• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebupaten Kepulauan Mentawai mempunyai jumlah penduduk 78.511 jiwa, yang terdiri dari 40.684 jiwa laki-laki dan 37.827 jiwa perempuan. Sebaran penduduk di Kabupaten Kepulauan Mentawai tidak merata, ada kecamatan yang jumlah penduduk dan tingkat kepadatannya tinggi sementara kecamatan lainnya termasuk sedikit dan tingkat kepadatannya lebih jarang. Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk yang tertinggi adalah Kecamatan Sikakap sebesar 10.106 jiwa dan kecamatan dengan jumlah penduduk terkecil adalah Kecamatan Pagai Utara sebesar 5.515 jiwa. Sedangkan kepadatan penduduk tertinggi ada di Kecamatan Sikakap sebesar 36, 29 orang/km2 dan kepadatan penduduk terkecil ada di Kecamatan Siberut Barat 5,94 orang/ km2.

Tabel 2.12. Kepadatan Penduduk Per-Kecamatan di Kabupaten Kepulauan Mentawai No Kecamatan PendudukJml. ( Jiwa ) Luas Daerah ( Km² ) Kepadatan Penduduk ( Jiwa / Km² ) 1 Pagai Selatan 9 109 901,08 10,11 2 Sikakap 10 106 278,45 36,29 3 Pagai Utara 5 514 342,02 16,12 4 Sipora Selatan 9 006 268,47 33,55 5 Sipora Utara 9 180 383,08 23,96 6 Siberut Selatan 8 654 508,33 17,02

7 Siberut BaratDaya 6 088 649,08 9,38

8 Siberut Tengah 6 103 739,87 8,25 9 Siberut Utara 8 064 816,11 9,88 No Kecamatan PendudukJml. ( Jiwa ) Luas Daerah ( Km² ) Kepadatan Penduduk ( Jiwa / Km² ) 10 Siberut Barat 6 687 1 124,86 5,94 Jumlah 2012 78 511 124,861 13,06 Sumber : BPS ( 2013) b. Komposisi Penduduk

Nisbah jumlah penduduk laki-laki terhadap perempuan dengan rasio jenis kelamin 107,55. Dari 10 kecamatan, kecamatan yang jumlah penduduknya paling banyak adalah Kecamatan Sikakap yaitu 10.106 jiwa yang terdiri dari 5.164 jiwa laki-laki dan 4.942 jiwa perempuan dengan ratio jenis kelamin 104,49. Sedangkan kecamatan yang jumlah penduduk paling sedikit adalah Kecamatan Pagai Utara yaitu 5.514 jiwa yang terdiri dari 2.806 jiwa laki-laki dan 2.708 jiwa perempuan dengan ratio jenis kelamin 103,62.

Tabel 2.13. Jumlah dan Ratio Jenis Kelamin Penduduk sesuai Kecamatan

No Kecamatan Penduduk (Jiwa) RatioJenis

Kelamin

Laki-Laki Perempuan Jumlah

1. Pagai Selatan 4.751 4.358 9.109 109,02 2. Sikakap 5.164 4.942 10.106 104,49 3. Pagai Utara 2.806 2.708 5.514 103,62 4. Sipora Selatan 4.608 4.398 9.006 104,77 5. Sipora Utara 4.818 4.362 9.180 110,45 6. Siberut Selatan 4.500 4.154 8.654 108,33

No Kecamatan Penduduk (Jiwa) RatioJenis Kelamin

Laki-Laki Perempuan Jumlah

8. Siberut Tengah 3.185 2.918 6.103 109,15

9. Siberut Utara 4.142 3.922 8.064 105,61

10. Siberut Barat 3.517 3.170 6.687 110,95

Jumlah 40.684 37.827 78.511 107,55

Sumber: BPS ( 2013)

Bila dilihat dari jumlah anggota keluarga, maka setiap keluarga (rumah tangga) beranggotakan 3-5 orang untuk setiap keluarga. Kecamatan yang penduduknya beranggota keluarga yang besar ditemukan di Kecamatan Siberut Tengah yaitu 5,09 orang per keluarga, sedang yang penduduknya beranggotak keluarga terkecil ditemukan di Kecamatan Pagai Selatan yaitu 3,75 orang per keluarga. Untuk lebih jelasnya jumlah anggota per keluarga di masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Tabel 2.14.

