• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Kerja Pertanian Pada Mahasiswa Batak Toba (Kasus Pada Mahasiswa Batak Toba Angkatan Tahun 2005 Institut Pertanian Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nilai Kerja Pertanian Pada Mahasiswa Batak Toba (Kasus Pada Mahasiswa Batak Toba Angkatan Tahun 2005 Institut Pertanian Bogor)"

Copied!
281
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI KERJA PERTANIAN PADA MAHASISWA BATAK TOBA (Kasus Pada Mahasiswa Batak Toba Angkatan Tahun 2005 Institut

Pertanian Bogor)

Oleh:

Rianti TM Marbun A14204006

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

RIANTI TM MARBUN. Nilai Kerja Pertanian Pada Mahasiswa Batak Toba (Studi Kasus Mahasiswa Semester VI Institut Pertanian Bogor). Di bawah bimbingan DJUARA P LUBIS.

Gejala kurangnya minat pemuda untuk bekerja di sektor pertanian dipengaruhi oleh nilai kerja. Nilai kerja ini dipengaruhi oleh proses sosialisasi yang diterima pemuda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai kerja pertanian mahasiswa Batak Toba serta mengidentifikasi hubungan proses sosialisasi dalam keluarga terhadap nilai kerja pertanian pada mahasiswa

Penelitian ini dilaksanakan di Institut Pertanian Bogor selama dua bulan (Mei sampai Juni 2008). Responden dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Batak Toba Angkatan Tahun 2005 dikenal sebagai Angkatan 42 yang aktif mengikuti perkuliahan sampai Semester VI Institut Pertanian Bogor. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder yang dilakukan melalui dua tahap yaitu pengumpulan data kuantitatif dengan menggunakan kuesioner, kemudian tahap kedua pengumpulan data kualitatif melalui diskusi kelompok. Data kuantitatif tersebut dianalisi melalui bantuan tabel frekuensi dan tabulasi silang atau dengan perhitungan statistik komputer SPSS dengan uji chi-square.

(3)

sedang yaitu SMP sampai SMA, tingkat pendapatan kategori rendah (Rp.0,- sampai Rp. 2,5 juta) dan mayoritas bekerja sebagai non-petani. Selanjutnya, ditinjau dari kepemilikan lahan, 44 orangtua responden memiliki lahan dan 62 orangtua tidak memiliki lahan. Orangtua responden yang berasal dari Tapanuli berjumlah 58 orang dan 48 orang berasal dari luar Tapanuli.

(4)

Keengganan para pemuda untuk bekerja di sektor pertanian terjadi juga pada generasi Batak Toba. Kehidupan kota yang jauh dari pertanian seringkali dianggap sebagai gaya hidup modern

(5)

NILAI KERJA PERTANIAN PADA MAHASISWA BATAK TOBA (Kasus Pada Mahasiswa Batak Toba Angkatan Tahun 2005 Institut

Pertanian Bogor)

Oleh:

Rianti TM Marbun A14204006

SKRIPSI

Sebagai prasyarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian pada

Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

(6)

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh: Nama Mahasiswa : Rianti TM Marbun

NRP : A14204006

Program Studi : Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dengan Judul : Nilai Kerja Pertanian Pada Mahasiswa Batak Toba (Kasus Pada Mahasiswa Batak Toba Angkatan Tahun 2005 Institut Pertanian Bogor)

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS NIP. 131 476 600

Mengetahui : Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “NILAI KERJA PERTANIAN PADA MAHASISWA BATAK TOBA” (KASUS PADA MAHASISWA ANGKATAN TAHUN 2005 INSTITUT PERTANIAN BOGOR) BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI HASIL KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN DAN JUGA BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI, TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIAN SURAT PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNGJAWABKAN PERNYATAAN INI.

Bogor, Agustus 2008

Rianti TM Marbun

(8)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Juni 1986 di Pangururan, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari Ayah Jaingot Marbun dan Ibu Linda Sinurat.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian dengan judul Nilai Kerja Pertanian Pada Mahasiswa Batak Toba, kasus mahasiswa Angkatan Tahun 2005 Institut Pertanian Bogor.

Sebagai anggota masyarakat Batak sekaligus mahasiswa IPB, penulis tertarik untuk meneliti latarbelakang mahasiswa IPB yang lahir sebagai bagian dari komunitas Batak yang sangat kental dengan budayanya. Budaya yang sangat unik dan diturunkan dari generasi ke generasi membuat penulis tertarik meneliti hubungan antara sosialisasi budaya dengan nilai kerja khususnya pertanian.

Hasil penelitian ini menjadi salah satu tugas akhir dalam memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Sudi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi in. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Bogor, Agustus 2008

(10)

UCAPAN TERIMAKSIH

Syukur dan terimakasih kepada Tuhan Yesus atas segala berkat dan kasihnya dalam segala aktivitas kehidupan penulis.

Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dr.Ir. Djuara P. Lubis, MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberi

motivasi, saran, kritik yang bersifat membangun serta arahan dan bimbingan yang sangat berharga bagi penulis.

2. Dr. Nurmala K. Panjaitan, MS sebagai dosen penguji utama dalam sidang yang telah memberikan saran dan kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

3. Ratri Virianita, S.Sos, Msi sebagai dosen penguji skripsi perwakilan dari komisi pendidikan.

4. Dr.Ir. Arya H. Dharmawan, MSc selaku dosen pembimbing akademik atas perhatian dan masukan berharga.

5. Seluruh responden mahasiswa-mahasiswi IPB Angkatan 42, atas kerjasama selama penelitian.

6. Oma dan Bapa, serta Kak Mey, Bang Hendra, adikku Eldo dan Miranda serta saudara-saudara yang tidak saya sebut satu persatu atas dukungan dan doa-doanya.

7. Penghuni Pondok Putri PPYN (Mirce, Shera, Doris, Rohani, Titin, Desy, Jo’e, Wenny) atas kebersamaannya, doa dan dukungannnya.

(11)

NILAI KERJA PERTANIAN PADA MAHASISWA BATAK TOBA (Kasus Pada Mahasiswa Batak Toba Angkatan Tahun 2005 Institut

Pertanian Bogor)

Oleh:

Rianti TM Marbun A14204006

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

(12)

RINGKASAN

RIANTI TM MARBUN. Nilai Kerja Pertanian Pada Mahasiswa Batak Toba (Studi Kasus Mahasiswa Semester VI Institut Pertanian Bogor). Di bawah bimbingan DJUARA P LUBIS.

Gejala kurangnya minat pemuda untuk bekerja di sektor pertanian dipengaruhi oleh nilai kerja. Nilai kerja ini dipengaruhi oleh proses sosialisasi yang diterima pemuda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai kerja pertanian mahasiswa Batak Toba serta mengidentifikasi hubungan proses sosialisasi dalam keluarga terhadap nilai kerja pertanian pada mahasiswa

Penelitian ini dilaksanakan di Institut Pertanian Bogor selama dua bulan (Mei sampai Juni 2008). Responden dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Batak Toba Angkatan Tahun 2005 dikenal sebagai Angkatan 42 yang aktif mengikuti perkuliahan sampai Semester VI Institut Pertanian Bogor. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder yang dilakukan melalui dua tahap yaitu pengumpulan data kuantitatif dengan menggunakan kuesioner, kemudian tahap kedua pengumpulan data kualitatif melalui diskusi kelompok. Data kuantitatif tersebut dianalisi melalui bantuan tabel frekuensi dan tabulasi silang atau dengan perhitungan statistik komputer SPSS dengan uji chi-square.

(13)

sedang yaitu SMP sampai SMA, tingkat pendapatan kategori rendah (Rp.0,- sampai Rp. 2,5 juta) dan mayoritas bekerja sebagai non-petani. Selanjutnya, ditinjau dari kepemilikan lahan, 44 orangtua responden memiliki lahan dan 62 orangtua tidak memiliki lahan. Orangtua responden yang berasal dari Tapanuli berjumlah 58 orang dan 48 orang berasal dari luar Tapanuli.

(14)

Keengganan para pemuda untuk bekerja di sektor pertanian terjadi juga pada generasi Batak Toba. Kehidupan kota yang jauh dari pertanian seringkali dianggap sebagai gaya hidup modern

(15)

NILAI KERJA PERTANIAN PADA MAHASISWA BATAK TOBA (Kasus Pada Mahasiswa Batak Toba Angkatan Tahun 2005 Institut

Pertanian Bogor)

Oleh:

Rianti TM Marbun A14204006

SKRIPSI

Sebagai prasyarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian pada

Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

(16)

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh: Nama Mahasiswa : Rianti TM Marbun

NRP : A14204006

Program Studi : Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dengan Judul : Nilai Kerja Pertanian Pada Mahasiswa Batak Toba (Kasus Pada Mahasiswa Batak Toba Angkatan Tahun 2005 Institut Pertanian Bogor)

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS NIP. 131 476 600

Mengetahui : Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

(17)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “NILAI KERJA PERTANIAN PADA MAHASISWA BATAK TOBA” (KASUS PADA MAHASISWA ANGKATAN TAHUN 2005 INSTITUT PERTANIAN BOGOR) BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI HASIL KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN DAN JUGA BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI, TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIAN SURAT PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNGJAWABKAN PERNYATAAN INI.

