PENGARUH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN ANALISIS
DAN SINTESIS MATEMATIS SISWA SMK
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh
SINTA VERAWATI DEWI 1009488
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG
ABSTRAK
Sinta Verawati Dewi (1009488). “Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan
Pemecahan Masalah Terhadap Peningkatan Kemampuan Analisis dan Sintesis
Matematis Siswa SMK.” Tesis, Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Juli 2013.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) apakah kemampuan analisis matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah lebih baik daripada kemampuan analisis matematis siswa yang mendapat pembelajaran langsung; (2) seberapa besar pengaruh pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah terhadap kemampuan analisis matematis siswa; (3) apakah kemampuan sintesis matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah lebih baik daripada kemampuan sintesis matematis siswa yang mendapat pembelajaran langsung; (4) seberapa besar pengaruh pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah terhadap kemampuan sintesis matematis siswa; (5) Bagaimana sikap siswa SMK terhadap pendekatan pemecahan masalah untuk meningkatkan kemampuan analisis dan sintesis matematis siswa. Penelitian ini dilaksanakan di SMK PUI Cikijing Majalengka pada tahun ajaran 2012/2013 semester genap. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan pemecahan masalah. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 77 siswa, 37 siswa kelas eksperimen dan 40 siswa kelas kontrol yang diperoleh dengan teknik cluster random sampling pada siswa kelas X. Kemampuan analisis dan sintesis matematis diukur dengan menggunakan tes essai yang terdiri dari 8 soal uraian, dengan koefisien reliabilitas 0,84. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kemampuan analisis matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah tidak lebih baik daripada kemampuan analisis matematis siswa yang mendapat pembelajaran langsung; (2) pengaruh yang ditimbulkan dari penerapan pendekatan pemecahan masalah terhadap kemampuan analisis adalah sebesar 0,05, nilai tersebut termasuk kepada kategori sangat kecil. (3) kemampuan sintesis matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah lebih baik daripada kemampuan sintesis matematis siswa yang mendapat pembelajaran langsung; (4) pengaruh yang ditimbulkan dari penerapan pendekatan pemecahan masalah terhadap kemampuan sintesis adalah sebesar 0,74, nilai tersebut termasuk kepada kategori besar; (5) sebagian besar siswa SMK menunjukkan sikap negatif terhadap pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah untuk meningkatkan kemampuan analisis dan sintesis matematis.
ABSTRACT
Sinta Verawati Dewi (1009488). "The Effect of Learning by Problem Solving
Approach toward Improved Analysis Capability and Mathematical Synthesis of Vocational students." Thesis, Mathematics Education Program Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Juli 2013.
The purpose of this research was to determine (1) whether the mathematical analytical skills of students who received learning with problem-solving approach is better than mathematical analytical skills of students who received direct instruction, (2) how much influence the learning by problem-solving approach to the analysis of students' mathematical ability, (3) whether the ability of the synthesis mathematical learning of students who received problem-solving approach is better than the synthesis of mathematical skills of students who received direct instruction, (4) how much influence learning by problem-solving approach to the synthesis of students' mathematical ability, (5) What is the attitude towards vocational students problem-solving approach to improve students' mathematical analysis and synthesis. The research was conducted at SMK PUI Cikijing Majalengka in the academic year 2012/2013 second semester. The approach used in this study is a problem-solving approach. Subjects in this study amounted to 77 students, 37 students experiment class and the control class of 40 students obtained by random cluster sampling technique in class X. Analysis and synthesis of mathematical ability were measured using an essay test consisting of 8 questions description, with a reliability coefficient of 0.84. The results showed that (1) the ability of mathematical analysis that gets students learning with problem-solving approach is no better than the mathematical analytical skills of students who received direct instruction, (2) effects arising from the application of problem-solving approach to the analysis is the ability of 0.05 , the value of including the very small category. (3) synthesis of mathematical ability of students who received learning with problem-solving approach is better than the synthesis of mathematical skills of students who received direct instruction, (4) the effect arising from the application of problem-solving approach to the synthesis capability is equal to 0.74, the value of including the broad categories, (5) the majority of vocational students showed a negative attitude towards learning with problem-solving approach to improve the mathematical skills of analysis and synthesis.
DAFTAR ISI
Daftar Isi ... i
Daftar Tabel ... iii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 11
C. Tujuan Penelitian ... 12
D. Manfaat Penelitian ... 13
E. Definisi Operasional ... 13
BAB II KAJIAN TEORITIS ... 15
A. Pembelajaran Matematika ... 15
B. Pendekatan Pemecahan Masalah ... 17
C. Pembelajaran Langsung ... 23
D. Sikap Siswa terhadap Pendekatan Pemecahan Masalah ... 25
E. Hakikat Kemampuan Analisis ... 26
F. Hakikat Kemampuan Sintesis ... 29
G. Teori Belajar yang Mendukung Pendekatan Pemecahan Masalah .. 31
H. Teori Belajar yang Mendukung Pendekatan Pembelajaran Langsung ... 33
I. Penelitian yang Relevan ... 34
J. Hipotesis ... 36
BAB III METODE PENELITIAN ... 37
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 37
B. Desain Penelitian ... 37
C. Populasi dan Sampel ... 38
D. Variabel Penelitian ... 38
E. Instrumen Penelitian ... 38
1. Tes kemampuan analisis dan sintesis ... 38
2. Angket Siswa... 43
G. Teknik Pengolahan Data ... 46
1. Teknik Analisis Data Kuantitatif ... 47
2. Teknik Analisis Data Kualitatif... 49
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 52
A. Hasil Penelitian ... 52
1. Analisis Data Kemampuan Analisis ... 53
2. Analisis Data Kemampuan Sintesis ... 60
3. Analisis Data Skala Sikap ... 66
B. Pembahasan ... 69
C. Keterbatasan Penelitian ... 72
BAB V PENUTUP ... 73 DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan komponen yang sangat penting dalam
membentuk sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi segala
persoalan hidup. Seseorang menganggap suatu keadaan sebagai masalah bagi
dirinya, tapi mungkin keadaan tersebut bukan merupakan suatu masalah bagi
orang lain. Kita sebagai makhluk yang diberi akal oleh Sang Pencipta
hendaknya terampil dalam memecahkan setiap masalah, kita dituntut untuk
selalu berpikir bagaimana memecahkan masalah yang kita hadapi.
Begitu juga siswa dalam mempelajari matematika seringkali
menghadapi masalah, karena kebanyakan dari mereka tidak berhasil dalam
menyelesaikannya. Matematika merupakan suatu alat yang ampuh dalam
pemecahan berbagai masalah ilmu pengetahuan dan teknologi. Matematika
juga dapat melatih kemampuan berpikir logis, kritis, sistematis, kreatif dan
kemampuan untuk dapat bekerjasama secara efektif. Sikap dan cara berpikir
ini, salah satunya dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran
matematika, karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat
serta jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan siapapun yang
mempelajarinya terampil berpikir rasional dalam memecahkan masalah.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib untuk sekolah
jenjang dasar dan menengah. National Council of Teachers of Mathematics
(NCTM, 1989) menyatakan standar matematika sekolah meliputi standar isi
atau material (mathematical content) dan standar proses (mathematical
prosseses). Di dalam standar proses meliputi pemecahan masalah (problem
solving), penalaran dan pembuktian (reasoning and proof), keterkaitan
(connection), komunikasi (communication) dan representasi (representation).
