„2W rri? /"
PERANAN PGRI DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU SEKOLAH DASAR
Dl KOTA BANDUNG
(Studi Evaluatif tentang implementasi Program Kerja
PGRI Kota Bandung Masa Bakti 1995-2000)
TESiS
Memenuhi salah satu syarat
Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Bidang Administrasi Pendidikan
Oleh
KUSTIWA BENOPUTRA NIM.999535
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Disetujui dan disyahkan oleh:
Prof.Dr.H. Djam'an Satori, MA
Pembimbing II
Prof.Dr.H. Mohamad Idochi Anwar
Program Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia
Mengetahui,
Ketua Program StudrAdministrasi Pendidikan
Program Pascasarjana Univjersitas Pendidikan Indonesia
Prof. Dr. amsuddin Makmun, MA
Program Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia
2001
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap informasi mengenai
peranan PGRI dalam meningkatkan profesionalisme guru. Rumusan
masalah penelitian ini adalah "Bagaimana peranan PGRI dalam
meningkatkan profesionalisme guru sekolah dasar di Kota Bandung?"
Temuan penelitian yang sekaligus merupakan jawaban atas
pertanyaan penelitian, sebagai berikut:1. Garis-garis besar kebijakan program kerja PGRI, dijelaskan sebagai
berikut:a. Isi program kerja PGRI dalam meningkatkan profesionalisme
guru-guru, terdiri dari bidang kerja umum dan organisasi; pendidikan dan
profesionalisme angota; dan bidang kerja kesejahteraan. Ketiga
bidang kerja merupakan penjabaran dari visi dan misi PGRI. Visi
PGRI "adalah "PGRI sebagai organisasi dinamis, mandiri, dan
berwibawa yang dicintai oleh anggotanya, disegani oleh mitranya,
dan diakui keberadaannya oleh masyarakat luas". Sementara misi
PGRI meliputi: (1) misi nasional; (2) misi pembangunan nasional;
(3) misi pendidikan nasional; (4) misi profesi; dan (5) misi
kesejahteraan.b. Perumusan kebijakan program kerja PGRI dilaksanakan dalam
sidang komisi dan disyahkan dalam sidang pleno dalam
Konperensi Daerah Tingkat II PGRI Kota Bandung.
c. Forum yang digunakan dalam merumuskan kebijakan program
kerja PGRI adalah Konperensi Daerah Tingkat II PGRI Kota
Bandung. Konperensi Daerah dilaksanakan setiap satu tahun
sekali.
d. Pihak yang dilibatkan dalam perumusan kebijakan program kerja
PGRI adalah semua guru yang tercatat sebagai anggota aktif PGRI
yana diwakili oleh utusan cabang PGRI.
2. Pelaksanaan kebijakan program kerja PGRI berdasarkan bidang kerja
masing-masing, menjabarkan program kerja ke dalam program kerja
tahunan yang kemudian dievaluasi dalam konperensi kerja tahunan.
3. Analisis SWOT Perumusan dan Pelaksanaan Program Kerja PGRI,
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Kekuatan:
perumusan
program
kerja
secara
demokratis,
pendalaman perumusan program kerja, SDM yang memadai, dan
anak cabang PGRI.b. Kelamahan: keanggotaan yang belum menyentuh semua guru
pada ienis dan jenjang pendidikan, ruang lingkup program yang
belum komprehensif, dan belum dimilikinya instrumen monitoring
dan evaluasi.
c. Peluang: masih banyaknya jumlah guru yang belum terakomodasi
dalam keanggotaan PGRI, dan dimilikinya anak cabang PGRI.
d. Tantangan: maraknya perjuangan guru untuk meningkatkan
kesejahteraan dan implementasi kebijakan otonomi daerah.
DAFTAR ISI
Halaman
P E R N Y A T A A N i
LEMBAR PERSETUJUAN ii
LEMBAR PENGESAHAN iii
ABSTRAK iv
KATA PENGANTAR v
UCAPAN TERIMA KASIH vii
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xv
DAFTAR GAMBAR xvi
Bab I Pendahuluan 1
A. Latar Belakang 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 8
C. Pertanyaan Penelitian 10
D. Tujuan Penelitian 11
E. Manfaat Penelitian 13
F. Paradigma Penelitian 14
Bab II Pengembangan Profesionalisme Guru Melalui
Pemberdayaan Organisasi PGRI 18
A. Pemberdayaan Organisasi PGRI 18
1. Kegiatan Organisasi PGRI 18
2. Upaya Pembenahan Organisasi PGRI 27 3. Pengembangan PGRI Sebagai Organisasi
Profesi 30
B. Profesionalisme Guru Sekolah Dasar 35
1. Konsep Dasar Profesi 35
2. Pengertian Profesional dan Profesionalisasi
Guru 37
3. Dasar Peningkatan Kemampuan Profesional
Guru 39
4. Strategi Meningkatkan Kemampuan Profesional
Guru 42
C. Pengelolaan Sumber Daya Manusia Dalam
Setting Pendidikan 56
1. Konsep Pengelolaan Sumber Daya Manusia
(Guru Sekolah Dasar) 56
2. Fungsi Pengelolaan Sumber Daya Manusia 59 3. Maksud dan Tujuan Pengelolaan Sumber
Daya Manusia 62
4. Peranan SD Dalam Pembangunan Sumber
Daya Manusia 65
Bab III Metode Penelitian 70
A. Metode Penelitian 73
B. Teknik Pengumpulan Data 85
C. Instrumen Penelitian 75
D. Subyek Penelitian 77
E. Tahap-Tahap Pelaksanaan Penelitian 78
F. Teknis Analisa Data 80
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan 82
A. Deskripsi Data Penelitian 83
1. Garis-Garis Besar Kebijakan Program Kerja PGRI. 83 2. Pelaksanaan Kebijakan Program Kerja PGRI
3. Analisis SWOT Perumusan dan Pelaksanaan
Kebijakan Program Kerja PGRI 128
B. Pembahasan Hasil Penelitian 137
1. Analisis Garis-Garis Besar Kebijakan
Program Kerja PGRI 137
2. Analisis Pelaksanaan Kebijakan Program
Kerja PGRI 142
3. Analisis SWOT Perumusan dan Pelaksanaan
Program Kerja PGRI 145
Bab V Kesimpulan, Implikasi dan Saran 154
A. Kesimpulan 154
B. Implikasi 164
B. Saran 165
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
D A F T A R T A B E L
Hal
Nomor
1. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian 76
2. Jumlah Peserta Konperensi Daerah Tk. II PGRI
Kota Bandung Tahun 1998
107
3. Daftar Nama Pengurus Cabang PGRI Yang Menjadi
Peserta Dalam Konperensi Daerah Tk. II PGRIKota Bandung Tahun 1998
109
DAFTAR GAMBAR
Hal
Nomor
1. Paradigma Penelitian 17
2. Sekolah Dasar Dalam Sistem Pendidikan Nasional 66
3. Pendidikan dan Pembangunan 67
DAFTAR LAMPIRAN
1. Instrumen Penelitian
2. SK Pembimbing Tesis
3. Surat Pengantar Penelitian
4. Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian 5. Riwayat Hidup
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Disadari peranan guru dalam sistem pendidikan merupakan pusat aktivitas semua komponen-komponen pendidikan. Guru juga dipandang sebagai potensi yang memiliki nilai/guna ekonomi relatif lama.
Produktivitas pendidikan nasional khususnya peningkatan mutu
pendidikan banyak tergantung pada seberapa jauh kontribusi yang diberikan sumber daya ini melalui pelaksanaan tugas mereka sehari-hari. Dalam Sasaran Pembangunan Jangka Panjang II dan Strategi Pembangunan Pendidikan Nasional, secara rinci disebutkan 4 langkah utama dalam pembangunan pendidikan, yakni sebagai berikut: "(1)
peningkatan pemerataan kesempatan pendidikan, (2) peningkatan
relevansi pendidikan dengan pembangunan, (3) peningkatan kualitas pendidikan, dan (4) peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan".
Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta arus informasi yang begitu cepat,
terhadap pendidikan, baik orang tua, masyarakat, dunia kerja
maupun pemerintah, dalam peranan dan kapasitasnya
masing-masing
memiliki
kepentingan
terhadap
penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu. Dari sudut pandang para pembuat
produk dan penyedia jasa (producer, service producer), mutu
dipandang sebagai derajat pencapaian spesifikasi rancangan yangtelah ditetapkan. Sedangkan dari sudut pandang pemakai, mutu
diukur dari kinerja produk, yaitu suatu kemampuan produk yangmemuaskan kebutuhannya.
Seiring dengan perannya yang strategis, keadaan guru-guru di
Indonesia masih menyimpan berbagai permasalahan yang secepatnya
perlu memperoleh perhatian serius. Tentang hal tersebut, Dedi Supriadi
(1998) menyebutkan empat permasalahan yang muncul dalam hal
administrasi dan manajemen guru-guru di Indonesia, yakni sebagai
berikut: "Persoalan profesi keguruan dapat dipandang dari berbagai sudut.
