• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN PGRI DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU SEKOLAH DASAR DI KOTA BANDUNG : Studi Evaluatif tentang Implementasi Program Kerja PGRI Kota Bandung Masa Bakti 1995-2000.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERANAN PGRI DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU SEKOLAH DASAR DI KOTA BANDUNG : Studi Evaluatif tentang Implementasi Program Kerja PGRI Kota Bandung Masa Bakti 1995-2000."

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

„2W rri? /"

PERANAN PGRI DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU SEKOLAH DASAR

Dl KOTA BANDUNG

(Studi Evaluatif tentang implementasi Program Kerja

PGRI Kota Bandung Masa Bakti 1995-2000)

TESiS

Memenuhi salah satu syarat

Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Bidang Administrasi Pendidikan

Oleh

KUSTIWA BENOPUTRA NIM.999535

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

Disetujui dan disyahkan oleh:

Prof.Dr.H. Djam'an Satori, MA

Pembimbing II

Prof.Dr.H. Mohamad Idochi Anwar

Program Pascasarjana

Universitas Pendidikan Indonesia

(3)

Mengetahui,

Ketua Program StudrAdministrasi Pendidikan

Program Pascasarjana Univjersitas Pendidikan Indonesia

Prof. Dr. amsuddin Makmun, MA

Program Pascasarjana

Universitas Pendidikan Indonesia

2001

(4)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap informasi mengenai

peranan PGRI dalam meningkatkan profesionalisme guru. Rumusan

masalah penelitian ini adalah "Bagaimana peranan PGRI dalam

meningkatkan profesionalisme guru sekolah dasar di Kota Bandung?"

Temuan penelitian yang sekaligus merupakan jawaban atas

pertanyaan penelitian, sebagai berikut:

1. Garis-garis besar kebijakan program kerja PGRI, dijelaskan sebagai

berikut:

a. Isi program kerja PGRI dalam meningkatkan profesionalisme

guru-guru, terdiri dari bidang kerja umum dan organisasi; pendidikan dan

profesionalisme angota; dan bidang kerja kesejahteraan. Ketiga

bidang kerja merupakan penjabaran dari visi dan misi PGRI. Visi

PGRI "adalah "PGRI sebagai organisasi dinamis, mandiri, dan

berwibawa yang dicintai oleh anggotanya, disegani oleh mitranya,

dan diakui keberadaannya oleh masyarakat luas". Sementara misi

PGRI meliputi: (1) misi nasional; (2) misi pembangunan nasional;

(3) misi pendidikan nasional; (4) misi profesi; dan (5) misi

kesejahteraan.

b. Perumusan kebijakan program kerja PGRI dilaksanakan dalam

sidang komisi dan disyahkan dalam sidang pleno dalam

Konperensi Daerah Tingkat II PGRI Kota Bandung.

c. Forum yang digunakan dalam merumuskan kebijakan program

kerja PGRI adalah Konperensi Daerah Tingkat II PGRI Kota

Bandung. Konperensi Daerah dilaksanakan setiap satu tahun

sekali.

d. Pihak yang dilibatkan dalam perumusan kebijakan program kerja

PGRI adalah semua guru yang tercatat sebagai anggota aktif PGRI

yana diwakili oleh utusan cabang PGRI.

2. Pelaksanaan kebijakan program kerja PGRI berdasarkan bidang kerja

masing-masing, menjabarkan program kerja ke dalam program kerja

tahunan yang kemudian dievaluasi dalam konperensi kerja tahunan.

3. Analisis SWOT Perumusan dan Pelaksanaan Program Kerja PGRI,

dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Kekuatan:

perumusan

program

kerja

secara

demokratis,

pendalaman perumusan program kerja, SDM yang memadai, dan

anak cabang PGRI.

b. Kelamahan: keanggotaan yang belum menyentuh semua guru

pada ienis dan jenjang pendidikan, ruang lingkup program yang

belum komprehensif, dan belum dimilikinya instrumen monitoring

dan evaluasi.

c. Peluang: masih banyaknya jumlah guru yang belum terakomodasi

dalam keanggotaan PGRI, dan dimilikinya anak cabang PGRI.

d. Tantangan: maraknya perjuangan guru untuk meningkatkan

kesejahteraan dan implementasi kebijakan otonomi daerah.

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

P E R N Y A T A A N i

LEMBAR PERSETUJUAN ii

LEMBAR PENGESAHAN iii

ABSTRAK iv

KATA PENGANTAR v

UCAPAN TERIMA KASIH vii

DAFTAR ISI x

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xvi

Bab I Pendahuluan 1

A. Latar Belakang 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 8

C. Pertanyaan Penelitian 10

D. Tujuan Penelitian 11

E. Manfaat Penelitian 13

F. Paradigma Penelitian 14

Bab II Pengembangan Profesionalisme Guru Melalui

Pemberdayaan Organisasi PGRI 18

A. Pemberdayaan Organisasi PGRI 18

1. Kegiatan Organisasi PGRI 18

2. Upaya Pembenahan Organisasi PGRI 27 3. Pengembangan PGRI Sebagai Organisasi

Profesi 30

B. Profesionalisme Guru Sekolah Dasar 35

1. Konsep Dasar Profesi 35

2. Pengertian Profesional dan Profesionalisasi

Guru 37

3. Dasar Peningkatan Kemampuan Profesional

Guru 39

4. Strategi Meningkatkan Kemampuan Profesional

Guru 42

C. Pengelolaan Sumber Daya Manusia Dalam

Setting Pendidikan 56

1. Konsep Pengelolaan Sumber Daya Manusia

(Guru Sekolah Dasar) 56

2. Fungsi Pengelolaan Sumber Daya Manusia 59 3. Maksud dan Tujuan Pengelolaan Sumber

Daya Manusia 62

4. Peranan SD Dalam Pembangunan Sumber

Daya Manusia 65

(6)

Bab III Metode Penelitian 70

A. Metode Penelitian 73

B. Teknik Pengumpulan Data 85

C. Instrumen Penelitian 75

D. Subyek Penelitian 77

E. Tahap-Tahap Pelaksanaan Penelitian 78

F. Teknis Analisa Data 80

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan 82

A. Deskripsi Data Penelitian 83

1. Garis-Garis Besar Kebijakan Program Kerja PGRI. 83 2. Pelaksanaan Kebijakan Program Kerja PGRI

3. Analisis SWOT Perumusan dan Pelaksanaan

Kebijakan Program Kerja PGRI 128

B. Pembahasan Hasil Penelitian 137

1. Analisis Garis-Garis Besar Kebijakan

Program Kerja PGRI 137

2. Analisis Pelaksanaan Kebijakan Program

Kerja PGRI 142

3. Analisis SWOT Perumusan dan Pelaksanaan

Program Kerja PGRI 145

Bab V Kesimpulan, Implikasi dan Saran 154

A. Kesimpulan 154

B. Implikasi 164

B. Saran 165

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

(7)

D A F T A R T A B E L

Hal

Nomor

1. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian 76

2. Jumlah Peserta Konperensi Daerah Tk. II PGRI

Kota Bandung Tahun 1998

107

3. Daftar Nama Pengurus Cabang PGRI Yang Menjadi

Peserta Dalam Konperensi Daerah Tk. II PGRI

Kota Bandung Tahun 1998

109

(8)

DAFTAR GAMBAR

Hal

Nomor

1. Paradigma Penelitian 17

2. Sekolah Dasar Dalam Sistem Pendidikan Nasional 66

3. Pendidikan dan Pembangunan 67

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Instrumen Penelitian

2. SK Pembimbing Tesis

3. Surat Pengantar Penelitian

4. Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian 5. Riwayat Hidup

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Disadari peranan guru dalam sistem pendidikan merupakan pusat aktivitas semua komponen-komponen pendidikan. Guru juga dipandang sebagai potensi yang memiliki nilai/guna ekonomi relatif lama.

Produktivitas pendidikan nasional khususnya peningkatan mutu

pendidikan banyak tergantung pada seberapa jauh kontribusi yang diberikan sumber daya ini melalui pelaksanaan tugas mereka sehari-hari. Dalam Sasaran Pembangunan Jangka Panjang II dan Strategi Pembangunan Pendidikan Nasional, secara rinci disebutkan 4 langkah utama dalam pembangunan pendidikan, yakni sebagai berikut: "(1)

peningkatan pemerataan kesempatan pendidikan, (2) peningkatan

relevansi pendidikan dengan pembangunan, (3) peningkatan kualitas pendidikan, dan (4) peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan".

Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta arus informasi yang begitu cepat,

(11)

terhadap pendidikan, baik orang tua, masyarakat, dunia kerja

maupun pemerintah, dalam peranan dan kapasitasnya

masing-masing

memiliki

kepentingan

terhadap

penyelenggaraan

pendidikan yang bermutu. Dari sudut pandang para pembuat

produk dan penyedia jasa (producer, service producer), mutu

dipandang sebagai derajat pencapaian spesifikasi rancangan yang

telah ditetapkan. Sedangkan dari sudut pandang pemakai, mutu

diukur dari kinerja produk, yaitu suatu kemampuan produk yang

memuaskan kebutuhannya.

