• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UNDERPRICING SAHAM PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN INITIAL PUBLIC OFFERING DI BURSA EFEK INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UNDERPRICING SAHAM PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN INITIAL PUBLIC OFFERING DI BURSA EFEK INDONESIA"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UNDERPRICING SAHAM PADA PERUSAHAAN YANG

MELAKUKAN INITIAL PUBLIC OFFERING DI BURSA EFEK INDONESIA

OLEH

HENDERIK FIDO HUTASOIT 160521096

PROGRAM STUDI STRATA-1 MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UNDERPRICING SAHAM PADA PERUSAHAAN YANG

MELAKUKAN INITIAL PUBLIC OFFERING DI BURSA EFEK INDONESIA

Tujuan penilitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Return on Asset (ROA), Debt to Equity Ratio (DER), Ukuran Perusahaan (size), Reputasi Underwriter, Jenis Industri dan Umur Perusahaan terhadap Underpricing Saham pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2018. Penelitian ini merupakan penelitian asosiatif yang bersifat kausal dan jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif yang diperoleh dari laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian. Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan baik sektor keuangan maupun non keuangan yang melakukan IPO dan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2011-2018. Jumlah populasi perusahaan tersebut adalah sebanyak 70 perusahaan. Berdasarkan kriteria tertentu jumlah perusahaan yang memenuhi kriteria sampel adalah sebanyak 55 perusahaan. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian secara parsial menunjukkan bahwa Return on Assets (ROA), Debt to Equity Ratio (DER), Ukuran Perusahaan (size) dan Umur Perusahaan memiliki pengaruh yang negatif dan tidak signifikan terhadap Underpricing Saham serta Reputasi Underwriter berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Underpricing dan juga Jenis Industri berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Underpricing Saham pada perusahaan sektor keuangan maupun non keuangan yang melakukan IPO dan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2011-2018.

Kata kunci: Return on Asset (ROA), Debt to Equity Ratio (DER), Ukuran

Perusahaan (size), Reputasi Underwriter, Jenis Industri dan Umur

Perusahaan dan Underpricing Saham.

(6)

ABSTRACT

ANALYSIS OF THE FACTORS THAT AFFECT SHARE UNDERPRICING ON COMPANIES WHO LAUNCHED

AN INITIAL PUBLIC OFFERING ON THE INDONESIA STOCK EXCHANGE

The purpose of this research is to examine and analysize the impact of Return on Asset (ROA), Debt to Equity Ratio (DER), Size, Underwriter’s Reputation, Type of Industry and Age of the Company affecting Underpricing at the initial public offering (IPO) of companies that listed on IDX in the period of 2011-2018. This is a causal associative research and data used in this research were quantitive data, which taken from company’s financial statement which audited in Indonesia Stock Exchange. The population in this research is all of companies that conduct IPO and listed on IDX in the period of 2011-2018. The amount of population was 70 companies. Based on certain criteria, there are 55 samples. The Technique analysis in this research is linear regressions on panel data is multiple linear regressions technique. The result of the research partial test in hypothesis result shows that Underwriter’s Reputation has significant effect and Return on Asset (ROA), Debt to Equity Ratio (DER), Size, Type of Industry and Age of the Company have non significant effect to Underpricing finance companies and non finance companies that listed on the IDX for the period 2011-2018.

Keywords: Return on Asset (ROA), Debt to Equity Ratio (DER), Size,

Underwriter’s Reputation, Type of Industry, Age of the Company

and Share Underpricing.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih setia dan anugerahNya kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul

“Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Saham Pada Perusahaan Yang Melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia” untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini peneliti persembahkan untuk Orangtua terkasih, Ayahanda Hetdon Hutasoit (Alm) dan Ibunda Lince Hutabalian. Terima kasih telah membesarkan, mendidik, dan memberikan dukungan moral dan materil serta kasih sayang dan doa yang tidak ternilai kepada peneliti sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dan alasan terbesar dalam mencapai gelar Sarjana Ekonomi. Dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Amlys Syahputra Silalahi, SE, M.Si, dan Bapak Doli Muhammad Jafar Dalimunthe, SE, M.Si, selaku Ketua dan Sekretaris Departemen/Program Studi S-1 Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Syahyunan, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan motivasi serta saran kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Prof. Dr. Isfenti Sadalia, SE, ME, selaku Dosen Penguji I dan Ibu Beby

(8)

Kendida Hasibuan, SE, M.Si, selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

5. Kepada Bapak dan Ibu Dosen Program Studi S1 Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan memberikan ilmunya kepada peneliti selama mengikuti perkuliahan serta staf dan pegawai yang telah banyak membantu selama proses penulisan skripsi.

