• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penjelasan Hukum tentang GADAI SAHAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penjelasan Hukum tentang GADAI SAHAM"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

putusan.mahkamahagung.go.id

Penjelasan Hukum

tentang

GAD

AI SAHAM

Suharnoko

Kartini Muljadi

C M Y CM MY CY CMY K Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

(2)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

PENJELASAN HUKUM

TENTANG EKSEKUSI

GADAI SAHAM

Isi1-ok.indd 1 12/13/2010 11:19:32 PM

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

(3)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Sanksi Pelanggaran Pasal 72

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham

Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang.

Diterbitkan pertama kali oleh Nasional Legal Reform Program, Jakarta, 2010

Suharnoko, Kartini Muljadi Kartini Muljadi

Prof. Dr. Henk Joseph Snijders Lembaga Kajian Hukum Perdata Universitas Indonesia Endah Hartati

Rosa Agustina Akhmad Budi Cahyono Henny Marlina Abdul Salam Karisa Utami M. Yahdi Salampessy Gita Nurthika Penulis: Pengulas: Ahli Internasional: Pelaksana Penelitian: Peneliti: Editor:

Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta Isi di luar tanggung jawab Percetakan

Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun (seperti cetak, fotokopi, mikrofilm, VCD, CD-ROM, dan rekaman suara) tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Sebastian Pompe Gregory Churchill Mardjono Reksodiputro Binziad Kadafi Fritz Edward Siregar Harjo Winoto

Fisella Mutiara A.L.Tobing

Isi1-ok.indd 2 12/13/2010 11:19:32 PM

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

(4)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Penjelasan Hukum Eksekusi tentang Gadai Saham

iii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

...

v

Ringkasan Eksekutif

...

1

Dokumen Penjelas: Eksekusi Gadai Saham

...

3

Perspektif Internasional

...

19

Laporan Penelitian

...

28

A. Ekeskusi Gadai Saham Menurut Literatur dan Peraturan Perundang-undangan ...

28

1. Permasalahan Hukum Mengenai Eksekusi Gadai Saham Menurut Para Ahli ...

28

2. Permasalahan Hukum Mengenai Eksekusi Gadai Saham yang Dibahas dalam Tesis-Tesis ...

29

3. Permasalahan Hukum Mengenai Gadai Saham Menurut Kajian Literatur dan Peraturan Perundang-undangan ...

34

B. Ekeskusi Gadai Saham Menurut Putusan Pengadilan ...

43

1. Latar Belakang Munculnya Lembaga Gadai Saham ...

43

2. Arti Gadai, Saham, dan Gadai Saham ...

44

Isi1-ok.indd 3 12/13/2010 11:19:32 PM

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

(5)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

iv

Perspektif Internasional

3. Urgensi Restatement tentang Gadai Saham ...

44

4. Pembahasan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia ...

46

Daftar Putusan ...

59

Daftar Pustaka ...

61

Lampiran ...

67

iv

Daftar Isi Isi1-ok.indd 4 12/13/2010 11:19:32 PM Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

(6)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham

v

KATA PENGANTAR

PENJELASAN HUKUM TENTANG EKSEKUSI GADAI SAHAM

Ketiadaan kepastian hukum merupakan masalah utama di Indonesia pada zaman modern ini. Ketidakpastian hukum merupakan masalah besar dan sistemik yang mencakup keseluruhan unsur masyarakat. Ketidakpastian hukum juga merupakan hambatan untuk mewujudkan perkembangan politik, social dan ekonomi yang stabil dan adil. Singkat kata, jika seseorang ditanya apa hukum Indonesia tentang subyek tertentu, sangat sulit bagi orang tersebut untuk menjelaskannya dengan pasti, apalagi bagaimana hukum tersebut nanti diterapkan. Ketidakpastian ini banyak yang bersumber dari hukum tertulisnya yang umumnya tidak jelas dan kontradiktif satu sama lain. Selain dari itu, adalah ketidakpastian dalam penerapan hukum oleh institusi pemerintah maupun pengadilan. Yang menjadi garis bawah dari ketidakpastian hukum adalah lemahnya lembaga dan profesi hukum.. Itu dapat kita lihat di lingkungan peradilan, dimana hakim terus menerus tidak menjaga konsistensi dalam putusan mereka. Advokasi pun tidak berhasil untuk betul-betul jaga standar profesi mereka. Ketidakpastian hukum juga bersumber dari dunia akademik yang ternyata kurang berhasil untuk membangun suatu disiplin ilmiah terpadu dalam analisa peraturan perundangan dan putusan pengadilan. Lemahnya ‘legal method’ di dunia akademik adalah alas an pokok kenapa akuntabilitas pengadilan dan lembaga negara tetap lemah.

Proyek Restatement ini merupakan upaya untuk menjawab isu ketidakpastian hukum tersebut. Tujuan utama dari proyek ini adalah untuk mewujudkan suatu gambar yang jelas tentang beberapa konsep penting hukum Indonesia modern. Metode yang digunakan adalah analisis terhadap tiga sumber hukum: peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, dan literatur yang otoritatif. Tujuan kedua dari proyek ini adalah untuk membangun kembali ‘the legal method’, yaitu sistem penelitian dan diskursus hukum yang riil oleh kalangan universitas, institusi penelitian dan organisasi swadaya masyarakat. Tentunya Restatement ini tidak dimaksudkan sebagai kata terakhir atau tertinggi untuk suatu topik hukum yang dibahas di dalamnya. Namun, Restatement ini bisa memperkaya nuansa hukum Indonesia, terutama karena analisisnya bersandarkan pada putusan pengadilan dan literatur yang berwibawa mulai Indonesia merdeka. Ahli hukum, hakim, dan advokat jelas mempunyai kebebasan untuk menyetujui atau menolak hasil analisis dalam

Restatement ini, namun kami berharap supaya Restatement ini bisa mencapai suatu

kepastian hukum lebih besar untuk topik-topik tertentu, terutama dalam struktur

Isi1-ok.indd 5 12/13/2010 11:19:32 PM

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

(7)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

vi

Perspektif Internasional

analisis terhadap disiplin hukum tertentu, agar pembahasan tentang topik tersebut mampu menapak suatu tingkatan intelektual yang lebih tinggi.

Alasan kami memilih topik Gadai Saham sebagai salah satu pokok bahasan Restatement adalah karena terdapat inkonsistensi putusan pengadilan terkait lembaga hukum Gadai Saham. Selain itu perkembangan kegiatan ekonomi terkait dengan kegiatan usaha persekutuan perdata melahirkan banyak “kekosongan hukum” terkait diskursus hukum perdata tentang gadai saham. Misalnya, apakah eksekusi gadai saham bisa dilakukan di bawah tangan atau harus melalui penetapan pengadilan? Bagaimana bila terdapat parate eksekusi untuk saham tersebut? Bagaimana pula jika dalam parate eksekusi pihak debitur tidak mau bekerja sama atau kooperatif?