Dari kacamata administrasi dan manajemen kependidikan, ada empat
aspek penting; pengadaan, pengakatan, penempatan, dan pembinaan
guru".
Sisi birokrasi memandang guru sebagai kepanjangan tangan
pemerintah untuk menerapkan kebijakan politiknya melalui wahana
pendidikan. Dalam interaksi seperti hal ini, diciptakan suatu kondisi di
mana guru hanya bertugas menjalankan perintah atasan dengan penuh
loyalitas tanpa diberikan kebebasan berpendapat, mengembangkan
kreativitas, yang akhirnya tidak menutup kemungkinan melahirkan pola
pemikiran bahwa kriteria guru teladan itu salah satunya harus tunduk
terhadap perintah atasan. Di sini, mulai tergeser perhatian anak didik dari
guru. Dalam perspektif pendidikan nasional, guru sebagai bagian integral
mengukur keberhasilan proses pendidikan. Sebagai penghargaan atas
pengakuan profesi penempatan tersebut, barangkali tidak ada salahnya,
tetapi ketika pendidikan dipandang gagal, maka gurulah yang menjadi
sasaran utamanya.
Dari perspektif kemanusiaan, guru diposisikan sebagai prototype
pribadi yang bemuansakan nilai-nilai kemanusiaan. Namun disisi lain,
persoalan kesejahteraan hidupnya belum diperhatikan sebagaimana
tuntutan peran sosial normatifnya. Kenyataan inilah sebenarnya yang
telah
mewarnai nasib para guru di Indonesia, di mana tingkat
kesejahteraannya menempati peringkat terendah dibandingkan dengan
guru-guru di negara berkembang lainnya. Bahkan dalam perkembangan
kesejahteraan
guru-guru di Indonesia,
kesejahteraan
guru
terus
mengalami devisit (penurunan). Kenaikan gajih para guru hanyalah
berubah angka nominalnya, sedangkan daya belinya semakin menurun.
Dibandingkan dengan gajih guru pada tahun 1970-an, maka gajih guru
dewasa ini mengalami penurunan daya belinya sebesar 30%.
Profesi keguruan di Indonesia, menurut pengamatan penulis dapat
diposisikan ke dalam tiga permasalahan utama, yaitu masalah mutu
profesionalisme, standar kesejahteraan, dan aspek sirkulasi yang meliputi
permasalahan pengangkatan, penyebaran, dan pemerataan.
Upaya meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan mutu
guru dilakukan baik oleh LPTK dalam bentuk preservice maupun oleh
Depdiknas dalam bentuk inservice melalui kegiatan pelatihan, penataran,
Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Bidang Studi (MGBS),
dan masih banyak kegiatan lainnya.
Kondisi guru (pendidik) di Indonesia kini menggambarkan latar
belakang pendidikan yang beraneka ragam, antara lain disparitas (tidak
sejenis), ketersediaan guru daerah, terbatasnya kewenangan guru
mengajaryang dimiliki lulusan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
(LPTK), dan masih banyak ditemukan adanya guru yang mengajar di luar
bidang keahliannya. Temuan itu sehubungan dengan pendapat S.
Nasution (1987: 160-161) tentang faktor-faktor yang memperlambat
pembaharuan dalam pengajaran di sekolah, antara lain:
1
Keengganan masyarakat yang mencurigai perubahan karena
anggapan bahwa pendidikan mereka terdahulu di sekolah baik,
dan khawatir kalau-kalau pembaharuan justru membawa
kerugian bagi anak-anak.
2. Para Penilik Sekolah dan Staf Kementrian Depdikbud tidak
semua memiliki pengetahuan yang mendalam tentang proses
belajar
mengajar,
mereka
juga
tidak
mampu
mendemonstrasikan metode-metode baru.
3 Administrasi sistem pendidikan terlampau dipusatkan dalam
tangan
pejabat-pejabat
tertentu
yang
menjalankan
pembaharuan melalui saluran birokrasi.
4.
Guru-guru cenderung mempertahankan praktek-praktek rutin.
5. Teori yang dibentuk berdasarkan penelitian, sering dalam
situasi laboratorium, jarang ada kaitannya dengan
masalah-masalah praktis dalam kelas.
6.
Sekolah pada hakikatnya konservatif dan terutama melihat
tugasnya untuk menyampaikan kebudayaan masa lampau.
7.
Ide-ide baru dalam kebanyakan aspek kehidupan biasanya
memakan waktu lama agarditerima secara umum, adakalanya
puluhan bahkan ratusan tahun lamanya.
Tentang gambaran dari penyebaran peningkatan mutu pendidikan
quru-guru sekolah dasar, telah dilakukan penelitian oleh Dedi Supriadi
Statistik pendidikan mencatat bahwa pada tahun 1993/1994 guru SD berjumlah sekitar 1,2 juta, sebagian besar yaitu 900 ribu belum berkualifikasi D2. Jumlah guru SDyang telah mengikuti program D2
sampai dengan tahun 1993/1994 sekitar 200 ribu dengan harapan
seluruhnya lulus. Jadi masih ada 700 ribu guru yang belum
mengikuti program D2. Ini berarti jika setiap tahun jumlah peserta program penyetaraan D2 bertambah 50 ribu guru SD, maka untuk penyelesaian 900 ribu guru lainnya memerlukan waktu sekitar 14
tahun. Ini merupakan perjalanan waktu yang cukup panjang bagi
pembinaan mutu profesi guru dibandingkan dengan tuntutan masyarakat yang maju begitu pesat.
Permasalahan di atas hanya menyangkut daya jangkau program
penyetaraan terhadap jumlah guru SD yang belum berkualifikasi
pendidikan D2. Bagaimana halnya dengan kualitas penyelenggaraan
program penyetaraan D2 tersebut?
Dewasa ini ada usaha yang sungguh-sungguh dari Ditjen Dikdasmen bersama UT dan LPTK untuk memperbaiki mutu
penyelenggaraan D2. Tujuannya untuk meningkatkan produktivitas program ini yang memang masih dirasa rendah.
Di samping itu, ada usaha untuk mulai mendeteksi sejauh manakah hubungan program D2 dengan mutu pendidikan . Apakah meningkatnya
jumlah guru yang berkualifikasi D2 berjalan paralel dengan meningkatnya
mutu pendidikan terutama pada tataran sekolah? Upaya ini merupakan kebutuhan dan sekaligus jawaban terhadap permintaan dari kalangan
DPR-RI dan dari lingkungan Depdikbud.
mengembangkan pedoman penyelenggaraan yang disebut Hasil Belajar
Melalui Pengalaman (HBMP).
Penyusunan HBMP dimaksudkan agar hasil akreditasi terhadap
pengalaman diperhitungkan dalam program penyetaraan yang diikuti oleh
guru. Pengalaman seminar, penataran, penelitian, karya tulis, dan Iain-Iain
bisa dihitung untuk menjadi kredit dalam menempuh D2. Penataran di
lingkungan Ditjen Dikdasmen dirancang agar materi dan jumlah jamnya
(sekitar 86 jam) dapat disetarakan dengan jumlah 2 kredit dalam
perkuliahan reguler. Dengan demikian guru tidak mesti menempuh semua
mata kuliah yang dituntut di program D2. Memang hal tersebut tidak
mudah mengingat jumlah guru yang sangat besar dan dalam lokasi yang
amat tersebar.
Dari uraian di atas, semakin memposisikan bahwa peningkatan
profesionalisme guru merupakan suatu kebutuhan yang amat mendesak
dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Penulis memahami ada
dua alasan yang memposisikan pentingnya peningkatan profesionalisme
guru sebagai salah satu cara untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Pertama, pengalaman mempengaruhi
mutu penampilan guru
dalam
mengajar. Studi dibeberapa negara melaporkan bahwa pengalaman guru
berkaitan dengan efektivitas mengajarnya. Pengalaman yang masih
efektif ada dalam rentangan 4-20 tahun. Kedua, demi efektivitas dan
efisiensi penyelenggaraan program penyetaraan. Misalnya, jika mereka
pengalamannya diakreditasikan untuk D2, tentu saja masih selektif, maka
hal tersebut sudah mengurangi beban kuliah para guru SD tersebut. Dalam kenyataan sehari-hari, banyak peluang yang dapat diberdayakan untuk melakukan pembinaan dan peningkatan profesionalisme guru-guru. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
sebagai wadah perjuangan guru Indonesia, secara khusus telah
memberikan perhatiannya terhadap upaya peningkatan profesionalisme
guru-guru. Hal tersebut, sebagaimana dicantumkan dalam "Pokok-Pokok
Program Umum PGRI Masa Bakti XVIII (1998-2003), bahwa peningkatan kemampuan profesional tenaga kependidikan, dilakukan dengan program
sebagai berikut:
1. Meningkatkan mutu tenaga kependidikan dengan
menyelenggarakan latihan dan pendidikan untuk memperoleh kecakapan khusus serta menyelenggarakan seminar, lokakarya.saresehan, diskusi, penataran, dan Iain-Iain, secara bertahap, berjenjang, dan berkesinambungan, baik di luar
maupun di dalam organisasi.