Tabel 2.14. Jumlah Anggota untuk setiap Keluarga sesuai Kecamatan

No Kecamatan Jumlah Rumah Tangga ( RTP ) Jumlah Penduduk ( jiwa ) Jumlah Anggota Keluarga (jiwa/RTP) 1. Pagai Selatan 2.431 9.109 3,75 2. Sikakap 2.464 10.106 4,10 3. Pagai Utara 1.269 5.514 4,35 4. Sipora Selatan 2.149 9.006 4,19 5. Sipora Utara 2.195 9.180 4,18 6. Siberut Selatan 1.865 8.654 4,64

7. Siberut BaratDaya 1.263 6.088 4,82

8. Siberut Tengah 1.198 6.103 5,09

9. Siberut Utara 1.799 8.064 4,48

10. Siberut Barat 1.500 6.687 4,46

Jumlah 18.133 78.511 4,33

Sumber: BPS (2013)

Penduduk Kepulauan Mentawai merupakan campuran dari beberapa suku, baik suku asli maupun pendatang yang telah bermukim sejak lama. Penduduk Kepulauan Mentawai terdiri dari beberapa suku, yaitu suku Minangkabau, suku Mentawai, dan suku lainnya seperti Batak, Nias, dan Jawa. Secara tradisional, kehidupan sosial budaya Mentawai berwatak

patrilinial, dimana interaksi sosial berpusat pada uma yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam lingkar budaya Mentawai. Sementara kosmologi masyarakat Mentawai sangat dipengaruhi oleh cara pandang dunianya Arat Sabulungan. Arat berarti kepercayaan, Sa berarti seikat dan bulungan berasal dari kata buluk yang berarti daun.

Disebut Sabulungan karena dalam setiap acara ritualnya selalu menggunakan daun-daun yang dipercaya dapat menghubungkan manusia dengan Sang Maha Kuasa atau disebut Ulau Manua (Tuhan). Pada dasarnya sabulungan mengajarkan keseimbangan antara alam dan manusia. Kepercayaan itu mengajarkan bahwa manusia harus memperlakukan alam, tumbuh-tumbuhan, air, dan binatang seperti dirinya. Dalam perspektif agama Mentawai tersebut, makhluk hidup dan alam raya disekitarnya memiliki ruh (simagre). Oleh karenanya, manusia berkewajiban menjaga keserasian hubungan antara ruh dan jasa untuk terhindar dari penyakit. Dalam rangka menyeimbangkan ruh dan raga tersebut, dilakukan upacara keagamaan punen atau puliaijat yang dipimpin oleh para sikerei.

c. Ketenagakerjaan dan Mata Pencarian

Dilihat dari jenis lapangan usaha, maka sebahagian besar penduduk Kabupaten Kepulauan Mentawai bekerja disektor pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan yaitu 78,32% dari jumlah penduduk yang berusia 15 tahun keatas. Sedangkan yang paling sedikit adalah lapangan usaha pertambangan dan penggalian yaitu 1,68% dari jumlah penduduk Kabupaten Kepulauan Mentawai yang berusia 15 tahun keatas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.15.

Tabel 2.15. Persentase Penduduk Berusia 15 Tahun Keatas Menurut

Lapangan Usaha dan Status Pekerjaan

No LapanganUsaha Status Pekerjaan Jumlah Berusaha Sendiri Berusaha Dibantu Buruh/

Pegawai PekerjaBebas

Pekerja Keluarga / Tdk Dibayar Buruh Tdk Tetap Buruh Tetap 1. Pertanian, Perkebunan, Kehutanan dan Perikanan 9,40 28,85 0,00 2,33 1,43 36,31 78,32 2. Pertambangan, Penggalian 0,25 0,36 0,26 0,61 0,00 0,20 1,68 3. Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi

1,87 0,92 0,67 0,44 0,00 0,52 4,42 4. Angkutan, 0,27 0,00 0,00 10,18 0,00 0,00 10,45

No LapanganUsaha Status Pekerjaan Jumlah Berusaha Sendiri Berusaha Dibantu Buruh/

Pegawai PekerjaBebas

Pekerja Keluarga / Tdk Dibayar Buruh Tdk Tetap Buruh Tetap Pergudangan dan Komnikasi 5. Jasa Kemasyara-katan, Sosial dan Perseorangan

0,00 0,19 0,00 3,09 0,00 0,00 3,28

6. Lainnya 1,29 0,00 0,00 0,56 0,00 0,00 1,85

Jumlah 13,08 30,32 0,93 17,21 1,43 37,03 100,00

Sumber: BPS (2013)

d. Rumah Tangga Perikanan

Bila dilihat pula pada subsektor perikanan tangkap, jumlah masyarakat yang berprofesi atau bermatapencaharian sebagai nelayan hanya 2.206 orang atau sekitar 8,56 % dari jumlah angkatan kerja laki-laki yang berusia 15-64 tahun (25.766 orang). Jumlah nelayan yang terbanyak terdapat di Kecamatan Siberut Utara yaitu 308 orang dan Kecamatan Sipora Utara yaitu 307 orang. Sedang yang paling sedikit terdapat di Kecamatan Siberut Barat Daya yaitu 69 orang. Jumlah nelayan masing-masing kecamatan di Kabupaten Kepulauan Mentawai disajikan pada Tabel 2.16.