Melalui standar tersebut diharapkan siswa dapat menggunakan matematika
dalam kehidupan sehari-hari yang penekanannya pada penataan nalar atau
Berdasarkan Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP)
matematika, tujuan umum diberikannya matematika pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah meliputi dua hal, yaitu: (1) menyiapkan siswa agar
sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia
yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara
logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien, (2) menyiapkan siswa
agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam
kehidupan sehari-hari serta dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan
Suherman (2003:56).
Dari tujuan umum tersebut dapat dilihat bahwa matematika di sekolah
memegang peranan yang sangat penting. Siswa memerlukan matematika
untuk memenuhi kebutuhan praktis dan pemecahan masalah dalam kehidupan
sehari-hari, dan untuk membantu memahami bidang studi lain agar siswa
dapat berpikir logis, kritis dan praktis serta bersikap positif dan berjiwa
kreatif. Cawley, Bkaer-Kroezynsky, dan Urban (Suherman, 2001: 152)
mengatakan bahwa guru harus mengetahui atau memahami bahwa tujuan
utama dalam mengajar matematika pada semua siswa adalah mengembangkan
kemampuan dalam memecahkan masalah sehari-hari.
Betapa pentingnya kemampuan pemecahan masalah pada pembelajaran matematika tertera pada pernyataan As’ari (1992 : 22) bahwa pemecahan masalah merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam pengajaran
matematika. Menurut Abdullah (2000: 37), salah satu tujuan utama belajar
matematika adalah bahwa siswa mampu memecahkan masalah. Lebih lanjut
Branca (Alam dan Pathudin, 2002: 60) menegaskan bahwa: (1) kemampuan
pemecahan masalah merupakan tujuan umum dan kemampuan dasar dalam
pembelajaran matematika. Dengan demikian, pemecahan masalah merupakan
bagian inti dalam pembelajaran matematika.
Sejak tahun 1980-an, berdasarkan rekomendasi yang diterbitkan oleh
National Council of Teachers of Mathematics of the 1980’s yang menyatakan
bahwa pemecahan masalah harus menjadi fokus bagi matematika sekolah di
saja dipandang sebagai fokus utama dari kurikulum matematika, namun juga
merupakan tujuan utama dari pembelajaran matematika dan bagian integral
dari semua kajian matematika.
Terdapat beberapa bukti empirik yang menunujukkan bahwa
pembelajaran matematika melalui pemecahan masalah menunjukkan hasil
yang positif. Penelitian Guetnon dan Wooten (Sudjimat, 2000: 7)
mengemukakan bahwa kelompok siswa yang diajar melalui pemecahan
masalah memiliki skor kemampuan menyelesaikan soal yang lebih tinggi dari
pada kelompok yang tidak diajar melalui pemecahan masalah. Penelitian
serupa dilakukan oleh Priatna (2000 : 45) menunjukkan bahwa pembelajaran
dengan pendekatan pemecahan masalah secara signifikan lebih baik dari pada
pendekatan langsung. Hasil penelitian Tumarang (2000: 107) menunjukkan
bahwa pembelajaran melalui pendekatan pemecahan masalah dapat
meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Kerka (1992) menyatakan,
“Vocational educators need to provide learning environments that enable students to develop the thinking skills they need for problem solving and learning throughout their careers. Recent advances in cognitive psychology provide insights into thinking processes and learning behavior that can help teacher prepares students for the demand of the workplace.”
Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa guru di sekolah
perlu menciptakan lingkungan belajar yang mampu mengembangkan
keterampilan berpikir yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah yang
ada di dunia kerja, mengupayakan pembelajaran yang mampu mengaktifkan
siswa dan mengembangkan kemampuan berpikir terutama berpikir tingkat
tinggi dengan pembelajaran berbasis pemecahan masalah.
Keterampilan dalam memecahkan masalah matematika berguna untuk
melatih berfikir logis, kritis, kreatif dan inovatif. Kompetensi tersebut
diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh,
mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan
masalah bagi peserta didik SMK/MAK juga berfungsi membentuk kompetensi
program keahlian. Dengan mengajarkan cara memecahkan masalah melalui
pendekatan pemecahan masalah diharapkan peserta didik dapat
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dan mengembangkan diri di
bidang keahlian dan pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi.
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan suatu lembaga
pendidikan yang bertanggung jawab dalam mencetak sumber daya manusia
yang memiliki kemampuan akademis sekaligus keahlian khusus. Hal ini sesuai
dengan misi SMK yakni menyiapkan siswanya untuk memasuki dunia kerja.
Menurut Wardiman (1998:29), setiap generasi muda Indonesia harus memiliki
kualitas dasar dan kualitas instrumental. Kualitas dasar meliputi beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan, berbudi pekerti luhur, cerdas, berdisiplin, sehat
jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri, dan memiliki
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Kualitas instrumental
adalah kualitas yang harus selalu diperbaiki sesuai dengan perubahan yang
meliputi kemampuan produktif, kemampuan menggunakan sumber daya,
kemampuan berkomunikasi, kemampuan kerjasama, kemampuan
menggunakan data dan informasi, kemampuan memecahkan masalah, dan
kemampuan menggunakan IPTEK. Oleh karena itu, pendidikan kejuruan tidak
hanya harus adaptif tetapi juga harus antisipatif terhadap perubahan sehingga
lulusannya mampu menyesuaikan dengan kemajuan dengan memiliki
pengetahuan dan kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Saat ini industri telah banyak yang mengintegrasikan teknologi dalam
proses produksi maupun proses pengelolaan sumber dayanya sehingga mereka
memerlukan tenaga kerja yang memiliki kemampuan berpikir. Sementara bagi
SMK pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi belum menjadi
prioritas. Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu
pendidikan di Indonesia sampai saat ini tampaknya belum berhasil dengan
baik. Hal ini terlihat dari ditetapkannya batas lulus ujian nasional matematika
SMK tahun 2011 di Indonesia yang masih rendah, yaitu batas lulus
harus 7,0 asalkan rata-rata seluruh mata pelajaran yang diujikan 6,0.
Penetapan batas lulus ini masih mendapat protes dari berbagai pihak, supaya
batas lulus yang rendah ini dapat diturunkan lagi.
Kenyataan lain mengenai rendahnya hasil belajar matematika siswa
terlihat dari hasil evaluasi mata pelajaran matematika pada 38 siswa kelas XII
SMK PUI Cikijing, dengan soal tes seperti tampak pada Tabel 1.1 yang
berkaitan dengan kemampuan analisis dan sintesis matematis siswa.
Tabel 1.1
Soal Tes Kemampuan Analisis Dan Sintesis
Analisis Sintesis
Jumlah siswa SMK A 1400 orang, terdiri
dari jurusan akuntansi, bisnis manajemen,
perkantoran dan broadcasting. Bila jurusan
akuntasi 200 orang, bisnis manajemen 250
orang, perkantoran 450 orang dan sisanya
broadcasting. Bagaimana cara menemukan
persentase jumlah siswa jurusan
broadcasting?
Diketahui x, y, z adalah bilangan
bulat positif yang memenuhi
dan h adalah Faktor Persekutuan
Terbesar dari x, y, z. Buktikan bahwa
hxyz adalah bilangan kuadrat sempurna. Buktikan pula bahwa h(y − x) adalah juga bilangan kuadrat
sempurna.
