HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Kondisi lingkungan tumbuh yang digunakan pada tahap aklimatisasi ini, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan planlet Nepenthes. Tjondronegoro dan Harran (1984) dalam Tjitrosomo (1984) menyatakan bahwa faktor-faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah ketersediaan hara mineral, kadar air dan udara di dalam tanah, kelembaban udara, intensitas cahaya serta lamanya penyinaran dan suhu. Setiap faktor tersebut dapat menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan planlet.
Selama tahap aklimatisasi Nepenthes berlangsung, suhu ruangan di rumah paranet pada pagi hari berkisar antara 24oC - 31oC dan pada siang hari berkisar antara 27oC - 37oC (Lampiran 6). Kelembaban udara di rumah paranet pada pagi hari berkisar antara 51–97% dan pada siang hari berkisar 46–93%
(Lampiran 8). Intensitas cahaya matahari yang masuk pada pagi hari berkisar antara 11.6–316 Lux dan pada siang hari berkisar antara 29–648 Lux (Lampiran 7). Kondisi rumah paranet seperti ini sangat mendukung untuk pertumbuhan planlet Nepenthes rafflesiana jack. Hal ini didukung oleh pernyataan Mansur (2007), bahwa suhu udara untuk pertumbuhan Nepenthes secara umum
yaitu berkisar antara 23oC-31oC dan kelembaban udara, berkisar antara 50–70%, hal ini merupakan persyaratan yang harus dilakukan pada saat
memelihara Nepenthes dataran rendah. Hal tersebut juga dipertegas oleh Rice (2009) yang menyatakan bahwa, Nepenthes jenis dataran rendah akan tumbuh lebih baik pada suhu 30-34oC (pada siang hari) dan suhu terendah sekitar 8oC (pada malam hari), sedangkan untuk kelembaban udara yang baik berkisar antara 60 – 80% untuk semua jenis Nepenthes.
Hasil penelitian ini menunjukkan pertumbuhan tanaman Nepenthes rafflesiana Jack. sangat baik, dengan jumlah tanaman yang hidup 100%. Hal ini mengindikasikan metode sterilisasi media yang digunakan berhasil untuk menanggulangi munculnya serangan mikroorganisme pengganggu seperti Pythium sp. yang menyerang Nepenthes hookerina pada penelitian Iqwal (2008)
A B S
ataupun mikroorganisme lain yang menyerang Nepenthes rafflesiana Jack. pada penelitian Isnaini (2009). Hal ini didukung oleh pendapat Kirana (2003), yang menyatakan bahwa salah satu cara yang tepat untuk mengatasi masalah infeksi seperti untuk mematikan bakteri, nematode, biji gulma dan serangga pada planlet Dianthus caryophyllus selama tahap aklimatisasi yaitu dengan cara sterilisasi media. Terdapat dua cara sterilisasi yang dapat dilakukan yaitu dengan fumigasi dan pasteurisasi. Fumigasi dilakukan dengan cara menggunakan bahan kimia, sedangkan pasteurisasi dilakukan dengan pengaturan suhu dan atau tekanan, misalnya dengan cara diautoclave atau pemanasan dengan pengapian.
Penggunaan media sphagnum moss yang umumnya digunakan pada tahapan aklimatisasi Nepenthes rafflesiana Jack. ternyata perannya dapat digantikan oleh media tanam yang lain. Berdasarkan penelitian ini hampir semua media dapat digunakan untuk menumbuhkan tanaman Nepenthes rafflesiana Jack.
Hal ini dapat terlihat dari pertumbuhan tanaman Nepenthes yang sama baiknya pada semua media perlakuan (Gambar 2).
Gambar 2. Pertumbuhan Tanaman Nepenthes rafflesiana Jack Pada Minggu ke 7 (A) Media Arang Sekam (B) Media Cocopeat (C) Media Daun Bambu (D) Media Kombinasi dan (E) Media Sphagnum moss
(A) (B) (C)
(D) (E)
(A)
Pertambahan Jumlah Daun
Hasil Analisis sidik ragam menunjukkan pertambahan jumlah daun Nepenthes rafflesiana Jack. pada perlakuan beberapa media tanam tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Lampiran 1). Pada tanaman Nepenthes rafflesiana Jack, pertumbuhan daun per minggu relatif lambat dengan rata-rata pertambahan sekitar 0.5 helai daun/ minggu (Tabel 1). Secara umum pertambahan jumlah daun Nepenthes rafflesiana Jack. banyak muncul pada tanaman yang bentuk dan ukurannya lebih kecil serta ukuran daunnya juga kecil. Hal ini diduga berkaitan dengan karakter fisiologis dari tanaman Nepenthes itu sendiri.
