• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUPATI KEPULAUAN MENTAWAI PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI KEPULAUAN MENTAWAI NOMOR 46 TAHUN 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BUPATI KEPULAUAN MENTAWAI PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI KEPULAUAN MENTAWAI NOMOR 46 TAHUN 2015"

Copied!
181
0
0

Teks penuh

(1)

BUPATI KEPULAUAN MENTAWAI PROVINSI SUMATERA BARAT

PERATURAN BUPATI KEPULAUAN MENTAWAI NOMOR 46 TAHUN 2015

TENTANG

RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI

KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH SELAT BUNGA LAUT DI KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI TAHUN 2015 –2035

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN MENTAWAI,

a. bahwa dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam daerah, khususnya sumber daya perairan dan kelautan, perlu adanya pengaturan perencanaan pengelolaan dan zonasi kawasan konservasi perairan Selat Bunga Laut di Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun 2015–2035; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan Daerah Selat Bunga Laut di Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun 2015 –2035;

Mengingat : 1. Undang-Umdah Nomor 49 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Kepulauan Mentawai (Lembaran Negara Republik Indomnesia Tahun 1999 Nomor 177, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3998) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3964);

2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073);

3. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisirdan Pulau-pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, tambahan lembaran Negara Republik Indonesi Tahun 2007 Nomor 4739), sebagaimana telah

(2)

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisirdan Pulau-pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2);

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244 ) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 24, tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5357);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi SumberDayaIkan(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4779); 6. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang

Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 24);

7. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.02/MEN/2009 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi Perairan;

8. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.30/MEN/2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH SELAT BUNGA LAUT DI KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI TAHUN 2015–2035.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan : 1. Bupati adalah Bupati Kepulauan Mentawai.

2. Daerah adalah Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai. 3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten

Kepulauan Mentawai.

4. Dinas Kelautan dan Perikanan yang selanjutnya disebut DKP adalah Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Mentawai.

5. Kepala Dinas adalah Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Mentawai.

(3)

Kabupaten Kepulauan Mentawai yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumbe daya ikan dan lingkungan secara berkelanjutan. 7. Zonasi Kawasan Konservasi Perairan Daerah adalah suatu

bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang di kawasan konservasi perairan daerah melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan Ekosistem.

8. Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah adalah dokumen kerja yang dapat dimutakhirkan secara periodik, sebagai panduan operasional pengelolaan kawasan konservasi perairan daerah.

9. Zonasi Kawasan Konservasi Perairan Daerah adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang di Kawasan Konservasi Perairan Daerah Selat Bunga Laut melalui batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan ekosistem.

10. Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan Daerah yang selanjutnya disingkat RPZ-KKPD adalah dokumen kerja dalam bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang di Kawasan Konservasi Perairan Daerah Selat Bunga Laut melalui batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan ekosistem yang dapat dimutakhirkan secara periodik, sebagai panduan operasional pengelolaan kawasan konservasi perairan daerah.

BAB II

FUNGSI DAN TUJUAN Pasal 2

Fungsi :

(1) RPZ-KKPD berfungsi sebagai dokumen pengelolaan KKPD untuk jangka waktu 2015-2035.

(2) Tujuan Penyusunan RPZ-KKPD sebagaiman dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai panduan dan pedoman operasional pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah untuk jangka waktu 2015-2035.

(3) RPZ-KKPD dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati

BAB III SISTEMATIKA

Pasal 3

(1) RPZ-KKPD disusun dengan sistematika sebagai berikut : a. BAB I : Pendahuluan;

b. BAB II : Keadaan Umum; c. BAB III: Penataan Zonasi;

(4)

d. BAB IV: Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Selat Bunga Laut; e. BAB V : Penutup.

(2) Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memuat latar belakang, tujuan, ruang lingkup dan landasan hukum penyusunan RPZ-KKPD.

(3) Keadaan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memuat potensi, kondisi umum dan permasalahan pengelolaan di Kawasan Konservasi Perairan Daerah Selat Bunga Laut.

(4) Penataan Zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c memuat zonasi di Kawasan Konservasi Perairan Daerah Selat Bunga Laut dan arahan kegiatan pada setiap zona.

(5) Penutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e memuat kesimpulan dan saran.

BAB IV

PEMANTAUAN DAN EVALUASI Pasal 4

(1) Kepala Dinas melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan RPZ-KKPD.

(2) Hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan RPZ-KKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada Bupati secara periodik minimal 1 (satu) kali dalam setahun.

BAB V

KETENTUAN PENUTUP Pasal 5

Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatan dalam Berita Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai

Ditetapkan di Tuapejat

pada tanggal 23 November 2015 BUPATI KEPULAUAN MENTAWAI,

YUDAS SABAGGALET Diundangkan di Tuapejat

pada tanggal 23 November 2015 SEKRETARIS DAERAH

KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI

(5)
(6)

Lampiran : Peraturan Bupati Kepulauan Mentawai Nomor : 46 Tahun 2015

Tanggal : 23 November 2015

Tentang : Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan Daerah di Kabupaten Kepulauan Mentawai 2015 – 2035

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pengembangan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan Kawasan Konservasi Perairan di belahan dunia lain, termasuk kesepakatan-kesepakatan internasional yang ditandatangi oleh para pimpinan negara. Susanto (2011) menyebutkan beberapa kesepakatan internasional terkait KKP, diantaranya adalah konferensi biosfir, konvensi situs warisan dunia, konvensi lahan basah, konvensi spesies langka bermigrasi, konvensi hukum laut internasional, dan konvensi keanekaragaman hayati. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi hampir semua konvensi internasional terkait Kawasan Konservasi Perairan dan kemudian menyusun kebijakan dan regulasi terkait pengembangan Kawasan Konservasi Perairan di Indonesia.

Pada mulanya, pengembangan Kawasan Konservasi Perairan di Indonesia diinisiasi oleh Kementerian Kehutanan berdasarkan Undang-Undang Nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Berdasarkan Undang-Undang ini, kawasan konservasi terdiri dari Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA terdiri dari cagar alam dan suaka margasatwa, sementara KPA terdiri taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam. Namun perlu digarisbawahi, bahwa Undang-Undang ini mengatur kawasan konservasi di dua wilayah utama, yaitu daratan (terresterial) dan perairan laut (marine) dimana beberapa kawasan hanya terdapat di daratan atau di perairan laut saja sementara kawasan lainnya mencakup keduanya.

(7)

Seiring dengan pembentukan Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 1999, Kementerian baru ini juga mengembangkan Kawasan Konservasi Perairan berdasarkan amanat dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil. UU No. 45/2009 menyebutkan bahwa dalam rangka mendukung kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan, Menteri menetapkan kawasan konservasi perairan. Sementara, UU No.27/2007 menegaskan bahwa untuk kepentingan konservasi, sebagian wilayah pesisir dan pulau pulau kecil dapat ditetapkan sebagai kawasan konservasi.

Sebelum dikeluarkannya regulasi tentang Kawasan Konservasi Perairan, penamaan yang sering digunakan adalah Kawasan Konservasi Laut atau disingkat KKL, dimana KKL yang dikembangkan oleh pemerintah daerah biasa di sebut Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD). Ada juga kawasan konservasi yang luasannya relatif lebih kecil dan berada pada level desa yang disebut Daerah Perlindungan Laut (DPL).

Sejak dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan (KSDI), yang merupakan turunan dari UU No.31/2004 tentang Perikanan, nomenklatur resmi yang digunakan adalah Kawasan Konservasi Perairan yang disingkat KKP. Namun demikian, terdapat istilah lain yang juga bisa digunakan sebagai nomenklatur kawasan konservasi laut sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) Nomor 17 Tahun 2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil, yaitu Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (KKP3K), Kawasan Konservasi Maritim (KKM), Kawasan Konservasi Perairan (KKP), dan sempadan pantai seperti dijelaskan sebelumnya.

Kabupaten Kepulauan Mentawai merupakan kabupaten kepulauan yang terdiri dari gugusan 98 pulau-pulau kecil dan 1 pulau besar (Pulau Siberut) dengan panjang garis pantai 1.402,66 km dan luas perairan laut 10.099,154 km2 yang diukur sejauh 4 mil dari pulau

terluar pada saat surut terendah. Pengelolaan dan pemanfaatan perairan laut di Kabupaten Kepulauan Mentawai belum dilakukan secara

(8)

maksimal dan terencana, sehingga pemanfaatan potensi yang besar tersebut belum memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat.

Salah satu bentuk pengelolaan yang akan dilakukan di perairan laut Kabupaten Kepulauan Mentawai adalah dengan membuat Kawasan Konservasi Perairan (KKP) yang di dalamnya terdapat rencana zonasi dan rencana pengelolaan. Berdasarkan PP No.60/2007 pasal (1) Kawasan konservasi perairan (KKP) didefinisikan sebagai kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. IUCN-The Conservation Union, mendefinisikan kawasan konservasi laut sebagai suatu area atau daerah di kawasan pasang surut beserta kolom air di atasnya dan flora dan fauna serta lingkungan budaya dan sejarah yang ada di dalamnya, yang diayomi oleh undang-undang untuk melindungi sebagian atau seluruh lingkungan yang tertutup. Lebih lanjut, menurut UU No.27/2007, Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dengan ciri khas tertentu yang dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara berkelanjutan.

Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan disusun berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.30/MEN/2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan yang mendefenisikan Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan adalah dokumen kerja yang dapat dimutakhirkan secara periodik, sebagai panduan operasional pengelolaan kawasan konservasi perairan. Sedangkan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang di kawasan konservasi perairan melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan Ekosistem.

Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan memuat susunan kerangka kebijakan, prosedur dan tanggung jawab dalam rangka pengordinasian pengambilan keputusan diantara berbagai lembaga/instansi pemerintah mengenai kesepakatan penggunaan sumberdaya atau kegiatan pembangunan di zona yang ditetapkan.

(9)

Rencana pengelolaan ini disusun dalam 3 (tiga) jangka waktu yaitu rencana jangka panjang, rencana jangka menengah dan rencana kerja tahunan. Rencana jangka panjang pengelolaan kawasan konservasi perairan berisikan visi dan misi, tujuan kelembagaan, penguatan kelembagaan dan strategi pengelolaan. Sedangkan strategi pengelolaan kawasan konservasi dimaksudkan untuk penguatan kelembagaan, pengeuatan pengelolaan sumberdaya kawasan dan penguatan sosial, ekonomi dan budaya.

Adapun rencana jangka menengah pengelolaan kawasan konservasi perairan merupakan penjabaran dari visi dan misi, tujuan, sasaran pengelolaan dan strategi pengelolaan kawasn konservasi periaran. Strategi pengelolaan jangka menengah pada penguatan kelembagaan menckup peningkatan sumberdaya manusia, penatakelolaan kelembagaan, peningkatan kapasitas infrastruktur, penyusunan peraturan pengelolaan kawasan, pengembangan organisasi, pengembangan kemitraan, pembentukan jejaring kawasan, pengembangan sistem pendanaan dan monitoring evaluasi. Rencana kerja tahunan pegelolaan kawasan konservasi perairan disusun berdasarkan rencana kerja menegah dalam bentuk kegiatan dan anggaran yang disusun satu tahun yang memuat uraian kegiatan, penanggungjawab, waktu pelaksanaa, alokasi anggaran dan sumber pendanaan.

1.2. Tujuan

Tujuan pengadaan jasa konsultansi Penyusunan Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Kabupaten Kepulauan Mentawai adalah sebagai berikut :

a. Sebagai panduan operasional pengelolaan KKPD Kabupaten Kepulauan Mentawai; serta

b. Sebagai syarat efektifitas pengelolaan KKP dan dasar dalam pengusulan ke Menteri untuk ditetapkan sebagai KKP pedoman pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan.

1.3. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Penyusunan Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Kabupaten Kepulauan Mentawai antara lain:

(10)

a. Penyusunan Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Kabupaten Kepulauan Mentawai; dan

Tersusunnya dokumen profil potensi kawasan konservasi perairan Kabupaten Kepulauan Mentawai yang dapat dijadikan acuan dalam perencanaan pembangunan kawasan konservasi perairan Kabupaten Kepulauan Mentawai.

Tahapan pelaksanaan kegiatan meliputi :

b. Persiapan dan penyusunan rencana kegiatan

c. Pengumpulan data dan informasi tentang aspek biofisik, ekologi, karakteristik kawasan, sosial dan ekonomi, dan kelembagaan

d. Melakukan analisis data dan informasi untuk mengetahui aspek-aspek penting terkait dengan penyusunan rencana pengelolaan kawasan konservasi perairan.

e. Menyusun draft awal rencana pengelolaan kawasan sebagai arahan pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan yang meliputi : - Rencana jangka panjang yang memuat visi, misi, tujuan

pengelolaan, dan strategi penguatan kelembagaan, pengelolaan sumberdaya, dan kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal;

- Rencana jangka menengah sebagai penjabaran secara lebih rinci dari rencana jangka panjang yang antara lain mencakup rencana penguatan sumberdaya manusia, penyusunan peraturan perundangan, pembentukan jejaring, rehabilitasi habitat, kegiatan pemanfaatan kawasan konservasi, dan pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat.

- Rencana kerja tahunan yang memuat rencana kegiatan dan anggaran pelaksanaan kegiatan pengelolaan kawasan konservasi sesuai dengan strategi yang telah ditetapkan dalam rencana jangka panjang dan jangka menengah.

f. Melakukan konsultasi publik di tingkat kabupaten dengan melibatkan stakeholders terkait.

g. Pembuatan peta tematik rencana zonasi dengan skala 1 : 50.000 yang berisi :

- Uraian potensi masing-masing zona - Penetapan batas koordinatnya

(11)

h. Dokumentasi dan pelaporan : - Laporan pelaksanaan kegiatan

- Draft akhir rencana pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Kabupaten Kepulauan Mentawai

(12)

BAB II KEADAAN UMUM 2.1. Potensi

Paparan mengenai kondisi potensi KKPD Selat Bunga Laut Kabupaten Kepulauan Mentawai meliputi potensi fisik secara umum, kondisi oseanografi perairan, tinjauan mengenai ekosistem pesisir dan laut, serta potensi social, ekonomi dan budaya. Masing-masing potensi tersebut diuraikan berdasarkan data primer hasil obeservasi, wawancara, diskusi, serta hasil analisis laboratorium dan analisis berdasarkan data sekunder dari berbagai sumber, dengan mencantumkan sumber kutipannya.

2.1.1. Potensi Fisik Kawasan 2.1.1.1. Lokasi Kawasan KKPD

Kabupaten Kepulauan Mentawai merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Sumatera Barat dengan posisi geografis yang terletak diantara 0055’00’’-3021’00’’ Lintang Selatan dan 980

35’00’’-100032’00’’ Bujur Timur dengan luas wilayah tercatat 6.011,35 km2 dan

garis pantai sepanjang 1.402,66 km. Untuk lebih jelasnya letak geografis masing-masing kecamatan di Kabupaten Kepulauan Mentawai dapat di lihat pada Tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1.Letak Geografis Kecamatan di Kabupaten Kepulauan Mentawai

No Kecamatan Lintang Selatan Bujur Timur

1 Pagai Selatan 2°49'04'' - 3°21'00'' LS 100°07'01'' -100°32'00" BT 2 Sikakap 2°37'12'' - 3°55'04'' LS 100°00'00''-100°16'12" BT 3 Pagai Utara 2°30'00'' - 2°51'36'' LS 99°57'00'' - 100°09'36" BT 4 Sipora Selatan 2°06'00'' - 2°24'36'' LS 99°36'00'' - 99°52'12" BT 5 Sipora Utara 1°57'00'' - 2°18'00'' LS 98°30'00'' - 99°42'00" BT 6 Siberut Selatan 1°19'48'' - 1°42'00'' LS 98°48'00'' - 99°18'00" BT 7 Siberut Barat Daya 1°27'36'' - 1°57'00'' LS 98°45'00'' - 99°19'48" BT 8 Siberut Tengah 1°15'00'' - 1°33'00'' LS 98°54'00'' - 99°12'00" BT 9 Siberut Utara 0°54'00'' - 1°27'00'' LS 98°40'48'' - 99°06'00" BT 10 Siberut Barat 0°55'00'' - 1°34'12'' LS 98°35'00'' - 98°59'24" BT

Sumber: Bappeda Kabupaten Kepulauan Mentawai (2013)

Secara geografis, daratan Kabupaten Kepulauan Mentawai ini terpisahkan dari Propinsi Sumatera Barat oleh laut, yaitu dengan batas

(13)

sebelah utara adalah Selat Siberut, sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, sebelah timur berbatasan dengan Selat Mentawai, serta sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia. Kabupaten Kepulauan Mentawai adalah salah satu kabupaten yang terletak di provinsi Sumatera Barat, Indonesia, dengan ibukota kabupaten Tua Pejat yang berada di Pulau Sipora.

Kabupaten ini dibentuk berdasarkan UU RI Nomor 49 Tahun 1999 dan dinamai menurut nama asli geografisnya. Kabupaten ini terdiri atas 4 pulau besar ditambah pulau-pulau kecil (94 buah). Keempat pulau besar ini adalah Pulau Siberut, Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara, dan Pulau Pagai Selatan. Pada tahun 2012 ini secara geografis dan administratif, Kabupaten Kepulauan Mentawai terdiri atas 10 kecamatan, 43 desa dan 266 dusun. Kesepuluh kecamatan tersebut adalah sebagai berikut.

Tabel 2.2. Luas Wilayah Masing-Masing Kecamatan di Kabupaten

Kepulauan Mentawai

No Kecamatan Luas Wilayah (Km2) Proporsi (%)

1 Pagai Selatan 901,08 14,99 2 Sikakap 278,45 4,63 3 Pagai Utara 342,02 5,69 4 Sipora Selatan 268,47 4,47 5 Sipora Utara 383,08 6,37 6 Siberut Selatan 508,33 8,46

7 Siberut Barat Daya 649,08 10,80

8 Siberut Tengah 739,87 12,31

9 Siberut Utara 816,11 13,58

10 Siberut Barat 1.124,86 18,71

Jumlah 6.011,35 100

Sumber: BPS ( 2013)

Enam dari sepuluh kecamatan yang ada, merupakan hasil pemekaran tahun 2002. Adapun kecamatan yang mengalami pemekaran dan hasil pemekarannya adalah sebagai berikut: Kecamatan Pagai Utara Selatan mengalami pemekaran menjadi tiga kecamatan baru, yaitu Kecamatan Pagai Selatan, Kecamatan Sikakap dan Kecamatan Pagai Utara; Kecamatan Sipora mengalami pemekaran menjadi dua kecamatan baru, yaitu Kecamatan Sipora Selatan dan Kecamatan Sipora Utara.