Seiring dengan perannya yang strategis, keadaan guru-guru di

Indonesia masih menyimpan berbagai permasalahan yang secepatnya

perlu memperoleh perhatian serius. Tentang hal tersebut, Dedi Supriadi

(1998) menyebutkan empat permasalahan yang muncul dalam hal

administrasi dan manajemen guru-guru di Indonesia, yakni sebagai

berikut: "Persoalan profesi keguruan dapat dipandang dari berbagai sudut.

Dari kacamata administrasi dan manajemen kependidikan, ada empat

aspek penting; pengadaan, pengakatan, penempatan, dan pembinaan

guru".

Sisi birokrasi memandang guru sebagai kepanjangan tangan

pemerintah untuk menerapkan kebijakan politiknya melalui wahana

pendidikan. Dalam interaksi seperti hal ini, diciptakan suatu kondisi di

mana guru hanya bertugas menjalankan perintah atasan dengan penuh

loyalitas tanpa diberikan kebebasan berpendapat, mengembangkan

kreativitas, yang akhirnya tidak menutup kemungkinan melahirkan pola

pemikiran bahwa kriteria guru teladan itu salah satunya harus tunduk

terhadap perintah atasan. Di sini, mulai tergeser perhatian anak didik dari

guru. Dalam perspektif pendidikan nasional, guru sebagai bagian integral

(12)

mengukur keberhasilan proses pendidikan. Sebagai penghargaan atas

pengakuan profesi penempatan tersebut, barangkali tidak ada salahnya,

tetapi ketika pendidikan dipandang gagal, maka gurulah yang menjadi

sasaran utamanya.

Dari perspektif kemanusiaan, guru diposisikan sebagai prototype

pribadi yang bemuansakan nilai-nilai kemanusiaan. Namun disisi lain,

persoalan kesejahteraan hidupnya belum diperhatikan sebagaimana

tuntutan peran sosial normatifnya. Kenyataan inilah sebenarnya yang

telah

mewarnai nasib para guru di Indonesia, di mana tingkat

kesejahteraannya menempati peringkat terendah dibandingkan dengan

guru-guru di negara berkembang lainnya. Bahkan dalam perkembangan

kesejahteraan

guru-guru di Indonesia,

kesejahteraan

guru

terus

mengalami devisit (penurunan). Kenaikan gajih para guru hanyalah

berubah angka nominalnya, sedangkan daya belinya semakin menurun.

Dibandingkan dengan gajih guru pada tahun 1970-an, maka gajih guru

dewasa ini mengalami penurunan daya belinya sebesar 30%.

Profesi keguruan di Indonesia, menurut pengamatan penulis dapat

diposisikan ke dalam tiga permasalahan utama, yaitu masalah mutu

profesionalisme, standar kesejahteraan, dan aspek sirkulasi yang meliputi

permasalahan pengangkatan, penyebaran, dan pemerataan.

Upaya meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan mutu

guru dilakukan baik oleh LPTK dalam bentuk preservice maupun oleh

Depdiknas dalam bentuk inservice melalui kegiatan pelatihan, penataran,

(13)

Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Bidang Studi (MGBS),

dan masih banyak kegiatan lainnya.

Kondisi guru (pendidik) di Indonesia kini menggambarkan latar

belakang pendidikan yang beraneka ragam, antara lain disparitas (tidak

sejenis), ketersediaan guru daerah, terbatasnya kewenangan guru

mengajaryang dimiliki lulusan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan

(LPTK), dan masih banyak ditemukan adanya guru yang mengajar di luar

bidang keahliannya. Temuan itu sehubungan dengan pendapat S.

Nasution (1987: 160-161) tentang faktor-faktor yang memperlambat

pembaharuan dalam pengajaran di sekolah, antara lain:

1

Keengganan masyarakat yang mencurigai perubahan karena

anggapan bahwa pendidikan mereka terdahulu di sekolah baik,

dan khawatir kalau-kalau pembaharuan justru membawa

kerugian bagi anak-anak.

2. Para Penilik Sekolah dan Staf Kementrian Depdikbud tidak

semua memiliki pengetahuan yang mendalam tentang proses

belajar

mengajar,

mereka

juga

tidak

mampu

mendemonstrasikan metode-metode baru.

3 Administrasi sistem pendidikan terlampau dipusatkan dalam

tangan

pejabat-pejabat

tertentu

yang

menjalankan

pembaharuan melalui saluran birokrasi.

4.

Guru-guru cenderung mempertahankan praktek-praktek rutin.

5. Teori yang dibentuk berdasarkan penelitian, sering dalam

situasi laboratorium, jarang ada kaitannya dengan

masalah-masalah praktis dalam kelas.

6.

Sekolah pada hakikatnya konservatif dan terutama melihat

tugasnya untuk menyampaikan kebudayaan masa lampau.

7.

Ide-ide baru dalam kebanyakan aspek kehidupan biasanya

memakan waktu lama agarditerima secara umum, adakalanya

puluhan bahkan ratusan tahun lamanya.

Tentang gambaran dari penyebaran peningkatan mutu pendidikan

quru-guru sekolah dasar, telah dilakukan penelitian oleh Dedi Supriadi

(14)

Statistik pendidikan mencatat bahwa pada tahun 1993/1994 guru SD berjumlah sekitar 1,2 juta, sebagian besar yaitu 900 ribu belum berkualifikasi D2. Jumlah guru SDyang telah mengikuti program D2

sampai dengan tahun 1993/1994 sekitar 200 ribu dengan harapan

seluruhnya lulus. Jadi masih ada 700 ribu guru yang belum

mengikuti program D2. Ini berarti jika setiap tahun jumlah peserta program penyetaraan D2 bertambah 50 ribu guru SD, maka untuk penyelesaian 900 ribu guru lainnya memerlukan waktu sekitar 14

tahun. Ini merupakan perjalanan waktu yang cukup panjang bagi

pembinaan mutu profesi guru dibandingkan dengan tuntutan masyarakat yang maju begitu pesat.

Permasalahan di atas hanya menyangkut daya jangkau program

penyetaraan terhadap jumlah guru SD yang belum berkualifikasi

pendidikan D2. Bagaimana halnya dengan kualitas penyelenggaraan

program penyetaraan D2 tersebut?

Dewasa ini ada usaha yang sungguh-sungguh dari Ditjen Dikdasmen bersama UT dan LPTK untuk memperbaiki mutu

penyelenggaraan D2. Tujuannya untuk meningkatkan produktivitas program ini yang memang masih dirasa rendah.

Di samping itu, ada usaha untuk mulai mendeteksi sejauh manakah hubungan program D2 dengan mutu pendidikan . Apakah meningkatnya

jumlah guru yang berkualifikasi D2 berjalan paralel dengan meningkatnya

mutu pendidikan terutama pada tataran sekolah? Upaya ini merupakan kebutuhan dan sekaligus jawaban terhadap permintaan dari kalangan

DPR-RI dan dari lingkungan Depdikbud.

(15)

mengembangkan pedoman penyelenggaraan yang disebut Hasil Belajar

Melalui Pengalaman (HBMP).

Penyusunan HBMP dimaksudkan agar hasil akreditasi terhadap

pengalaman diperhitungkan dalam program penyetaraan yang diikuti oleh

guru. Pengalaman seminar, penataran, penelitian, karya tulis, dan Iain-Iain

bisa dihitung untuk menjadi kredit dalam menempuh D2. Penataran di

lingkungan Ditjen Dikdasmen dirancang agar materi dan jumlah jamnya

(sekitar 86 jam) dapat disetarakan dengan jumlah 2 kredit dalam

perkuliahan reguler. Dengan demikian guru tidak mesti menempuh semua

mata kuliah yang dituntut di program D2. Memang hal tersebut tidak

mudah mengingat jumlah guru yang sangat besar dan dalam lokasi yang

amat tersebar.

Dari uraian di atas, semakin memposisikan bahwa peningkatan

profesionalisme guru merupakan suatu kebutuhan yang amat mendesak

dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Penulis memahami ada

dua alasan yang memposisikan pentingnya peningkatan profesionalisme

guru sebagai salah satu cara untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Pertama, pengalaman mempengaruhi

mutu penampilan guru

dalam

mengajar. Studi dibeberapa negara melaporkan bahwa pengalaman guru

berkaitan dengan efektivitas mengajarnya. Pengalaman yang masih

efektif ada dalam rentangan 4-20 tahun. Kedua, demi efektivitas dan

efisiensi penyelenggaraan program penyetaraan. Misalnya, jika mereka

(16)

pengalamannya diakreditasikan untuk D2, tentu saja masih selektif, maka

hal tersebut sudah mengurangi beban kuliah para guru SD tersebut. Dalam kenyataan sehari-hari, banyak peluang yang dapat diberdayakan untuk melakukan pembinaan dan peningkatan profesionalisme guru-guru. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)

sebagai wadah perjuangan guru Indonesia, secara khusus telah

memberikan perhatiannya terhadap upaya peningkatan profesionalisme

guru-guru. Hal tersebut, sebagaimana dicantumkan dalam "Pokok-Pokok

Program Umum PGRI Masa Bakti XVIII (1998-2003), bahwa peningkatan kemampuan profesional tenaga kependidikan, dilakukan dengan program

sebagai berikut:

1. Meningkatkan mutu tenaga kependidikan dengan

menyelenggarakan latihan dan pendidikan untuk memperoleh kecakapan khusus serta menyelenggarakan seminar, lokakarya.saresehan, diskusi, penataran, dan Iain-Iain, secara bertahap, berjenjang, dan berkesinambungan, baik di luar

maupun di dalam organisasi.