Tabel 1. Pertambahan Jumlah Daun Nepenthes rafflesiana Jack. pada Beberapa Media Perlakuan
Perlakuan Pertambahan Jumlah Daun (Daun/Minggu)
Arang sekam 0.45
Cocopeat 0.55
Daun bambu 0.54
Kombinasi 0.51
Sphagnum moss 0.53
Uji F tn
Keterangan: tn tidak berbeda nyata setelah uji F pada taraf 5%
Jumlah daun pada akhir percobaan bervariasi antara satu media dengan media yang lain (Gambar 3). Rata-rata jumlah daun terendah terdapat pada media arang sekam yaitu 14.76 daun, sedangkan paling tinggi terdapat pada media sphagnum moss yaitu 17.43 daun. Jumlah daun yang tidak sama, tidak berpengaruh terhadap laju pertambahan jumlah daun. Hal ini dapat terlihat setelah dilakukan uji F yang menunjukkan bahwa semua media perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju pertumbuhan jumlah daun.
Pengukuran pH Media
Pengukuran pH media yang dilakukan pada minggu ke lima dan ke tujuh menunjukkan bahwa nilai rata-rata pH media berkisar antara 4.2 hingga 6 (Tabel 2). Media arang sekam memiliki nilai pH sekitar 6, lebih tinggi dari media yang lain. Robert dan Oosting (1958) menyatakan bahwa pH media yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman karnivora adalah berkisar antara 3 – 6.
Tabel 2. Rata-rata nilai pH pada Setiap Media Perlakuan pada Minggu ke 5 dan ke 7
Perlakuan pH Rata-Rata
Arang sekam 6
Cocopeat 5
Daun bambu 4.2
Kombinasi 5.7
Sphagnum moss 4.3
Gambar 3. Grafik Jumlah Daun Nepenthes rafflesiana Jack. pada Beberapa Media aklimatisasi (Minggu ke 8)
Media
Persentase Daun yang Layu dan Bercak
Secara umum, warna daun Nepenthes rafflesiana Jack. seragam pada setiap media perlakuan yaitu hijau muda. Persentase jumlah daun yang layu ataupun adanya bercak cokelat paling banyak terdapat pada media arang sekam yaitu sebanyak 26 % (Tabel 3). Daun yang layu atau terdapat bercak coklat ini (Gambar 4) diduga karena pengaruh pH dan struktur media, terutama pada media arang sekam yang memiliki pH 6 dan memiliki pori-pori yang cukup besar, sehingga air tidak dapat tersimpan lama di dalam media. Menurut Mansur (2007), pH media yang sesuai untuk tanaman Nepenthes rafflesiana Jack. adalah kurang dari 4.
Struktur media arang sekam yang bersifat porous dan kurang dapat mengikat air, menyebabkan banyaknya air yang terbuang dan kelembaban udara di dalam wadah menurun sehingga daun menjadi layu dan terdapat bercak kecoklatan. Menurut Hartmann dan Kester (1990), media tumbuh yang ideal untuk tanaman secara umum adalah media yang memiliki syarat-syarat seperti struktur gembur, aerasi dan drainase yang baik, serta kelembapan cukup, bebas organisme pengganggu dan bahan berbahaya seperti pestisida, cukup hara mineral dan bobotnya ringan.
Tabel 3. Persentase Jumlah Daun yang Layu atau Terdapat Bercak Coklat pada Beberapa Media Perlakuan.
Media Perlakuan Jumlah Daun yang Layu atau Terdapat Bercak Coklat (%)
Arang Sekam 26
Cocopeat 3
Daun bambu 16
Kombinasi 13
Sphagnum moss 13
Pertambahan Jumlah Kantong
Pertambahan jumlah kantong Nepenthes rafflesiana Jack. pada perlakuan beberapa media tanam tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Lampiran 2).
Rata-rata pertambahan jumlah kantong per minggu berkisar antara 0.64 hingga 0.8 kantong/minggu (Tabel 4).
