering muncul dalam kartu ini juga adalah kebutuhan berpretasi, terlihat bagaimana subjek mencapai kesuksesannya. Agresifitas, body image atau self image dan perilaku obsesif kompulsif juga dapat terlihat dalam kartu ini.

b. Kartu 2

Dalam kartu ini digambarkan mengenai situasi pedesaan dengan seorang wanita muda sebagai latar depan dengan membawa buku. Dibelakangnya seorang laki-laki bekerja diladang dan seorang wanita yang lebih tua melihat ke arah laki-laki tersebut.

Dalam kartu ini dapat dilihat hubungan dalam keluarga, dengan variasi tema dari kebutuhan untuk otonomi dari keluarga dan kebutuhan untuk patuh terhadap kekolotan. Selain itu, dalam kartu ini dapat juga dilihat kecenderungan perilaku obsesif kompulsif serta konsep subjek mengenai peran gender.

c. Kartu 3BM

Dalam kartu ini digambarkan seorang anak laki-laki duduk dilantai yang membenamkan kepalanya di lengannya diatas sofa. Sebuah pistol terletak disampingnya.

(54)

diketahui pola depresi subjek dan kepada siapa perilaku agresif (ekstra-agresi dan intra-(ekstra-agresi) ditujukan oleh subjek.

d. Kartu 4

Dalam kartu ini digambarkan seorang wanita yang memang bahu seorang pria dimana wajah dan tubuh pria seperti mengalihkan pandangan seolah ingin meninggalkan wanita tersebut.

Dalam kartu ini dapat dilihat variasi dari kebutuhan dan sentimen terhadap hubungan antara pria dan wanita. Selain itu, kartu ini dapat melihat mengenai permasalahan seksual dan cinta segitiga.

e. Kartu 6BM

Dalam kartu ini terlihat seorang wanita agak tua yang berdiri membelakangi seorang pria muda. Ibu tersebut melihat kearah bawah dengan ekspresi bingung.

Dalam kartu ini dapat dilihat mengenai permasalahan dalam relasi ibu dan anak laki-laki (relasi dengan orang tua yang berbeda jenis kelamin), serta dalam hubungannya dengan istri maupun wanita lainnya. Tema Odipal juga sering muncul dalam kartu ini.

f. Kartu 7GF

(55)

Dalam kartu ini dapat dilihat relasi ibu dan anak perempuan (relasi dengan orang tua yang sama jenis kelamin). Selain itu, dalam kartu ini dapat pula dilihat mengenai harapan seorang anak.

g. Kartu 8BM

Dalam kartu ini terlihat wajah seorang remaja laki-laki dibagian depan gamabar. Terlihat sebuah laras senapan dan dibelakangnya terlihat seperti sedang dilakukan operasi bedah.

Tema mengenai agresifitas sering muncul dalam kartu ini dengan cerita seseorang yang tertembak kemudian di operasi. Selain itu, dalam kartu ini juga terlihat mengenai ambisis subjek seperti laki-laki tersebut bermimpi untuk menjadi seorang dokter.

h. Kartu 9GF

Dalam kartu ini terlihat seorang wanita yang memegang majalah dan dompet sambil mengamati seorang wanita muda lainnya dari balik sebuah pohon, dimana wanita muda tersebut menggunakan gaun pesta berlari disepanjang pantai.

(56)

i. Kartu 10

Dalam kartu ini terlihat seseorang yang menyandarkan kepalanya di orang lain. Gender orang dalam kartu ini sangat ambigu. Bagi subjek yang melihatnya sebagai seorang pria dan wanita, dapat dilihat tingkat keintiman pengalaman subjek dalam memiliki hubungan dengan lawan jenis. Selain itu, jika subjek menceritakan orang dalam gambar tersebut sebagai pria dengan pria maupun wanita dengan wanita, hal ini dapat menyatakan adanya ketertarikan terhadap sesama jenis yang terpendam maupun aktifitas homoseksual dalam kehidupan nyata.

j. Kartu 13MF

Dalam kartu ini terlihat seorang pria muda yang sedih membenamkan kepalanya kedalam lengannya, dengan bayangan seorang wanita di tempat tidur.