6. Kepada keluarga besar peneliti abang, kakak, dan adik tersayang, rekan pemuda/i yang senantiasa mendukung, mendoakan dan memotivasi serta memberi semangat dalam penyelesaian skripsi.

7. Kepada saudari Fitri Sinaga yang selalu mendukung dan memberi semangat dalam penyelesaian skripsi.

8. Teman-teman seperjuangan Hariyadi, Nanda, Undip, Doly, Novri, Fahmi, Emir dan Rizky Butar-Butar yang setiap hari sama-sama berjuang.

Akhir kata, peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan sebagai bahan masukan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, November 2019 Peneliti

Henderik Fido Hutasoit

160521096

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Landasan Teori ... 10

2.1.1 Initial Public Offering ... 10

2.1.2 Underpricing ... 19

2.1.3 Return on Asset (ROA) ... 20

2.1.4 Debt to Equity Ratio (DER) ... 21

2.1.5 Ukuran Perusahaan ... 22

2.1.6 Reputasi Underwriter ... 23

2.1.7 Jenis Industri ... 26

2.1.8 Umur Perusahaan ... 27

2.2 Penelitian Terdahulu ... 27

2.3 Kerangka Konseptual... 30

2.4 Hipotesis ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

3.1 Jenis Penelitian ... 37

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 37

3.3 Batasan Operasional ... 37

3.4 Populasi & Sampel ... 41

3.4.1 Populasi ... 41

3.4.2 Sampel ... 42

3.5 Jenis & Sumber Data ... 45

3.6 Metode Pengumpulan Data ... 45

3.7 Teknik Analisis Data ... 46

3.7.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 46

3.7.2 Analisi Regresi Linier Berganda... 46

3.7.3 Uji Asumsi Klasik ... 47

3.8 Pengujian Hipotesis ... 50

3.8.1 Uji Parsial (Uji T) ... 50

(10)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

4.1 Gambaran Umum Perusahaan ... 52

4.2 Hasil Penelitian ... 77

4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 77

4.2.2 Analisis Regresi Linear Berganda ... 80

4.3 Uji Asumsi Klasik ... 82

4.3.1 Uji Asumsi Normalitas ... 82

4.3.2 Uji Multikolinearitas ... 83

4.3.3 Uji Heterokedastisitas ... 84

4.4 Uji Hipotesis ... 85

4.4.1 Uji Secara Parsial (Uji T)... 85

4.5 Pembahasan ... 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

5.1 Kesimpulan ... 93

5.2 Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 95

DAFTAR LAMPIRAN ... 98

(11)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1 Perusahaan Yang Mengalami Underpricing

Tahun 2011-2018 ... 4

2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu ... 29

3.1 Definisi Operasional Variabel ... 40

3.2 Jumlah Populasi dan Sampel Penelitian ... 42

3.3 Sampel Penelitian ... 42

4.1 Statistik Deskriptif Variabel Underpricing, ROA, DER, Size Reputasi Underwriter, Jenis Industri dan Umur Perusahaan ... 77