(14)

Sementara itu Kecamatan Siberut Selatan mengalami pemekaran menjadi tiga kecamatan baru, yaitu Kecamatan Siberut Selatan, Kecamatan Siberut Barat Daya dan Kecamatan Siberut Tengah; Kecamatan Siberut Utara mengalami pemekaran menjadi dua kecamatan baru, yaitu Kecamatan Siberut Utara dan Kecamatan Siberut Barat. Kecamatan yang mempunyai paling luas adalah kecamatan Siberut Barat, yaitu 18,71%, sedangkan kecamatan yang mempunyai wilayah paling kecil adalah Kecamatan Sipora Selatan, yaitu 4,47% dari total wilayah Kabupaten Kepulauan Mentawai.

Tabel 2.3. Jumlah Desa dan Dusun sesuai kecamatan di Kabupaten

Kepulauan Mentawai

No Kecamatan JumlahDesa JumlahDusun Ibu Kota

1 Pagai Selatan 4 37 Bulasat

2 Sikakap 3 34 Taikako

3 Pagai Utara 3 23 Saumanganya

4 Sipora Selatan 7 43 Sioban

5 Sipora Utara 6 29 Sido Makmur

6 Siberut Selatan 5 16 Muara Siberut

7 Siberut Barat Daya 3 17 Taileleu

8 Siberut Tengah 3 21 Saibi Samukop

9 Siberut Utara 6 23 Muara Sikabaluan

10 Siberut Barat 3 23 Simalegi

Jumlah 43 266

Sumber : BPS ( 2013)

Adapun Kawasan Konservasi Perairan Selat Bunga Laut Kabupaten Kepulauan Mentawai terletak di perairan Selat Bunga Laut yang memisahkan Pulau Siberut dengan Pulau Sipora. Dasar hukum pembentukan Kawasan Konservasi Perairan Kabupaten Kepulauan Mentawai berdasarkan SK Bupati Nomor 188.45-142 tahun 2012 tentang pencadangan kawasan perairan Selat Bunga Laut dan sekitarnya sebagai Kawasan Konservasi Perairan Kabupaten Kepulauan Mentawai dengan tipe kawasan konservasi adalah Taman Wisata Perairan (TWP). TWP Perairan Selat Bunga Laut meliputi wilayah perairan Desa Katurei dan Desa Taileleu di Kecamatan Siberut Barat daya serta Desa Tuapejat di Kecamatan Sipora Utara dengan luas total 172.191 Ha, yang terdiri dari Zona Inti seluas 3.171 Ha, Zona Perikanan

(15)

Berkelanjutan seluas 31.182 Ha, Zona Pemanfaatan seluas 8.658 Ha dan Zona Lainnya seluas 129.900 Ha.

Gambar 2.1. Peta Lokasi KKPD Kabupaten Kepulauan Mentawai (Berdasarkan SK Pencadangan Bupati No.188.45-142/2012.

2.1.1.2. Kondisi Fisik Kawasan a. Iklim

Kepulauan Mentawai yang dikelilingi oleh Samudera Hindia dan terletak di daerah khatulistiwa mempunyai iklim dengan udara yang panas dan lembab dengan curah hujan yang tinggi. Berdasarkan pola Iklim yang ada di Indonesia, Iklim Kabupaten Kepulauan Mentawai dipengaruhi oleh fenomena global dipole mode yang menghasilkan sirkulasi musim Mansoon dan konfergensi Inter Tropis (PMK-BMG,2008). Sirkulasi angin bergerak ke arah Barat Laut-Tenggara menghasilkan musim penghujan yang berlangsung November-Maret. Sirkulasi angin Tenggara-Barat akan menghasilkan musim kemarau yang berlangsung mulai bulan Mei-Oktober.

(16)

b. Topografi

Keadaan topografi Kabupaten Kepulauan Mentawai cukup bervariasi, mulai dari dataran rendah yang berawal dari jenis pasang surut sampai dengan ketinggian 270 m di atas permukaan laut. Keadaan topograf11 i Kabupaten Kepulauan Mentawai terbagi atas:

- Coastal land/Flat land, yaitu daerah yang bermula dari garis pantai dan menaik menjadi zona kelerengan 0 – 3 % menuju daratan. Pada daerah sekitar pantai merupakan dataran rendah dan rawa-rawa serta berlumpur, pada saat pasang daerah ini terendam air laut, seperti di muara siberut, muara sikabaluan serta desa-desa lainnya di pinggir pantai.

- Low land, yaitu daerah yang memiliki topografi yang berombak dengan kemiringan antara 3 – 8 %, dan secara umum sudah bebas dari pengaruh pasang surut.

- Middle land, merupakan daerah berbatasan dengan Low land menuju arah perbukitan dengan zona kemiringan 8-5 %. Pada daerah ini sangat sesuai untuk pengembangan perkebunan atau tanaman keras seperti nilam, coklat dan kelapa sawit.

- Up land, bentuk berbukit-bukit hingga daerah cathment sungai-sungai baik yang bermuara ke pantai barat maupun pantai timur pulau, dengan ketinggian antara 50-275 m diatas permukaan laut, dan sebagian besar merupakan kawasan lindung (Bappeda Kepulauan Mentawai, 2011).

c. Hidrologi

Hidrologi air permukaan adalah mengenai sungai dan daerah aliran sungai. Jumlah sungai yang ada di kabupaten ini berjumlah sekitar 18 buah sungai besar dan sungai kecil dengan panjang alirannya berkisar antara 5,0 sampai 40,0 km. Bila dilihat dari DAS (Daerah Aliran Sungai), luas DAS yang ada di Kabupaten Kepulauan Mentawai adalah sekitar 601.130 ha (BPS, 2013).

d. Geologi

Ditinjau dari segi litologis, Pulau Sipora dan Pulau Siberut mempunyai litologi batu lempungan dengan di beberapa tempat ada sisipan batu intrusive. Dari umur geologi dapat diindikasikan sebagai wilayah yang berumur resen dan masih muda. Untuk Pulau Siberut memiliki laju sedimentasi yang tinggi sehingga pulau ini juga merupakan pulau sedimentasi, yang dipenuhi oleh Lumpur, tanah liat bercampur kapur yang masih relatif muda. Selain itu, juga terdapat batuan (schist) dan tanah

(17)

kwarts dari masa pra-miocene, beberapa batu kapur dari Miocene, serta vulkanis yang tersebar menunjukkan asalnya dari keadaan vulkanis Sumatera dari masa Miocene. Namun sebagian besar susunan geologis menunjukkan asal dari masa Pliocene, Pleistocene dan zaman baru. Struktur geologi Kepulauan Mentawai dibagi menjadi dua gugus kepulauan yaitu gugus geologi Pulau Siberut dan Gugus geologi Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara dan Pulau Pagai Selatan.

Formasi yang membentuk Pulau Siberut ialah formasi Saibi dan formasi Sagulebek. Formasi Saibi terdiri dari tufa, batu lempung, batu lempung tufaan, napal, batu pasir tufaan, batu pasir gampingan dan berumur miosen akhir-pliosen awal. Formasi sagulebek terdiri dari batu pasir bermika, serpih batu lempung tfaan, batu lanau, batu gamping, napal dengan lensa batu pasir gampingan dan lapisan tipis lignit dan berumur miosen akhir-pliosen akhir. Formasi saibi menjemari dengan formasi sagulebek. Formasi Kalen menjemari dengan formasi Sagulebek yang terdiri dari perselingan antara napal, batu pasir, batu lempung, batu lempung tufaan, tufa yang mengandung konkreksi batu pasir gampingan dan berumur miosen akhir-pleistosen awal. Satuan termuda ialah batu gamping koral, endapan rawa dan aluvium yang berumur holosen. Struktur geologi yang berkembang di daerah ini adalah lipatan, patahan dan rekahan. Struktur-struktur tersebut dikontrol oleh kegiatan tektonikyang sangat kuat di daerah in sejak intra miosen sampai plitosen. Kegiatan tektonik berupa pengangkatan masih terus berlangsung hinga sekarang dengan ditandai berkembangnya terumbu koral di bagian barat kawasan Siberut (Bappeda Kepulauan Mentawai, 2011).

Kegiatan tektonik menunjukkan pembenturan kerak samudera Hindia yang bergerak ke arah utara jalur pelentukan condong ke timur laut. Puslitbang Geologi (1990) telah membagi geologi pulau-pulau ini ke dalam delapan tatanan stratigrafi/litologi, yang menjadi batuan induk bagi pembentukan tanah di daerah ini yakni: bongkah bantuan ultramafik, batuan rancuh takterparakkan, formasi tolopulai, Formasi Monai, Formasi Batumonga, Formasi simatobat. Sedangkan struktur geologi yang mengontrol pulau siberut secara regional terdiri atas: lipatan, patahan dan rekahan. Jenis-jenis struktur geologi tersebut dikontrol oleh suatu kegiatan tektonik yang sangat kuat didaerah ini sejak jaman Intramiosen dan Plistosen.

Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara dan Pulau Pagai Selatan merupakan tiga pulau besar pada gugusan kepulauan Mentawai yang terbentuk puluhan juta

(18)

tahun yang lalu sebagai hasil pengangkutan akibat tumpukan lempeng samudera hindia dengan daratan sunda. Puslibang Geologi (1990) telah membagi geologi pulau-pulau ini kedalam delapan tatanan stratigrafi/litologi yang menjadi batuan induk bagi pembentukan tanah di daerah ini yaitu: bongkahan batuan ultramafik/ultrabasah, bancuh/batuan rancuh tak terparakkan, formasi tolupulai, formasi monai, formasi batumongga, formasi simatobat. Sedangkan struktur geologi yang mengontrol pulau Sipora secara regional terdiri atas lipatan, patahan dan rekahan/kekar. Jenis-jenis struktur geologi tersebut dikontrol oleh suatu kegiatan tektonik yang sangat kuat di daerah ini sejak intramiosen dan plistosen. Pengangkatan pulau Sipora masih berlangsung dewasa ini sebagaimana ditunjukkan oleh berkembangnya terumbu koral di bagian barat pulau Sipora.

e. Geomorfologi

Geomorfologi di Kabupaten Kepulauan Mentawai cukup bervariasi, karena merupakan kepulauan, selain itu juga tersusun oleh batuan yang bervariasi mulai dari batuan yang sangat lunak seperti endapan aluvial. Sebagian besar pesisir Kepulauan Mentawai berupa dataran rendah berpasir yang banyak ditumbuhi pohon kelapa dan sebagian tanaman perdu. Sedangkan di tengah perairan dikelilingi terumbu karang dari kedalaman 0,5-15 meter. Untuk morfologi dasar laut di Kabupaten Kepulauan Mentawai adalah perairan dengan bentuk landai dengan kemiringan mencapai 10%.

Karakteristik pantai secara umum di Kepulauan Mentawai dari survey lapangan dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Pantai Berteras dan Berpasir

Pantai berteras yang dicirikan oleh adanya teras-teras karang Resen dan pasir di depan pantai, sementara pantainya tertutup oleh material pasir lepas berwarna putih berukuran kasar yang terdiri atas rombakan koral dan pecahan cangkang. Pantai ini mempunyai relief rendah dengan kemiringan lereng antara 20-70. Pantai berteras mendominasi hampir diseluruh

Kepulauan Mentawai. Pantai jenis ini biasanya memiliki kondisi perairan yang cukup jernih dan tenang hingga terumbu karang dapat berkembang dengan baik, demikian juga beberapa biota laut lainnya (secara setempat dan dalam jumlah kecil) terutama ikan dan rumput laut. Hal ini disebabkan oleh adanya teras karang di depan pantai berfungsi sebagai penghalang hempasan gelombang. Pada tipe pantai tidak dijumpai muara sungai. Pantai tipe ini sangat cocok untuk dikembangkan menjadi kawasan pariwisata.

(19)

2. Pantai Berpasir Hitam

Tipe karakteristik berupa pantai berpasir berwarna hitam hingga abu-abu kehitaman dan putih, relief rendah, bentuk garis pantai lurus dan memanjang sebagian berbentuk teluk dan tanjung. Geologi pantai tersebut tersusun oleh aluvium yang merupakan hasil rombakan batuan yang lebih tua berukuran pasir sangat halus hingga sangat kasar. Pantai tipe ini dapat dijumpai di setiap muara sungai.

3. Pantai Bertebing

Relief tinggi dan kelerengan mendekati 900, tersusun oleh batuan karbonat

berwarna putih kotor hingga kehitaman (warna lapuk). Pantai bertebing ini mempunyai sebaran meluas di pesisir sebelah barat pulau Siberut yang menghadap langsung ke Samudera Hindia. Di beberapa tempat dijumpai pula gua-gua pantai yang terbentuk oleh proses abrasi akibat hempasan gelombang pada dinding pantai.

2.1.2. Kondisi Oseanografi Perairan a. Bathimetri

Batimetri menunjukkan tingkat kedalaman perairan laut. Batimetri Kepulauan Mentawai di sekitar Pulau Siberut, Sipora, Pulau Pagai Utara , Pulau Pagai Selatan dan selat antar pulau tersebut memiliki kedalaman kurang dari 750 meter disebelah baratnya dan kurang dari 200 meter disebelah timurnya. Batimetri bervariasi antara 750 meter sampai 1300 meter. Batimetri perairan di sebelah barat Kepulauan Mentawai bervariasi antara 1300 sampai 5400 meter.

b. Pola Pasang Surut

Pola pasang surut yang terjadi adalah tipe diural, yaitu dalam satu hari terjadi dua kali pasang naik dan pasang surut. Berdasarkan hasil penelitian Bappeda Kabupaten Kepulauan Mentawai tahun 2008 kondisi pasang surut di perairan kepulauan mentawai secara dominan ialah tipe diurnal dimana dalam satu hari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut. Tunggang pasang yang selama 10 tahun simulasi adalah sebesar 1.34983 meter. Pada analisa pasang surut satu siklus dalam waktu 30 hari (Agustus 2008) didapatkan elevasi muka air pada pasang purnama ialah sebesar 0.62 m dan pada surut purnama ialah -0.43 m.

(20)

Gambar 2.2 Kondisi Pasang Surut Secara Umum Di Kepulauan Mentawai Dalam 1 Bulan (Bappeda Kabupaten Kepulauan Mentawai, 2008)

Tabel 2.4. Amplitudo (meter) dan Fasa (derajat) Komponen Pasang Surut

Lokasi Lintang Bujur M2 S2 N2 K2

Amp Fasa Amp Fasa Amp Fasa Amp Fasa

Pel.Muara Siberut -1.591 99.2123 0.2958 324.5 0.126 6.59 0.062 308.5 0.036 9.7 Pel. Tuapejat -2.036 99.6437 0.292 324.7 0.126 7.09 0.063 308.4 0.036 10.09 Pel. Sioban -2.184 99.7212 0.293 325.1 0.126 7.5 0.062 308.3 0.035 10.07 Pel. Sikakap -2.775 100.218 0.303 326.2 0.127 9.58 0.064 309.3 0.036 12.3 Pel.Muara Siberut -1.591 99.2123 0.12 166.4 0.072 155 0.037 163.6 0.015 135 Pel. Tuapejat -2.036 99.6437 0.121 165.9 0.073 154.8 0.037 162.9 0.015 134.9 Pel. Sioban -2.184 99.7212 0.122 166 0.074 155 0.037 162.7 0.015 134.8 Pel. Sikakap -2.775 100.218 0.124 165.5 0.076 154.7 0.038 162.5 0.016 135.4

Sumber : Bappeda Kabupaten Kepulauan Mentawai (2008) c.Pola dan Kecepatan Arus

Pola arus yang berkembang pada perairan Kepulauan Mentawai dapat dikaji sebagai satu sistem arus untuk Gugus Kepulauan Mentawai secara keseluruhan. Pada kawasan perairan yang terletak di dekat dengan samudera Hindia yang luas, maka pola arus lebih dipengaruhi oleh arus pasang surut dan arus musim. Komponen arus yang disebabkan oleh gaya pembangkit angin bersifat mempercepat atau memperlambat arus yang berkembang. Banyaknya selat, baik selat besar yang berada diantara pulau

(21)

Siberut, Sipora dan Pagai maupun selat kecil diantara pulau-pulau kecil berpotensi menyumbangkan kecepatan arus yang besar. Hal ini disebabkan karena menyempitnya penampang aliran dari pergerakan arus yang akan menimbulkan akumulasi kecepatan (Jet Stream).

Hasil penelitian Bappeda Kabupaten Kepulauan Mentawai tahun 2008 Pengukuran pasang surut dilakukan menggunakan model matematik RMA2 (US. Army Corps Of Engineer) dengan bangkitan gaya luar adalah perbedaan elevasi muka air (pasang surut). Simulasi arus dijalankan dalam satu periode pasang surut normal 1 bulan (Agustus 2008) dan luaran di observasi dalam bentuk arus skalar pada tiap-tiap titik observasi. Hasil yang didapatkan ialah kondisi arus yang kecil terjadi di perairan sekitar Muara Siberut (0.01 m/s) dan Tua Pejat (0.088 m/s) dan arus yang besar terjadi di perairan selat Bunga Laut (0.478 m/s) dan Selat Sipora (0.422 m/s).

Tabel 2.5. Skala Kecepatan Arus Maksimum di Tiap Stasiun Penelitian

No. Lokasi Kecepatan (m/s)

1 Barat Sipora 0.107

2 Muara Siberut 0.01

3 Selat Bunga Laut 0.478

4 Selat Sanding 0.283

5 Selat Sipora 0.422

6 Sikakap 0.136

7 Timur Sipora 0.165

8 Tua Pejat 0.088

Sumber: Bapeda Kabupaten Kepulauan Mentawai (2008) d. Gelombang Laut

Tinggi gelombang signifikan, kecepatan angin bulanan, beserta informasi sea dan swell yang diperoleh dari satelit, dapat disimpulkan kondisi gelombang di perairan Kepulauan Mentawai sebagai berikut:

a) Pada musim barat, kondisi gelombang laut adalah terendah dibandingkan dengan pada musim lainnnya, yaitu: dengan ketinggian rata-rata 1,74 m. b) Kondisi gelombang laut pada musim timur, tinggi gelombang adalah

tertinggi dibandingkan dengan pada musim lainnnya, yaitu dengan ketinggian rata-rata 2,32 m.

c) Pada masa peralihan I dan II kondisi gelombang laut adalah rendah, dengan ketinggian rata-rata pada masa peralihan I dan II masing-masing yaitu 0,75 dan 0,74 m.

