GAMBARAN SPIRITUALITAS PADA PELAKU KONVERSI AGAMA
(Studi Fenomenologis Terhadap 2 Orang Muallaf di YPM Salman ITB, Bandung)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Disusun Oleh:
Fia Fitriani Aisyah
0800687
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2013
GAMBARAN SPIRITUALITAS PADA PELAKU KONVERSI AGAMA
(Studi Fenomenologis Terhadap 2 Orang Muallaf di YPM Salman ITB, Bandung)
Oleh
Fia Fitriani Aisyah
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan
© Fia Fitriani Aisyah 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Juni 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
SKRIPSI INI TELAH DIUJIKAN PADA:
Hari/tanggal : Kamis, 20 Juni 2013 Waktu : 13.00-14.30 WIB
Tempat : Ruang 202 Gedung Psikologi Lantai 2 UPI
Para Penguji terdiri dari:
Penguji I
Dr. M. Sugiarmin, M.Pd NIP.
Penguji II
Dr. Tina Hayati Dahlan, M.Pd, Psi NIP. 19720419 200912 2 002
Penguji III
Ita Juwitaningrum, S.Psi, M.Pd NIP. 19780312 200512 2 002
Tanggungjawab Yuridis ada pada, Peneliti
ABSTRACT
Fia Fitriani Aisyah (0800687). Spirituality Image On Perpetrator Religious
Conversion (Phenomenological Studies Based Two Person Muallaf In YPM Salman ITB, Bandung). Thesis. Department of Psychology Faculty of Educational Science Indonesia University of Education. Bandung 2013.
This research aims to find how is spirituality image on perpetrator religious conversion. The theory used based on the theory of Fowler and spiritual development based on the results of research Lisa M. Lewis about spirituality assessment. Subjects were two converts men and women. This study is a qualitative study with phenomenological approach. Data were obtained and collected through semi-structured interviews using an interview guide. Then, the data were analyzed by using analysis of the data reduction, display/ presentation of data and making conclusions /verification of an interactive model of Miles & Huberman (1992). The results showed that the two subjects experienced spirituality involves three aspects, namely: self-transcendence, finding meaning and purpose in life, and interconnectedness with God or a Higher Power. Picture where the subject of spirituality both pre conversion to post-conversion experience changes. Subjects perceived the change is the result of the manifestation of the process of religious conversion is done, where the values of the long-abandoned and converted to the new values. Recommendations aimed at researchers, among others, to: (1) the subject, is expected to register a change of religious identity officially appropriate state law so as to provide affirmation and helpful reception on the subject of identity, (2) the religious community and the foundations of coaching Muslim convert, is expected to provide access to information wider and easier for converts to find information and guidance about Islam, and (3) for further research, is expected to broaden the focus of research and development studies to deepen the spirituality of the converts of the early religious backgrounds are more diverse.
ABSTRAK
Fia Fitriani Aisyah (0800687). GAMBARAN SPIRITUALITAS PADA PELAKU KONVERSI AGAMA (Studi Fenomenologis Terhadap 2 Orang Mualaf di YPM Salman ITB, Bandung). Skripsi Jurusan Psikologi FIP UPI, Bandung (2013).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran spiritualitas pada pelaku konversi agama. Teori yang digunakan berdasarkan teori perkembangan spiritualitas Fowler dan berdasarkan hasil penelitian Lisa M. Lewis tentang assesment spiritualitas. Subjek penelitian adalah dua orang muallaf berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Data penelitian diperoleh dan dihimpun melalui wawancara semi struktur dengan menggunakan pedoman wawancara. Kemudian, data tersebut dianalisis dengan menggunakan analisis data reduksi, display/penyajian data dan pengambilan kesimpulan/verifikasi dari model interaktif Miles & Huberman (1992). Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses spiritualitas yang dialami kedua subjek melibatkan 3 aspek, yaitu: transendensi diri (self transendence), menemukan makna dan tujuan hidup (identification of meaning and purpose in life) serta kedekatan dengan Tuhan dan sesuatu yang lebih tinggi (Interconnectedness with God or a Higher Power). Dimana gambaran spiritualitas kedua subjek dari pra konversi sampai pasca konversi mengalami perubahan. Adanya perubahan yang dirasakan subjek tersebut merupakan hasil manifestasi dari proses konversi agama yang dilakukannya, dimana nilai-nilai yang lama ditinggalkan dan diubah dengan nilai-nilai yang baru. Rekomendasi yang ditujukan peneliti antara lain kepada: (1) bagi subjek, diharapkan mendaftarkan perubahan identitas keagamaan secara resmi sesuai hukum negara sehingga memberikan penegasan dan membantu penerimaan identitas diri pada subjek, (2) bagi komunitas agama dan yayasan pembinaan muallaf, diharapkan menyediakan akses informasi yang lebih luas dan mudah bagi para muallaf untuk mengetahui informasi dan mendapatkan bimbingan tentang Islam, dan (3) bagi peneliti selanjutnya, diharapkan memperluas fokus penelitian dan memperdalam penelitian perkembangan spiritualitas pada mualaf dari latar belakang agama awal yang lebih beragam.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAN DIAGRAM ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Fokus Penelitian ... 7
C. Rumusan Masalah ... 10
D. Tujuan Penelitian ... 11
E. Manfaat Penelitian ... 11
F. Sistematika Penulisan Penelitian ... 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 14
I. Konversi Agama ... 14
A. Pengertian Konversi Agama ... 14
B. Faktor-faktor Penyebab Konversi Agama ... 16
C. Proses Konversi Agama ... 20
II. Spiritualitas ... 23
A. Pengertian Spiritual ... 23
B. Kebutuhan Terhadap Spiritual ... 25
C. Dimensi-dimensi Spiritualitas ... 28
ii
E. Spiritualitas dan Agama ... 41
BAB III METODE PENELITIAN ... 44
A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 44
B. Desain Penelitian ... 45
C. Metode Penelitian ... 46
D. Definisi Operasional ... 47
E. Instrumen Penelitian ... 49
F. Objektivitas dan Keabsahan Data ... 50
G. Teknik Pengumpulan Data ... 51
H. Analisis Data ... 52
I. Tahap-tahap Penelitian ... 54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 56
A. HASIL PENELITIAN ... 56 a. Gambaran Kondisi Subjek PR ... 61
b. Gambaran Kondisi Subjek KR ... 62