Bogor, Agustus 2008

Rianti TM Marbun

(18)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Juni 1986 di Pangururan, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari Ayah Jaingot Marbun dan Ibu Linda Sinurat.

(19)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian dengan judul Nilai Kerja Pertanian Pada Mahasiswa Batak Toba, kasus mahasiswa Angkatan Tahun 2005 Institut Pertanian Bogor.

Sebagai anggota masyarakat Batak sekaligus mahasiswa IPB, penulis tertarik untuk meneliti latarbelakang mahasiswa IPB yang lahir sebagai bagian dari komunitas Batak yang sangat kental dengan budayanya. Budaya yang sangat unik dan diturunkan dari generasi ke generasi membuat penulis tertarik meneliti hubungan antara sosialisasi budaya dengan nilai kerja khususnya pertanian.

Hasil penelitian ini menjadi salah satu tugas akhir dalam memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Sudi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi in. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Bogor, Agustus 2008

(20)

UCAPAN TERIMAKSIH

Syukur dan terimakasih kepada Tuhan Yesus atas segala berkat dan kasihnya dalam segala aktivitas kehidupan penulis.

Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dr.Ir. Djuara P. Lubis, MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberi

motivasi, saran, kritik yang bersifat membangun serta arahan dan bimbingan yang sangat berharga bagi penulis.

2. Dr. Nurmala K. Panjaitan, MS sebagai dosen penguji utama dalam sidang yang telah memberikan saran dan kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

3. Ratri Virianita, S.Sos, Msi sebagai dosen penguji skripsi perwakilan dari komisi pendidikan.

4. Dr.Ir. Arya H. Dharmawan, MSc selaku dosen pembimbing akademik atas perhatian dan masukan berharga.

5. Seluruh responden mahasiswa-mahasiswi IPB Angkatan 42, atas kerjasama selama penelitian.

6. Oma dan Bapa, serta Kak Mey, Bang Hendra, adikku Eldo dan Miranda serta saudara-saudara yang tidak saya sebut satu persatu atas dukungan dan doa-doanya.

7. Penghuni Pondok Putri PPYN (Mirce, Shera, Doris, Rohani, Titin, Desy, Jo’e, Wenny) atas kebersamaannya, doa dan dukungannnya.

(21)

9. Teman-teman KPM khususnya Ieya, Tyas Gede dan teman seperjuangan Olin, Pangkau dan Mba Sushane atas segala kerja sama dan kebersamaan selama perkuliahan.

10.Teman-teman Panguruan-Samosir khususnya Rolas, Lena, Laura, Lambok, Elfrida atas kebersamaan, dukungan dan doanya.

11.Dan semua pihak yang membantu dan mendoakan penulis yang tidak dapat disebut namanya satu-persatu.

(22)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 3 1.3 Tujuan Penelitian………. ... 4 1.4 Manfaat Penelitian………....4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dinamika Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia Tahun

1997 sampai 2007 ... 5 2.1.1 Tenaga Kerja Sektor Pertanian Berdasarkan Tingkat

Pendidikan ... 6 2.1.2 Tenaga Kerja Sektor Pertanian Berdasarkan Jenis

Kelamin ... 7 2.1.3 Tenaga Kerja Sektor Pertanian Berdasarkan Golongan

Umur... 7 2.2 Masyarakat Batak Toba... 8 2.3 Nilai Kerja Pertanian ... 9 2.4 Konsep Generasi Muda ... 11 2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Kerja

(23)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 35 3.2 Penentuan Responden Penelitian... 35 3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 36 3.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data... 36 3.5 Keterbatasan Penelitian ... 37

BAB IV PROFIL MAHASISWA BATAK TOBA... 38 4.1 Mahasiswa Batak di Institut Pertanian Bogor ... 38

4.1.1 Karakteristik Individu Responden ... 41 4.1.2 Aktivitas Sosial Responden ... 43 4.1.3 Karakteristik Orangtua Responden ... 44

BAB V PROSES SOSIALISASI NILAI KERJA PERTANIAN... 48 5.1 Proses Sosialisasi dalam Keluarga Batak Toba di IPB ... 48 5.2 Hubungan Karakteristik Orangtua dengan Proses Sosialisasi... 50 5.2.1 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Proses Sosialisasi .. 50 5.2.2 Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Proses Sosialisasi .. 53 5.2.3 Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Proses Sosialisasi ... 55 5.2.2 Hubungan Kepemilikan Lahan dengan Proses Sosialisasi .. 58 5.2.3 Hubungan Domisili dengan Proses Sosialisasi ... 59 5.3 Resume ... 61

BAB VI NILAI KERJA PERTANIAN DAN FAKTOR-FAKTOR

YANG MEMPENGARUHINYA... 62 6.1 Nilai Kerja Pertanian ... 62

6.1.1 Dimensi Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya 69 6.1.2 Dimensi Tenaga Kerja, Teknologi dan Hasil Pertanian

dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya ... 76 6.1.3 Dimensi Modal dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya 81 6.1.4 Dimensi Pasar, Komoditi dan Transportasi dan

(24)

6.1.5 Dimensi Pola Pekerjaan dan Pandangan Terhadap Kerja dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya ... 88 6.1.6 Dimensi Hubungan dengan teman/kerabat dan

Faktor-faktor yang Mempengaruhinya... 93 6.1.7 Dimensi Harapan-harapan dan Faktor-faktor

yang Mempengaruhinya ... 97 6.2 Resume ... 101

6.2.1 Hubungan Proses Sosialisasi dengan Nilai Kerja Pertanian 101 5.3.2 Hubungan Aktivitas Sosial dengan Nilai Kerja Pertanian.. 102 5.3.3 Hubungan Karakteristik Individu dengan

Nilai Kerja Pertanian ... 103

BAB VII KESIMPULAN... 107 7.1 Kesimpulan ... 107

(25)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1. Jumlah dan Persentase Mahasiswa TPB-IPB 2005 (Angkatan 42) Berdasarkan Jenis Kelamin, Jalur Penerimaan Mahasiswa Baru dan asal Provinsi Tahun 2008……… 39 2. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Batak di TPB-IPB Tahun

2005 Berdasarkan Provinsi di Indonesia………. 40 3. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Karakteristik,

2008……..………...………... 41 4. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Organisasi yang

Diikuti di Kampus, 2008………...…………...………... 44 5. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Karakteristik

Orangtua, 2008………..……… 45 6. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Proses Sosialisasi

Nilai Kerja Pertanian, 2008………... 49 7. Proses Sosialisasi Nilai Kerja Menurut Tingkat Pendidikan

Orangtua Responden, 2008………... 52 8. Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian Menurut Tingkat

Pendapatan Orangtua Responden, 2008……… 54 9. Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian Menurut Jenis

Pekerjaan Responden, 2008…... 56 10. Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian Menurut

Kepemilikan Lahan Orangtua Responden, 2008... 58 11. Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian Menurut Domisili

Orangtua Responden, 2008……….………... 60 12. Hasil Pengujian Chi-square Karakteristik Orangtua

Responden dengan Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian,

2008... 61 13. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Nilai Kerja

Pertanian, 2008………..…………..…………..……….... 63 14. Dimensi Lahan Menurut Proses Sosialisasi Nilai Kerja

Pertanian, 2008……….. 70 15. Dimensi Lahan Menurut Aktivitas Sosial, 2008…….………... 72 16. Dimensi Lahan Menurut Karakteristik Individu, 2008…... 75 17. Dimensi Tenaga Kerja, Teknologi dan Hasil Pertanian

Menurut Proses Sosialisasi Nilai Kerja, 2008………... 77 18. Dimensi Tenaga Kerja, Teknologi dan Hasil Pertanian

Menurut Aktivitas Sosial, 2008…………....………... 78 19. Dimensi Tenaga Kerja, Teknologi dan Hasil Pertanian

Menurut Karakersitik Individu, 2008…………...……... 80 20. Dimensi Modal Menurut Proses Sosialisasi Nilai Kerja

(26)

23. Dimensi Pasar, Komoditi dan Transportasi Menurut Proses

Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian,2008……….………... 86 24. Dimensi Pasar, Komoditi dan Transportasi Menurut Aktivitas

Sosial, 2008……… 86 25. Dimensi Pasar, Komoditi dan Transportasi Menurut

Karakteristik Individu, 2008……….. 88 26. Dimensi Pola Pekerjaan dan Pandangan Terhadap Kerja

Menurut Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian, 2008…..… 90 27. Dimensi Pola Pekerjaan dan Pandangan Terhadap Kerja

Menurut Aktivitas Sosial, 2008………. 91 28. Dimensi Pola Pekerjaan dan Pandangan Terhadap Kerja

Menurut Karaktersitik Individu, 2008………... 92 29. Dimensi Hubungan Menurut Proses Sosialisasi Nilai Kerja

Pertanian, 2008……….. 94 30. Dimensi Hubungan Menurut Aktivitas Sosial, 2008…………. 95 31. Dimensi Hubungan Menurut Jenis Kelamin, 2008……… 96 32. Dimensi Harapan-harapan Menurut Proses Sosialisasi Nilai

Kerja Pertanian, 2008……….…... 97 33. Dimensi Harapan Menurut Aktivitas Sosial, 2008……… 98 34. Dimensi Harapan Menurut Karaktersitik Individu, 2008…….. 100 35 Nilai Kerja Pertanian Menurut Proses Sosialisasi Nilai Kerja