Hasil dari Tabel 1.1 dapat dilihat pada Tabel 1.2. berdasarkan data pada
Tabel 1.2 terlihat bahwa sebagian besar siswa masih banyak yang mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan soal tes yang telah diberikan, padahal soal
tersebut merupakan soal-soal yang bersifat rutin. Jika siswa sudah mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal yang bersifat rutin, maka dapat
diprediksi bagaimana kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang
non rutin. Kenyataan yang menunjukkan banyaknya siswa yang mengalami
kesulitan mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya perencanaan
pengajaran yang kurang, penggunaan metode yang tidak tepat dapat
menimbulkan kebosanan dan kurang kondusifnya pada sistem pembelajaran
Tabel 1.2
Nilai Rata-rata Tes Kemampuan Analisis dan Sintetis Matematis
Interval Penilaian Nilai Huruf Tingkat Kemampuan Banyak Siswa Persentase Jumlah Siswa Rata-Rata Kemampuan Siswa
35 ke atas A Sangat Tinggi 3 7,89%
5,33
(42,09%)
27 – 34 B Tinggi 5 13,15 %
19 – 26 C Sedang 8 21,05 %
11 – 18 D Rendah 15 39,47% 11
(57,89%)
10 ke bawah E Sangat Rendah 7 18,42 %
Salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan matematika di
Indonesia adalah masih banyaknya sekolah yang mengembangkan proses
pembelajaran dengan pembelajaran langsung. Akibat dari kurangnya
penggunaan kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam menyelesaikan masalah
matematika menyebabkan siswa kesulitan dalam menyelesaikan persoalan
dalam kehidupannya. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Soedijarto (2004)
yang menyatakan bahwa kegiatan pembelajaran di negara berkembang
(termasuk Indonesia) pada saat ini tidak lebih dari mencatat, menghafal dan
mengingat kembali dan tidak menerapkan pendekatan modern dalam proses
pembelajaran.
Selanjutnya, Herman (2005) menyatakan bahwa sampai saat ini pada
umumnya guru-guru matematika terlalu berkonsentrasi pada latihan
penyelesaian soal yang bersifat prosedural dan mekanistis. Pembelajaran
seperti ini tidak dapat mengakomodasi perkembangan kemampuan berpikir
tingkat tinggi seperti kemampuan analisis dan sintesis matematis tetapi hanya
mengakomodasi pengembangan kemampuan berpikir tingkat rendah.
Berdasarkan data Institute of Education (2003), hasil penelitian yang
dilakukan secara internasional dalam Trends in International mathematics and
Science Study (TIMSS) menunjukan bahwa Indonesia menempati peringkat
ke-34 dari 45 dalam hal penguasaan pelajaran di bidang matematika. Padahal
Leung pada tahun 2003, jumlah jam pengajaran matematika di Indonesia jauh
lebih banyak dibandingkan dengan Negara lain seperti Malaysia dan
Singapura.
Menurut Indrawati (2006:2), dua masalah utama dalam pendidikan
matematika di Indonesia adalah rendahnya prestasi siswa (baik dalam daya
saing siswa diajang Internasional maupun rendah dalam nilai rata-rata
EBTANAS murni nasional khususnya matematika) serta kurangnya minat
mereka dalam belajar matematika (matematika dianggap sulit dan diajarkan
dengan metode yang tidak menarik karena guru menerangkan, sedangkan
siswa hanya mencatat). Diduga, pembelajaran matematika di Indonesia masih
menggunakan pembelajaran langsung yang menekankan pada latihan
mengerjakan soal (drill and practice), prosedur serta penggunaan rumus.
Siswa kurang terbiasa memecahkan masalah yang banyak di sekeliling
mereka. Sementara itu banyak negara telah mereformasi sistem pendidikan
matematika dari pembelajaran langsung ke arah aplication based curricular,
yaitu mendekatkan matematika ke alam nyata bagi siswa melalui aplikasi atau
masalah kontekstual yang bermakna serta proses yang membangun sikap
siswa ke arah yang positif tentang matematika.
Saat ini teori kognitif telah banyak dikembangkan dan
diimplementasikan di sekolah umum dan baru sedikit sekali yang
dikembangkan di sekolah kejuruan. Banyak pengguna lulusan SMA lebih
mampu beradaptasi dengan perkembangan dibandingkan dengan lulusan
SMK. Slamet (2001) menyatakan bahwa tingkat kecakapan berpikir seseorang
akan berpengaruh terhadap kesuksesan hidupnya. Oleh karena itu, peserta
didik di SMK perlu dibekali dasar dan latihan-latihan cara berpikir,
diantaranya berpikir induktif, deduktif, dan pemecahan masalah. Dengan
demikian, meskipun SMK menitikberatkan program pendidikan dan pelatihan
kejuruan tertentu, namun perlu dikembangkan kemampuan berpikir dan
kognitif tingkat tinggi agar mereka mampu mengembangkan teknologi. Hal
tersebut sejalan dengan pendapat Sagala (2005), diperlukan persyaratan
dalam belajar antara lain memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi yang
ditandai dengan berpikir kritis, logis, sistematis dan objektif.
Berpikir tingkat tinggi sangatlah dibutuhkan untuk proses pembelajaran
yang akan diikuti oleh siswa. Tanpa daya nalar yang baik sulit bagi siswa
untuk mengikuti pembelajaran dengan lancar dan mencapai tujuan utamanya.
Hal ini sesuai dengan ungkapan dari Wahyudin (1999), salah satu penyebab
lemahnya kemampuan siswa dalam memahami konsep matematika adalah
kurangnya kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Kemampuan menganalisis dan mensintesis suatu permasalahan tidak
lahir dengan sendirinya tetapi melalui proses dalam tatanan kehidupan
pembelajaran, yakni kegiatan proses belajar mengajar di sekolah. Dengan
adanya kegiatan pembelajaran diharapkan mampu meningkatkan kemampuan
analisis dan sintesis dalam permasalahan matematika secara umum. Namun
kadang masih banyak sekolah yang belum secara serius mengembangkan
proses-proses pembelajaran dengan menggunakan konsep ini.
Menurut Wardiman (1998:57), kebiasaan salah di SMK pada saat
kegiatan pembelajaran antara lain guru mengajar dengan cara menulis dipapan
tulis. Proses pembelajaran tidak menerapkan sistem belajar tuntas, proses
pengajaran yang ditampilkan tidak berwawasan ekonomi, tidak berwawasan
nilai tambah, guru tidak mendorong siswa belajar dari buku (belajar hanya
pada apa yang dijelaskan lisan dan ditulis guru), dan tidak membetuk etos
kerja serta guru tidak membuat lembar kerja atau rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP). Siswa SMK pada umumnya tidak terlibat aktif dalam
proses pembelajaran. Sifat kurang aktif siswa yang seringkali di dukung oleh
anggapan bahwa guru selalu benar, sehingga siswa cenderung menunggu guru
mengarahkan atau memberi intruksi. Pola komunikasi dalam proses
pembelajaran yang umumnya hanya satu arah menyebabkan siswa pasif dan
guru cenderung lebih aktif. Dengan demikian, pembelajaran seperti ini kurang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan
inovatif, kemandirian, kemampuan pemecahan masalah dan
Terdapat beberapa hal penting berkaitan dengan rendahnya kemampuan
analisis dan sintesis matematis siswa SMK sebagai identifikasi masalah yaitu
sebagai berikut:
1. Kurangnya motivasi dari siswa SMK terhadap tugas yang diberikan guru
karena keterbatasan media yang dimiliki, sehingga siswa melakukan
praktek sekedar memenuhi tugas saja.
2. Kurangnya kemandirian dari siswa SMK dalam belajar, terlihat dari
kegiatan praktek dimana siswa lebih sering hanya mengikuti siswa lain
yang dianggap pandai.
3. Kemampuan analisis matematis siswa SMK rendah, dilihat dari laporan
praktek hanya 10% siswa yang mampu menganalisis permasalahan
matematika yang diberikan oleh guru, seperti kemampuan membedakan
bagian, mengidentifikasi elemen dan melihat dari satu titik pandang suatu
sistem.