4. Display Data ... 63
a. Gambaran Spiritualitas PR ... 63
b. Gambaran Spiritualitas KR ... 76
c. Gambaran Spiritualitas Kedua Subjek ... 96
B. PEMBAHASAN ... 105
1. Gambaran Spiritualitas PR ... 105
b. Masa Konversi ... 108
c. Masa Pasca Konversi ... 110
2. Gambaran Spiritualitas KR ... 112
a. Masa Pra Konversi ... 113
b. Masa Konversi ... 114
c. Masa Pasca Konversi ... 115
3. Esensi dan Makna Terdalam ... 116
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 123
A. Kesimpulan ... 123
B. Rekomendasi ... 125
DAFTAR PUSTAKA ... 126
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 131
iv
DAFTAR TABEL DAN DIAGRAM
Tabel 2.1 Dimensi Spiritualitas ... 29
Tabel 2.2 Tahap Perkembangan Spiritual Fowler ... 35
Tabel 2.3 Tahap Perkembangan Spiritual M. Scott Peck ... 37
Tabel 2.4 Karakteristik Perbedaan Agama (religi) dan Spiritualitas ... 42
Diagram 3.1 Proses Analisis Data Model Interaktif Miles & Huberman ... 52
Diagram 4.1 Gambaran Perkembangan Spiritualitas Subjek dari Pra konversi-Pasca konversi ... 99
Tabel 4.1 Proses Pencarian Spiritualitas yang dialami kedua subjek ... 100
Tabel 4.2 Faktor-faktor pendukung subjek melakukan konversi agama ke Islam ... 104
Diagram 4.2 Dinamika Gambaran Spiritualitas Subjek PR ... 105
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A. Pedoman Wawancara ... 132
Lampiran B. Verbatim Wawancara Subjek ... 135
Lampiran C. Tabel Kategorisasi dan Coding Tema Wawancara ... 174
Lampiran D. Tabel Akumulasi Tema ... 185
Lampiran E. Informed Consent dan Surat Pernyataan ... 187
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Konversi agama merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan
seseorang. Menurut Paloutzian (1996: 140) konversi agama akan membuat
seluruh kehidupan seseorang berubah selama-lamanya, karena pada dasarnya
konversi agama merupakan perubahan mendasar dan penataan ulang identitas diri,
makna hidup, juga aktivitas seseorang. Ketika seseorang melakukan konversi
agama, maka individu diharapkan bisa meninggalkan sebagian atau bahkan
seluruh nilai, keyakinan, dari sistem nilai dan aturan yang lama. Di saat yang
sama, individu diharapkan mampu mengetahui tata nilai, sistem perilaku dari
agama yang baru dianut, sekaligus menyesuaikan diri, melakukan aktivitas dan
pola perilaku yang sesuai. Melakukan konversi agama berarti belajar dan
beradaptasi dengan banyak hal tentang berbagai hal yang baru.
Beberapa orang yang melakukan konversi agama ke Islam, yang
selanjutnya dalam penelitian ini disebut muallaf, mengaku kebingungan
menemukan orang atau lembaga yang bisa membantu menjawab tentang
pertanyaan yang berhubungan dengan agama. Seorang muallaf yang bernama
Endang juga mengaku bahwa ia membutuhkan waktu sekitar setengah tahun
untuk bisa menghafal doa dan gerakan dalam ibadah shalat secara lengkap dan
benar (http://www.eramuslim.com /64.233.167.104.htm). Tampaknya penanganan
ikut menjadi faktor yang kurang mendukung bagi muallaf
(http://www.muallaf.com).
Keputusan melakukan konversi agama merupakan keputusan besar dengan
konsekuensi yang besar pula. Peristiwa konversi agama tidak hanya membawa
konsekuensi personal tapi juga reaksi sosial yang bermacam-macam, terutama
dari pihak keluarga dan komunitas terdekat. Pada beberapa kasus konversi agama,
penghentian dukungan secara finansial, kekerasan secara fisik maupun psikis baik
lewat pengacuhan, cemoohan, pengucilan, bahkan sampai pengusiran oleh
keluarga kerap dialami oleh seseorang yang melakukan perpindahan agama
(Endah, 1997: 48). Dilema dan konflik juga seringkali dialami oleh para muallaf
ketika dihadapkan pada berbagai keputusan penting secara bersamaan, misalnya
saat harus memilih agama yang diyakini dan meninggalkan orang tua yang
dicintai sebagai konsekuensi pilihannya (Anastasia, 2003: 52).
Kompleksitas permasalahan yang dihadapi para pelaku konversi agama
membuat para ahli tertarik untuk meneliti sejak lama. Starbuck (James, 2001:
303) berusaha menjelaskan konversi dengan upaya individu untuk membebaskan
diri dari perasaan bersalah, berdosa, ketidakutuhan sebagai pribadi, sekaligus
upaya untuk mencapai diri ideal positif yang ingin diraih. Bahkan Starbuck
(dalam James, 2002: 293) menyebut konversi agama sebagai sebuah fenomena
masa remaja/adolescent phenomenon yang menandai perpindahan pemikiran
sempit seorang anak ke kehidupan spiritual dan intelektual orang dewasa.
Penelitian kuantitatif yang dilakukan oleh Zinnbauer dan Pargament
3
STSRP-literature2-7.htm) memperkuat pendapat bahwa ada keterkaitan antara
konversi agama dengan perkembangan identitas diri. Cara seseorang
mendefinisikan dirinya (self definition) berubah secara signifikan baik pada
individu yang melakukan konversi secara mendadak maupun bertahap.
Relatif berbeda dengan perpindahan ke agama lain, rata-rata usia orang
yang melakukan perpindahan agama ke Islam bisanya terjadi di atas usia remaja
akhir sampai dewasa tengah. Penelitian Kose pada tahun 1996 terhadap 70 orang
berkebangsaan Inggris yang melakukan konversi agama ke Islam, menunjukkan
bahwa rata-rata usia mereka saat melakukan konversi adalah 29,7 tahun. Artinya
konversi lebih banyak terjadi setelah dewasa awal (http://www.questia.com/
pm.qst?a=o&d=77022390). Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan Poston
tahun 1992 menyebutkan bahwa rata-rata dari 72 orang Amerika dan Eropa yang
melakukan konversi agama ke Islam adalah 31,4 tahun (www.metanexus.net/
spiritual_transformation/research/pdf/STSRP=literature).
Penelitian Kose pada tahun 1996 terhadap 70 muallaf menyebutkan bahwa
baik faktor kognitif dan emosional sama-sama memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap terjadinya konversi agama ke Islam. Sekitar 47% subjek
melaporkan faktor kognitif dan eksistensial seperti mencari tujuan dan makna
hidup sebagai pemicu terjadinya konversi, sedangkan 49% subjek lainnya
menyatakan pengalaman menyakitkan dan stess, terutama dua tahun sebelum
konversi sebagai predisposisi terjadinya konversi.
Kose juga menyebutkan beberapa faktor-faktor utama yang membuat
komunitas dan persahabatan (10 %), etika hidup dan budaya dalam islam (10%),
ajaran dan doktrin agama Islam (27%) , standar moral, sosial dan ideologi politik
(27%), serta 26 % lainnya adalah aspek spiritual dan mistis (www.metanexus.net/
spiritual_transformation/research/pdf/STSRP=literature).