2. Mengadakan dan mengedarkan penerbitan khusus bidang

profesi, keorganisasian, dan ketenagakerjaan.

3. Membantu pelaksanaan program penyetaraan Dll, Dill dan lanjutan pendidikan guru tingkat perguruan tinggi serta memperjuangkan dan mengusahakan beasiswa guru dan peserta didik serta tugas belajar untuk guru di dalam dan atau

di luar negeri.

4. Menyelenggarakan studi banding kependidikan baik di dalam

maupun ke luar negeri.

(17)

PGRI adalah organisasi nasional yang bersifat: \ , «* ...

\\ S"^«>

-^ **•• •••" •••

1. Unitaristiktanpa memandang perbedaan ijazah, tempafebekerja, __.,/

kedudukan, suku, jenis kelamin, agama, dan asal-usul.

2. Independen yang berlandaskan pada prinsip kemandirian

organisasi dengan mengutamakan kemitrasejajaran dengan

berbagai pihak, dan

3. Tidak berpolitik praktis yang tidak terikat dan atau mengikatkan

diri pada kekuatan organisasi sosial/politik manapun.

Berangkat dari dasar pemikiran dan dasar yuridis yang ada dalam kebijakan PGRI, penulis memandang bahwa PGRI secara konseptual memiliki peranan yang amat strategis ke arah peningkatan

profesionalisme guru-guru.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Program kerja PGRI sebagai wadah profesi guru-guru di Indonesia,

dalam program kerjanya meliputi berbagai

program

kerja.

Dalam

penelitian ini akan merujuk pada program kerja bidang pendidikan/profesi.

Berbagai bidang kerja PGRI untuk meningkatkan profesionalisme

guru-guru, adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan mutu tenaga kependidikan, pengurus dan kader PGRI

serta anak lembaga melalui kegiatan:

a. Latihan dan pendidikan untuk memperoleh kecakapan khusus di

kalangan guru/tenaga kependidikan, baik jalur pendidikan sekolah

maupun jalur pendidikan luar sekolah, seperti:

- Proses belajar mengajar - Perpustakaan

(18)

- Bimbingan/penyuluhan

- Pramuka, PMR, PKS

- Olahraga, kesenian, rekreasi/studi wisata - Bahasa Inggris

- Penelitian dan pembuatan karya ilmiah

- Penataran PAK bagi guru dan Kepala Sekolah

b. Menyelenggarakan seminar/simposium/diskusi/ceramah/lokakarya/

saresehan, dan Iain-Iain yang berkenaan dengan pembangunan

pendidikan dan kebudayaan, antara lain:

- Bahaya ecstasy di kalangan remaja sekarang

- Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun

- Metoda Pembelajaran

- Link and Match dalam pendidikan secara infdormatoris

dilaksanakan

- Dalam rangka HUT PGRI, Hardiknas atau Peringatan Hari Besar

Nasional

- Lainnya di setiap jenjang kepengurusan

c. Memberikan motivasi dan pembinaan kepada para guru untuk

mengikuti program peningkatan kualifikasi profesional seperti Dll untuk guru SD/MI, Dll untuk guru SLTP/Mts, serta membina mereka yang telah menyelesaikan program tersebut.

- Berperan serta menyukseskan program wajib belajar pendidikan

dasar 9 tahun.

(19)

peserta didik serta tugas belajar untuk guru.

- Membina dan mengembangkan LPTK baik yang suOTfeana-l

maupun yang akan datang.

- Intensifikasi mekanisme kerja anak lembaga antara PDTK. I

PGRI dengan YPLP-PGRI termasuk pada jenjang kepengurusan

di DT.II dan Kecamatan.

Berangkat dari program kerja PGRI di bidang peningkatan

profesionalisme guru di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah:

"Bagaimana

peranan

PGRI

dalam

meningkatkan

profesionalisme guru-guru sekolah dasar di kota Bandung?"

C. Pertanyaan Penelitian

Permasalahan

tentang

peranan

PGRI

dalam

meningkatkan

profesionalisme guru-guru sekolah dasar di kota Bandung, lebih lanjut

dapat dirinci dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana garis-garis besar kebijakan program kerja PGRI?

a. Bagaimana isi program kerja PGRI dalam rangka meningkatkan

profesionalisme guru-guru sekolah dasar?

b. Bagaimana proses penyusunan kebijakan program kerja PGRI?

c. Forum apa yang dipakai dalam merumuskan kebijakan program

kerja PGRI?

d. Pihak mana saja yang dilibatkan dalam perumusan kebijakan

program kerja PGRI?

|0

Memperjuangkan dan mengusahakan beasiswa ©3g£c

(20)

11

2. Bagaimana pelaksanaan Kebijakan dan program kerja PGRI?

a. Strategi apa yang digunakan dalam melaksanakan program kerja

PGRI?

b. Teknik pengawasan apa yang digunakan dalam memonitor

pelaksanaan program kerja PGRI?

c. Teknik penilaian seperti apa yang digunakan untuk mengukur

keberhasilan pelaksanaan program kerja PGRI?

3. Bagaimana analisis SWOT dalam perumusan dan pelaksanaan

kebijakan program kerja PGRI?

a. Kekuatan apa yang terkandung dalam proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan program kerja PGRI?

b. Kelemahan apa apa yang terkandung dalam proses perumusan

dan pelaksanaan kebijakan program kerja PGRI?

c. Peluang apa yang dapat dikembangkan dalam proses perumusan

dan pelaksanaan kebijakan program kerja PGRI?

d. Ancaman apa yang perlu diantasipasi dalam proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan program kerja PGRI?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk melakukan analisis

penilaian secara ilmiah, obyektif, dan empiris tentang keberadaan PGRI

sebagai organisasi profesi guru di Indonesia, terutama dilihat dari aspek

(21)

12

dihasilkannya aniisis tersebut, diharapkan dapat menjadi wacana baru di masyarakat tentang keberadaan PGRI di era baru ini.

2. Tujuan Khusus

Secara khusus, penelitian ini bertujuan:

a. Mendeskripsikan garis-garis besar kebijakan program kerja PGRI, dengan aspek yang dianalisis seperti; (a) isi program kerja PGRI dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru-guru sekolah dasar, (b) proses penyusunan kebijakan program kerja PGRI, (c) forum yang dipakai dalam merumuskan kebijakan program kerja PGRI, dan (d) pihak yang dilibatkan dalam perumusan kebijakan program kerja

PGRI.

b. Mendeskripsikan pelaksanaan Kebijakan dan program kerja PGRI,

dengan aspek yang dianalisis seperti; (a) strategi yang digunakan

dalam melaksanakan program kerja PGRI, (b) teknik pengawasan yang digunakan dalam memonitor pelaksanaan program kerja PGRI, dan (c) teknik penilaian yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan program kerja PGRI.

(22)

13

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Secara Teoritis

Temuan-temuan secara ilmiah, obyektif, dan empiris tentang arah

dan kebijakan program kerja PGRI dalam meningkatkan profesionalisasi

guru, dapat dijadikan bahan diskusi bagi para pakar dan praktisi pendidikan, serta aparat pemerintah dalam rangka otonomi daerah, sehingga upaya peningkatan mutu pendidikan di daerah dapat diwujudkan

secara maksimal.

2. Manfaat Secara Praktis

Hasil dari penelitian ini, diharapkan memiliki nilai aplikasi sebagai

berikut:

a. Menjadi masukan sumbangan pemikiran bagi pengurus PGRI Tingkat II Kota Bandung dalam rangka meningkatkan program kerjanya di bidang peningkatan profesionalisasi guru.

b. Menjadi masukan bagi pemerintah Daerah Tingkat II Kota Bandung, dalam meningkatkan kerjasamanya dengan berbagai instansi yang

terkait dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.

c. Memberikan kontribusi terhadap pendidikan khususnya Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) sekaligus memberikan peluang bagi para peneliti lain untuk melakukan penelitian replikatif

(23)

14

F. Paradigma Penelitian

Pengembangan mutu dan kualitas pendidikan antara lain ditempuh melalui pengembangan mutu para pendidiknya, karena pendidik

merupakan "the man behind the system/program" serta sebagai factor

kunci yang turut menentukan keberhasilan pendidikan. Dalam hal ini,

Oteng Sutisna (1987:103), mengemukakan bahwa:

Kualitas program pendidikan tidak hanya bergantung kepada

konsep-konsep program yang cerdas tetapi juga pada personil pengajar yang mempunyai kesanggupan dan keinginan untuk

berprestasi. Tanpa personel yang cakap dan efektif, program

pendidikan yang dibangun di atas konsep-konsep yang cerdas

serta dirancang dengan teliti pun tidak dapat berhasil.

Dengan pemyataan tersebut, di lain pihak para guru atau tenaga

kependidikan lainnya harus memiliki rasa tanggung jawab untuk meningkatkan kemampuan profesional sebagai pendidik, sebagaimana

dituntut £>leh Pasal 31 PP No.38 Tahun 1992, yang menyatakan:

"Tenaga kependidikan berkewajiban untuk berusaha mengembangkan kemampuan profesionalnya sesuai dengan perkembangan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan bangsa".

Kaitannya dengan

profesionalisasi

tenaga

pendidik/pengajar,

menurut Fakry Gaffar (1987:159), disebutkan bahwa: "kinerja guru

terbagi ke dalam tiga

bidang

besar, yaitu: (1) content knowledge, (2)

behavioral skills, (3) human relations skill".