2. Mengadakan dan mengedarkan penerbitan khusus bidang
profesi, keorganisasian, dan ketenagakerjaan.
3. Membantu pelaksanaan program penyetaraan Dll, Dill dan lanjutan pendidikan guru tingkat perguruan tinggi serta memperjuangkan dan mengusahakan beasiswa guru dan peserta didik serta tugas belajar untuk guru di dalam dan atau
di luar negeri.
4. Menyelenggarakan studi banding kependidikan baik di dalam
maupun ke luar negeri.
PGRI adalah organisasi nasional yang bersifat: \ , «* ...
\\ S"^«>
-^ **•• • •••" •••
1. Unitaristiktanpa memandang perbedaan ijazah, tempafebekerja, __.,/
kedudukan, suku, jenis kelamin, agama, dan asal-usul.
2. Independen yang berlandaskan pada prinsip kemandirian
organisasi dengan mengutamakan kemitrasejajaran dengan
berbagai pihak, dan
3. Tidak berpolitik praktis yang tidak terikat dan atau mengikatkan
diri pada kekuatan organisasi sosial/politik manapun.
Berangkat dari dasar pemikiran dan dasar yuridis yang ada dalam kebijakan PGRI, penulis memandang bahwa PGRI secara konseptual memiliki peranan yang amat strategis ke arah peningkatan
profesionalisme guru-guru.
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
Program kerja PGRI sebagai wadah profesi guru-guru di Indonesia,
dalam program kerjanya meliputi berbagai
program
kerja.
Dalam
penelitian ini akan merujuk pada program kerja bidang pendidikan/profesi.
Berbagai bidang kerja PGRI untuk meningkatkan profesionalisme
guru-guru, adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan mutu tenaga kependidikan, pengurus dan kader PGRI
serta anak lembaga melalui kegiatan:
a. Latihan dan pendidikan untuk memperoleh kecakapan khusus di
kalangan guru/tenaga kependidikan, baik jalur pendidikan sekolah
maupun jalur pendidikan luar sekolah, seperti:
- Proses belajar mengajar - Perpustakaan
- Bimbingan/penyuluhan
- Pramuka, PMR, PKS
- Olahraga, kesenian, rekreasi/studi wisata - Bahasa Inggris
- Penelitian dan pembuatan karya ilmiah
- Penataran PAK bagi guru dan Kepala Sekolah
b. Menyelenggarakan seminar/simposium/diskusi/ceramah/lokakarya/
saresehan, dan Iain-Iain yang berkenaan dengan pembangunan
pendidikan dan kebudayaan, antara lain:
- Bahaya ecstasy di kalangan remaja sekarang
- Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun
- Metoda Pembelajaran
- Link and Match dalam pendidikan secara infdormatoris
dilaksanakan
- Dalam rangka HUT PGRI, Hardiknas atau Peringatan Hari Besar
Nasional
- Lainnya di setiap jenjang kepengurusan
c. Memberikan motivasi dan pembinaan kepada para guru untuk
mengikuti program peningkatan kualifikasi profesional seperti Dll untuk guru SD/MI, Dll untuk guru SLTP/Mts, serta membina mereka yang telah menyelesaikan program tersebut.
- Berperan serta menyukseskan program wajib belajar pendidikan
dasar 9 tahun.
peserta didik serta tugas belajar untuk guru.
- Membina dan mengembangkan LPTK baik yang suOTfeana-l
maupun yang akan datang.
- Intensifikasi mekanisme kerja anak lembaga antara PDTK. I
PGRI dengan YPLP-PGRI termasuk pada jenjang kepengurusan
di DT.II dan Kecamatan.
Berangkat dari program kerja PGRI di bidang peningkatan
profesionalisme guru di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
"Bagaimana
peranan
PGRI
dalam
meningkatkan
profesionalisme guru-guru sekolah dasar di kota Bandung?"
C. Pertanyaan Penelitian
Permasalahan
tentang
peranan
PGRI
dalam
meningkatkan
profesionalisme guru-guru sekolah dasar di kota Bandung, lebih lanjut
dapat dirinci dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana garis-garis besar kebijakan program kerja PGRI?
a. Bagaimana isi program kerja PGRI dalam rangka meningkatkan
profesionalisme guru-guru sekolah dasar?
b. Bagaimana proses penyusunan kebijakan program kerja PGRI?
c. Forum apa yang dipakai dalam merumuskan kebijakan program
kerja PGRI?
d. Pihak mana saja yang dilibatkan dalam perumusan kebijakan
program kerja PGRI?
|0
Memperjuangkan dan mengusahakan beasiswa ©3g£c
11
2. Bagaimana pelaksanaan Kebijakan dan program kerja PGRI?
a. Strategi apa yang digunakan dalam melaksanakan program kerja
PGRI?
b. Teknik pengawasan apa yang digunakan dalam memonitor
pelaksanaan program kerja PGRI?
c. Teknik penilaian seperti apa yang digunakan untuk mengukur
keberhasilan pelaksanaan program kerja PGRI?
3. Bagaimana analisis SWOT dalam perumusan dan pelaksanaan
kebijakan program kerja PGRI?
a. Kekuatan apa yang terkandung dalam proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan program kerja PGRI?
b. Kelemahan apa apa yang terkandung dalam proses perumusan
dan pelaksanaan kebijakan program kerja PGRI?
c. Peluang apa yang dapat dikembangkan dalam proses perumusan
dan pelaksanaan kebijakan program kerja PGRI?
d. Ancaman apa yang perlu diantasipasi dalam proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan program kerja PGRI?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk melakukan analisis
penilaian secara ilmiah, obyektif, dan empiris tentang keberadaan PGRI
sebagai organisasi profesi guru di Indonesia, terutama dilihat dari aspek
12
dihasilkannya aniisis tersebut, diharapkan dapat menjadi wacana baru di masyarakat tentang keberadaan PGRI di era baru ini.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus, penelitian ini bertujuan:
a. Mendeskripsikan garis-garis besar kebijakan program kerja PGRI, dengan aspek yang dianalisis seperti; (a) isi program kerja PGRI dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru-guru sekolah dasar, (b) proses penyusunan kebijakan program kerja PGRI, (c) forum yang dipakai dalam merumuskan kebijakan program kerja PGRI, dan (d) pihak yang dilibatkan dalam perumusan kebijakan program kerja
PGRI.
b. Mendeskripsikan pelaksanaan Kebijakan dan program kerja PGRI,
dengan aspek yang dianalisis seperti; (a) strategi yang digunakan
dalam melaksanakan program kerja PGRI, (b) teknik pengawasan yang digunakan dalam memonitor pelaksanaan program kerja PGRI, dan (c) teknik penilaian yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan program kerja PGRI.
13
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Secara Teoritis
Temuan-temuan secara ilmiah, obyektif, dan empiris tentang arah
dan kebijakan program kerja PGRI dalam meningkatkan profesionalisasi
guru, dapat dijadikan bahan diskusi bagi para pakar dan praktisi pendidikan, serta aparat pemerintah dalam rangka otonomi daerah, sehingga upaya peningkatan mutu pendidikan di daerah dapat diwujudkan
secara maksimal.
2. Manfaat Secara Praktis
Hasil dari penelitian ini, diharapkan memiliki nilai aplikasi sebagai
berikut:
a. Menjadi masukan sumbangan pemikiran bagi pengurus PGRI Tingkat II Kota Bandung dalam rangka meningkatkan program kerjanya di bidang peningkatan profesionalisasi guru.
b. Menjadi masukan bagi pemerintah Daerah Tingkat II Kota Bandung, dalam meningkatkan kerjasamanya dengan berbagai instansi yang
terkait dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
c. Memberikan kontribusi terhadap pendidikan khususnya Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) sekaligus memberikan peluang bagi para peneliti lain untuk melakukan penelitian replikatif
14
F. Paradigma Penelitian
Pengembangan mutu dan kualitas pendidikan antara lain ditempuh melalui pengembangan mutu para pendidiknya, karena pendidik
merupakan "the man behind the system/program" serta sebagai factor
kunci yang turut menentukan keberhasilan pendidikan. Dalam hal ini,
Oteng Sutisna (1987:103), mengemukakan bahwa:
Kualitas program pendidikan tidak hanya bergantung kepada
konsep-konsep program yang cerdas tetapi juga pada personil pengajar yang mempunyai kesanggupan dan keinginan untuk
berprestasi. Tanpa personel yang cakap dan efektif, program
pendidikan yang dibangun di atas konsep-konsep yang cerdas
serta dirancang dengan teliti pun tidak dapat berhasil.
Dengan pemyataan tersebut, di lain pihak para guru atau tenaga
kependidikan lainnya harus memiliki rasa tanggung jawab untuk meningkatkan kemampuan profesional sebagai pendidik, sebagaimana
dituntut £>leh Pasal 31 PP No.38 Tahun 1992, yang menyatakan:
"Tenaga kependidikan berkewajiban untuk berusaha mengembangkan kemampuan profesionalnya sesuai dengan perkembangan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan bangsa".