Para ahli ilmu jiwa berpendapat bahwa yang menjadi pendorong terjadinya
konversi agama adalah faktor psikologis yang ditimbulkan oleh faktor intern
maupun faktor ekstern. Faktor intern yang mempengaruhi terjadinya konversi
agama adalah kepribadian dan faktor pembawaan, sedangkan faktor ekstern yang
mempengaruhi terjadinya konversi agama adalah faktor keluarga, lingkungan
tempat tinggal, perubahan status dan kemiskinan (Arifin, 2008: 158-159).
Faktor-faktor tersebut apabila mempengaruhi seseorang atau kelompok hingga
menimbulkan semacam gejala tekanan batin, maka akan terdorong untuk mencari
jalan keluar yaitu ketenangan batin. Dalam kondisi jiwa yang demikian itu secara
psikologis kehidupan seseorang itu menjadi kosong dan tak berdaya sehingga ia
mencari perlindungan kekuatan lain yang mampu memberinya kehidupan jiwa
yang tenang dan tentram. (http://klinis.wordpress.com/2007/12/27/konversi).
Dalam The Development of Religious on Children, Ernest Harms
mengungkapkan bahwa perkembangan agama pada diri individu ditentukan oleh
tingkat usia mereka. Perkembangan tersebut dipengaruhi pula oleh perkembangan
berbagai aspek kejiwaan, termasuk perkembangan berpikir/kognitif (Jalaluddin,
204: 233-235). Tingkat perkembangan usia dan kondisi yang dialami para remaja
menimbulkan konflik kejiwaan, yang cenderung mempengaruhi terjadinya
5
bahwa konversi cenderung dinilai sebagai produk sugesti dan bukan akibat dari
perkembangan kehidupan spiritual seseorang.
Hubungan antara perkembangan usia dan perkembangan jiwa
keberagamaan tampaknya tidak dapat dihilangkan begitu saja. Apabila konversi
lebih dipengaruhi oleh sugesti, tentunya konversi akan lebih banyak terjadi pada
anak-anak, mengingat pada tingkat usia tersebut mereka lebih mudah menerima
sugesti. Namun, kenyataannya hingga usia baya pun masih terjadi konversi
agama. Bahkan, konversi yang terjadi pada Sidharta Gautama dan Martin Luther
terjadi di usia sekitar 40 tahunan. Kemudian, Al-Ghazali mengalaminya pada usia
yang lebih tua lagi (Bambang, 2008: 30).
Salah seorang muallaf di Muslimah Center Daarut Tauhid, Merlin
menuturkan bahwa ia mulai masuk Islam ketika berumur 20 tahun. Dulu ia
merupakan seorang evengelies, atau lebih dikenal sebagai penyampai isi kitab injil
di sebuah lembaga al-Kitab Titanus di Bandung. Dahulu ketika ia masih menjadi
evengelies, ia sangat membenci Islam, ia memiliki misi untuk mengkristenkan
orang Islam. Ketertarikan dia terhadap Islam ketika dia mulai membaca
literatur-literatur tentang keislaman dengan maksud untuk mencari kelemahan-kelemahan
dari Islam sendiri. Bukannya ia menemukan kelemahan Islam tapi ia melihat
bahwa Islam merupakan ajaran yang luar biasa. Menurutnya, dalam Islam konsep
ketuhanan sangat jelas. Islam mempercayai bahwa Tuhan itu tunggal, sedangkan
dalam Kristen konsep ketuhanan berupa trinitas; ibu, anak, dan bapak.
Ajaran-ajarannya pun sangat konsisten. Sehingga setelah melalui proses pencarian dan
melakukan gerakan shalat secara sembunyi, akhirnya ia memutuskan untuk
bersyahadat dalam usia yang masih muda dan dengan konsekuensi ia diusir oleh
keluarganya. (wawancara, 09-12-2011).
Konversi agama yang dialami Merlin merupakan suatu proses yang
menjurus kepada penerimaan suatu sikap keagamaan, proses yang dialaminya pun
berangsur-angsur. Hal ini juga mencakup perubahan keyakinan terhadap beberapa
persoalan agama dan hal ini akan dibarengi dengan berbagai perubahan dalam
motivasi terhadap perilaku dan reaksi terhadap lingkungan sosial. Salah satu
diantara berbagai arah perubahan ini tampaknya bisa memainkan peranan penting
dalam perubahan konversi itu, misalnya intelektual, moral dan sosial. Setiap
perubahan intelektual mengandung berbagai implikasi terhadap perilaku dan
kesetiaan sosial, dan tidak ada seorang pun bisa mengubah kesetiaan sosialnya
dalam bidang agama atau motivasi perilakunya tanpa adanya perubahan dalam
apa yang diyakininya (Thoules, 2000: 189). Seperti halnya yang dialami oleh
Merlin, perubahan pandangan tentang Islam yang sangat dibencinya tiba-tiba
berubah setelah ia membaca literatur-literatur keislaman sehingga merubah
keyakinannya pula tentang Islam. Perubahan keyakinannya tersebut mengantarkan
ia pada pencarian spiritual yang mendalam, dan ia menemukannya dalam Islam.
Spiritualitas tidak selalu identik dengan agama, walaupun salah satu
sumber dari spiritualitas bisa terdapat di dalam agama. Spiritualitas adalah sesuatu
pengalaman yang universal sehingga tidak mengacu pada ajaran agama tertentu
(Triantoro: 128). Spiritualitas bukanlah Islam, Kristen, Budha, Hindu dan tidak
7
vihara-vihara, tetapi spiritualitas terdapat di dalam keseluruhan kehidupan
manusia, setiap segi dan aspek kehidupan.
Spiritualitas mengacu pada kecenderungan manusia untuk menemukan
makna dalam hidup melalui transendensi diri atau kebutuhan untuk terhubung
dengan sesuatu yang lebih besar dari diri individu. Agama mengacu pada
pencarian spiritual yang terhubung ke lembaga-lembaga resmi agama, sementara
spiritualitas tidak tergantung pada konteks kelembagaan (Zinnbauger, Pargament,
& Scott, 1999). Oleh karena itu, spiritualitas adalah istilah yang lebih inklusif
untuk mencari sesuatu yang sakral, dan agama mengacu pada pencarian sesuatu
yang didasarkan pada bentuk kelembagaan spiritualitas.
Sebelum seseorang memutuskan untuk berpindah agama (melakukan
konversi agama). Ada motif dan tujuan tertentu sehingga seseorang itu melakukan
tindakan konversi agama. Ada kalanya seseorang tidak menemukan makna hidup
dari agama yang sebelumnya ia anut sehingga ia mencari kebermaknaan hidupnya
dengan berpindah agama. Atau mungkin seseorang yang sebelumnya mengalami
pengalaman spiritual (spiritual experience) yang sangat dahsyat sehingga
merubah pemikiran dan paradigma ia dari agama yang sebelumnya ia percayai.