4. Kemampuan sintetis siswa SMK rendah, hanya 15% siswa yang mampu
mensintesis masalah matematika yang diberikan oleh guru seperti
kemampuan menghubungkan satu masalah yang dihadapi dengan kondisi
ideal yang diinginkan. Siswa tidak bisa mengkombinasikan teori yang
mendasari bekerjanya suatu sistem dengan teori yang mendasari kerja
masing-masing komponen dalam sistem, yang pada akhirnya siswa tidak
mampu memprediksi kemungkinan yang akan terjadi dan
permasalahannya jika ternyata sistem tidak bekerja dengan baik.
5. Banyak siswa malas belajar matematika karena cara guru yang mengajar
tidak sesuai dengan keinginan siswa.
6. Ada sebagian siswa berpendapat bahwa guru matematika tidak dapat
menyampaikan materi dengan menarik dan menyenangkan.
Hal-hal di atas dapat terjadi karena kegiatan menganalisis dan
mensintesis masalah dalam pembelajaran matematika belum dijadikan
sebagai kegiatan yang utama. Guru masih menggunakan pembelajaran secara
langsung, dimana guru menjelaskan materi yang telah disiapkan dan
mencatat atau menyalin yang cenderung menghafal rumus atau aturan
matematika dengan tanpa makna, sehingga mengakibatkan rendahnya
kemampuan analisis dan sintesis matematika. Kesulitan yang dialami siswa
dalam belajar matematika dan rendahnya hasil belajar yang diperoleh dapat
disebabkan karena pembelajaran yang diterapkan tidak sesuai dengan
kemampuan siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Hudojo (1988:95) bahwa “Nampaknya matematika bukanlah suatu bidang studi yang sulit dipelajari, asalkan strategi penyampaiannya cocok dengan kemampuan yang mempelajarinya”. Oleh karena itu seorang guru dituntut untuk mencari dan menenmukan suatu cara mengajar yang sesuai dengan kemampuan siswa.
Pengertian ini mengandung arti bahwa guru diharapkan dapat
mengembangkan, menemukan dan melaksanakan suatu pendekatan
pembelajaran yang menarik sesuai dengan kemampuan siswa sehingga minat
siswa terhadap pelajaran matematika dapat tumbuh dengan baik.
Dalam hal ini, pendekatan yang dapat digunakan adalah pendekatan
pemecahan masalah. Suherman (2001:70) menyatakan bahwa pendekatan
pembelajaran matematika merupakan upaya yang ditempuh guru dalam
melaksanakan pembelajaran agar konsep matematika yang disajikan bisa
beradaptasi dengan siswa. Artinya materi pelajaran yang baru dipelajari bisa
dipadukan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sehingga
menjadikan pengetahuan baru itu bermakna dan dapat membangun pengertian
dalam pikiran siswa. Pendekatan pemecahan masalah yang diadopsi dari
George Polya terdiri dari 4 tahapan, yaitu (1) memahami masalah, (2)
merencanakan penyelesaian, (3) melakukan perhitungan, dan (4) memeriksa
kembali hasil.
Melalui pendekatan pemecahan masalah diharapkan dapat
menumbuhkembangkan minat siswa ke arah yang positif dalam mempelajari
lapangan tidaklah sesuai dengan yang diharapkan. Hasil wawancara yang
dilakukan terhadap 37 siswa SMK PUI Cikijing diperoleh data sebesar 10
siswa (27%) siswa yang menyenangi pelajaran matematika. Hal ini
menunjukkan adanya sikap negatif siswa (tidak menyukai) terhadap pelajaran
matematika.
Fenomena sikap negatif siswa terhadap pelajaran matematika ini
menjadi permasalahan yang akan diteliti dan dikaji nantinya, dengan harapan
agar pelajaran matematika menjadi pelajaran yang disenangi oleh siswa. Jika
siswa memiliki sikap negatif terhadap pelajaran matematika, dengan
sendirinya minat siswa terhadap pelajaran matematika tidak akan terbentuk.
Hal ini senada dengan pendapat Panjaitan (2009:219) yang menyatakan, “Sikap siswa terhadap matematika erat kaitannya dengan minat siswa terhadap matematika, bahkan sebagian dari sikap merupakan akibat dari
minat, misalnya siswa yang berminat terhadap matematika maka ia akan suka
mengerjakan tugas matematika, ini pertanda bahwa siswa tersebut bersikap positif terhadap matematika”.
Sikap dan penampilan siswa di dalam kelas merupakan aspek yang bisa
mempengaruhi proses pembelajaran. Adakalanya ditemukan siswa yang
sangat aktif dan ada pula siswa yang pendiam, tidak sedikit juga ditemukan
siswa yang memiliki motivasi yang rendah dalam belajar (Sanjaya, 2008).
Betapa pentingnya pendekatan pemecahan masalah dalam pembelajaran
matematika pada siswa SMK, maka penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan Pemecahan Masalah Terhadap Peningkatan Kemampuan Analisis dan Sintesis Matematis Siswa SMK”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,
maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah kemampuan analisis matematis siswa yang mendapat
kemampuan analisis matematis siswa yang mendapat pembelajaran
langsung?
2. Berapakah besarnya pengaruh pembelajaran dengan pendekatan
pemecahan masalah terhadap kemampuan analisis matematis siswa?
3. Apakah kemampuan sintesis matematis siswa yang mendapat
pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah lebih baik daripada
kemampuan sintesis matematis siswa yang mendapat pembelajaran
langsung?
4. Berapakah besarnya pengaruh pembelajaran dengan pendekatan
pemecahan masalah terhadap kemampuan sintesis matematis siswa?
5. Bagaimana sikap siswa SMK terhadap pendekatan pemecahan masalah
untuk meningkatkan kemampuan analisis dan sintesis matematis siswa?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apakah kemampuan analisis matematis siswa yang
mendapat pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah lebih baik
daripada kemampuan analisis matematis siswa yang mendapat
pembelajaran langsung.
2. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh pembelajaran dengan
pendekatan pemecahan masalah terhadap kemampuan analisis matematis
siswa.
3. Untuk mengetahui apakah kemampuan sintesis matematis siswa yang
mendapat pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah lebih baik
daripada kemampuan sintesis matematis siswa yang mendapat
pembelajaran langsung.
4. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh pembelajaran dengan
pendekatan pemecahan masalah terhadap kemampuan sintesis matematis
5. Untuk mengetahui sikap siswa SMK terhadap pendekatan pemecahan
masalah dalam meningkatkan kemampuan analisis dan sintesis matematis
siswa.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Bagi siswa, sebagai masukan dalam rangka mengembangkan kemampuan
analisis dan sintesis matematis.
2. Bagi guru, sebagai informasi bagi guru bahwa pendekatan pemecahan
masalah merupakan salah satu alternatif di SMK PUI Cikijing untuk
meningkatkan kemampuan analisis dan sintesis matematis siswa.
3. Bagi sekolah, sebagai bahan pertimbangan dalam rangka perbaikan
pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan.
4. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menjadi landasan berpijak dalam
rangka menindak lanjuti penelitian ini dengan ruang lingkup yang lebih
luas.
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang
digunakan pada penelitian ini, perlu dikemukakan definisi operasional sebagai
berikut:
1. Pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah adalah suatu
pendekatan pembelajaran matematika yang menekankan pada proses
pemecahan masalah matematika daripada kegiatan rutin dengan
langkah-langkah pemecahan masalah yang digunakan dianut dari Polya meliputi
tahapan memahami masalah, membuat rencana pemecahan, melakukan
perhitungan dan memeriksa kembali hasil yang diperoleh.