Terbentuknya kantong pada planlet Nepenthes rafflesiana Jack. sudah terjadi sejak di dalam media in vitro. Warna kantong selama dalam media in vitro hijau muda, tetapi setelah dipindahkan ke media aklimatisasi warna kantong yang
baru menjadi hijau muda dengan semburat merah, tepatnya setelah Minggu ke 7.
Tabel 4. Pertambahan Jumlah Kantong Nepenthes rafflesiana Jack. pada Beberapa Media Perlakuan
Keterangan: tn tidak berbeda nyata setelah uji F pada taraf 5%
Perlakuan Pertambahan Jumlah Kantong (Kantong/Minggu)
Arang sekam 0.64
Cocopeat 0.80
Daun bambu 0.71
Kombinasi 0.69
Spaghnum moss 0.74
Uji F tn
Bercak coklat
Daun layu
(A)
Gambar 4. Kondisi Daun Nepenthes rafflesiana Jack. pada Media Arang Sekam (A) Daun yang Terkena Bercak Cokelat (B) Daun yang Terkena Layu
(B) (B)
Jumlah kantong pada akhir percobaan bervariasi antara satu media dengan media yang lain (Gambar 5). Rata-rata jumlah daun kantong terendah terdapat pada media arang sekam yaitu 5.66 kantong, sedangkan paling tinggi terdapat pada media cocopeat yaitu 7.23 kantong. Jumlah kantong yang tidak sama, tidak berpengaruh terhadap laju pertambahan jumlah kantong. Hasil uji F menunjukkan bahwa semua media perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju pertumbuhan jumlah kantong.
Pertambahan jumlah kantong pada tanaman Nepenthes, berkaitan dengan ketersediaan unsur hara yang terkandung pada setiap media. Pada penelitian ini, pertambahan jumlah kantong pada semua media relatif sama. Hal ini diduga terjadi karena ketersediaan hara pada setiap media sama rendah. Semua tanaman Nepenthes ini tidak dipupuk selama penelitian berlangsung, sehingga hara yang terkandung dalam media perlakuan sangat sedikit. Kondisi yang miskin hara seperti ini, memacu tanaman Nepenthes untuk beradaptasi dengan lingkungannya, dengan cara memodifikasi bagian ujung daunnya menjadi suatu kantong (pitcer) untuk memangsa serangga dan mengurai mangsa tersebut menjadi protein yang diperlukan oleh Nepenthes. Menurut Clarke (1997), proses pembentukan kantong pada tanaman Nepenthes di alam berkaitan dengan usahanya untuk tetap bertahan
Gambar 5. Grafik Jumlah Kantong Nepenthes rafflesiana Jack. pada Beberapa Media aklimatisasi (Minggu ke 8)
Media
hidup di habitatnya yang miskin hara. Ukuran kantong yang besar memungkinkan tanaman ini untuk memerangkap serangga dan hewan kecil lainnya untuk tambahan nutrisi guna memenuhi kebutuhannya.
Pertambahan Ukuran Tinggi Kantong
Pengukuran tinggi kantong dilakukan pada minggu ke 6 hingga minggu ke 8. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan media tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan tinggi kantong (Lampiran 3). Pertambahan ukuran tinggi kantong relatif lebih cepat pada media kombinasi yaitu 0.18 cm/minggu (Tabel 5).
Tabel 5. Pertambahan Ukuran Tinggi Kantong Nepenthes rafflesiana Jack.
pada Beberapa Media Perlakuan
Perlakuan Pertambahan Tinggi Kantong (cm/Minggu)
Arang sekam 0.15
Cocopeat 0.17
Daun bambu 0.16
Kombinasi 0.18
Spaghnum moss 0.14
Uji F tn
Keterangan: tn tidak berbeda nyata setelah uji F pada taraf 5%
Tinggi kantong diduga berpengaruh terhadap ketersediaan enzim Nepenthesin yang terdapat pada kantong Nepenthes. Hal ini dapat terlihat dengan adanya cairan menyerupai lendir, yang muncul ketika ukuran tinggi kantong sudah mencapai > 0.8 cm. Witarto (2006), berhasil mengisolasi protein dalam cairan kantong atas dan kantong bawah N. gymnamphora dari Taman Nasional Gunung Halimun, setiap 800 ml cairan yang dikumpulkan dari kantong, dapat dimurnikan protein sebanyak 1 ml. Uji aktivitas terhadap protein yang telah dimurnikan menunjukkan bahwa protein itu adalah enzim protease yang kemungkinan besar adalah Nepenthesin I dan Nepenthesin II.
