• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

7

LANDASAN TEORI

2.1. Asuransi

2.1.1. Pengertian Asuransi

Dalam bahasa Belanda kata asuransi disebut “Assurantie” yang terdiri dari kata “Assurandeur” yang berarti penanggung dan “Geassurreerde” yang berarti tertanggung. Kemudian dalam bahasa Prancis disebut “Assurance” yang berarti menanggung sesuatu yang pasti terjadi. Sedangkan dalam bahasa latin disebut

“Assecurare” yang berarti meyakinkan orang. Dalam bahasa inggris kata asuransi

berarti “Insurance” yang berarti menanggung sesuatu yang pasti terjadi. Sesuai dengan arti kata-kata tersebut, usaha asuransi merupakan usaha pertanggungan / pengalihan resiko. Dengan adanya usaha ini seseorang akan merasa lebih aman karena adanya pertanggungan dari perusahaan asuransi atas peristiwa yang mungkin akan dialami, dengan cara memberikan jaminan dan ganti rugi.

Berdasarkan pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dalam Ali (2008:1), Asuransi mempunyai pengertian sebagai berikut:

Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian (timbal balik), dengan mana seseorang penanggung mengikatkan diri kepada seseorang tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya, karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya, karena suatu peristiwa tak tentu (onzeker voonal).

(2)

Menurut Salim (2007:1) mendefinisikan “Asuransi ialah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti/substitusi kerugian-kerugian besar yang belum terjadi”.

Menurut UU No.2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian yang mana dalam Undang-undang tersebut didefinisikan sebagai berikut:

“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diberikan tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seorang yang dipertanggungkan.”

Dari rumusan pasal tersebut dapat dikemukakan bahwa pada dasarnya asuransi atau pertanggungan itu adalah suatu iktiar dalam rangka menanggulangi adanya risiko.

Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan Asuransi mempunyai sifat untuk mengurangi risiko besar akibat suatu peristiwa yang dialami seseorang, manfaat asuransi adalah rasa aman dan perlindungan dengan memiliki polis asuransi, maka tertanggung akan terhindar dari kerugian-kerugian yang mungkin timbul.

2.2. Asuransi Syariah

2.2.1. Pengertian Asuransi Syariah

Dalam bahasa Arab Asuransi disebut at-ta’min, penanggung disebut mu’ammin, sedangkan tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min. Secara

(3)

umum asuransi islam sering diistilahkan dengan takaful dapat digambarkan sebagai asuransi yang prinsip operasionalnya didasarkan pada syari’at islam dengan mengacu pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Takaful berasal dari bahasa arab yang kata dasarnya kafalah yang kemudian ditashrif menjadi rafaa’ala yang artinya saling menanggung atau saling menjamin.

Menurut Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, asuransi syariah (ta’min, takaful atau tadhamun) adalah:

“Usaha saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah pihak/orang melalui investasi dalam bentuk asset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu dalam akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Maksud dari akad yang sesuai dengan syariah yaitu yang tidak mengandung penipuan (gharar), perjudian, riba, penganiayaan, korupsi (risywah), barang haram dan maksiat.”

Dengan demikian didalam asuransi terdapat dua pihak yang terlibat. Pertama, pihak yang mempunyai kesanggupan untuk menanggung atau menjamin yang disebut dengan “penjamin”. Kedua, pihak yang mendapatkan ganti rugi jika menderita suatu musibah sebagai akibat dari peristiwa yang belum tentu akan terjadi, yang disebut

“tertanggung”.

Sedangkan menurut Tarmizi (2014:251) mengemukakan bahwa: “Ta’min islami (Asuransi Syariah), yaitu kesepakatan sekelompok orang yang menghadapi resiko tertentu untuk mengurangi resiko yang terjadi, dengan cara membayar kewajiban atas dasar hibah yang mengikat, sehingga terhimpun dana tabarru’.”

Dana ini memiliki tanggungan tersendiri yang digunakan untuk membayar ganti rugi para peserta asuransi syariah atas resiko yang terjadi, sesuai dengan ketentuan yang disepakati. Dana ini dikelola oleh dewan yang ditunjuk oleh para

(4)

pemegang polis, atau sebuah perusahaan jasa dengan akad wakalah untuk mengendalikan dana atau untuk mengembangkan dana.

Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah dalam Mardani (2015:92) mengatakan bahwa:

“ta’min/asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, yang pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi ta’min untuk menerima penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.”

Dari beberapa teori diatas, dapat kita ambil kesimpulan bahwasannya asuransi takaful merupakan pihak yang tertanggung penjamin atas segala risiko kerugian, kerusakan, kehilangan, atau kematian yang dialami oleh nasabah (pihak tertanggung).

Dalam hal ini, si tertanggung mengikat perjanjian (penjaminan resiko) dengan si penanggung atas barang atau harta, jiwa dan sebagainya berdasarkan prinsip bagi hasil yang mana kerugian dan keuntungan disepakati oleh kedua belah pihak.