Kartu ini sangat baik untuk mengungkapkan konflik seksual baik pada pria maupun wanita. Pada subjek wanita, dapat diperoleh tema mengenai ketakutan terhadap pemerkosaan, penyerangan atau kekerasan dari pria. Pada subjek pria, dapat diperoleh tema perasaan bersalah mengenai aktifitas seksual dan dengan mudah dapat terlihat perasaan jijik terhadap homoseksual.

4. Analisis Level Tematik

(57)

masing-masing mungkin benar tetapi penginterpretasian bisa berbeda dengan maksud sesungguhnya dari penyataan subjek. Permasalahan serupa juga muncul dalam melakukan analisis T.A.T. Upaya untuk menghindari interpretasi yang asal-asalan, interpretasi T.A.T dilakukan dengan menggunakan analisis Blank. Hal ini terutama berlaku dalam pemecahan tema menjadi tema deskriptif, interpretif dan diagnostik.

a. Tema Deskriptif

Tema deskriptif sangat dekat dengan observasi dan merupakan rinkasan cerita yang memiliki arti untuk menjelaskan psikodinamika subjek. Tujuan dari tema deskriptif ini adalah untuk mengetahui isi cerita subjek serta memilih kalimat-kalimat dalam cerita subjek yang memiliki arti penting. Dalam tema deskriptif ini mengandung karakteristik tokoh utama, perilaku atau kebutuhan, tekanan baik dari orang lain maupun lingkungan, kecemasan, konflik, mekanisme pertahanan diri dan id-ego-superego.

b. Tema Interpretif

(58)

c. Tema Diagnostik

Tema diagnostik merupakan penyataan yang pasti bukan lagi bersifat hipotesis. Dalam tema diagnostik ini, interpreter menemukan arti dari tema-tema interpretif yang meliputi konsep diri, kebutuhan, tekanan, kecemasan, konflik dan mekanisme pertahanan diri. Contohnya, tokoh utama yang mencintai seorang wanita tetapi wanita tersebut membencinya. Dari sini terlihat bahwa tokoh utama memiliki kebutuhan mencintai atau afiliasi yang bertemu dengan tekanan dari kebencian atau penolakan.

Tabel 2.

Contoh Analisi Level Tematik Pada Kartu 13MF

Tema Deskriptif Tema Interpretif Level Diagnostik Seorang gadis miskin yang

kelaparan meninggal karena suaminya tidak mampu memanggil seorang dokter.

Jika ada seseorang yang miskin, ia harus

membiarkan istrinya meninggal,

 Perasaan penderitaan oral.

 Agresi terhadap istri.

 Proyeksi.

Suaminya menelpon polisi. menelpon polisi,  Ketidaksadaran akan perasaan bersalah.

(59)

melihat kebutuhan psikologis sebagai aspek yang penting untuk diteliti karena penderita tuna rungu memiliki kelemahan secara fisik, dimana organ pendengarannya mengalami kerusakan sehingga penyandang tuna rungu tidak mengalami proses peniruan yang mengakibatkan kesulitan dalam menyampaikan sesuatu. Hal ini berkaitan dengan penyampaian hal yang diinginkan atau dibutuhkan oleh penyandang tuna rungu tersebut. Selain itu, secara psikologis, kebutuhan psikologis yang tidak terpenuhi dapat membuat seseorang menjadi cemas dan tertekan. Kondisi seperti ini dapat mempengaruhi kehidupan pribadi dan kehidupan sosial penyandang tuna rungu. Pada dasarnya, penyandang tuna rungu hanya memiliki sedikit kosa kata dan sebagai akibatnya fungsi kognitif penyandang tuna rungu tidak memiliki kesempatan untuk berkembang. Hal ini mengakibatkan aspek inteligensi yang bersifat verbal perkembangannya terhambat, seperti merumuskan pengertian menghubungkan, menarik kesimpulan dan meramalkan kejadian. Selain itu, pengungkapan kebutuhan psikologis dengan menggunakan metode projektif T.A.T dapat menggali secara mendalam kebutuhan psikologis remaja penyandang tuna rungu yang tidak disadari.

