• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pustaka Tentang Arsitektur Eksperimental

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pustaka Tentang Arsitektur Eksperimental"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Modul VI

KONSEP

CAKUPAN ISI

Dalam minggu ini akan dibahas pokok materi sbb : 1. Konsep Programatis

2. Konsep Perancangan

TUJUAN PEMBELAJARAN

Dari modul ini diharapkan mahasiswa mengenal dan memahami tentang penyusunan konsep (terdiri dari konsep programatis serta konsep perancangan) atas fasilitas campuran (mixed use facility) tersebut.

KRITERIA PENILAIAN

Mengerti dan memahami tentang dasar-dasar penyusunan konsep.

METODA PENYAMPAIAN DAN PENILAIAN

Metoda penyampaian materi untuk mencapai tujuan dilakukan dengan : 1. Perkuliahan/ceramah

2. Diskusi 3. Latihan

(2)

KONSEP

Hasil programming dan konsep programatis maupun konsep perancangan perlu disusun secara berurutan agar penelusuran masalah dan identifikasi pemecahannya memiliki keterkaitan logis yang kuat.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan sbb :

- Pokok-pokok hasil penelusuran pada saat programming diidentifikasikan.

- Seluruh informasi yang terkait dengan topik bahasan tertentu disusun dalam indeks informasi. Tentang hal ini dapat diperhatikan diantaranya pada Problem Seeking- Edward T. White sebagai tabulasi informasi tentang Fungsi, Bentuk, Ekonomi, Waktu dikaitkan dengan Tujuan, Kebutuhan, Fakta, dan Masalah.

- Setelah kedua hal diatas dilakukan, selanjutnya disusun konsep programatis.

- Pada saat penelusuran maupun penyusunan konsep dapat disertakan gambaran situasi (images) berupa foto maupun sketsa untuk memperjelas abstraksi konsep.

Buatlah daftar susunan permasalahan hasil dari proses programming, selanjutnya buatlah konsep pemecahannya pada form terlampir.

Untuk memperjelas tentang konsep perancangan arsitektur silakan mengumpulkan bahan bacaan dari pustaka maupun penelusuran internet. Perhatikan pula tentang pendekatan tematik khususnya tentangArsitektur Tropis Modernyang dapat dikembangkan sebagai bagian dari penyusunan konsep. Hasil penelusuran dapat ditampilkan pada lampiran.

Konsep terkait dengan permasalahan hasil kajian programming serta hasil analisa tapak juga sudah mempelajari pustaka terkait dengan tema. Penjelasan konsep disusun pada form yang telah disediakan.

(3)

Contoh Penelusuran Pustaka Tentang Arsitektur Tropis

Sumber: Studi Pustaka Whesty-Semester Genap 2007/2008

Arsitektur yang dirancang guna mengatasi masalah iklim setempat tidak selalu diberi sebutan arsitektur iklim tersebut, karena pemecahan problematik iklim merupakan suatu tuntutan mendasar yang 'wajib' dipenuhi oleh suatu karya arsitektur di manapun dia dibangun. Sebutan tertentu pada suatu karya arsitektur hanya diberikan terhadap ciri tertentu karya tersebut yang kehadirannya 'tidak wajib', serta yang kemudian memberi warna atau corak pada arsitektur tersebut. Sebut saja arsitektur yang 'bersih' tanpa embel-embel dekorasi, yang bentuknya tercipta akibat fungsi (form follows function) disebut arsitektur modern. Arsitektur dengan penyelesaian estetika tertentu yang antara lain menyangkut bentuk, ritme dan aksentuasidiklasifikasikan (terutama oleh Charles Jencks) ke dalam berbagai nama, seperti halnya arsitektur pasca-modern, modern baru dan dekonstruksi. Semua karya arsitektur tersebut tidak pernah diberi julukan 'arsitektur tropis' meskipun karya tersebut dirancang di daerah iklim tropis guna mengantisipasi masalah iklim tersebut.