Berdasarkan fenomena diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “Gambaran Spiritualitas Pada Pelaku Konversi Agama”.
B. Fokus Penelitian
Menurut kamus Webster (1963) kata spirit berasal dari kata benda bahasa
bernafas. Melihat asal katanya , untuk hidup adalah untuk bernafas, dan memiliki
nafas artinya memiliki spirit. Menjadi spiritual berarti mempunyai ikatan yang
lebih kepada hal yang bersifat kerohanian atau kejiwaan dibandingkan hal yang
bersifat fisik atau material. Spiritual merupakan kebangkitan atau pencerahan diri
dalam mencapai makna hidup dan tujuan hidup. Spiritual merupakan bagian
esensial dari keseluruhan kesehatan dan kesejahteraan seseorang.
Konversi agama (religious conversion), menurut Jalaluddin (2004:
265-271) secara umum dapat diartikan dengan berubah agama ataupun masuk agama.
Definisi senada diungkapkan oleh Jalaluddin Rahmat bahwa konversi agama
adalah istilah yang pada umumnya diberikan untuk proses yang menjurus pada
penerimaan suatu sikap keagamaan, baik prosesnya secara bertahap maupun
secara tiba-tiba. Jadi, konversi agama merupakan suatu proses dimana individu
berpindah agama ke agama lain berdasarkan faktor-faktor tertentu.
Fokus yang akan digali dalam penelitian ini adalah Gambaran Spiritualitas
Pelaku Konversi Agama. Sementara itu Stark dan Glock berpendapat bahwa
spiritualitas tidak lain adalah suatu komitmen religius, suatu tekad dan itikad yang
berkaitan dengan hidup keagamaan.
Secara umum, spiritualitas sering digunakan bergantian dengan agama
dalam banyak penelitian ilmu pengetahuan dan kesehatan sosial dan ada
kegagalan untuk secara konsisten, jelas, dan secara konseptual mendefinisikan
dua konstruksi ini (Miller dan Thoresen 2003; Moberg 2002). Meskipun terjadi
tumpang tindih yang signifikan antara spiritualitas dan agama, kedua konsep
9
fokus, formal, diamati, dan obyektif sedangkan spiritualitas dipandang sebagai
individualistis, kurang terlihat, lebih subjektif, kurang formal, dan emosional
(Koenig dkk 2001;. Levin 2001). Dimensi spiritualitas berdasarkan penelitian Lisa
M. Lewis (2008) dengan judul “Spiritual Assessment in African-Americans: A
Review of Measures of Spirituality Used in Health Research” meliputi: (1) self-
transcendence, (2) identifikasi makna dan tujuan hidup, dan (3) keterkaitan
dengan Tuhan atau kekuatan yang lebih tinggi (Koenig dkk 2001; Levin 2001;
Meraviglia 1999). Berdasarkan hasil penelitian Lisa M. Lewis tentang assessment
spiritual di Afrika-Amerika, maka diketahui 3 dimensi spiritual sehingga
dimensi-dimensi tersebut akan menjadi tambahan dalam fokus penelitian ini, yaitu:
1. Self Transendence (transendensi diri)
Transendensi diri merupakan keadaan yang disitu rasa tentang diri meluas
melampaui definisi-definisi sehari-hari dan citra-citra diri kepribadian
individual bersangkutan. Transendensi diri mengacu pada pengalaman
langsung akan suatu koneksi, harmoni atau kesatuan yang mendasar dengan
orang lain dan dengan alam semesta.
2. Identification of Meaning and Purpose in Life
Mengidentifikasi makna dan tujuan hidup, dimana makna hidup
merupakan sesuatu yang dianggap penting dan berharga, serta memberikan
nilai khusus bagi seseorang. Makna hidup bila berhasil ditemukan dan
dipenuhi akan menyebabkan kehidupan ini dirasakan demikian berarti dan
Pengertian mengenai makna hidup menunjukan bahwa didalamnya
terkandung juga tujuan hidup, yakni hal-hal yang perlu dicapai dan dipenuhi.
Makna hidup ini benar-benar terdapat dalam kehidupan itu sendiri, walaupun
dalam kenyataannya tidak mudah ditemukan, karena sering tersirat dan
tersembunyi di dalamnya. Bila makna hidup ini berhasil ditemukan dan
dipenuhi akan menyebabkan kehidupan dirasakan bermakna dan berharga
yang pada giliranya akan menimbulkan perasaan bahagia. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa kebahagiaan adalah ganjaran atau akibat samping dari
keberhasilan seseorang memenuhi makna hidup.
3. Interconnectedness with God or a Higher Power
Keterkaitan dengan Tuhan atau kekuatan yang lebih tinggi. Dimana
seseorang yang memiliki spiritualitas yang tinggi akan merasakan adanya
keterkaitan dan kedekatan dengan Tuhan.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan fokus penelitian diatas, maka dapat dikemukakan pertanyaan
khusus pada penelitian ini yaitu sebagai berikut: Bagaimana Gambaran
Spiritualitas pada Pelaku Konversi agama?
Sub pertanyaan yang mungkin menjadi fokus studi penelitian mencakup:
1. Bagaimana gambaran transendensi diri yang dialami subjek dari pra konversi
sampai pasca konversi agama ke Islam?
2. Bagaimana subjek memaknai tujuan hidupnya dari pra konversi sampai pasca
11
3. Sejauhmana keterkaitan subjek dengan Tuhan dari pra konversi sampai pasca
konversi agama ke Islam?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai
gambaran spiritualitas pada pelaku konversi agama dari non-Islam ke Islam.
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengungkap informasi yang
berkaitan dengan:
1) Transendensi diri yang dialami subjek dari pra konversi sampai pasca konversi
agama ke Islam.
2) Makna dan tujuan hidup subjek dari pra konversi sampai pasca konversi
agama ke Islam.
3) Keterkaitan subjek dengan Tuhan dari pra konversi sampai pasca konversi
agama ke Islam.
E. Manfaat Penelitian
1) Kegunaan Teoritik
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan
tentang spiritualitas pelaku konversi agama ke Islam sebelum dan setelah
melakukan konversi agama tersebut. Kegunaan lainnya, menjadi bahan
masukan empiris dan untuk menambah khazanah keilmuan, khususnya dalam
kajian Psikologi Agama, Psikologi Transpersonal dan Psikologi Positif yang
2) Kegunaan Praktis
Dalam tataran praktis, penelitian ini diharapkan dapat berguna:
a. Bagi peneliti, penelitian ini memberikan pengetahuan dan pemahaman
mengenai spiritualitas pelaku konversi agama ke Islam. Selain itu,
memberikan dampak positif bagi perkembangan spiritualitas peneliti
sendiri.
b. Bagi subjek, penelitian ini memberikan gambaran dan pemahaman
mengenai spiritualitas pelaku konversi agama sebelum dan sesudah
melakukan konversi agama sehingga subjek dapat meningkatkan
ibadahnya lebih baik lagi.
c. Bagi pakar agama dan lembaga keagamaan, penelitian ini memberikan
gambaran bahwa para pelaku konversi agama atau yang dikenal
sebagai muallaf masih membutuhkan bimbingan dan arahan tentang
agama yang kini dianutnya.