2.2.2. Prinsip-prinsip Asuransi Syariah

Menurut Mardani (2015:99) prinsip-prinsip asuransi syariah yaitu:

1. Tolong Menolong

Tolong-menolong menjadi prinsip asuransi syariah karena dalam asuransi syariah menggunakan akad tabarru’, yaitu akad kebaikan. Akad tabarru’

dilakukan dengan tujuan tolong-menolong dalam rangka berbuat kebaikan.

2. Kerja Sama

(5)

Kerja sama yang diterapkan dalam asuransi syariah dapat berwujud dalam tolong- menolong menjadi prinsip asuransi syariah karena dalam asuransi syariah menggunakan akad tabarru’, yaitu akad kebaikan. Akad tabarru’

dilakukan dengan tujuan tolong-menolong dalam rangka berbuat kebaikan.

3. Kerelaan

Dalam bisnis asuransi syariah, kerelaan (ar-ridha) dapat diterapkan pada setiap anggota (nasabah) asuransi agar mempunyai motivasi dari awal untuk merelakan sejumlah dana (premi) yang disetorkan ke perusahaan asuransi, yang difungsikan sebagai dana sosial (tabarru’). Dana sosial (tabarru’) betul-betul digunakan untuk tujuan membantu anggota (nasabah) asuransi yang lain jika mengalami bencana kerugian.

4. Amanah

Prinsip amanah harus diterapkan dalam semua bisnis syariah, termasuk asuransi syariah. Amanah yaitu berarti bertanggung jawab (responsibility, transparansi, trustworthy). Sifat amanah harus diterapkan pada kedua belah pihak antara

nasabah dan perusahaan asuransi syariah yaitu seorang nasabah menyampaikan informasi yang benar berkaitan dengan premi yang dibayar, dan tidak memanipulasi kerugian yang menimpa dirinya. Sifat amanah bagi perusahaan asuransi yaitu harus membuat laporan yang jujur dan transparan.

5. Keadilan

Prinsip keadilan dalam bisnis asuransi syariah dapat diterapkan dalam pembagian hasil (nisbah bagi hasil), sesuai kesepakatan dalam akad.

(6)

6. Bebas Riba

Sistem asuransi syariah tidak mengenal riba (bunga/interest). Karena riba hukumnya haram menurut syariah.

7. Bebas Gharar

Gharar secara bahasa berarti: resiko, tipuan, dan menjatuhkan diri atau harta ke jurang kebinasaan. Menurut istilah gharar adalah jual beli yang tidak jelas kesudahannya. Ketidakjelasan ini bisa terjadi pada barang atau harga.

Asuransi konvensional dilarang karena kontraknya berasaskan gharar yang akadnya dikaitkan dengan kejadian yang tidak jelas, mungkin terjadi dan mungkin tidak terjadi.

8. Bebas Maisir

Asuransi syariah dilarang menggunakan model perjudian, karena judi dilarang oleh syariah.

Menurut Amrin (2011:144), Ulama dan ahli ekonomi islam mengemukakan bahwa asuransi syariah atau asuransi takaful ditegakkan atas tiga prinsip utama syariah. Ketiga prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

1. Saling bertanggung jawab

Yang berarti para peserta asuransi takaful memiliki rasa tanggung jawab bersama untuk membantu dan menolong peserta lain yang mengalami musibah atau kerugian dengan niat ikhlas, karena memikul tanggung jawab dengan niat ikhlas adalah ibadah.

2. Saling Bekerja Sama

Yang berarti diantara peserta asuransi takaful yang satu dengan lainnya saling

(7)

bekerja sama dan saling tolong-menolong dalam mengatasi kesulitan yang dialami karena sebab musibah yang diderita.

3. Saling melindungi penderitaan satu sama lain

Yang berarti bahwa para peserta asuransi takaful akan berperan sebagai pelindung bagi peserta lain yang mengalami gangguan keselamatan berupa musibah yang dideritanya.

2.2.3. Akad dalam Asuransi Syariah

Kontrak/akad merupakan bagian yang paling penting yang membedakan asuransi syariah dengan asuransi konvensional. Karena sifat alami risiko memang tidak pasti (gharar) sementara islam mengharamkan qharar maka kontrak asuransi syariah haruslah bukan merupakan kontrak jual beli.

Dalam asuransi syariah akad yang sesuai dengan syariah adalah akad yang tidak mengandung unsur gharar, maisir, dan riba. Menurut Tarmizi (2014:255), Akad yang digunakan dalam asuransi syariah yaitu:

1. Akad Musyarakah

Merupakan akad antara sesama para pemegang polis asuransi syariah.

2. Akad Wakalah

Merupakan akad antara perusahaan yang ditunjuk untuk mengelola dana yang terhimpun. Jika perusahaan juga dipercayakan untuk mengembangkan dana maka akadnya adalah mudharabah.