Pertambahan Jumlah Akar
Pengukuran jumlah akar dilakukan pada awal dan akhir pengamatan. Hal ini berkaitan dengan strukur akar tanaman Nepenthes yang tipis dan mudah putus.
Menurut Pierik (1987), tanaman yang berasal dari proses kultur jaringan memiliki sistem perakaran yang sangat rentan dan tidak berfungi dengan baik dalam keadaan in vivo. Akar-akar tersebut akan segera mati dan harus segera diganti dengan akar-akar baru yang terbentuk dalam media aseptik. Bentuk perakaran Nepenthes termasuk dalam akar serabut dengan beberapa akar sekunder dan tersier yang cukup banyak (Gambar 6).
Pertambahan jumlah akar Nepenthes yang tumbuh pada perlakuan media tanam tidak berbeda nyata (Lampiran 4), sehingga antara perlakuan satu dengan yang lain tidak memiliki perbedaan jumlah akar. Rata-rata jumlah akar berkisar antara 5.1 hingga 6.53 akar (Tabel 6.).
Gambar 6. Bentuk Perakaran Nepenthes rafflesiana Jack.
Tabel 6. Pertambahan Jumlah Akar Nepenthes rafflesiana Jack. pada Beberapa Media Perlakuan.
Keterangan: tn tidak berbeda nyata setelah uji F pada taraf 5%
Pada penelitian ini, akar yang terbentuk pada media cocopeat relatif lebih banyak dibandingkan dengan media lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Annisa (2009) bahwa Cocopeat mampu mempercepat pertumbuhan akar karena cocopeat mampu menyimpan oksigen dalam pori-porinya. Akar yang banyak dan sehat akan mempercepat pertumbuhan tanaman hortikultura sampai dua kali lipat.
Pertambahan Tinggi Tanaman
Berdasarkan hasil uji sidik ragam (Lampiran 5), pertambahan tinggi tanaman Nepenthes pada perlakuan media tanam memberikan hasil yang tidak berbeda nyata. Secara umum pertambahan rata-rata tinggi tanaman Nepenthes rafflesiana Jack. pada setiap minggunya hanya berkisar 0.058 - 0.065 cm/minggu (Tabel 7). Pada tanaman yang lebih muda (dengan kriteria ukuran daun yang masih kecil) pertambahan tinggi tanaman lebih cepat dibandingkan dengan tanaman yang lebih tua (daun yang lebar). Hal ini diduga karena akumulasi unsur hara pada tanaman muda yang ditranportasikan dari akar menuju tanaman, lebih tertuju pada pertumbuhan batang dan tunas daun. Pada tanaman yang lebih tua, akumulasi unsur hara dari akar menuju tanaman lebih tertuju pada pertumbuhan daun.
Perlakuan Pertambahan Jumlah Akar (akar)
Arang sekam 5.3
Cocopeat 6.53
Daun bamboo 5.67
Kombinasi 5.1
Spaghnum moss 5.6
Uji F tn
Tabel 7. Pertambahan Tinggi Tanaman Nepenthes rafflesiana Jack. pada Beberapa Media Perlakuan
Keterangan: tn tidak berbeda nyata setelah uji F pada taraf 5%
Tinggi tanaman pada akhir percobaan bervariasi antara satu media dengan media yang lain (Gambar 7). Rata-rata tinggi tanaman terendah terdapat pada media arang sekam yaitu 1.74 cm, sedangkan paling tinggi terdapat pada media sphagnum moss yaitu 1.94 cm. Tinggi tanaman yang tidak sama, tidak berpengaruh terhadap laju pertambahan tinggi tanaman. Hasil uji F menunjukkan bahwa semua media perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju pertumbuhan tinggi tanaman.
Perlakuan Pertambahan Tinggi Tanaman (cm/ Minggu)
Arang sekam 0.064
Cocopeat 0.065
Daun bambu 0.065
Kombinasi 0.061
Spaghnum moss 0.058
Uji F tn
Gambar 7. Grafik Tinggi Tanaman Nepenthes rafflesiana Jack. Pada Beberapa Media Aklimatisasi (Minggu Ke 8)
Media
Persentase Muncul Tunas Baru
Persentase jumlah tunas baru yang muncul selama percobaan, paling banyak terdapat pada perlakuan media Spaghnum moss sebanyak 6% (Tabel 8).