2. Kemampuan Analisis matematis siswa adalah kemampuan untuk
memisahkan materi ke dalam bagian-bagiannya yang perlu, mencari
bagian-bagiannya, mampu melihat komponen-komponennya, serta membedakan
fakta dari khayalan.
3. Kemampuan Sintesis Matematis adalah kemampuan berfikir yang
memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga
menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau berbentuk pola
baru.
4. Pembelajaran Langsung merupakan suatu pembelajaran yang diterapkan
untuk menyampaikan materi pokok matematika pada keterampilan dasar,
atau konsep-konsep matematika yang tingkatnya tidak terlalu tinggi.
5. Sikap siswa terhadap pendekatan pemecahan masalah adalah
kecenderungan siswa untuk terlibat secara aktif dalam pelajaran
matematika, atau respon yang ditunjukkan untuk menyukai atau tidak
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
perencanaan dalam penelitian yang dilakukan. Perencanaan tersebut meliputi
metode penelitian, desain penelitian, populasi dan sampel penelitian, variabel
penelitian, instrumen penelitian, prosedur penelitian, teknik pengolahan data dan
analisis data. Berikut ini uraian lengkap mengenai perencanaan yang dilakukan:
A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.
Hal ini disebabkan karena peneliti bermaksud memberikan perlakuan kepada
subjek penelitian untuk selanjutnya ingin mengetahui pengaruh dari perlakuan
tersebut. Perlakuan yang dimaksud adalah pembelajaran dengan pendekatan
pemecahan masalah di kelas eksperimen dan pembelajaran langsung di kelas
kontrol.
B. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti mencoba melihat pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikat. Pada desain penelitian ini ada pretes, perlakuan, dan
postes. Sampel sekolah di desain menjadi dua kelompok (kelas) penelitian,
yaitu satu kelompok diberi perlakuan dengan menggunakan pendekatan
pemecahan masalah dan satu kelompok lagi tanpa diberi
perlakuan/pembelajaran langsung. Ruseffendi (1998:45) menyatakan bahwa
pretest posttest control group design ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Keterangan:
: pretes dan postes yaitu tes kemampuan analisis dan sintesis.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah siswa SMK PUI Cikijing Majalengka
tahun ajaran 2012/2013. Sekolah SMK PUI Cikijing adalah salah satu SMK di
kabupaten Majalengka dengan kategori sedang sehingga SMK PUI Cikijing
bukan salah satu sekolah unggulan tapi juga bukan sekolah dengan prestasi
rendah. Adapun alasan pemilihan sekolah ini adalah peneliti ingin mengetahui
bagaimana peningkatan kemampuan analisis dan sintesis pada siswa yang
memiliki kemampuan rata-rata di sekolah dengan prestasi sedang. Sampel
penelitian yang diambil adalah siswa SMK kelas X TKR 01 sebagai kelas
eksperimen dan TKR 02 sebagai kelas kontrol.
D. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Variabel bebas, yakni pembelajaran matematika dengan pendekatan
pemecahan masalah dan pembelajaran langsung.
2. Variabel terikat, yakni kemampuan analisis dan sintesis matematis siswa.
E. Instrumen Penelitian
Fokus dari penelitian ini adalah ujicoba dengan pendekatan pemecahan
masalah dalam upaya meningkatkan kemampuan analisis dan sintesis
matematis siswa SMK sebagai upaya untuk mendapatkan informasi yang
lengkap mengenai hal-hal yang ingin dkaji. Adapun instrumen yang
digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Tes Kemampuan Analisis dan Sintesis
Tes yang diberikan dalam penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu
tes awal (pretes) dan tes akhir (postes). Pada tes awal, soal-soal yang
diberikan bertujuan untuk mengetahui sama atau tidaknya kemampuan
awal yang dimiliki oleh siswa. Sedangkan pada tes akhir, soal-soal yang
diberikan bertujuan untuk mengetahui kemampuan akhir analisis dan
sintesis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Tipe tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe tes uraian.
pengerjaan siswa dan pola pikir dalam menjawab permasalahan dapat
diketahui. Adapun kisi-kisi soal berdasarkan indikator yang telah
ditetapkan sebagaimana dijelaskan pada Lampiran.
Untuk memberikan skor terhadap jawaban dari tes yang berkaitan
dengan kemampuan analisis dan sintesis matematis, terlebih dahulu
diberikan skor rubrik yang diadopsi dari Cai, Lane dan Jakabcsin (Ansari,
2003) sebagai berikut.
Tabel 3.1
Pedoman Penskoran Kemampuan Analisis Matematis
Skor Menelaah Memecahkan Menganalisis
0 Tidak ada jawaban Tidak ada jawaban Tidak ada jawaban
1
Hanya sedikit dari definisi, teorema, lema, aksioma yang diuraikan dengan benar.
Hanya sedikit dari pengerjaan yang dianggap benar. Ada pemeriksaan ulang namun hanya sebagian yang benar. 2 Dapat menguraikan suatu definisi, teorema, lema, aksioma namun kurang lengkap dan benar. Memeriksa kebenaran suatu rumus atau pernyataan matematika meskipun kurang lengkap. Memeriksa
kembali hasil tanpa ada penyimpulan. 3 Dapat menguraikan suatu definisi, teorema, lema, aksioma dengan lengkap dan benar.
Memeriksa keabsahan suatu rumus atau pernyataan
matematika secara benar dan lengkap.
Memeriksa kembali hasil pengerjaan dan menyimpulkannya meskipun kurang jelas.
4 - -
Memeriksa kembali hasil dan menyimpulkannya dengan kata-kata sendiri dengan jelas.
Tabel 3.2
Pedoman Penskoran Kemampuan Sintesis Matematis
Skor Menemukan solusi masalah
Menggabungkan
berbagai informasi Menyimpulkan
0 Tidak ada jawaban Tidak ada jawaban Tidak ada jawaban
1
Dapat menemukan solusi dari
permasalahan matematika tanpa alasan yang jelas.
Hanya menuliskan pengetahuan yang dimiliki tanpa mampu menyelesaikan persoalan matematik. Hanya melengkapi data pendukung dengan lengkap dan benar 2 Dapat menemukan solusi dari permasalahan matematika namun kurang lengkap Hanya menyelesaikan persoalan tanpa menuliskan pengetahuan-pengetahuan yang berkaitan dengan soal tersebut. Merangkai berbagai data pendukung atau gagasan menjadi suatu hal yang baru tapi penjelasannya salah. 3 Menemukan solusi dari permasalahan matematika dengan lengkap tetapi alasan kurang tepat
Menyatukan berbagai
pengetahuan yang sudah dimiliki untuk memecahkan
masalah yang baru namun
penyelesaiannya kurang tepat.
Merangkai berbagai data pendukung atau gagasan menjadi suatu hal yang baru tapi menjelaskan cara memperolehnya kurang lengkap. 4 Mampu menemukan solusi dari permasalahan matematika dengan lengkap dan alasan yang dikemukakan tepat.
Menyatukan berbagai
pengetahuan yang sudah dimiliki untuk memecahkan
masalah yang baru dengan benar dan menghasilkan penyelesaian yang tepat.
Merangkai berbagai data pendukung atau gagasan menjadi suatu hal yang baru dan menjelaskan cara memperolehnya dengan lengkap dan benar.