Dalam hal ini, Content knowledge berkaitan dengan penguasaan

materi pengetahuan yang akan diajarkan kepada peserta didik. Kedua,

mengenai

behavioral skills, berupa keterampilan perilaku yang harus

(24)

15

didaktis metodologis pengajaran arah apakah pendidikan yang bersifat

pedagoigis untuk pendidikan anak maupun andragogis untuk pendidikan orang dewasa. Ketiga, human relations skills, adalah kemampuan manusiawi untuk dapat menjalin hubungan yang baik dengan unsur manusia yang terlibat dalam proses pendidikan yakni peserta didik, pengajar, dan pimpinan lembaga pendidikan.

Untuk dimilikinya profesionalisme yang tinggi pada guru memerlukan upaya pendidikan yang berkelanjutan. Makna pendidikan berkelanjutan mengindikasikan bahwa peningkatan profesionalisme pada

guru-guru tidak hanya mengandalkan pada latar belakang pendidikan

formal saja, atau dengan kata lain tidak cukup dengan persyaratan pre

service training, tetapi harus didukung oleh berbagai upaya setelah ia

memangku jabatan guru, yakni dalam bentuk in-service training. .

Dalam hal ini, keberadaan PGRI sebagai wadah profesi guru

memiliki peranan yang strategis dalam memfasilitasi peningkatan profesionalisme guru-guru, baik melalui pendidikan lanjutan dalam jalur formal atau disebut juga sebagai peningkatan pengalaman pre-service

training, maupun dengan cara mengadakan berbagai kegiatan pembinaan

dalam bentuk in-service training, seperti lokakarya, seminar, pelatihan,

dan sebagainya. Tentang hal tersebut, dapat dipahami dalam Anggaran Dasar PGRI Bab VII tentang Fungsi PGRI, yang salah satunya, adalah: "memelihara dan mempertinggi kesadaran guru akan profesinya untuk meningkatkan mutu, keahlian, kemampuan, pengabdian, prestasi, dan

(25)

16

Dalam strategi dasar perjuangan PGRI dalam memasuki era baru

awal abad 21, disebutkan salah satu program prioritas PGRI adalah:

Peningkatan profesionalisme organisasi termasuk di dalamnya

peningkatan kualitas manajemen, kepemimpinan, dan kaderisasi, administrasi dan keuangan, komunikasi, dan informasi.

Peningkatan kemandirian, dalam arti yang luas tidak hanya mandiri

dalam arti flnasial dan material, tetapi juga tekad, jiwa, semangat

kiprah, dan keberdayaan organisasi.

Dalam praktek pembinaan

dan peningkatan

profesionalisme

guru-guru tersebut, tidak selamanya PGRI langsung bertindak sebagai

pelaksana dari kegiatan in-service training, namun adakalanya PGRI

melakukan kerjasama dengan instansi lain yang relevan ke arah

peningkatan profesionalisme guru.

Dilihat dari perspektif Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM), maka peran yang dapat dilakukan oleh PGRI dalam pengembangan sumber daya pendidikan, yang dalam penelitian ini memfokuskan pada peningkatan profesionalisme guru, dapat dilakukan dengan pola

kemitraan. Kemitraann dalam Manajemen Sumber Daya Manusia

(MSDM), mengarah pada sebuah konsep di mana pengembangan sumber

(26)

Visi & Misi

PGRI PGRI Yang

Diharapkan

17

Arah Kebijakan Program Kerja

PGRI

h.

Perumusan Program Kerjc

PGRI

Pelaksanaan Program Kerj;s—•

PGRI

SWOT Analisis

w 1 w

Perumusan Dan Pelaksanaan Program Kerja

PGRI iV

PGRI Faktual

M

Penilaian & masukan Profesionalisme?

[image:26.595.94.536.89.565.2]

GuruSD

Gambar 1

(27)
(28)

70

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis dengan

pendekatan kualitatif. Metode penelitian deskriptif dilaksanakan dengan

memfokuskan pada upaya untuk mendeskripsikan dan menganalisis

aspek-aspek sebagai berikut: (1) garis-garis besar kebijakan program

kerja PGRI, dengan aspek yang dianalisis seperti; (a) isi program kerja

PGRI dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru-guru sekolah

dasar, (b) proses penyusunan kebijakan program kerja PGRI, (c) forum

yang dipakai dalam merumuskan kebijakan program kerja PGRI, dan (d)

pihak yang dilibatkan dalam perumusan kebijakan program kerja PGRI;

(2) pelaksanaan Kebijakan dan program kerja PGRI, dengan aspek yang

dianalisis seperti; (a) strategi yang digunakan dalam melaksanakan

program kerja PGRI, (b) teknik pengawasan yang digunakan dalam

memonitor pelaksanaan program kerja PGRI, dan (c) teknik penilaian

yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan program kerja

PGRI; dan (3) analisis SWOT dalam perumusan dan pelaksanaan

kebijakan program kerja PGRI, dengan aspek-aspek seperti: (a) kekuatan

yang terkandung dalam proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan

program kerja PGRI, (b) kelemahan yang terkandung dalam proses

perumusan dan pelaksanaan kebijakan program kerja PGRI, (c) peluang

(29)

71

kebijakan program kerja PGRI, dan (d) ancaman yang perlu diantasipasi

dalam proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan program kerja

PGRI.

Mencermati karakteristik permasalahan yang akan diteliti tersebut,

maka metode yang dinilai relevan untuk digunakan adalah metode

kualitatif (naturalistik). Penggunaan metode ini, karena pada hakikatnya

inti kegiatan dari penelitian kualitatif adalah mengamati orang dalam

lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan lingkungan mereka, dan

berusaha memahami bahasa serta tafsiran mereka tentang dunia

sekitarnya (Nasution, 1988: 5).

Sebagai dasar teoritis, disajikan ciri-ciri penelitian kualitatif yang

dirangkum dari berbagai ahli di bidangnya seperti yang dikemukakan oleh

Bogdan &Biklen, 1982; Lincoln &Guba, 1985; Muhadjir, 1989; Nasution,

1988; Sonhadji, 1994, dalam Imron Arifin (1996: 4-6), yakni sebagai

berikut:

1.

Latar alami (natural setting), yaitu konteks alami secara

menyeluruh

(holistic) yang tidak dapat

diisolasi

atau

dieliminasi sehingga teriepas dari konteksnya;

2.

Instrumen manusia (human instrument) yang berarti peneliti

merupakan instrumen kunci (key instrument) guna menangkap

makna, interaksi nilai, dan nilai lokal yang berbeda, di mana

hal ini tidak memungkinkan diungkap lewat kuesioner (instrument non-human);

3.

Memanfaatkan pengetahuan tak terkatakan, karena realitas

diasumsikan mempunyai nuansa ganda yang sulit dipahami

tanpa mengekspresikan dengan yang terkatakan;

4.

Data kualitatif untuk mengungkap realitas ganda, mengungkap

hubungan alami antara peneliti dengan informan;

5.

Sampel bertujuan (purpossive sampling), artinya sampeldipilih

menurut tujuan (purpose) penelitian dan bukan menggunakan

sampling random, populasi dan sampel banyak, sehingga

peneliti kualitatif mementingkan data langsung (first hand)

(30)

72

6. Analisis data induktif (inductive data analysis) guna lebih

mempermudah

pendeskripsian

konteks

yang

muncul

(emerge) dari bawah, daripada analisis deduktif;

7. Teori mendasar (grounded theory), yaitu mengarahkan penyusunan teori yang mendasar dari lapangan langsung

(emergent data), berdasarkan pada pola dan tema untuk

mencari makna (meaning);

8. Desain sementara, disebabkan adanya realitas ganda yang

sulit dikerangkakan, pola lapangan yang sulit dibakukan terlebih dahulu, dan banyaknya sistem nilai yang terkait dan

interaksinya tak terduga, sehingga desain penelitian tampil

dalam proses penelitian, yang didesain secara berulang-ulang

(emergent, evolving, developing);

9.

Pensepakatan hasil

terhadap makna

dan tafsir atas data

yang diperoleh langsung dari sumbernya, dengan melakukan

pengecekan anggota (member check), sebab responden lebih

memahami

konteksnya dan

pengaruh

pola

nilai lokal,

perspektif responden selanjutnya dikenal sebagai perspektif

emic ,

10. Modus laporan studi kasus guna menghindari bias dari

interaksi peneliti dengan responden dalam pengungkapan

realitas ganda, dan memungkinkan tampilnya pandangan nilai

peneliti, teori substansialnya, paradigma metodologinya dan

nilai kontekstualnya;

11. Penafsiran idiografik atau keberlakuan khusus yang diarahkan

dalam penafsiran data kualitatif, bukan nomotetik (keberlakuan

umum), karena penafsiran yang berbeda lebih bermakna

untuk realitas yang berbeda konteksnya, hal khusus lokal,

interaktif faktor lokal, dan sistem nilainya;

12. Aplikasi tentatif, disebabkan realitas ganda dan berbeda,

interaksi peneliti dan responden bersifat khusus dan tidak

dapat dipublikasikan, sehingga tidak memungkinkan membuat

aplikasi meluas atas hasil temuan;

13. Ikatan konteks terfokus disebabkan tuntutan pendekatan holistik, kebulatan keseluruhan yang teraksentu&si pada fokus

sesuai dengan masalahnya, evaluasinya, tugas-tugas yang hendak dicapai , sehingga ikatan keseluruhan tetap terjaga dalam konteksnya, tidak teriepas dari sistem nilai lokalnya;

dan;

14. Kriteria keabsahan yang meliputi kredibilitas, transferbalitas, dependabilitas, dan konformabilitas.

Dengan berbagai karakteristik penelitian yang dikemukakan di atas,

dalam implementasinya peneliti secara langsung berhubungan dengan

(31)

73

sehingga dapat menghasilkan data yang lebih mendalam, lebih banyak dan lebih terinci. M.Q. Patton (Nasution, 1996), menjelaskan sifat observasi dalam penelitian kualitatif, bahwa "Participant observation is the most comprehensive of all types of research strategies".