(22)

Sea dan swell berkontribusi pada pembentukan gelombang di perairan

terbuka. Tinggi gelombang sea dan swell rata-rata tahunan adalah 0,78 dan 1,69 m. Perioda sea dan swell rata-rata tahunan masing-masing adalah 3,24 detik dan 10,49 detik (Bappeda KabupatenMentawai, 2008).

e. Kualitas Air Dasar Perairan

Substrat (dasar perairan) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan organisme yang dibudidayakan. Hasil pengamatan di lapangan, substrat atau dasar perairan laut Kabupaten Kepulauan Mentawai terdiri dari lumpur, pasir dan karang. Umumnya substat dasar Kabupaten Kepulauan Mentawai terdiri Lumpur dan Pasir Berlumpur, kecuali pantai timur Pulau Siberut banyak lumpur akibat sedimentasi yang besar akibat penebangan hutan di masa lalu.

Kecerahan

Kecerahan merupakan ukuran transparansi yang dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi. Nontji (1984) mengemukakan bahwa umumnya kecerahan perairan pada musim peralihan biasanya dengan angin dan ombak yang tenang dan kecerahan maksimum, sedangkan pada musim barat dengan angin dan ombak besar dengan kecerahan biasanya menurun.

Nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, padatan tersuspensi dan ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Tingkat kecerahan yang terukur pada beberapa lokasi atau stasiun di perairan laut Kabupaten Kepulauan Mentawai mempunyai kisaran nilai yang berbeda-beda antar stasiun yaitu berkisar antara 4-12 meter. Secara umum, berdasarkan kajian BPSPL Padang (2011), nilai kecerahan pada perairan laut Kabupaten Kepulaun Mentawai dalam kondisi baik mendukung untuk kehidupan biota laut, dengan kisaran yang berada di atas SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004, bahwa tingkat kecerahan yang baik untuk kehidupan biota laut adalah lebih dari 3,0 meter.

Kekeruhan

Kekeruhan menunjukan banyaknya bahan atau partikel tersuspensi yang menghalangi cahaya matahari masuk ke dalam perairan, dimana semakin

(23)

rendah tingkat kekeruhan, maka fotosintesis diperairan itu juga akan semakin besar. Nilai kekeruhan pada perairan Kabupaten Kepulaun Mentawai berkisar antara 3,0 sampai 5,4 mg/l. Secara umum nilai kecerahan ini berada dibawah nilai Baku Mutu untuk biota laut biota laut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004. Gambaran pola distribusi kekeruhan yang terjadi, mengindikasikan bahwa belum ada aktivitas baik yang di darat maupun yang di laut yang mempengaruhi tingkat turbidity, sedangkan adanya pola sebaran ini disebabkan oleh faktor alam seperti arus, gelombang, angin, letak geografis dan topografi.

Suhu

Suhu merupakan komponen penting di perairan karena temperatur mempengaruhi sirkulasi pergerakan angin secara global maupun regional serta mempengaruhi banyaknya kandungan zat-zat hara yang ada di laut. Faktor temperatur air laut juga sangat penting berpengaruh terhadap pelarutan setiap reaksi di laut, setiap peningkatan temperatur 1°C maka meningkat juga kemampuan air laut dalam melarutkan zat-zat yang ada di laut. Suhu air laut dipermukaan biasanya dipengaruhi oleh kondisi meteorologi seperti curah hujan, penguapan, kelembapan udara, suhu udara, kecepatan angin serta intensitas penyinaran matahari. Selain itu, suhu juga berperan dalam mempengaruhi proses biologis dan ekologis perairan yang pada akhirnya juga berpengaruh terhadap komunitas biologis di perairan (Ilahude, 1999).

Berdasarkan hasil kajian BPSPL Padang (2011), suhu di perairan Kabupaten Kepulauan Mentawai menunjukan rata-rata suhu pada 29,7oC. Sebaran

suhu bervariasi antara lokasi satu dan lainnya disebabkan adanya masukan air tawar dari sungai, kedalaman perairan, aksi gelombang pantai yang akan menurunkan suhu air laut serta pengadukan air laut yang cukup tinggi di daerah pantai.

Salinitas

Salinitas adalah konsentrasi total ion yang terdapat di perairan. Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air, setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromide dan iodide digantikan oleh klorida, dan semua bahan organik telah dioksidasi. Salinitas dinyatakan dalam satuan g/kg atau promil (‰). Nilai salinitas perairan tawar biasanya kurang dari 0,5 ‰, perairan payau antara 0,5-0,3‰, dan perairan laut

(24)

30-40‰. Pada perairan hipersaline, nilai salinitas dapat mencapai kisaran 40-80‰. Pada perairan pesisir, nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar dari sungai (Efendi, 2003)

Tingkat salinitas di perairan Kabupaten Kepulauan Mentawai menunjukkan pada kisaran salinitas 27-33‰, dengan rata-rata sebesar 30.854‰. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 dinyatakan bahwa baku mutu perairan untuk biota laut adalah 33-34 ‰. Kemudian DJPB-Departemen Kelautan dan Perikanan RI (2003) menyatakan lagi bahwa salinitas optimum untuk budidaya ikan Kerapu 30-33 ‰, Rumput Laut 29-32 ‰, dan budidaya udang dalam tambak adalah 15-25 ‰, serta budidaya bandeng dalam tambak 15-20 ‰. Dengan demikian tingkat salinitas perairan Kabupaten Kepulauan Mentawai relatif tinggi, tetapi masih dalam kisaran yang mampu ditolerir olah biota laut.

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) menunjukkan jumlah ion hidrgen dalam air laut yang dinyatakan dalam aktifitas hidrogen. Hasil pengamatan pH perairan di Kabupaten Kepulauan Mentawai berkisar antara 7,0 - 8,3 dengan rata-rata salinitas sebesar 7.969 (BPSPL Padang, 2011). Pada umumnya pH air laut tidak banyak bervariasi, karena adanya sistem karbon dioksida dalam air laut mempunyai kapasitas penyangga (buffering capacity) yang kuat. Ini berarti bahwa pH air laut tidak mudah mudah mengalami perubahan. Menurut Millero dan Sohn (1992), bahwa air laut mempunyai kemampuan sebagai penyangga (buffer) dalam mempertahankan pH air laut untuk selalu basa dan sehingga nilainya relatif stabil dan sistem ini dikenal dengan sistem karbonat air laut. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004, salinitas untuk baku mutu perairan bagi kehidupan biota laut adalah 7,5 - 8,5.

Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen merupakan salah satu gas terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian 10 m (altitude) serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Setiap peningkatan ketinggian suatu tempat sebesar 100 m diikuti dengan penurunan tekanan hingga 8-9 mm Hg. Pada kolom air, setiap peningkatan kedalaman sebesar disertai dengan peningkatan tekanan sebesar 1 atmosfer.

(25)

Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada percampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah (effluent) yang masuk ke badan air. Menurut McNeely et al., (1979) di perairan tawar, kadar oksigen terlarut berkisar antara 15 mg/literiter pada suhu 0°C dan 8 mg/literiter pada suhu 25°C, sedangkan di perairan laut berkisar antara 11 mg/literiter pada suhu 0°C dan 7 mg/liter pada suhu 25°C. Kadar oksigen terlarut pada perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/liter. Hasil analisis pada perairan Kabupaten Kepulauan Mentawai didapatkan oksigen terlarut berkisar antara 6.8-7.9 mg/liter, dengan rata-ratanya sebesar 7.417 mg/liter (BPSPL Padang, 2011).

Nitrat (NO3)

Bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi amonida menjadi nitrit dan nitrat adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung dalam kondisi aerob. Oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri Nitrobacter.jenis bakteri tersebut merupakan bakteri kemotrofik, yaitu bakteri yang mendapatkan energi dari proses kimiawi. Kandungan nitrat di perairan Kabupaten Kepulauan Mentawai yang terukur berkisar antara 0.024-286 mg/liter, dengan rata-rata nilai nitrat sebesar 0.092 mg/liter (BPSPL Padang, 2011).

Phospat (PO4)

Phospat merupakan unsur essensial perairan yang terdapat dalam bentuk senyawa phospat organik dan anorganik. Ortophospat (PO4) merupakan

senyawa phospat anorganik, sedangkan phospat organik terdapat di dalam tubuh organisme. Phospat sangat berguna untuk pertumbuhan organisme hidup dan merupakan faktor yang menentukan produktifitas perairan. Phospat dapat dijadikan sebagai parameter untuk pencemaran perairan (Michael, 1994). Kandungan phospat pada perairan tawar dan laut memiliki kisaran yang hampir sama yaitu 1-3 mg/liter. Kadar phospat yang optimum bagi pertumbuhan phytoplankton adalah 0.09-1.80 mg/liter dan merupakan faktor pembatas apabila nilainya di bawah 0.02 mg/liter (Mackentum dalam Haryani, 1989).

(26)

Berdasarkan kandungan phospat, maka perairan dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu : (a) Perairan Oligotrofik, yang mengandung phospat 0.003 – 0.01 mg/liter, (b) Perairan Mesotrofik, yang mangandung phospat 0,011 – 0,03 mg/liter, dan (c) Perairan Eutrofik yang mengandung phospat 0,031 - 0,1 mg/liter (Vollenwider dan Wetzel dalam Effendi, 2003). Hasil pengukuran kandungan phospat pada perairan laut Kabupaten Kepulauan Mentawai adalah dari ttd (tidak terdeteksi) sampai dengan 0.177 mg/liter. Bila merujuk pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004, maka kandungan phospat pada perairan laut di daerah ini telah melampaui standar baku mutu air laut, yaitu 0,015 mg/liter (BPSPL Padang, 2011).