F. Sistematika Penulisan Penelitian
Berikut rincian tentang urutan penulisan dari setiap bab dan bagian bab
dalam penelitian ini:
1. BAB I Pendahuluan, berisi tentang uraian pendahuluan dan merupakan bagian
awal skripsi. Pendahuluan berisi tentang latar belakang penelitian, fokus
13
2. BAB II Kajian Pustaka, berisi penjelasan mengenai definisi konversi agama,
definisi spiritualitas dan teori-teori lainnya yang digunakan dalam penelitian
ini.
3. BAB III Metode Penelitian, berisi tentang penjabaran rinci dari metode
penelitian yang digunakan, termasuk di dalamnya prosedur penelitian, subjek
penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data dan keabsahan
data.
4. BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, berisi tentang pemaparan dan
pembahasan data penelitian. Dalam bab ini akan ditemukan penjelasan
bagaimana gambaran spiritualitas pelaku konversi agama.
5. BAB V Kesimpulan dan Saran, berisi tentang uraian kesimpulan mengenai
keseluruhan pembahasan dalam skripsi ini. Selain itu, dipaparkan juga
beberapa saran yang ditujukan kepada subjek penelitian, lembaga keagamaan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Yayasan Pengembangan Mesjid (YPM) Bidang
Dakwah, Salman ITB. Sedangkan tempat wawancara penelitian bersifat
situasional, disesuaikan dengan perjanjian terhadap subjek penelitian. Pemilihan
lokasi yang terletak di kawasan YPM Salman ITB dikarenakan YPM Salman ITB
merupakan suatu lembaga keagamaan yang cukup berkembang dan menjadi pusat
rutinitas keagamaan sebagian besar masyarakat di kota Bandung bahkan sudah
familiar di berbagai kota di Indonesia. Salah satunya adalah Bidang Dakwah YPM
Salman ITB, sebagai pusat kajian para mualaf.
Subjek dalam penelitian ini adalah dua orang mualaf yang melakukan
konversi agama ke Islam. Pemilihan subjek dilakukan secara purposif berdasarkan
karakteristik subjek yang ditentukan dalam penelitian ini, yaitu:
a. Wanita atau Laki-laki berusia lebih dari 20 tahun. Menurut Erikson
(Santrock, 2003) individu pada rentang usia tersebut telah memiliki
kematangan fisik, psikologis, kognitif dan sosial.
b. Telah melakukan konversi agama selama minimal 1 tahun. Menurut
Zakiah Daradjat (1970) individu yang melakukan konversi agama
mengalami proses kejiwaan yang cukup panjang sehingga individu
45
c. Pendidikan minimal SMA, untuk memudahkan subjek memahami
pertanyaan-pertanyaan dalam wawancara.
B. Desain Penelitian
Penelitian ini didesain dengan penelitian kualitatif, yaitu tradisi tertentu
dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada
pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri berhubungan dengan
orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya (Kirk & Miller, dalam
Moleong, 2000).
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya: perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2010).
Penelitian kualitatif menurut Bogdan & Taylor (Poerwandari, 2001)
adalah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Penelitian kualitatif
dilakukan karena adanya kenyataan-kenyataan sebagai suatu keutuhan yang tidak
dapat dipahami jika dipisahkan dari konteksnya, serta dilakukan dalam situasi
yang wajar karena dilakukan dalam situasi alamiah/natural setting (Lincoln &
C. Metode Penelitian
Dalam upaya mengeksplorasi kesadaran dan pengalaman-pengalaman
subjektif manusia terutama yang berkaitan dengan proses konversi agama, maka
metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode fenomenologis.
Fenomenologi adalah metode yang bisa membantu kita untuk mendekati gejala
sebagaimana kita menghayati, menghidupi, atau mengalami gejala itu secara
sebenarnya (Abidin, 2002:69).
Penelitian fenomenologis menggambarkan makna pengalaman subjek
akan fenomena yang sedang diteliti. Fenomenologi berusaha memahami manusia
dari segi kerangka berpikir maupun bertindak orang-orang itu sendiri. Hal
terpenting dalam penelitian fenomenologi adalah kenyataan yang terjadi
sebagaimana yang dibayangkan atau dipikirkan oleh individu-individu itu sendiri
(Moleong, 2004:35). Husserl (Bagus, 2002: 236) memahami fenomenologi
sebagai suatu analisis deskriptif serta introspektif mengenai kedalaman dari semua
bentuk kesadaran dan pengalaman langsung, seperti religius, moral, estetis,
konseptual, serta indrawi.
Peneliti dalam penelitian fenomenologis berusaha menggungkap esensi
atau makna terdalam dari pengalaman-pengalaman subjek. Husserl (Moustakas &
Natanson dalam Creswell, 1998: 52) menekankan empat hal dalam penelitian
fenomenologis, yaitu:
1) Peneliti mencari makna inti (essence/invariant structure) pada suatu
47
2) Penelitian fenomenologis menekankan intensionalitas kesadaran
(intentionality of conscioucness) dimana kesadaran akan sesuatu selalu
bersifat intensional atau mengarah pada sesuatu, sehingga realitas suatu
objek hanya dilihat menurut makna pengalaman pada individu.
3) Analisa data fenomenologis melalui beberapa langkah yaitu reduksi data,
menganalisis kata-kata kunci serta tema yang muncul dari pernyataan
subjek, serta mencari makna yang mungkin muncul.
4) Peneliti menyingkirkan semua prasangkanya tentang fenomena yang
diteliti, disebut epoche dalam bahasa Yunani ( artinya meletakkan dalam
kurung) atau bracketing dalam bahasa Inggris. Dengan demikian peneliti
mampu bersikap netral dan memahami subjek dalam dunianya.
D. Definisi Operasional
Gambaran Spiritual pada mualaf ini akan diungkap melalui wawancara
mendalam dengan menggunakan pedoman wawancara yang dirumuskan
berdasarkan dimensi-dimensi spiritualitas berdasarkan hasil penelitian Lisa M.
Lewis tentang assessment spiritual di Afrika-Amerika yang meliputi: (1) self-
transcendence, (2) identifikasi makna dan tujuan hidup, dan (3) keterkaitan
dengan Tuhan atau kekuatan yang lebih tinggi (Koenig dkk 2001; Levin 2001;.
