ABSTRAK
DIAGNOSIS
OSTEOPOROSIS
Jimmy Wahyu 9810004 Pembimbing: Aming Tohardi, dr. MS.
Wawan Kustiawan, dr., SpRad., M. Kes., DFM.
Osteoporosis merupakan kelainan pada tulang yang telah mendapat perhatian khusus, menjadi masalah besar di bidang kesehatan dan akan mengganggu kehidupan banyak individu. Angka kejadiannya semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya rata-rata usia harapan hidup manusia. Komplikasi utama osteoporosis adalah fraktur dengan trauma ringan, yang mempunyai angka mortalitas dan morbiditas yang cukup tinggi, dan menurunkan kualitas hidup penderitanya.
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai penyakit osteoporosis dan diagnosisnya secara umum.
Diagnosis osteoporosis saat ini berkembang dengan pesat, terutama dalam bidang radiologi. Di Indonesia pemeriksaan radiologi konvensional masih merupakan alat diagnosis osteoporosis yang utama. Radiologi konvensional sebetulnya kurang memadai dalam menegakkan diagnosis osteoporosis, Kini telah ditemukan dan dikembangkan berbagai metode pemeriksaan densitometri, seperti Single Photon Absorptiometry, Double Photon Absorptiometry, DEXA, dan lain-lain yang lebih akurat dalam dianosis osteoporosis. Saat ini metode DEXA dianggap paling memuaskan dengan akurasi mencapai 99% dan tingkat radiasi yang rendah.
Penatalaksanaan osteoporosis terus menerus mengalami perkembangan yang pesat, terutama terapi sulih hormon, dan pemberian vitamin 0 dan kalsium. Dalam hal rehabilitasi, telah dikembangkan berbagai metode fisioterapi dan rehabilitasi rawat jalan. Yang terpenting adalah bahwa penatalaksanaan osteoporosis harus bersifat menyeluruh dan individual, sesuai dengan kondisi pasien.
Penulis menyarankan agar para dokter dan mahasiswa kedokteran terus meningkatkan pemahaman mengenai osteoporosis, terutama dalam hal diagnosisnya, melalui studi literatur, studi kasus di rumah-rumah sakit, mengadakan forum diskusi atau mengikuti seminar-seminar mengenai osteoporosis.
ABSTRACT
OSTEOPOROSIS
DIAGNOSIS
Jimmy Wahyu 9810004
Tutors:
Aming Tohardi, dr. MS.
Wawan Kustiawan, dr., SpRad., M Kes., DFM
Osteoporosis is a bone defect that has received a special attention, became a big medical problem and will disrupt a lot of life. Its incidence increases as life expectancy increases. Its primary complication is bone fracture from minor trauma, in which mortality and morbidity are quite high, and
decreases patients life quality.
This literature study aims to enhances osteoporosis knowledge and its general diagnosis.
Osteoporosis diagnosis technology is developing rapidly, especially in the radiology field. Conventional radiology examination is still the primary diagnosis tool in Indonesia. Conventional radiology is not enough to determine osteoporosis diagnosis.. There are various densinometry examination metods today, such as Single Photon Absorptiometry, Doule Photon Absorptiometry, DEXA, etc., Currently, DEXA is assumed to be the best methode with the accuracy level of 99% and low radiation.
There are a continuous management development of osteoporosis, especially hormone replacement therapy, and vitamin D and calcium consumption. There has been developed various physiotherapy and off-patient rehabilitation methods. The most important thing in osteoporosis management is that it has to be complete and individualized, as dictated by the patient condition.
The writer suggest that doctors and medical students to lreep increasing their understanding of osteoporosis, especially its diagnosis through literature studies, hospital case studies, discussion forum, or through seminars on osteoporosis.