Mengamati obyek maupun subyek merupakan salah satu kegiatan penting yang harus dilakukan peneliti dalam penelitian kualitatif. Kegiatan ini harus terjadi dalam suasana wajar tanpa kondisi yang dimanifulasi (dikondisikan), agar data yang diperoleh benar-benar alamiah dan tidak manipulatif. Kegiatan penting lainnya, yaitu berinteraksi dengan lingkungan terutama dengan subyek penelitian. Dalam kegiatan ini, peneliti harus mampu menciptakan hubungan baik agar informasi yang dibutuhkan akan dengan mudah diperoleh. Selanjutnya, peneliti harus mampu memahami bahasa dan tafsiran yang terungkap, baik dari obyek maupun subyek penelitian agar tidak memunculkan pembiasan yang tidak diharapkan. Kegiatan ini berkenaan dengan kemampuan menganalisis

dari peneliti.

B. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan peneliti dengan cara terjun ke

lapangan untuk mengumpulkan sejumlah informasi yang diperiukan yang

berkenaan dengan fokus penelitian. Hal tersebut dilakukan untuk lebih

(32)

74

dan studi dokumentasi. Ketiga teknik pengumpulan data tersebut

digunakan dengan harapan saling melengkapi sehingga dapat diperoleh

kemudian diklasifikasikan menurut jenisnya, yaitu data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi dan wawancara,

sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi dokumentasi.

1. Observasi

Partisipasi pengamat (peneliti) dalam melakukan observasi dapat

dilakukan dalam berbagai kondisi, seperti yang dikemukakan oleh

Nasution (1996:61), bahwa "terdapat tingkatan dalam melakukan observasi, yaitu partisipasi nihil, partisipasi aktif, dan partisipasi penuh" dalam penelitian. Hal tersebut sangat dimungkinkan karena penelitian

berada di lingkungan kerja peneliti. Dengan demikian, diperoleh banyak

keuntungan terutama dalam pengumpulan data dan informasi. Dalam

kaitan ini keuntungan diperoleh karena peranan peneliti tersamar bagi

orang yang menjadi subyek penelitian sehingga dapat memperoleh

informasi secara maksimal (Nasution).

Kaitannya dengan fokus penelitian, maka kegiatan observasi

difokuskan untuk mengamati berbagai fenomena yang terjadi di lokasi

penelitian, terutama yang berhubungan dengan implementasi kebijakan

program kerja PGRI, seperti;

(a) strategi yang digunakan dalam

melaksanakan program kerja PGRI, (b) teknik pengawasan yang

digunakan dalam memonitor pelaksanaan program kerja PGRI, dan (c)

(33)

75

pelaksanaan program kerja PGRI. Analisis SWOT tentang pelaksanaan

kebijakan program kerja PGRI, digali melalui kegiatan observasi.

2. Wawancara

Teknik ini digunakan untuk menggali dan memperoleh data atau

informasi yang lebih mendalam dan relevan dengan masalah yang diteliti.

Kegiatan wawancara ini ditujukan untuk mengungkap informasi dari

responden tentang kegiatan-kegiatan, terutama yang

berhubungan

dengan garis-garis besar kebijakan program kerja PGRI, seperti: (a) isi

program kerja PGRI dalam rangka meningkatkan profesionalisme

guru-guru sekolah dasar, (b) proses penyusunan kebijakan program kerja

PGRI, (c) forum yang dipakai dalam merumuskan kebijakan program kerja

PGRI, dan (d) pihak yang dilibatkan dalam perumusan kebijakan program

kerja PGRI. Analisis SWOT tentang perumusan kebijakan program kerja

PGRI digali melalui wawancara dengan responden yang dipandang dapat

memberikan informasi secara refresentatif.

3. Studi Dokumentasi

Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data dan informasii

tentang aspek-aspek yang berhubungan dokumen dan arsip resmi yang

dimiliki oleh Pengurus Daerah Tingkat II PGRI Kota Bandung.

C. Instrumen Penelitian

(34)

76

dokumentasi secara langsung di lokasi penelitian. Untuk mempermudah

proses pengumpulan data, maka sebelum peneliti memasuki lokasi

penelitian dipandang perlu untuk merumuskan kisi-kisi tentang

aspek-aspek yang akan diamati (diteliti).

Adapun aspek-aspek yang menjadi fokus peneliti ketika memasuki

[image:34.595.70.507.288.698.2]

lokasi penelitian, dapat digambarkan dalam tabel berikut:

Tabel 1

Kisi-Kisi Penelitian

Aspek Penelitian Sub Aspek Penelitian Alat Pengumpul

Data

Nomor Item

1. Garis-Garis- Besar Kebijakan Program Kerja PGRI:

2. Pelaksanaan Kebijakan Program Kerja PGRI:

a. Isi Program Kerja PGRI

b. Proses Penyusunan Kebijakan Program Kerja PGRI

c. Forum yang

digunakan dalam Merumuskan

Kebijakan Program PGRI

d. Pihak yang Dilibatkan dalam Perumusan Program Kerja PGRI a. Strategi Pelaksanaan

Program Kerja PGRI

b. Teknik Pengawasan Pelaksanaan

Program Kerja PGRI

c. Teknik Penilaian Pelaksanaan

Program Kerja PGRI

-Wawancara -Dokumentasi -Wawancara -Observasi -Dokumentasi -Wawancara -Observasi -Dokumentasi -Wawancara -Observasi -Dokumentasi -Wawancara -Observasi -Dokumentasi -Wawancara -Observasi -Dokumentasi -Wawancara -Observasi -Dokumentasi

1 - 9

1 0 - 1 5

1 6 - 2 0

21-25

2 6 - 3 0

31 - 3 5

(35)

3. Analisis SWOT Perumusan : a. Kekuatan dalam

dan Pelaksanaan Program Perumusan dan

Kerja PGRI Pelaksanaan

Program Kerja PGRI

b. Kelemahan dalam Perumusan dan

Pelaksanaan

Program Kerja PGRI

c. Peluang dalam Perumusan dan Pelaksanaan

Program Kerja PGRI

d. Ancaman dalam Perumusan dan Pelaksanaan

j Program Kerja PGRI

m

fhnefitasi

w * %!; '• •• •/•-,;•

\\ ^*£,>

,,Wawanc^ta

--Observasi -Dokumentasi -Wawancara -Observasi -Dokumentasi -Wawancara -Observasi -Dokumentasi 77

:<§tV 54

/'

55 - 58

5 9 - 6 2

6 3 - 6 6

D. Subyek Penelitian

Pada penelitian kualitatif, menurut Lincoln dan Guba (Lexy J.

Moleong, 1997:165), peneliti mulai dengan asumsi bahwa konteksnya

sendiri. Selain itu dalam penelitian kualitatif peneliti sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor kontekstual. Dalam hal ini penentuan subyek

penelitian diharapkan mampu menjaring sebanyak mungkin informasi dari

berbagai macam sumber. Tujuannya adalah untuk merinci kekhususan

yang ada dalam rumusan konteks yang unik dan menggali informasi yang

akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul.

Penentuan

subyek

penelitian

dilakukan

secara

purpossive

(36)

78

didasarkan kepada adanya tujuan tertentu. Penentuan subyek penelitian

dalam penelitian kualitatif, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Lexy J.

Moleong, 1997:165-166):

a. Sampel tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih dahulu. b. Pemilihan sampel secara berurutan, teknik "Snowball

Sampling", dengan cara responden diminta menunjuk orang

lain yang dapat memberiakn informasi dan responden berikutnya diminta pula menunjuk lagi dan begitu seterusnya, sehingga makin lama sampling akan semakin banyak.

c. Penyesuaian berkelanjutan dari sampel. Pada mulanya setiap

sampel dapat sama kegunaannya, Pada saat informasi

semakin banyak diperoleh dan semakin mengembangkan hipotesis kerja, sampel dipilih atas dasar fokus penelitian. d. Pemilihan berakhir jika sudah terjadi pengulangan, jika tidak

ada lagi informasi yang dapat dijaring, maka penarikan sampel dihentikan.

Yang dijadikan sebagai subyek penelitian adalah yang memiliki berbagai karakteristik, unsur, nilai yang berkaitan dengan kegiatan Pengurus Daerah Tingkat II PGRI Kota Bandung, dan Kepala Sekolah

Dasar yang ada di wilayah kerja Dinas Pendidikan Kota Bandung.

E. Tahap-Tahap Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahapan, yaitu: tahap

persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap penyusunan laporan.