Akhir kata, kami berharap “mimpi” kami untuk mewujudkan koherensi, konsistensi dan kesesuaian diskursus hukum perdata dapat terakomodasi dengan baik dalam program Restatement ini sehingga mempunyai faedah bagi para

stakeholders. Hormat kami, Sebastiaan Pompe Program Manager

vi

Kata Pengantar Isi1-ok.indd 6 12/13/2010 11:19:32 PM Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

(8)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham

1

RINGKASAN EKSEKUTIF

Pokok-pokok dalam Restatement Eksekusi Gadai Saham adalah sebagai berikut.

A. Pengertian “saham” menurut UPT 2007

1. Penulis diminta untuk membuat Restatement tentang Eksekusi Gadai Saham. Pada saat ini, sudah berlaku UPT 2007 maka pengertian “saham” dalam Restatement ini adalah saham menurut UPT 2007. Dengan demikian, juga harus di sebutkan cara dan persyaratan penggadaian saham menurut UPT 2007. 2. Penulis juga mengemukakan ketentuan dalam UPT 2007 yang harus diperhatikan

dan diatur dalam Perjanjian Gadai Saham, supaya kreditor/pemegang gadai dapat melaksanakan hak atas saham yang digadaikan sebagaimana mestinya.

B. Pengertian “gadai” sebagaimana diatur dalam Pasal 1150 dan Pasal 1153 KUH Perdata serta dalam Pasal 60 UPT 2007

C. Surat kuasa yang tidak dapat ditarik kembali yang diberikan oleh pemberi gadai kepada kreditor untuk menjual barang yang digadaikan tidak mengakibatkan kreditor secara otomatis menjadi pemilik barang yang digadaikan.

Menurut hemat penulis, surat kuasa tersebut tidak mengakibatkan kreditor/ pemegang gadai secara otomatis menjadi pemilik barang yang digadaikan sehingga pemberian kuasa itu tidak melanggar ketentuan Pasal 1154 KUH Perdata.

D. Kalimat pertama Pasal 1155 KUH Perdata.

Kalimat pertama Pasal 1155 KUH Perdata sebaiknya dirumuskan kembali sesuai dengan maksudnya, yaitu sebagai berikut.

Jika debitor/pemberi gadai cidera janji setelah tenggang waktu yang ditentukan untuk membayar kembali utang lampau atau jika tidak ditentukan suatu tenggang waktu, setelah diperingati untuk membayar tidak juga membayar utangnya, maka kreditor/pemegang gadai oleh Undang-Undang diberi hak untuk melaksanakan gadai atas kewenangannya sendiri (“parate

Isi1-ok.indd 1 12/13/2010 11:19:32 PM

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

(9)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

2

Perspektif Internasional

executie”) dengan cara menjual barang yang digadaikan di muka umum (lelang), menurut kebiasaan setempat dengan syarat-syarat yang lazim berlaku, dengan maksud untuk mengambil pelunasan jumlah piutangnya beserta bunga dan semua biaya yang berkaitan dengan eksekusi tersebut, dari pendapatan penjualan barang yang digadaikan.

Debitur/pemberi gadai dan kreditur/pemegang gadai dapat membuat perjanjian bahwa jika debitur/pemberi gadai cidera janji, gadai dapat dilaksanakan dengan perantaraan/izin hakim.

E. Kalimat pertama Pasal 1156 KUH Perdata

Kalimat pertama Pasal 1156 KUH Perdata sebaiknya dirumuskan kembali se-suai dengan maksud pasal tersebut, yaitu jika debitor/pemberi gadai cidera janji maka dengan mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang, kreditor/pemegang gadai dapat mohon supaya hakim menetapkan cara eksekusi gadai dengan cara penjualan di bawah tangan (bukan lelang) dengan syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh hakim, atau hakim dapat menetapkan bahwa barang yang digadaikan boleh dibeli sendiri oleh pemegang gadai dengan harga yang ditetapkan hakim.

F. Persoalan: debitor belum membayar lunas utangnya, tetapi perjanjian gadai saham yang menjaminnya sudah berakhir.

Hal ini dibahas dalam halaman 13 Restatement ini.

G. Komentar atas Putusan dan Penetapan Pengadilan

Komentar atas Putusan dan Penetapan Pengadilan hanya didasarkan pada “Bagan Ringkasan Isu hukum mengenai Gadai Saham berdasarkan Putusan dan Penetapan Pengadilan” karena sayang sekali penulis tidak menerima salinan Putusan dan/atau Penetapan Pengadilan yang bersangkutan secara lengkap.

2

Ringkasan Eksekutif

Isi1-ok.indd 2 12/13/2010 11:19:32 PM

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

(10)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Penjelasan Hukum Eksekusi tentang Gadai Saham

3

DOKUMEN PENJELAS

EKSEKUSI

GADAI SAHAM

A. Pengertian Saham Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

1. Pengertian “Saham”

Jika kita akan membicarakan gadai saham, perlu kiranya ditetapkan terlebih dahulu “saham” apa yang digadaikan itu.

Yang dimaksud dengan “saham” di sini adalah saham suatu perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia yang sekarang berlaku, yakni Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang berlaku sejak tanggal 16 Agustus 2007 (selanjutnya disebut “UPT 2007”). UPT 2007 hanya mengenal saham atas nama.

Sebelum berlakunya UPT 2007, suatu perseroan terbatas yang didirikan menurut undang-undang yang berlaku di Republik Indonesia diperkenankan mengeluarkan saham atas nama dan saham atas unjuk. Namun, jelas dalam Pasal 48 UPT 2007 ditetapkan bahwa saham yang dapat dikeluarkan oleh perseroan terbatas yang didirikan menurut UPT 2007 (selanjutnya disebut “Perseroan”) adalah hanya saham atas nama pemiliknya. Oleh karena itu, logis bahwa dalam Pasal 50 UPT 2007, Perseroan diwajibkan menyelenggarakan dan menyimpan Daftar Pemegang Saham (selanjutnya disebut “DPS”) dan Daftar Khusus.