3. Hibah yang bersifat Memikat

(8)

Akad antara pemegang polis dan badan dana pada saat awal perjanjian, dan pada saat klaim ganti rugi diberikan oleh badan dana maka akadnya adalah Aliltizam.

Sedangkan menurut Amrin (2006:80) mengatakan bahwa: “Akad yang mendasari kontrak asuransi syariah adalah akad tabarru’. Dalam akad ini pihak pemberi dengan ikhlas memberikan sesuatu dalam bentuk kontribusi atau premi tanpa ada keinginan untuk menerima apapun dari orang yang menerima kontribusi tersebut.”

2.2.4. Pengertian Premi

Dalam bahasa inggris premi berarti premium yaitu uang angsuran kepada pihak asuransi. Premi merupakan pembayaran sejumlah uang yang dilakukan pihak tertanggung kepada penanggung untuk mengganti suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan yang diharapkan akibat timbulnya perjanjian atas pemindahan resiko dari tertanggung kepada penanggung.

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia premi adalah uang yang harus dibayarkan pada waktu tertentu oleh yang akan menerima ganti rugi.

Menurut Triandaru –Budisantoso (2011:183b) mengatakan bahwa:

Premi asuransi adalah kewajiban penanggung berupa pembayaran uang dalam jumlah tertentu secara periodik. Jumlah premi sendiri tergantung pada faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya tingkat risikodan jumlah nilai pertanggungan. Jangka waktu pembayaran premi sangat tergantung pada perjanjian yang sudah dituangkan dalam polis asuransi, jangka waktu pembayaran dapat bulanan, triwulan, semesteran atau tahunan.

Premi menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21/DSN MUI/X/2001 adalah kewajiban peserta asuransi untuk memberikan sejumlah dana kepada perusahaan asuransi dengan kesepakatan dalam akad.

(9)

Dengan perincian bahwa:

1. Pembayaran premi didasarkan atas jenis akad tijarah dan jenis akad tabarru 2. Untuk menentukan besarnya premi perusahaan asuransi jiwa dapat menggunakan

rujukan, misalnya tabel mortalita untuk asuransi jiwa dan tabel momorbedita untuk asuransi kesehatan, dengan syarat tidak memasukan riba dalam perhitungannya.

3. Premi yang berasal dari akad mudharabah dapat diinvestasikan dan hasil investasinya dibagi hasilkan dengan peserta.

4. Premi yang berasal dari jenis akad tabarru’ dapat diinvestasikan.

Dengan demikian premi dalam asuransi jiwa merupakan imbalan jasa atas jaminan perlindungan jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada tertanggung dengan menyediakan sejumlah uang terhadap resiko hari tua atau kematian.

2.2.5. Pengertian Polis

Menurut Triandaru-Budisantoso (2011-182a) mengatakan bahwa: “Polis asuransi adalah bukti tertulis atau surat perjanjian antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian asuransi. Polis ini memegang peranan penting dalam menjaga konsistensi pertanggung jawaban baik pihak penanggung maupun tertanggung, dengan adanya polis ini kedua belah pihak mendapatkan kekuatan secara hukum.”

Menurut Tarmizi (2014:246) mengatakan bahwa: “Polis asuransi adalah akad tukar menukar uang dengan uang (sharf) karena pada saat tertanggung menerima uang ganti rugi berarti ia memberikan uang dalam bentuk premi dan menerima uang dalam bentuk ganti rugi.”

(10)

Jadi polis asuransi menurut Triandaru-Budisantoso adalah bukti perjanjian pertanggungan yang merupakan bukti tertulis.

Polis asuransi memuat hal-hal sebagai berikut:

1. Nomor polis

2. Nama dan alamat tertanggung 3. Uraian resiko

4. Jumlah pertanggungan

5. Besar premi, bea materai, dan lain-lain 6. Bahaya-bahaya yang dijaminkan

2.2.6. Pengertian Klaim

Klaim dalam bahasa inggris berasal dari kata claims yang berarti tuntutan, tagihan atau hak. Dalam kamus asuransi, klaim berarti permohonan atau tuntutan seseorang pemilik polis terhadap perusahaan asuransi untuk pembayaran santunan sesuai dengan pasal-pasal dari sebuah polis.

Menurut Muthohari (2012:14) mengatakan bahwa: “Klaim adalah sebagai permintaan atau tuntutan pembayaran manfaat sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam polis asuransi.”

Dengan perincian bahwa klaim:

1. Klaim dapat dibayarkanberdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian.

2. Klaim dapat berbeda dalam jumlah, sesuai dengan premi yang dibayarkan Klaim atas akad tijaroh sepenuhnya merupakan hak peserta, dan merupakan kewajiban perusaaan untuk memenuhinya.