Kaitannya dengan
profesionalisasi
tenaga
pendidik/pengajar,
menurut Fakry Gaffar (1987:159), disebutkan bahwa: "kinerja guru
terbagi ke dalam tiga
bidang
besar, yaitu: (1) content knowledge, (2)
behavioral skills, (3) human relations skill".
Dalam hal ini, Content knowledge berkaitan dengan penguasaan
materi pengetahuan yang akan diajarkan kepada peserta didik. Kedua,
mengenai
behavioral skills, berupa keterampilan perilaku yang harus
15
didaktis metodologis pengajaran arah apakah pendidikan yang bersifat
pedagoigis untuk pendidikan anak maupun andragogis untuk pendidikan orang dewasa. Ketiga, human relations skills, adalah kemampuan manusiawi untuk dapat menjalin hubungan yang baik dengan unsur manusia yang terlibat dalam proses pendidikan yakni peserta didik, pengajar, dan pimpinan lembaga pendidikan.
Untuk dimilikinya profesionalisme yang tinggi pada guru memerlukan upaya pendidikan yang berkelanjutan. Makna pendidikan berkelanjutan mengindikasikan bahwa peningkatan profesionalisme pada
guru-guru tidak hanya mengandalkan pada latar belakang pendidikan
formal saja, atau dengan kata lain tidak cukup dengan persyaratan pre
service training, tetapi harus didukung oleh berbagai upaya setelah ia
memangku jabatan guru, yakni dalam bentuk in-service training. .
Dalam hal ini, keberadaan PGRI sebagai wadah profesi guru
memiliki peranan yang strategis dalam memfasilitasi peningkatan profesionalisme guru-guru, baik melalui pendidikan lanjutan dalam jalur formal atau disebut juga sebagai peningkatan pengalaman pre-service
training, maupun dengan cara mengadakan berbagai kegiatan pembinaan
dalam bentuk in-service training, seperti lokakarya, seminar, pelatihan,
dan sebagainya. Tentang hal tersebut, dapat dipahami dalam Anggaran Dasar PGRI Bab VII tentang Fungsi PGRI, yang salah satunya, adalah: "memelihara dan mempertinggi kesadaran guru akan profesinya untuk meningkatkan mutu, keahlian, kemampuan, pengabdian, prestasi, dan
16
Dalam strategi dasar perjuangan PGRI dalam memasuki era baru
awal abad 21, disebutkan salah satu program prioritas PGRI adalah:
Peningkatan profesionalisme organisasi termasuk di dalamnya
peningkatan kualitas manajemen, kepemimpinan, dan kaderisasi, administrasi dan keuangan, komunikasi, dan informasi.Peningkatan kemandirian, dalam arti yang luas tidak hanya mandiri
dalam arti flnasial dan material, tetapi juga tekad, jiwa, semangat
kiprah, dan keberdayaan organisasi.Dalam praktek pembinaan
dan peningkatan
profesionalisme
guru-guru tersebut, tidak selamanya PGRI langsung bertindak sebagai
pelaksana dari kegiatan in-service training, namun adakalanya PGRI
melakukan kerjasama dengan instansi lain yang relevan ke arah
peningkatan profesionalisme guru.
Dilihat dari perspektif Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM), maka peran yang dapat dilakukan oleh PGRI dalam pengembangan sumber daya pendidikan, yang dalam penelitian ini memfokuskan pada peningkatan profesionalisme guru, dapat dilakukan dengan pola
kemitraan. Kemitraann dalam Manajemen Sumber Daya Manusia
(MSDM), mengarah pada sebuah konsep di mana pengembangan sumber
Visi & Misi
PGRI PGRI Yang
Diharapkan
17
Arah Kebijakan Program Kerja
PGRI
h.
Perumusan Program Kerjc
PGRI
Pelaksanaan Program Kerj;s—•
PGRI
SWOT Analisis
w 1 w
Perumusan Dan Pelaksanaan Program Kerja
PGRI iV
•
PGRI Faktual
M
Penilaian & masukan Profesionalisme?
[image:26.595.94.536.89.565.2]GuruSD
Gambar 1
70
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis dengan
pendekatan kualitatif. Metode penelitian deskriptif dilaksanakan dengan
memfokuskan pada upaya untuk mendeskripsikan dan menganalisis
aspek-aspek sebagai berikut: (1) garis-garis besar kebijakan program
kerja PGRI, dengan aspek yang dianalisis seperti; (a) isi program kerja
PGRI dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru-guru sekolah
dasar, (b) proses penyusunan kebijakan program kerja PGRI, (c) forum
yang dipakai dalam merumuskan kebijakan program kerja PGRI, dan (d)
pihak yang dilibatkan dalam perumusan kebijakan program kerja PGRI;
(2) pelaksanaan Kebijakan dan program kerja PGRI, dengan aspek yang
dianalisis seperti; (a) strategi yang digunakan dalam melaksanakan
program kerja PGRI, (b) teknik pengawasan yang digunakan dalam
memonitor pelaksanaan program kerja PGRI, dan (c) teknik penilaian
yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan program kerja
PGRI; dan (3) analisis SWOT dalam perumusan dan pelaksanaan
kebijakan program kerja PGRI, dengan aspek-aspek seperti: (a) kekuatan
yang terkandung dalam proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan
program kerja PGRI, (b) kelemahan yang terkandung dalam proses
perumusan dan pelaksanaan kebijakan program kerja PGRI, (c) peluang
71
kebijakan program kerja PGRI, dan (d) ancaman yang perlu diantasipasi
dalam proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan program kerja
PGRI.
Mencermati karakteristik permasalahan yang akan diteliti tersebut,
maka metode yang dinilai relevan untuk digunakan adalah metode
kualitatif (naturalistik). Penggunaan metode ini, karena pada hakikatnya
inti kegiatan dari penelitian kualitatif adalah mengamati orang dalam
lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan lingkungan mereka, dan
berusaha memahami bahasa serta tafsiran mereka tentang dunia
sekitarnya (Nasution, 1988: 5).
Sebagai dasar teoritis, disajikan ciri-ciri penelitian kualitatif yang
dirangkum dari berbagai ahli di bidangnya seperti yang dikemukakan oleh
Bogdan &Biklen, 1982; Lincoln &Guba, 1985; Muhadjir, 1989; Nasution,
1988; Sonhadji, 1994, dalam Imron Arifin (1996: 4-6), yakni sebagai
berikut:
1.
Latar alami (natural setting), yaitu konteks alami secara
menyeluruh
(holistic) yang tidak dapat
diisolasi
atau
dieliminasi sehingga teriepas dari konteksnya;
2.
Instrumen manusia (human instrument) yang berarti peneliti
merupakan instrumen kunci (key instrument) guna menangkap
makna, interaksi nilai, dan nilai lokal yang berbeda, di mana
hal ini tidak memungkinkan diungkap lewat kuesioner (instrument non-human);3.
Memanfaatkan pengetahuan tak terkatakan, karena realitas
diasumsikan mempunyai nuansa ganda yang sulit dipahami
tanpa mengekspresikan dengan yang terkatakan;
4.
Data kualitatif untuk mengungkap realitas ganda, mengungkap
hubungan alami antara peneliti dengan informan;
5.
Sampel bertujuan (purpossive sampling), artinya sampeldipilih
menurut tujuan (purpose) penelitian dan bukan menggunakan
sampling random, populasi dan sampel banyak, sehingga
peneliti kualitatif mementingkan data langsung (first hand)
72
6. Analisis data induktif (inductive data analysis) guna lebih
mempermudah
pendeskripsian
konteks
yang
muncul
(emerge) dari bawah, daripada analisis deduktif;7. Teori mendasar (grounded theory), yaitu mengarahkan penyusunan teori yang mendasar dari lapangan langsung
(emergent data), berdasarkan pada pola dan tema untuk
mencari makna (meaning);
8. Desain sementara, disebabkan adanya realitas ganda yang
sulit dikerangkakan, pola lapangan yang sulit dibakukan terlebih dahulu, dan banyaknya sistem nilai yang terkait dan
interaksinya tak terduga, sehingga desain penelitian tampil
dalam proses penelitian, yang didesain secara berulang-ulang(emergent, evolving, developing);
9.