Pertanian, 2008………... 101 36 Nilai Kerja Pertanian Menurut Aktivitas Sosial, 2008……….. 103 37 Nilai Kerja Pertanian Menurut Karaktersitik Individu, 2008 104 38 Hasil Pengujian Chi-square Proses Sosialisasi, Aktivitas

(27)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas menurut

Lapangan Pekerjaannya di Indonesia Tahun 1997 sampai 2007 ... 5 Gambar 2. Persentase Penyerapan Tenaga Kerja Di Sektor Pertanian

Menurut Tingkat Pendidikan di Indonesia Tahun 1997

sampai 2007 ... 6 Gambar 3. Persentase Jumlah Tenaga Kerja Pertanian Berdasarkan

Jenis Kelamin di Indonesia Tahun 1997

sampai 2007 ... 7 Gambar 4. Persentase Jumlah Tenaga Kerja yang Bekerja di Sektor

Pertanian dan Non-Pertanian Menurut Golongan Umur di

(28)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Dinamika Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia Tahun 1997

(29)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Kebudayaan diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya melalui proses sosialisasi. Salah satu unsur kebudayaan yang dilestarikan adalah sistem matapencaharian (Koentjraningrat,1990). Indonesia sebagai negara agraris yang terletak di daerah khatulistiwa menempatkan pertanian sebagai salah satu sumber mata pencaharian utama. Hal ini dapat dibuktikan dari data Badan Pusat Statistika (2007) yang menyatakan bahwa penduduk Indonesia yang bekerja di sektor pertanian mencapai 43,66 persen. Selain sebagai sumber mata pencaharian, sektor pertanian juga memiliki peranan yang kuat dalam pembangunan ekonomi nasional dan regional Indonesia antara lain (1) penghasil pangan, (2) lapangan kerja, (3) penyedia bahan baku bagi agroindustri, (4) penghasil devisa, (5) pasar potensial bagi barang-barang yang dihasilkan oleh sektor industri dalam negeri

(www.faperta.ugm.ac.id).

(30)

sejalan dengan hasil SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi) tahun 2008 yang menyisakan 2.894 kursi kosong pada program studi pertanian dan peternakan di 47 perguruan tinggi. Wakil Rektor Akademik dan Kemahasiswaan Institut Pertanian Bogor Yonny Koemaryono mengatakan, menurunnya minat generasi muda memilih bidang pertanian di jenjang pendidikan tinggi harus dipandang sebagai persoalan yang memprihatinkan bangsa, apalagi persoalan krisis pangan menjadi perhatian serius secara global (Kompas, 1 Agustus 2008)

Selain itu, Wirutomo (1994) mengemukakan bahwa pada era industrialisasi sekarang ini terjadi perkembangan pendidikan dan pekerjaan yang mengakibatkan terjadinya perpindahan penduduk untuk mencari pekerjaan dan meningkatkan taraf hidup ke kota-kota besar yang mempengaruhi proses sosialisasi dalam keluarga Indonesia. Suku Batak Toba merupakan salah satu suku yang telah melakukan migrasi ke seluruh pelosok Indonesia bahkan ke luar negeri untuk mencari pendidikan, pekerjaan, dan penghidupan yang lebih baik.

(31)

sektor pertanian mampu dijadikan sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan 3H.

IPB (Institut Pertanian Bogor) merupakan salah satu perguruan tinggi yang disebut sebagai center of excellent pertanian yang nantinya diharapkan mampu memberikan solusi masalah pertanian serta mengembangkannya. Namun, yang menjadi masalah adalah ketika lulusan dari perguruan tinggi pertanian justru memilih untuk bekerja pada non-pertanian dan lebih berkonsentrasi di daerah perkotaan khususnya di wilayah JABOTABEK atau Pulau Jawa (www.ipb.ac.id). Oleh karena itu, menarik untuk dikaji bagaimana nilai kerja pertanian pada mahasiswa Batak Toba di perguruan tinggi pertanian terkait dengan konteks nilai budayanya.

1.1 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan penelitian ini yaitu : 1. Bagaimanakah nilai kerja pertanian mahasiswa Batak Toba di IPB?

2. Bagaimanakah hubungan proses sosialisasi nilai kerja pertanian pada mahasiswa Batak Toba di IPB?

1.2Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu : 1. Mengetahui nilai kerja pertanian mahasiswa Batak Toba di IPB?

(32)

1.3Manfaat Penelitian

(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dinamika Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia Tahun 1997 sampai 2007

Secara umum lapangan pekerjaan dikategorikan menjadi sektor pertanian, sektor industri dan sektor jasa. Hingga kini, di berbagai daerah Indonesia, mayoritas dari jumlah tenaga kerja bekerja pada lapangan pekerjaan pertanian. Untuk Indonesia secara keseluruhan, persentase jumlah tenaga kerja dari tahun 1997 sampai 2007 yang bekerja di sektor pertanian dikatakan mengalami peningkatan khususnya sejak krisis ekonomi seperti yang gambar dibawah ini :

Sumber : BPS Tahun 1997 sampai 2007 (diolah)

Gambar 1. Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke atas Menurut Lapangan Pekerjaannya di Indonesia Tahun 1997-2007

(34)

dilihat, pada data tahun 1997 dan 1998 dimana terjadi kenaikan tenaga kerja sebesar 3,78 persen (Lampiran 1 pada Tabel 1).

2.1.1 Tenaga Kerja Sektor Pertanian Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu aspek umum ketenagakerjaan yang penting mendapat sorotan karena faktor pendidikan ini berhubungan dengan kualitas tenaga kerja (Rusli, dkk. 1989). Gambar 2 berikut ini, menggambarkan persentase komposisi tenaga kerja di sektor pertanian menurut tingkat pendidikan.

Sumber : BPS Tahun 1997 sampai 2007 (diolah)

Gambar 2. Persentase Tenaga Kerja Sektor Pertanian Menurut Tingkat Pendidikan di Indonesia Tahun 1997-2007

(35)

2.1.2 Tenaga Kerja Pertanian Berdasarkan Jenis Kelamin

Ditinjau dari jenis kelamin, persentase penyerapan tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian masih didominasi oleh laki-laki. Hal ini menunjukkan adanya diskriminasi gender dalam pekerjaan. Hal ini dapat dilihat dari gambar di bawah ini :

Sumber : BPS 1997 sampai 2007 (diolah)

Gambar 3. Persentase Jumlah Tenaga Kerja Pertanian Menurut Jenis Kelamin di Indonesia Tahun 1997-2007

Berdasarkan gambar di atas, diketahui bahwa jumlah tenaga kerja perempuan pada saat krisis ekonomi melanda mengalami kenaikan sebesar 0,51 persen. Namun, apabila dilihat secara keseluruhan, bahwa sepuluh tahun terakhir ini jumlah tenaga kerja pertanian perempuan masih rendah (Lampiran 1 pada Tabel 3).

(36)

Sumber : BPS 1997 sampai 2007 (diolah)

Gambar 4. Persentase Jumlah Tenaga Kerja di Sektor Pertanian Berdasarkan Golongan Umur di Indonesia Tahun 1997-2007

Berdasarkan Gambar 4, diperoleh pernyataan bahwa terjadi gejala penurunan keterlibatan usia muda yang bekerja di sektor pertanian yang terjadi dari tahun 2002. Tenaga kerja usia muda lebih memilih pekerjaan di sektor non-pertanian yang ditunjukkan dari gambar diketahui bahwa terjadi penurunan tenaga kerja pertanian dari tahun 1997 sebesar 51,65 persen menjadi 48,91 persen tahun 2007. Berbeda dengan tenaga kerja usia muda di sektor non pertanian dimana pada tahun 2002 justru mengalami peningkatan (Lampiran 1 pada Tabel 4).

2.2 Masyarakat Batak Toba

(37)

pertanian dengan pola pertanian seperti sawah dan ladang. Suku Batak Toba mengenal kebudayaan yang dikenal dengan Dalihan Na Tolu (Tungku Nan Tiga) yang berperan sebagai sistem pranata sosial yaitu sistem kekerabatan patrineal Batak. Dalam Dalihan Na Tolu ini terdiri dari tiga unsur yaitu hula-hula (keluarga dari pihak istri), dongan sabutuha (kawan semarga) dan boru (keluarga dari pihak menantu).

Selain itu, masyarakat Batak Toba juga memiliki cita-cita yakni hagabeon, hamoraon dan hasangapon. Dari ketiga cita-cita tersebut, hasangapon merupakan nilai budaya utama yang mencirikan orang Batak Toba yang sempurna sesuai ukuran nilai-nilai budaya Batak Toba. Orang Batak Toba telah mencapai taraf sanggap apabila telah menjadi pemberi kebijakan, pemberi habisuhon, kearifan sekaligus teladan masyarakatnya (Harahap, 1997).

2.3 Nilai Kerja Pertanian

(38)

Selain itu, Kristono (1999) menyatakan bahwa pola tindakan manusia dipengaruhi oleh sikap dan nilai budaya baik secara langsung maupun melalui pola-pola cara berpikir. Sistem nilai budaya itu sendiri merupakan suatu rangkaian dari konsepsi-konsepsi abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagian masyarakat mengenai apa yang harus dianggap penting dan berharga dan mengenai apa yang dianggap remeh dan tidak berharga dalam hidup.