4.2 Uji Regresi Linear Berganda ... 80

4.3 Uji Normalitas ... 82

4.4 Uji Multikolinearitas ... 84

4.5 Uji Heterokedastisitas ... 87

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual ... 35

4.1 Uji Normalitas (Normal Probability Plot) ... 83

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1. Sampel Penelitian ... 98

2. Daftar Perhitungan Reputasi Underwriter ... 101

3. Daftar Perhitungan ROA ... 105

4. Daftar Perhitungan Ukuran Perusahaan ... 108

5. Daftar Perhitungan Jenis Industri ... 110

6. Daftar Perhitungan DER ... 112

7. Daftar Perhitungan Umur Perusahaan ... 115

8. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ... 117

9. Hasil Uji Normalitas ... 118

10. Hasil Uji Multikolinearitas ... 118

11. Hasil Uji Heterokedastisitas ... 119

12. Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 119

13. Hasil Uji Regresi Linear Berganda & Uji t ... 120

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat, banyak perusahaan melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan modalnya dalam rangka mengembangkan usahanya. Sumber pendanaan perusahaan dapat berasal dari dalam maupun luar perusahaan, yakni laba di tahan sebagai sumber pendanaan dari dalam dan pinjaman kredit dari kreditor serta penerbitan surat hutang atau obligasi dan saham baru ke pasar modal yaitu melalui mekanisme penjualan saham perusahaan kepada publik yang sering disebut dengan go public sebagai sumber pendanaan dari luar.

Dalam proses go public, sebelum diperdagangkan di pasar sekunder saham

terlebih dahulu dijual di pasar primer atau pasar perdana. Go public sendiri

memberikan manfaat kepada sejumlah pihak yakni pihak perusahaan, pihak

manajemen dan masyarakat umum. Manfaat bagi perusahaan yakni dapat

memperoleh dana yang relatif besar untuk digunakan pada berbagai keperluan

seperti kegiatan operasional, ekspansi maupun memperbaiki struktur permodalan

perusahaan dimana perusahaan tidak memiliki kewajiban pelunasan dan

pembayaran bunga melainkan hanya deviden yang besarnya berdasarkan laba

yang diperoleh. Bagi pihak manajemen, keterbukaan perusahaan mampu

mendorong profesionalisme dimana perusahaan akan berbagi informasi mengenai

kinerja perusahaan, laporan keuangan serta pencapaian perusahaan bagi para

pemegang saham sebagai pihak yang perlu mengetahui kondisi perusahaan.

(15)

Bagi masyarakat, go public memberikan kesempatan untuk ikut serta memiliki suatu perusahaan sebagai pemegang saham. Keuntungan yang diperoleh masyarakat sebagai pemegang saham yakni berupa deviden dan kenaikan harga saham (capital gain) serta hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham.

Proses penawaran saham perdana kepada publik melalui pasar perdana (primary market) dikenal dengan istilah Initial Public Offering (IPO) selanjutnya saham dapat diperjual-belikan pada pasar sekunder (secondary market) di Bursa Efek. Penetapan harga saham pada pasar perdana ditentukan oleh kesepakatan antara emiten (perusahaan penerbit) dengan underwriter (penjamin emisi) yang telah ditunjuk oleh emiten, sedangkan harga saham pada saham sekunder ditentukan oleh mekanisme pasar yaitu permintaan dan penawaran.

Perusahaan yang memutuskan untuk melakukan go public harus melalui proses penawaran saham perdana yang dikenal dengan istilah Initial Public Offering (IPO). Tahapan IPO antara lain melakukan persiapan, pengajuan pendaftaran ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penawaran umum dan pencatatan di bursa. Melalui IPO diharapkan kinerja perusahaan dapat berubah menjadi lebih baik, kinerja yang baik akan mengakibatkan harga saham dihargai lebih tinggi.

Kinerja perusahaan sebelum dan sesudah melakukan IPO dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para calon investor.

Masalah yang kerap terjadi pada saat mekanisme IPO adalah underpricing.

Underpricing merupakan fenomena di mana penentuan harga saham di pasar

perdana lebih rendah dibanding harga saham di pasar sekunder pada saham yang

sama. Hasil penelitian Yolana dan Martani (2005) bahwa di Indonesia terdapat

(16)

variabel yang mempengaruhi fenomena underpricing pada penawaran saham perdana di BEJ tahun 1994–2001.