Pensepakatan hasil
terhadap makna
dan tafsir atas data
yang diperoleh langsung dari sumbernya, dengan melakukan
pengecekan anggota (member check), sebab responden lebih
memahami
konteksnya dan
pengaruh
pola
nilai lokal,
perspektif responden selanjutnya dikenal sebagai perspektif
emic ,
10. Modus laporan studi kasus guna menghindari bias dari
interaksi peneliti dengan responden dalam pengungkapan
realitas ganda, dan memungkinkan tampilnya pandangan nilai
peneliti, teori substansialnya, paradigma metodologinya dan
nilai kontekstualnya;
11. Penafsiran idiografik atau keberlakuan khusus yang diarahkan
dalam penafsiran data kualitatif, bukan nomotetik (keberlakuan
umum), karena penafsiran yang berbeda lebih bermakna
untuk realitas yang berbeda konteksnya, hal khusus lokal,interaktif faktor lokal, dan sistem nilainya;
12. Aplikasi tentatif, disebabkan realitas ganda dan berbeda,
interaksi peneliti dan responden bersifat khusus dan tidak
dapat dipublikasikan, sehingga tidak memungkinkan membuat
aplikasi meluas atas hasil temuan;13. Ikatan konteks terfokus disebabkan tuntutan pendekatan holistik, kebulatan keseluruhan yang teraksentu&si pada fokus
sesuai dengan masalahnya, evaluasinya, tugas-tugas yang hendak dicapai , sehingga ikatan keseluruhan tetap terjaga dalam konteksnya, tidak teriepas dari sistem nilai lokalnya;
dan;
14. Kriteria keabsahan yang meliputi kredibilitas, transferbalitas, dependabilitas, dan konformabilitas.
Dengan berbagai karakteristik penelitian yang dikemukakan di atas,
dalam implementasinya peneliti secara langsung berhubungan dengan
73
sehingga dapat menghasilkan data yang lebih mendalam, lebih banyak dan lebih terinci. M.Q. Patton (Nasution, 1996), menjelaskan sifat observasi dalam penelitian kualitatif, bahwa "Participant observation is the most comprehensive of all types of research strategies".
Mengamati obyek maupun subyek merupakan salah satu kegiatan penting yang harus dilakukan peneliti dalam penelitian kualitatif. Kegiatan ini harus terjadi dalam suasana wajar tanpa kondisi yang dimanifulasi (dikondisikan), agar data yang diperoleh benar-benar alamiah dan tidak manipulatif. Kegiatan penting lainnya, yaitu berinteraksi dengan lingkungan terutama dengan subyek penelitian. Dalam kegiatan ini, peneliti harus mampu menciptakan hubungan baik agar informasi yang dibutuhkan akan dengan mudah diperoleh. Selanjutnya, peneliti harus mampu memahami bahasa dan tafsiran yang terungkap, baik dari obyek maupun subyek penelitian agar tidak memunculkan pembiasan yang tidak diharapkan. Kegiatan ini berkenaan dengan kemampuan menganalisis
dari peneliti.
B. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan peneliti dengan cara terjun ke
lapangan untuk mengumpulkan sejumlah informasi yang diperiukan yang
berkenaan dengan fokus penelitian. Hal tersebut dilakukan untuk lebih
74
dan studi dokumentasi. Ketiga teknik pengumpulan data tersebut
digunakan dengan harapan saling melengkapi sehingga dapat diperoleh
kemudian diklasifikasikan menurut jenisnya, yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi dan wawancara,
sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi dokumentasi.
1. Observasi
Partisipasi pengamat (peneliti) dalam melakukan observasi dapat
dilakukan dalam berbagai kondisi, seperti yang dikemukakan oleh
Nasution (1996:61), bahwa "terdapat tingkatan dalam melakukan observasi, yaitu partisipasi nihil, partisipasi aktif, dan partisipasi penuh" dalam penelitian. Hal tersebut sangat dimungkinkan karena penelitian
berada di lingkungan kerja peneliti. Dengan demikian, diperoleh banyak
keuntungan terutama dalam pengumpulan data dan informasi. Dalam
kaitan ini keuntungan diperoleh karena peranan peneliti tersamar bagi
orang yang menjadi subyek penelitian sehingga dapat memperoleh
informasi secara maksimal (Nasution).
Kaitannya dengan fokus penelitian, maka kegiatan observasi
difokuskan untuk mengamati berbagai fenomena yang terjadi di lokasi
penelitian, terutama yang berhubungan dengan implementasi kebijakan
program kerja PGRI, seperti;
(a) strategi yang digunakan dalam
melaksanakan program kerja PGRI, (b) teknik pengawasan yang
digunakan dalam memonitor pelaksanaan program kerja PGRI, dan (c)
75
pelaksanaan program kerja PGRI. Analisis SWOT tentang pelaksanaan
kebijakan program kerja PGRI, digali melalui kegiatan observasi.
2. Wawancara
Teknik ini digunakan untuk menggali dan memperoleh data atau
informasi yang lebih mendalam dan relevan dengan masalah yang diteliti.
Kegiatan wawancara ini ditujukan untuk mengungkap informasi dari
responden tentang kegiatan-kegiatan, terutama yang
berhubungan
dengan garis-garis besar kebijakan program kerja PGRI, seperti: (a) isi
program kerja PGRI dalam rangka meningkatkan profesionalisme
guru-guru sekolah dasar, (b) proses penyusunan kebijakan program kerja
PGRI, (c) forum yang dipakai dalam merumuskan kebijakan program kerja
PGRI, dan (d) pihak yang dilibatkan dalam perumusan kebijakan program
kerja PGRI. Analisis SWOT tentang perumusan kebijakan program kerja
PGRI digali melalui wawancara dengan responden yang dipandang dapat
memberikan informasi secara refresentatif.
3. Studi Dokumentasi
Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data dan informasii
tentang aspek-aspek yang berhubungan dokumen dan arsip resmi yang
dimiliki oleh Pengurus Daerah Tingkat II PGRI Kota Bandung.
C. Instrumen Penelitian
76
dokumentasi secara langsung di lokasi penelitian. Untuk mempermudah
proses pengumpulan data, maka sebelum peneliti memasuki lokasi
penelitian dipandang perlu untuk merumuskan kisi-kisi tentang
aspek-aspek yang akan diamati (diteliti).
Adapun aspek-aspek yang menjadi fokus peneliti ketika memasuki
[image:34.595.70.507.288.698.2]lokasi penelitian, dapat digambarkan dalam tabel berikut:
Tabel 1
Kisi-Kisi Penelitian
Aspek Penelitian Sub Aspek Penelitian Alat Pengumpul
Data
Nomor Item
1. Garis-Garis- Besar Kebijakan Program Kerja PGRI:
2. Pelaksanaan Kebijakan Program Kerja PGRI:
a. Isi Program Kerja PGRI
b. Proses Penyusunan Kebijakan Program Kerja PGRI
c. Forum yang
digunakan dalam Merumuskan
Kebijakan Program PGRI
d. Pihak yang Dilibatkan dalam Perumusan Program Kerja PGRI a. Strategi Pelaksanaan
Program Kerja PGRI
b. Teknik Pengawasan Pelaksanaan
Program Kerja PGRI
c. Teknik Penilaian Pelaksanaan
Program Kerja PGRI
-Wawancara -Dokumentasi -Wawancara -Observasi -Dokumentasi -Wawancara -Observasi -Dokumentasi -Wawancara -Observasi -Dokumentasi -Wawancara -Observasi -Dokumentasi -Wawancara -Observasi -Dokumentasi -Wawancara -Observasi -Dokumentasi
1 - 9
1 0 - 1 5
1 6 - 2 0
21-25
2 6 - 3 0
31 - 3 5
3. Analisis SWOT Perumusan : a. Kekuatan dalam
dan Pelaksanaan Program Perumusan dan
Kerja PGRI Pelaksanaan
Program Kerja PGRI
b. Kelemahan dalam Perumusan dan
Pelaksanaan
Program Kerja PGRI
c. Peluang dalam Perumusan dan Pelaksanaan
Program Kerja PGRI
d. Ancaman dalam Perumusan dan Pelaksanaan
j Program Kerja PGRI
m
fhnefitasi
w * %!; '• •• •/•-,;•
\\ ^*£,>
,,Wawanc^ta
--Observasi -Dokumentasi -Wawancara -Observasi -Dokumentasi -Wawancara -Observasi -Dokumentasi 77:<§tV 54
/'55 - 58
5 9 - 6 2
6 3 - 6 6
D. Subyek Penelitian
Pada penelitian kualitatif, menurut Lincoln dan Guba (Lexy J.
Moleong, 1997:165), peneliti mulai dengan asumsi bahwa konteksnya
sendiri. Selain itu dalam penelitian kualitatif peneliti sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor kontekstual. Dalam hal ini penentuan subyek
penelitian diharapkan mampu menjaring sebanyak mungkin informasi dari
berbagai macam sumber. Tujuannya adalah untuk merinci kekhususan
yang ada dalam rumusan konteks yang unik dan menggali informasi yang
akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul.
Penentuan
subyek
penelitian
dilakukan
secara
purpossive
78
didasarkan kepada adanya tujuan tertentu. Penentuan subyek penelitian
dalam penelitian kualitatif, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Lexy J.
Moleong, 1997:165-166):
a. Sampel tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih dahulu. b. Pemilihan sampel secara berurutan, teknik "Snowball
Sampling", dengan cara responden diminta menunjuk orang
lain yang dapat memberiakn informasi dan responden berikutnya diminta pula menunjuk lagi dan begitu seterusnya, sehingga makin lama sampling akan semakin banyak.c. Penyesuaian berkelanjutan dari sampel. Pada mulanya setiap
sampel dapat sama kegunaannya, Pada saat informasi
semakin banyak diperoleh dan semakin mengembangkan hipotesis kerja, sampel dipilih atas dasar fokus penelitian. d. Pemilihan berakhir jika sudah terjadi pengulangan, jika tidak
ada lagi informasi yang dapat dijaring, maka penarikan sampel dihentikan.