DAFTAR ISI
HALAMAN
LEMBAR PERSETUJUAN ... ... ... ii
SURA T PERNY ATAAN .iii
ABSTRAK iv
ABSTRACT
v
PRAKATA .
vi
DAFTAR ISI
viii
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1. Latar Belakang
1
1.2. Identifikasi masalah
3
1.3. Maksud dan Tujuan 3
1.3.1. Maksud Penulisan 3
1.3.2. Tujuan Penulisan 4
1.4. Kegunaan Penelitian 4
1.5. Metodologi Penulisan 4
BAB II TINJAUAN PUST AKA 5
2.1. Tinjauan Mengenai Histologi Tulang
5
2.1.1. Sel-sel Tulang
5
2.1.2. Komposisi Tulang
7
2.2. Tinjauan Mengenai Fisiologi Tulang
8
2.2.1. Perubahan pada Twang Nonnal
8
2.2.2. Pengaturan Metabolisme Twang
9
2.2.2.1. Honnon Parathyroid (PTH)
9
2.2.2.2. Vitamin D Teraktivasi
10
2.2.2.3. Honnon-honnon Sex
10
2.3. Definisi Osteoporosis
11
2.4. Epidemiologi
12
IX
2.4.1. Prevalensi 12
2.4.2. Jenis Kelamin 12
2.4.3. Risiko Fraktur 13
2.5. Patofisiologi 14
2.5.1. Perubahan BMD Berdasarkan Usia 15
2.5.2. Gangguan HOI1l1onal 16
2.5.2.1. Kualitas tulang 17
2.6. Klasifikasi... 17
2.6.1. Osteoporosis Primer 17
2.6.1.1. Klasifikasi Osteoporosis Primer 18
2.6.2. Osteoporosis Sekunder ...18
2.7. Faktor- faktor Risiko Osteoporosis 20
2.7.1. Faktor Risiko Lain Osteoporosis dan Fraktur Osteoporotik 21
2.8. Diagnosis Osteoporosis 21
2.8.1. Ananmesis 21
2.8.2. Pemeriksaan Fisik 23
2.8.3. Pemeriksaan Penunjang 23
2.8.3.1. Pemeriksaan Laboratorium 24
2.8.3.2. Biopsi Tulang dan Histomorfometri 25
2.8.3.3. Pemeriksaan RadiologislRontgen 25
2.8.3.4. Pemeriksaan Densitas Massa Tulang (Densitometri) 26
2.9. Diagnosis Banding Osteoporosis 35
2.10. Penatalaksanaan 35
2.10.1. Medikamentosa 35
2.10.2. Program Rehabilitasi 36
2.10.3. Terapi Operatif 38
2.11. Komplikasi 38
BAB III PEMBAHASAN 40
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 43
4.1. Kesimpulan 43
x
DAFTAR TABEL
HALAMAN
Tabel2. 1.Penyebab osteoporosis sekunder
.19
Tabel 2. 2.
Penanda-penanda biokimia yang dapat menunjukkan teIjadinya
pembentukkan atau resorpsi tulang
24
Tabel2. 3. Perbandingan Densitometri
34
Tabel2. 4. Pembagian BMD berdasarkan WHO
35
DAFTAR GAMBAR
HALAMAN
Gambar
2.1. Histologi tulang
6
Gambar
2.2. Histologi tu1angkompaktum.
7
Gambar
2.3. Jaringan tulang spongiosum..
7
Gambar
2.4. Distribusi kalsium dalam tubuh manusia
8
Gambar
2.5. Keseimbangan tulang...
8
Gambar
2.6. Struktur tu1angnormal dan osteoporotik
15
Gambar 2. 7. Skema pemeriksaan vertebrae dengan DPA
29
Gambar
2.8.
QuantitatifComputed TomographyDevice
31
Gambar 2.
9.
Pemeriksaan Bone Mineral Density dengan DEXA...
...33
BABI
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Osteoporosis merupakan suatu jenis penyakit yang disebabkan adanya
kelainan pada tulang yang saat ini te1ah menjadi suatu masalah yang harus
menclapatperhatian yang lebih baik. Osteoporosis telah menjadi masalah besar di
bidang kesehatan clan dapat mengganggu aktivitas clanproduktivitas masyarakat.