Fenomena underpricing terjadi hampir di setiap pasar modal, namun faktor yang menentukannya berbeda antara satu pasar modal dengan pasar modal lainnya bergantung pada karakteristik maupun kondisi ekonomi di mana pasar modal tersebut berada. Pada saat melakukan IPO, harga saham di pasar perdana ditentukan melalui kesepakatan antara pihak perusahaan selaku emiten dan penjamin emisi (underwriter), sedangkan harga saham di pasar sekunder dipengaruhi oleh mekanisme pasar melalui jumlah permintaan dan penawaran saham yang ada di pasar modal.

Underwriter adalah pihak yang membuat kontrak dengan emiten untuk melakukan penawaran umum (go public) bagi kepentingan emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa efek yang tidak terjual (Hariyani, 2010).

Walaupun emiten dan underwriter secara bersama-sama mengadakan kesepakatan dalam menentukan harga perdana saham namun sebenarnya mereka masing- masing mempunyai kepentingan yang berbeda (Trianingsih, 2005).

Pada tipe full commitment, yaitu underwriter yang berkewajiban membeli

sisa efek yang tidak terjual akan menetapkan harga saham perdana yang lebih

rendah dari yang diharapkan emiten. Tujuannya untuk memperkecil risiko yang

ditanggungnya, apabila saham yang ditawarkan di pasar perdana tidak terjual

habis. Emiten sebagai pihak yang membutuhkan dana, tentunya menginginkan

harga saham perdana yang tinggi untuk memperoleh dana yang besar sesuai yang

diharapkan namun fenomena underpricing mengakibatkan dana yang diperoleh

(17)

dari IPO tidak maksimum sehingga merugikan emiten sedangkan apabila terjadi overpricing maka masyarakat yang merugi, karena mereka tidak memperoleh initial return. Initial return merupakan sejumlah keuntungan yang diperoleh melalui perbedaan harga saham di penutupan hari pertama pasar sekunder dengan harga di pasar perdana (Handayani, 2011).

Tabel 1.1

Beberapa Perusahaan Yang Mengalami Underpricing Tahun 2011-2018

No. Tanggal IPO

Nama / Kode

Perusahaan Jenis Industri

Harga IPO Per Lembar

Saham (Rp)

Harga Penutupan

Pasar Sekunder

(Rp) 1 06/12/2011 ABM Investama

Tbk (ABMM) Induk Investasi 3.750 3.825

2 28/09/2016 Aneka Gas

Industri Tbk (AGII) Gas Industri 1.100 1.160 3 22/12/2014 Bank Agris Tbk

(AGRS) Perbankan 110 187

4 12/07/2012 BPD Jawa Timur

Tbk (BJTM) Perbankan 430 440

5 07/07/2015 Garuda Metalindo Tbk (BOLT)

Alat Otomotif &

Komponen 550 825

6 19/12/2017

Campina Ice Cream Industry Tbk (CAMP)

Makanan &

Minuman 330 494

7 12/12/2013

Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS)

Perkebunan 670 720

8 09/05/2018 Bank BRIsyariah

Tbk (BRIS) Perbankan 510 545

Sumber : www.britama.com, www.idx.co.id & www.e-bursa.com

Dari Tabel 1.1 terlihat beberapa perusahaan yang melakukan IPO dan mengalami fenomena underpricing mulai dari tahun 2011 sampai 2018. Pada tabel tersebut juga menunjukkan bahwa fenomena underpricing terjadi pada berbagai jenis industri, baik industri yang memproduksi barang maupun jasa.

AGRS dan BJTM yang bergerak di bidang industri jasa perbankan,

(18)

mengalami underpricing saat IPO tahun 2012 dan 2014 masing–masing sebesar 2,33 persen dan 70 persen. ABMM dan AGII yang bergerak di bidang industri investasi dan gas mengalami underpricing saat IPO tahun 2011 dan 2016 masing–

masing sebesar 2 persen dan 5,5 persen.

BOLT dan CAMP yang bergerak di bidang industri alat-alat otomotif dan komponen serta makanan dan minuman mengalami underpricing saat IPO tahun 2015 dan 2017 masing–masing sebesar 50 persen dan 49,7 persen serta SSMS dan BRIS yang bergerak di bidang perkebunan dan perbankan mengalami underpricing saat IPO tahun 2013 dan 2018 sebesar 7,46 persen dan 6,86 persen.