Sebelum instrumen tes diberikan, terlebih dahulu dilakukan
pengujian terhadap validitas, reliabilitas, daya pembeda dan indeks
kesukarannya. Berikut ini penjelasan mengenai validitas, reliabilitas, daya
pembeda dan indeks kesukaran instrumen.
a. Validitas Instrumen
Validitas berkenaan dengan ketepatan alat ukur terhadap suatu
instrumen (Arikunto, 2002: 144). Setelah melalui revisi dan semua
perangkat tes dinilai memadai, instrumen diujicobakan untuk
mendapatkan koefisien korelasi antara instrumen evaluasi dengan alat
ukur lainnya yang diasumsikan memiliki validitas baik. Untuk
memperoleh koefisien korelasi tersebut, digunakan rumus korelasi
product moment, yaitu:
∑ ∑ ∑
√ ∑ ∑ ∑ ∑
Keterangan:
= koefisien validitas
= jumlah skor item
= jumlah skor total
N = banyaknya sampel (jumlah peserta tes)
Kriteria koefisien validitas yang digunakan menurut Guilford
(Suherman dan Sukjaya, 1990: 147) adalah sebagai berikut:
Tabel 3.3
Kriteria Koefisien Validitas
Koefisien Kriteria Validitas
Tidak Valid
Validitas sangat rendah
Validitas rendah
Validitas sedang
Validitas tinggi
Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa butir soal 1a,
1b, 2, 3a, 3b, dan 5 memiliki validitas berkategori sedang. Sedangkan
butir soal lainnya termasuk soal bervaliditas tinggi. Data perhitungan
secara lengkap dapat dilihat pada lampiran.
b. Reliabilitas Instrumen
Menurut Sudijono (2001:95), sebuah tes hasil belajar dinyatakan
reliabel apabila hasil-hasil pengukuran yang dilakukan dengan
menggunakan tes tersebut secara berulang-ulang terhadap subyek
yang sama senantiasa menunjukkan hasil yang tepat sama atau
sifatnya ajeg dan stabil. Dengan demikian suatu ujian dikatakan telah
memiliki realibitas (daya keajekan mengukur) apabila skor-skor atau
nilai-nilai yang diperoleh para peserta ujian untuk pekerjaan ujiannya
adalah stabil kapan saja dimana saja dan oleh siapa saja ujian itu
dilaksanakan, diperiksa dan dinilai.
Rumus yang digunakan untuk mencari reliabilitas tes bentuk
soal uraian yaitu Rumus Alpha (Suherman dan Sukjaya, 1990:194)
yaitu:
[ ] [ ∑ ]
Keterangan :
= keofisien reliabilitas
n = banyaknya butir soal
∑ = jumlah variansi skor tiap-tiap item
= variansi skor total
Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas yang
digunakan menurut Guilford (Suherman dan Sukjaya, 1990: 147)
Tabel 3.4
Klasifikasi Interpretasi Koefisien Reliabilitas
Nilai Interpretasi
Reliabilitas Sangat Rendah
Reliabilitas Rendah
Reliabilitas Sedang
Reliabilitas Tinggi
Reliabilitas Sangat tinggi
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai sebesar 0,84
dan termasuk ke dalam kategori sangat tinggi. Perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
c. Daya Pembeda
Daya pembeda menunjukkan kemampuan soal tersebut
membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang kurang
pandai. Suatu perangkat alat tes yang baik harus bisa membedakan
antara siswa yang pandai, rata-rata dan yang kurang pandai karena
dalam suatu kelas biasanya terdiri dari tiga kelompok tersebut.
Sehingga hasil evaluasinya tidak baik semua atau buruk semua, tetapi
haruslah berdistribusi normal, maksudnya siswa yang mendapat nilai
baik dan siswa yang mendapat nilai buruk ada (terwakili) meskipun
sedikit, bagian terbesar berada pada hasil cukup. Rumus yang
digunakan untuk menghitung daya pembeda soal uraian adalah
sebagai berikut:
Keterangan:
DP = Daya Pembeda
= jumlah skor siswa kelas atas
= jumlah skor siswa kelas bawah
SMi = Skor maksimum tiap butir soal
Klasifikasi interpretasi daya pembeda untuk tiap butir soal
menurut Suherman dan Sukjaya (1990:202) adalah sebagai berikut:
Tabel 3.5
Interpretasi Daya Pembeda
Nilai DP Kriteria Daya Pembeda
Sangat jelek
Jelek
Cukup
Baik
Sangat baik
Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa soal yang
memiliki interpretasi sangat baik ada 1 item soal, interpretasi baik ada
3 item soal dan interpretasi cukup ada 4 item soal. Untuk hasil
perhitungan daya pembeda tiap instrumen tes, selengkapnya dapat
dilihat dalam lampiran.
d. Tingkat Kesukaran
Bermutu atau tidaknya butir-butir item tes hasil belajar
pertama-tama dapat diketahui dari derajat kesukaran atau tingkat kesukaran
yang dimiliki oleh masing-masing butir item tersebut. Menurut
Witherington (Sudijono, 2001:317), sudah atau belum memadainya
derajat kesukaran item tes hasil belajar dapat diketahui dari besar
kecilnya angka yang melambangkan tingkat kesulitan dari item
tersebut.
Tingkat kesukaran dari tiap butir soal dapat dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut:
... (Suherman, 2003:43)
Keterangan:
TK = tingkat kesukaran
= jumlah skor siswa kelompok atas
= jumlah siswa
= skor maksimal setiap item
Klasifikasi tingkat kesukaran yang banyak digunakan
[image:30.595.117.519.104.704.2](Suherman, 2003:170) dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.6
Klasifikasi Tingkat Kesukaran
Nilai Interpretasi
Soal terlalu sukar
Soal Sukar
Soal Sedang
Soal Mudah
Soal terlalu mudah
Berdasarkan hasil perhitungan, dapat diketahui bahwa butir soal
1 dan 6 termasuk soal mudah. Butir soal 2, 3, dan 4 termasuk sedang.
Sedangkan soal lainnya termasuk soal berkategori sukar. Perhitungan
secara lengkap dapat dilihat pada lampiran.
2. Angket Siswa
Angket adalah sekumpulan pernyataan atau pertanyaan yang harus
dijawab oleh responden dengan cara memilih jawaban yang telah
disediakan. Tujuannya yaitu untuk mengetahui respons siswa terhadap
pembelajaran matematika dengan pendekatan pemecahan masalah dalam
upaya meningkatkan kemampuan analisis dan sintesis matematis siswa.
Menurut jenisnya angket termasuk ke dalam alat evaluasi non tes.
Angket diberikan kepada siswa setelah pelaksanaan pembelajaran pada
pertemuan ke enam. Skala yang digunakan dalam angket adalah skala
Likert. Skala Likert mempunyai gradasi dari suatu pernyataan positif
hingga pernyataan negatif. Jawaban pernyataan positif dan negatif dalam
skala Likert dikategorikan dengan 4 item pilihan jawaban yaitu SS (sangat
pernyataan skala sikap sesudah perlakuan divalidasi secara logis dan
empirik.
F. Prosedur Penelitian
Secara garis besar, prosedur penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap
sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
a. Identifikasi masalah
b. Konsultasi pemilihan judul dan penentuan loaksi penelitian.
c. Penyusunan dan seminar proposal penelitian.
d. Penyusunan instrumen penelitian, dan hasilnya dikonsultasikan
kepada pembimbing terlebih dahulu sebelum diujikan.
e. Revisi dan uji coba instrumen.
f. Melakukan perhitungan untuk mengetahui hasil uji instrumen. Hasil
perhitungan tersebut diolah untuk mengetahui validitas, reliabilitas,
daya pembeda dan tingkat kesukaran dari soal yang telah diujikan.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Pelaksanaan tes awal (pretest).
b. Implementasi model pembelajaran.
c. Pelaksanaan tes akhir (postest).
d. Memberikan angket sikap kepada siswa kelas eksperimen.