Mengutip pendapat para ahli, Tjakrawati (1988) dalam tesisnya menyimpulkan bahwa nilai sebagai konsep baik buruknya yang dihayati seseorang dan sebagian besar warga masyarakat yang memberi pedoman untuk memilih perilaku dalam menghadapi situasi tertentu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa nilai merupakan cara pandang suatu komunitas tentang baik atau buruknya suatu obyek yang dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat serta perkembangan pengetahuan yang diadopsi oleh masyarakat tersebut yang selanjutnya akan mempengaruhi seseorang dalam berfikir dan bertindak.

(39)

yang dianut sebagian besar masyarakat. Setiap komunitas memiliki budaya yang berbeda sehingga nilai kerja yang ada dalam komunitas pun akan berbeda-beda.

2.4Konsep Generasi Muda

Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung sepanjang hidup manusia dari ketika dilahirkan sampai akhir hayatnya. George Ritzer (dalam Soe’oed, 1999) membagi siklus kehidupan manusia dalam empat tahap yaitu tahap kanak-kanak, tahap remaja, tahap dewasa dan tahap orangtua. Setiap tahapan sosialisasi ini memiliki agen sosialisasi yang berbeda.

1. Tahap Kanak-kanak

Menurut Soe’oed (1999), setiap orangtua mempunyai kewajiban untuk mengajarkan pada anak-anaknya tentang kehidupan ini. Orangtua berkewajiban membentuk kepribadian anak-anaknya. Apa yang dilakukan orangtua pada anak di masa awal pertumbuhannya sangat menentukan kepribadian anak-anak tersebut. Misalnya, jika orangtua menginginkan anaknya bebas, maka ia harus mengajarkan tentang kebebasan. Sehingga pada tahap ini, keluarga dan orangtualah yang sangat berperan dalam sosialisasi.

2. Tahap Remaja

(40)

socialization dimana orang yang lebih muda dapat menggunakan pengaruh mereka terhadap yang lebih tua.

3. Tahap Dewasa

Sosialisasi pada orang dewasa merupakan suatu proses dimana individu dewasa mempelajari norma, nilai dan peranan yang baru dalam lingkungan sosial yang baru pula. Misal, peran sebagai pekerja dalam memasuki dunia kerja, peran sebagai suami/isteri dalam pernikahan, peran sebagai ayah/ibu ketika sudah mempunyai anak dan sebagainya. Umumnya orang dewasa menginginkan tiga hal yaitu bekerja, menikah dan memiliki anak dan tentu saja ini semua membutuhkan sosialisasi.

4. Tahap Tua

Menurut Eitzen dalam Soe’oed (1999), orang lanjut usia sama seperti remaja yang mengalami masa transisi dalam kehidupan dari orang dewasa produktif ke masa menuju kematian. Ketika seseorang memasuki tahap ini, mereka harus bergantung kepada orang lain, belajar untuk tidak terlalu produktif dan menghabiskan sebagian besar waktu untuk santai.

2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Kerja Generasi Muda

(41)

dimensi tenaga kerja, dimensi modal, dimensi pasar, komoditi dan transportasi, dimensi pola pekerjaan dan pandangan terhadap kerja, dimensi hubungan dengan teman dan kerabat, dimensi harapan-harapan. Kristono (1994) juga menyebutkan bahwa perubahan nilai seseorang terhadap pekerjaan pertanian diakibatkan oleh proses migrasi dan perubahan jenis pekerjaan, hal ini secara tidak langsung akan berpengaruh pada masalah pokok lain dari sistem budaya.

Sunarto (1993) mendefinisikan sosialisasi sebagai keseluruhan kebiasaan yang dipunyai oleh manusia baik dalam bidang ekonomi, kekeluargaan, pendidikan, agama dan sebagainya yang harus dipelajari oleh setiap anggota baru suatu masyarakat melalui suatu proses. Proses sosialisasi merupakan pembinaan dan pengembangan budaya berlangsung berupa kegiatan-kegiatan yang melibatkan generasi “muda” dalam rangkaian proses belajar dan penghayatan nilai-nilai budaya yang berlaku di masyarakat dengan ajaran, bimbingan, keteladanan dari generasi “orangtua” (Sucipto, 1998). Dalam proses sosialisasi ini terdapat kemungkinan nilai diterima atau anak memberikan reaksi terhadap nilai orangtuanya sehingga ia memilih nilai sendiri karena dalam penerusan nilai secara vertikal bersamaan dengan penerusan nilai secara horizontal sebagai interferensi (Noerhadi, dalam Tjakrawati,1988). Selain itu, Tjakrawati (1998) menuturkan bahwa tidak menutup kemungkinan terjadinya perubahan nilai meskipun berlangsung dalam kurun waktu yang tidak cepat sehingga nilai ini tetap diajarkan ke generasi berikutnya.

(42)

disosialisasikan atau orang yang melakukan sosialisasi. Sosialisasi nilai kerja pertanian pada masyarakat dengan kultur pertanian tidak selalu terjadi. Seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh Herlina bahwa orangtua tidak menginginkannya untuk bekerja sebagai buruh tani seperti dirinya tetapi mereka lebih suka menyekolahkan anaknya dengan harapan pemuda akan dapat pekerjaan di luar pertanian yang lebih baik daripada bekerja sebagai petani. Seorang petani yang cukup berhasil sangat membanggakan sektor ini dengan tegas mengatakan harapannya agar anaknya tidak meneruskan jejaknya sebagai petani. Secara tidak sadar orangtua telah mensosialisasikan pandangan kepada anaknya tentang kecapekan, kerendahan dan ketidakcerahan bekerja di pertanian, yang berarti orangtua telah mengalami pergeseran pandangan terhadap pekerjaan ini walaupun secara faktual mereka masih hidup di dalamnya.

Hal ini berbeda dengan Lubis dan Sutarto (1991) yang berpendapat bahwa adanya konsistensi antara pekerjaan anak dengan orangtua pada masyarakat petani sebagai akibat daya tarik pertanian. Meskipun dalam dua lokasi yang diteliti terdapat perbedaan, upaya untuk melibatkan anak laki-laki mengenal pekerjaan bertani lebih dominan dilakukan oleh masyarakat yang tigkat pendapatannya kecil sedangkan pada masyarakat petani cukupan ke atas gejala tersebut tidak terlalu tampak. Pemuda dibebaskan memilih jalan hidup, hal ini terlihat dalam cara pandang orangtua yang lebih suka menyekolahkan anaknya daripada menuntut mereka untuk bekerja di sektor pertanian.

(43)

a. Keluarga. Agen sosialisasi terdiri atas orangtua dan saudara kandung. Pada masyarakat yang mengenal sistem keluarga luas, agen sosialisasi bisa berjumlah banyak dan mencakup nenek, kakek, paman, bibi dan lainnya. b. Teman Bermain. Biasanya seorang anak yang tengah bepergian atau

merantau, maka anak tersebut akan memperoleh agen sosialisasi di luar keluarga yaitu teman bermain baik yang terdiri dari kerabat maupun tetangga atau teman sekolah.

c. Dalam sekolah, seorang anak akan mempelajari hal-hal baru yang belum dipelajari sebelumnya dalam keluarga ataupun dalam kelompok bermain. d. Media Massa. Media massa sebagai agen sosialisasi yang berpengaruh

terhadap perilaku khayalaknya. Perkembangan teknologi yang semakin maju telah meningkatkan kualitas pemberi pesan serta peningkatan frekuensi pengenaan masyarakat sehingga memberi peluang yang semakin tinggi bagi media massa untuk berperan sebagai agen sosialisasi.

Menurut Van Doorm Lammers dalam Sajogyo (1982), proses sosialisasi dilakukan melalui pengendalian sosial yang meliputi empat proses yaitu :

(44)

dilakukan melalui pemberian nasehat oleh orangtua kepada anaknya melalui tradisi Pantang Larang.

2. Sanksi, merupakan tindakan-tindakan atau hukuman untuk memaksa orang menepati perjanjian atau ketentuan undang-undang (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995). Lubis dikutip Aminah (2007) menyatakan bahwa sanksi digolongkan kedalam tiga bentuk yaitu :

a) sanksi berupa fisik berupa kontrol negatif, pengusiran, permusuhan dan hukuman fisik

b) sanksi ekonomi berupa hukuman ekonomi, intimidasi ekonomi dan hadiah atau ganjaran ekonomi

c) sanksi psikologis berupa hukuman secara psikologis atau ganjaran atau hadiah secara psikolog. Pada masyarakat Melayu Pontianak, sanksi berkenaan dengan tradisi Pantang Larang yang disampaikan ketika upacara perkawinan kepada calon pengantin, pada pasangan suami istri di masa kehamilan dan kelahiran.

3. Ritus kolektif, adalah tata cara dalam upacara keagamaan bersama-sama (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995). Pada Masyarakat Melayu Pontianak, ritus kolektif ditunjukkan melalui upacara adat seperti pernikahan dan kehamilan (Aminah, 2007).