Plankton

Kelimpahan plankton bervariasi secara horizontal, vertikal dan musiman pada setiap perairan. Penyebab utama dari variabilitas ini adalah ketersediaan cahaya dan unsur hara yang ada diperairan mempengaruhi dari kelimpahan plankton. Lamanya sinar matahari disetiap belahan bumi berbeda-beda, pada belahan bumi tropis mendapatkan paparan sinar matahari yang lebih lama dari belahan bumi subtropis dan kutub. Unsur hara yang terkandung disetiap perairan mempunyai kandungan yang berbeda, ekosistem yang dekat dengan pesisir pasti mempunyai kandungan unsur hara sedikit berbeda dengan wilayah perairan yang jauh dari pesisir begitu juga sebaliknya. Wilayah geografis dan faktor lingkungan sangat mempengaruhi dari kandungan unsur hara. Fitoplankton merupakan tumbuhan tingkat rendah dan berukuran mikroskopis. Fitoplankton merupakan produsen utama dirantai makanan.

Berdasarkan Penelitian BPSPL (2011) ditemukan empat kelas yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae, Cyanophyceae, Chlorophyceae, dan

Chrysophyceae. Kelas Bacillariophyceae didapatkan 18 spesies, kelas

Cyanophyceae didapatkan empat spesies dan kelas Chlorophyceae dan

Chrysophyceae masing-masing didapatkan satu jenis spesies. Kelimpahan

tertinggi terdapat di stasiun 9, 45, 65 dan 85 yaitu sebesar 4600 individu/liter, sedangkan kelimpahan terendah terdapat di stasiun 42 dengan kelimpahan sebesar 350 individu/liter.

Bila melihat dari kelimpahan phytoplankton ini maka perairan laut Kabupaten Kepulauan Mentawai tergolong dengan tingkat kesuburan sedang (Mesotrofik). Menurut Hunter (1971) berdasarkan tingkat kelimpahan

(27)

phytoplankton, maka perairan dapat dikelompok atas 3 (tiga) kelompok, yaitu :

a) Perairan Oligotrofik, dengan tingkat kelimpahan phytoplankton antara 0 - 2.000 individu/liter.

b) Perairan Mesotrofik, dengan tingkat kelimpahan phytoplankton antara 2.000 – 15.000 individu/liter.

c) Perairan Eutrofik, dengan tingkat kelimpahan phytoplankton lebih dari 15.000 individu/liter (> 15.000 ind/liter).

Adapun nilai indeks keanekaragaman (H’) tertinggi dengan nilai sebesar 0.791. Dengan kisaran total Indeks Keanekaragaman dapat diklasifikasikan sebagai berikut (modifikasi Wilhm dan Dorris (1968) dalam Mason (1981)):

 H’ < 2,3026 : keanekaragaman kecil dan kestabilan komunitas rendah

 2,3026 <H’> 6,9078 : keanekaragaman sedang dan kestabilan komunitas

 H’ > 6,9078 : keanekaragaman tinggi dan kestabilan komunitas tinggi Dengan demikian nilai indeks keanekaragaman diperairan Kabupaten Kepulauan Mentawai memiliki nilai keanekaragaman yang kecil dan kestabilan komunitas rendah. Nilai keseragaman (E’) tertinggi sebesar 0.419. Nilai indeks keseragaman berkisar antara 0-1. Apabila nilai mendekati 1 sebaran individu antar jenis merata. Nilai E mendekati 0 apabila sebaran individu antar jenis tidak merata atau ada jenis tertentu yang dominan. Nilai keseragaman diperairan Kabupaten Kepulauan Mentawai mempunyai sebaran jenis yang hampir tidak merata. Nilai keseragaman yang mendekati 0 karena adanya pengaruh dari Samudera Hindia.

Adapun nilai dominasi (C’) tertinggi dengan nilai sebesar 0.189, dimana berdasarkan kriteria (Odum, 1971), bahwa nilai dominasi mendekati 0 tidak ada jenis yang mendominansi dan nilai dominasi mendekati 1 terdapat jenis yang mendominansi. Sehingga nilai dominasi di perairan Kabupaten Kepulauan Mentawai tidak ada jenis yang mendominasi. Tidak adanya jenis yang mendominasi dikarenakan adanya pengaruh dari perairan Samudera Hindia.

Berdasarkan Penelitian BPSPL (2011) ditemukan satu kelas yaitu Copepoda dengan empat spesies yaitu Daphnia sp, Limnocletedos sp, Onychocamptus sp, Ceratium sp. Kelimpahan tertinggi dengan nilai sebesar 300 individu/liter,

(28)

sedangkan nilai kelimpahan terendah dengan nilai kelimpahan sebesar 50 individu/liter. Bila dilihat dari kelimpahan zooplankton ini maka perairan laut Kabupaten Mentawai tergolong dengan tingkat kesuburan rendah dan tinggi (Oligotrofik dan Eutrofik). Menurut Goldman dan Horne (1989) berdasarkan tingkat kelimpahan zooplankton, maka perairan dapat dikelompok atas 3 (tiga) kelompok, yaitu :

a) Perairan Oligotrofik, dengan tingkat kelimpahan zooplankton kecil dari 1 individu/liter (< 1 ind/liter).

b) Perairan Mesotrofik, dengan tingkat kelimpahan zooplankton antara 1-500 individu/liter.

c) Perairan Eutrofik, dengan tingkat kelimpahan zooplankton lebih dari 500 individu/liter (> 500 ind/liter).

Nilai indeks keanekaragaman (H’) tertinggi dengan nilai sebesar 0.540. Kisaran total Indeks Keanekaragaman (modifikasi Wilhem dan Dorris (1968)

dalam Mason (1981)), dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

- H’ < 2,3026 : keanekaragaman kecil dan kestabilan komunitas rendah - 2,3026 <H’> 6,9078 : keanekaragaman sedang dan kestabilan

komunitas

- H’ > 6,9078 : keanekaragaman tinggi dan kestabilan komunitas tinggi Dengan demikian nilai indeks keanekaragaman rata-rata diperairan Kabupaten Kepulauan Mentawai memiliki nilai keanekaragaman yang kecil dan kestabilan komunitas rendah. Nilai keseragaman (E’) tertinggi terdapat hampir merata disemua stasiun dengan nilai sebesar 0.434. Nilai indeks keseragaman berkisar antara 0-1. Apabila nilai mendekati 1 sebaran individu antar jenis merata. Nilai E mendekati 0 apabila sebaran individu antar jenis tidak merata atau ada jenis tertentu yang dominan. Nilai keseragaman zooplankton diperairan Kabupaten Kepulauan Mentawai mempunyai sebaran jenis yang hampir tidak merata. Nilai keseragaman yang mendekati 0 adanya pengaruh dari Samudera Hindia. Sedangkan nilai dominasi (C’) tertinggi dengan nilai sebesar 1.000, melalui kriteria (Odum, 1971), dinyatakan bahwa nilai dominasi mendekati 0 tidak ada jenis yang mendominansi dan nilai dominasi mendekati 1 terdapat jenis yang mendominansi. Sehingga nilai dominasi zooplankton diperairan Kabupaten Kepulauan Mentawai didominasi oleh satu jenis (BPSPL Padang, 2011).

(29)

2.1.3. Ekosistem Pesisir dan Laut a. Terumbu Karang

Secara umum perairan pantai Kepulauan Mentawai banyak dijumpai sebaran terumbu karang. Pada perairan Pantai Timur Mentawai umumnya dijumpai terumbu karang tepi (freengings reefs) yang tidak merata. Sementara pada beberapa desa pesisir juga dijumpai terumbu karang yang bersifat tersebar (patchy reefs). Pada sisi barat perairan kepulauan Mentawai dijumpai terumbu karang tepi (freenging reefs) yang relatif merata. Berdasarkan hasil intrepretasi citra satelit didapatkan total luas tutupan terumbu adalah seluas 17.589,61 Ha. Luas tutupan terumbu karang per kecamatan dapat dilihat pada Tabel 2.6. dibawah ini.

Tabel 2.6. Luas Tutupan Terumbu Karang

No Kecamatan Luasan (Ha)

1 Pagai Selatan 1.213,75 2 Sikakap 1.115,16 3 Pagai Utara 927,77 4 Sipora Selatan 2.808,32 5 Sipora Utara 5.257,92 6 Siberut Selatan 387,78

7 Siberut Barat Daya 3.629,37

8 Siberut Tengah 1.660,82

9 Siberut Utara 588,72

10 Siberut Barat

-Total 17.589,61

Sumber : BPSPL Padang (2011)

Di Sipora bagian Utara dan pulau-pulau kecil di sekitarnya, pada umumnya memiliki pantai berpasir yang tidak begitu lebar, dilanjutkan dengan rataan terumbu karang yang semakin jauh dari pantai (50-100m) semakin curam dengan sudut kemiringan 400-600. Karang yang tumbuh pada kedalaman

1-5 m didominasi oleh suku Pocilloporidae dari marga pocillopora, stylophora dan Seriatopora, suku Faviidae dari marga Favia dan Favites dan suku Poritidae dari marga Porites. Karang Pocillopora verrucosa merupakan jenis yang paling dominan, diikuti oleh karang dari marga Porites dan Favia. Pertumbuhan Acropora umumnya dengan koloni yang kecil dan percabangan yang pendek. Pada kedalaman 5-10 meter bentuk pertumbuhan karang lebih bervariasi, tetapi lebih didominasi oleh karang yang mempunyai bentuk pertumbuhan massif dan merayap (encrusting). Pada kedalaman 10-20 meter

(30)

pertumbuhan karang sudah jarang dijumpai dan pasir terlihat lebih mendominasi.

