• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN ANALISIS DAN SINTESIS MATEMATIS SISWA SMK.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN ANALISIS DAN SINTESIS MATEMATIS SISWA SMK."

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN ANALISIS

DAN SINTESIS MATEMATIS SISWA SMK

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh

SINTA VERAWATI DEWI 1009488

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG

(2)
(3)
(4)

ABSTRAK

Sinta Verawati Dewi (1009488). “Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan

Pemecahan Masalah Terhadap Peningkatan Kemampuan Analisis dan Sintesis

Matematis Siswa SMK.” Tesis, Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Juli 2013.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) apakah kemampuan analisis matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah lebih baik daripada kemampuan analisis matematis siswa yang mendapat pembelajaran langsung; (2) seberapa besar pengaruh pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah terhadap kemampuan analisis matematis siswa; (3) apakah kemampuan sintesis matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah lebih baik daripada kemampuan sintesis matematis siswa yang mendapat pembelajaran langsung; (4) seberapa besar pengaruh pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah terhadap kemampuan sintesis matematis siswa; (5) Bagaimana sikap siswa SMK terhadap pendekatan pemecahan masalah untuk meningkatkan kemampuan analisis dan sintesis matematis siswa. Penelitian ini dilaksanakan di SMK PUI Cikijing Majalengka pada tahun ajaran 2012/2013 semester genap. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan pemecahan masalah. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 77 siswa, 37 siswa kelas eksperimen dan 40 siswa kelas kontrol yang diperoleh dengan teknik cluster random sampling pada siswa kelas X. Kemampuan analisis dan sintesis matematis diukur dengan menggunakan tes essai yang terdiri dari 8 soal uraian, dengan koefisien reliabilitas 0,84. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kemampuan analisis matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah tidak lebih baik daripada kemampuan analisis matematis siswa yang mendapat pembelajaran langsung; (2) pengaruh yang ditimbulkan dari penerapan pendekatan pemecahan masalah terhadap kemampuan analisis adalah sebesar 0,05, nilai tersebut termasuk kepada kategori sangat kecil. (3) kemampuan sintesis matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah lebih baik daripada kemampuan sintesis matematis siswa yang mendapat pembelajaran langsung; (4) pengaruh yang ditimbulkan dari penerapan pendekatan pemecahan masalah terhadap kemampuan sintesis adalah sebesar 0,74, nilai tersebut termasuk kepada kategori besar; (5) sebagian besar siswa SMK menunjukkan sikap negatif terhadap pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah untuk meningkatkan kemampuan analisis dan sintesis matematis.

(5)

ABSTRACT

Sinta Verawati Dewi (1009488). "The Effect of Learning by Problem Solving

Approach toward Improved Analysis Capability and Mathematical Synthesis of Vocational students." Thesis, Mathematics Education Program Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Juli 2013.

The purpose of this research was to determine (1) whether the mathematical analytical skills of students who received learning with problem-solving approach is better than mathematical analytical skills of students who received direct instruction, (2) how much influence the learning by problem-solving approach to the analysis of students' mathematical ability, (3) whether the ability of the synthesis mathematical learning of students who received problem-solving approach is better than the synthesis of mathematical skills of students who received direct instruction, (4) how much influence learning by problem-solving approach to the synthesis of students' mathematical ability, (5) What is the attitude towards vocational students problem-solving approach to improve students' mathematical analysis and synthesis. The research was conducted at SMK PUI Cikijing Majalengka in the academic year 2012/2013 second semester. The approach used in this study is a problem-solving approach. Subjects in this study amounted to 77 students, 37 students experiment class and the control class of 40 students obtained by random cluster sampling technique in class X. Analysis and synthesis of mathematical ability were measured using an essay test consisting of 8 questions description, with a reliability coefficient of 0.84. The results showed that (1) the ability of mathematical analysis that gets students learning with problem-solving approach is no better than the mathematical analytical skills of students who received direct instruction, (2) effects arising from the application of problem-solving approach to the analysis is the ability of 0.05 , the value of including the very small category. (3) synthesis of mathematical ability of students who received learning with problem-solving approach is better than the synthesis of mathematical skills of students who received direct instruction, (4) the effect arising from the application of problem-solving approach to the synthesis capability is equal to 0.74, the value of including the broad categories, (5) the majority of vocational students showed a negative attitude towards learning with problem-solving approach to improve the mathematical skills of analysis and synthesis.

(6)

DAFTAR ISI

Daftar Isi ... i

Daftar Tabel ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Definisi Operasional ... 13

BAB II KAJIAN TEORITIS ... 15

A. Pembelajaran Matematika ... 15

B. Pendekatan Pemecahan Masalah ... 17

C. Pembelajaran Langsung ... 23

D. Sikap Siswa terhadap Pendekatan Pemecahan Masalah ... 25

E. Hakikat Kemampuan Analisis ... 26

F. Hakikat Kemampuan Sintesis ... 29

G. Teori Belajar yang Mendukung Pendekatan Pemecahan Masalah .. 31

H. Teori Belajar yang Mendukung Pendekatan Pembelajaran Langsung ... 33

I. Penelitian yang Relevan ... 34

J. Hipotesis ... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 37

B. Desain Penelitian ... 37

C. Populasi dan Sampel ... 38

D. Variabel Penelitian ... 38

E. Instrumen Penelitian ... 38

1. Tes kemampuan analisis dan sintesis ... 38

2. Angket Siswa... 43

(7)

G. Teknik Pengolahan Data ... 46

1. Teknik Analisis Data Kuantitatif ... 47

2. Teknik Analisis Data Kualitatif... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 52

A. Hasil Penelitian ... 52

1. Analisis Data Kemampuan Analisis ... 53

2. Analisis Data Kemampuan Sintesis ... 60

3. Analisis Data Skala Sikap ... 66

B. Pembahasan ... 69

C. Keterbatasan Penelitian ... 72

BAB V PENUTUP ... 73 DAFTAR PUSTAKA

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan komponen yang sangat penting dalam

membentuk sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi segala

persoalan hidup. Seseorang menganggap suatu keadaan sebagai masalah bagi

dirinya, tapi mungkin keadaan tersebut bukan merupakan suatu masalah bagi

orang lain. Kita sebagai makhluk yang diberi akal oleh Sang Pencipta

hendaknya terampil dalam memecahkan setiap masalah, kita dituntut untuk

selalu berpikir bagaimana memecahkan masalah yang kita hadapi.

Begitu juga siswa dalam mempelajari matematika seringkali

menghadapi masalah, karena kebanyakan dari mereka tidak berhasil dalam

menyelesaikannya. Matematika merupakan suatu alat yang ampuh dalam

pemecahan berbagai masalah ilmu pengetahuan dan teknologi. Matematika

juga dapat melatih kemampuan berpikir logis, kritis, sistematis, kreatif dan

kemampuan untuk dapat bekerjasama secara efektif. Sikap dan cara berpikir

ini, salah satunya dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran

matematika, karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat

serta jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan siapapun yang

mempelajarinya terampil berpikir rasional dalam memecahkan masalah.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib untuk sekolah

jenjang dasar dan menengah. National Council of Teachers of Mathematics

(NCTM, 1989) menyatakan standar matematika sekolah meliputi standar isi

atau material (mathematical content) dan standar proses (mathematical

prosseses). Di dalam standar proses meliputi pemecahan masalah (problem

solving), penalaran dan pembuktian (reasoning and proof), keterkaitan

(connection), komunikasi (communication) dan representasi (representation).

Melalui standar tersebut diharapkan siswa dapat menggunakan matematika

dalam kehidupan sehari-hari yang penekanannya pada penataan nalar atau

(9)

Berdasarkan Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP)

matematika, tujuan umum diberikannya matematika pada jenjang pendidikan

dasar dan menengah meliputi dua hal, yaitu: (1) menyiapkan siswa agar

sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia

yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara

logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien, (2) menyiapkan siswa

agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam

kehidupan sehari-hari serta dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan

Suherman (2003:56).