(45)

Proses belajar yang bersifat adaptif dan intelengensia juga menyebabkan terjadinya pergeseran nilai pada pada pemuda. Proses belajar pada pemuda membentuk tindakan sosial dengan memanfaatkan pengalamannya bila dinilai perlu atau pengalaman orangtua melalui saluran sosialisasi dalam keluarga. Perubahan pengetahuan ini akan berdampak langsung terhadap suatu pekerjaan. Tingkat akses pemuda terhadap informasi baru dan lembaga pendidikan, interaksinya dengan pihak lain akan turut mempengaruhi pandangan terhadap masa depan yang diharapkan (Vembriato, dalam Herlina, 2002). Hal ini juga dinyatakan oleh Rogers dan Shoemaker (1971) bahwa karakteristik individu dan karakteristik sosial individu, misalnya kosmopolitan akan mempengaruhi pengetahuan terhadap inovasi dan keuntungan beberapa pengertian dari fungsi inovasi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa karakteristik individu dan karakteristik sosial pada generasi muda dalam hal ini mahasiswa akan berhubungan nilai kerja mereka karena nilai kerja tersebut dapat ditentukan dari seberapa jauh mereka mengetahui tentang kerja pertanian dan dampak berupa keuntungan maupun kerugian dari kerja pertanian.

(46)

dikemukakan oleh Lubis dan Soetarto (1991) dalam penelitiannya, diketahui bahwa kerja pertanian masih menarik bagi pemuda, namun yang menjadi persoalan pokoknya adalah ketersediaan lahan bagi kegiatan pertanian.

Pendidikan merupakan salah satu faktor dalam pembentukan kualitas sumberdaya manusia. Pendidikan seringkali mewarnai tujuan yang ingin dicapai. Rahmat yang dikutip oleh Hartati (1994), mengungkapkan bahwa terdapat perubahan sikap mental dari tenaga kerja (buruh) terhadap modernisasi yang terjadi terutama akibat perbaikan tingkat pendidikan dan status sosial yang berakibat aktivitas usaha tani dirasakan kurang menarik dan besarnya tingkat upah di usahatani yang cenderung tetap dan bahkan secara riil turun. Peningkatan pendidikan pada generasi muda yang telah diusahakan oleh para orangtua tampak terkandung suatu harapan bahwa kelak anak-anaknya itu akan mengangkat derajat orangtua mereka.

Berdasarkan hasil penelitian Herlina (2002), pemuda memiliki pendidikan yang tinggi cenderung memilih bekerja di non-pertanian karena dinilai lebih berstatus sosial yang tinggi. Bagi mereka yang berpendidikan rendah terpaksa bekerja di pertanian karena keterbatasan kesempatan di sektor non-pertanian dimana pendidikan menjadi salah satu syarat untuk memperoleh pekerjaan.

2.6Nilai kerja Pertanian pada Mayarakat Batak Toba

(47)

lebih baik darinya. Kemajuan teknologi dan modernisasi akan berlangsung secara terus menerus yang akan berimplikasi pada kebudayaan. Cita-cita masyarakat Batak Toba juga berkembang sesuai dengan perkembangan situasi dan lingkungan yang dihadapinya. Dengan adanya perubahan pada kebudayaan maka setiap individu harus berupaya beradaptasi terus menerus.

Cita-cita masyarakat Batak dikenal dengan konsep 3H yaitu hagabeon (keturunan) dan hamoraon (kekayaan) serta hasangapon (kehormatan). Dulu untuk mencapai ketiga cita-cita ini diperoleh melalui garis keturunan, namun dengan masuknya agama Kristen terhadap kebudayaan Batak maka cita-cita tersebut dicapai dengan pendidikan. Biasanya cita-cita seorang anak etnis Batak Toba akan dipengaruhi oleh cita-cita keluarga, hal ini dipandang sebagai kewajiban sebagai seorang anak.

(48)

Cita-cita hidup Batak Toba ditanamkan dari generasi ke generasi. Nilai dari cita-cita Batak Toba, yaitu hagabeon, hamoraon dan hasangapon atau 3H mengalami perubahan yang selalu mengikuti arus pekembangan zaman yang telah menempatkan pendidikan sebagai kunci dalam meraih cita-cita tersebut. Hal inilah yang mempengaruhi orangtua dalam mensosialisasi nilai kerja. Pencapaian status sosial sebagai puncak dalam keberhasilan mewujudkan ketiga cita-cita ini juga mempengaruhi orangtua dalam menanamkan nilai-nilai. Sejak masa Si Raja Batak, sistem pertanian telah dijadikan sebagai sumber mata pencaharian. Namun, keadaan ini mengalami perubahan karena adanya ketimpangan luas lahan dengan jumlah penduduk, serta kondisi topografi yang kurang mendukung. Hal ini mengakibatkan masyarakat Batak cenderung meninggalkan pertanian. Mereka cenderung melakukan migrasi atau merantau ke daerah lain yang mendukung kegiatan pertanian yang dapat memberikan taraf hidup yang lebih baik dan tidak jarang mereka meninggalkan pertanian dan mencari pekerjaan di luar pertanian. Selain itu, adanya faktor pendidikan yang semakin tinggi mendorong orang Batak untuk keluar dari pertanian.

(49)

yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dikatakan bahwa nilai kerja pertanian bernilai baik apabila memberikan status sosial yang baik pula. Dari pernyataan di atas, maka dapat dikatakan bahwa sosialisasi nilai kerja pada masyarakat Batak terjadi secara demokrasi dan permisif karena orangtua berupaya menanamkan cita-cita hidup Batak Toba yang telah dijalankan dari dulu dan dibebaskan memilih jenis pekerjaan, jika pekerjaan tersebut mampu memberikan status sosial yang baik bagi dirinya dan keluarga pada umumnya.

a. Hagabeon

Hagabeon terkait dengan keturunan. Bagi orang Batak, hagabeon sangat penting sebagai penerus keturunan. Kebahagiaan orang Batak belum lengkap jika belum mempunyai anak laki-laki karena anak laki-lakilah yang berfungsi sebagai pembawa marga sekaligus penerus keturuan. Pada zaman dahulu, sebuah keluarga yang tidak memiliki keturunan laki-laki, maka sang suami boleh menikah lagi untuk mendapatkan anak laki-laki.

b. Hamoraon

Hamoraon atau kekayaan merupakan sesuatu yang sudah pasti dicari setiap orang tak terkecuali orang Batak. Hamoraon tidak hanya diukur dari materi saja, tetapi anak pun merupakan suatu kekayaan yang tak ternilai seperti lagu “anakkonkhi hamoraon di au”. Dalam lagu tersebut tersirat makna bahwa orangtua akan rela melakukan apa saja demi kebagiaan dan keberhasilan anak-anaknya.

c. Hasangapon

(50)

tidak menutup kemungkinan untuk memperoleh hasangapon meskipun dirinya belum memperoleh hasangapon. Tapi lewat keturunannya hasangapon akan bisa dicapai. Hasangapon tidak selamanya dilihat dari pangkat atau posisi seseorang dalam masyarakat, namun dapat dilihat dari interaksi dengan lingkungan masyarakatnya. Meskipun seseorang tidak memiliki posisi yang tinggi, bisa saja orang tersebut mendapat hasangapon atau dihormati di lingkungannya dan sebaliknya orang-orang yang memiliki posisi atau jabatan yang tinggi dalam pekerjaan tetapi tidak dihormati di lingkungan.

Ditinjau dari sejarah, orang Batak sangat tergantung pada mata pencaharian dari bertani. Mengutip Situmorang dalam Sitorus (1998), mengemukakan bahwa komunitas Batak Toba merupakan komunitas lembah, yaitu komunitas dengan usahatani sawah beririgasi yang dinyakini telah diterapkan sejak masa “si Raja Batak”. Namun dengan masuknya ajaran agama Kristen membawa perubahan pola pikir masyarakat Batak yang salah satunya pada orientasi pencapaian cita-cita hidup.

(51)

Harahap (1987) mengemukakan bahwa merantau telah menjadi suatu budaya bagi orang Batak, karena masyarakat Batak merasa bahwa kampung halaman tidak cukup memberi kemungkinan untuk meningkatkan kesejahteraan termasuk pendidikan maka mereka pun akan mencari tempat-tempat untuk dapat mewujudkan kehidupan yang sejahtera. Selain itu, terdapat faktor-faktor yang menyebabkan keinginan merantau dan meninggalkan tanah Batak atau keinginan untuk meninggalkan pertanian adalah faktor fisik geografis, iklim/musim dan kesuburan tanah.

1. Topografi

Dataran tinggi Danau Toba menyebabkan pengembangan usaha pertanian sulit dilakukan. Musim kering yang panjang terancam gagal panen dan petani kehilangan pendapatan. Kondisi di atas mengakibatkan masyarakat Toba yang berada disekitar daerah dataran tinggi Danau Toba untuk berpindah tempat. Keadaan inilah yang mengakibatkan pertanian di dataran tinggi Danau Toba semakin lama semakin redup.

2. Faktor Sosial dan Demografi

(52)

3. Faktor Pendidikan

Orang Batak Toba cenderung meninggalkan kegiatan tradisional, seperti bertani meraih pendidikan formal yang memberikan pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan bertani dan meraih status yang lebih tinggi. Jenis-jenis pendidikan keterampilan yang berkembang akan mempengaruhi orang Batak dalam mengikuti nilai-nilai profesional pekerjaan sesuai dengan pendidikannya.

4. Faktor Ekonomi

Keterbatasan lahan pertanian menyebabkan orang Batak merantau ke daerah lain yang mampu memenuhi kebutuhan ekonomi mereka.