3. Tahap Akhir Penelitian
a. Pengumpulan data hasil penelitian.
b. Pengolahan data hasil penelitian.
c. Analisis data hasil penelitian.
d. Pembahasan hasil penelitian.
e. Penyimpulan hasil penelitian.
G. Teknik Pengolahan Data
Dari uraian sebelumnya telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan
untuk melihat pengaruh pendekatan pemecahan masalah terhadap
data atau nilai dalam penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan tes
(pretes dan postes) serta pengisian angket. Data yang diperoleh kemudian
dikategorikan ke dalam jenis data kuantitatif dan data kualitatif. Data
kuantitatif diperoleh dari hasil pretes dan postes, sementara data kualitatif
diperoleh dari hasil pengisian angket siswa.
Adapun langkah-langkah pengolahan data kuantitatif adalah sebagai
berikut:
1. Teknik Analisis Data Kuantitatif
Analisis dan pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan
menggunakan uji statistik terhadap hasil data pretes, postes dan
peningkatan kemampuan siswa (indeks gain) dari kelas eksperimen dan
kelas kontrol. Setelah data diperoleh, maka langkah selanjutnya adalah
menganalisis dan mengolah data kuantitatif dengan bantuan software
SPSS versi 21.0 for windows. Adapun langkah-langkahnya adalah
sebagai berikut:
a. Menguji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data kedua
kelas sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau
tidak. Apabila hasil pengujian menunjukkan bahwa sebaran data
berdistribusi normal maka pengujian dilanjutkan dengan uji
homogenitas. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji
Shapiro-Wilk karena jumlah data yang lebih dari 30.
Sedangkan jika hasil pengujian menunjukkan bahwa sebaran
dari salah satu atau semua data tidak berdistribusi normal, maka
untuk menguji kesamaan dua rata-rata digunakan kaidah statistika
non parametrik, yaitu dengan menggunakan uji Mann-Whitney. Uji
normalitas ini dilakukan terhadap skor pretes, postes dan indeks gain
b. Menguji Homogenitas Varians dari Kedua Kelompok.
Uji ini dilakukan untuk mengetahui asumsi yang dipakai dalam
pengujian kesamaan dua rata-rata dari skor pretes, postes, dan indeks
gain antara kedua kelompok. Uji homogenitas dilakukan dengan uji
Levene. Jika sebaran data tidak normal, uji homogenitas ini tidak
dipakai untuk uji kesamaan dua rata-rata independen.
c. Uji Kesamaan Dua Rata-rata.
Uji-t dilakukan untuk mengetahui apakah antara kelas
eksperimen dengan kelas kontrol terdapat perbedaan kemampuan
atau tidak pada pokok-pokok yang menjadi fokus penelitian setelah
perlakuan diberikan. Uji-t dilakukan jika data yang dianalisis
berdistribusi normal dan homogen. Jika data yang dianalisis
berdistribusi normal tetapi tidak homogen, maka digunakan uji t’.
Jika data yang dianalisis tidak berdistribusi normal dan tidak
homogen, maka digunakan uji statistik non parametrik yaitu
Mann-Whitney.
d. Analisis Data Indeks Gain.
Analisis data indeks gain dilakukan apabila rata-rata data hasil
pretes kedua kelas berbeda secara signifikan. Perhitungan indeks gain
dapat dihitung dengan rumus menurut Hake (Meltzer, 2002) sebagai
berikut:
Keterangan:
= gain score ternormalisasi
= skor pretes = skor postes
= skor maksimum ideal
Kriteria indeks gain, yaitu:
g-tinggi :
g-sedang :
Teknik analisis data indeks gain sama seperti yang dilakukan
dalam menganalisis data hasil pretes dan postes kedua kelas. Hasil
yang diharapkan dari analisis indeks gain adalah terdapat perbedaan
yang signifikan antara rata-rata indeks gain kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol. Dengan melihat rata-rata indeks gain kedua
kelompok, rata-rata yang lebih tinggi menunjukkan bahwa perlakuan
yang satu lebih baik terhadap peningkatan kemampuan analisis dan
sintesis.
e. Analisis terhadap Pengaruh antar Variabel
Untuk menentukan hubungan antara pembelajaran matematika
dengan pendekatan pemecahan masalah dengan kemampuan analisis
dan sintesis matematis digunakan rumus korelasi effect size menurut
Rosnow, dkk (1996) sebagai berikut:
√
Dengan
√
Menurut Rosnow, untuk memberikan penafsiran terhadap
pengaruh yang ditemukan tersebut besar atau kecil, maka dapat
berpedoman pada ketentuan sebagai berikut:
Effect size Penafsiran
Sangat Besar
Besar
Sedang
Kecil
Sangat Kecil
2. Teknik Analisis Data Kualitatif a. Analisis Data Angket
Angket siswa yang termasuk data kualitatif dianalisis dengan
menggunakan skala Likert, dimana terdapat 4 kategori sebagai derajat
Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Setiap
kategori memiliki bobot yang berbeda-beda sesuai dengan jawaban
setiap siswa. Pembobotan dari setiap kategori dijabarkan dalam Tabel
[image:35.595.119.517.192.738.2]3.7 tentang kategori jawaban angket.
Tabel 3.7
Pembobotan Skala Likert
Kriteria Positif Negatif
Sangat Setuju (SS) 4 1
Setuju (S) 3 2
Tidak Setuju (TS) 2 3
Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4
Rumus yang digunakan untuk menghitung persentase data
adalah sebagai berikut:
Keterangan:
= persentase jawaban
= frekuensi jawaban
= banyaknya responden
Penafsiran data angket siswa dilakukan dengan menggunakan
kategori persentase berdasarkan Parley (Nurhasanah, 2009: 48-49)
yang disajikan pada Tabel 3.8 berikut.
Tabel 3.8
Kriteria Persentase Angket Siswa
Persentase Jawaban Interpretasi
Seluruhnya bersikap positif
Hampir seluruhnya bersikap
positif
Sebagian besar bersikap positif
Setengahnya bersikap positif
Hampir setengahnya bersikap positif
Sebagian kecil bersikap positif
Langkah pertama dalam menyusun angket adalah membuat
kisi-kisi terlebih dahulu. Selanjutnya melakukan uji validitas isi butir
skala sikap dengan meminta pertimbangan teman kuliah dan dosen
pembimbing. Selanjutnya angket ini diujicobakan kepada 10 orang
siswa diluar sampel untuk mengetahui apakah setiap pernyataan yang
terdapat dalam angket dapat dipahami dengan baik atau tidak untuk
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian diperoleh beberapa kesimpulan
sebagai berikut.
1. Kemampuan analisis matematis siswa yang mendapat pembelajaran
dengan pendekatan pemecahan masalah tidak lebih baik dari kemampuan
analisis matematis siswa yang mendapat pembelajaran langsung.
2. Kemampuan sintesis matematis siswa yang mendapat pembelajaran
dengan pendekatan pemecahan masalah lebih baik daripada kemampuan
sintesis matematis siswa yang mendapat pembelajaran langsung.
3. Sebagian besar siswa SMK menunjukkan sikap negatif terhadap pembelajaran
dengan pendekatan pemecahan masalah untuk meningkatkan kemampuan
analisis dan sintesis matematis.
B. Saran
Berdasarkan analisis dan hasil penelitian, maka penulis mengemukakan
beberapa saran sebagai berikut:
1. Pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah dapat meningkatkan
kemampuan sintesis matematis, disarankan kepada para guru untuk
menerapkan pendekatan pemecahan masalah dalam pembelajaran di sekolah
sebagai upaya dalam meningkatkan kemampuan matematis siswa.