Dari tujuan umum tersebut dapat dilihat bahwa matematika di sekolah

memegang peranan yang sangat penting. Siswa memerlukan matematika

untuk memenuhi kebutuhan praktis dan pemecahan masalah dalam kehidupan

sehari-hari, dan untuk membantu memahami bidang studi lain agar siswa

dapat berpikir logis, kritis dan praktis serta bersikap positif dan berjiwa

kreatif. Cawley, Bkaer-Kroezynsky, dan Urban (Suherman, 2001: 152)

mengatakan bahwa guru harus mengetahui atau memahami bahwa tujuan

utama dalam mengajar matematika pada semua siswa adalah mengembangkan

kemampuan dalam memecahkan masalah sehari-hari.

Betapa pentingnya kemampuan pemecahan masalah pada pembelajaran matematika tertera pada pernyataan As’ari (1992 : 22) bahwa pemecahan masalah merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam pengajaran

matematika. Menurut Abdullah (2000: 37), salah satu tujuan utama belajar

matematika adalah bahwa siswa mampu memecahkan masalah. Lebih lanjut

Branca (Alam dan Pathudin, 2002: 60) menegaskan bahwa: (1) kemampuan

pemecahan masalah merupakan tujuan umum dan kemampuan dasar dalam

pembelajaran matematika. Dengan demikian, pemecahan masalah merupakan

bagian inti dalam pembelajaran matematika.

Sejak tahun 1980-an, berdasarkan rekomendasi yang diterbitkan oleh

National Council of Teachers of Mathematics of the 1980’s yang menyatakan

bahwa pemecahan masalah harus menjadi fokus bagi matematika sekolah di

(10)

saja dipandang sebagai fokus utama dari kurikulum matematika, namun juga

merupakan tujuan utama dari pembelajaran matematika dan bagian integral

dari semua kajian matematika.

Terdapat beberapa bukti empirik yang menunujukkan bahwa

pembelajaran matematika melalui pemecahan masalah menunjukkan hasil

yang positif. Penelitian Guetnon dan Wooten (Sudjimat, 2000: 7)

mengemukakan bahwa kelompok siswa yang diajar melalui pemecahan

masalah memiliki skor kemampuan menyelesaikan soal yang lebih tinggi dari

pada kelompok yang tidak diajar melalui pemecahan masalah. Penelitian

serupa dilakukan oleh Priatna (2000 : 45) menunjukkan bahwa pembelajaran

dengan pendekatan pemecahan masalah secara signifikan lebih baik dari pada

pendekatan langsung. Hasil penelitian Tumarang (2000: 107) menunjukkan

bahwa pembelajaran melalui pendekatan pemecahan masalah dapat

meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Kerka (1992) menyatakan,

Vocational educators need to provide learning environments that enable students to develop the thinking skills they need for problem solving and learning throughout their careers. Recent advances in cognitive psychology provide insights into thinking processes and learning behavior that can help teacher prepares students for the demand of the workplace.”

Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa guru di sekolah

perlu menciptakan lingkungan belajar yang mampu mengembangkan

keterampilan berpikir yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah yang

ada di dunia kerja, mengupayakan pembelajaran yang mampu mengaktifkan

siswa dan mengembangkan kemampuan berpikir terutama berpikir tingkat

tinggi dengan pembelajaran berbasis pemecahan masalah.

Keterampilan dalam memecahkan masalah matematika berguna untuk

melatih berfikir logis, kritis, kreatif dan inovatif. Kompetensi tersebut

diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh,

mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan

(11)

masalah bagi peserta didik SMK/MAK juga berfungsi membentuk kompetensi

program keahlian. Dengan mengajarkan cara memecahkan masalah melalui

pendekatan pemecahan masalah diharapkan peserta didik dapat

menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dan mengembangkan diri di

bidang keahlian dan pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan suatu lembaga

pendidikan yang bertanggung jawab dalam mencetak sumber daya manusia

yang memiliki kemampuan akademis sekaligus keahlian khusus. Hal ini sesuai

dengan misi SMK yakni menyiapkan siswanya untuk memasuki dunia kerja.

Menurut Wardiman (1998:29), setiap generasi muda Indonesia harus memiliki

kualitas dasar dan kualitas instrumental. Kualitas dasar meliputi beriman dan

bertaqwa kepada Tuhan, berbudi pekerti luhur, cerdas, berdisiplin, sehat

jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri, dan memiliki

tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Kualitas instrumental

adalah kualitas yang harus selalu diperbaiki sesuai dengan perubahan yang

meliputi kemampuan produktif, kemampuan menggunakan sumber daya,

kemampuan berkomunikasi, kemampuan kerjasama, kemampuan

menggunakan data dan informasi, kemampuan memecahkan masalah, dan

kemampuan menggunakan IPTEK. Oleh karena itu, pendidikan kejuruan tidak

hanya harus adaptif tetapi juga harus antisipatif terhadap perubahan sehingga

lulusannya mampu menyesuaikan dengan kemajuan dengan memiliki

pengetahuan dan kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Saat ini industri telah banyak yang mengintegrasikan teknologi dalam

proses produksi maupun proses pengelolaan sumber dayanya sehingga mereka

memerlukan tenaga kerja yang memiliki kemampuan berpikir. Sementara bagi

SMK pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi belum menjadi

prioritas. Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu

pendidikan di Indonesia sampai saat ini tampaknya belum berhasil dengan

baik. Hal ini terlihat dari ditetapkannya batas lulus ujian nasional matematika

SMK tahun 2011 di Indonesia yang masih rendah, yaitu batas lulus

(12)

harus 7,0 asalkan rata-rata seluruh mata pelajaran yang diujikan 6,0.

Penetapan batas lulus ini masih mendapat protes dari berbagai pihak, supaya

batas lulus yang rendah ini dapat diturunkan lagi.

Kenyataan lain mengenai rendahnya hasil belajar matematika siswa

terlihat dari hasil evaluasi mata pelajaran matematika pada 38 siswa kelas XII

SMK PUI Cikijing, dengan soal tes seperti tampak pada Tabel 1.1 yang

berkaitan dengan kemampuan analisis dan sintesis matematis siswa.

Tabel 1.1

Soal Tes Kemampuan Analisis Dan Sintesis

Analisis Sintesis

Jumlah siswa SMK A 1400 orang, terdiri

dari jurusan akuntansi, bisnis manajemen,

perkantoran dan broadcasting. Bila jurusan

akuntasi 200 orang, bisnis manajemen 250

orang, perkantoran 450 orang dan sisanya

broadcasting. Bagaimana cara menemukan

persentase jumlah siswa jurusan

broadcasting?

Diketahui x, y, z adalah bilangan

bulat positif yang memenuhi

dan h adalah Faktor Persekutuan

Terbesar dari x, y, z. Buktikan bahwa

hxyz adalah bilangan kuadrat sempurna. Buktikan pula bahwa h(y − x) adalah juga bilangan kuadrat

sempurna.