Pada Pulau Siberut bagian selatan dan pulau-pulau kecil di sekitarnya, pada umumnya memiliki pantai yang sempit dan ditumbuhi oleh mangrove dari marga Rhizopora. Lebar rataan terumbu berkisar antara 50-100 meter dengan dasar berupa karang mati dan pasir kasar yang ditumbuhi oleh turf algae. sudut kemiringan dasar antara 400-600. Karang yang tumbuh

umumnya memiliki pertumbuhan merayap dan masif, antara lain Manitpora

informis, Echinopora mamiformis dan Favia speciosa. Pada kedalaman 2-7

meter, lereng terumbu didominasi oleh pertumbuhan Porites dengan bentuk pertumbuhan masif dan bercabang dengan diselingi oleh pertubuhan

Acropora palifera. Biota lain yang cukup menonjol adalah hydroid, karang

lunak (soft coral) dan sponge.

Pada kedalaman lebih dari 10 meter, karang sudah jarang dijumpai, yang terlihat hanya hamparan pasir yang luas. Baik dan rusaknya tingkat kesehatan/kondisi terumbu karang ditentukan berdasarkan persentase tutupan karang hidup (Hard Living Coral Cover/HLCC). HLCC merupakan penggabungan persentase kelompok karang batu (hermatipic corals) dari jenis Acropora dan Non-Acropora. Acropora dapat dibedakan atas jenis

Encrusting, Branching, Submassive, Digitate dan Tabulate. Sedangkan non

Acropora terdiri dari Branching, Encrusting, Foliose, Massive, Submassive,

Mushroom, Miliopora dan Heliopora. Persentase tutupan karang hidup (HLCC)

dapat menggambarkan kondisi terumbu karang di daerah pengamatan, dimana makin besar persentase tutupan karang hidup di daerah tersebut maka makin baik kondisi terumbu karangnya.

Tabel 2.7. Kondisi Persentase Tutupan Terumbu Karang Hidup

No Lokasi Penutupan KarangPorsentase

Hidup (%) Kriteria

1 Pesisir Timur Pagai Selatan 35,50 % Sedang 2 Bagian Utara Pagai Selatan 52,00 % Baik

3 Desa Sikakap 37,00 % Sedang

4 P. Patotogat (Tua Peijat) 44,00 % Sedang

5 P. Aira (Tua Peijat) 11,00 % Rusak

6 P. Sikubu (Tua Peijat) 11,80 % Rusak

7 Desa Bosua, Sipora 22,00 % Rusak

(31)

9 P.Nyangnyang 15,80 % Rusak

10 P.Karangmajat 53,50 % Baik

11 P. Mainu 50,50 % Baik

12 P.Masilok 17,00 % Rusak

13 Desa Saibi Samukop, P.Siberut 20,50 % Rusak 14 Pesisir Timur DesaSaliguma Siberut 24,00 % Rusak

Sumber : BPSPL Padang ( 2011) b. Mangrove

Berdasarkan hasil interpretasi citra satelit yang telah diverifikasi dengan data survey lapangan dapat dikuantifikasi luas mangrove per kecamatan seperti pada Tabel 2.8. Luas total mangrove di Kabupaten Kepulauan Mentawai

adalah 24.619,43 Ha. Luas tutupan mangrove terbesar berada di Kecamatan Siberut Barat yaitu sebesar 8.514,01 Ha dan luas tutupan mangrove terkecil berada di kecamatan Sipora Selatan 421,66 Ha.

Tabel 2.8 Luasan Mangrove di Kabupaten Kepulauan Mentawai

No Kecamatan Luasan (Ha)

1 Pagai Selatan 3.971,06 2 Sikakap 888,63 3 Pagai Utara 602,87 4 Sipora Selatan 421,66 5 Sipora Utara 1.008,56 6 Siberut Selatan 578,99

7 Siberut Barat Daya 8.514,01

8 Siberut Tengah 2.415,82

9 Siberut Utara 571,79

10 Siberut Barat 5.646,04

Total 24.619,43

Sumber : BPSPL Padang (2011)

Di Kabupaten Kepulauan Mentawai dijumpai 25 jenis mangrove yang termasuk dalam 15 suku. Pada umumnya kondisi mangrove di Kabupaten Kepulauan Mentawai ini tidak begitu tebal, ketebalan mangrove berkisar antara 100-200 m dari batas laut ke arah darat. Jenis Rhizophora mucronata mendominasi di Pulau Sipora, Pulau Kuboi dan Pulau Silebut. Jenis ini umumnya tumbuh baik di habitat yang mempunyai lumpur yang dalam, akan tetapi kondisi habitat bagian dalam berupa batu-batuan atau koral mati maka jenis tersebut tidak bisa tumbuh maksimal. Salah satu faktor yang menyebabkan tidak maksimalnya tumbuh jenis ini adalah tidak

(32)

terdapatnya sungai besar yang membawa substrat. Sedang untuk Pulau Siburu dan Pulau Siberut jenis yang mendominasi adalah Rhizophora

apiculata. Jenis ini umumnya sifat tumbuhnya hampir sama dengan Rhizophora mucronata hanya habitatnya pada lumpur yang agak dalam.

Secara umum hutan mangrove tumbuh di seluruh bagian dimana hempasan gelombangnya kecil, dalam teluk, muara sungai dan tempat-tempat yang terhalang oleh pulau pada bagian depannya. Bagian ke arah utara banyak terdapat pulau-pulau kecil dan teluk, sementara bagian selatan agak terbuka cendrung mempunyai gelombang besar. Secara umum kondisi ekosistem mangrove masih tergolong bagus (70%). Hal ini karena belum adanya eksploitasi yang berlebihan dari masyarakat setempat. Tapi pengaruh pengerukan pasir laut, erosi pantai akibat gelombang pada beberapa titik sudah mulai berimbas pada degradasi vegetasi mangrove.

Tabel 2.9 Jenis Mangrove di Kabupaten Kepulauan Mentawai

No Suku Jenis

1 Acanthaceae Acanthus illicifolius

2 Baringtoniaceae Baringtonia racemosa

3 Combretaceae Lumnitzora littorea, L racemora

4 Euphorbiaceae Exoecaria agallocha

5 Flagellaniaceae Flagellaria indica

6 Goodeniaceae Scaevola taccada

7 Lythraceae Phempis acidula

8 Malvaceae Thespesia populnae

9 Meliaceae Xylocarpus gangeticus, X granatum, Xmoluccensis 10 Myrsinaceae Aegiceras corniculatum

11 Palmae Nypa fruticans

12 Polypodiaceae Acrostichum aureum

13 Rhizophoraceae Bruguiera cylindrica, B gymnorrphiza, B sexángula, Ceriops decandra, C tagal,

Rhizophora apiculata, R mucronata, R stylosa

14 Combretaceae Sonneratia alba

15 Sterculiaceae Heritiera littoralis Sumber: DKP Kabupaten Kepulauan Mentawai c. Padang Lamun

Lamun adalah tumbuhan berbunga (angiospermae) yang tumbuh dan berkembang dengan baik di lingkungan perairan pesisir. Jumlah jenis lamun di dunia berjumlah 58 yang dikelompokan ke dalam 12 marga dan dua ordo. Di perairan Indonesia tercatat sebanyak 12 jenis lamun. Padang lamun

(33)

mempunyai beberapa fungsi ekologis yaitu sebagai produser primer, dauran ulang unsur hara, stabilisasi substrat dan perangkap sedimen, sebagai habitat dan makanan ikan, tempat pemijahan dan berlindung bagi organisme laut . Padang lamun secara fisik juga membantu mengurangi tenaga gelombang dan arus yang menuju ke pantai. Tingkat produktivitas primer yang tinggi dari padang lamun erat hubungannya dengan tingkat produksi perikanan yang tinggi. Selain itu, ekosistem padang lamun berhubungan erat dengan ekosistim terumbu karang dan ekosistem mangrove, sehingga penting artinya bagi pengelolaan perairan pantai secara terpadu.

Ekosistem padang lamun terdapat pada Desa Labuanbajau, Malancan, Saibi, Sinakak, Pulau Panjang Sipora, Sikakap dan beberapa pulau di sekitar Pulau Pagai. Adapun jenis pada ekosistem padang lamun yang terdapat di perairan Kepulauan Mentawai didominasi oleh jenis Thallasia hemprichii, Cymodocea

rotundata dan Syringodium isoetifolium. Sebaran padang lamun disajikan

pada Tabel 2.10.