3. Klaim atas akad tabbaru’ merupakan hak peserta dan merupakan kewajiban

(11)

perusahaan sebatas yang disepakati dalam akad.

Jadi klaim dalam asuransi syariah adalah suatu tuntutan yang telah disepakati antara pemegang polis dan perusahaan asuransi.

2.3. Akuntansi Pendapatan 2.3.1. Pengertian Pendapatan

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI : 2007 : 23.2) mengatakan bahwa:

“Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi modal.”

Definisi yang diberikan oleh IAI menyatakan bahwa pendapatan hanya terdiri dari arus masuk bruto dan manfaat ekonomi yang diterima dan bukan berasal dari pinjaman atau pertambahan ekuitas. Pendapatan yang diperoleh akan mengakibatkan bertambah atau hutang berkurang yang pada akhirnya akan mengakibatkan kenaikan ekuitas pemilik. Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2010:23a), pendapatan mempunyai arti yaitu “Penghasilan yang timbul dari aktivitas perusahaan yang dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga, dividen, royalty, dan sewa.”

Menurut Suhayati (2009 : 25) mengatakan bahwa: “Pendapatan adalah kotor dalam modal pemilik yang dihasilkan dari penjualan barang dagangan, pelaksanaan jasa dari para langganan atau klien, penyerahan harta, peminjaman uang dan semua kegiatan usaha serba potensi yang bertujuan untuk memperoleh penghasilan.”

(12)

Pendapatan premi yang diterima perusahaan tidak hanya menjadi profit perusahaan tetapi sebagian juga merupakan kewajiban perusahaan di masa mendatang. Sebagian premi harus dicadangkan perusahaan sebagai cadangan premi sehingga bila dimasa akan datang terjadi klaim maka perusahaan tidak kesulitan membayarnya.

Dari beberapa teori diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pendapatan berasal dari penjualan produk dimana pendapatan sangat penting untuk kelangsungan perusahaan sehingga pendapatan yang diterima bisa digunakan untuk pembayaran klaim apabila suatu saat nasabah mengajukan klaim.

2.3.2. Sumber dan Jenis Pendapatan

Pada dasarnya pendapatan timbul dari penjualan barang atau penyerahan jasa kepada pihak lain dalam periode akuntansi tertentu. Bentuk-bentuk yang akan diterima perusahaan dapat bermacam-macam tergantung dari mana proses terjadinya pendapatan itu sendiri. Untuk pendapatan yang timbul dari proses penjualan barang dagangan dan penyerahan jasa perusahaan dapat menerima imbalan berupa kas masuk bruto yang dapat berupa kas atau setara kas. Sedangkan pendapatan yang timbul dari pengakuan aktiva perusahaan oleh pihak lain akan menimbulkan sejumlah pendapatan yang akan diperoleh perusahaan dalam bentuk:

1. Bunga : pembebanan untuk penggunaan kas atau setara kas, atau jumlah terhutang kepada perusahaan.

2. Royalty : pembebanan untuk penggunaan aktiva jangka panjang perusahaan, misalkan merek, paten, dan lain-lain.

(13)

3. Deviden : distribusi laba kepada pemegang investasi ekuitas sesuai dengan proporsi mereka dari jenis modal tertentu.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sumber pendapatan dapat meliputi semua hasil yang diperoleh dari kegiatan perusahaan. Kaitannya dengan operasi perusahaan, pada umumnya sumber pendapatan yang diperoleh perusahaan terdiri dari:

1. Pendapatan Operasional

Pendapatan ini timbul dari hasil kegiatan-kegiatan usaha normal perusahaan, baik hasil barang dagangan, maupun penyerahan jasa. Pendapatan ini dapat juga muncul dari kegiatan utama perusahaan lainnya yang menjadi tujuan utama perusahaan dan berhubungan langsung dengan usaha (operasi) pokok perusahaan bersangkutan. Pendapatan ini sifatnya normal sesuai dengan tujuan utama perusahaan dan terjadi berulang-ulang selama perusahaan melangsungkan kegiatannya. Adapun jenis pendapatan yang diperoleh sangat dipengaruhi oleh usaha yang dijalankan oleh perusahaan bersangkutan.

2. Pendapatan non operasional

Setiap pendapatan yang diperoleh dari sumber lain di luar kegiatan utama perusahaan digolongkan sebagai pendapatan non operasional, sering juga disebut dengan pendapatan lain-lain. Pendapatan ini diterima perusahaan tidak direncanakan sebelumnya. Besarnya jumlah pendapatan non operasional ini umumnya lebih kecil dari pada pendapatan operasional perusahaan, namun dapat menambah besarnya laba yang akan diperoleh perusahaan.