2. Tentang Klasifikasi Saham

Walaupun menurut UPT 2007 hanya ada saham atas nama, Pasal 53 UPT 2007 menetapkan bahwa dalam Anggaran Dasar Perseroan dapat ditetapkan

Isi1-ok.indd 3 12/13/2010 11:19:33 PM

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

(11)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

4

Perspektif Internasional

lebih dari satu klasifikasi saham, dan jika ada lebih dari satu klasifikasi saham, salah satu di antaranya harus ditetapkan sebagai saham biasa.

Saham biasa adalah saham yang memberi hak kepada pemegangnya untuk mengeluarkan suara dan ikut serta mengambil keputusan dalam Rapat Umum Pemegang Saham mengenai segala hal yang berkaitan dengan pengurusan Perseroan, dan berhak menerima dividen yang dibagikan serta menerima sisa kekayaan hasil likuidasi.

Ayat (2) dan ayat (3) Pasal 60 UPT 2007 mengatur tentang Gadai Saham. Ayat (2) Pasal 60 tersebut dengan jelas memungkinkan saham suatu Perseroan diagunkan dengan Gadai atau Jaminan Fidusia, sepanjang tidak ditentukan lain dalam Anggaran Dasar Perseroan.

Ketentuan ini menimbulkan pertanyaan, apakah mungkin dalam Anggaran Dasar suatu Perseroan ditentukan bahwa saham Perseroan yang bersangkutan tidak dapat diagunkan dengan gadai?

Menurut hemat penulis, mungkin saja karena adanya kata-kata “sepanjang tidak ditentukan lain”.

Yang juga perlu diperhatikan adalah ketentuan dalam ayat (3) Pasal 60 UPT 2007 yang menentukan bahwa gadai saham wajib dicatat dalam DPS dan Daftar Khusus yang memuat keterangan tentang saham yang dipegang anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris Perseroan beserta keluarga mereka dalam Perseroan dan/atau pada perseroan lain serta tanggal saham itu diperoleh.

Hal-hal ini menimbulkan pertanyaan “Apakah gadai atas saham yang belum atau tidak dicatat dalam DPS dan Daftar Khusus tidak sah dan/ atau tidak berlaku sehingga tidak ada dampak hukumnya? Siapa yang berkewajiban untuk mendaftarkan gadai atas saham itu?”

Menurut hemat penulis, demi kepastian hukum, setelah akta gadai atas saham ditandatangani, sebaiknya dipastikan agar gadai atas saham tersebut dicatat dalam DPS, dan jika gadai atas saham itu mengenai saham yang dipegang anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris dan/ atau keluarga mereka, sebaiknya gadai saham itu dicatatkan dalam Daftar Khusus.

Kreditur yang menerima gadai sebaiknya mensyaratkan agar kepadanya dalam perjanjian gadai diberi kuasa yang tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi gadai untuk memberitahukan Direksi Perseroan tentang dibuatnya perjanjian gadai dan supaya Direksi Perseroan mencatatkan gadai saham yang bersangkutan dalam DPS dan Daftar Khusus

4

Dokumen Penjelas

Isi1-ok.indd 4 12/13/2010 11:19:33 PM

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

(12)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham

5

Perseroan untuk memastikan keabsahan gadai saham yang bersangkutan. Lagi pula Kreditor sebaiknya memperoleh bukti tertulis tentang pencatatan gadai itu dari Direksi Perseroan yang sahamnya digadaikan itu.

Menurut hemat penulis, penting sekali diperhatikan ketentuan ayat (4) Pasal 60 UPT 2007, yang berbunyi “Hak suara atas saham yang diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia tetap berada pada pemegang saham”. Ketentuan tersebut penting untuk dibicarakan dan dipikirkan akibatnya karena jika seandainya pemberi gadai tidak beritikad baik dan ia sendiri menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham dan mengeluarkan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham serta misalnya, mengusulkan untuk membagi dividen yang sangat besar jumlahnya atau untuk memberi wewenang kepada Direksi Perseroan untuk memindahkan hak atas aset utama Perseroan sehingga jika usul-usul itu disetujui Rapat Umum Pemegang Saham, nilai intrinsik Perseroan dapat berkurang dan tentunya nilai saham juga dapat berkurang. Hal ini dapat sangat merugikan pemegang gadai.

Pada praktiknya, dalam perjanjian gadai, pemberi gadai disyaratkan untuk memberi kuasa kepada pemegang gadai, untuk atas nama pemberi gadai saham, menghadiri dan mengeluarkan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan berkaitan selama utang belum dibayar lunas. Ini merupakan proteksi bagi pemegang gadai.

3. Gadai

Pada Pasal 1150 KUH Perdata ditentukan apa yang dimaksud dengan gadai, yaitu sebagai berikut.

Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang yang berutang atau oleh seorang lain yang bertindak atas nama orang yang berutang, dan yang memberikan kewenangan kepada yang berpiutang untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada pihak yang berpiutang lainnya; kecuali, biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang tersebut setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.

a. Ciri-Ciri Gadai

Ciri-ciri gadai adalah sebagai berikut.

1) Berdasarkan Pasal 1150 KUH Perdata, gadai adalah accessoir pada perjanjian utang-piutang yang dijaminnya; berakhirnya perjanjian

Isi1-ok.indd 5 12/13/2010 11:19:33 PM

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

(13)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

6

Perspektif Internasional

utang-piutang mengakibatkan berakhirnya perjanjian gadai yang berkaitan.

2) Hak gadai bersifat kebendaan dan mengikuti benda gadai (droit de suite) karenanya pemegang gadai berhak menuntut haknya atas benda yang digadaikan dalam tangan siapa pun benda itu berada dan pemegang gadai berhak menjual benda yang digadaikan jika debitor cidera janji. 3) Pemegang gadai berkedudukan “preferen”, yang berarti harus

didahulukan di antara para kreditor lainnya, dan untuk didahulukan dalam penerimaan pembayaran tagihannya dari hasil penjualan benda yang digadaikan, kecuali jika ditentukan lain oleh Undang-Undang. Misalnya, pembayaran biaya lelang dan biaya untuk menyelamatkan barang gadai, tagihan pajak negara harus didahulukan (Pasal 1133 jo. Pasal 1137 jo. 1150 KUH Perdata).

4) Pemegang gadai berkedudukan sebagai “separatis”, yaitu pemegang gadai dapat mengeksekusi hak gadainya seolah-olah debitor tidak dinyatakan pailit. Hak eksekusi tersebut dapat ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari setelah keputusan kepailitan debitor diucapkan (Pasal 55 ayat (1) dan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang).

5) Menurut Pasal 1160 KUH Perdata, jika utang yang dijamin dengan gadai dibayar untuk sebagian, hak gadai tidak hapus untuk sebagian.