Hasil dari Tabel 1.1 dapat dilihat pada Tabel 1.2. berdasarkan data pada

Tabel 1.2 terlihat bahwa sebagian besar siswa masih banyak yang mengalami

kesulitan dalam menyelesaikan soal tes yang telah diberikan, padahal soal

tersebut merupakan soal-soal yang bersifat rutin. Jika siswa sudah mengalami

kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal yang bersifat rutin, maka dapat

diprediksi bagaimana kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang

non rutin. Kenyataan yang menunjukkan banyaknya siswa yang mengalami

kesulitan mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya perencanaan

pengajaran yang kurang, penggunaan metode yang tidak tepat dapat

menimbulkan kebosanan dan kurang kondusifnya pada sistem pembelajaran

(13)

Tabel 1.2

Nilai Rata-rata Tes Kemampuan Analisis dan Sintetis Matematis

Interval Penilaian Nilai Huruf Tingkat Kemampuan Banyak Siswa Persentase Jumlah Siswa Rata-Rata Kemampuan Siswa

35 ke atas A Sangat Tinggi 3 7,89%

5,33

(42,09%)

27 – 34 B Tinggi 5 13,15 %

19 – 26 C Sedang 8 21,05 %

11 – 18 D Rendah 15 39,47% 11

(57,89%)

10 ke bawah E Sangat Rendah 7 18,42 %

Salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan matematika di

Indonesia adalah masih banyaknya sekolah yang mengembangkan proses

pembelajaran dengan pembelajaran langsung. Akibat dari kurangnya

penggunaan kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam menyelesaikan masalah

matematika menyebabkan siswa kesulitan dalam menyelesaikan persoalan

dalam kehidupannya. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Soedijarto (2004)

yang menyatakan bahwa kegiatan pembelajaran di negara berkembang

(termasuk Indonesia) pada saat ini tidak lebih dari mencatat, menghafal dan

mengingat kembali dan tidak menerapkan pendekatan modern dalam proses

pembelajaran.

Selanjutnya, Herman (2005) menyatakan bahwa sampai saat ini pada

umumnya guru-guru matematika terlalu berkonsentrasi pada latihan

penyelesaian soal yang bersifat prosedural dan mekanistis. Pembelajaran

seperti ini tidak dapat mengakomodasi perkembangan kemampuan berpikir

tingkat tinggi seperti kemampuan analisis dan sintesis matematis tetapi hanya

mengakomodasi pengembangan kemampuan berpikir tingkat rendah.

Berdasarkan data Institute of Education (2003), hasil penelitian yang

dilakukan secara internasional dalam Trends in International mathematics and

Science Study (TIMSS) menunjukan bahwa Indonesia menempati peringkat

ke-34 dari 45 dalam hal penguasaan pelajaran di bidang matematika. Padahal

(14)

Leung pada tahun 2003, jumlah jam pengajaran matematika di Indonesia jauh

lebih banyak dibandingkan dengan Negara lain seperti Malaysia dan

Singapura.

Menurut Indrawati (2006:2), dua masalah utama dalam pendidikan

matematika di Indonesia adalah rendahnya prestasi siswa (baik dalam daya

saing siswa diajang Internasional maupun rendah dalam nilai rata-rata

EBTANAS murni nasional khususnya matematika) serta kurangnya minat

mereka dalam belajar matematika (matematika dianggap sulit dan diajarkan

dengan metode yang tidak menarik karena guru menerangkan, sedangkan

siswa hanya mencatat). Diduga, pembelajaran matematika di Indonesia masih

menggunakan pembelajaran langsung yang menekankan pada latihan

mengerjakan soal (drill and practice), prosedur serta penggunaan rumus.

Siswa kurang terbiasa memecahkan masalah yang banyak di sekeliling

mereka. Sementara itu banyak negara telah mereformasi sistem pendidikan

matematika dari pembelajaran langsung ke arah aplication based curricular,

yaitu mendekatkan matematika ke alam nyata bagi siswa melalui aplikasi atau

masalah kontekstual yang bermakna serta proses yang membangun sikap

siswa ke arah yang positif tentang matematika.

Saat ini teori kognitif telah banyak dikembangkan dan

diimplementasikan di sekolah umum dan baru sedikit sekali yang

dikembangkan di sekolah kejuruan. Banyak pengguna lulusan SMA lebih

mampu beradaptasi dengan perkembangan dibandingkan dengan lulusan

SMK. Slamet (2001) menyatakan bahwa tingkat kecakapan berpikir seseorang

akan berpengaruh terhadap kesuksesan hidupnya. Oleh karena itu, peserta

didik di SMK perlu dibekali dasar dan latihan-latihan cara berpikir,

diantaranya berpikir induktif, deduktif, dan pemecahan masalah. Dengan

demikian, meskipun SMK menitikberatkan program pendidikan dan pelatihan

kejuruan tertentu, namun perlu dikembangkan kemampuan berpikir dan

kognitif tingkat tinggi agar mereka mampu mengembangkan teknologi. Hal

tersebut sejalan dengan pendapat Sagala (2005), diperlukan persyaratan

(15)

dalam belajar antara lain memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi yang

ditandai dengan berpikir kritis, logis, sistematis dan objektif.

Berpikir tingkat tinggi sangatlah dibutuhkan untuk proses pembelajaran

yang akan diikuti oleh siswa. Tanpa daya nalar yang baik sulit bagi siswa

untuk mengikuti pembelajaran dengan lancar dan mencapai tujuan utamanya.

Hal ini sesuai dengan ungkapan dari Wahyudin (1999), salah satu penyebab

lemahnya kemampuan siswa dalam memahami konsep matematika adalah

kurangnya kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Kemampuan menganalisis dan mensintesis suatu permasalahan tidak

lahir dengan sendirinya tetapi melalui proses dalam tatanan kehidupan

pembelajaran, yakni kegiatan proses belajar mengajar di sekolah. Dengan

adanya kegiatan pembelajaran diharapkan mampu meningkatkan kemampuan

analisis dan sintesis dalam permasalahan matematika secara umum. Namun

kadang masih banyak sekolah yang belum secara serius mengembangkan

proses-proses pembelajaran dengan menggunakan konsep ini.

Menurut Wardiman (1998:57), kebiasaan salah di SMK pada saat

kegiatan pembelajaran antara lain guru mengajar dengan cara menulis dipapan

tulis. Proses pembelajaran tidak menerapkan sistem belajar tuntas, proses

pengajaran yang ditampilkan tidak berwawasan ekonomi, tidak berwawasan

nilai tambah, guru tidak mendorong siswa belajar dari buku (belajar hanya

pada apa yang dijelaskan lisan dan ditulis guru), dan tidak membetuk etos

kerja serta guru tidak membuat lembar kerja atau rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP). Siswa SMK pada umumnya tidak terlibat aktif dalam

proses pembelajaran. Sifat kurang aktif siswa yang seringkali di dukung oleh

anggapan bahwa guru selalu benar, sehingga siswa cenderung menunggu guru

mengarahkan atau memberi intruksi. Pola komunikasi dalam proses

pembelajaran yang umumnya hanya satu arah menyebabkan siswa pasif dan

guru cenderung lebih aktif. Dengan demikian, pembelajaran seperti ini kurang

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan

inovatif, kemandirian, kemampuan pemecahan masalah dan

(16)

Terdapat beberapa hal penting berkaitan dengan rendahnya kemampuan

analisis dan sintesis matematis siswa SMK sebagai identifikasi masalah yaitu

sebagai berikut:

1. Kurangnya motivasi dari siswa SMK terhadap tugas yang diberikan guru

karena keterbatasan media yang dimiliki, sehingga siswa melakukan

praktek sekedar memenuhi tugas saja.

2. Kurangnya kemandirian dari siswa SMK dalam belajar, terlihat dari

kegiatan praktek dimana siswa lebih sering hanya mengikuti siswa lain

yang dianggap pandai.

3. Kemampuan analisis matematis siswa SMK rendah, dilihat dari laporan

praktek hanya 10% siswa yang mampu menganalisis permasalahan

matematika yang diberikan oleh guru, seperti kemampuan membedakan

bagian, mengidentifikasi elemen dan melihat dari satu titik pandang suatu

sistem.

4. Kemampuan sintetis siswa SMK rendah, hanya 15% siswa yang mampu

mensintesis masalah matematika yang diberikan oleh guru seperti

kemampuan menghubungkan satu masalah yang dihadapi dengan kondisi

ideal yang diinginkan. Siswa tidak bisa mengkombinasikan teori yang

mendasari bekerjanya suatu sistem dengan teori yang mendasari kerja

masing-masing komponen dalam sistem, yang pada akhirnya siswa tidak

mampu memprediksi kemungkinan yang akan terjadi dan

permasalahannya jika ternyata sistem tidak bekerja dengan baik.