(14)

2.3.3. Pengakuan dan Penentuan Pendapatan

Pendapatan untuk suatu periode umumnya ditentukan tersendiri terlepas dari beban dengan menerapkan sistem pengakuan pendapatan. Prinsip pengakuan pendapatan menetapkan bahwa pendapatan diakui pada saat direalisasi atau dapat direalisasi dan dihasilkan. Pendapatan direalisasikan bila barang-barang atau jasa-jasa dipertukarkan untuk kas atau klaim atau kas (piutang). Pendapatan dapat direalisasikan bila aktiva yang diterima segera dapat dikonvirmasikan pada jumlah kas atau klaim atas kas yang diketahui.

Pengakuan terhadap pendapatan adalah suatu hal yang penting sebab pengakuan pendapatan berarti menerima nilai-nilai baru harta benda (asset) karena transaksi tukar menukar dan mencatat nilai-nilai baru ini dalam pembukuan.

Pendapatan merupakan bagian dari penghasilan, maka pendapatan diakui dalam laporan laba rugi kalau kenaikan manfaat ekonomi di masa depan yang berkaitan dengan peningkatan aktiva atau penurunan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan andal.

2.4. Akuntansi Beban 2.4.1. Pengertian Beban

Menurut Shatu (2016:73) mengatakan bahwa “Beban merupakan berkurangnya nilai aktiva atau bertambahnya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak berhubungan dengan penarikan modal dan pembagian laba kepada penanam modal.”

(15)

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007:73b) mendefinisikan beban sebagai berikut:

“Beban atau expenses adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal”.

Menurut Surya (2012:20) mendefinisikan beban sebagai berikut:

Beban (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya asset atau terjadinya liabilitas yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal. Definisi beban mencangkup baik beban yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa maupun kerugian (loss).

Sedangkan menurut Carter dan Usry dalam Krista (2006:30) mengemukakan bahwa: “Beban adalah aliran keluar terukur dari barang yang kemudian ditandingkan dengan pendapatan-pendapatan untuk menentukan laba, atau sebagai penurunan dalam aktiva bersih sebagai akibat penggunaan jasa ekonomis.

Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa beban adalah pengorbanan atau pengeluaran dari sumber-sumber ekonomi yang dapat dinilai dengan nilai uang untuk merealisasikan jumlah pendapatan pada suatu periode akuntansi. Beban merupakan bagian dari biaya yang sudah habis dan telah menghasilkan pendapatan.

2.4.2. Jenis-jenis Beban

Menurut Soemarso (2013:226) beban dapat dikelompokan menjadi beban penjualan (selling expenses), beban administrasi dan umum ( general and

(16)

administrative expenses) dan beban lain-lain (other expenses).

1. Beban penjualan (selling expenses)

Beban penjualan adalah semua beban yang terjadi dalam hubungannya dengan kegiatan menjual dan memasarkan barang seperti kegiatan promosi, penjualan dan pengangkutan barang-barang yang dijual. Contoh : beban iklan dan promosi.

2. Beban administrasi dan umum (General and administrative Expenses) beban yang bersifat umum dalam perusahaan. Contoh : beban gaji dan upah, beban pemeliharaan.

3. Beban lain-lain (Other Expenses)

Beban-beban yang tidak dapat dihubungkan secara langsung dan pasti dengan kegiatan utama perusahaan (perdagangan) dikelompokan kedalam bebna lain-lain (other espenses) atau beban non-usaha (non operating expenses). Beban bunga merupakan salah satu contoh dari beban ini, kadang-kadang karena beban bunga timbul sebagai akibat dari kegiatan perusahaan untuk memperoleh dana (pembelanjaan). Maka disebut beban pembelanjaan (financing expenses). Contoh lain : kerugian dari penjualan aktiva tetap dalam laporan laba rugi, pendapatan dan beban lain-lain.

Jenis-jenis beban dapat diklasifikasikan juga berdasarkan jenis perusahaan yang bersangkutan, seperti perusahaan jasa, dagang dan manufaktur. Tetapi secara keseluruhan jenis beban pada setiap perusahaan sama, hanya terdapat beberapa jenis beban yang tidak ada perusahaan lain.

a. Perusahaan Jasa

(17)

Pada perusahaan jasa jenis beban hanya satu yaitu beban usaha, tetapi beban usaha terbagi pada beberapa jenis juga, yaitu sebagai berikut:

1) Beban gaji : beban yang berasal dari pemakaian jasa karyawan atau buruh yang diperkerjakan dalam perusahaan.

2) Beban sewa : beban yang timbul karena terjadi sewa atau pemakaian sesuatu yang bersifat sewa.

3) Beban perlengkapan : beban yang timbul karena pemakaian perlengkapan atau bahan pembantu dalam operasional perusahaan.

4) Beban bunga (interest expenses) : beban yang timbul karena peminjaman uang pada bank yang dikenai bunga.