Di halaman 131, buku karangan J. Satrio S.H., “Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan” Tahun 2002, ditulis: “Setiap hutang (dan setiap bagian dari hutang) menindih setiap bagian maupun seluruh benda jaminan sebagai satu kesatuan, bukan sebagai benda berdiri sendiri-sendiri, sekalipun benda jaminannya dapat dibagi-bagi.”

6) Menurut Pasal 1150 dan Pasal 1152 KUH Perdata, benda yang dijaminkan harus dilepaskan dari kekuasaan pemiliknya dan harus diserahkan dalam kekuasaan kreditor atau pihak ketiga yang disetujui kreditor, debitor dan pemberi gadai. Ini adalah syarat pokok gadai.

b. Gadai Saham

Pasal 1153 KUH Perdata menentukan bahwa “Hak gadai atas benda-benda bergerak yang tak bertubuh, kecuali surat-surat tunjuk atau surat-surat bawa, diletakkan dengan pemberitahuan perihal penggadaiannya kepada

6

Dokumen Penjelas

Isi1-ok.indd 6 12/13/2010 11:19:33 PM

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

(14)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham

7

orang terhadap siapa hak yang digadaikan itu harus dilaksanakan. Oleh orang ini, tentang hal pemberitahuan tersebut serta tentang izinnya si pemberi gadai dapat diminta suatu bukti tertulis.”

Dalam hubungan ini, perlu diperhatikan Pasal 60 UPT 2007 yang pada dasarnya berbunyi sebagai berikut.

1) Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 UPT 2007 kepada pemiliknya.

2) Saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam Anggaran Dasar.

3) Gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang telah didaftarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 UPT 2007.

4) Hak suara atas saham yang diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia tetap berada pada pemegang saham.

c. Kreditor/Pemegang Gadai Dilarang secara Otomatis Menjadi Pemilik Barang yang Digadaikan jika Debitor Cidera Janji

Pasal 1154 KUH Perdata berbunyi “Jika yang berutang atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajibannya, maka yang berpiutang tidak diperkenankan memiliki barang yang digadaikan. Semua janji yang bertentangan dengan ketentuan ini adalah batal.”

Jadi, Pasal 1154 KUH Perdata melarang bahwa dalam perjanjian gadai dicantumkan jika debitor/pemberi gadai cidera janji, kreditor secara otomatis/langsung menjadi pemilik benda yang digadaikan itu.

Namun, Kreditor tidak dilarang untuk membeli benda yang digadaikan, asal melalui prosedur eksekusi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, misalnya baca Pasal 1155 dan 1156 KUH Perdata. Pembelian demikian menurut hemat penulis, tidak bertentangan dengan Pasal 1154 KUH Perdata karena dalam hal ini, kreditor tidak otomatis menjadi pemilik benda yang digadaikan.

Tentang hubungan ketentuan Pasal 1154 KUH Perdata dengan surat kuasa yang tidak dapat dicabut kembali yang diberikan oleh debitor/ pemberi gadai kepada kreditor/penerima gadai, untuk menjual benda yang digadaikan dengan cara apa pun dan dengan harga berapa pun, telah dikaji oleh Lembaga Kajian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Indonesia (selanjutnya disebut “LKHP”).

Isi1-ok.indd 7 12/13/2010 11:19:33 PM

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

(15)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

8

Perspektif Internasional

Di halaman 1 butir 3 dan halaman 17 “Laporan Penelitian Eksekusi Gadai, Lembaga Kajian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Pengkajian Literatur/Dokrin/Pendapat Ahli/Tesis/Buku/Jurnal Hukum” (selanjutnya disebut “Laporan Literatur”) dan di halaman 14 butir 3) “Laporan Penelitian Peraturan Perundang-undangan Eksekusi Gadai Saham” (selanjutnya disebut “Laporan Peraturan Perundangan”) serta di halaman 14 butir 3) “Laporan Penelitian Putusan Eksekusi Gadai Saham” (selanjutnya disebut “Laporan Putusan”), LKHP menguraikan pendapatnya, yang pada pokoknya menyatakan bahwa naskah surat kuasa mutlak atau

irrevocable power of attorney yang isinya, debitor/pemberi gadai memberi

kuasa yang tidak dapat ditarik kembali kepada kreditor/pemegang gadai untuk menjual saham yang digadaikan, dengan cara dan harga yang ditentukan oleh kreditor pemegang gadai sendiri, pada dasarnya tidak

dengan sendirinya merupakan tindakan kepemilikan oleh kreditor penerima gadai sebagaimana dilarang oleh Pasal 1154 KUH Perdata. Akan tetapi,

(masih menurut LKHP) seharusnya surat kuasa tersebut tidak dibuat sebelum debitor/pemberi gadai melakukan wanprestatie, tetapi seharusnya dibuat

setelah debitor/pemberi gadai melakukan wanprestatie.

Selanjutnya, LKHP setuju dengan pendapat Henk Snijders yang disampaikan dalam Seminar tentang Eksekusi Gadai Saham di Jakarta, tahun 2010 bahwa untuk melakukan penjualan benda yang digadaikan secara tertutup (private sale), surat kuasa mutlak untuk menjual tidak cukup.

Menurut hemat penulis, surat kuasa yang tidak dapat ditarik kembali tersebut, tidak mengakibatkan kreditor/pemegang gadai secara otomatis menjadi pemilik benda yang digadaikan sehingga surat kuasa itu tidak melanggar Pasal 1154 KUH Perdata; tetapi perlu diperhatikan juga bahwa pada waktu mempergunakan surat kuasa tersebut, kreditor/pemegang gadai tidak boleh melanggar prosedur eksekusi sebagaimana diatur, antara lain, dalam Pasal 1155 dan Pasal 1156 KUH Perdata.

Penulis berpendapat bahwa untuk dapat melakukan “private sale” suatu barang gadai, kreditor/pemegang gadai harus terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada hakim untuk memperoleh izin menjual barang gadai itu tanpa melalui lelang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1156 KUH Perdata; jadi tidak cukup hanya dengan menggunakan surat kuasa yang tidak dapat ditarik kembali sebagaimana dimaksud di atas.

8

Dokumen Penjelas

Isi1-ok.indd 8 12/13/2010 11:19:33 PM

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

(16)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham

9

B. Eksekusi Gadai Saham

Dalam membicarakan eksekusi gadai saham, kita harus memperhatikan ketentuan tentang pemindahan hak atas saham Perseroan yang tercantum berturut-turut dalam Pasal 55, 56, 57, 58, dan Pasal 59 UPT 2007 sehingga tidak menjumpai kendala ketika melakukan eksekusi gadai saham yang bersangkutan.