(60)

E. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan pada kerangka penelitian, peneliti menyusun pertanyaan penelitian. Pertanyaan penelitian disusun menjadi dua macam, yaitu central question dan subquestion.

1. Central Question : Bagaimana gambaran kebutuhan psikologis (need) remaja penyandang tuna rungu?

(61)

44

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode projektif. Dalam Moleong (2008) dikatakan pendekatan kualitatif merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan naturalistik untuk mencari dan menemukan pengertian atau pemahaman tentang fenomena dalam suatu latar yang berkonteks khusus. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode pojektif karena dengan metode projektif memungkinkan untuk melihat motif, nilai, keadaan emosi dan kebutuhan yang sulit diungkap dalam situasi yang wajar dengan cara individu memprojeksikan pribadinya melalui objek di luar dirinya (Karmiyati & Suryaningrum, 2008).

B. Fokus Penelitian

(62)

perhatian dan respon yang terjadi terhadap kelompok stimuli tertentu, (4) ekspresi terhadap suasana emosi tertentu, (5) ekspresi kepuasan atau ketidakpuasan pada hasil akhir, (6) ungkapan atau laporan subjektif mengenai perasaan, maksud dan tujuan (Hall & Lindzey, 1993; Alwisol, 2009). Selain itu, penelitian ini juga berfokus pada tekanan (press), untuk melihat bagaimana dinamika kebutuhan psikologis (need) dengan tekanan (press) pada remaja penyandang tuna rungu. Murray (dalam Hall & Lindzey, 1993; Alwisol, 2009) mengatakan bahwa “Tekanan suatu objek ialah apa yang dapat dilakukan oleh objek itu terhadap

subjek atau untuk subjek – daya yang dimiliki oleh objek untuk mempengaruhi kesejahteraan subjek dengan cara tertentu”.

C. Subjek Penelitian

(63)

dalam berbahasa dibandingkan dengan anak penyandang tuna rungu. Hal ini berkaitan dengan sistem pendidikan di Indonesia yang lebih menggunakan bahasa verbal dari pada bahasa isyarat, sehingga kosa kata yang dimiliki oleh penyandang tuna rungu hanya sedikit.

Subjek dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan cara purposive sampling, yaitu subjek yang tinggal bersama kedua orang tuanya, karena subjek yang tidak tinggal bersama kedua orang tuanya atau bercerai tidak dapat mewakili kondisi penyandang tuna rungu secara umum.

Subjek dalam penelitian ini adalah murid dari SLB B Karnnamanohara. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 3 orang. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Smith (2008), bahwa seorang mahasiswa pemula diperbolehkan melakukan penelitian dengan jumlah subjek 3 orang. Selain itu, penelitian seperti ini hanya mengukur sampel dengan ukuran kecil karena maksud dari penelitian seperti ini lebih pada menyampaikan secara detail mengenai persepsi dan memahami suatu kelompok tertentu dari pada membuat suatu generalisasi. Selain itu, bahaya dalam penelitian seperti ini jika sampel berukuran terlalu besar dapat membuat peneliti kewalahan untuk melakukan analisis yang cukup tajam karena jumlah data kualitatif yang besar.

D. Metode Pengumpulan Data

(64)

hal ini berkaitan dengan sistem pendidikan di Indonesia yang lebih menggunakan bahasa verbal dari pada bahasa isyarat, sehingga perekaman cerita T.A.T dan wawancara tidak memungkinkan untuk dilakukan, serta artikulasi penyandang tuna rungu yang kurang jelas secara verbal menyulitkan untuk melakukan verbatim.