Yang dijadikan sebagai subyek penelitian adalah yang memiliki berbagai karakteristik, unsur, nilai yang berkaitan dengan kegiatan Pengurus Daerah Tingkat II PGRI Kota Bandung, dan Kepala Sekolah
Dasar yang ada di wilayah kerja Dinas Pendidikan Kota Bandung.
E. Tahap-Tahap Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahapan, yaitu: tahap
persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap penyusunan laporan.
1. Tahap Persiapan
79
dengan upaya peningkatan profesionalisme guru sekolah dasar, dan berbagai permasalahannya yang diperoleh dari studi pendahuluan.
2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini peneliti berusaha memperoleh informasi tentang
latar penelitian secara tepat, untuk itu perlu dijalin hubungan, baik secara
formal maupun informal dengan subyek penelitian. Fleksibilitas dan
adaptabilitas sangat perlu dimiliki peneliti selama proses pengumpulan
data.
Pada tahap ini dilakukan triangulasi, yaitu mengecek kebenaran
data untuk menghindari subyektivitas dengan cara memperoleh data
tersebut dari sumber lain yang menggunakan metode yang sama atau
berbeda (Nasution, 1996:10). Selain itu, juga dilakukan member check untuk menginformasikan kebenaran catatan lapangan yang telah dianalisis pada sumber datanya. Berikutnya adalah kegiatan mendeskripsikan dan menganlisis data lapangan dengan merujuk kajian teoritis untuk menghasilkan temuan lapangan.
3. Tahap Penyusunan Laporan
80
F. Teknik Analisa Data
Analisis data adalah proses mengorganisasi dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data (Lexy J. Moleong, 1997:103). Sedangkan Bogdan dan Biklen (1990:189), mengemukakan bahwa "Analisis data merupakan proses mencari dan mengatur secara sistematis transkip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang telah dihimpun untuk menambah pemahaman mengenai bahan-bahan itu dan melaporkan yang telah ditemukan kepada pihak lain". Dapat disimpulkan, bahwa analisa data adalah pengorganisasian data, mengurutkan dan membentuknya ke dalam pola, kategori, dan uraian dasar untuk pemberian makna dan
pemahaman.
Analisa data dilakukan pada waktu peneliti masih berada di lapangan dan setelah proses pengumpulan data, yaitu peneliti meninggalkan lapangan. Pada saat penelitian dilakukan, analisis data dilakukan dengan cara merekam data lapangan, melakukan member
check kepada sampel penelitian, melakukan triangulasi, dan melakukan
penyempurnaan analisis, kemudian menyusun kecenderungan-kecenderungan yang timbul sesuai dengan proses dan jenis data yang diperoleh untuk mendapatkan makna yang terkandung di dalam data.
data akan teriihat dan membentuk kesatuan yang utuh serta dapat ditarik
154
BABV
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada analisis data penelitian yang dipaparkan dalam
Bab IV, berikut disajikan kesimpulan penelitian yang sekaligus merupakan
jawaban atas pertanyaan penelitian, yakni sebagai berikut:
1. Garis-Garis Besar Kebijakan Program Kerja PGRI
Garis-garis besar kebijakan program kerja PGRI merupakan
panduan dasar dalam melaksanakan program kerja, baik sebagai
organisasi perjuangan maupun organisasi profesi. Kesimpulan mengenai
garis-garis besar kebijakan program kerja PGRI dalam penelitian ini,
dijelaskan sebagai berikut:
a. Isi program kerja PGRI dalam meningkatkan profesionalisme
guru-guru, termasuk guru sekolah dasar dikelompokkan ke dalam tiga
bidang kerja. Pertama, bidang kerja umum dan organisasi yang terdiri
dari program kerja yang bersifat pembenahan organisasi PGRI, seperti
penataan organisasi, rekruitmen personel PD II PGRI Kota Bandung,
penataan sekretariat PGRI, pengembangan kerjasama kemitraan
organisasi PGRI dengan berbagai pihak terkait. Kedua, bidang kerja
pendidikan dan profesionalisme anggota yang merupakan bidang kerja
yang berorientasi pada misi profesi. Bidang kerja pendidikan dan
profesi ini dijabarkan dalam rencana kerja yang berhubungan dengan
155
seperti
melaksanakan
kegiatan
seminar,
pelatihan,
lokakarya,
sosialisasi program-program pembangunan pendidikan nasional. Ketiga, bidang kerja kesejahteraan yang merupakan manifestasi dari
organisasi PGRI sebagai organisasi perjuangan guru. Ketiga bidang
kerja merupakan penjabaran dari visi dan misi PGRI, yang berorientasi pada lima misi, yakni; (1) misi nasional; (2) misi pembangunan
nasional; (3) misi pendidikan nasional; (4) misi profesi; dan (5) misi
kesejahteraan.
Kaitannya dengan peranan PGRI dalam meningkatkan profesionalisme
dilihat dari aspek isi program kerja PGRI, nampak dalam berbagai
kegiatan yang merupakan penjabaran dari bidang kerja pendidikan dan profesi. Isi program kerja PGRI yang berkenaan dengan peningkatan profesionalisme guru sekolah dasar, antara lain mengadakan
pelatihan, seminar, dan kegiatan lainnya yang berkontribusi terhadap
peningkatan profesionalisme guru,
b. Proses perumusan kebijakan program kerja PGRI dilaksanakan secara
demokratis dengan memperhatikan prinsip keterwakilan aspirasi para
guru yang diwakili oleh utusan tiap pengurus cabang PGRI untuk menjadi peserta Konperensi Daerah dan Konperensi Kerja Daerah.
Mekanisme yang dilakukan dalam perumusan kebijakan program kerja
PGRI dilaksanakan dalam sidang-sidang komisi dan disyahkan dalam sidang pleno dalam Konperensi Daerah Tingkat I! PGRI Kota Bandung. Untuk melancarkan perumusan kebijakan program kerja
tiga komisi. Pertama, Komisi A yang membidangi d^
rumusan program kerja yang berkenaan dengan bidang\uWB«S$ao* -.
organisasi. Kedua, Komisi B yang membidangi dan metabahas-'
rumusan program kerja yang berhubungan dengan bidang pendidikan dan profesionalisme anggota PGRI. Ketiga, Komisi C yang
membidangi dan membahas rumusan program kerja yang berkaitan
dengan bidang kerja kesejahteraan. Hasil dari sidang-sidang komisi tersebut, kemudian dibawa ke sidang pleno untuk diputuskan sebagai
kebijakan program kerja PGRI.
Memperhatikan proses perumusan program kerja PGRI, sebagaimana disimpulkan di atas, dapat dimaknai bahwa dengan melibatkan para
utusan cabang sebagai team perumus program kerja PGRI, maka hal tersebut memungkinkan untuk terakomodasinya permasalahan-permasalahan aktual dan kontekstual yang dihadapi oleh guru dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.
c. Forum yang digunakan dalam merumuskan kebijakan program kerja
PGRI adalah Konperensi Daerah Tingkat II PGRI Kota Bandung.
Forum ini merupakan forum organisasi PGRI tertinggi yang memiliki
dasar hukum yang kuat dalam perumusan kebijakan program kerja PGRI. Dari forum organisasi seperti inilah, dirumuskan amanat program kerja PGRI yang harus dijalankan oleh PD II PGRI Kota
Bandung. Selain Konperensi Daerah, juga diadakan forum organisasi
Konperensi Kerja Daerah Tingkat II PGRI Kota Bandung yang
157
organisasi Konperensi Kerja ini adalah untuk memonitoring dan
mengevaluasi serta merumuskan rencana tindakan kerja untuk jangka
waktu satu tahun.
d. Pihak yang dilibatkan dalam perumusan kebijakan program kerja PGRI
adalah semua guru yang tercatat sebagai anggota aktif PGRI yang diwakili oleh utusan cabang PGRI. Mekanisme rekruitmen peserta dalam Konperensi Daerah dan Konperensi Kerja didasarkan pada banyak sedikitnya jumlah anggota pada masing-masing pengurus cabang PGRI, dengan ketentuan setiap 1 orang utusan mewakili 100 orang anggota, dan untuk selanjutnya untuk jumlah 50 ditarik menjadi
1 orang utusan dan untuk 50 ke bawah ditiadakan.