Mengacu dari hasil studi yang dilakukan Tjakrawati (1988) tujuh dimensi untuk melihat nilai kerja pertanian maka nilai pertanian yang terdapat pada masyarakat Batak antara lain:

1. Dimensi lahan

(53)

kebutuhan. Hal ini mendorong masyarakat Batak untuk mencari pekerjaan tambahan di luar pertanian bahkan meninggalkan pertanian.

2. Dimensi tenaga kerja

Masyarakat Batak, cita-cita untuk mencapai kemajuan (hamajuon) dalam diri Batak dicapai melalui pendidikan dan merantau. Orang Batak yang telah mampu mengakses pendidikan cenderung meninggalkan kegiatan tradisional seperti bertani menjadi pekerja halus yang memberikan pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan bertani dan meraih status yang lebih tinggi. Perkembangan pendidikan menumbuhkan suatu prinsip bagi orang Batak untuk menyekolahkan anak-anak mereka bahkan sampai keluar Tapanuli. Jenis-jenis pendidikan keterampilan yang berkembang mempengaruhi kecenderungan orang Batak Toba dalam mengikuti nilai-nilai professional pekerjaan sesuai dengan pendidikannya.

3. Dimensi modal

(54)

kebutuhan. Hal ini mendorong masyarakat Batak untuk mencari pekerjaan tambahan di luar pertanian, bahkan meninggalkan pertanian.

4. Dimensi pasar, komoditi dan transportasi

Pada masyarakat Batak, terdapat istilah onan, yaitu pasar yang merupakan suatu institusi ekonomis juga institusi sosial yang menghubungkan antar huta (kampung) yang mana orang-orang yang berasal dari berbeda huta menjajakan barang ataupun jasa. Selain itu, onan ini juga erat kaitannya dengan lingkungan pertaniannya. Tipe pasar yang dimaksud adalah parengge-rengge yaitu pedagang kecil yang berada di emperan toko atau pasar yang menggelarkan barang dagangannya berupa bahan makanan pokok, hasil-hasil pertaniannya dan barang-barang kecil yang mudah diangkut dan disimpan.

5. Dimensi pola pekerjaan dan pandangan terhadap kerja

Orang Batak yang berpegang teguh untuk mencapai status sosial memandang bahwa apapun pekerjaan akan dipandang bernilai apabila mampu memberikan status sosial yang diwujudkan melalui konsep 3H, yaitu hagabeon, hamoraon dan hasangapon.

6. Dimensi hubungan dengan teman dan kerabat

Masyarakat Batak memandang bahwa pendidikan yang tinggi akan menciptakan status sosial sehingga mereka akan cenderung menyekolahkan anaknya setinggi-tingginya. Oleh karena itu, para masyarakat Batak akan berlomba dan berusaha memberikan pendidikan yang tinggi kepada keturunannya. 7. Dimensi harapan-harapan

(55)

kampung halaman untuk bekerja atau melanjutkan pekerjaan orangtuanya. Besar harapan orangtua agar anaknya dapat meraih kesuksesan dimanapun mereka berada.

2.7 Kerangka Pemikiran

Nilai kerja merupakan pandangan masyarakat terhadap salah satu sektor pekerjaan yaitu sektor pertanian dan non-pertanian. Tjakrawati (1988) mendefinisikan bahwa nilai kerja pertanian terkait dalam konteks pelaku sosial memberi penilaian terkait konsepsi baik atau buruknya tentang kerja pertanian yang dianut sebagian besar masyarakat. Dalam studi ini, nilai kerja pertanian pada mahasiswa Batak Toba yang didefinisikan sebagai konsep baik buruknya kerja pertanian yang diukur melalui tujuh dimensi, seperti yang dikemukakan oleh Tjakrawati (1988) yaitu dimensi lahan, dimensi tenaga kerja, dimensi modal, dimensi pasar, komoditi dan transportasi, dimensi pola pekerjaan dan pandangan terhadap kerja, dimensi hubungan dengan teman dan kerabat, dimensi harapan-harapan. Dengan demikian, nilai kerja yang dihasilkan ini akhirnya mempengaruhi keputusan mahasiswa dalam memilih untuk bekerja di sektor pertanian atau tidak.

(56)

karakteristik orangtua yang terdiri dari pendidikan, pendapatan, pekerjaan, domisili, kepemilikan lahan. Karakteristik orangtua ini diduga berhubungan dalam mensosialisasikan nilai budaya termasuk nilai kerja kepada anaknya. Proses sosialisasi nilai budaya dari orangtua kepada generasinya akan mempengaruhi mahasiswa dalam memberikan penilaian terhadap obyek tertentu seperti pekerjaan pertanian. Proses sosialisasi nilai kerja berkaitan dengan pelaksanaan budaya tersebut yang dilakukan orangtua terhadap anaknya diduga akan mempengaruhi mahasiswa dalam menilai pekerjaan pertanian ataupun non-pertanian. Proses sosialisasi inilah yang dianggap penting oleh peneliti untuk dikaji sejauh mana proses sosialisasi budaya terkait dengan pekerjaan pertanian mampu sebagai cara untuk mencapai nilai-nilai yang terkandung dalam budaya yang dianutnya. Nilai budaya Batak Toba yang merupakan konsep mengenai kehidupan yang dicita-citakan sebagai anggota dari komunitas Batak tercermin dalam 3H, yaitu hagabeon, hamoraon dan hasangapon. Dalam ketiga cita-cita tersebut terkandung harapan orangtua kepada anaknya untuk memberikan status sosial yang berarti anaknya harus jauh lebih baik daripada kondisi orangtuanya.

(57)

yang buruk terhadap pekerjaan pertanian dibanding mahasiswa yang memiliki orangtua dengan tingkat pendidikan yang rendah. Orangtua pada umumnya menginginkan anaknya nantinya akan memperoleh pendidikan yang lebih tinggi darinya yang secara langsung orangtua berharap pekerjaannya pun akan lebih baik.

Selain itu, tingkat pendapatan pada orangtua juga akan mempengaruhi generasinya dalam memberikan nilai dan pengambilan keputusan pilihan pekerjaannya. Diduga, mahasiswa yang memiliki orangtua dengan pendapatan tinggi akan memberikan nilai yang buruk terhadap pekerjaan pertanian. Sebaliknya mahasiswa yang memiliki orangtua dengan pendapatan rendah akan memberikan nilai baik terhadap pekerjaan pertanian. Pekerjaan orangtua juga diduga turut mempengaruhi mahasiswa dalam memberikan nilai terhadap pekerjaan pertanian. Mahasiswa yang memiliki orangtua yang bekerja di dunia pertanian diduga akan memberikan nilai yang baik terhadap pekerjaan pertanian dan sebaliknya. Selain itu, kepemilikan lahan juga akan mempengaruhi dalam menentukan nilai kerja pertanian pada mahasiswa. Adanya pola pewarisan lahan pertanian dalam masyarakat mempengaruhi dalam menetapkan nilai kerja pertaniannya. Diduga mahasiswa yang memperoleh warisan lahan pertanian akan memberikan nilai yang baik terhadap pekerjaan pertanian. Domisili orangtua juga diduga dapat mempengaruhi nilai kerja pertanian.

(58)

di kampus akan mempengaruhi nilai kerja karena nilai kerja tersebut dapat ditentukan dari seberapa jauh mereka mengetahui tentang kerja pertanian dan dampak berupa keuntungan maupun kerugian dari kerja pertanian. Adanya interaksi sosial yang dilakukan dan informasi tentang dunia pertanian akan mempengaruhinya dalam memberikan penilaian terhadap pekerjaan tertentu. Mahasiswa dapat memberikan nilai baik atau buruk terhadap pekerjaan pertanian tergantung bagaimana mereka menyikapi informasi tersebut.

(59)

Gambar 5. Kerangka Pemikiran

Keterangan :

: berhubungan

2.8 Hipotesis Penelitian

1. Karakteristik orang tua mempengaruhi proses sosialisasi nilai kerja pertanian 2. Proses sosialisasi nilai kerja pertanian mempengaruhi nilai kerja pertanian 3. Aktivitas sosial mempengaruhi nilai kerja pertanian

4. Karakteristik individu mempengaruhi nilai kerja pertanian Karakteristik individu

1. Jenis kelamin 2. Posisi dalam

keluarga 3. Fakultas

Nilai kerja Pertanian 1. Dimensi lahan

2. Dimensi tenaga kerja

3. Dimensi modal

4. Dimensi pasar, komoditi dan transportasi

5. Dimensi pola pekerjaan dan pandangan terhadap kerja

6. Dimensi hubungan dengan teman dan kerabat

7. Dimensi harapan-harapan

Aktivitas sosial : Kegiatan ekstrakurikuler

Proses Sosialisasi Keluarga Karakteristik

orangtua

(60)

2.9 Definisi Operasional

1. Karakteristik orangtua terdiri dari pendapatan, pendidikan dan pekerjaan dan domisili.

2. Pendapatan adalah penghasilan yang diterima oleh orangtua dari pekerjaan utama yang dilakukan selama per bulan.

3. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah diikuti. Pekerjaan adalah jenis bidang pekerjaan yang ditekuni.

4. Kepemilikan lahan adalah luasan areal yang dimiliki ataupun dikelola orangtua responden baik yang akan digunakan untuk pertanian ataupun non-pertanian. Kepemilikan lahan dapat dikategorikan menjadi :

1. Milik sendiri

2. Bukan milik sendiri

5. Domisili adalah wilayah dimana orangtua reponden tinggal yang dikategorikan menjadi dua yaitu Tapanuli dan luar Tapanuli.