Meraviglia 1999).
1. Self Transendence (transendensi diri)
Transendensi diri merupakan keadaan yang disitu rasa tentang diri meluas
individual bersangkutan. Transendensi diri mengacu pada pengalaman
langsung akan suatu koneksi, harmoni atau kesatuan yang mendasar dengan
orang lain dan dengan alam semesta.
2. Identification of Meaning and Purpose in Life
Mengidentifikasi makna dan tujuan hidup, dimana makna hidup
merupakan sesuatu yang dianggap penting dan berharga, serta memberikan
nilai khusus bagi seseorang. Makna hidup bila berhasil ditemukan dan
dipenuhi akan menyebabkan kehidupan ini dirasakan demikian berarti dan
berharga ( Bastaman, 1996).
Pengertian mengenai makna hidup menunjukan bahwa didalamnya
terkandung juga tujuan hidup, yakni hal-hal yang perlu dicapai dan dipenuhi.
Makna hidup ini benar-benar terdapat dalam kehidupan itu sendiri, walaupun
dalam kenyataannya tidak mudah ditemukan, karena sering tersirat dan
tersembunyi di dalamnya. Bila makna hidup ini berhasil ditemukan dan
dipenuhi akan menyebabkan kehidupan dirasakan bermakna dan berharga
yang pada giliranya akan menimbulkan perasaan bahagia. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa kebahagiaan adalah ganjaran atau akibat samping dari
keberhasilan seseorang memenuhi makna hidup.
3. Interconnectedness with God or a Higher Power
Keterkaitan dengan Tuhan atau kekuatan yang lebih tinggi. Dimana
seseorang yang memiliki spiritualitas yang tinggi akan merasakan adanya
49
E. Instumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat penelitian
adalah peneliti itu sendiri (human instrument). Konsep human instrument
dipahami sebagai alat yang dapat mengungkap fakta-fakta lapangan dan tidak ada
alat yang paling elastis dan tepat untuk mengungkap data kualitatif kecuali
peneliti itu sendiri (Satori & Komariah, 2010: 61-62). Lincoln dan Guba (1985:
43) menjelaskan bahwa manusia sebagai instrumen pengumpulan data
memberikan keuntungan, dimana ia dapat bersikap fleksibel dan adaptif, serta
dapat menggunakan keseluruhan alat indera yang dimilikinya untuk memahami
sesuatu.
Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus
penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data,
menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan
atas temuannya (Sugiyono, 2007: 60).
Menurut Nasution (1988), peneliti sebagai instrumen penelitian sesuai
untuk penelitian serupa karena memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dan
lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian.
2) Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan
dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.
3) Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen berupa tes
4) Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat dipahami dengan
pengetahuan semata. Untuk memahaminya kita perlu sering merasakannya,
menyelaminya berdasarkan pengetahuan kita.
5) Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh.
6) Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan
data yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakan segera sebagai
balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan dan perbaikan.
7) Dengan manusia sebagai instrumen, respon yang aneh, yang menyimpang
justru diberi perhatian. Respon yang lain daripada yang lain, bahkan yang
bertentangan dipakai untuk mempertinggi tingkat kepercayaan dan tingkat
pemahaman mengenai aspek yang diteliti.
Selain peneliti sebagai instrumen penelitian, dibantu juga dengan
menggunakan semi structure interview guide, serta alat perekam.
F. Objektivitas dan Keabsahan Data
Dengan mengacu pada Moleong (1994), untuk pembuktian validitas data
penelitian ini ditentukan oleh kredibilitas temuan dan interpretasinya dengan
mengupayakan temuan dan penafsiran yang dilakukan sesuai dengan kondisi yang
senyatanya dan disetujui oleh subjek penelitian. Agar kondisi tersebut dapat
terpenuhi dengan cara memperpanjang observasi, pengamatan yang terus
menerus, triangulasi dan membicarakan hasil temuan dengan orang lain serta
menggunakan bahan referensi. Adapun untuk reliabilitas dapat dilakukan dengan
51
Objektivitas dan keabsahan data yang dilakukan peneliti dalam melakukan
penelitian ini adalah dengan :
1. Menggunakan bahan referensi, yaitu data hasil wawancara didukung dengan
adanya rekaman wawancara.
2. Mengadakan member check, yaitu pengecekan data yang diperoleh peneliti
kepada sumber informan. Tujuan dari member check ini adalah untuk
mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang
diberikan oleh informan. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para
informan berarti data tersebut valid, sehingga semakin kredibel/dipercaya.
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
dengan wawancara mendalam (in depth interview) dan dengan menggunakan
pedoman wawancara.
a. Wawancara
Metode wawancara mendalam digunakan untuk memperoleh pemahaman
yang lebih luas dan mendalam terhadap peristiwa yang dialami dan dirasakan
subjek penelitian. Dalam penelitian ini, wawancara digunakan untuk
mengungkap gambaran spiritualitas mualaf yang melakukan konversi agama
ke Islam.
b. Pedoman wawancara
Petunjuk wawancara hanyalah berisi petunjuk tentang garis besar proses
tercakup seluruhnya. Pelaksanaan wawancara dan pengurutan pertanyaan
disesuaikan dengan keadaan responden dalam konteks wawancara yang
sebenarnya (Moleong, 2010).
Pedoman wawancara dibuat berdasarkan teori konversi agama dan
spiritualitas terutama tentang komponen yang ada di dalamnya, yaitu self-
transcendence, identifikasi makna dan tujuan hidup, dan keterkaitan dengan
Tuhan atau kekuatan yang lebih tinggi. Pertanyaan-pertanyaan ini nantinya
masih dapat berkembang sesuai dengan kondisi subjek di lapangan.
Wawancara akan dilakukan dengan bantuan tape recorder dan alat tulis
berupa buku dan pulpen.
H. Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan akan dianalisis dengan pendekatan kualitatif
model interaktif sebagaimana diajukan oleh Miles dan Huberman (1992), yaitu
terdiri dari tiga hal utama yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan/verifikasi sebagai sesuatu yang jalin-menjalin pada saat sebelum,
selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk sejajar, untuk membangun
wawasan umum yang disebut analisis.
Diagram 3.1 Proses Analisis Data Model Interaktif Miles & Huberman (1992) Reduksi
Data
Penyajian Data
53
Selanjutnya Sugiyono (2010) menjelaskan bahwa reduksi data berarti
merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang
penting, lalu dicari tema dan polanya. Apabila hal tersebut telah dilakukan,
maka akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti
untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila
diperlukan.