5. Banyak siswa malas belajar matematika karena cara guru yang mengajar

tidak sesuai dengan keinginan siswa.

6. Ada sebagian siswa berpendapat bahwa guru matematika tidak dapat

menyampaikan materi dengan menarik dan menyenangkan.

Hal-hal di atas dapat terjadi karena kegiatan menganalisis dan

mensintesis masalah dalam pembelajaran matematika belum dijadikan

sebagai kegiatan yang utama. Guru masih menggunakan pembelajaran secara

langsung, dimana guru menjelaskan materi yang telah disiapkan dan

(17)

mencatat atau menyalin yang cenderung menghafal rumus atau aturan

matematika dengan tanpa makna, sehingga mengakibatkan rendahnya

kemampuan analisis dan sintesis matematika. Kesulitan yang dialami siswa

dalam belajar matematika dan rendahnya hasil belajar yang diperoleh dapat

disebabkan karena pembelajaran yang diterapkan tidak sesuai dengan

kemampuan siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Hudojo (1988:95) bahwa “Nampaknya matematika bukanlah suatu bidang studi yang sulit dipelajari, asalkan strategi penyampaiannya cocok dengan kemampuan yang mempelajarinya”. Oleh karena itu seorang guru dituntut untuk mencari dan menenmukan suatu cara mengajar yang sesuai dengan kemampuan siswa.

Pengertian ini mengandung arti bahwa guru diharapkan dapat

mengembangkan, menemukan dan melaksanakan suatu pendekatan

pembelajaran yang menarik sesuai dengan kemampuan siswa sehingga minat

siswa terhadap pelajaran matematika dapat tumbuh dengan baik.

Dalam hal ini, pendekatan yang dapat digunakan adalah pendekatan

pemecahan masalah. Suherman (2001:70) menyatakan bahwa pendekatan

pembelajaran matematika merupakan upaya yang ditempuh guru dalam

melaksanakan pembelajaran agar konsep matematika yang disajikan bisa

beradaptasi dengan siswa. Artinya materi pelajaran yang baru dipelajari bisa

dipadukan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sehingga

menjadikan pengetahuan baru itu bermakna dan dapat membangun pengertian

dalam pikiran siswa. Pendekatan pemecahan masalah yang diadopsi dari

George Polya terdiri dari 4 tahapan, yaitu (1) memahami masalah, (2)

merencanakan penyelesaian, (3) melakukan perhitungan, dan (4) memeriksa

kembali hasil.

Melalui pendekatan pemecahan masalah diharapkan dapat

menumbuhkembangkan minat siswa ke arah yang positif dalam mempelajari

(18)

lapangan tidaklah sesuai dengan yang diharapkan. Hasil wawancara yang

dilakukan terhadap 37 siswa SMK PUI Cikijing diperoleh data sebesar 10

siswa (27%) siswa yang menyenangi pelajaran matematika. Hal ini

menunjukkan adanya sikap negatif siswa (tidak menyukai) terhadap pelajaran

matematika.

Fenomena sikap negatif siswa terhadap pelajaran matematika ini

menjadi permasalahan yang akan diteliti dan dikaji nantinya, dengan harapan

agar pelajaran matematika menjadi pelajaran yang disenangi oleh siswa. Jika

siswa memiliki sikap negatif terhadap pelajaran matematika, dengan

sendirinya minat siswa terhadap pelajaran matematika tidak akan terbentuk.

Hal ini senada dengan pendapat Panjaitan (2009:219) yang menyatakan, “Sikap siswa terhadap matematika erat kaitannya dengan minat siswa terhadap matematika, bahkan sebagian dari sikap merupakan akibat dari

minat, misalnya siswa yang berminat terhadap matematika maka ia akan suka

mengerjakan tugas matematika, ini pertanda bahwa siswa tersebut bersikap positif terhadap matematika”.

Sikap dan penampilan siswa di dalam kelas merupakan aspek yang bisa

mempengaruhi proses pembelajaran. Adakalanya ditemukan siswa yang

sangat aktif dan ada pula siswa yang pendiam, tidak sedikit juga ditemukan

siswa yang memiliki motivasi yang rendah dalam belajar (Sanjaya, 2008).

Betapa pentingnya pendekatan pemecahan masalah dalam pembelajaran

matematika pada siswa SMK, maka penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan Pemecahan Masalah Terhadap Peningkatan Kemampuan Analisis dan Sintesis Matematis Siswa SMK”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,

maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah kemampuan analisis matematis siswa yang mendapat

(19)

kemampuan analisis matematis siswa yang mendapat pembelajaran

langsung?

2. Berapakah besarnya pengaruh pembelajaran dengan pendekatan

pemecahan masalah terhadap kemampuan analisis matematis siswa?

3. Apakah kemampuan sintesis matematis siswa yang mendapat

pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah lebih baik daripada

kemampuan sintesis matematis siswa yang mendapat pembelajaran

langsung?

4. Berapakah besarnya pengaruh pembelajaran dengan pendekatan

pemecahan masalah terhadap kemampuan sintesis matematis siswa?

5. Bagaimana sikap siswa SMK terhadap pendekatan pemecahan masalah

untuk meningkatkan kemampuan analisis dan sintesis matematis siswa?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apakah kemampuan analisis matematis siswa yang

mendapat pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah lebih baik

daripada kemampuan analisis matematis siswa yang mendapat

pembelajaran langsung.

2. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh pembelajaran dengan

pendekatan pemecahan masalah terhadap kemampuan analisis matematis

siswa.

3. Untuk mengetahui apakah kemampuan sintesis matematis siswa yang

mendapat pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah lebih baik

daripada kemampuan sintesis matematis siswa yang mendapat

pembelajaran langsung.

4. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh pembelajaran dengan

pendekatan pemecahan masalah terhadap kemampuan sintesis matematis

(20)

5. Untuk mengetahui sikap siswa SMK terhadap pendekatan pemecahan

masalah dalam meningkatkan kemampuan analisis dan sintesis matematis

siswa.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai

berikut:

1. Bagi siswa, sebagai masukan dalam rangka mengembangkan kemampuan

analisis dan sintesis matematis.

2. Bagi guru, sebagai informasi bagi guru bahwa pendekatan pemecahan

masalah merupakan salah satu alternatif di SMK PUI Cikijing untuk

meningkatkan kemampuan analisis dan sintesis matematis siswa.

3. Bagi sekolah, sebagai bahan pertimbangan dalam rangka perbaikan

pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan.

4. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menjadi landasan berpijak dalam

rangka menindak lanjuti penelitian ini dengan ruang lingkup yang lebih

luas.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang

digunakan pada penelitian ini, perlu dikemukakan definisi operasional sebagai

berikut:

1. Pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah adalah suatu

pendekatan pembelajaran matematika yang menekankan pada proses

pemecahan masalah matematika daripada kegiatan rutin dengan

langkah-langkah pemecahan masalah yang digunakan dianut dari Polya meliputi

tahapan memahami masalah, membuat rencana pemecahan, melakukan

perhitungan dan memeriksa kembali hasil yang diperoleh.

2. Kemampuan Analisis matematis siswa adalah kemampuan untuk

memisahkan materi ke dalam bagian-bagiannya yang perlu, mencari

(21)

bagian-bagiannya, mampu melihat komponen-komponennya, serta membedakan

fakta dari khayalan.

3. Kemampuan Sintesis Matematis adalah kemampuan berfikir yang

memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga

menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau berbentuk pola

baru.

4. Pembelajaran Langsung merupakan suatu pembelajaran yang diterapkan

untuk menyampaikan materi pokok matematika pada keterampilan dasar,

atau konsep-konsep matematika yang tingkatnya tidak terlalu tinggi.