Adanya masalah asimetris informasi juga turut serta memicu terjadinya fenomena underpricing. Asimetris informasi terjadi diantara emiten, penjamin emisi maupun investor. Oleh karena itu untuk mengurangi asimetris informasi emiten menerbitkan prospektus. Prospektus berisi sejumlah informasi keuangan maupun non keuangan emiten yang bersangkutan baik historis maupun proyeksi di masa mendatang. Informasi yang terdapat di dalam prospektus antara lain:

profitability, financial leverage, ukuran perusahaan, underwriter, jenis industri, persentase saham yang ditawarkan, dll.

Pengukuran profitabilitas suatu perusahaan dapat menggunakan Return on Asset (ROA). Melalui ROA, profitabilitas diukur dengan membandingkan laba bersih yang diperoleh dengan total aset yang dimiliki perusahaan. ROA menjadi penting karena memberikan informasi kepada pihak luar tentang sejauh mana efektifitas operasional perusahaan.

Para calon investor tentunya menginginkan suatu jaminan bahwa

(19)

perusahaan tempat ia menanamkan modalnya mampu menghasilkan laba dari operasinya. Ini artinya emiten dengan profitabilitas tinggi dapat menetapkan harga IPO yang tinggi untuk menekan tingkat underpricing.

Selain menganalisis kemampuan perusahaan menghasilkan laba, perlu juga kita analisis kemampuan perusahaan dalam membayar kewajibannya. Rasio yang dapat kita gunakan yaitu Debt to Equity Ratio (DER). DER menunjukkan perbandingan antara jumlah utang dengan jumlah modal sendiri yang dimiliki perusahaan. DER yang tinggi mencerminkan risiko kegagalan yang tinggi, karena jumlah modal sendiri tidak mampu menutupi jumlah utang perusahaan.

Para calon investor cenderung akan menghindari menanamkan modalnya di perusahaan dengan risiko kegagalan yang tinggi. Sehingga atas kompensasi risiko yang tinggi tersebut, maka emiten akan menetapkan harga IPO di bawah harga wajar dan akibatnya meningkatkan tingkat underpricing. Perusahaan yang berskala besar umumnya lebih dikenal masyarakat daripada perusahaan berskala kecil. Karena lebih dikenal, maka informasi tentang perusahaan besar tersedia lebih banyak dan lebih mudah didapat dibandingkan perusahaan berskala kecil.

Bila informasi yang diterima banyak, maka akan mengurangi asimetris

informasi pada perusahaan berskala besar, sehingga menekan tingkat

underpricing. Underwriter yang memiliki reputasi baik memiliki kepercayaan diri

yang cukup tinggi atas keberhasilan suatu penawaran saham untuk diserap oleh

pasar. Oleh karena itu, sudah sewajarnya underwriter yang memiliki reputasi

tinggi berani menetapkan harga yang tinggi sebagai konsekuensi kualitas

penjaminan efeknya, sehingga secara otomatis menekan tingkat underpricing.

(20)

Setiap jenis industri memiliki risiko atau tingkat ketidakpastian yang berbeda-beda, karena adanya perbedaan karakteristik, sehingga mempengaruhi investor dalam keputusan berinvestasi. Perbedaan risiko ini menyebabkan tingkat return yang diharapkan para investor juga berbeda untuk setiap sektor sehingga tingkat underpricing saham di pasar perdana juga dapat berbeda tergantung jenis industri atau jenis usaha yang dijalankan perusahaan.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Saham Pada Perusahaan Yang Melakukan Initial Public Offering (IPO) Di Bursa Efek Indonesia”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah Return on Asset (ROA) berpengaruh terhadap Underpricing pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia.

2. Apakah Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh terhadap Underpricing pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia.

3. Apakah Ukuran Perusahaan (Size) berpengaruh terhadap Underpricing pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia.

4. Apakah Reputasi Underwriter berpengaruh terhadap Underpricing pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia.

5. Apakah Jenis Industri berpengaruh terhadap Underpricing pada perusahaan

(21)

yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia.