Angka kejadian osteoporosis semakin meningkat di seluruh duni~ sejaIan dengan
meningkatnya rata-rata usia harapan hidup manusi~ meskipun peningkatan usia
bukanlah satu-satlmya faktor risiko terjadinya osteoporosis. Pacla tabWl 1994
osteoporosis diangkat menjadi masa1ahkesehatan intemasional (Khan, 2004).
Pacla tahWl 1994, WHO mengajukan suatu definisi osteoporosis
berdasarkan pengukuran terhaclapBone Mineral Densi1)(BDM). PaclaConsensus
Conferences
WHO terakhir, osteoporosis didefinisikan sebagai "suatu penyakit
pada tulang yang bersifat progresif clansistemik, yang ditandai dengan penurunan
massa tulang clan memburuknya mikroarsitektural tulang, dengan akihat
peningkatan kerapuhan tulang clanpeningkatan kemungkinan teIjadinya fraktur".
Kekuatan tulang dihubungkan dengan integritas densitas clan kuaIitas tu1ang itu
sendiri. Keadaan tentang densitas tulang yang normal telah diatur dalam kategori
tertentu oleh WHO (Khan, 2004).
Pacla tahap
awal
peIjalanan
penyakitnya,
osteoporosis
bersifat
asimptomatik. Kehilangan massa tu1ang berlangsung secara perlahan-lahan clan
berakhir dengan teIjadinya fraktur, hanya dengan trauma yang ringan. DaIam
banyak kasus osteoporosis, penyakit ini tidak terdiagnosa sampai terjadi suatu
fraktur (Pramudiyo, R., 1996).
Prevalensi osteoporosis meningkat sejalan dengan meningkatnya usia.
Pada wanita berusia 50 tabun, prevalensi osteoporosis adalah 30%, pada usia 70
tabun adalah 500!cl,clan prevalensinya akan meningkat menjadi 700!clpada wanita
berusia 80 tabun (Nalamachu, 2003). Di Inggris, angka kejadian fraktur yang
2
berhubungan dengan osteoporosis adalah 200.000 kasus/tahun dan besamya biaya yang dikeluarkan pemerintah Inggris untuk pengobatan dan perawatan penyakit ini adalah sekitar 942 juta hingga I miliar Poundsterlingltahun (Slipman, 2003).
Komplikasi utama osteoporosis adalah terjadinya fraktur. Lokalisasi tersering fraktur yang berhubungan dengan osteoporosis adalah pada tulang-tulang vertebrae (corpus vertebrae), distal radius, dan collum femoris. Lokalisasi lain yang mungkin, meskipun lebih jarang terjadi adalah tulang-tulang pelvis, distal femur, dan tulang-tulang costae. Diperkirakan risiko fraktur yang berhubungan dengan osteoporosis pada wanita berusia 50 tahun adalah 17,5% pada colum femoris, 16% pada pergelangan tangan, dan 15.6% pada vertebrae (Khan, 2004). Meskipun kejadian fraktur ini predominan pada wan ita, tetapi 15% dari seluruh kejadian fraktur vertebrae dan 12% fraktur femur yang berhubungan dengan osteoporosis, terjadi pada laki-laki. Fraktur yang berhubungan dengan osteoporosis ini mempunyai angka mortalitas dan morbiditas yang cukup tinggi, dan menurunkan kualitas hidup penderitanya. Terdapat mortalitas sekitar 12% dalam 6 bulan dan hanya 50% penderita yang dapat berjalan kembali tanpa alat bantu setelah mengalami fraktur femur. Akibat dari fraktur vertebrae adalah menurunnya kualitas hidup penderita, dimana sebagian pasien mender ita rasa nyeri kronis sebagai akibat deformitas vertebrae. Deformitas pada vertebrae dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada otot-otot spinalis, gangguan fungsi sendi, dan kadang-kadang timbul nyeri kronis akibat kompresi vertebra atau kompresi syaraf pada radius dan ulna (Pramudiyo, R., 1996; Nalamachu, 2003).