Langkah selanjutnya setelah mereduksi data adalah mendisplaykan
data. Miles dan Huberman (Sugiyono, 2010) menjelaskan bahwa yang paling
sering digunakan untuk menyajikan data adalah dengan teks yang bersifat
naratif. Dengan display data, maka akan lebih memudahkan untuk memahami
apa yang terjadi dalam permasalahan hal yang diteliti dan dapat merencanakan
kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.
Langkah terakhir dalam analisis data menurut Miles dan Huberman
adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Sugiyono (2010) menjelaskan
bahwa kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah temuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada. Temuan ini dapat berupa deskripsi atau
gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap
sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau
I. Tahap-tahap Penelitian
1. Tahap Persiapan
a. Melakukan studi kepustakaan untuk mendapatkan landasan teori serta
mencari infomasi yang berkaitaan dengan masalah yang akan diteliti
b. Melakukan pengamatan pada lingkungan sekitar maupun lingkungan
tertentu yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.
c. Merumuskan masalah yang akan diteliti
d. Menentukan subyek penelitian
e. Menentukan lokasi penelitian
f. Mengurusi segala macam yang berhubungan dengan administrasi
penelitian seperti SK Pembimbing, Surat Izin Penelitian, dan lain-lain
2. Tahap Pelaksanaan
a. Membuat surat izin pengambilan data di lokasi penelitian, yaitu di
YPM Salman ITB.
b. Pemilihan subyek penelitian di YPM Salman ITB dengan melakukan
sedikit wawacara dengan pembina mualaf untuk menyesuaikan dengan
kriteria subjek yang telah ditentukan.
c. Melakukan pendekatan dengan dua orang subyek penelitian dengan
melakukan perjanjian pertemuan di suatu tempat untuk menjelaskan
maksud dan tujuan penelitian.
d. Pengambilan data dengan cara wawancara dan observasi terhadap dua
orang subjek penelitian.
55
3. Tahap pengolahan data
a. Membuat verbatim hasil wawancara.
b. Mengklasifikasikan hasil wawancara sesuai dengan kategori yang telah
ditentukan.
c. Mereduksi data hasil wawancara.
d. Mendisplay data yang telah direduksi dalam bentuk uraian naratif.
e. Konsultasi dengan dosen pembimbing mengenai hasil yang telah
diperoleh peneliti.
4. Tahap pembahasan
a. Menguraikan display data yang telah dilakukan peneliti dengan
menggunakan landasan teori yang sesuai.
b. Menarik kesimpulan dari pola dan tema yang dihasilkan oleh subyek
penelitian.
c. Konsultasi dengan dosen pembimbing mengenai hasil yang telah
diperoleh peneliti.
5. Tahap akhir
Membuat laporan sebagai pertanggungjawaban dari data-data dan
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah didapat dan dijelaskan dalam Bab IV, maka
dapat ditarik kesimpulan, yaitu:
1. Kedua subjek memiliki persamaan dan perbedaan melakukan konversi
agama ke Islam. Persamaan pada subjek PR dan KR adalah ketika pertama
kali memutuskan untuk melakukan konversi agama ke Islam yaitu di usia
20-21 tahun saat berada pada masa remaja akhir. Dimana pada masa itu
terjadi peningkatan kapasitas kognitif, keterbukaan dan penerimaan
terhadap nilai-nilai baru. Selain itu faktor psikologis berupa adanya
perasaan tidak mendapatkan ketenangan, kedamaian dan kenyaman ketika
melaksanakan ritual-ritual keagamaan dalam agama sebelumnya membuat
kedua subjek melakukan proses pencarian spiritualitas dan menemukannya
dalam Islam. Perbedaan antara subjek PR dan KR, dimana PR belum
mengungkapkan identitas keIslamannya kepada kedua orangtuanya sampai
saat ini sedangkan KR sudah mengungkapkan identitas keIslamannya
kepada orangtuanya semenjak awal pertama KR menjadi muslim.
2. Setelah melakukan konversi agama ke Islam, kedua subjek mendapatkan
perubahan yang sangat signifikan. Nilai-nilai Islam telah membawa
124
mengontrol emosi, lebih menjaga perilaku dan perkataan serta merasa
menjadi individu yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Adanya perubahan
yang dirasakan subjek tersebut merupakan hasil manifestasi dari proses
konversi agama yang dilakukannya, dimana nilai-nilai yang lama
ditinggalkan dan diubah dengan nilai-nilai yang baru.
3. Proses spiritualitas yang dialami kedua subjek melibatkan 3 aspek, yaitu:
transendensi diri (self transendence), menemukan makna dan tujuan hidup
(identification of meaning and purpose in life) serta kedekatan dengan
Tuhan dan sesuatu yang lebih tinggi (Interconnectedness with God or a
Higher Power). Dimana gambaran spiritualitas kedua subjek dari pra
konversi sampai pasca konversi mengalami perubahan.
4. Gambaran transendensi diri pada kedua subjek pasca konversi agama ke
Islam diungkapkan dengan adanya rasa kedamaian, ketenangan dan
kenyamanan ketika melaksanakan ibadah seperti shalat dan dzikir.
Gambaran makna dan tujuan hidup kedua subjek pun menjadi lebih terarah
dan terkonsep dengan jelas, dimana tujuan hidup kedua subjek tidak hanya
terpaut pada aspek materi dan dunia saja tetapi lebih pada pencapaian
kebahagiaan dan keselamatan dunia akhirat. Gambaran kedekatan dengan
Tuhan, diungkapkan kedua subjek menjadi lebih dekat. Koneksi antara
subjek dan Tuhan dibangun saat melaksanakan ibadah, subjek merasa
B. Rekomendasi
1. Bagi subjek
a. Subjek PR dan KR perlu menjalin komunikasi dan berbagi
pengalaman dengan muallaf yang lain untuk membantu proses
penyesuaian diri yang lebih optimal.
b. Dikhususkan kepada subjek PR hendaknya terus berupaya untuk
mengungkapkan perasaan yang dialami dan dirasakannya secara lebih
jujur sehingga terhindar dari perasaan ketidaknyamanan.
c. Terus berusaha untuk mengenal dan memahami konsep ketuhanan baik
secara mandiri maupun dengan bimbingan orang lain dan meneguhkan
keyakinan atas tindakan konversi agama yang telah dilakukan.
d. Mendaftarkan perubahan identitas keagamaan secara resmi sesuai
hukum negara akan lebih memberikan penegasan dan membantu
penerimaan identitas diri pada subjek PR.