Pada media arang sekam tidak tumbuh tunas sama sekali, hal ini diduga karena kurang sesuainya sifat fisik dari media arang sekam tersebut untuk pertumbuhan tunas Nepenthes. Pertumbuhan tunas baru muncul di sekitar pangkal batang pada Minggu ke 5. Tunas baru ini tumbuh baik seperti induknya yang ditandai dengan tumbuhnya daun dan munculnya kantong pada setiap ujung daun (Gambar 8).
Tabel 8. Persentase Tunas yang Muncul pada Beberapa Media Perlakuan Media Perlakuan Persentase Muncul Tunas (%)
Arang Sekam 0
Cocopeat 3
daun bambu 3
Kombinasi 3
Sphagnum moss 6
Jumlah anakan yang banyak muncul terdapat pada media sphagnum moss sebanyak 6%, hal ini diduga karena ketersediaan unsur hara yang terdapat pada media tersebut, terutama unsur hara nitrogen yang memacu pertumbuhan vegetative tanaman sehingga memacu pertumbuhan tunas baru. Menurut Wiryanta (2007), kelebihan dari media sphagnum moss adalah kemampuan mengikat air sampai 80% dan mengandung nitrogen sebanyak 2-3%.
(A)
Tunas baru
Gambar 8. (A) dan (B) Tunas Baru pada Perlakuan Media Spaghnum Moss (B)
Penampilan Keragaan Nepenthes rafflesiana Jack.
Warna daun Nepenthes rafflesiana Jack. selama tahapan aklimatisasi pada umumnya berwarna seragam yaitu hijau muda. Beberapa daun terlihat hijau kekuningan bahkan menguning, diduga karena adanya pengaruh pH pada media perlakuan. Warna kantong Nepenthes rafflesiana Jack. selama pengamatan secara umum seragam yaitu berwarna hijau tua.
Berdasarkan penampilan keragaan, yang diambil contoh satu dari setiap media perlakuan (contoh diambil berdasarkan kriteria jumlah daun, jumlah akar, jumlah kantong dan tinggi tanaman yang seragam pada awal pengamatan) secara umum dapat terlihat penampilan Nepenthes yang berbeda pada beberapa media perlakuan. Pada media cocopeat, perakaran tanaman Nepenthes sangat banyak dibandingkan dengan media yang lainnya. Struktur daun terlihat lebih kecil dengan ukuran kantong yang cukup besar. Pada media sphagnum moss, perakaran sangat sedikit, tanaman lebih kerdil dibandingkan dengan tanaman lain, ukuran kantong lebih kecil dengan jumlah kantong yang relatif lebih banyak. Pada media kombinasi, daun terlihat lebih lebar dan warna daun lebih hijau. Pada media daun bambu, tanaman terlihat kecil dan banyak muncul rambut akar / akar sekunder.
Pada media arang sekam, tanaman terlihat segar namun terdapat daun yang menguning atau layu dan perakaran cukup banyak (Gambar 9).
Bila ditinjau dari segi ekonomis, media cocopeat merupakan media yang layak digunakan untuk tahap aklimatisasi Nepenthes rafflesiana Jack. Media cocopeat juga merupakan media yang lebih baik dibandingkan dengan media aklimatisasi lainnya, karena ditunjang dengan beberapa peubah pengamatan (tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah kantong dan jumlah akar) yang menunjukkan keunggulan dari media ini.
Gambar 9. Penampilan Keragaan Tanaman Nepenthes pada Semua Media Perlakuan (A) Media Arang Sekam, (B) Media Cocopeat, (S) Media Sphagnum moss, (D) Media Daun Bambu, (K) Media Kombinasi
Secara visual dapat terlihat perbedaan yang muncul pada setiap perlakuan, seperti warna daun, yang menguning ataupun yang layu akibat media yang kurang sesuai. Pada media arang sekam terdapat beberapa helai daun (sekitar 26%) yang layu atau pun terdapat bercak cokelat, hal ini diduga karena pengaruh derajat keasaman media tanam yang mencapai pH 6. Menurut Mansur (2007), tanaman Nepenthes rafflesiana Jack. biasanya tumbuh di hutan kerangas atau lahan gambut yang miskin unsur hara dan memiliki pH rendah, sedangkan nilai pH media pada arang sekam mendekati netral.
A B S D K