6. Apakah Umur Perusahaan berpengaruh terhadap Underpricing pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari Penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Return on Asset (ROA) Terhadap Underpricing pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Underpricing pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Ukuran Perusahaan (Size) terhadap Underpricing pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia.

4. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Reputasi Underwriter terhadap Underpricing pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia.

5. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Jenis Industri terhadap Underpricing pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia.

6. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Umur Perusahaan terhadap

Underpricing pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di

Bursa Efek Indonesia.

(22)

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat bagi:

1. Bagi Pihak Investor

Sebagai tambahan informasi untuk menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan, sehingga dapat memilih keputusan tepat yang mendatangkan keuntungan.

2. Bagi Emiten

Sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan harga ysng tepat, sehingga perusahaan mampu memperoleh modal baru sesuai yang diinginkan.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya dan menambah wawasan khususnya dalam bidang analisis underpricing saham.

4. Bagi Peneliti

Sebagai sarana untuk menambah wawasan serta pengetahuan tentang analisis

faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat underpricing pada saat IPO.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Initial Public Offering

Penawaran umum perdana atau Initial Public Offering (IPO) yang lebih dikenal dengan istilah go public adalah kegiatan penjualan saham perdana oleh suatu perusahaan kepada masyarakat (public) di pasar modal. Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan bahwa : “Penawaran umum adalah kegiatan penawaran efek yang dilakukan oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya.”

Menurut Mayo (2008) yaitu: “Firms, in addition to acquiring funds through private placements, may issue new securities and sell them to general public, ussually through investments banker. If this sale is the first sale of common stock to the general public, it is reffered to as an initial public offering.

Hal ini berarti IPO adalah saat dimana perusahaan dalam memperoleh dana dengan cara menerbitkan sekuritas baru dan menjualnya kepada publik melalui pasar modal untuk pertama kali. IPO merupakan suatu persyaratan yang harus dilakukan bagi emiten yang baru pertama kali menjual sahamnya di Bursa Efek. Keputusan perusahaan untuk go public merupakan keputusan yang harus didasari perhitungan yang tepat karena perusahaan dihadapkan pada beberapa konsekuensi yang menguntungkan (benefits) maupun yang merugikan (cost).

Alasan dilakukan go public adalah karena dorongan atas kebutuhan modal.

(24)

Perusahaan yang go public adalah perusahaan yang mengalami pertumbuhan yang pesat. Karena pertumbuhan yang pesat, perusahaan dituntut untuk mampu menyediakan dana untuk keperluan ekspansi atau perluasan usaha dan untuk keperluan investasi baru.

Menurut Sitompul (2000), hal menguntungkan yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam melaksanakan penawaran umum antara lain bahwa melalui go public perusahaan akan mendapatkan dana segar yang dapat digunakan sebagai modal untuk jangka panjang dan juga sangat berguna untuk mengembangkan perusahaan, membayar hutang dan tujuan-tujuan lainnya.

Dengan melakukan go public, dapat pula meningkatkan nilai pasar dari perusahaan karena umumnya perusahaan yang sudah menjadi perusahaan publik likuiditasnya akan lebih meningkat bila dibandingkan dengan perusahaan yang masih tertutup atau tidak di kenal publik.

Menurut Darmadji (2001) manfaat IPO adalah sebagai berikut : 1. Dapat memperoleh dana yang relatif besar dan diterima sekaligus.

2. Biaya go public relatif murah 3. Proses relatif mudah

4. Pembagian deviden berdasarkan keuntungan

5. Penyertaan masyarakat biasanya tidak masuk dalam manajemen

6. Perusahaan dituntut lebih terbuka, sehingga hal ini dapat memacu perusahaan untuk meningkatkan profesionalisme

7. Memeberikan kesempatan kepada masyarakat untuk turut serta memiliki

saham perusahaan, sehingga dapat mengurangi kesenjangan sosial

(25)