5. Sikap siswa terhadap pendekatan pemecahan masalah adalah

kecenderungan siswa untuk terlibat secara aktif dalam pelajaran

matematika, atau respon yang ditunjukkan untuk menyukai atau tidak

(22)

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan

perencanaan dalam penelitian yang dilakukan. Perencanaan tersebut meliputi

metode penelitian, desain penelitian, populasi dan sampel penelitian, variabel

penelitian, instrumen penelitian, prosedur penelitian, teknik pengolahan data dan

analisis data. Berikut ini uraian lengkap mengenai perencanaan yang dilakukan:

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.

Hal ini disebabkan karena peneliti bermaksud memberikan perlakuan kepada

subjek penelitian untuk selanjutnya ingin mengetahui pengaruh dari perlakuan

tersebut. Perlakuan yang dimaksud adalah pembelajaran dengan pendekatan

pemecahan masalah di kelas eksperimen dan pembelajaran langsung di kelas

kontrol.

B. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti mencoba melihat pengaruh variabel bebas

terhadap variabel terikat. Pada desain penelitian ini ada pretes, perlakuan, dan

postes. Sampel sekolah di desain menjadi dua kelompok (kelas) penelitian,

yaitu satu kelompok diberi perlakuan dengan menggunakan pendekatan

pemecahan masalah dan satu kelompok lagi tanpa diberi

perlakuan/pembelajaran langsung. Ruseffendi (1998:45) menyatakan bahwa

pretest posttest control group design ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Keterangan:

: pretes dan postes yaitu tes kemampuan analisis dan sintesis.

(23)

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah siswa SMK PUI Cikijing Majalengka

tahun ajaran 2012/2013. Sekolah SMK PUI Cikijing adalah salah satu SMK di

kabupaten Majalengka dengan kategori sedang sehingga SMK PUI Cikijing

bukan salah satu sekolah unggulan tapi juga bukan sekolah dengan prestasi

rendah. Adapun alasan pemilihan sekolah ini adalah peneliti ingin mengetahui

bagaimana peningkatan kemampuan analisis dan sintesis pada siswa yang

memiliki kemampuan rata-rata di sekolah dengan prestasi sedang. Sampel

penelitian yang diambil adalah siswa SMK kelas X TKR 01 sebagai kelas

eksperimen dan TKR 02 sebagai kelas kontrol.

D. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Variabel bebas, yakni pembelajaran matematika dengan pendekatan

pemecahan masalah dan pembelajaran langsung.

2. Variabel terikat, yakni kemampuan analisis dan sintesis matematis siswa.

E. Instrumen Penelitian

Fokus dari penelitian ini adalah ujicoba dengan pendekatan pemecahan

masalah dalam upaya meningkatkan kemampuan analisis dan sintesis

matematis siswa SMK sebagai upaya untuk mendapatkan informasi yang

lengkap mengenai hal-hal yang ingin dkaji. Adapun instrumen yang

digunakan pada penelitian ini adalah:

1. Tes Kemampuan Analisis dan Sintesis

Tes yang diberikan dalam penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu

tes awal (pretes) dan tes akhir (postes). Pada tes awal, soal-soal yang

diberikan bertujuan untuk mengetahui sama atau tidaknya kemampuan

awal yang dimiliki oleh siswa. Sedangkan pada tes akhir, soal-soal yang

diberikan bertujuan untuk mengetahui kemampuan akhir analisis dan

sintesis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Tipe tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe tes uraian.

(24)

pengerjaan siswa dan pola pikir dalam menjawab permasalahan dapat

diketahui. Adapun kisi-kisi soal berdasarkan indikator yang telah

ditetapkan sebagaimana dijelaskan pada Lampiran.

Untuk memberikan skor terhadap jawaban dari tes yang berkaitan

dengan kemampuan analisis dan sintesis matematis, terlebih dahulu

diberikan skor rubrik yang diadopsi dari Cai, Lane dan Jakabcsin (Ansari,

2003) sebagai berikut.

Tabel 3.1

Pedoman Penskoran Kemampuan Analisis Matematis

Skor Menelaah Memecahkan Menganalisis

0 Tidak ada jawaban Tidak ada jawaban Tidak ada jawaban

1

Hanya sedikit dari definisi, teorema, lema, aksioma yang diuraikan dengan benar.

Hanya sedikit dari pengerjaan yang dianggap benar. Ada pemeriksaan ulang namun hanya sebagian yang benar. 2 Dapat menguraikan suatu definisi, teorema, lema, aksioma namun kurang lengkap dan benar. Memeriksa kebenaran suatu rumus atau pernyataan matematika meskipun kurang lengkap. Memeriksa

kembali hasil tanpa ada penyimpulan. 3 Dapat menguraikan suatu definisi, teorema, lema, aksioma dengan lengkap dan benar.

Memeriksa keabsahan suatu rumus atau pernyataan

matematika secara benar dan lengkap.

Memeriksa kembali hasil pengerjaan dan menyimpulkannya meskipun kurang jelas.

4 - -

Memeriksa kembali hasil dan menyimpulkannya dengan kata-kata sendiri dengan jelas.

(25)

Tabel 3.2

Pedoman Penskoran Kemampuan Sintesis Matematis

Skor Menemukan solusi masalah

Menggabungkan

berbagai informasi Menyimpulkan

0 Tidak ada jawaban Tidak ada jawaban Tidak ada jawaban

1

Dapat menemukan solusi dari

permasalahan matematika tanpa alasan yang jelas.

Hanya menuliskan pengetahuan yang dimiliki tanpa mampu menyelesaikan persoalan matematik. Hanya melengkapi data pendukung dengan lengkap dan benar 2 Dapat menemukan solusi dari permasalahan matematika namun kurang lengkap Hanya menyelesaikan persoalan tanpa menuliskan pengetahuan-pengetahuan yang berkaitan dengan soal tersebut. Merangkai berbagai data pendukung atau gagasan menjadi suatu hal yang baru tapi penjelasannya salah. 3 Menemukan solusi dari permasalahan matematika dengan lengkap tetapi alasan kurang tepat

Menyatukan berbagai

pengetahuan yang sudah dimiliki untuk memecahkan

masalah yang baru namun

penyelesaiannya kurang tepat.

Merangkai berbagai data pendukung atau gagasan menjadi suatu hal yang baru tapi menjelaskan cara memperolehnya kurang lengkap. 4 Mampu menemukan solusi dari permasalahan matematika dengan lengkap dan alasan yang dikemukakan tepat.

Menyatukan berbagai

pengetahuan yang sudah dimiliki untuk memecahkan

masalah yang baru dengan benar dan menghasilkan penyelesaian yang tepat.

Merangkai berbagai data pendukung atau gagasan menjadi suatu hal yang baru dan menjelaskan cara memperolehnya dengan lengkap dan benar.

(26)

Sebelum instrumen tes diberikan, terlebih dahulu dilakukan

pengujian terhadap validitas, reliabilitas, daya pembeda dan indeks

kesukarannya. Berikut ini penjelasan mengenai validitas, reliabilitas, daya

pembeda dan indeks kesukaran instrumen.

a. Validitas Instrumen

Validitas berkenaan dengan ketepatan alat ukur terhadap suatu

instrumen (Arikunto, 2002: 144). Setelah melalui revisi dan semua

perangkat tes dinilai memadai, instrumen diujicobakan untuk

mendapatkan koefisien korelasi antara instrumen evaluasi dengan alat

ukur lainnya yang diasumsikan memiliki validitas baik. Untuk

memperoleh koefisien korelasi tersebut, digunakan rumus korelasi

product moment, yaitu:

∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ ∑ ∑

Keterangan:

= koefisien validitas

= jumlah skor item

= jumlah skor total

N = banyaknya sampel (jumlah peserta tes)

Kriteria koefisien validitas yang digunakan menurut Guilford

(Suherman dan Sukjaya, 1990: 147) adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3

Kriteria Koefisien Validitas

Koefisien Kriteria Validitas

Tidak Valid

Validitas sangat rendah

Validitas rendah

Validitas sedang

Validitas tinggi

(27)

Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa butir soal 1a,

1b, 2, 3a, 3b, dan 5 memiliki validitas berkategori sedang. Sedangkan

butir soal lainnya termasuk soal bervaliditas tinggi. Data perhitungan

secara lengkap dapat dilihat pada lampiran.

b. Reliabilitas Instrumen

Menurut Sudijono (2001:95), sebuah tes hasil belajar dinyatakan

reliabel apabila hasil-hasil pengukuran yang dilakukan dengan

menggunakan tes tersebut secara berulang-ulang terhadap subyek

yang sama senantiasa menunjukkan hasil yang tepat sama atau

sifatnya ajeg dan stabil. Dengan demikian suatu ujian dikatakan telah

memiliki realibitas (daya keajekan mengukur) apabila skor-skor atau

nilai-nilai yang diperoleh para peserta ujian untuk pekerjaan ujiannya

adalah stabil kapan saja dimana saja dan oleh siapa saja ujian itu

dilaksanakan, diperiksa dan dinilai.