Alangkah baiknya jika pembuat konsep perjanjian gadai saham mengingat bahwa ketentuan tentang pemindahan hak atas saham dalam Anggaran Dasar Perseroan berbeda dari satu perseroan ke perseroan lain.

1. “Parate Executie”

Ketentuan yang berkaitan dengan “parate executie” adalah kalimat pertama Pasal 1155 KUH Perdata yang berbunyi sebagai berikut.

“Jika oleh para pihak tidak diperjanjikan lain, maka pihak yang berpiutang berhak, jika pihak yang berutang atau pemberi gadai cidera janji, setelah tenggang waktu yang ditentukan lampau, atau jika tidak ditentukan suatu tenggang waktu, setelah diberikan peringatan untuk membayar, menyuruh menjual barang yang digadaikan di muka umum menurut kebiasaan setempat serta dengan syarat-syarat yang lazim berlaku, dengan maksud untuk mengambil pelunasan jumlah piutangnya, beserta bunga dan biaya dari hasil penjualan tersebut.”

Kalimat pertama Pasal 1155 KUH Perdata mengandung kata-kata “jika oleh para pihak tidak diperjanjikan lain”. Kata-kata ini sering disalahtafsirkan, yaitu ditafsirkan bahwa jika debitor/pemberi gadai cidera janji, para pihak dalam perjanjian gadai dapat menentukan bahwa kreditor berhak menyuruh agar benda dijual di bawah tangan (“private sale”).

Tafsiran ini tidak benar karena menurut hemat penulis, maksud kalimat pertama Pasal 1155 KUH Perdata adalah sebagai berikut.

Jika debitor/pemberi gadai cidera janji sesudah tenggang waktu yang ditentukan lampau atau jika tenggang waktu tidak ditentukan, maka sesudah disomasi oleh Pengadilan untuk memenuhi kewajibannya, dan debitor tetap tidak memenuhi kewajibannya, maka Undang-Undang memberi hak kepada kreditor/pemegang gadai untuk melaksanakan gadai dengan “parate executie” (zonder tussenkomst

van de Rechter, eigenmachtig verkoop). Pemegang gadai siap (paraat)

untuk menjual benda yang digadaikan atas kewenangannya sendiri,

Isi1-ok.indd 9 12/13/2010 11:19:33 PM

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

(17)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

10

Perspektif Internasional

kecuali para pihak menyetujui eksekusi perjanjian gadai dengan cara lain, yaitu dengan perantaraan hakim (met tussenkomst van de

Rechter).

Jadi, walaupun para pihak dalam perjanjian gadai dapat menentukan cara eksekusi dengan atau tanpa perantaraan hakim, mereka tidak boleh menyetujui bahwa benda yang digadaikan itu dijual di bawah tangan (“private sale”).

Hak kreditor/pemegang gadai untuk melelang benda yang digadaikan atas kekuasaan sendiri (“parate executie”) terjadi demi hukum, yaitu berdasarkan Undang-Undang dan tidak karena diperjanjikan oleh/ antara kreditor, debitor, dan pemberi gadai.

Di sinilah letak perbedaan antara gadai di satu pihak, dan hipotik serta hak tanggungan di pihak lain. Pasal 1178 kalimat kedua KUH Perdata dan

Pasal 11 ayat (2) huruf e Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, pada pokoknya mengatur bahwa dalam Akta Pemberian Hipotik/Hak Tanggungan dapat diperjanjikan bahwa pemegang Hipotik/ Hak Tanggungan pertama diberi hak untuk menjual atas kewenangannya sendiri objek agunan, jika debitor/pemberi hipotik/hak tanggungan cidera janji (beding van eigenmachtig verkoop).

Jadi, “parate executie” pada hipotik dan hak tanggungan tidak terjadi demi hukum, tetapi harus dengan tegas diperjanjikan antara debitor/pemberi

agunan dan pemegang hipotik/hak tanggungan yang pertama.

Menurut Pasal 1155 KUH Perdata, penjualan barang yang digadaikan dengan “parate executie” harus dilakukan dengan cara lelang. Jika pemberi gadai dan kreditor menginginkan penjualan dengan cara di bawah tangan (“private sale”), harus ditempuh cara yang diatur dalam Pasal 1156 KUH Perdata. Kreditor/pemegang gadai dapat melaksanakan eksekusi gadai atas kewenangan sendiri tanpa parantaraan hakim yang biasanya disebut “parate executie”, dengan cara melelang barang yang digadaikan itu dengan perantaraan kantor lelang.

Di halaman 97 s/d halaman 100, Edisi 2007, Buku “Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum”, yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia, ditentukan tentang cara lelang, antara lain, sebagai berikut.

10

Dokumen Penjelas

Isi1-ok.indd 10 12/13/2010 11:19:33 PM

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

(18)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham

11

- Pengumuman lelang harus dilakukan di harian yang terbit di kota atau kota yang berdekatan dengan tempat objek lelang terletak. - Lelang dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 40/

PMK.07/2006 tanggal 30 Mei 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang dan S.1908 Nomor 189 jo S.1941 Nomor 3, antara lain, diatur cara penyerahan surat penawaran yang harus ditulis dalam bahasa Indonesia dan harus ditandatangani oleh penawar. Kemudian, surat penawaran setelah memenuhi syarat, disahkan oleh pejabat kantor lelang.

- Penawar tidak boleh mengajukan surat penawaran lebih dari satu kali untuk suatu barang yang sama.

- Untuk dapat ikut serta dalam pelelangan, para penawar diwajibkan menyetor uang jaminan yang jumlahnya ditetapkan oleh pejabat lelang, dan uang jaminan tersebut akan diperhitungkan dengan harga pembelian jika penawar bersangkutan ditunjuk sebagai pembeli.

- Pembeli tidak boleh menguasai barang yang telah dibelinya sebelum uang pembelian dilunasi sesuai dengan akta pemindahan hak atas barang yang digadaikan.

Selanjutnya, akta pemindahan hak atas saham atau salinannya disampaikan kepada Perseroan yang mengeluarkan saham berkaitan, dan Direksi Perseroan wajib mencatat pemindahan hak atas saham tersebut dalam DPS/Daftar Khusus dan memberitahukan perubahan susunan pemegang saham itu kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak pencatatan pemindahan hak untuk dicatat dalam Daftar Perseroan Terbatas (Pasal 56 UPT 2007).

Penulis menyarankan supaya kalimat pertama Pasal 1155 KUH Perdata dirumuskan kembali sebagai berikut.