1. Tahap Persiapan

(37)

79

dengan upaya peningkatan profesionalisme guru sekolah dasar, dan berbagai permasalahannya yang diperoleh dari studi pendahuluan.

2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini peneliti berusaha memperoleh informasi tentang

latar penelitian secara tepat, untuk itu perlu dijalin hubungan, baik secara

formal maupun informal dengan subyek penelitian. Fleksibilitas dan

adaptabilitas sangat perlu dimiliki peneliti selama proses pengumpulan

data.

Pada tahap ini dilakukan triangulasi, yaitu mengecek kebenaran

data untuk menghindari subyektivitas dengan cara memperoleh data

tersebut dari sumber lain yang menggunakan metode yang sama atau

berbeda (Nasution, 1996:10). Selain itu, juga dilakukan member check untuk menginformasikan kebenaran catatan lapangan yang telah dianalisis pada sumber datanya. Berikutnya adalah kegiatan mendeskripsikan dan menganlisis data lapangan dengan merujuk kajian teoritis untuk menghasilkan temuan lapangan.

3. Tahap Penyusunan Laporan

(38)

80

F. Teknik Analisa Data

Analisis data adalah proses mengorganisasi dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data (Lexy J. Moleong, 1997:103). Sedangkan Bogdan dan Biklen (1990:189), mengemukakan bahwa "Analisis data merupakan proses mencari dan mengatur secara sistematis transkip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang telah dihimpun untuk menambah pemahaman mengenai bahan-bahan itu dan melaporkan yang telah ditemukan kepada pihak lain". Dapat disimpulkan, bahwa analisa data adalah pengorganisasian data, mengurutkan dan membentuknya ke dalam pola, kategori, dan uraian dasar untuk pemberian makna dan

pemahaman.

Analisa data dilakukan pada waktu peneliti masih berada di lapangan dan setelah proses pengumpulan data, yaitu peneliti meninggalkan lapangan. Pada saat penelitian dilakukan, analisis data dilakukan dengan cara merekam data lapangan, melakukan member

check kepada sampel penelitian, melakukan triangulasi, dan melakukan

penyempurnaan analisis, kemudian menyusun kecenderungan-kecenderungan yang timbul sesuai dengan proses dan jenis data yang diperoleh untuk mendapatkan makna yang terkandung di dalam data.

(39)

data akan teriihat dan membentuk kesatuan yang utuh serta dapat ditarik

(40)
(41)

154

BABV

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada analisis data penelitian yang dipaparkan dalam

Bab IV, berikut disajikan kesimpulan penelitian yang sekaligus merupakan

jawaban atas pertanyaan penelitian, yakni sebagai berikut:

1. Garis-Garis Besar Kebijakan Program Kerja PGRI

Garis-garis besar kebijakan program kerja PGRI merupakan

panduan dasar dalam melaksanakan program kerja, baik sebagai

organisasi perjuangan maupun organisasi profesi. Kesimpulan mengenai

garis-garis besar kebijakan program kerja PGRI dalam penelitian ini,

dijelaskan sebagai berikut:

a. Isi program kerja PGRI dalam meningkatkan profesionalisme

guru-guru, termasuk guru sekolah dasar dikelompokkan ke dalam tiga

bidang kerja. Pertama, bidang kerja umum dan organisasi yang terdiri

dari program kerja yang bersifat pembenahan organisasi PGRI, seperti

penataan organisasi, rekruitmen personel PD II PGRI Kota Bandung,

penataan sekretariat PGRI, pengembangan kerjasama kemitraan

organisasi PGRI dengan berbagai pihak terkait. Kedua, bidang kerja

pendidikan dan profesionalisme anggota yang merupakan bidang kerja

yang berorientasi pada misi profesi. Bidang kerja pendidikan dan

profesi ini dijabarkan dalam rencana kerja yang berhubungan dengan

(42)

155

seperti

melaksanakan

kegiatan

seminar,

pelatihan,

lokakarya,

sosialisasi program-program pembangunan pendidikan nasional. Ketiga, bidang kerja kesejahteraan yang merupakan manifestasi dari

organisasi PGRI sebagai organisasi perjuangan guru. Ketiga bidang

kerja merupakan penjabaran dari visi dan misi PGRI, yang berorientasi pada lima misi, yakni; (1) misi nasional; (2) misi pembangunan

nasional; (3) misi pendidikan nasional; (4) misi profesi; dan (5) misi

kesejahteraan.

Kaitannya dengan peranan PGRI dalam meningkatkan profesionalisme

dilihat dari aspek isi program kerja PGRI, nampak dalam berbagai

kegiatan yang merupakan penjabaran dari bidang kerja pendidikan dan profesi. Isi program kerja PGRI yang berkenaan dengan peningkatan profesionalisme guru sekolah dasar, antara lain mengadakan

pelatihan, seminar, dan kegiatan lainnya yang berkontribusi terhadap

peningkatan profesionalisme guru,

b. Proses perumusan kebijakan program kerja PGRI dilaksanakan secara

demokratis dengan memperhatikan prinsip keterwakilan aspirasi para

guru yang diwakili oleh utusan tiap pengurus cabang PGRI untuk menjadi peserta Konperensi Daerah dan Konperensi Kerja Daerah.

Mekanisme yang dilakukan dalam perumusan kebijakan program kerja

PGRI dilaksanakan dalam sidang-sidang komisi dan disyahkan dalam sidang pleno dalam Konperensi Daerah Tingkat I! PGRI Kota Bandung. Untuk melancarkan perumusan kebijakan program kerja

(43)

tiga komisi. Pertama, Komisi A yang membidangi d^

rumusan program kerja yang berkenaan dengan bidang\uWB«S$ao* -.

organisasi. Kedua, Komisi B yang membidangi dan metabahas-'

rumusan program kerja yang berhubungan dengan bidang pendidikan dan profesionalisme anggota PGRI. Ketiga, Komisi C yang

membidangi dan membahas rumusan program kerja yang berkaitan

dengan bidang kerja kesejahteraan. Hasil dari sidang-sidang komisi tersebut, kemudian dibawa ke sidang pleno untuk diputuskan sebagai

kebijakan program kerja PGRI.

Memperhatikan proses perumusan program kerja PGRI, sebagaimana disimpulkan di atas, dapat dimaknai bahwa dengan melibatkan para

utusan cabang sebagai team perumus program kerja PGRI, maka hal tersebut memungkinkan untuk terakomodasinya permasalahan-permasalahan aktual dan kontekstual yang dihadapi oleh guru dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.

c. Forum yang digunakan dalam merumuskan kebijakan program kerja

PGRI adalah Konperensi Daerah Tingkat II PGRI Kota Bandung.

Forum ini merupakan forum organisasi PGRI tertinggi yang memiliki

dasar hukum yang kuat dalam perumusan kebijakan program kerja PGRI. Dari forum organisasi seperti inilah, dirumuskan amanat program kerja PGRI yang harus dijalankan oleh PD II PGRI Kota

Bandung. Selain Konperensi Daerah, juga diadakan forum organisasi

Konperensi Kerja Daerah Tingkat II PGRI Kota Bandung yang

(44)

157

organisasi Konperensi Kerja ini adalah untuk memonitoring dan

mengevaluasi serta merumuskan rencana tindakan kerja untuk jangka

waktu satu tahun.

d. Pihak yang dilibatkan dalam perumusan kebijakan program kerja PGRI

adalah semua guru yang tercatat sebagai anggota aktif PGRI yang diwakili oleh utusan cabang PGRI. Mekanisme rekruitmen peserta dalam Konperensi Daerah dan Konperensi Kerja didasarkan pada banyak sedikitnya jumlah anggota pada masing-masing pengurus cabang PGRI, dengan ketentuan setiap 1 orang utusan mewakili 100 orang anggota, dan untuk selanjutnya untuk jumlah 50 ditarik menjadi

1 orang utusan dan untuk 50 ke bawah ditiadakan.

2. Pelaksanaan Kebijakan Program Kerja PGRI

Pelaksanaan kebijakan program kerja PGRI merupakan tahap implementasi paket kebijakan yang telah diputuskan sebagai amanat hasil keputusan dalam Konperensi Daerah dan Konperensi Kerja Daerah Tingkat II PGRI Kota Bandung. Berdasarkan pada analisis data penelitian, disajikan kesimpulan mengenai pelaksanaan kebijakan program kerja

PGRI, yakni sebagai berikut:

a. Pelaksanaan kebijakan program kerja PGRI yang diputuskan dalam Konperensi Daerah dilaksanakan berdasarkan bidang kerja masing-masing, yang laporan pertanggung jawabannya disampaikan pada konperensi daerah di akhir masa kepengurusan. Di samping itu juga, pelaksanaan program kerja PD II PGRI Kota Bandung menggunakan

(45)

158

adanya pelimpahan tersebut, akan memudahkan dalam menjabarkan

kebijakan program kerja PGRI yang sesuai dengan kebutuhan,

karakteristik, dan potensi masing-masing lingkungan.

Strategi lainnya yang dilaksanakan oleh PGRI dalam melaksanakan

kebijakan program kerjanya adalah dengan menjabarkan program

kerja tersebut ke dalam program kerja tahunan yang kemudian

dievaluasi dalam konperensi kerja tahunan. Melalui forum organisasi

seperti inilah, pelaksanaan kebijakan program kerja PGRI dapat dirinci

dan dilaksanakan secara operasional dalam setiap tahunnya.

b. Teknik pengawasan pelaksanaan program kerja PGRI sampai saat ini

belum menggunakan instrumen yang baku dan dalam waktu yang

ditentukan secara khusus untuk melakukan monitoring. Kalaupun

monitoring ada, hal tersebut dilaksanakan secara implisit melalui forum

organisasi konperensi kerja yang dilaksanakan setiap satu tahun

sekali.