Kemudian mengapa muncul sebutan arsitektur tropis? Seolah-olah jenis arsitektur ini sepadan dengan julukan bagi arsitektur modern, modern baru dan dekonstruksi. Jenis yang disebut belakangan lebih mengarah pada pemecahan estetika seperti bentuk, ritme dan hirarki ruang. Sementara arsitektur tropis, sebagaimana arsitektur sub-tropis, adalah karya arsitektur yang mencoba memecahkan problematik iklim setempat. Bagaimana problematik iklim tropis tersebut dipecahkan secara desain atau rancangan arsitektur? Jawabannya dapat seribu satu macam. Seperti halnya yang terjadi pada arsitektur sub-tropis, arsitek dapat menjawab dengan warna pasca-modern, dekonstruksi ataupun High-Tech, sehingga pemahaman tentang arsitektur tropis yang selalu beratap lebar ataupun berteras menjadi tidak mutlak lagi. Yang penting apakah rancangan tersebut sanggup mengatasi problematik iklim tropis, hujan deras, terik radiasi matahari, suhu udara yang relatif tinggi, kelembapan yang tinggi (untuk tropis basah) ataupun kecepatan angin yang relatif rendah, sehingga manusia yang semula tidak nyaman berada di alam terbuka, menjadi nyaman ketika berada di dalam bangunan tropis itu. Bangunan dengan atap lebar mungkin hanya mampu mencegah air hujan untuk tidak masuk bangunan, namun belum tentu mampu menurunkan suhu udara yang tinggi dalam bangunan tanpa disertai pemecahan rancangan lain yang tepat. Dengan pemahaman semacam ini, kemungkinan

(4)

bentuk arsitektur tropis, sebagaimana arsitektur sub-tropis, menjadi sangat terbuka. Ia dapat bercorak atau berwarna apa saja sepanjang bangunan tersebut dapat mengubah kondisi iklim luar yang tidak nyaman, menjadi kondisi yang nyaman bagi manusia yang berada di dalam bangunan itu. Dengan pemahaman semacam ini pula, kriteria arsitektur tropis tidak perlu lagi hanya dilihat dari sekedar 'bentuk' atau estetika bangunan beserta elemen-elemennya, namun lebih kepada kualitas fisik ruang yang ada di dalamnya: suhu ruang rendah, kelembapan relatif tidak terlalu tinggi, pencahayaan alam cukup, pergerakan udara (angin) memadai, terhindar dari hujan, dan terhindar dari terik matahari. Penilaian terhadap baik atau buruknya sebuah karya arsitektur tropis harus diukur secara kuantitatif menurut kriteria-kriteria fluktuasi suhu ruang (dalam unit derajat Celcius); fluktuasi kelembapan (dalam unit persen); intensitas cahaya (dalam unit lux); aliran atau kecepatan udara (dalam unit meter per detik); adakah air hujan masuk bangunan; serta adakah terik matahari mengganggu penghuni dalam bangunan. Dalam bangunan yang dirancang menurut kriteria seperti ini, pengguna bangunan dapat merasakan kondisi yang lebih nyaman dibanding ketika mereka berada di alam luar.

Arsitektur tropis seringkali dilihat dari konteks 'budaya'. Padahal kata 'tropis' tidak ada kaitannya dengan budaya atau kebudayaan, melainkan berkaitan dengan 'iklim'. Pembahasan arsitektur tropis harus didekati dari aspek iklim. Mereka yang mendalami persoalan iklim dalam arsitektur persoalan yang cenderung dipelajari oleh disiplin ilmu sains bangunan (fisika bangunan)akan dapat memberikan jawaban yang lebih tepat dan terukur secara kuantitatif. Mereka yang dianggap ahli dalam bidang arsitektur tropis: Koenigsberger, Givoni, Kukreja, Sodha, Lippsmeier dan Nick Bakermemiliki spesialisasi keilmuan yang berkaitan dengan sains bangunan, bukan ilmu sejarah atau teori arsitektur.