T.A.T merupakan sebuah alat tes dengan teknik projektif yang dikembangkan oleh Christina Morgan dan Henry Murray. Pengembangan ini didasarkan pada fakta bahwa ketika seseorang melakukan interpretasi terhadap situasi sosial yang ambigu, orang tersebut akan menjawab dengan menggambarkan kepribadiannya sendiri seolah-olah dia sedang menghadapi fenomena itu. T.A.T merupakan beberapa gambar ambigu yang dirancang untuk merangsang imajinasi pengamatnya dan mengungkap daerah-daerah yang bersifat motivasional spesifik serta mendeteksi peluang-peluang konflik (Alwisol, 2009). Penggunaan T.A.T dapat digunakan untuk melihat tema-tema yang sering muncul pada subjek serta mengungkap informasi berkaitan dengan kebutuhan, tekanan, emosi, perasaan sentimen, kerumitan dan konflik yang dialami subjek (Aiken & Groth-Marnat, 2009; Anastasi & Urbina, 1998).

(65)

kartu standar T.A.T mampu mewakili situasi sosial sehari-hari.Berikut ringkasan tema-tema yang sering muncul dalam kartu standar:

Kartu 1 : kebutuhan berpretasi, hubungan dengan figur orang tua, agresifitas,

self-image.

Kartu 2 : hubungan dalam keluarga, peran gender Kartu 3BM : tendensi homoseksualitas, depresi

Kartu 4 : hubungan laki-laki-perempuan, cinta segitiga, permasalahan seksual

Kartu 6BM : relasi ibu dan anak laki-laki (relasi dengan orang tua yang berbeda jenis kelamin)

Kartu 7GF : relasi ibu dan anak perempuan (relasi dengan orang tua yang sama jenis kelamin), harapan anak

Kartu 8BM : agresifitas, ambisi

Kartu 9GF : perasaan wanita ke wanita, depresi dan tendensi bunuh diri Kartu 10 : homoseksual

Kartu 13MF : konflik seksual baik laki-laki maupun perempuan, kebutuhan oral, kesulitan ekonomi

Kesepuluh gambar ini akan disajikan satu per satu dan subjek diminta untuk menceritakan secara tertulis apa yang dilihatnya dalam gambar tersebut. Instruksi yang diberikan untuk melakukan penyajian gamabar sebagai berikut:

(66)

Dalam penelitian, peneliti sendiri yang melakukan tes T.A.T terhadap subjek, mulai dari adminitrasi, pengetesan hingga analisis. Kualifikasi orang yang melakukan penyajian T.A.T antara lain pernah mengikuti mata kuliah Tes Projektif: Thematic Apperception Test dan lulus mata kuliah ini dengan nilai minimal B. Kualifikasi lainnya, pernah menjadi asisten praktikum baik pengetesan maupun analisis tes T.A.T. Selain itu, untuk menjaga validitas data, peneliti akan disupervisi oleh orang yang berpengalaman dalam melakukan pengetesan dan analisis tes T.A.T baik dalam melakukan praktek maupun pengajaran, yaitu Bapak V. Didik Suryo Hartoko.

(67)

Tabel 3.

Panduan Pertanyaan Wawancara Untuk Subjek

No. Pertanyaan Tujuan Pertanyaan

1. Masalah apa yang sedang anda hadapi saat ini? (Bagaimana anda menyelesaikannya?)

Untuk melihat cara pemecahan masalah subjek.

2. Menurut anda, anda itu seperti apa? (Apa saja kelebihan dan kelemahan yang anda dimiliki?)

Untuk melihat konsep diri subjek. 3. Cita-cita anda ingin menjadi apa? (Apa yang

4. Pengalaman apa yang paling menyenangkan dan menyedihkan yang anda ingat dari masa kecil?

Untuk melihat bagaimana subjek menyikapi masa lalu yang menyenangkan maupun tidak. 5. Menurutmu, orang tua anda itu bagaimana?