Melalui konperensi kerja inilah, Pengurus Daerah Tingkat II PGRI Kota

Bandung dapat menggali informasi mengenai pelaksanaan program

kerja dalam kurun waktu satu tahun. Dengan demikian, kegiatan

monitoring dalam bentuk kegiatan yang formal dilakukan setiap satu

tahun sekali. Dengan kondisi seperti ini, memungkinkan untuk tidak

tergalinya informasi yang detail dan aktual mengenai berbagai faktor

yang mempengaruhi pelaksanaan program kerja PGRI, mengingat

(46)

159

c. Teknik penilaian program kerja PGRI dimaksudkan sebagai upaya

untuk mengetahui tingkat ketercapaian program kerja yang telah

dilaksanakan. Sampai saat ini, PGRI belum memiliki instrumen baku

yang digunakan dalam penilaian atau evaluasi program kerja. Hal

lainnya yang nampak dalam penilaian program kerja PGRI adalah

frekuensi penilaian yang dilaksanakan belum dirumuskan dalam

program kegiatan yang jelas. Kondisi demikian, memungkinkan hasil

penilaian yang dilaksanakan tidak akan mampu menggali informasi

secara detail dan aktual mengenai ketercapaian program kerja yang

telah dilaksanakan.

Yang menjadi sasaran dari evaluasi program kerja PGRI adalah kinerja

para guru yang merujuk pada kinerja profesional. Indikator ini telah

digunakan oleh PGRI, meskipun masih dalam bentuk yang sederhana,

dan cenderung hanya mempelajari kemampuan tertulis. Hal ini sesuai

dengan peran dan posisi PGRI yang cenderung sebagai mediator dan

motivator, dan kurang memiliki kewenangan kebijakan operasionalisasi

penyelenggaraan pendidikan. Oleh karena itu, untuk mengatasi

keterbatasan ini, dalam melaksanakan ptenilaian tersebut, PGRI

melakukan kerjasama kemitraan dengan berbagai instansi terkait, seperti dengan Pemerintah Daerah Kota Bandung, Dinas Pendidikan

Kota Bandung, dan instansi lainnya.

Dari keseluruhan penjelasan mengenai pelaksanaan program kerja

PGRI dalam kaitannya dengan upaya peningkatan profesionalisme guru

(47)

160

motivator, fasilitator, dan dalam batas-batas tertentu PGRI melakukan

pembinaan secara langsung, seperti mengadakan seminar, pelatihan, dan

kerjasama kemitraan. Upaya lainnya yang dilaksanakan oleh PGRI dalam

meningkatkan profesionalisme guru, dilakukan melalui perannya sebagai

salah satu tim penilai makalah atau hasil penelitian yang diajukan oleh

para guru dalam proses kenaikan pangkat/golongan.

3. Analisis SWOT Perumusan dan Pelaksanaan Program Kerja

PGRI

Berdasarkan pada analisis data penelitian, berikut disajikan

kesimpulan yang berkenaan dengan aspek kekuatan^ kelemahan, peluang, dan tantangan, dengan uraian sebagai berikut:

Dari temuan lapangan, ada beberapa kondisi yang merupakan

aspek kekuatan dalam perumusan dan pelaksanaan program kerja PGRI,

yakni sebagai berikut:

1) Yang termasuk kekuatan dalam perumusan dan pelaksanaan program

kerja PGRI, dapat disimpulkan sebagai berikut:

a) Perumusan program kerja PGRI dilaksanakan dalam sebuah forum

organisasi yang mencerminkan prinsip keterwakilan aspirasi guru dan demokratis, yakni dalam forum Konperensi Daerah Tingkat II

PGRI Kota Bandung.

b) Adanya pendalaman dan pembahasan program kerja PGRI dalam bentuk rencana program kerja tahunan yang dilaksanakan dalam forum organisasi Konperensi Kerja Daerah Tingkat II PGRI Kota

(48)

161

c) Adanya pembentukkansidang-sidang komisi, sehingga hal tersebut

akan memungkinkan terjadinya pendalaman dan pembahasan

mengenai materi yang akan dirumuskan dalam program kerja PGRI

tersebut.

d) Adanya sebagian sumber daya manusia PGRI yang berasal dari

kalangan perguruan tinggi yang memiliki bidang keahlian di bidang

manajemen pendidikan, dan adanya sebagian pengurus PGRI Kota

Bandung yang memiliki kualifikasi pendidikan memadai, sehingga

dengan kondisi tersebut akan memberikan kontribusi keilmuan dan

pengalaman dalam merumuskan ruang lingkup program kerja

PGRI.

e) Dimilikinya anak lembaga PGRI yang dapat memberikan kontribusi

dalam pelaksanaan program kerja PGRI yang telah diamanatkan

dalam konperensi daerah, serta adanya jaringan kerjasama

kemitraan PGRI dengan berbagai pihak yang terkaitdengan upaya

peningkatan profesionalisme dan kesejahteraan para guru.

2) Kelemahan dalam perumusan dan pelaksanaan program kerja PGRI

dapat disimpulkan sebagai berikut:

a) Keanggotaan PGRI yang belum menyentuh semua guru pada

jenjang dan jenis pendidikan. Keanggotaan PGRI dewasa ini masih

didominasi oleh gum-guru SD, sehingga demikian pemikiran, ide,

dan aspirasi para guru selain guru SD tidak terakomodasi dalam

(49)

162

b) Ruang lingkup atau isi program kerja dan pelaksanaannya, sampai

saat ini terkesan masih bersifat eksklusif, yakni diperuntukkan dan

banyak

bersinggungan

dengan

gum-guru

sekolah

dasar.

Sementara masih banyak persoalan yang dihadapi oleh guru-guru

SLTP, SLTA, dan SLB yang belum terakomodasi oleh kegiatan

yang dilaksanakan PGRI.

c) Belum dimilikinya instmmen yang baku tentang monitoring dan

evaluasi pelaksanaan program kerja dan frekuensi pelaksanaan

monitoring dan evaluasi yang masih jarang dilaksanakan. Kondisi

ini memungkinkan masalah dan potensi yang dihadapi dalam

pelaksanaan program kerja PGRI belum tergali secara mendetail

dan aktual.

3) Peluang yang ada dalam perumusan dan pelaksanaan program kerja

PGRI dapat disimpulkan sebagai berikut:

a) Masih banyaknya jumlah gum pada jenjang dan jenis pendidikan

selain guru sekolah dasar yang belum terdaftar sebagai anggota

aktif dalam organisasi PGRI. Jumlah tersebut cukup besar dan

potensial

untuk dapat diberdayakan

oleh

organisasi

PGRI,

mengingat para gum tersebut masih dihadapkan pada berbagai

persoalan, baik menyangkut peningkatkan profesionalisme maupun

kesejahteraan hidup. Kondisi ini merupakan peluang yang dapat

diberdayakan guna

menjadikan PGRI

sebagai organisasi

(50)

163

semua jenjang dan jenis guru yang ada di Indonesia, baik negeri

maupun swasta.

b) Dimilikinya anak cabang PGRI, seperti YPLP-PGRI yang dapat

dikembangkan untuk menjadikan lembaga pendidikan percontohan

dalam upaya pembinaan profesionalisme guru. Upaya tersebut

dapat dilakukan dengan melakukan pembenahan ke dalam sesuai

dengan paradigma pengelolaan pendidikan dewasa ini yang

menggunakan konsep desentralisasi pendidikan dengan konsep

manajemennya

menggunakan

Manajemen

Berbasis Sekolah

(MBS). Kondisi ini merupakan peluang yang dapat dikembangkan

oleh PGRI guna memposisikan dirinya sebagai organisasi profesi

yang selalu berorientasi pada mutu dan adaptif serta antisipatif

terhadap berbagai perubahan dalam pengelolaan pendidikan. Di

samping itu, juga PGRI

memiliki

LPPH-PGRI yang dapat

diberdayakan fungsinya untuk memberikan dorongan kepada

pemerintah

guna

memperhatikan

periindungan

hukum

dan

kesejahteraan para guru.

4) Tantangan yang perlu dijawab dan diperhatikan dalam

perumusan

dan pelaksanaan program kerja PGRI, dapat disimpulkan sebagai

berikut:

a) Dewasa ini begitu marak perjuangan para guru hampir di setiap

wilayah untuk memperjuangkan peningkatan kesejahteraan guru.

Dalam kondisi seperti ini, maka merupakan tantangan bagi PGRI

(51)

164

para guru dalam meningkatkan kesejahteraan. Bentuk konkrit yang

dilaksanakan oleh PGRI adalah dengan menyetujui dibentuknya

Komite Perjuangan Perbaikan Kesejahteraan Guru (KP2KG),

sebagai

wadah

konsolidasi

perjuangan

para

guru

dalam

meningkatkan kesejahteraannya.

b) Diberiakukannya kebijakan otonomi daerah di Pemerintahan Kota

Bandung, yang berimplikasi terhadap mekanisme penyelenggaraan

pendidikan. Salah satu implikasi utama dari penyelenggaraan

otonomi daerah tersebut, adalah banyaknya persoalan-persoalan

pendidikan yang selesai di tingkat Kota. Hal tersebut merupakan

tantangan bagi PD II PGRI Kota Bandung untuk membenahi

mekanisme kerjanya sehingga dapat berperan lebih banyak dalam

pembangunan pendidikan di era otonomi daerah, termasuk dalam

mendorong peningkatan profesionalisme guru sekolah dasar.