(61)

sedang 7 sampai 11 dan skor sosialisasi tinggi berada pada rentang 12 sampai 17.

7. Aktivitas sosial adalah keikutsertaan mengikuti organisasi di kampus dan yang dilakukan oleh responden selama seminggu.

8. Jenis kelamin adalah karakteristik biologis responden. Jenis kelamin responden dikategorikan menjadi :

1. laki-laki 2. perempuan.

9. Posisi dalam keluarga adalah urutan kelahiran dalam keluarga.

(62)
(63)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah kampus Institut Pertanian Bogor (IPB), Dramaga, Kabupaten Bogor. Lokasi ini dipilih secara sengaja atas pertimbangan bahwa Institut Pertanian Bogor merupakan salah satu perguruan tinggi negeri terkemuka mengkhususkan bidang ilmunya di sektor pertanian secara luas. Selain itu, lokasi ini dipilih atas dasar pertimbangan kemudahan mengakses, keterbatasan biaya dan waktu peneliti. Hal ini akan membantu peneliti dalam memahami nilai kerja pertanian pada generasi muda etnis Batak Toba. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yakni bulan Mei sampai Juni 2008.

3.2 Penentuan Responden Penelitian

(64)

Jumlah mahasiswa Batak Toba yang diperoleh di lapangan sebanyak 140 orang dan yang menjadi responden penelitian sebanyak 106 orang. Dipilihnya responden ini karena kemudahan untuk mengakses serta mahasiswa yang berada di Semester VI diduga telah memiliki wawasan yang lebih banyak tentang pertanian sebelum mereka kuliah di IPB.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini dilaksanakan menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu dengan menggunakan data primer dan data sekunder serta didukung oleh data kualitatif guna memperoleh data mengenai nilai pertanian dan proses sosialisasi nilai kerja pertanian. Data yang dikumpulkan ini menjadi data primer.

Data kualitatif diperoleh melalui diskusi kelompok dengan responden yang digunakan untuk mendukung hasil data primer. Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap. Pertama, melakukan pendekatan kuantitatif dengan menyebarkan kuesioner kepada seluruh responden, selanjutnya setelah hasil dari kuesioner diperoleh maka dilakukan tahap kedua yaitu pendekatan kualitatif melalui diskusi kelompok.

3.4Teknik Pengolahan dan Analisis Data

(65)

kuantitatif ini akan disajikan secara deskriptif yang diperkuat dengan data kualitatif. Selanjutnya untuk melihat hubungan yang nyata antar variabel akan diolah dengan menggunakan komputer dengan program perhitungan statistik komputer SPSS (satistic program for social science) dengan uji chi-square.

3.5Keterbatasan Penelitian

(66)

BAB IV

PROFIL MAHASISWA BATAK TOBA 4.1 Mahasiswa Batak di Institut Pertanian Bogor

IPB (Institut Pertanian Bogor) merupakan salah satu perguruan tinggi negeri di Indonesia. Hal ini menjadi alasan utama untuk mahasiswa mendaftar ke IPB untuk melanjutkan pendidikan. Alasan lain adalah adanya ujian seleksi mahasiswa sebagai jalur ujian tertulis ataupun tidak tertulis, jarak, ketertarikan dengan jurusan-jurusan yang ada di IPB, keinginan orangtua dan keinginan untuk mengembangkan pertanian, biaya yang rendah serta berawal dari coba-coba.

Penerimaan mahasiswa IPB tahun 2005 berasal dari empat jalur yaitu jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa BUD (Beasiswa Utusan Daerah), PIN (Penerimaan Mahasiswa pindahan dari Perguruan Tinggi lain, dan USMI (Undangan seleksi Masuk IPB), SPMB (Selekasi Mahasiswa Baru). Dengan demikian, mahasiswa IPB berasal dari Sabang sampai Merauke bahkan dari luar negeri dengan berbagai latar belakang budaya, agama, sosial dan ekonomi yang berbeda.

(67)

Indonesia. Tabel 1 berikut ini akan menunjukkan jumlah dan persentase penerimaan mahasiswa dari berbagai jalur masuk serta asal daerah.

Tabel 1. Mahasiswa TPB-IPB 2005 (Angkatan 42) Menurut Jenis Kelamin, Jalur Penerimaan Mahasiswa Baru dan asal Provinsi di Indonesia dan Luar Indonesia

Kriteria Jumlah Persentase

Jalur masuk IPB BUD

Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Barat Papua Sumatera Selatan Sumatera Utara Luar Indonesia Sumber : Badan Administrasi TPB-IPB (diolah)

(68)

semasa TPB yaitu menjadi 2.651 orang. Ditinjau dari suku, keberadaan mahasiswa suku Batak di IPB untuk Angkatan 42 mencapai 6,62 persen. Batak adalah satu diantara beragam suku yang seringkali diidentifikasikan oleh masyarakat non-Batak sebagai suka bekerja keras, penuh persaudaraan, adatnya indah tetapi suka berkelahi serta tersebar di seluruh penjuru tanah air. Selain itu, mengutip pendapat para ahli, orang Batak juga dipandang sebagai orang kasar, bicaranya keras, sistem pertaniannya bagus dan sebagainya. Walaupun orang Batak tergolong minoritas namun diakui bahwa mereka adalah orang yang ulet dan secara spontan bermigrasi ke seluruh penjuru tanah air. (Simanjuntak, 1986). Batak Toba merupakan salah satu sub suku Batak selain Batak Angkola Mandailing, Batak Simalungun, Batak Karo dan Batak Pakpak/Dairi. Tabel 2 berikut ini menunjukkan bahwa mahasiswa etnis Batak Toba yang melanjutkan pendidikan di IPB berasal dari berbagai provinsi di Indonesia.

Tabel 2. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Batak di TPB-IPB Angkatan 2005 Berdasarkan Provinsi di Indonesia, 2008

Nama Provinsi Jumlah Persentase Aceh

Bangka Belitung Banten

Bengkulu

Daerah Istimewa Aceh Jawa Barat

(69)

Berdasarkan hasil survei, jumlah mahasiswa Batak Toba Angkatan 2005 yang aktif sampai semester VI mencapai 140 orang yang tersebar di sembilan Fakultas. Para mahasiswa Batak di IPB yang berasal dari daerah Tapanuli maupun luar Tapanuli sebagian besar cenderung mengikuti organisasi untuk mencari teman sedaerah bahkan mencari tempat tinggal yang sama.

4.1.1 Karakteristik Individu Responden

Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Angkatan 42 tahun ajaran 2005/2006. Dari 106 responden ternyata perempuan sebesar 63,21 persen sedangkan laki-laki hanya 36,79 persen. Hal ini mencerminkan bahwa perempuan Batak Toba mendapatkan kesempatan untuk mengikuti jenjang pendidikan yang tinggi layaknya seperti laki-laki yang selama ini dipandang lebih diutamakan untuk mengikuti pendidikan setinggi-tingginya.

Dari hasil diskusi kelompok, diperoleh pernyataan dari seorang responden yang berjenis kelamin perempuan dengan posisi sebagai anak tengah yaitu :

“di keluarga saya, sangat disarankan untuk kuliah, seperti ucapan bapak saya ‘kalau kamu punya otak (mampu mengikuti pendidikan), bapak rela untuk mengutang untuk membiayai kuliah asalkan kamu kuliah yang benar’. Jadi dalam keluarga saya tidak ada perbedaan laki-laki atau perempuan”.

(70)

terhadap perempuan dan laki-laki. Orangtua saat ini lebih cenderung mengarahkan saja namun tidak menjadi penentu masa depan anak-anaknya. Gambaran singkat dan jelas mengenai jumlah dan persentase responden berdasarkan karakteristik individu dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Karakteristiknya, 2008

Karakteristik Jumlah Persentase

Jenis Kelamin Perikanan dan Kelautan Peternakan

Kehutanan

Teknologi Pertanian

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

(71)

Hal ini dikarenakan mereka memiliki modal berupa biaya dan akademis dan alasan lain adalah dari kakak beradik tidak semuanya menyukai untuk kuliah atau bahkan tidak memiliki kemampuan akademis dan masih banyak pertimbangan lainnya. Responden lebih banyak berada di Fakultas Ekonomi Manajemen, yaitu 19,81 persen. Sebagian besar dari responden menyatakan bahwa pemilihan Fakultas ini sebenarnya bukan dari diri sendiri melainkan dari IPB terkait sistem mayor-minor sehingga responden yang terpilih di Fakultas Pertanian tidak seluruhnya dilatarbelakangi oleh keinginan untuk belajar bertani atau karena pertanian dianggap sebagai bidang yang menarik.