Tabel 2.16. Jumlah Nelayan Menurut Kecamatan Tahun 2012

No Kecamatan PenuhStatus Nelayan (Orang)Sambilan Jumlah

1. Pagai Selatan 45 56 101 2. Sikakap 150 144 294 3. Pagai Utara 126 153 279 4. Sipora Selatan 85 112 197 5. Sipora Utara 138 169 307 6. Siberut Selatan 145 116 261

7. Siberut Barat Daya 35 34 69

8. Siberut Tengah 65 69 134

9. Siberut Utara 145 163 308

10. Siberut Barat 115 141 256

Jumlah 1.049 1.157 2.206

Sumber: BPS (2013)

e. Kondisi Sosial dan Budaya Sistem Kekerabatan

Sistem Kekerabatan masyarakat yang berlaku di Desa Saibi Samukop, Saliguma dan Katurei adalah patrilineal dimana garis keturunan berasal dari

laki-laki. Selain itu laki-laki mempunyai peranan yang lebih dominan dibandingkan dengan perempuan baik sebagai pemimpin rumah tangga maupun dalam menentukan keputusan keluarga. Ikatan kekerabatan yang lebih luas setelah keluarga adalah uma dan suku. Setiap suku tersebut dipimpin oleh seorang kepala suku yang berperan sebagai pengambil keputusan untuk urusan sukunya. Kepala suku juga berperan dalam kegiatan sosial dan adat serta menyelesaikan masalah dan perselisihan dalam suku serta acara ritual yang berkenaan dengan kelahiran, perkawinan, kematian dan peristiwa alam.

Untuk menjadi seorang kepala suku, seseorang dipilih oleh kaum dalam masyarakat tersebut. Selain kepala suku juga terdapat Ketua Adat yang dipilih oleh masyarakat. Ketua Adat sebagai tokoh masyarakat mempunyai fungsi sebagai orang yang dituakan dalam urusan dan pelaksanaan adat di desa tersebut. Kepala Suku dan Ketua Adat termasuk tokoh informal. Selain itu tokoh formalnya seperti Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kepala Badan Perwakilan Desa, Ketua LPM, Kepala Dusun memberi pengaruh yang cukup besar dalam tatanan kehidupan masyarakat.

Tokoh informal lainnya seperti guru, pendidik, pemuka agama dan orang yang berpendidikan tinggi merupakan tokoh yang juga berpengaruh. Selain pemimpin formal dan pemimpin informal faktor ekonomi seseorang juga berperan dalam urusan sosial kemasyarakatan. Biasanya penduduk yang ekonominya kuat berfungsi sebagai patron bagi masyarakat, seperti menampung hasil kebun dari ladang masyarakat, serta menyediakan kebutuhan pokok ataupun pinjaman kepada masyarakat di desa tersebut. Semua lapisan masyarakat tersebut sebaiknya dilibatkan dalam program pengelolaan kawasan konservasi laut.

Sistem Kepercayaan

Kepercayaan atau agama yang terdapat di Desa Katurai, Tuapejat dan Taileleu secara umum dapat dibedakan atas Kristen Protestan, Katolik dan Islam. Selain itu mayoritas penduduk asli di masing-masing desa ini adalah penduduk Mentawai, sehingga kepercayaan asli Mentawai atau arat

sabulungan masih banyak dianut oleh masyarakat di desa ini. Kepercayaan

ini dapat dilihat pada upacara adat seperti proses pernikahan, kelahiran dan kematian, dimana pada prosesi tersebut peranan dari sikerei sebagai tokoh adat sangat dominan.

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, mayoritas penduduk desa ini adalah penduduk asli Mentawai sedangkan masyarakat pendatang jumlahnya relatif kecil. Masyarakat pendatang pada umumnya bekerja sebagai pegawai negeri, pemuka agama dan pedagang. Menurut keterangan dari Kepala Desa sampai saat ini hubungan antara masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang berjalan cukup baik. Hal ini disebabkan karena sebagian masyarakat pendatang telah mempunyai istri atau suami orang Mentawai asli sehingga mereka sudah dianggap sebagai bagian dari masyarakat Mentawai.

Norma yang berlaku di masyarakat adalah norma adat dan norma agama, kedua norma ini berperan untuk mengatur perilaku masyarakat dalam setiap aktivitas sosial kemasyarakatan sehari-hari. Dalam tatanan sosial kemasyarakatan norma adat lebih dominan jika dibandingkan dengan norma yang lain sebagai contoh selain mengatur perilaku norma adat juga berperan dalam penyelesaian konflik yang terjadi di masyarakat. Kasus terjadinya pembunuhan, maling, zinah dan perselingkuhan serta masalah sosial lainnya diselesaikan melalui ketentuan adat.