Kekeliruan pemahaman mengenai arsitektur tropis di Indonesia nampaknya dapat dipahami, karena pengertian arsitektur tropis sering dicampuradukkan dengan pengertian 'arsitektur tradisional' di Indonesia, yang memang secara menonjol selalu dipecahkan secara tropis. Pada masyarakat tradisional, iklim sebagai bagian dari alam begitu dihormati bahkan dikeramatkan, sehingga pertimbangan iklim amat menonjol pada karya arsitektur tersebut. Manusia Indonesia cenderung akan membayangkan bentuk-bentuk arsitektur tradisional Indonesia ketika mendengar istilah arsitektur tropis. Dengan bayangan ini yang sebetulnya tidak seluruhnya benar pembicaraan mengenai arsitektur tropis akan selalu diawali. Dari

(5)

sini pula pemahaman mengenai arsitektur tropis lalu memiliki konteks dengan budaya, yakni kebudayaan tradisional Indonesia. Hanya mereka yang mendalami ilmu sejarah dan teori arsitektur yang mampu berbicara banyak mengenai budaya dalam kaitannya dengan arsitektur, sementara arsitektur tropis (basah) tidak hanya terdapat di Indonesia, akan tetapi di seluruh negara yang beriklim tropis (basah) dengan budaya yang berbeda-beda, sehingga pendekatan arsitektur tropis dari aspek budaya menjadi tidak relevan. Dari uraian di atas, perlu ditekankan kembali bahwa pemecahan rancangan arsitektur tropis (basah) pada akhirnya sangatlah terbuka. Arsitektur tropis dapat berbentuk apa saja, tidak harus serupa dengan bentuk-bentuk arsitektur tradisional yang banyak dijumpai di wilayah Indonesia, sepanjang rancangan bangunan tersebut mengarah pada pemecahan persoalan yang ditimbulkan oleh iklim tropis seperti terik matahari, suhu tinggi, hujan dan kelembapan tinggi.

Definisi :

 Rancangan bangunan suatu karya arsitektur yang mengarah pada pemecahan problematik iklim tropis. (Ibid...)

 Seni membangun di daerah yang temperaturnya tinggi di atas 20 ºC. (George Lippmeir, Bangunan Tropis, Hal.1)

Ciri-ciri Daerah Tropis :

 Curah hujan relatif tinggi dan tidak merata 2000-3000 mm/tahun, Jakarta : ± 2000 mm/tahun.

 Radiasi matahari relatif tinggi 1500-2500 kwh/m²/tahun, Jakarta : ± 1800 kwh/m²/tahun.

 Kelembaban udara tinggi, Jakarta : ± 65-93%.  Suhu udara relatif tinggi, Jakarta : 24 ºC -34 ºC.

 Kecepatan angin relatif rendah, Jakarta : rata-rata di bawah 5 m/s. Faktor-faktor Perencanaan :

 Iklim : Meminimalkan pengaruh iklim terhadap kenyamanan fisik manusia seperti kenyamanan ruang, kenyamanan penglihatan, kenyamanan suara, dan kenyamanan suhu. Faktor iklim yang mempengaruhi kenyamanan suhu, yaitu suhu udara, pergerakan udara, radiasi, dan kelembaban udara.

 Manusia dan Kebutuhan : Erat hubungannya dengan sosial-ekonomi dari si pemakai bangunan, sehingga harus mempertimbangkan lingkungan sekitar tapak baik masyarakat maupun ciri khas setempat.

(6)

Bahan Bangunan : Penggunaan material yang cerah leih baik karena penyerapan panas kecil, penggunaan kaca yang berlebih dan penempatan yang tidak sesuai akan mengakibatkan pemanasan terhadap ruangan, perlunya penanaman pohon yang lebih banyak sebagai penghasil oksigen, penyerap polusi dan panas.