2. Pelaksanaan Kebijakan Program Kerja PGRI
Pelaksanaan kebijakan program kerja PGRI merupakan tahap implementasi paket kebijakan yang telah diputuskan sebagai amanat hasil keputusan dalam Konperensi Daerah dan Konperensi Kerja Daerah Tingkat II PGRI Kota Bandung. Berdasarkan pada analisis data penelitian, disajikan kesimpulan mengenai pelaksanaan kebijakan program kerja
PGRI, yakni sebagai berikut:
a. Pelaksanaan kebijakan program kerja PGRI yang diputuskan dalam Konperensi Daerah dilaksanakan berdasarkan bidang kerja masing-masing, yang laporan pertanggung jawabannya disampaikan pada konperensi daerah di akhir masa kepengurusan. Di samping itu juga, pelaksanaan program kerja PD II PGRI Kota Bandung menggunakan
158
adanya pelimpahan tersebut, akan memudahkan dalam menjabarkan
kebijakan program kerja PGRI yang sesuai dengan kebutuhan,
karakteristik, dan potensi masing-masing lingkungan.
Strategi lainnya yang dilaksanakan oleh PGRI dalam melaksanakan
kebijakan program kerjanya adalah dengan menjabarkan program
kerja tersebut ke dalam program kerja tahunan yang kemudian
dievaluasi dalam konperensi kerja tahunan. Melalui forum organisasi
seperti inilah, pelaksanaan kebijakan program kerja PGRI dapat dirinci
dan dilaksanakan secara operasional dalam setiap tahunnya.
b. Teknik pengawasan pelaksanaan program kerja PGRI sampai saat ini
belum menggunakan instrumen yang baku dan dalam waktu yang
ditentukan secara khusus untuk melakukan monitoring. Kalaupun
monitoring ada, hal tersebut dilaksanakan secara implisit melalui forum
organisasi konperensi kerja yang dilaksanakan setiap satu tahun
sekali.
Melalui konperensi kerja inilah, Pengurus Daerah Tingkat II PGRI Kota
Bandung dapat menggali informasi mengenai pelaksanaan program
kerja dalam kurun waktu satu tahun. Dengan demikian, kegiatan
monitoring dalam bentuk kegiatan yang formal dilakukan setiap satu
tahun sekali. Dengan kondisi seperti ini, memungkinkan untuk tidak
tergalinya informasi yang detail dan aktual mengenai berbagai faktor
yang mempengaruhi pelaksanaan program kerja PGRI, mengingat
159
c. Teknik penilaian program kerja PGRI dimaksudkan sebagai upaya
untuk mengetahui tingkat ketercapaian program kerja yang telah
dilaksanakan. Sampai saat ini, PGRI belum memiliki instrumen baku
yang digunakan dalam penilaian atau evaluasi program kerja. Hal
lainnya yang nampak dalam penilaian program kerja PGRI adalah
frekuensi penilaian yang dilaksanakan belum dirumuskan dalam
program kegiatan yang jelas. Kondisi demikian, memungkinkan hasil
penilaian yang dilaksanakan tidak akan mampu menggali informasi
secara detail dan aktual mengenai ketercapaian program kerja yang
telah dilaksanakan.
Yang menjadi sasaran dari evaluasi program kerja PGRI adalah kinerja
para guru yang merujuk pada kinerja profesional. Indikator ini telah
digunakan oleh PGRI, meskipun masih dalam bentuk yang sederhana,
dan cenderung hanya mempelajari kemampuan tertulis. Hal ini sesuai
dengan peran dan posisi PGRI yang cenderung sebagai mediator dan
motivator, dan kurang memiliki kewenangan kebijakan operasionalisasi
penyelenggaraan pendidikan. Oleh karena itu, untuk mengatasi
keterbatasan ini, dalam melaksanakan ptenilaian tersebut, PGRI
melakukan kerjasama kemitraan dengan berbagai instansi terkait, seperti dengan Pemerintah Daerah Kota Bandung, Dinas Pendidikan
Kota Bandung, dan instansi lainnya.
Dari keseluruhan penjelasan mengenai pelaksanaan program kerja
PGRI dalam kaitannya dengan upaya peningkatan profesionalisme guru
160
motivator, fasilitator, dan dalam batas-batas tertentu PGRI melakukan
pembinaan secara langsung, seperti mengadakan seminar, pelatihan, dan
kerjasama kemitraan. Upaya lainnya yang dilaksanakan oleh PGRI dalam
meningkatkan profesionalisme guru, dilakukan melalui perannya sebagai
salah satu tim penilai makalah atau hasil penelitian yang diajukan oleh
para guru dalam proses kenaikan pangkat/golongan.
3. Analisis SWOT Perumusan dan Pelaksanaan Program Kerja
PGRI
Berdasarkan pada analisis data penelitian, berikut disajikan
kesimpulan yang berkenaan dengan aspek kekuatan^ kelemahan, peluang, dan tantangan, dengan uraian sebagai berikut:
Dari temuan lapangan, ada beberapa kondisi yang merupakan
aspek kekuatan dalam perumusan dan pelaksanaan program kerja PGRI,
yakni sebagai berikut:
1) Yang termasuk kekuatan dalam perumusan dan pelaksanaan program
kerja PGRI, dapat disimpulkan sebagai berikut:
a) Perumusan program kerja PGRI dilaksanakan dalam sebuah forum
organisasi yang mencerminkan prinsip keterwakilan aspirasi guru dan demokratis, yakni dalam forum Konperensi Daerah Tingkat II
PGRI Kota Bandung.
b) Adanya pendalaman dan pembahasan program kerja PGRI dalam bentuk rencana program kerja tahunan yang dilaksanakan dalam forum organisasi Konperensi Kerja Daerah Tingkat II PGRI Kota
161
c) Adanya pembentukkansidang-sidang komisi, sehingga hal tersebut
akan memungkinkan terjadinya pendalaman dan pembahasan
mengenai materi yang akan dirumuskan dalam program kerja PGRI
tersebut.
d) Adanya sebagian sumber daya manusia PGRI yang berasal dari
kalangan perguruan tinggi yang memiliki bidang keahlian di bidang
manajemen pendidikan, dan adanya sebagian pengurus PGRI Kota
Bandung yang memiliki kualifikasi pendidikan memadai, sehingga
dengan kondisi tersebut akan memberikan kontribusi keilmuan dan
pengalaman dalam merumuskan ruang lingkup program kerja
PGRI.
e) Dimilikinya anak lembaga PGRI yang dapat memberikan kontribusi
dalam pelaksanaan program kerja PGRI yang telah diamanatkan
dalam konperensi daerah, serta adanya jaringan kerjasama
kemitraan PGRI dengan berbagai pihak yang terkaitdengan upaya
peningkatan profesionalisme dan kesejahteraan para guru.
2) Kelemahan dalam perumusan dan pelaksanaan program kerja PGRI
dapat disimpulkan sebagai berikut:
a) Keanggotaan PGRI yang belum menyentuh semua guru pada
jenjang dan jenis pendidikan. Keanggotaan PGRI dewasa ini masih
didominasi oleh gum-guru SD, sehingga demikian pemikiran, ide,
dan aspirasi para guru selain guru SD tidak terakomodasi dalam
162
b) Ruang lingkup atau isi program kerja dan pelaksanaannya, sampai
saat ini terkesan masih bersifat eksklusif, yakni diperuntukkan dan
banyak
bersinggungan
dengan
gum-guru
sekolah
dasar.
Sementara masih banyak persoalan yang dihadapi oleh guru-guru
SLTP, SLTA, dan SLB yang belum terakomodasi oleh kegiatan
yang dilaksanakan PGRI.
c) Belum dimilikinya instmmen yang baku tentang monitoring dan
evaluasi pelaksanaan program kerja dan frekuensi pelaksanaan
monitoring dan evaluasi yang masih jarang dilaksanakan. Kondisi
ini memungkinkan masalah dan potensi yang dihadapi dalam
pelaksanaan program kerja PGRI belum tergali secara mendetail
dan aktual.
3) Peluang yang ada dalam perumusan dan pelaksanaan program kerja
PGRI dapat disimpulkan sebagai berikut:
a) Masih banyaknya jumlah gum pada jenjang dan jenis pendidikan
selain guru sekolah dasar yang belum terdaftar sebagai anggota
aktif dalam organisasi PGRI. Jumlah tersebut cukup besar dan
potensial
untuk dapat diberdayakan
oleh
organisasi
PGRI,
mengingat para gum tersebut masih dihadapkan pada berbagai
persoalan, baik menyangkut peningkatkan profesionalisme maupun
kesejahteraan hidup. Kondisi ini merupakan peluang yang dapat
diberdayakan guna
menjadikan PGRI
sebagai organisasi
163
semua jenjang dan jenis guru yang ada di Indonesia, baik negeri
maupun swasta.
b) Dimilikinya anak cabang PGRI, seperti YPLP-PGRI yang dapat
dikembangkan untuk menjadikan lembaga pendidikan percontohan
dalam upaya pembinaan profesionalisme guru. Upaya tersebut
dapat dilakukan dengan melakukan pembenahan ke dalam sesuai
dengan paradigma pengelolaan pendidikan dewasa ini yang
menggunakan konsep desentralisasi pendidikan dengan konsep
manajemennya
menggunakan
Manajemen
Berbasis Sekolah
(MBS). Kondisi ini merupakan peluang yang dapat dikembangkan
oleh PGRI guna memposisikan dirinya sebagai organisasi profesi
yang selalu berorientasi pada mutu dan adaptif serta antisipatif
terhadap berbagai perubahan dalam pengelolaan pendidikan. Di
samping itu, juga PGRI
memiliki
LPPH-PGRI yang dapat
diberdayakan fungsinya untuk memberikan dorongan kepada
pemerintah
guna
memperhatikan
periindungan
hukum
dan
kesejahteraan para guru.