Rumus yang digunakan untuk mencari reliabilitas tes bentuk

soal uraian yaitu Rumus Alpha (Suherman dan Sukjaya, 1990:194)

yaitu:

[ ] [ ∑ ]

Keterangan :

= keofisien reliabilitas

n = banyaknya butir soal

∑ = jumlah variansi skor tiap-tiap item

= variansi skor total

Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas yang

digunakan menurut Guilford (Suherman dan Sukjaya, 1990: 147)

(28)

Tabel 3.4

Klasifikasi Interpretasi Koefisien Reliabilitas

Nilai Interpretasi

Reliabilitas Sangat Rendah

Reliabilitas Rendah

Reliabilitas Sedang

Reliabilitas Tinggi

Reliabilitas Sangat tinggi

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai sebesar 0,84

dan termasuk ke dalam kategori sangat tinggi. Perhitungan

selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

c. Daya Pembeda

Daya pembeda menunjukkan kemampuan soal tersebut

membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang kurang

pandai. Suatu perangkat alat tes yang baik harus bisa membedakan

antara siswa yang pandai, rata-rata dan yang kurang pandai karena

dalam suatu kelas biasanya terdiri dari tiga kelompok tersebut.

Sehingga hasil evaluasinya tidak baik semua atau buruk semua, tetapi

haruslah berdistribusi normal, maksudnya siswa yang mendapat nilai

baik dan siswa yang mendapat nilai buruk ada (terwakili) meskipun

sedikit, bagian terbesar berada pada hasil cukup. Rumus yang

digunakan untuk menghitung daya pembeda soal uraian adalah

sebagai berikut:

Keterangan:

DP = Daya Pembeda

= jumlah skor siswa kelas atas

= jumlah skor siswa kelas bawah

SMi = Skor maksimum tiap butir soal

(29)

Klasifikasi interpretasi daya pembeda untuk tiap butir soal

menurut Suherman dan Sukjaya (1990:202) adalah sebagai berikut:

Tabel 3.5

Interpretasi Daya Pembeda

Nilai DP Kriteria Daya Pembeda

Sangat jelek

Jelek

Cukup

Baik

Sangat baik

Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa soal yang

memiliki interpretasi sangat baik ada 1 item soal, interpretasi baik ada

3 item soal dan interpretasi cukup ada 4 item soal. Untuk hasil

perhitungan daya pembeda tiap instrumen tes, selengkapnya dapat

dilihat dalam lampiran.

d. Tingkat Kesukaran

Bermutu atau tidaknya butir-butir item tes hasil belajar

pertama-tama dapat diketahui dari derajat kesukaran atau tingkat kesukaran

yang dimiliki oleh masing-masing butir item tersebut. Menurut

Witherington (Sudijono, 2001:317), sudah atau belum memadainya

derajat kesukaran item tes hasil belajar dapat diketahui dari besar

kecilnya angka yang melambangkan tingkat kesulitan dari item

tersebut.

Tingkat kesukaran dari tiap butir soal dapat dihitung

menggunakan rumus sebagai berikut:

... (Suherman, 2003:43)

Keterangan:

TK = tingkat kesukaran

= jumlah skor siswa kelompok atas

(30)

= jumlah siswa

= skor maksimal setiap item

Klasifikasi tingkat kesukaran yang banyak digunakan

[image:30.595.117.519.104.704.2]

(Suherman, 2003:170) dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.6

Klasifikasi Tingkat Kesukaran

Nilai Interpretasi

Soal terlalu sukar

Soal Sukar

Soal Sedang

Soal Mudah

Soal terlalu mudah

Berdasarkan hasil perhitungan, dapat diketahui bahwa butir soal

1 dan 6 termasuk soal mudah. Butir soal 2, 3, dan 4 termasuk sedang.

Sedangkan soal lainnya termasuk soal berkategori sukar. Perhitungan

secara lengkap dapat dilihat pada lampiran.

2. Angket Siswa

Angket adalah sekumpulan pernyataan atau pertanyaan yang harus

dijawab oleh responden dengan cara memilih jawaban yang telah

disediakan. Tujuannya yaitu untuk mengetahui respons siswa terhadap

pembelajaran matematika dengan pendekatan pemecahan masalah dalam

upaya meningkatkan kemampuan analisis dan sintesis matematis siswa.

Menurut jenisnya angket termasuk ke dalam alat evaluasi non tes.

Angket diberikan kepada siswa setelah pelaksanaan pembelajaran pada

pertemuan ke enam. Skala yang digunakan dalam angket adalah skala

Likert. Skala Likert mempunyai gradasi dari suatu pernyataan positif

hingga pernyataan negatif. Jawaban pernyataan positif dan negatif dalam

skala Likert dikategorikan dengan 4 item pilihan jawaban yaitu SS (sangat

(31)

pernyataan skala sikap sesudah perlakuan divalidasi secara logis dan

empirik.

F. Prosedur Penelitian

Secara garis besar, prosedur penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap

sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

a. Identifikasi masalah

b. Konsultasi pemilihan judul dan penentuan loaksi penelitian.

c. Penyusunan dan seminar proposal penelitian.

d. Penyusunan instrumen penelitian, dan hasilnya dikonsultasikan

kepada pembimbing terlebih dahulu sebelum diujikan.

e. Revisi dan uji coba instrumen.

f. Melakukan perhitungan untuk mengetahui hasil uji instrumen. Hasil

perhitungan tersebut diolah untuk mengetahui validitas, reliabilitas,

daya pembeda dan tingkat kesukaran dari soal yang telah diujikan.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Pelaksanaan tes awal (pretest).

b. Implementasi model pembelajaran.

c. Pelaksanaan tes akhir (postest).

d. Memberikan angket sikap kepada siswa kelas eksperimen.

3. Tahap Akhir Penelitian

a. Pengumpulan data hasil penelitian.

b. Pengolahan data hasil penelitian.

c. Analisis data hasil penelitian.

d. Pembahasan hasil penelitian.

e. Penyimpulan hasil penelitian.

G. Teknik Pengolahan Data

Dari uraian sebelumnya telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan

untuk melihat pengaruh pendekatan pemecahan masalah terhadap

(32)

data atau nilai dalam penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan tes

(pretes dan postes) serta pengisian angket. Data yang diperoleh kemudian

dikategorikan ke dalam jenis data kuantitatif dan data kualitatif. Data

kuantitatif diperoleh dari hasil pretes dan postes, sementara data kualitatif

diperoleh dari hasil pengisian angket siswa.