”Jika debitor/pemberi gadai cidera janji setelah tenggang waktu yang ditentukan lampau, atau jika tidak ditentukan suatu tenggang waktu, setelah diberikan peringatan untuk membayar, kreditor/pemegang gadai oleh Undang-Undang diberi hak untuk melaksanakan gadai atas kewenangannya sendiri (“parate executie”) dengan cara menjual barang yang digadaikan di muka umum (lelang) menurut kebiasaan setempat dengan syarat-syarat yang lazim berlaku, dengan maksud

Isi1-ok.indd 11 12/13/2010 11:19:33 PM

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

(19)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

12

Perspektif Internasional

untuk mengambil pelunasan jumlah piutangnya beserta bunga dan semua biaya yang berkaitan dengan eksekusi tersebut, dari pendapatan penjualan barang yang digadaikan.”

Debitur/pemberi gadai dan kreditur/pemegang gadai dapat membuat perjanjian bahwa apabila debitur/pemberi gadai cidera janji, gadai dapat dilaksanakan dengan perantaraan/izin hakim.

2. Eksekusi Gadai dengan Perantaraan/Izin Hakim

Kalimat pertama Pasal 1156 KUH Perdata menentukan bahwa dalam segala hal, jika debitor/pemberi gadai cidera janji, kreditor dapat menuntut di hadapan Pengadilan (in rechten vorderen) agar

a. benda yang digadaikan dapat dijual menurut cara yang ditentukan oleh hakim untuk dapat melunasi utang debitor beserta bunga dan biaya, atau

b. atas tuntutan kreditor, hakim dapat mengabulkan permohonan kreditor agar barang yang digadaikan tetap berada pada kreditor, untuk suatu jumlah yang ditetapkan oleh hakim dalam putusannya, sampai sejumlah utang debitor beserta bunga dan biaya.

Tentang penjualan benda yang digadaikan, kreditor wajib memberitahukan debitor/pemberi gadai selambatnya pada hari berikutnya jika ada hubungan pos harian atau telegraf, atau jika tidak, dengan pos yang berangkat pertama.

Proses di Pengadilan yang ditempuh sesuai dengan Pasal 1156 KUH Perdata harus dilakukan dengan cara mengajukan permohonan. Walaupun diajukan dengan cara mengajukan permohonan (bukan dengan mengajukan gugatan), karena terdapat kepentingan debitor dan pemberi gadai, debitor dan pemberi gadai sebagai pihak yang berkepentingan harus didengar oleh hakim dalam persidangan.

Berdasarkan Pasal 1156 KUH Perdata dengan cara mengajukan permohonan kepada hakim, kreditor/pemegang gadai dapat mohon supaya hakim menetapkan bahwa eksekusi gadai dapat dilakukan melalui penjualan di bawah tangan (private sale), dengan syarat dan ketentuan yang ditetapkan hakim dengan adil sehingga kreditor tidak dapat menentukan harga dengan semena-mena, atau hakim juga dapat menetapkan bahwa benda yang digadaikan itu diperbolehkan tetap dipegang pemegang

12

Dokumen Penjelas

Isi1-ok.indd 12 12/13/2010 11:19:33 PM

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

(20)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham

13

gadai, dengan membeli sendiri benda yang digadaikan itu, dengan harga yang ditetapkan oleh hakim.

Di halaman 16 alinea kedua Laporan Literatur, LKHP mengemukakan pendapat Sdr. Fred B.G. Tumbuan sebagai ahli dalam kasus Beckkett Pte. Ltd. versus Deutsche Bank AG dan PT Dianlia Setyamukti di High Court of the Republic of Singapore, sebagai berikut:

“Dalam hal pemberi dan pemegang gadai telah secara eksplisit sepakat di antara mereka tentang suatu cara penjualan barang gadai selain melalui lelang, salah satu hal yang harus diperhatikan adalah dalam hal perjanjian tersebut telah dibuat terlebih dahulu bahwa perjanjian tersebut menjadi dasar permohonan pemegang gadai kepada hakim untuk dikeluarkan suatu penetapan atau perintah hakim yang menyatakan bahwa pemegang gadai, dapat melaksanakan penjualan dengan cara tersebut.”

Jadi, meskipun antara pemberi gadai dan pemegang gadai sudah ada persetujuan tentang penjualan gadai tidak dengan lelang (private), penjualan tidak dengan lelang hanya dapat dilakukan setelah ada penetapan hakim (Pasal 1156 KUH Perdata).

Penulis menyarankan supaya kalimat pertama Pasal 1156 KUH Perdata dirumuskan kembali sehingga pada pokoknya berbunyi sebagai berikut: “Dalam hal debitor/pemberi gadai cidera janji, kreditor/pemegang gadai dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri, supaya hakim menetapkan cara eksekusi gadai melalui penjualan di bawah tangan (tidak melalui lelang) dengan syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh hakim dengan adil, untuk melunasi seluruh kewajiban debitor kepada kreditor, atau hakim juga dapat menetapkan bahwa benda yang digadaikan diperbolehkan tetap ada pada pemegang gadai dengan cara pemegang gadai sendiri membeli barang yang digadaikan dengan harga yang ditetapkan hakim dalam penetapannya.”

C. Persoalan Jika Debitor Belum Membayar Lunas Utangnya, Tetapi Perjanjian Gadai Saham Sudah Berakhir

Di halaman 24 butir 2 dan halaman 25 Laporan Peraturan Perundangan, serta di halaman 24 butir 2 dan halaman 25 Laporan Putusan, disebut Isu Hukum sebagai berikut:

Isi1-ok.indd 13 12/13/2010 11:19:33 PM

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

(21)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

14

Perspektif Internasional

“Ketika utang debitor belum lunas dibayar dan jangka waktu perjanjian gadai sahamnya terbatas, apakah kreditor dalam memperpanjang perjanjian gadai saham tersebut harus dilakukan dengan persetujuan pemberi gadai atau cukup dengan pemberitahuan?”

Selanjutnya, dalam Laporan Peraturan Perundangan dan Laporan Putusan ditulis: “Menurut hemat kami, bahwa dalam hal tersebut cukup dengan pemberitahuan saja, merujuk pada Pasal 49 Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 49 ayat (1) berbunyi sebagai berikut: “Pemindahan hak atas saham atas nama dilakukan dengan akta pemindahan hak”, dan kemudian dalam Pasal 49 ayat (2), “Akta pemindahan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) atau salinannya disampaikan secara tertulis kepada Perseroan” sehingga perpanjangan gadai saham cukup dengan pemberitahuan saja, dan tidak memerlukan persetujuan.”