4.1.2 Aktivitas Sosial Individu Responden

(72)

dengan organisasi kampus. Gambaran singkat dan jelas mengenai jumlah dan persentase responden berdasarkan aktivitas sosial dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Keikutsertaan dalam Organisasi di Kampus, 2008

Mengikuti organisasi di Kampus Jumlah Persentase

Ya 94 88,68

Tidak 12 11,32

4.1.3 Karakteristik Orangtua Responden

(73)

pendapatan, jenis pekerjaan, kepemilikan lahan dan domisili dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Karakteristik Orangtuanya, 2008

Karakteristik Jumlah Persentase Tingkat Pendidikan Tingkat Pendapatan

Ayah Tidak Memiliki Lahan

(74)

Karakteristik orangtua yang kedua adalah tingkat pendapatan. Besar kecilnya pendapatan yang diperoleh seseorang seringkali dijadikan alasan untuk menekuni suatu bidang pekerjaan tertentu. Dalam penelitian ini diperoleh informasi tentang tingkat pendapatan yang diperoleh oleh orangtua responden. Dilihat dari Tabel 5, diperoleh informasi bahwa pendapatan orangtua, baik ayah maupun ibu dominan berada pada tingkat rendah. Tingkat pendapatan ini dilihat dari kisaran pendapatan seluruh orangtua. Tingkat pendapatan rendah berada antara >Rp.0,- sampai Rp. 2,5 juta, tingkat pendapat dikatakan sedang jika berada pada Rp. 2,6 sampai Rp. 5 juta serta pendapatan tinggi lebih dari Rp.5 juta. Meskipun pendapatan orangtuanya rendah namun dengan jumlah pendapatan itu, kebutuhan hidup sehari-hari tercukupi bahkan dapat menyekolahkan anak-anaknya dan masih dapat menabung. Persentase ayah dengan pendapatan rendah adalah 57,55 persen sedangkan persentase ibu dengan pendapatan rendah adalah 48,11 persen.

Ditinjau dari segi jenis pekerjaan orangtua, sebagian besar orangtua responden baik ayah atau ibu sama-sama memilih pekerjaan sebagai PNS sebagai pekerjaan utama.Pekerjaan yang paling banyak mendominasi orangtua, baik ayah atau ibu responden adalah pekerjaan sebagai PNS atau Pegawai Negeri Sipil (Lampiran 2). Dari hasil survei yang dilakukan, ayah responden yang berkerja sebagai petani berjumlah satu orang dan ibu yang bekerja sebagai petani berjumlah dua orang. Pekerjaan pada sektor pertanian terutama sebagai petani hanya dijadikan sebagai pekerjaan sampingan.

(75)

sendiri. Lahan ini digunakan untuk usaha pertanian baik dikelola oleh orangtua secara langsung maupun disewakan kepada saudara umumnya maupun orang lain. Meninjau tempat asal masyarakat Batak maka domisili dibagi menjadi dua bagian yaitu domisili Tapanuli dan luar Tapanuli. Ternyata perbandingan domisili orangtua responden yang berdomisili dari Tapanuli dengan luar Tapanuli berbeda tipis, yaitu 9,44 persen. Orangtua responden yang berdomisili di daerah Tapanuli sebesar 54.72 persen sedangkan yang berasal dari luar Tapanuli sebesar 45,28 persen.

(76)

BAB V

PROSES SOSIALISASI NILAI KERJA PERTANIAN

5.1 Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian dalam Keluarga Mahasiswa Batak Toba di IPB

Proses sosialisasi nilai kerja pertanian dilihat dari pernah tidaknya responden diajak ke sawah dan diajarkan bertani, baik oleh orangtua, teman, kerabat atau lainnya. Proses sosialisasi yang berlangsung dihubungkan dengan nilai-nilai budaya sehingga melalui nilai-nilai yang disosialisasikan akan diketahui apakah pekerjaan pada sektor pertanian mampu mewujudkan status sosial yang merupakan perwujudan nilai budaya Batak Toba.

(77)

Tabel 6. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian, 2008

Proses Sosialisasi Jumlah Persentase

Rendah 47 44,34

Sedang 41 38,68

Tinggi 18 16,98

(78)

Kasus Responden Menurut Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian, 2008 Kasus 1 :

RS merupakan mahasiswa yang berasal dari daerah perkotaan yang jauh dari lingkungan pertanian namun kakek dan neneknya merupakan petani. Kedua orangtuanya merupakan lulusan sarjana dan berprofesi sebagai dosen dan guru. RH menyatakan bahwa dia tidak pernah diajak atau diajarkan tentang bertani oleh kedua orangtua namun pada saat pulang kampung sering diajak oleh kakek dan nenek di kampung ke sawahnya bahkan diajari tentang bertani. Menurutnya pekerjaan bertani itu sangat sulit dan melelahkan namun kalau tidak ada generasi yang mau jadi petani bagaimana memenuhi kebutuhan pangan negeri ini. Pekerjaan bertani itu akan sangat bagus apabila menerapkan ilmu terutama yang kuliah di fakultas pertanian. Mereka seharusnya mampu mengembangkan pertanian. Pertanian sebenarnya bukan pekerjaan yang tidak bagus, sebagai generasi muda yang berpendidikan sudah layak menciptakan inovasi baru tentang cara bertani sehingga pertanian tidak dipandang sebagai pekerjaan yang buruk lagi.

Kasus 2 :

MP adalah mahasiswa fakultas pertanian yang berasal dari daerah Tapanuli. Kedua orangtua memiliki lahan pertanian yang dikelola sendiri sehingga ketika berada di rumah sering diajak dan diajar tentang bertani. Menurutnya pertanian itu unik tapi memang melelahkan. Setelah saya kuliah, dunia pertanian itu lebih terasa dan menyenangkan. Pertanian itu tidak seburuk anggapan orang-orang selama ini. Ini merupakan tugas kita sebagai generasi muda untuk membangun pertanian yang lebih baik dengan metode baru yang tentunya dengan teknologi ramah lingkungan.

Kasus 3 :

DH tinggal di perkotaan dengan orangtua bekerja sebagai pengusaha. DH sejak dini selalu dipesankan orangtua agar meneruskan pekerjaan orangtuanya. Ia beranggapan bahwa sebenarnya tidak terlalu berminat jadi pengusaha. Ia juga tidak pernah diajak apalagi untuk diajarkan bertani. Pertanian baginya suatu pekerjaan yang sulit sehingga dibutuhkan tenaga baik fisik atau pikiran dan lainnya.

Kasus 4 :

YS memiliki orangtua baik ayah atau ibu bekerja sebagai PNS. Ia juga tidak pernah diajak dan diajar tentang bertani karena tempat tinggal mereka yang jauh dari lingkungan pertanian dan juga tidak memiliki lahan pertanian. Orangtuanya sejak dini menyampaikan bahwa pekerjaan sebagai PNS sudah cukup terutama bagi perempuan.

5.2 Hubungan Karakteristik Orangtua Dengan Proses Sosialisasi 5.2.1 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Proses Sosialisasi

(79)

rendah memiliki proses sosialisasi nilai kerja pertanian yang rendah. Demikian halnya dengan ibu responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah cenderung memiliki proses sosialisasi nilai kerja pertanian yang rendah.

Besarnya persentase ayah responden berpendidikan rendah yang memiliki proses sosialisasi nilai kerja pertanian rendah karena ayah responden menganggap bahwa pekerjaan bukanlah suatu yang harus dipaksakan dan cenderung akan meninggalkan pertanian apabila memiliki pendidikan yang tinggi. Ayah responden yang menyekolahkan anaknya setinggi mungkin adalah kewajiban dari orangtua namun dalam memilih pekerjaan anak bukanlah suatu keharusan dari orangtua tetapi dengan pendidikan yang semakin tinggi mereka cenderung akan menghindari pekerjaan pertanian. Seorang ayah berharap dengan pendidikan yang diraih anaknya kelak akan menjadi bekal bagi anaknya untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan minat ataupun dengan pendidikannya.

Gambar

Gambar 1. Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas menurut
Gambar 1. Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke atas Menurut Lapangan
Gambar 3. Persentase Jumlah Tenaga Kerja Pertanian Menurut Jenis Kelamin di
Gambar 4. Persentase Jumlah Tenaga Kerja di Sektor Pertanian Berdasarkan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan KKN -PPM akan dibim bing oleh D osen Pem bim bing Lapangan yang akan m endam pingi m asing-m asing unit KKN - PPM dan untuk pelaksanaan kegiatan KKN -PPM di tingkat D

Hal ini terkait dengan pemahaman tentang konsep dasar matematika yang seharusnya telah dipahami oleh siswa sebelum melanjutkan materi yang lebih mendalam lagi, karena pada

Adapun ketersediaan jagung secara parsial dipengaruhi oleh semua variabel yaitu variabel pendapatan, luas panen jagung dan harga domestik jagung di Kabupaten Karo.. Kata Kunci :

Mahasiswa dengan preferensi (disukai) yang kuat untuk gaya belajar tertentu dapat memiliki kesulitan dalam belajar jika cara mengajar tidak sesuai dengan gaya

Dengan metode Fast Grey-Level Grouping (FGLG) dengan nilai bin standar 20, didapatkan peningkatan kualitas kontras suatu citra yang cukup baik bagi citra yang memiliki

Hasil pengujian hubungan antara prinsip-prinsip good corporate governance dan manajemen laba pada tahun 2012 diperoleh bahwa semua prinsip-prinsip good corporate governance

asbestos/chrysotile, jika tidak sesuai maka bahan baku semen dikembalikan ke supplier dan jika bahan baku sesuai maka Bagian Gudang mencetak Tanda Terima Barang

Tarif mempunyai peran yang sangat penting dalam angkutan udara baik bagi perusahaan penerbangan, pengguna jasa angkutan udara maupun bagi pemerintah. Dalam