Adapun langkah-langkah pengolahan data kuantitatif adalah sebagai

berikut:

1. Teknik Analisis Data Kuantitatif

Analisis dan pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan

menggunakan uji statistik terhadap hasil data pretes, postes dan

peningkatan kemampuan siswa (indeks gain) dari kelas eksperimen dan

kelas kontrol. Setelah data diperoleh, maka langkah selanjutnya adalah

menganalisis dan mengolah data kuantitatif dengan bantuan software

SPSS versi 21.0 for windows. Adapun langkah-langkahnya adalah

sebagai berikut:

a. Menguji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data kedua

kelas sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau

tidak. Apabila hasil pengujian menunjukkan bahwa sebaran data

berdistribusi normal maka pengujian dilanjutkan dengan uji

homogenitas. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji

Shapiro-Wilk karena jumlah data yang lebih dari 30.

Sedangkan jika hasil pengujian menunjukkan bahwa sebaran

dari salah satu atau semua data tidak berdistribusi normal, maka

untuk menguji kesamaan dua rata-rata digunakan kaidah statistika

non parametrik, yaitu dengan menggunakan uji Mann-Whitney. Uji

normalitas ini dilakukan terhadap skor pretes, postes dan indeks gain

(33)

b. Menguji Homogenitas Varians dari Kedua Kelompok.

Uji ini dilakukan untuk mengetahui asumsi yang dipakai dalam

pengujian kesamaan dua rata-rata dari skor pretes, postes, dan indeks

gain antara kedua kelompok. Uji homogenitas dilakukan dengan uji

Levene. Jika sebaran data tidak normal, uji homogenitas ini tidak

dipakai untuk uji kesamaan dua rata-rata independen.

c. Uji Kesamaan Dua Rata-rata.

Uji-t dilakukan untuk mengetahui apakah antara kelas

eksperimen dengan kelas kontrol terdapat perbedaan kemampuan

atau tidak pada pokok-pokok yang menjadi fokus penelitian setelah

perlakuan diberikan. Uji-t dilakukan jika data yang dianalisis

berdistribusi normal dan homogen. Jika data yang dianalisis

berdistribusi normal tetapi tidak homogen, maka digunakan uji t’.

Jika data yang dianalisis tidak berdistribusi normal dan tidak

homogen, maka digunakan uji statistik non parametrik yaitu

Mann-Whitney.

d. Analisis Data Indeks Gain.

Analisis data indeks gain dilakukan apabila rata-rata data hasil

pretes kedua kelas berbeda secara signifikan. Perhitungan indeks gain

dapat dihitung dengan rumus menurut Hake (Meltzer, 2002) sebagai

berikut:

Keterangan:

= gain score ternormalisasi

= skor pretes = skor postes

= skor maksimum ideal

Kriteria indeks gain, yaitu:

g-tinggi :

g-sedang :

(34)

Teknik analisis data indeks gain sama seperti yang dilakukan

dalam menganalisis data hasil pretes dan postes kedua kelas. Hasil

yang diharapkan dari analisis indeks gain adalah terdapat perbedaan

yang signifikan antara rata-rata indeks gain kelompok eksperimen

dan kelompok kontrol. Dengan melihat rata-rata indeks gain kedua

kelompok, rata-rata yang lebih tinggi menunjukkan bahwa perlakuan

yang satu lebih baik terhadap peningkatan kemampuan analisis dan

sintesis.

e. Analisis terhadap Pengaruh antar Variabel

Untuk menentukan hubungan antara pembelajaran matematika

dengan pendekatan pemecahan masalah dengan kemampuan analisis

dan sintesis matematis digunakan rumus korelasi effect size menurut

Rosnow, dkk (1996) sebagai berikut:

Dengan

Menurut Rosnow, untuk memberikan penafsiran terhadap

pengaruh yang ditemukan tersebut besar atau kecil, maka dapat

berpedoman pada ketentuan sebagai berikut:

Effect size Penafsiran

Sangat Besar

Besar

Sedang

Kecil

Sangat Kecil

2. Teknik Analisis Data Kualitatif a. Analisis Data Angket

Angket siswa yang termasuk data kualitatif dianalisis dengan

menggunakan skala Likert, dimana terdapat 4 kategori sebagai derajat

(35)

Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Setiap

kategori memiliki bobot yang berbeda-beda sesuai dengan jawaban

setiap siswa. Pembobotan dari setiap kategori dijabarkan dalam Tabel

[image:35.595.119.517.192.738.2]

3.7 tentang kategori jawaban angket.

Tabel 3.7

Pembobotan Skala Likert

Kriteria Positif Negatif

Sangat Setuju (SS) 4 1

Setuju (S) 3 2

Tidak Setuju (TS) 2 3

Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4

Rumus yang digunakan untuk menghitung persentase data

adalah sebagai berikut:

Keterangan:

= persentase jawaban

= frekuensi jawaban

= banyaknya responden

Penafsiran data angket siswa dilakukan dengan menggunakan

kategori persentase berdasarkan Parley (Nurhasanah, 2009: 48-49)

yang disajikan pada Tabel 3.8 berikut.

Tabel 3.8

Kriteria Persentase Angket Siswa

Persentase Jawaban Interpretasi

Seluruhnya bersikap positif

Hampir seluruhnya bersikap

positif

Sebagian besar bersikap positif

Setengahnya bersikap positif

Hampir setengahnya bersikap positif

Sebagian kecil bersikap positif

(36)

Langkah pertama dalam menyusun angket adalah membuat

kisi-kisi terlebih dahulu. Selanjutnya melakukan uji validitas isi butir

skala sikap dengan meminta pertimbangan teman kuliah dan dosen

pembimbing. Selanjutnya angket ini diujicobakan kepada 10 orang

siswa diluar sampel untuk mengetahui apakah setiap pernyataan yang

terdapat dalam angket dapat dipahami dengan baik atau tidak untuk

(37)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian diperoleh beberapa kesimpulan

sebagai berikut.

1. Kemampuan analisis matematis siswa yang mendapat pembelajaran

dengan pendekatan pemecahan masalah tidak lebih baik dari kemampuan

analisis matematis siswa yang mendapat pembelajaran langsung.

2. Kemampuan sintesis matematis siswa yang mendapat pembelajaran

dengan pendekatan pemecahan masalah lebih baik daripada kemampuan

sintesis matematis siswa yang mendapat pembelajaran langsung.

3. Sebagian besar siswa SMK menunjukkan sikap negatif terhadap pembelajaran

dengan pendekatan pemecahan masalah untuk meningkatkan kemampuan

analisis dan sintesis matematis.

B. Saran

Berdasarkan analisis dan hasil penelitian, maka penulis mengemukakan

beberapa saran sebagai berikut:

1. Pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah dapat meningkatkan

kemampuan sintesis matematis, disarankan kepada para guru untuk

menerapkan pendekatan pemecahan masalah dalam pembelajaran di sekolah

sebagai upaya dalam meningkatkan kemampuan matematis siswa.

2. Karena kemampuan analisis tidak mengalami peningkatan yang signifikan,

maka diharapkan untuk penelitian selanjutnya dapat membuat bahan ajar yang

lebih baik sehingga kemampuan analisis dapat meningkat secara signifikan.

3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pemikiran untuk menyisipkan

pendekatan pemecahan masalah sebagai salah satu pembelajaran yang tepat

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, S. (2000). Memecahkan Masalah dalam Matematika. Jurnal Gentengkali, 3, (1), 36-39.

Alam, N dan Pathuddin. (2002). Pemecahan Masalah dalam Matematika. Kreatif,

Jurnal Pendidikan dan Seni. 5, (3), 59 –72).

Ansari, B.I. (2003). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan

Komunikasi Matematik melalui Strategi Think-Talk-Write. Disertasi

PPS UPI Bandung; Tidak direbitkan.

Azwar, S. (1995). Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Liberty.

Arikunto, S. (2002). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

As’ari, A.R. (1992). Kegiatan Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran

Matematika. Majalah Eksakta, 21 (60): 13 –22.

Bloom, F, H. (1978). Teaching and Learning Mathematics (in Secondary School). USA: Wm C Brown Company Publisher.