Tabel 2.10 Sebaran Padang Lamun Kepulauan Mentawai No. Lokasi SebaranPadang Lamun Pulau Jenis

TRata-Rata Penutupan

(%)

1 Pulau Siruso Pagai Selatan Thallasia hemprichii 15.25

Cymodocea rotundata 14.55

2 Pulau Siopa

Besar Pagai Selatan Thallasia hemprichii 5,12 3 Pulau Lumut Pagai Selatan Thallasia hemprichii 4.77 4 Desa

Labuanbajau Siberut Cymodocea rotundataThallasia hemprichii 30.16,77 5 Desa Malancan Siberut Cymodocea rotundata 31.67

6 Saibi Siberut Cymodocea rotundata 34.95

Thallasia hemprichii 10,77

7 Sikakap Pagai Utara Cymodocea rotundata 20.86

Thallasia hemprichii 15.21

8 Sinakak Pagai Selatan Syringodium isoetifolium 23.12

Thallasia hemprichii 17,77

9 P. Panjang Sipora Thallasia hemprichii 8.99

Syringodium isoetifolium 33.22

(34)

d. Ikan Karang

Hasil tangkapan utama nelayan tradisionil di Kabupaten Kepulauan Mentawai adalah ikan yang berasosiasi dengan terumbu karang, misalnya kelompok ikan dari famili Carangidae dan Lutjanidae. Sementara ikan karang yang dominan tertangkap adalah famili Serranidae. Ada 7 famili ikan dominan yang ditangkap nelayan, dengan tangkapan tertinggi berasal dari famili Lutjanidae (ikan kakap) dan famili Carangidae (ikan kuwe). Selanjutnya ikan yang juga memberikan kontribusi total tangkapan cukup besar adalah berasal dari famili Serranidae (ikan kerapu) dan

Scombridae (ikan tongkol). 2.1.4. Potensi Ekonomi

Pengertian PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi pada suatu daerah. PDRB merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu. Dilihat dari PDRB, struktur ekonomi Kabupaten Kepulauan Mentawai masih didominasi oleh sektor pertanian.

Pada tahun 2012, sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 53,61%, kemudian diikuti oleh sektor-sektor lainnya, yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan sumbangan sebesar 19,84%, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 6,82%, sektor industri pengolahan sebesar 6,70%, sektor jasa-jasa sebesar 6,20%, sektor bangunan sebesar 4,82%, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 1,27%, sektor pertambangan dan galian sebesar 0,62%. Sedangkan yang terendah memberikan kontribusi adalah sektor listrik, gas dan air bersih yaitu 0,11%. Perkembangan PDRB Kabupaten Kepulauan Mentawai atas Dasar Harga Berlaku, menurut lapangan usaha dari tahun 2008-2012 disajikan pada

Tabel 2.11.

Tabel 2.11. PDRB (Jutaan Rupiah) Kabupaten Kepulauan Mentawai Atas

Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008-2012. No Lapangan Usaha 2008 2009 2010 2011* ) 2012**) 1. Pertanian 617.891,95 (56,18) 695.919,15 (55,18) 786.132,86 (54,62) 880.194,67 (54,08) 983.746,04 (53,61) a.Pertanian, Tan. 99.291,82 113.202,27 127.618,12 143.222,65 159.864,50

(35)

No Lapangan Usaha 2008 2009 2010 2011* ) 2012**) Pangan dan Hortikultura (9,03) (8,98) (8,87) (8,80) (8,71) b. Perkebunan 74.821,75 (6,80) 86.666,02 (6,87) 99.208,49 (6,89) 113.70,15 (6,99) 129.592,75 (7,06) c. Peternakan 26.310,30 (2,39) 30.141,14 (2,39) 34.601,07 (2,40) 39.467,05 (2,43) 44.742,16 (2,44) d. Kehutanan 263.484,14 (23,96) 285.686,78 (22,65) 318.799,39 (22,15) 345.579,01 (21,23) 376.222,49 (20,50) e. Perikanan 153.983,94 (14,00) 180.222,94 (14,29) 205.905,79 (14,31) 238.220,81 (14,64) 273.324,14 (14,90) 2. Pertambangan dan Penggalian 5.928,61(0,54) 7.092,26(0,56) 8.428,93(0,59) 9.906,10(0,61) 11.461,39(0,62) 3. Industri Pengolahan 78.495,54(7,14) 89.031,79(7,06) 101.146,65(7,03) 112.035,61(6,88) 122.993,85(6,70) 4. Listrik, Gas, dan

Air Bersih 1.494,22(0,14) 1.588,43(0,13) 1.703,70(0,12) 1.816,45(0,11) 1.980,65(0,11) 5. Bangunan 40.508,44 (3,68) 49.946,79 (3,96) 61.102,31 (4,25) 73.686,00 (4,53) 88.466,59 (4,82) 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 210.137,55 (19,11) 247.722,97 (19,64) 281.387,04 (19,55) 321.000,03 (19,72) 364.042,61 (19,84) 7. Pengangkutan dan Komunikasi 70.129,64(6,38) 81.103,62(6,43) 95.084,07(6,61) 109.468,65(6,73) 125.123,67(6,82) 8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 12.688,39 (1,15) 15.501,66 (1,23) 18.679,01 (1,30) 20.385,90 (1,25) 23.266,61 (1,27) 9. Jasa-jasa 62.479,12 (5,68) 73.271,86 (5,81) 85.553,47 (5,94) 99.009,93 (6,08) 113.809,57 (6,20) PDRB 1.099.753, 46 (100,00) 1.261.178, 53 (100,00) 1.439.218, 02 (100,00) 1.627.503, 35 (100,00) 1.834.890,9 6 (100,00) Sumber : BPS ( 2013)

Keterangan : *) Angka diperbaiki

**) Angka sementara

( ) Distribusi presentase PDRB

Dalam PDRB atas dasar harga berlaku pada Tabel 2.11., sektor pertanian

terdiri dari 5 (lima) subsektor yaitu pertanian tanaman pangan dan holtikultura, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, subsektor kehutanan, dan subsektor perikanan. Pada tahun 2012, subsektor perikanan sendiri memberikan kontribusi sebesar 14,90% dan menempati urutan kedua setelah subsektor kehutanan yang memberikan kontribusi sebesar 20,50%. Subsektor yang terendah memberikan kontribusi pada sektor pertanian ini adalah subsektor peternakan dengan kontribusinya 2,44%,

(36)

kemudian diikuti oleh subsektor perkebunan dengan kontribusi 7,06%, dan subsektor pertanian, tanaman pangan dan hortikultura dengan kontribusi 8,71%.

Bila dilihat dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012, persentase kontribusi subsektor perikanan terhadap PDRB Kabupaten Kepulauan Mentawai meningkat. Pada tahun 2008 kontribusi subsektor perikanan ini terhadap PDRB Kabupaten Kepulauan Mentawai adalah sebesar 14,00% (Rp 153.983.940.000), kemudian tahun 2009 kontribusinya 14,29% (Rp 180.222.940.000), tahun 2010 kontribusinya 14,31% (Rp 205.905.790.000), tahun 2011 kontribusinya 14,64% (Rp 238.220.810.000) serta pada tahun 2012 kontribusinya 14,90% (Rp 273.324.140.000).

Dari kondisi ini dapat dilihat bahwa konstribusi subsektor perikanan terhadap PDRB Kabupaten Kepulauan Mentawai masih rendah, padahal Kabupaten ini mempunyai potensi yang cukup besar di sektor perikanan terutama perikanan perikanan tangkap dan perikanan budidaya, yaitu budidaya laut. Disamping subsektor perikanan, Kabupaten Kepulauan Mentawai juga mempunyai potensi yang cukup besar di bidang kelautan yang pemanfaatannya belum optimal, diantaranya bidang pariwisata bahari dan jasa kelautan lainnya. Jadi bila dilihat dari potensi sumberdaya wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil tersebut, maka konstribusi subsektor perikanan terhadap PDRB Kabupaten Kepulauan Mentawai masih dapat ditingkat secara signifikan.

2.1.5. Potensi Sosial Budaya a. Kependudukan

Kebupaten Kepulauan Mentawai mempunyai jumlah penduduk 78.511 jiwa, yang terdiri dari 40.684 jiwa laki-laki dan 37.827 jiwa perempuan. Sebaran penduduk di Kabupaten Kepulauan Mentawai tidak merata, ada kecamatan yang jumlah penduduk dan tingkat kepadatannya tinggi sementara kecamatan lainnya termasuk sedikit dan tingkat kepadatannya lebih jarang. Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk yang tertinggi adalah Kecamatan Sikakap sebesar 10.106 jiwa dan kecamatan dengan jumlah penduduk terkecil adalah Kecamatan Pagai Utara sebesar 5.515 jiwa. Sedangkan kepadatan penduduk tertinggi ada di Kecamatan Sikakap sebesar 36, 29 orang/km2 dan kepadatan penduduk terkecil ada di Kecamatan Siberut Barat 5,94 orang/ km2.

Referensi

Dokumen terkait

Alokasi Dana Gampong, selanjutnya disingkat ADG adalah anggaran untuk membiayai pembangunan dan penyelenggaraan Pemerintahan Gampong, yang merupakan dana perimbangan

Dana Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan adalah dana yang berasal dari dunia usaha yang dilaksanakan oleh perusahaan dalam rangka pelaksanaan

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersimiber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22

bahwa berdasarkan Pasal 8 ayat (4) Peraturan Daerah Kabupaten Belitung Timur Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pendirian Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Belitung

Visi Pembangunan Kepariwisataan Daerah adalah Mewujudkan Kabupaten Bangka Barat sebagai destinasi pariwisata sejarah, budaya, dan alam yang berbasis masyarakat,

(1) Rincian Dana Desa setiap Desa berdasarkan Alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan

g) tidak pernah menjabat sebagai Kepala Desa selama 3 (tiga) kali masa jabatan. 6) Surat permohonan cuti yang diajukan kepada Bupati bagi Kepala Desa yang

(2) Penyaluran Dana Desa tahap II untuk BLT Desa bulan kedelapan sampai dengan bulan kedua belas sebagaimana dimaksud pada pasal 10 ayat (1) huruf b masing-masing bulan