(Anda cenderung dekat dengan ayah atau ibu? Apa kelebihan dan kelemahan dari ayah dan ibu anda?)

Untuk melihat relasi subjek dengan orang tuanya serta pandangan subjek mengenai orang tuanya.

6. Bagaimana hubungan anda dengan saudara anda (kakak atau adik)?

Untuk melihat relasi subjek dengan saudaranya serta persaingan persaudaraan dalam keluarga.

7. Bagaimana hubungan anda dengan teman-teman anda? (Apakah anda termasuk orang yang mudah bergaul? Anda lebih suka bergaul dengan sesama

Untuk melihat relasi interpersonal subjek.

jenis atau beda jenis? Masalah apa yang sering timbul dalam pertemanan?)

8. Bagaimana hubungan anda dengan pacar anda? (Masalah apa yang sering timbul dalam pacaran?) (untuk subjek yang memiliki pacar).

Untuk melihat relasi subjek dengan lawan jenisnya.

9. Menurut anda, orang yang menyandang tuna rungu itu seperti apa? (Menurut anda, bagaimana pandangan orang lain yang bukan tuna rungu terhadap orang yang menyandang tuna rungu?)

(68)

Tabel 4.

Panduan Pertanyaan Wawancara Untuk Significan Others Subjek

No. Pertanyaan Tujuan Pertanyaan

1. Menurut anda, subjek itu seperti apa? (Apa saja kelebihan dan kelemahan yang dimiliki subjek? Bagaimana perilaku subjek di rumah, sekolah maupun komunitas?)

Untuk melihat pandangan

significan others terhadap subjek dari beberapa setting.

2. Bagaimana hubungan anda dengan subjek? Untuk melihat hubungan subjek dengan significan others.

3. Menurut anda, bagaimana subjek bergaul dengan teman sebayanya? (Apakah subjek sering mengalami permasalahan?)

Untuk melihat relasi interpersonal subjek jika dilihat oleh significan others.

4. Menurut anda, orang yang menyandang tuna rungu itu seperti apa? (Menurut anda, bagaimana pandangan penyandang tuna rungu terhadap ketunarunguan yang dialaminya?)

Untuk melihat pandangan

significan others terhadap ketunarunguan yang dialami oleh subjek.

Tahapan dalam melakukan pengambilan data:

1. Mencari subjek yang bersedia menjadi partisipan dalam penelitian ini. 2. Melakukan rapport, perkenalan, menjelaskan tujuan penelitian dan

memastikan kesanggupan subjek serta significan others subjek untuk menjadi partisipan dalam penelitian ini.

3. Membuat jadwal wawancara sesuai kesepakatan subjek, significan others subjek dan peneliti.

4. Melakukan wawancara. 5. Melakukan pengetesan T.A.T.

(69)

(Creswell, 2007). Data wawancara dan T.A.T yang dilakukan dengan subjek direkam secara tertulis dan data wawancara yang dilakukan dengan significan others subjek direkam dengan digital recorder.

E. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis tematik dengan melakukan interpretasi terhadap tema-tema yang mengandung kebutuhan-kebutuhan subjek. Dalam Bellak dan Abrams (1997) dikatakan bahwa analisis tematik dibagi ke dalam 3 tahap, yaitu:

a. Tema Deskriptif

Dalam tema deskriptif peneliti meringkas cerita yang memiliki arti untuk sesuai dengan tujuan penelitian.

b. Tema Interpretif

Dalam tema interpretif peneliti merumuskan deskripsi cerita dalam bentuk yang lebih umum.

c. Tema Diagnostik

Dalam tema diagnostik peneliti membatasi tema-tema yang sesuai dengan tujuan dan fokus penelitian ini.