Penyelesaian kasus biasanya dengan menggunakan denda atau tulo. Sebagai contoh untuk kasus maling, tulo yang diberikan adalah penggantian barang dengan nilai dua kali lipat dari harga barang yang dicuri, untuk kasus lainnya seperti perselingkuhan adalah dengan pemberian denda misalnya satu bidang kebun. Besarnya tulo ditetapkan berdasarkan musyawarah antara pihak yang bersengketa yang diikuti oleh masing-masing Kepala Suku dan aparat desa.

Adanya mekanisme tradisional yang mengatur persoalan dan penyelesaian konflik dalam masyarakat di Mentawai memberikan gambaran bahwa masyarakat Mentawai termasuk kelompok masyarakat yang rawan konflik internal. Sebaliknya juga dapat memberikan gambaran bahwa masyarakat Mentawai mempunyai budaya dan kesadaran hukum yang cukup tinggi. Setiap terjadi konflik di masyarakat telah dibuatkan sangsi hukum yang disepakati oleh komunitas masyarakatnya.

f. Kearifan Lokal

Nilai kearifan lokal (local wisdom) merupakan khasanah tata nilai kehidupan yang menyatu dalam bentuk kepercayaan, budaya dan adat istiadat. Dalam perkembangannya masyarakat melakukan adaptasi terhadap lingkungan

dengan mengembangkan suatu kearifan yang berwujud pengetahuan atau ide, peralatan, dipadu dengan norma adat, nilai budaya, aktivitas mengelola lingkungan guna mencukupi kebutuhan hidup tanpa merusak alam. Kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Semua bentuk kearifan lokal ini dihayati, dipraktekkan, diajarkan kemudian diwariskan dari generasi ke generasi sekaligus membentuk pola perilaku manusia terhadap sesama manusia, alam maupun gaib. Jadi kearifan lokal adalah sebagai gagasan-gagasan setempat (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.

Sehubungan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, selain hukum formal yang telah dikeluarkan oleh pemerintah, pada masyarakat pesisir Kabupaten Kepulauan Mentawai juga telah lama memiliki aturan-aturan yang tidak tertulis (kearifan lokal) yang digunakan sebagai upaya dalam pengelolaan sumberdaya alam termasuk sumberdaya pesisir dan laut. Kearifan lokal yang ada di masyarakat Kabupaten Kepulauan Mentawai dalam kaitannya dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut antara lain adalah:

- Tuo Pasie, yaitu orang yang dipercaya oleh masyarakat adat untuk

menjadi penanggung jawab dan memiliki pengaruh terhadap kelestarian sumberdaya alam laut, dimana kondisi ekosistem termasuk perilaku dalam komunitas daerah pesisir (pantai). Tahun 1996, dengan kelancaran arus informasi dan semakin meningkatnya kebutuhan ekonomi memicu masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir untuk memperoleh pendapatan lebih, peran Tuo Pasie telah mulai ditinggalkan.

- Upacara Membuat dan Menurunkan Sampan. Upacara ini sering

dilakukan oleh masyarakat pesisir di Kabupaten Kepulauan Mentawai, dan hal ini didasari oleh pola fikir mereka bahwa setiap benda yang ada di atas bumi ini ada pemiliknya. Berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan laut harus minta izin kepada roh penunggu atau pemilik dari sumberdaya alam tersebut.

- Upacara Untuk Memulai Berburu Penyu (Katuang). Pada prinsipnya

ini dipergunakan jaring yang terbuat dari kulit pohon melinjo. Karena bagi masyarakat asli Kepulauan Mentawai, melinjo mempunyai arti penting dan dilindungi oleh aturan adat. Siapapun dia harus minta izin dan bila tidak akan dikenakan denda. Selama perburuan berlangsung, semua anggota keluarga yang terlibat harus mengikuti pantangan yang tidak boleh dilanggar.

- Musim Anggau. Anggau adalah sejenis kepiting yang memiliki habitat

pantai berpasir yang musimnya setiap tahun bisa terjadi pada bulan Juli-Agustus-September, dimana pada saat itu cuaca di laut sedang musim badai dan ombak besar. Penduduk asli Kepulauan Mentawai akan pergi ke pantai untuk menangkap anggau tersebut yang hasilnya digunakan sebagai persediaan makanan mereka.

- Otcai dan Roman, merupakan cerminan nilai kebersamaan dan

pandangan masyarakat asli Kepulauan Mentawai bahwa sumberdaya alam laut bukanlah hak individu. Semangat dan nilai Otcai dan Roman ini dapat dimodifikasi menjadi alat pemersatu dalam mengatasi berbagai masalah kehidupan masyarakat adat, termasuk dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut.

2.2. Kondisi Umum Kawasan Konservasi Perairan Daerah

Dokumen terkait