B. Implikasi

Dari temuan penelitian sebagaimana disimpulkan di atas, maka

dapat dirumuskan beberapa implikasi sebagai berikut:

1. Salah satu jaminan munculnya legalitas sebuah organisasi profesi

seperti halnya PGRI adalah didukungnya oleh semua anggota yang

termasuk ke dalam profesi guru pada semuah jenjang dan jenis

pendidikan. Sampai sekarang, garis-garis besar kebijakan program

kerja PGRI hampir sebagian besar hanya dimmuskan oleh gum

(52)

165

saat ini masih didominasi oleh guru sekolah dasar, sementara

guru-guru pada jenjang dan jenis pendidikan lainnya belum mendaftarkan

diri sebagai anggota aktif PGRI.

2. Salah satu kunci keberhasilan dalam melaksanakan program kerja

PGRI yang berkenaan dengan peningkatan profesionalisme gum,

adalah ditunjang oleh alat atau instrumen monitoring dan evaluasi

yang dirumuskan secara baku dan dilaksanakan secara berkelanjutan.

Manakala permbuatan instrumen monitoring dan evaluasi tersebut

tidak dilaksanakan, maka akan sulit bagi PGRI untuk mengetahui

tingkat keberhasilan dari program kerja PGRI yang telah dilaksanakan.

3. Mengingat peranan yang dilaksanakan PGRI dalam meningkatkan

profesionalisme guru tersebut dipengamhi oleh faktor-faktor internal

dan ekstemal, maka perlu dilakukan penelitian, pengkajian dan

pengembangan secara berkelanjutan. Manakala hal tersebut tidak

dilaksanakan, maka akan sulit bagi pengurus PGRI untuk melakukan

restrukturisasi organisasi maupun peningkatan layanan keanggotan

terhadap para guru.

C. Saran

Berangkat dari kesimpulan dan implikasi serta permasalahan yang

dijumpai dalam penelitian ini, maka dapat dirumuskan rekomendasi

sebagai berikut:

1. Perlu mengakomodasi para guru pada semua jenjang dan jenis

(53)

166

mengakomodasi dan menarik minat para guru yang belum menjadi

anggota aktif, maka PGRI perlu merumuskan program-program

unggulan yang memiliki kontribusi signifikan terhadap peningkatan

profesionalisme dan kesejahteraan para guru pada semua jenjang dan

jenis pendidikan lainnya. Dengan upaya tersebut pula, sekaligus

merupakan upaya untuk mewujudkan visi dan misi organisasi PGRI

yang

berupaya

menjadikan

organisasi

yang

independen

dan

berorientasi pada profesionalisme dan perjuangan kesejahteraangum.

2. Perlu dirumuskan alat atau instrumen monitoring dan evaluasi secara

baku dan melaksanakannya secara berkala. Hal tersebut, mengingat

sampai saat ini PD II PGRI Kota Bandung belum memiliki instrumen

baku yang digunakan dalam monitoring dan evaluasi (monev). Dengan

dirumuskannya instrumen monev tersebut, akan membantu PD II PGRI

Kota Bandung untuk menggali, menghlmpun, dan menganalisis

berbagai persoalan, potensi, dan kebutuhan yang dihadapi oleh dunia

pendidikan,

khususnya

yang

menyangkut

profesionalisme dan

kesejahteraan gum.

3. Perlu dibentuk divisi Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan

(Litjibang) yang bertugas untuk melakukan penelaahan secara ilmiah dan empiris mengenai berbagai permasalahan, kebutqhan, dan potensi yang mewarnai penyelenggaraan pendjdikan, terutama menyangkut strategi praktis peningkatan profesionalisme dan

(54)
(55)

DAFTAR PUSTAKA

Allen Filley, et all, (1976), Organizational Learning; A Theory

Perspective, Reading Mass

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Persatuan Guru Rrepublik

Indonesi (PGRI)

Bogdan, Robert C. & Taylor, S.J., (1973), Introduction to Qualitative

Research Methods A Phenomenological Approach to the Social

Sciences, New York, John Wiley & Sons

Bogdan, Robert C. & Biklen Sari Knopp, (1982), Qualitative Research for

Education An Introduction to Theory and Methods, Boston, Allyn

and Bacon, Inc

Castetter, B. William, (1976), The Personal Function in Education

Administration, New York, MacMillan Publishing Co, Inc

Charles K. Johnson, (1974), Motivation and Leadership at Work, New

York, The McGraw-Hill Companies, Inc

David Maginson (1995), The Theory and Practice of Learning, London,

Kogan Page

Dedi Supriadi, (1998), Mengangkat Citra dan Martabat Guru, Bandung

Alfabet

Djam'an Satori, (2000), Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah

(Makalah), Bandung, Depdiknas

Engkoswara, (1987), Dasar-Dasar Administrasi Pendidikan, Jakarta,

Dirjen Dikti

, (1993), Suatu Pemikiran Tentang Kemungkinan Pelaksanaan

Peningkatan Sumber Daya Manusia dalam PJPT II (Makalah)

Bandung,IKIP

, (2001), Paradigma Manajemen Pendidikan Menyongsong

Otonomi Daerah, Bandung, Yayasan Amal Keluarga

Flippo, B. Edwin, (1984), Personal Management (Sixth Edition), New York,

(56)

Gaffar, Fakry, M., (1987J, Perencanaan Pendidikan: Teori dan Metodologi,

Jakarta, Depdikbud

Halt & Goodale, (1986), Personel Management, Singapore, Mc.Graw Hill

Book, Inc

Lincoln, Yvonna S., & Guba, Egon G., (1985), Naturalistic Inquiry, Baverly

Hills: Sage Publication

Makmun, Abin Syamsuddin, (1996), Pengembangan Profesi dan Kinerja

Tenaga Kependidikan, Bandung, Program Pascasarjana IKIP

Bandung

, (2000), Konsep Dasar dan Penilaian Kompetensi Profesional

Tenaga Kependidikan, Bandung, UPI

Malayu S.P. Hasibuan, (1997), Manajemen Sumber Daya Manusia; Dasar

dan Kunci Keberhasilan, Jakarta, Gunung Agung

Moh. Surya, (1999), Paradigma PGRI Dalam Era Reformasi (Makalah),

Jakarta, PB-PGRI

Morphet, L. Edgard & Roe L. Johns, (1976), The Economics & Financing

of Education; A System Approach, New Jersey, Prentice Hall Inc.

Nasution, S., (1992), Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung, Tarsito

N.A. Ametembun, (1977), Pengelolaan Tenaga Kependidikan, Bandung, Adpend FIP IKIP Bandung

Patton, Michael Quin, (1987), Qualitative Evaluation Methods, Baverly Hills, Sage Publication

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar

Pengurus Daerah Tingkat II PGRI Kota Bandung, (1998), Risalah dan

Keputusan Konperensi Daerah Tingkat II PGRI Kota Bandung Tanggal 25 Juni 1998,

1 (1998), Materi Pendidikan dan Latihan Kader Kepemimpinan PGR—Buku V Kesejahteraan Guru, Bandung

_ (1998), Materi Pendidikan dan Latihan Kader Kepemimpinan

(57)

—, (1998), Materi Pendidikan dan Latihan Kader Kepemimpinan

PGR—Buku VII Wawasan Pembangunan Nasional dan Kebijakan

Pembangunan Daerah,

Gambar

Gambar 1Paradigma Penelitian
Tabel 1Kisi-Kisi Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Contoh kalimat yang bukan Kalimat Efektif (Turunan) dari Kalimat inti diatas (1) (2) Kakak yang membaca majalah itu sangat baik. Kata kakak sebagai S, yang membaca majalah itu sebagai

Selain Indonesia yang terus melakukan upaya dalam meningkatkan pembangunan berkelanjutan demi mencapai kesejahteraan masyarakat, beberapa tahun belakangan ini kawasan

Fenomena bahwa service recovery yang dilakukan oleh perusahaan dapat memicu munculnya emosi positif, mengurangi emosi negatif, serta mengembalikan kepuasan dan loyalitas

KEP-06/PM/2000 tanggal 13 Maret 2000, beban-beban ini akan dicatat sebagai pengurangan tambahan modal disetor-agio saham, yang merupakan selisih lebih antara nilai yang diterima

berapa besarnya dana yang diperoleh sekolah dari pemerintah sangat mempengaruhi perkembangan sekolah tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase sebanyak 28 responden yang melakukan perawatan payudara dengan kategori cukup, sebanyak 21 responden sekresi ASI-nya lambat

sisi kedekatan dan juga budaya khas wilayah Jawa Timur, Metro TV Jatim hadir di tengah masyarakat Jatim dengan program acara yang diharapkan mampu untuk mengeksplorasi kebudayaan

Kemudian pada poin ke lima yaitu mengembangkan fantasi siswa, ini artinya media ini juga telah memenuhi kriteria tersebut karena dengan adanya media diorama desa energi ini siswa