2. Bagi keluarga maupun sahabat
a. Menjalin komunikasi yang lebih terbuka dengan subjek serta
melibatkan subjek dalam proses pengambilan keputusan yang
menyangkut kehidupan subjek.
b. Bagi keluarga/orangtua yang berbeda agama, diharapkan bisa
memberikan dukungan dan membantu subjek untuk melakukan
penyesuaian diri dalam menjalankan berbagai peran dalam kehidupan
subjek, misalnya dengan mengizinkan subjek terlibat dalam kegiatan
126
3. Bagi komunitas agama dan yayasan pembinaan muallaf
a. Menyediakan akses informasi yang lebih luas dan mudah bagi para
muallaf untuk mengetahui informasi dan mendapatkan bimbingan
tentang Islam.
b. Memberikan dukungan dan bantuan bagi muallaf dalam menghadapi
berbagai resiko, tekanan eksternal yang dihadapi terkait tindakan
konversi yang dilakukan subjek, misalnya dengan pendampingan,
memberi beasiswa atau tempat tinggal sementara.
4. Bagi peneliti selanjutnya
Penelitian sejenis dapat memperluas fokus penelitian pada individu
yang melakukan konversi pada agama-agama selain Islam untuk
mendapatkan konsep yang lebih komprehensif tentang konversi agama
pada muallaf. Penelitian sejenis dapat memperdalam penelitian
perkembangan spiritualitas pada mualaf dari latar belakang agama awal
yang lebih beragam, misalnya dari agama Hindu, Budha, atau aliran
DAFTAR PUSTAKA
Ancok, D dan Suroso, F. N. (2001). Psikologi Islami. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Abidin, Zainal. (2002). Analisis Eksistensial Untuk Psikologi dan Psikiatri. Bandung: Refika Aditama.
Azhar, Tauhid Nur. (2007). DNA Cantik: The Trully Beauty of Women. Bandung: ZIP Books.
Bastaman, Hanna Djumhana. (1994). "Dimensi Spiritual dalam Teori Psikologi Kontemporer: Logoterapi Victor E. Frankl". dalam Jurnal Ulumul Qur'an, Nomer 4 Vol. V.
Bastaman, Hanna Djumhana. (1995). Integrasi Psikologi dengan Islam: Menuju Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Cremmers, Agus. (1995). Tahap-Tahap Perkembangan Kepercayaan Menurut James W. Fowler; Sebuah Gagasan Dalam Psikologi Agama. Editor: Supratiknya,. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Daradjat, Zakiah. (1993). Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: PT Bulan Bintang.
Frankl, Victor E. (2004). Mencari Makna Hidup, Man’s Search for Meaning. Penerjemah: Dharma. Bandung: Penerbit Nuansa.
Herdiansyah, Haris. (2010) Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Hidayat, Komaruddin. (2006). Psikologi Kematian. Bandung: Hikmah.
Holid, Anwar. (2009). Seeking Truth Finding Islam: Kisah Empat Mualaf yang Menjadi Duta Islam di Barat. Bandung: PT Mizan.
Jalaluddin. (2001). Psikologi Agama. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
James, William. (2004). The Varietes of Religious Experience; Perjumpaan dengan Tuhan—Ragam Pengalaman Religius Manusia. Penerjemah: Admiranto, Gunaean. Bandung : Mizan Media Utama.
128
Kose, Ali. (1996). Religious Conversion: Is It an Adolescent Phenomenon? The Case of Native British Converts to Islam. Istanbul : TDV Centre of
Islamic Studies. (Online) Avaliable FTP:
http://www.questia.com/pm.qst?a=o&d=77022390. Diunduh 22 Februari 2011.
Kosasih, Engkos & Ihsan, Helli. (2011). Jurnal Psikologi. Eksplorasi Spiritualitas Religius dalam Kitab AL-HIKAM.
Lewis, Lisa M. (2008). Jurnal Penelitian. Spiritual Assessment in African-Americans: A Review of Measures of Spirituality Used in Health Research.
Mangunwijaya, Y. B. (1986). Menumbuhkan Sikap Religiusitas Anak. Jakarta : Gramedia.
Moleong, Lexy J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Mulyono, Ninin Kholida. (2007). Proses Pencarian Identitas Diri Pada Remaja Mualaf. Skripsi. Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro.
Mulyadi, Helfa Arief. (2010). Proses Pengambilan Keputusan Pada Pelaku Konversi Agama. Skripsi. Prodi Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.
Muus, R. (1996). Theories of Adolescence. New York : McGraw Hill.
Muthahhari, Murtadha. (2007). Membumikan Kitab Suci: Manusia dan Agama. Bandung: PT Mizan Pustaka.
Pasiak, Taufik. (2012). Tuhan dalam Otak Manusia: Mewujudkan Kesehatan Spiritual Berdasarkan Neurosains. Bandung: PT Mizan.
Pasiak, Taufik. (2009). Unlimited Potency of The Brain: Kenali dan Manfaatkan Sepenuhnya Potensi Otak Anda yang Terbatas. Bandung: PT Mizan.
Purwanto, Yadi. (2007). Epistemologi Psikologi Islami. Bandung: Refika Aditama.
Purwakanta Hasan, Aliah. (2006). Psikologi Perkembangan Islami. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Rahmat, Jalaluddin. (2003). Psikologi Agama: Sebuah Pengantar. Bandung: PT Mizan.
Ramayulis. (2002). Psikologi Agama. Jakarta: Kalam Mulia.
Reynolds, Caroline. (2005). Spiritual Fitness: Kesehatan Spiritual. Yogyakarta: Baca.
S. Endah, S. Yanti, B. Nova. (1997). Mengapa Aku Pilih Islam; Kumpulan Kisah Para Muallaf. Jakarta: PT. Intermasa.
Santrock, John W. (2002). Life Span Development; Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sarwono, Sarlito Wirawan. (1998). Psikologi Sosial; Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: PT. Balai Pustaka.
Schultz, D. (1991). Psikologi Pertumbuhan Model-Model Kepribadian Sehat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Schwartz, Arthur J. (2000). The Nature of Spiritual Transformation; A Review of the
Literature. (Online) Available FTP :http: //www.metanexus.Net
/spiritual_transformation/research/pdf/STSRP_Literature2-7.htm. Diunduh 21 Desember 2012.
Smith, Jonathan A. (2009). Dasar-dasar Psikologi Kualitatif. Bandung: Nusa Media.
Sugiyono. (2007). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta.
130
Syamsul Arifin, Bambang. (2008). Psikologi Agama. Bandung: CV Pustaka Setia.
Thouless, H Robert. (2000). Pengantar Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Whitehead, Alfred North. (2009). Mencari Tuhan Sepanjang Zaman. Bandung: PT Mizan.
Zohar, Danah. (2002). SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan. Bandung: PT Mizan.
---.(2000). www.metanexus. net/spiritual_transformation/research/pdf/ STSRP-literature2-7 html.
---.(2006). http://www.muallaf.com/modules.php?name=news&files+article &sid=49.
---.(2007). http://klinis.wordpress.com/2007/12/27/konversi-agama.
---.(2010). http://sulaiman.blogdetik.com/category/spiritual.
---.(2004). Sofware Al-Qur’an Digital versi 2.0, Muharram 1425 H.