Di halaman 1 Restatement Eksekusi Gadai Saham, LKHP mengemukakan kembali pendapatnya bahwa sesuai dengan sifat gadai yang accessoir, selama utang yang dijamin dengan gadai saham belum dilunasi, untuk memperpanjang gadai saham tidak diperlukan persetujuan debitor/pemberi gadai, tetapi cukup melalui pemberitahuan oleh kreditor/pemegang gadai saham kepada debitor/pemberi gadai saham.

Pendapat penulis adalah sebagai berikut.

Pada praktiknya, hampir tidak pernah terjadi bahwa suatu perjanjian gadai saham berakhir sebelum utang yang dijaminnya dibayar lunas. Sifat perjanjian gadai adalah accessoir pada perjanjian utang yang dijaminnya dan biasanya dalam perjanjian gadai selalu ada ketentuan bahwa selama kewajiban debitor belum lunas dibayar debitor, perjanjian gadai akan terus berlaku.

Jika seandainya ada kasus perjanjian gadai saham sudah berakhir padahal utang yang dijaminnya belum lunas dibayar, bagaimana cara memperpanjang perjanjian gadai saham tersebut?

Dalam UPT 2007 tidak ada pengaturan mengenai cara menggadaikan saham. Oleh karena itu, penulis merujuk pada ketentuan KUH Perdata.

Pasal 1153 KUH Perdata berbunyi sebagai berikut:

“Hak gadai atas benda-benda bergerak yang tak bertubuh, kecuali surat-surat tunjuk atau surat-surat-surat-surat bawa, diletakkan dengan pemberitahuan

14

Dokumen Penjelas

Isi1-ok.indd 14 12/13/2010 11:19:34 PM

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

(22)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham

15

perihal penggadaiannya, kepada orang terhadap siapa hak yang digadaikan itu harus dilaksanakan. Oleh orang ini, tentang hal pemberitahuan tersebut serta tentang izinnya si pemberi gadai dapat diminta suatu bukti tertulis.”

Dalam Pasal 1153 KUH Perdata, yang dimaksud dengan “orang terhadap siapa hak yang digadaikan itu harus dilaksanakan” adalah Perseroan yang mengeluarkan saham yang digadaikan.

Jadi berdasarkan Pasal 1153 KUH Perdata, jika debitor belum melunasi utangnya kepada kreditor, tetapi gadai saham yang diberikan oleh pemberi gadai sudah berakhir, maka jika debitor/pemberi gadai beritikad baik, debitor tersebut harus memperpanjang berlakunya perjanjian gadai, dan perpanjangan berlakunya gadai tersebut juga harus diberitahukan secara tertulis oleh debitor/pemberi gadai dan/ atau kreditor/pemegang gadai kepada Perseroan yang mengeluarkan saham yang digadaikan tersebut.

Dalam hal ini, dapat saja terjadi bahwa Perseroan minta bukti tertulis tentang perpanjangan perjanjian gadai ini, dan jika debitor mau bekerja sama dengan cara menegaskan secara tertulis bahwa benar utangnya belum lunas, maka gadai diperpanjang. Jika pemberi gadai tidak beritikad baik dan tidak setuju memberi konfirmasi bahwa gadai saham itu diperpanjang berlakunya, maka pihak kreditor menghadapi persoalan yang pelik.

Kalau Perseroan menerima pemberitahuan perpanjangan gadai saham dari kreditor/pemegang gadai, dan kemudian debitor membantah/menolak perpanjangan gadai saham itu, menurut hemat penulis, Perseroan kemungkinan besar tidak dapat/tidak mau mencatatkan perpanjangan gadai saham. Dalam hal ini, kreditor dapat kehilangan jaminan berupa gadai saham.

Jadi pada pokoknya, dalam pembuatan perjanjian gadai saham harus dihindari kemungkinan berakhirnya gadai saham sebelum utang debitor dibayar lunas.

Perpanjangan perjanjian gadai saham tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Anggaran Dasar Perseroan yang mengeluarkan saham yang digadaikan itu, dan selanjutnya harus dicatat dalam DPS Perseroan dan/atau Daftar Khusus Perseroan yang bersangkutan (Pasal 60 UPT 2007).

Dalam Anggaran Dasar Perseroan, kadang-kadang terdapat faktor yang dapat menghambat penjualan saham yang digadaikan. Misalnya, menurut Pasal 57 ayat (1) UPT 2007, dalam Anggaran Dasar dapat diatur persyaratan pemindahan hak atas saham, yaitu

1) keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham lainnya, dan

Isi1-ok.indd 15 12/13/2010 11:19:34 PM

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

(23)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

16

Perspektif Internasional

2) keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari organ Perseroan.

Seandainya terdapat persyaratan seperti dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1), dalam Anggaran Dasar Perseroan yang sahamnya digadaikan, dan kreditor serta pemberi gadai ingin membuat perjanjian gadai, maka dalam perjanjian gadai saham, kreditor harus mensyaratkan supaya para pemegang saham lainnya secara tertulis dengan tegas melepaskan hak untuk membeli saham yang akan digadaikan itu dan mereka setuju jika debitor/pemberi gadai cidera janji, pemegang gadai dapat melakukan penjualan saham yang digadaikan tanpa perlu menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham lainnya.

Pada praktiknya, dalam perjanjian gadai, kreditor juga mensyaratkan adanya persetujuan tertulis semua anggota organ Perseroan yang persetujuannya disyaratkan oleh Anggaran Dasar Perseroan, untuk memberi persetujuan kepada pemegang gadai untuk menjual saham yang digadaikan dan selama utang debitor belum terbayar lunas, keanggotaan organ yang bersangkutan tidak dapat diubah tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu kreditor/pemegang gadai.

D. Isu Hukum Mengenai Gadai Saham dalam Putusan dan Penetapan Pengadilan

Sayang sekali, penulis hanya menerima Bagan Putusan dan Penetapan Pengadilan, tanpa disertai Putusan dan Penetapan Pengadilan yang lengkap sehingga pendapat penulis yang dikemukakan di sini hanya didasarkan atas Putusan dan Penetapan Pengadilan yang tercantum dalam Bagan Putusan dan Penetapan Pengadilan tersebut.

Pendapat penulis adalah sebagai berikut.

1. Isu Hukum: “Maksud unsur “kecuali ditentukan lain” dalam Pasal 1155 ayat (1) KUH Perdata.”

- Penetapan No. 332/Pdt.P/2001/PN.Jak.Sel s/d Penetapan No. 343/Pdt.P/2001/ PN.Jak.Sel dengan pemohon: Deutsche Bank Aktiengesellschaft.