4) Tantangan yang perlu dijawab dan diperhatikan dalam
perumusan
dan pelaksanaan program kerja PGRI, dapat disimpulkan sebagai
berikut:
a) Dewasa ini begitu marak perjuangan para guru hampir di setiap
wilayah untuk memperjuangkan peningkatan kesejahteraan guru.
Dalam kondisi seperti ini, maka merupakan tantangan bagi PGRI
164
para guru dalam meningkatkan kesejahteraan. Bentuk konkrit yang
dilaksanakan oleh PGRI adalah dengan menyetujui dibentuknya
Komite Perjuangan Perbaikan Kesejahteraan Guru (KP2KG),
sebagai
wadah
konsolidasi
perjuangan
para
guru
dalam
meningkatkan kesejahteraannya.
b) Diberiakukannya kebijakan otonomi daerah di Pemerintahan Kota
Bandung, yang berimplikasi terhadap mekanisme penyelenggaraan
pendidikan. Salah satu implikasi utama dari penyelenggaraan
otonomi daerah tersebut, adalah banyaknya persoalan-persoalan
pendidikan yang selesai di tingkat Kota. Hal tersebut merupakan
tantangan bagi PD II PGRI Kota Bandung untuk membenahi
mekanisme kerjanya sehingga dapat berperan lebih banyak dalam
pembangunan pendidikan di era otonomi daerah, termasuk dalam
mendorong peningkatan profesionalisme guru sekolah dasar.
B. Implikasi
Dari temuan penelitian sebagaimana disimpulkan di atas, maka
dapat dirumuskan beberapa implikasi sebagai berikut:
1. Salah satu jaminan munculnya legalitas sebuah organisasi profesi
seperti halnya PGRI adalah didukungnya oleh semua anggota yang
termasuk ke dalam profesi guru pada semuah jenjang dan jenis
pendidikan. Sampai sekarang, garis-garis besar kebijakan program
kerja PGRI hampir sebagian besar hanya dimmuskan oleh gum
165
saat ini masih didominasi oleh guru sekolah dasar, sementara
guru-guru pada jenjang dan jenis pendidikan lainnya belum mendaftarkan
diri sebagai anggota aktif PGRI.
2. Salah satu kunci keberhasilan dalam melaksanakan program kerja
PGRI yang berkenaan dengan peningkatan profesionalisme gum,
adalah ditunjang oleh alat atau instrumen monitoring dan evaluasi
yang dirumuskan secara baku dan dilaksanakan secara berkelanjutan.
Manakala permbuatan instrumen monitoring dan evaluasi tersebut
tidak dilaksanakan, maka akan sulit bagi PGRI untuk mengetahui
tingkat keberhasilan dari program kerja PGRI yang telah dilaksanakan.
3. Mengingat peranan yang dilaksanakan PGRI dalam meningkatkan
profesionalisme guru tersebut dipengamhi oleh faktor-faktor internal
dan ekstemal, maka perlu dilakukan penelitian, pengkajian dan
pengembangan secara berkelanjutan. Manakala hal tersebut tidak
dilaksanakan, maka akan sulit bagi pengurus PGRI untuk melakukan
restrukturisasi organisasi maupun peningkatan layanan keanggotan
terhadap para guru.
C. Saran
Berangkat dari kesimpulan dan implikasi serta permasalahan yang
dijumpai dalam penelitian ini, maka dapat dirumuskan rekomendasi
sebagai berikut:
1. Perlu mengakomodasi para guru pada semua jenjang dan jenis
166
mengakomodasi dan menarik minat para guru yang belum menjadi
anggota aktif, maka PGRI perlu merumuskan program-program
unggulan yang memiliki kontribusi signifikan terhadap peningkatan
profesionalisme dan kesejahteraan para guru pada semua jenjang dan
jenis pendidikan lainnya. Dengan upaya tersebut pula, sekaligus
merupakan upaya untuk mewujudkan visi dan misi organisasi PGRI
yang
berupaya
menjadikan
organisasi
yang
independen
dan
berorientasi pada profesionalisme dan perjuangan kesejahteraangum.
2. Perlu dirumuskan alat atau instrumen monitoring dan evaluasi secara
baku dan melaksanakannya secara berkala. Hal tersebut, mengingat
sampai saat ini PD II PGRI Kota Bandung belum memiliki instrumen
baku yang digunakan dalam monitoring dan evaluasi (monev). Dengan
dirumuskannya instrumen monev tersebut, akan membantu PD II PGRI
Kota Bandung untuk menggali, menghlmpun, dan menganalisis
berbagai persoalan, potensi, dan kebutuhan yang dihadapi oleh dunia
pendidikan,
khususnya
yang
menyangkut
profesionalisme dan
kesejahteraan gum.
3. Perlu dibentuk divisi Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan
(Litjibang) yang bertugas untuk melakukan penelaahan secara ilmiah dan empiris mengenai berbagai permasalahan, kebutqhan, dan potensi yang mewarnai penyelenggaraan pendjdikan, terutama menyangkut strategi praktis peningkatan profesionalisme dan
DAFTAR PUSTAKA
Allen Filley, et all, (1976), Organizational Learning; A Theory
Perspective, Reading Mass
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Persatuan Guru Rrepublik
Indonesi (PGRI)
Bogdan, Robert C. & Taylor, S.J., (1973), Introduction to Qualitative
Research Methods A Phenomenological Approach to the Social
Sciences, New York, John Wiley & Sons
Bogdan, Robert C. & Biklen Sari Knopp, (1982), Qualitative Research for
Education An Introduction to Theory and Methods, Boston, Allyn
and Bacon, Inc
Castetter, B. William, (1976), The Personal Function in Education
Administration, New York, MacMillan Publishing Co, Inc
Charles K. Johnson, (1974), Motivation and Leadership at Work, New
York, The McGraw-Hill Companies, Inc
David Maginson (1995), The Theory and Practice of Learning, London,
Kogan PageDedi Supriadi, (1998), Mengangkat Citra dan Martabat Guru, Bandung
AlfabetDjam'an Satori, (2000), Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah
(Makalah), Bandung, Depdiknas
Engkoswara, (1987), Dasar-Dasar Administrasi Pendidikan, Jakarta,
Dirjen Dikti
, (1993), Suatu Pemikiran Tentang Kemungkinan Pelaksanaan
Peningkatan Sumber Daya Manusia dalam PJPT II (Makalah)
Bandung,IKIP
, (2001), Paradigma Manajemen Pendidikan Menyongsong
Otonomi Daerah, Bandung, Yayasan Amal Keluarga
Flippo, B. Edwin, (1984), Personal Management (Sixth Edition), New York,
Gaffar, Fakry, M., (1987J, Perencanaan Pendidikan: Teori dan Metodologi,
Jakarta, Depdikbud
Halt & Goodale, (1986), Personel Management, Singapore, Mc.Graw Hill
Book, Inc
Lincoln, Yvonna S., & Guba, Egon G., (1985), Naturalistic Inquiry, Baverly
Hills: Sage Publication
Makmun, Abin Syamsuddin, (1996), Pengembangan Profesi dan Kinerja
Tenaga Kependidikan, Bandung, Program Pascasarjana IKIP
Bandung
, (2000), Konsep Dasar dan Penilaian Kompetensi Profesional
Tenaga Kependidikan, Bandung, UPI
Malayu S.P. Hasibuan, (1997), Manajemen Sumber Daya Manusia; Dasar
dan Kunci Keberhasilan, Jakarta, Gunung Agung
Moh. Surya, (1999), Paradigma PGRI Dalam Era Reformasi (Makalah),
Jakarta, PB-PGRI
Morphet, L. Edgard & Roe L. Johns, (1976), The Economics & Financing
of Education; A System Approach, New Jersey, Prentice Hall Inc.
Nasution, S., (1992), Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung, Tarsito
N.A. Ametembun, (1977), Pengelolaan Tenaga Kependidikan, Bandung, Adpend FIP IKIP Bandung
Patton, Michael Quin, (1987), Qualitative Evaluation Methods, Baverly Hills, Sage Publication
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar
Pengurus Daerah Tingkat II PGRI Kota Bandung, (1998), Risalah dan
Keputusan Konperensi Daerah Tingkat II PGRI Kota Bandung Tanggal 25 Juni 1998,
1 (1998), Materi Pendidikan dan Latihan Kader Kepemimpinan PGR—Buku V Kesejahteraan Guru, Bandung
_ (1998), Materi Pendidikan dan Latihan Kader Kepemimpinan
—, (1998), Materi Pendidikan dan Latihan Kader Kepemimpinan
PGR—Buku VII Wawasan Pembangunan Nasional dan Kebijakan
Pembangunan Daerah,