5) Beban serba-serbi (miscellaneous expenses) : beban yang terdiri dari bermacam-macam transaksi yang jumlahnya kecil, tidak sering terjadi dan tidak tertampung dalam salah satu akun beban yang ada dalam bagian akun.

b. Perusahaan dagang

Pada perusahaan dagang karena terjadi penjualan maka terdapat beban yang berhubungan dengan penjualan atau kegiatan utama perusahaan :

1) Beban penjualan (selling expenses) : beban yang terjadi dalam hubungannya dengan kegiatan menjual dan memasarkan barang.

2) Beban administrasi dan umum : beban yang terjadi dalam hubungannya dengan kegiatan perusahaan secara keseluruhan dan beban yang bersifat umum yang tidak dapat diidentifikasikan ke

(18)

dalam kegiatan spesifik seperti produksi atau penjualan.

3) Beban lain-lain (other expenses) : beban yang tidak berhubungan dengan kegiatan utama perusahaan.

c. Perusahaan Manufaktur

Pada umumnya beban pada perusahaan manufaktur sama dengan perusahaan lainnya :

1) Biaya pokok penjualan ( Cost of Good Solds)

Rekening biaya pokok penjualan merupakan biaya perolehan dari pos-pos persediaan ( harga pembelian atau biaya pabrikasi ) yang dijual untuk menghasilkan pendapatan penjualan. Biaya pokok barang yang tersedia untuk dijual (Cost Of Good Available For Sale) adalah persediaan awal ditambah pembelian (biaya pokok barang yang diproduksi). Biaya pokok penjualan ditentukan dengan mengurangkan persediaan akhir dari baiaya pokok barang yang tersedia untuk dijual.

2) Beban Operasi (Operating Expenses)

Beban operasi adalah beban berkala dan lazim yang dikeluarkan perusahaan dalam upayanya memperoleh pendapatan. Beban-beban ini biasanya diklasifikasikan berdasarkan kategori-kategori fungsional. Klasifikasi yang lazim dipakai adalah dengan memisahkan beban penjualan (selling expenses) dari beban umum dan administrasi (general administrative expenses). Contoh beban

(19)

operasi adalah beban iklan, beban pemeliharaan, beban penyusutan, beban gaji, dan lain-lain.

3) Beban Lain-lain (Other expense)

Beban lain-lain pada pokoknya mengandung beban-beban yang dikeluarkan dari aktivitas-aktivitas yang bukan merupakan kegiatan pokok perusahaan sehingga nilai rupiah dari aktivitas ini biasanya terhitung kecil.

2.4.3. Pengakuan dan Penentuan Beban

Suatu perkiraan yang memenuhi definisi untuk diadakan pengakuan (recognition) kalau pertama, ada kemungkinan bahwa menfaat ekonomi yang berkaitan dengan perkiraan tersebut akan mengalir dari atau ke dalam perusahaan dan Kedua, Perkiraan tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal. Dengan merujuk pada definisi di atas maka beban dapat dan juga harus diakui di dalam hubungannya dengan penyajian laporan keuangan yang benar dan lengkap.

Beban diakui dalam laporan laba rugi kalau penurunan aktiva atau peningkatan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan andal. Ini berarti pengakuan beban terjadi bersamaan dengan pengakuan kenaikan kewajiban atau penurunan aktiva.

Beban merupakan faktor pengurang pendapatan dalam menentukan laba oleh karena itu beban diakui dalam laporan laba rugi atas dasar hubungan langsung antara biaya yang timbul dan pos pendapatan tertentu yang diperoleh. Proses yang biasanya disebut penandingan biaya dengan pendapatan ini melibatkan pengakuan pendapatan

(20)

dan beban secara gabungan atau bersamaan yang dihasilkan secara langsung dan bersama-sama dari transaksi atau peristiwa lainnya yang sama misalnya, berbagai komponen beban yang membentuk beban pokok penjualan diakui pada saat yang sama dengan pendapatan yang diperoleh dari penjualan barang.

Laba rugi dapat ditentukan dengan menandingkan antara pendapatan yang diterima dengan beban yang dikeluarkan dalam memperoleh pendapatan yang dimaksud.

Pengertian penandingan yaitu proses pelaporan biaya dan penghasilan dilakukan atas dasar hubungan sebab akibat. Dengan demikian, hubungan antara pendapatan dengan beban/biaya mempunyai hubungan yang sangat erat dalam penentuan laba.