8. Emiten akan lebih dikenal oleh masyarakat (go public merupakan media promosi) secara gratis

9. Memberikan kesempatan kepada koperasi dan karyawan perusahaan untuk membeli saham

Calon perusahaan tercatat bisa mencatatkan efeknya di bursa, apabila telah memenuhi syarat yang ditetapkan peraturan bursa. Persyaratan pencatatan saham adalah sebagai berikut :

1. Badan hukum calon perusahaan tercatat berbentuk Perseroan Terbatas (PT) 2. Pernyataan pendaftaran yang disampaikan ke Bapepam dan LK telah efektif 3. Memiliki komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari jajaran

anggota dewan komisaris, memiliki direktur tidak terafiliasi, memiliki komite audit atau menyampaikan pernyataan untuk membentuk komite audit paling lambat 6 bulan setelah tercatat dan memiliki sekretaris perusahaan

4. Nilai nominal saham sekurang-kurangnya Rp 100

5. Calon perusahaan tercatat tidak sedang dalam sengketa hukum yang diperkirakan dapat mempengaruhi kelangsungan perusahaan

6. Bidang usaha baik langsung atau tidak langsung tidak dilarang oleh Undang- Undang yang berlaku di Indonesia

7. Khusus calon perusahaan tercatat yang bergerak dalam industri pabrikan,

memiliki sertifikat AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan

tidak masalah dalam pencemaran lingkungan dan calon perusahaan tercatat

yang bergerak dalam industri kehutanan harus memiliki sertifikat

ecolabelling (ramah lingkungan) sebagai komitmen perusahaan dalam

(26)

menjaga lingkungan

8. Persyaratan pencatatan awal yang berkaitan dengan hal finansial didasarkan pada laporan keuangan auditan terakhir sebelum permohonan pencatatan

Menurut Samsul (2006) suatu perusahaan yang untuk pertama kalinya akan menjual saham atau obligasi kepada masyarakat umum atau IPO (Initial Public Offering), membutuhkan tahapan-tahapan terlebih dahulu. Tahapan tersebut dapat dikelompokkan menjadi 5 (lima), yaitu: rencana go public, persiapan go public, pernyataan pendaftaran ke BAPEPAM, penawaran umum dan kewajiban emiten setelah go public.

1. Rencana Go Public

Rencana go public membutuhkan waktu yang cukup berkaitan dengan kondisi internal perusahaan seperti :

a. Rapat Gabungan Pemegang Saham, Dewan Direksi dan Dewan Komisaris Rapat Gabungan ini akan membahas alasan go public, jumlah dana yang dibutuhkan, penerbitan saham atau obligasi.

b. Kesiapan Mental Personel, Personel dari semua lapisan manajemen (termasuk pemegang saham mayoritas) harus siap secara mental menghadapi perubahan atau kejadian yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Banyak kewajiban yang harus dilaksanakan oleh emiten setelah perusahaan go public, seperti kewajiban melaporkan secara rutin atau insidentil atas suatu peristiwa penting yang apabila tidak dilaksanakan emiten akan terkena sanksi denda atau sanksi pidana.

c. Perbaikan Organisasi, Organisasi perusahaan yang ada sebelum go public

(27)

harus disesuaikan dengan ketentuan perundangan yang berlaku di pasar modal, misalnya: kewajiban mengelola perusahaan secara baik atau disebut good corporate governance yang tercermin dari kewajiban mengangkat komisaris independen, kewajiban membentuk komite audit dan kewajiban mengangkat corporate secretary.

d. Perbaikan Sistem Informasi, Mengingat banyak kewajiban pelaporan yang harus dilaksanakan oleh emiten, baik yang bersifat rutin maupun insidentil yang diminta oleh BAPEPAM ataupun Bursa Efek, maka emiten harus memiliki sistem informasi yang dapat diterbitkan setiap kali dibutuhkan. Perbaikan sistem meliputi keberadaan sistem akuntansi keuangan yang mengacu pada Standard Akuntansi Keuangan dari Ikatan Akuntan Indonesia, sistem laporan tahunan yang memasukkan standard tambahan dari Bursa Efek Indonesia seperti hasil kerja dari komite audit dan sistem akuntansi manajemen yang dapat menghitung laba ekonomis yang akan digunakan sebagai dasar menentukan jumlah deviden tunai yang harus dibagikan kepada investor.