Budiningsih, C. A. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Calhoun, J.F dan Joan R.A. (1995). Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan

Kemanusiaan. Semarang : IKIP Semarang.

Dahar, R. W. (1996). Teori-teori Belajar. Bandung: Erlangga.

Depdikbud. (1993). Kurikulum Sekolah Menengah Umum: Garis-garis Besar

Program Pengajaran. Jakarta: Depdikbud.

Dolan, P dan Williamson, J. (1983). Teaching Problem Solving Strategies. California: Addison Wesley Publishing Company.

Dwirahayu. (2008). Pengaruh Pendekatan Pemecahan Masalah terhadap

Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa. Tesis FKIP

(39)

Herdian. (2010). Kemampuan Berpikir Analitis. [Online]. Tersedia:

http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-berpikir-analitis/ [23 Juni 2013].

Herman, T. (2005). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan

kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Bandung: Program Pasca Sarjana UPI.

Hudojo, H. (1988). Strategi Mengajar Belajar Matematika. Jakarta : DepDikbud.

Hudojo, H. (1990). Matematika dan Pelaksanaannya di Depan Kelas. Jakarta : DepDikbud.

Hudojo, H. (2001). Common Textbook: Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Edisi Revisi. Malang: JICA_Universitas Negeri Malang.

Indrawati, Y. (2006). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru Matematika pada Sekolah Menengah Kejuruan. Jurnal MB UNSRI.

7, (2), 1-18.

Institute of Education Sciences NCES (National Center for Education Statistic) Washington. (2003). Tersedia: http://nces.ed.go v/timss/results O3. [10 Agustus 2012].

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Tersedia:

http://joegolan.wordpress.com/2009/04/13/pengertian-belajar/ [2 sept 2012].

Kerka, Sandra. (1992). Higher Order Thinking Skills in Vocational Education. [Online]. Tersedia: http://www.ericdigests.org/1992-1/order.html. [18 September 2012].

Mar’at. (1982). Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukurannya. Bandung: Ghalia Indonesia.

(40)

Tersedia: http://www.physics.iastate.edu/per/docs/AJP-Dec-2002-Vo.70-1259-1268.pdf. [2 September 2012].

MKPBM. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. UPI Bandung: JICA.

Muncarno. (2001). Penyelesaian Soal Cerita dengan Langkah-langkahPemecahan Masalah untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Sekolah Menengah. Tesis UPI Bandung.

Nasution, S. (1992). Metode Penelitian Naturalistik-Kwalitatif. Tarsito: Bandung.

NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standard for School Mathematics. Reston: National Council of Teachers of Mathematics.

NCTM. (2000). Principle and Standards for School Mathematics. Reston, V A: NCTM

Newell, Simon, H.A. (1997). Human Problem Solving. New Jersey: Prentice Hall.

Nuralam. (2009). Pemecahan Masalah sebagai Pendekatan dalam Belajar

Matematika. JurnalFPMIPA IAIN Ar-Raniry Banda Aceh. 5, (1), 1-13.

Nurhasanah, L. (2009). Meningkatkan Kompetensi Strategis (Strategi

Competence) Siswa SMP Melalui Model PBL (Problem Based Learning).

FPMIPA UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Pardjono dan Wardaya. (2009). Peningkatkan Kemampuan Analisis, Sintesis dan

Evaluasi Melalui Pembelajaran Problem Possing. Jurnal FT UNY. 28, (3),

1-13.

Polya, G. (1973). How to Solve It (A New Aspect of Mathematics Method). Second Edition. New Jersey: Princenton University Press.

Priatna, N. (2000). Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan

Pemecahan Masalah Pada siswa SLTP. Prosiding Seminar Nasional.

(41)

Rosnow, R.L, dan Rosenthal, R. (1996). Computing contrasts, effect sizes, and

counternulls on other people’s published data: General procedures for research consumers. Psychological Methods, 1, 331–340.

Ruseffendi, E.T. (1988). Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini untuk

Guru dan SPG. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Sagala, S. (2005). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV. Alfabeta

Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Sanjaya, W. (2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta : Kencana.

Sanjaya, Wina. Dr. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Slamet P. H. (2001). Pendidikan Kecakapan Hidup: Konsep Dasar. Editorial Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Edisi 36.

Slameto. (2003). Belajar Dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Soedijarto (2004). Pendidikan untuk masa Depan (Undang-Undang Sisdiknas 2003 Dipandang dari Kepentingan Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan Memajukan Kebudayaan Nasional Bangsa Indonesia. Jakarta: Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia.

Sudarmin, U. (2007). Strategi Pemecahan Masalah dalam Penyelesaian Soal

Cerita. Jurnal SI UNM. 2, (2).

(42)

Sudjimat, D. A. (2000). Pembelajaran Pemecahan Masalah dalam Mata

Pelajaran Matematika Sekolah Dasar. Suatu Studi Eksplorasi. Desertasi

tidak diterbitkan. Malang: PPS Universitas Negeri Malang.

Sudjana, N. (1990). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.

Sudjana, N. (1996). Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugandi, A. (2000). Belajar dan Pembelajaran. Semarang : IKIP PRESS.

Sugandi, A. (2004). Teori Pembelajaran. Semarang : UPT MKK UNNES.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D. Bandung: Alfabeta.

Suherman, E. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan

Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah

Sumantri, dan Permana M. (1999). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Depdikbud Dirjen Dikti.

Sumarmo, U. (1993). Suatu Alternatif Pengajaran Untuk Meningkatkan

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Pada Guru dan Siswa SMP. Bandung: FPMIPA IKIP.

Sumarmo, U. (2005). Pengembangan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa

SLTP dan SMU serta Mahasiswa S1 Melalui Berbagai Pendekatan Pembelajaran. Laporan Penelitian Lemlit UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Tumarang, K. (2000). Pembelajaran melalui Problem Solving Untuk

Menumbuhkan dan Meningkatkan Pemahaman Konsep Pengurangan Bagi Siswa Sekolah Dasar Kelas 1. Tesis. Tidak diterbitkan Malang: PPS

(43)

Uyanto, S. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Graha Ilmu Yogyakarta.

Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika dan

Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi. UPI: Tidak

diterbitkan.

Wardiman, (1998). Pengembangan Sumber Daya Manusia Melalui Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK). Jakarta: PT. Jayakarta Agung Offset.

Gambar

Tabel 1.1 Soal Tes Kemampuan Analisis Dan Sintesis
Tabel 1.2 Nilai Rata-rata Tes Kemampuan Analisis dan Sintetis Matematis
Tabel 3.1 Pedoman Penskoran Kemampuan Analisis Matematis
Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Kemampuan Sintesis Matematis
+6

Referensi

Dokumen terkait

Deskripsi hasil pembelajaran kooperatif tipe talking stick .... Deskripsi Hasil Menejemen

Sehingga mahasiswa pada akhirnya dapat memahami prosedur penilaian risiko untuk mengidentifikasi dan menilai risiko salah saji yang material pada tingkat laporan keuangan dan

Berbagai kegiatan dan program lingkungan yang dilakukan oleh Samsung diatas bukan hanya diterapkan secara internal dalam perusahaan Samsung namun juga secara

Tujuan penelitian berisi uraian tentang tujuan penelitian secara spesifik yang ingin dicapai dari penelitian yang hendak dicapai (Mahsun, 2005: 41). Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kandungan logam Cr pada ikan nila ( Oreochromis niloticus) dan air, serta tingkat kerusakan spesifik

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang penjumlahan bilangan bulat pada pembelajaran matematika dengan melalui metode demonstrasi dan

transnational legal process merupakan suatu teori yang menjelaskan alasan kepatuhan negara terhadap hukum internasional yang berawal dari suatu fase interaksi, yang

Data yang kami butuhkan tentang seberapa besar efektivitas penggunaan fasilitas hotspot internet sebagai salah satu sumber belajar siswa di SMA Negeri 1 Godean Yogyakarta