2.5. Pengakuan Pendapatan dan Beban Menurut PSAK No.108 2.5.1. Pengakuan Pendapatan dan Beban

1. Pengakuan Awal

a. Paragraf 14. Kontribusi dari peserta diakui sebagai bagian dari dana tabarru’

dalam dana peserta.

b. Paragraf 15. Dana tabarru’ yang diterima tidak diakui sebagai pendapatan, karena entitas pengelola tidak berhak untuk menggunakan dana tersebut untuk keperluannya, tetapi hanya mengelola dana sebagai wakil para peserta.

c. Paragraf 16. Selain dari kontribusi peserta, tambahan dana tabarru’ juga berasal dari hasil investasi dan akumulasi cadangan surplus underwriting dana tabarru’. Investasi oleh entitas pengelola dilakukan ( dalam kedudukan sebagai entitas pengelola) antara lain, sebagai wakil peserta (wakalah) atau

(21)

pengelola dana ( mudharabah atau mudharabah musytarakah).

d. Paragraf 17. Bagian pembayaran dari peserta untuk investasi diakui sebagai:

1) Dana syirkah temporer jika menggunakan akad mudharabah atau mudharabah musytarakah dan atau

2) Kewajiban jika menggunakan akad wakalah

e. Paragraf 19. Pengakuan akuntansi untuk investasi dengan menggunakan akad mudharabah, atau mudharabah musytarakah, mengacu kepada PSAK yang

relevan.

f. Paragraf 20. Bagian kontribusi untuk ujrah/fee diakui sebagai pendapatan dalam laporan laba rugi dan menjadi beban dalam laporan surplus defisit underwriting dana tabarru’.

2. Pengukuran setelah Pengakuan Awal

Surplus dan Defisit Underwriting Dana Tabarru’

a. Paragraf 21. Penetapan besaran pembagian surplus underwriting dana tabarru’

tergantung pada peserta secara kolektif, regulator, atau kebijakan manajemen.

Alokasi surplus underwriting dana tabarru’ adalah sebagai berikut:

1) Seluruh surplus underwriting tersebut sebagai penambah saldo dana tabarru’

2) Sebagian surplus underwriting tersebut sebagai penambah saldo dana tabarru’ dan sebagian lainnya didistribusikan ke peserta secara individual atau

3) Sebagian surplus underwriting tersebut sebagai penambah saldo dana

(22)

tabarru’, sebagian didistribusikan ke peserta secara individual, dan

sebagian lainnya didistribusikan ke entitas pengelola.

b. Paragraf 22. Bagian surplus underwriting dana tabarru’ yang dialokasikan ke peserta secara individual dan entitas pengelola diakui sebagai pengurang surplus underwriting.

c. Paragraf 23. Surplus underwriting dana tabarru’ yang dialokasikan ke entitas pengelola diakui sebagai pendapatan entitas pengelola. Surplus underwriting dana tabarru’ yang dialokasikan ke peserta disajikan dalam liabilitas.

d. Paragraf 24. Ketika dana tabarru’ mengalami kekurangan kas dan setara kas untuk membayar klaim, maka entiras pengelola wajib menanggulangi kekurangan tersebut dalam bentuk pinjaman (qardh). Pengembalian pinjaman tersebut berasal dari kontribusi peserta di masa depan.

3. Penyisihan Teknis

a. Paragraf 26. Penyisihan teknis untuk asuransi syariah terdiri atas:

1) Kontribusi yang belum menjadi hak (unearned contribution) yaitu jumlah penyisihan untuk memenuhi estimasi klaim yang timbul pada periode mendatang. Penyisihan ini untuk akad asuransi syariah jangka pendek.

2) Manfaat polis masa depan yaitu jumlah penyisihan untuk memenuhi estimasi klaim yang timbul pada periode mendatang. Penyisihan ini untuk akad asuransi syariah jangka panjang.

3) Klaim yang masih dalam proses (outstanding claims) yaitu jumlah penyisihan atas entitas klaim yang terjadi dan dilaporkan sampai dengan

(23)

akhir periode berjalan yang akan dibayar pada periode mendatang.

Penyisihan ini untuk asuransi syariah jangka pendek dan panjang.

4) Klaim yang terjadi tetapi belum dilaporkan ( incurred but not reported claims ) yaitu jumlah penyisihan atas klaim yang telah terjadi tetapi

tidak dilaporkan sampai dengan akhir periode berjalan. Penyisihan ini untuk akad asuransi syariah jangka pendek dan panjang.

b. Paragraf 27. Penyisihan teknis diakui pada saat akhir periode pelaporan sebagai beban dana tabarru’.

c. Paragraf 28. Penyisihan teknis diukur sebagai berikut:

1) Kontribusi yang belum menjadi hak dihitung secara individual dari setiap pertanggungan dan besarnya penyisihan ditetapkan secara proporsional dengan jumlah proteksi yang diberikan.

2) Manfaat polis masa depan dihitung dengan mencerminkan estimasi pembayaran seluruh manfaat yang diperjanjikan dan penerimaan kontribusi peserta dimasa depan, dengan mempertimbangkan estimasi tingkat imbal hasil investasi dana tabarru’.

3) Kalim yang masih dalam proses diukur sebesar estimasi jumlah klaim yang masih dalam proses oleh estimasi pengelola. Jumlah perkiraan tersebut harus mencukupi untuk mampu memenuhi klaim yang terjadi dan dilaporkan sampai dengan akhir periode pelaporan.