2. Karena kemampuan analisis tidak mengalami peningkatan yang signifikan,
maka diharapkan untuk penelitian selanjutnya dapat membuat bahan ajar yang
lebih baik sehingga kemampuan analisis dapat meningkat secara signifikan.
3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pemikiran untuk menyisipkan
pendekatan pemecahan masalah sebagai salah satu pembelajaran yang tepat
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, S. (2000). Memecahkan Masalah dalam Matematika. Jurnal Gentengkali, 3, (1), 36-39.
Alam, N dan Pathuddin. (2002). Pemecahan Masalah dalam Matematika. Kreatif,
Jurnal Pendidikan dan Seni. 5, (3), 59 –72).
Ansari, B.I. (2003). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan
Komunikasi Matematik melalui Strategi Think-Talk-Write. Disertasi
PPS UPI Bandung; Tidak direbitkan.
Azwar, S. (1995). Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Liberty.
Arikunto, S. (2002). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
As’ari, A.R. (1992). Kegiatan Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran
Matematika. Majalah Eksakta, 21 (60): 13 –22.
Bloom, F, H. (1978). Teaching and Learning Mathematics (in Secondary School). USA: Wm C Brown Company Publisher.
Budiningsih, C. A. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Calhoun, J.F dan Joan R.A. (1995). Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan
Kemanusiaan. Semarang : IKIP Semarang.
Dahar, R. W. (1996). Teori-teori Belajar. Bandung: Erlangga.
Depdikbud. (1993). Kurikulum Sekolah Menengah Umum: Garis-garis Besar
Program Pengajaran. Jakarta: Depdikbud.
Dolan, P dan Williamson, J. (1983). Teaching Problem Solving Strategies. California: Addison Wesley Publishing Company.
Dwirahayu. (2008). Pengaruh Pendekatan Pemecahan Masalah terhadap
Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa. Tesis FKIP
Herdian. (2010). Kemampuan Berpikir Analitis. [Online]. Tersedia:
http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-berpikir-analitis/ [23 Juni 2013].
Herman, T. (2005). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan
kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Bandung: Program Pasca Sarjana UPI.
Hudojo, H. (1988). Strategi Mengajar Belajar Matematika. Jakarta : DepDikbud.
Hudojo, H. (1990). Matematika dan Pelaksanaannya di Depan Kelas. Jakarta : DepDikbud.
Hudojo, H. (2001). Common Textbook: Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Edisi Revisi. Malang: JICA_Universitas Negeri Malang.
Indrawati, Y. (2006). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru Matematika pada Sekolah Menengah Kejuruan. Jurnal MB UNSRI.
7, (2), 1-18.
Institute of Education Sciences NCES (National Center for Education Statistic) Washington. (2003). Tersedia: http://nces.ed.go v/timss/results O3. [10 Agustus 2012].
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Tersedia:
http://joegolan.wordpress.com/2009/04/13/pengertian-belajar/ [2 sept 2012].
Kerka, Sandra. (1992). Higher Order Thinking Skills in Vocational Education. [Online]. Tersedia: http://www.ericdigests.org/1992-1/order.html. [18 September 2012].
Mar’at. (1982). Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukurannya. Bandung: Ghalia Indonesia.
Tersedia: http://www.physics.iastate.edu/per/docs/AJP-Dec-2002-Vo.70-1259-1268.pdf. [2 September 2012].
MKPBM. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. UPI Bandung: JICA.
Muncarno. (2001). Penyelesaian Soal Cerita dengan Langkah-langkahPemecahan Masalah untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Sekolah Menengah. Tesis UPI Bandung.
Nasution, S. (1992). Metode Penelitian Naturalistik-Kwalitatif. Tarsito: Bandung.
NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standard for School Mathematics. Reston: National Council of Teachers of Mathematics.
NCTM. (2000). Principle and Standards for School Mathematics. Reston, V A: NCTM
Newell, Simon, H.A. (1997). Human Problem Solving. New Jersey: Prentice Hall.
Nuralam. (2009). Pemecahan Masalah sebagai Pendekatan dalam Belajar
Matematika. JurnalFPMIPA IAIN Ar-Raniry Banda Aceh. 5, (1), 1-13.
Nurhasanah, L. (2009). Meningkatkan Kompetensi Strategis (Strategi
Competence) Siswa SMP Melalui Model PBL (Problem Based Learning).
FPMIPA UPI Bandung. Tidak diterbitkan.
Pardjono dan Wardaya. (2009). Peningkatkan Kemampuan Analisis, Sintesis dan
Evaluasi Melalui Pembelajaran Problem Possing. Jurnal FT UNY. 28, (3),
1-13.
Polya, G. (1973). How to Solve It (A New Aspect of Mathematics Method). Second Edition. New Jersey: Princenton University Press.
Priatna, N. (2000). Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan
Pemecahan Masalah Pada siswa SLTP. Prosiding Seminar Nasional.
Rosnow, R.L, dan Rosenthal, R. (1996). Computing contrasts, effect sizes, and
counternulls on other people’s published data: General procedures for research consumers. Psychological Methods, 1, 331–340.
Ruseffendi, E.T. (1988). Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini untuk
Guru dan SPG. Bandung: Tarsito.
Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Sagala, S. (2005). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV. Alfabeta
Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Sanjaya, W. (2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta : Kencana.
Sanjaya, Wina. Dr. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Slamet P. H. (2001). Pendidikan Kecakapan Hidup: Konsep Dasar. Editorial Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Edisi 36.
Slameto. (2003). Belajar Dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Soedijarto (2004). Pendidikan untuk masa Depan (Undang-Undang Sisdiknas 2003 Dipandang dari Kepentingan Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan Memajukan Kebudayaan Nasional Bangsa Indonesia. Jakarta: Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia.
Sudarmin, U. (2007). Strategi Pemecahan Masalah dalam Penyelesaian Soal
Cerita. Jurnal SI UNM. 2, (2).
Sudjimat, D. A. (2000). Pembelajaran Pemecahan Masalah dalam Mata
Pelajaran Matematika Sekolah Dasar. Suatu Studi Eksplorasi. Desertasi
tidak diterbitkan. Malang: PPS Universitas Negeri Malang.
Sudjana, N. (1990). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Sudjana, N. (1996). Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Sugandi, A. (2000). Belajar dan Pembelajaran. Semarang : IKIP PRESS.
Sugandi, A. (2004). Teori Pembelajaran. Semarang : UPT MKK UNNES.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D. Bandung: Alfabeta.
Suherman, E. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
Suherman, E. (2003). Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan
Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah
Sumantri, dan Permana M. (1999). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Depdikbud Dirjen Dikti.
Sumarmo, U. (1993). Suatu Alternatif Pengajaran Untuk Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Pada Guru dan Siswa SMP. Bandung: FPMIPA IKIP.
Sumarmo, U. (2005). Pengembangan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa
SLTP dan SMU serta Mahasiswa S1 Melalui Berbagai Pendekatan Pembelajaran. Laporan Penelitian Lemlit UPI Bandung. Tidak diterbitkan.
Tumarang, K. (2000). Pembelajaran melalui Problem Solving Untuk
Menumbuhkan dan Meningkatkan Pemahaman Konsep Pengurangan Bagi Siswa Sekolah Dasar Kelas 1. Tesis. Tidak diterbitkan Malang: PPS
Uyanto, S. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Graha Ilmu Yogyakarta.
Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika dan
Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi. UPI: Tidak
diterbitkan.
Wardiman, (1998). Pengembangan Sumber Daya Manusia Melalui Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK). Jakarta: PT. Jayakarta Agung Offset.