Untuk mencegah komplikasi, para ahli osteoporosis memberi perhatian khusus pada faktor-faktor yang menyebabkan dan memicu terjadinya osteoporosis, dengan tujuan agar setiap orang yang merasa mempunyai faktor risiko dianjurkan melakukan pemeriksaan dan melakukan anjuran-anjuran yang diberikan agar kejadian osteoporosis tidak berlanjut atau tidak terjadi komplikasi berupa fraktur (Pramudiyo, R., 1996).
3
osteoporosisjuga semakin berkembang mulai dari pemeriksaan laboratorium yang
sederhana sampai dengan pemeriksaan mineral tulang dengan menggunakan
alat-alat yang berteknologi canggih (Khan, 2004).
Penatalaksanaan osteoporosis terus menerus mengalami perkembangan
yang pesat. Dalam hal pencegahan telah dikembangkan berbagai terapi sulih
honnon pada wanita menopause, pemberian vitamin D, dan pemberian kalsium.
Dalam hal terapi operasi, telah dikembangkan berbagai teknik operasi terutama
pemasangan protesa bagi penderita yang telah mengalami fraktur. Demikian pula
dalam hal rehabilitasi, telah dikembangkan berbagai metode fisioterapi dan
rehabilitasi rawatjalan bagi penderita (Solomon, 2001).
1.2. Identifikasi masalah
Sebagai akibat makin meningkatnya angka harapan hidup, maka makin
meningkat persentase penduduk yang berusia lanjut, dan makin banyak pula kasus
osteoporosis yang akan ditemui dalam praktek sehari-hari. Oleh karena itu, adalah
penting bagi dokter untuk lebih mengetahui penyakit osteoporosis ini, dan
bagaimana cara mendiagnosisnya. Saat ini terdapat banyak metode dan alat yang
dapat digunakan untuk mendiagnosis osteoporosis, namun masih banyak terdapat
masalah dalam kriteria diagnosisnya, karena itu dibutuhkan pemahaman yang
lebih tinggi mengenai diagnosis osteoporosis di kalangan para dokter. Alasan
inilah yang mendorong penulis untuk memilih pembahasan mengenai diagnosis
osteoporosis.
1.3. Maksud dan Tujuan
1.3.1. Maksud Penulisan
Maksud dari penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai osteoporosis
dan
4
1.3.2. TujuanPenulisan
Penulisan ini mempunyai tujuan untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai keunggulan dan kekurangan metode-metode diagnosis osteoporosis yang pada saat ini semakin berkembang.
1.4. Kegunaan Penelitian
Penulis mengharapkan hasil penelitian ini dapat:
.
Memberikan infonnasi kepada pembaca, khususnya para mahasiswa
Fakultas Kedokteran mengenai diagnosis osteoporosis..
Bagi penelitian berikutnya, penelitian ini dapat dijadikan bahan
pertimbangan dan perbandingan.
1.5.Metodologi Penulisan
BABIV
KESIMPULAN
DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Faktor-faktor risiko osteoporosis beraneka ragam. Usia lanjut menjadi pemicu yang terbanyak dari osteoporosis, sehingga wanita menopause atau orang tua diatas 50 tahun mernpakan penderita terbanyak.
Berbagai pemeriksaan penunJang telah dapat dilakukan untuk mendiagnosis kelainan ini. Pemeriksaan dengan radiologis dinilai kurang tepat untuk mendiagnosa osteoporosis karena hanya mampu memberikan gambaran kelainan pada osteoporosis yang telah lanjut.
Dari berbagai teknik yang tersedia saat ini diketahui bahwa DEXA memiliki kelebihan dibandingkan dengan metode lainnya karena memiliki dosis radiasi yang rendah (0,6-1,5 mrem), akurasi yang sangat baik (99%) dan biaya yang tidak tinggi. Dibandingkan dengan DPA yang tingkat akurasi nya cukup tinggi (97%), DEXA diketahui memiliki tingkat kesalahan yang lebih kecil dan biaya yang lebih rendah. Metode lain yang sangat akurat adalah QCT (98%), tetapi tingkat radiasi pada teknik ini sangat besar (>300 mrem).