(7)

Contoh Penelusuran Pustaka Tentang Arsitektur Eksperimental

Sumber: Studi Pustaka Whesty-Semester Genap 2007/2008

Dalam hal ini konsep yang diterapkan pada bangunan adalah arsitektur eksperimental yang memperhatikan permasalahan urban kontemporer. Istilah Arsitektur Eksperimental dicetuskan pertama kali oleh Peter Cook pada bukunya yang berjudul “Eksperimental Architecture”(1970). Karya-karya arsitektur yang berwujud wacana maupun terbangun Cook – baik secara kelompok maupun sebagai pribadi – diakui dunia sebagai pondasi pemikiran yang banyak mempengaruhi arsitektur urban kontemporer sesudah era modern.

Sejauh mana desain fisik dapat mengayomi moral kekinian? Bagaimana moral kekinian dapat didefinisikan sementara evolusi sosial budaya urban berlangsung secara gencar? Metode perancangan seperti apa yang dapat menyikapi kegencaran tersebut sehingga scara optimis dapat menghapuskan skeptisisme yang timbul akibat ambiguitas kebenaran?

Pertanyaan di atas timbul sebagai resistansi terhadap kegagalan arsitektur modern yang lebih mnenitikberatkan definisi ruang sebagai alat sosial fungsional yang menghomogenkan kebutuhan dan menyamartakan kondisi psikologis manusianya. Dalam arsitektur modern, dilandasi oleh keterukuran nilai-nilai non fisik. Hal yang serba terukur dimungkinkan dengan kemajuan teknologi struktur konstruksi dan penemuan material baru sehingga menghasilkan firmitas yang nilai venustasnya dirasionalkan oleh utilitas ke dalam bentuk geometri dasar. Keidealan metode perancangan berlandaskan keterukuran dalam mengantisipasi ambiguitas kebenaran yang dikonsepkan arsitektur modern tersebut ternyata memiliki kelemahan, yaitu terjadinya pengeliminasian karakter tempatan. Akibatnya arsitektur kehilangan ruh/nilai-nilai kemanusiaannya

Cook melihat kekakuan teori dasar arsitektur yang diperkenalkan Vitruvius dalam De Architecture, bahwa bangunan harus memiliki unsur keindahan (venustas), kekuatan (firmitas), dan kegunaan (utilitas).

Kaum arsitek yang bersikap modernis memegang teguh konsep dasar itu dengan kaku. "Selalu mengutamakan ergonomi," kata perempuan berusia 34 tahun itu. Di seberangnya, kaum eksperimentalis percaya bahwa nilai-nilai dasar itu harus terus

(8)

didefinisikan ulang, dikondisikan dengan nilai-nilai yang dipegang masyarakat tempat bangunan itu berdiri.

Di kebanyakan negara Eropa, kaum eksperimentalis percaya bahwa konsep dasar eksperimental mengantisipasi evolusi sosial yang terjadi. Tujuannya sudah jelas: untuk menyelaraskan dengan kondisi terbaru tempat bangunan itu akan tegak.

Kaum eksperimentalis, menjadikan filosofi sosial budaya masyarakat setempat sebagai alat baca. Gunanya untuk mencari pemecahan dari membaca persoalan wilayah urban yang sangat kompleks. "Ada dilema-dilema yang harus dipecahkan untuk mendesain kawasan urban," .

Karya arsitektur Y.B. Mangunwijaya, yang menggarap permukiman penduduk di tepi Kali Code, Yogyakarta, sebagai contoh keberhasilan karya arsitektur dengan pendekatan ekperimentalis di Indonesia. Mangunwijaya berhasil menjawab persoalan penduduk bantaran sungai dengan pendekatan arsitektur.

Kali ini diputuskan bahwa desain sebagai eklektisisme, yaitu desain yang menyikapi kepragmatisan berlandaskan teori terapan. Kekinian dari isu-isu urban dianalisa dengan mengintregasikan multi disiplin / teori terapan terbaru di dalam proses desain. Artinya, pergesaeran perilaku sosial budaya diterjemahkan menjadi beragam alternatif ruang kehidupan, yang keoptimalannya berlandaskan konteks waktu dan karakter tempatan. Pemahaman modernitas ditingkatkan pada tataran bahw arsitektur adalah tubuh yang fisik desainnya diawali dan disesuaikan dengan karakter manusia penghuninya. Konsep desain menjadi lebih spesifik karena tradisi dikembangkan menjadi dasar moderinisasi perilaku. Konvensi dasar arsitektur venustas-firmitas-utilitas dikonteks – ulang terus menerus dengan kajian lintas disiplin ilmu, sebagai peluang desain menjadi tidak terbatas.