F. Validitas Penelitian

(70)
(71)

54

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan selama dua minggu, yaitu 18 Oktober – 1 November 2013, yang dilakukan terhadap 3 remaja penyandang tuna rungu yang tinggal bersama kedua orang tuanya. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara baik terhadap subjek maupun

significan others subjek agar peneliti memiliki gambaran mengenai latar belakang subjek yang dapat membantu dalam penggalian cerita TAT. Setelah dilakukan wawancara, peneliti memberikan stimulus projektif berupa 10 kartu standar

Thematic Apperception Test kepada subjek. Waktu pengambilan data dilakukan setiap hari pada pukul 13.15-15.00 dengan berbagai variasi jumlah kartu yang terselesaikan sesuai dengan kemampuan masing-masing subjek. Pengambilan data dilakukan di sekolah SLB B Karnnamanohara.

B. Hasil Penelitian

Berikut adalah profil subjek dalam penelitian ini: 1. Subjek 1

a. Profil Subjek 1

(72)

Subjek seorang remaja laki-laki berusia 18 tahun. Subjek merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Bagi subjek, penyandang tuna rungu itu sama seperti orang biasa lainnya. Tingkat ketunarunguan telinga kiri dan kanan subjek adalah 95dB dan 98dB (tergolong kehilangan pendengaran seluruhnya atau deaf). Hobi subjek adalah bermain sepak bola. Subjek adalah anggota dari sebuah klub sepak bola di Sleman dan sering melakukan pertandingan ke berbagai daerah, seperti Magelang, Kalasan, dll. Masalah yang sedang subjek hadapi saat ini adalah subjek tidak memiliki uang untuk membeli sepatu sepak bola yang baru. Untuk menyelesaikan masalahnya, subjek menabung dengan bekerja setiap hari libur ikut ibunya berjualan di pasar.

Subjek memandang dirinya baik, gaya, gaul, malas membantu orang tua di rumah dan rajin Sholat 5 waktu. Menurut subjek, kelebihan yang dimiliki subjek adalah suka membantu orang lain, ikhlas, menjadi anggota klub sepak bola dan pernah bertanding di beberapa daerah, serta memiliki banyak teman baik yang normal maupun tuna rungu baik laki-laki maupun perempuan. Menurut subjek, kelemahan yang dimiliki subjek adalah malas membantu orang tua dan agak pelit.

2) Relasi dengan keluarga

(73)

ayah dan ibunya. Sedangkan pengalaman masa kecil yang menyedihkan yang masih diingat oleh subjek adalah menunggu ayah sampai malam pulang kerja dari Solo.

Subjek menyadari bahwa orang tua sering bertengkar. Subjek memandang ayahnya sebagai sosok yang baik, suka memberi uang dan menyayangi subjek. Sedangkan ibunya dipandang subjek sebagai sosok yang agak baik, suka marah dan selalu khawatir. Subjek memiliki hubungan baik dengan kakak maupun adiknya. Selain itu, menurut orang tua subjek, subjek adalah anak yang menurut, rajin membersihkan kamarnya dan suka membantu adiknya belajar terutama pelajaran matematika.

3) Relasi dengan teman sebaya

Menurut subjek, subjek merupakan orang yang mudah bergaul. Subjek memiliki banyak teman baik yang normal maupun tuna rungu, baik laki-laki maupun perempuan. Selain itu, orang tua subjek juga mengatakan bahwa subjek aktif dalam muda-mudi di daerah tempat tinggalnya, di sekolah dan di klub sepak bolanya sehingga subjek memiliki banyak teman.

4) Akademis dan cita-cita

Gambar

Tabel 1. Daftar Kebutuhan Menurut Murray ........................................................
Gambar 3. Dinamika kebutuhan psikologis (need) dan tekanan (press) subjek 3 ....... 87
Tabel 1.
Gambar seorang anak laki-laki yang memandangi biola
+7

Referensi

Dokumen terkait