4) Klaim yang terjadi tetapi belum dilaporkan diukur sebesar estimasi jumlah klaim akan dibayarkan pada tanggal pelaporan berdasarkan pada pengalaman masa lalu yang terkait dengan klaim paling kini yang

(24)

dilaporkan. Perhitungan penyisihan teknis tersebut memasukan bagian reasuransi atas klaim.

d. Paragraf 28A. Tes kecukupan dilakukan terhadap penyisihan teknis yang dibentuk dengan menggunakan estimasi paling kini atas arus kas masa depan berdasarkan akad asuransin syariah. Ketika terjadi kekurangan maka diakui sebagai beban dana tabarru’.

2.6. Penyajian Laporan Keuangan Syariah menurut PSAK No.101 2.6.1. Komponen Laporan Keuangan Syariah

1. Laporan posisi keuangan

Laporan ini menonjolkan berbagai unsur posisi keuangan yang diperlukan bagi penyajian secara komprehensif, dengan mencakup pos-pos berikut:

a. Aset (kas dan setara kas, piutang kontribusi, piutang reasuransi, piutang murabahah, salam dan istishna, investasi pada surat berharga, pembiayaan mudharabah, musyarakah, investasi yang dicatat dengan metode ekuitas, property investasi dan asset tetap.

b. Kewajiban/Liabilitas (bagian reasuransi dari pihak lain atas klaim yang masih harus dibayar, bagian peserta atas surplus underwriting dana tabarru’

yang masih harus dibayar, utang klaim, utang reasuransi, utang dividen, utang pajak, klaim dalam proses, klaim yang sudah terjadi tetapi belum dilaporkan, penyisihan kontribusi yang belum menjadi hak.

c. Dana peserta (dana investasi peserta, dana tabarru’)

d. Ekuitas (modal disetor, tambahan modal disetor, penghasilan komprehensif

(25)

lain, saldo laba dan kepentingan non pengendali).

2. Laporan surplus deficit underwriting dana tabarru’

Entitas asuransi syariah menyajikan laporan laba rugi peserta, dengan memperhatikan ketentuan dalam PSAK yang relevan, mencangkup tetapi tidak terbatas pada :

a. Kontribusi bruto

b. Ujrah pengelola atas kontribusi c. Bagian reasuransi atas kontribusi

d. Perubahan kontribusi yang belum menjadi hak e. Penerimaan kontribusi untuk periode berjalan f. Pembayaran klaim bruto

g. Bagian reasuransi dan pihak lain atas pembayaran klaim bruto h. Perubahan klaim yang masih harus dibayar (outstanding claims) i. Perubahan bagian reasuransi atas klaim yang masih harus dibayar j. Penyisihan teknis

k. Pendapatan dan beban investasi

l. Surplus atau defisit underwriting dana tabarru’

m. Surplus atau defisit underwriting dana tabarru’ yang didistribusikan kepeserta dan atau pengelola

n. Surplus yang tersedia untuk dana tabarru’, saldo awal dan saldo akhir.

3. Laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain

Laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain disusun dengan mengacu pada SAK yang relevan. Entitas pengelola menyajikan laporan komprehensif

(26)

yang mencakup, tetapi tidak terbatas, pada pos-pos berikut : a. Pendapatan pengelolaan asuransi

b. Pendapatan pengelola investasi dana peserta c. Pendapatan pembagian surplus underwriting d. Pendapatan investasi

e. Beban usaha

f. Beban pajak penghasilan g. Laba rugi

h. Penghasilan komprehensif lain i. Total penghasilan komprehensif

Referensi

Dokumen terkait

Di sisi lain, hasil penelitian yang mengindikasikan dominansi pengaruh power eksternal dibandingkan power profesional terhadap penerapan sistem pengendalian administratif

Pada tugas akhir ini akan dirancang suatu software untuk mendeteksi penyakit kelainan jantung PACs mengunakan RR interval dan algoritma QRS Detection Pan and

Tidak jauh be da dengan penelitia n yang di atas, pe nelitian yang ditulis ole h Noviar (2000) dengan judul “E valua si Strategi Pem asaran Hotel Jaya karta

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah hasil belajar akuntansi yang diajar

Nilai Book Value yang tinggi akan menjamin keamanan investasi pada perusahaan, jika harga pasar saham lebih tinggi dari pada nilai Book Value , maka hal ini

Sebelum melakukan pemesanan pernikahan organizer user dapat terlebih dahulu melihat paket yang disediakan di layar komputer tersebut dengan membuka halaman Paket

Hal ini disebabkan makin banyak perekat, semakin baik ikatan antar partikel yang terjadi pada papan partikel ampas tebu yang dihasilkan dan sebagaimana diuraikan dalam penyerapan

Dalam hal ini yang menjadi kajian peneliti adalah yang berkaitan dengan objek jaminan fidusia yang disita oleh Negara akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan debitur