Perbedaaan Eksperimentalis dengan Pragmatis

Dalam dunia arsitektur, Pragmatis dan eksperimentalis merupakan dua jenis aliran arsitektur yang berjalan beriringan. Terkadang, seorang arsitek tidak sepenuhnya bersifat pragmatis. Mungkin pada awalnya. Ia bekerja secara pragmatis, namun pada tahap-tahap selanjutnya ia melakukan eksperimen-eksperimen untuk dapat menemukan pemecahan masalah pada rancangannya.

Demikian pula sebaliknya, seorang arsitek eksperimentalis, tidak secara mutlak hasil rancangannya berupa produk dari eksperimen yang telah dilakukannya. Ada sisi-sisi atau bagian-bagian tertentu yang didapat secara pragmatis, meskipun tidak dominan.

(9)

Seorang arsitek eksperimentalis bekerja berdasarkan pengalamannya sendiri, atau berdasarkan hasil temuannya yang didapat dengan cara bereksperimen. Sedangkan arsitek pragmatis cenderung berusaha mengumpulkan contoh sebanyak-banyaknya, dan data-data akurat untuk dijadikan acuan dalam mendesain. Sebagian besar arsitek, terutama para praktisi cenderung pragmatis, karena produk desain yang dihasilkan cenderung lebih cepat prosesnya, tanpa harus melalui berbagai eksperimen. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah data-data mengenai tipologi bangunan yang akan dibangun, contoh-contoh bangunan setipe yang sukses (secara arsitektural), dan kekreatifan dalam meramu data-data tersebut sehingga menghasilkan rancangan yang baik.

Batasan antara arsitek pragmatis dan eksperimentalis terletak pada acuannya dalam mendesain (arsitek pragmatis berdasarkan contoh-contoh dan data yang ada, kemudian diolah sehingga menjadi produk baru. Arsitek eksperimentalis berusaha menciptakan unsur-unsur baru melalui eksperimen atau percobaan, yang jika produknya berhasil, maka dapat menjadi contoh bagi arsitek-arsitek

(10)

10

Nama/NIM :

Literatur/Sumber :

Permasalahan Konsep Programatis (Uraian dengan kata-kata)

(11)

11

Referensi

Dokumen terkait

Adapun faktor yang mempengaruhi kegiatan tersebut adalah faktor psikologis, antara lain yaitu: motivasi, perhatian, pengamatan, tanggapan dan lain sebagainya; (b)

Dalam pelaksanaannya setiap data calon nasabah yang sudah di tandatangani akan di input ke dalam sebuah system intranet dalam bank mandiri yang sudah terintegrasi dengan

Perumusan masalah dalam Karya Ilmiah Akhir Ners (KIA-N) ini adalah bagaimanakah gambaran analisis pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien Rheumatic Heart Disease

Penelitian ini menganalisis peran faktor sosial yang ditunjukkan dengan keberadaan modal sosial (ikatan sosial yang muncul dari kohesivitas yang tinggi dan adanya kepercayaan)

Berdasarkan hasil uji ketahanan Galur Cabai Keriting Mg1012 dengan tiga varietas pembanding terhadap hama Kutu Daun Persik (Myzus Persicae Sulz) dapat disimpulkan, bahwa

Hasil penelitian menunjukan bahwa: Pembelajaran model Problem Posing yang dilengkapi macromedia flash dapat meningkatkan keterampilan proses siswa yaitu 61,11%

Hasil penelitian kami mendukung hasil penelitian sebelumnya di berbagai negara lain yang secara konsisten mendapatkan kadar zink plasma yang lebih rendah serta proporsi

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah peneliti lakukan mengenai pengelolaan area bermain outdoor pada anak usia 4-5 tahun di TK LKIA Pontianak, maka