Di halaman 1 Bagan Putusan dan Penetapan Pengadilan ditulis: “Berdasarkan

share pledge agreement, kreditor berhak untuk menjual keseluruhan saham

yang telah digadaikan secara private atau secara “tidak di muka umum”.” Menurut penulis, “private sale” benda yang digadaikan harus dilakukan

berdasarkan Pasal 1156 KUH Perdata; jadi tidak berdasarkan share pledge

agreement saja.

16

Dokumen Penjelas

Isi1-ok.indd 16 12/13/2010 11:19:34 PM

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

(24)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham

17

2. Isu Hukum: “Maksud unsur “tuntutan (vorderen)” dalam Pasal 1156 KUH Perdata”.

- Penetapan No. PTJ.KPT.01.2005 s/d Penetapan No. PTJ.KPT. 04.2005 jo Penetapan No. 33/Pdt.P/2002/PN.Jaksel s/d Penetapan No. 36/Pdt.P/2002/ PN.Jaksel.

Di halaman 2 Bagan Putusan dan Penetapan Pengadilan ditulis: “Berdasarkan Pasal 1156 KUH Perdata untuk melakukan eksekusi maka lembaga jaminan gadai memerlukan Pengadilan.”

Menurut hemat penulis, kata “Pengadilan” seharusnya diartikan “Izin Pengadilan”.

3. Isu Hukum: “Berakhirnya hak penerima gadai untuk melakukan eksekusi.” - Putusan MA RI No.115 PK/PDT/2007 jo No. 517/PDT.G/ 2003/PN.JKT.PST. Di halaman 3 Bagan Putusan dan Penetapan Pengadilan ditulis: “Perjanjian

gadai saham tersebut merupakan perjanjian accessoir. Accessoir, artinya berlakunya hak gadai atas saham tergantung pada ada atau tidaknya perjanjian pokok atau hutang piutang, artinya jika perjanjian hutang piutang sah, maka perjanjian gadai sahamnya sebagai perjanjian tambahan juga sah. Sebaliknya jika perjanjian hutang piutang tidak sah, maka perjanjian gadai sahamnya juga tidak sah.”

Menurut penulis, putusan MA RI tersebut sudah tepat karena berdasarkan Pasal 1150 KUH Perdata, salah satu sifat perjanjian gadai adalah accessoir pada perjanjian utang-piutang yang dijaminnya.

4. Isu hukum: “Ketika utang belum lunas dan jangka waktu gadai sahamnya terbatas, apakah kreditor dalam memperpanjang gadai saham harus mendapat persetujuan pemberi gadai atau cukup dengan pemberitahuan saja?”

- Putusan PK No. 115PK/PDT/2007 jo. No. 517/PDT.G/2003 /PN.JKT.PST. Di halaman 3 Bagan Putusan dan Penetapan Pengadilan ditulis: “Cukup

dengan pemberitahuan, merujuk pada Pasal 49 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Ayat (1), bahwa pemindahan hak atas saham atas nama dilakukan dengan akta pemindahan hak. Ayat (2), akta pemindahan hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau salinannya disampaikan secara tertulis kepada perseroan sehingga perpanjangan gadai saham cukup dengan pemberitahuan saja tidak memerlukan persetujuan.” Pendapat penulis dalam hubungan ini telah diuraikan di halaman 13 Restatement ini.

Isi1-ok.indd 17 12/13/2010 11:19:34 PM

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

(25)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Isi1-ok.indd 18 12/13/2010 11:19:34 PM

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

(26)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Penjelasan Hukum Eksekusi tentang Gadai Saham

19

PERSPEKTIF INTERNASIONAL

PLEDGE IN GENERAL AND PLEDGE

OF SHARES IN PARTICULAR

INCLUDING THE ENFORCEMENT

UNDER NETHERLANDS LAW

Oleh: Dr. Henk Joseph Snijders

A. General Remarks

Pledge (“pand”) is a “dismembered”—also translated as “limited”—security right provided for in Title 3.9 of the Burgerlijk Wetboek (BW; Dutch Civil Code). The concept of dismembered or limited right (“beperkt recht”) is described in art. 3:8 BW as one which is derived from a more comprehensive right encumbered with the dismem-bered right. The principal right is also called the parental right and the person enti-tled to the parental right is called the principal entienti-tled person (“rechthebbende”). A parental right may be both a full right and a dismembered right. Thus, dismembered rights may exist in “the second degree”. An example is a pledge on a right of usufruct (“vruchtgebruik”) which in turn is vested on the ownership of a motor car.

Only independent and transferable rights may be parental rights (art. 3:81 para. 1 BW). If the dismembered right is extinguished, the principal right ipso iure regains its former status.

The qualification of this right as “dismembered” or “limited” (“beperkt”) is quite misleading, for dismembered rights have a high legal status by their nature. As dis-membered rights are proprietary rights by definition, they are also absolute rights. They are effective vis-à-vis everybody. This implies exclusivity first of all: every third party must refrain from behaviour that disturbs the title-holder to a property in his use, management or disposal. This exclusivity is done the most justice in the full rights—ownership (“eigendom”) and other belonging (“toebehoren”). Indeed, seve-ral dismembered rights may apply to property. If two dismembered rights are cre-ated on property, the exclusivity of the oldest right prevails, pursuant to the priority

Isi1-ok.indd 19 12/13/2010 11:19:34 PM

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang dilakukan di bangsal Mawar, Dahlia dan Cempaka RSUD Wonosari dengan jumlah sampel 40 orang perawat, dapat disimpulkan bahwa pengawasan

Sebaliknya, pada musim timur massa air dengan salinitas rendah tadi didorong kembali ke Laut Jawa dan Laut Cina Selatan, dan diganti oleh massa air yang

Kajian Prospek Usaha Tanaman Hias Akuarium pada Kelompok Usaha Bunga Air ”Aqua Plantindo” di Ciawi Kabupaten Bogor bertujuan untuk mengetahui kelayakan bisnis dalam

Arsitektur tropis dapat berbentuk apa saja, tidak harus serupa dengan bentuk-bentuk arsitektur tradisional yang banyak dijumpai di wilayah Indonesia, sepanjang rancangan

Di Undang-Undang Dasar tahun 1945 pasal 7A : “Presiden atau wakil presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR baik

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan telah diperoleh nilai acuan kekuatan tekan dan kekuatan impact bahan produk spoiler mobil yang akan menjadi

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa konsentrasi air rebusan daun Bina- hong yang mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri Salmo- nella typhi

Tidak hanya pada tokoh Tenggar, secara keseluruhan, akhir cerita masing- masing tokoh pada novel ini harus berakhir pada kejayaan konstruksi patriarkis di Indonesia