Pada saat ini, penatalaksanaan osteoporosis lebih ditekankan pada pencegahannya, yang dapat dilakukan sedini mungkin, diantaranya dengan modifikasi gaya hidup seperti tidak merokok, menjauhi minuman beralkohol, dan melakukan olahraga yang teratur. Konsumsi adekuat kalsium dan vitamin D selama masa pertumbuhan juga dapat mencegah terjadinya osteoporosis pada usia lanjut.
4.2. Saran
Mengingat bahwa angka kejadian osteoporosis yang terns meningkat dan untuk terns meningkatkan keberhasilan diagnosis dan penatalaksanaannya, maka penulis menyarankan agar para dokter dan mahasiswa kedokteran terns meningkatkan pemahaman mengenai osteoporosis, diagnosis dan pemeriksaan yang perlu diketahui serta penatalaksanaannya, yang dapat dicapai melalui studi
44
literatur, studi kasus di rumah-rumah sakit, mengadakan forum diskusi atau
mengikuti
seminar-seminar
mengenm
osteoporosis,
permasalahan
dan
DAFTAR
PUS TAKA
1. Achmad, TH. 2003. Bu/cu panduan praktikum biokimia II. Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. P. 28 - 33.
2. Brunader R., Shelton O.K.. 2002. Radiologic Bone Assessment in the Evaluation of Osteoporosis., http://www.aafp.orglafp/2002040l/1357.html., Desember 2nd,2004.
3. Genent, HaIl)' K., Jorges ZM., and Cornelius VK. 2003. Radiolussical assessment of vertebra fracture. Oalam: Vertebral fracture initiative resource document. part 2. P. 20 - 36.
4. Gray, J et all. 1997. Bone Densitometry as a Screening Toolfor Osteoporosis in Postmenopausal Women., http://www.health.state.mn.uslhtac/bone.htm. November 5th, 2004
5. Hammond, Charles B. 1999. Climacteric. Oalam: Danforth's obstetric & gynecology. 8th Ed. Ch.43. P.676-694.
6. Hansen P1. 1995. Clinical Gynecology. The Menopause. Dalam: Sciarra obstetrics and gynecology. Rev. Ed. Vol 1. Ch 24. P. 5 - 17.
7. Khan, Ali Nawaz. 2004. Osteoporosis, involutional. http://www.emedicine.comlradio/topic503.htm. November 3fd,2004.
8. Muharam. 2002. Osteoporosis. Oalam: Kursus penyegar & penambah ilmu kedokteran. Lunch Symposium. Jakarta.
9. Nalamachu, Srinivas R. 2003. Osteoporosis (primary)., http://www.emedicine.comlpmr/topic94.htm.. November 1st, 2004.
10. Pramudiyo, R. 1996. Osteoporosis. Oalam: Buku ajar ilmu penyakit cialam jilid 1. Edisi-Ill. Jakarta. Balai penerbit FKUl. P. 443, 672-673.
11. Rosen, HM., and Rosenblatt, M. 2000. Overview of the management of osteoporosis. http://www.medscope.com.. November 8th, 2004.
12. Slipman, Curtis W. 2003. Osteoporosis (secondary). http://www.emedicine.comlpmr/topic95.htm. November 1st, 2004.
13. Solomon L., et all. 2001. Apley's System of Orthopaedics and Fractures. 8th. ed. New York. Oxford University Press Inc. P. 112 - 119.
46
14. Szule, Pand, Delmas. 2003. Osteoporosis and related fracture. DaIam: Vertebralfracture initiative research document. part 1. P. 3 - 10.
15. Tambayong,1. 1997. Histologi dasar. Edisi VIII. EGC. P. 136 - 141.