e. Perbaikan Aspek Hukum, Pada umumnya emiten berasal dari perusahaan

keluarga walaupun berbadan hukum perseroan terbatas. Go public berarti

perseroan terbatas tertutup harus berubah menjadi perseroan terbatas

terbuka (PT Tbk.), status kepemilikan aset tetap dan aset bergerak harus

jelas, semua jenis aset yang ada dalam laporan keuangan yang telah

diaudit harus sudah atas nama perseroan termasuk rekening yang ada di

bank. Semua perjanjian dengan pihak ketiga harus dilakukan secara

(28)

tertulis nota riil, tidak boleh secara lisan. Semua perizinan usaha yang diwajibkan harus dipenuhi, dan yang belum ada izin harus segera diupayakan. Semua kewajiban pajak harus dipenuhi dan dibuktikan keabsahannya. Konsultan hukum akan membantu perusahaan yang akan go public dari segi hukum sehingga sesuai dengan hukum yang berlaku.

f. Perbaikan Struktur Permodalan, Perbaikan struktur modal dengan cara pemegang saham menambah modal sendiri atau mengubah struktur modal pinjaman dengan beban bunga yang lebih rendah.

g. Persiapan Dokumen, Sebelum persiapan menuju go public dimulai, yaitu penunjukkan lembaga penunjang dan lembaga profesi, semua dokumen yang dibutuhkan oleh lembaga tersebut harus disediakan. Pihak yang terlibat dalam proses go public adalah underwriter, akuntan publik, notaris, konsultan hukum dan perusahaan penilai (appraisal company).

Dokumen yang dibutuhkan antara lain : laporan keuangan yang telah di audit, proyeksi laporan keuangan, bukti kepemilikan aktiva tetap dan aktiva bergerak, anggaran dasar perseroan, perjanjian nota riil ataupun yang dibawah tangan, polis asuransi, peraturan perusahaan, pajak-pajak, perkara pengadilan, dan lain-lain.

2. Persiapan Menuju Go public

Setelah rincian rencana go public diselesaikan seperti uraian sebelumnya,

calon emiten akan menunjuk perusahaan penjamin emisi efek, akuntan

publik, notaris, konsultan hukum dan perusahaan penilai yang terdaftar di

BAPEPAM. Persiapan menuju go public meliputi:

(29)

a. Penunjukkan Lembaga Penunjang dan Lembaga Profesi Penjamin Emisi akan bertindak sebagai kordinator dalam kegiatan-kegiatan berikut:

menentukan komitmen sesuai kondisi pasar, rapat-rapat teknis, pernyataan pendaftaran, kepada BAPEPAM, public expose dan roadshow, persiapan prospektus dan penawaran resmi.

b. Due Diligence Meeting, untuk memperoleh gambaran awal mengenai kekuatan pasar, emiten memerlukan due diligence meeting yang dikoordinasikan oleh underwriter, yaitu pertemuan antara emiten, underwriter, dan lembaga profesi lainnya di satu sisi dengan para pialang dan para analis keuangan perusahaan serta investor kelembagaan di sisi yang lainnya.

c. Pernyataan pendaftaran kepada BAPEPAM, pernyataan pendaftaran adalah dokumen yang wajib disampaikan kepada BAPEPAM oleh emiten dalam rangka penawaran umum atau perusahaan publik.

d. Public Expose dan Road Show, merupakan upaya sendiri oleh emiten yang menjual saham dengan nilai kapitalisasi sangat besar sehingga perlu mengundang calon investor.

3. Penawaran Umum

Kegiatan penawaran umum antara lain: distribusi prospektus, penyusunan

prospektus ringkas untuk diiklankan, penawaran, penjatahan, pengembalian

dana, penyerahan saham, pencatatan saham/perdagangan saham. Pada saat

menjelang penawaran umum calon emiten harus membagikan prospektus

melalui underwriter dan agen penjual efek yang ditunjuk oleh underwriter

(30)

sebelum penawaran secara resmi dilakukan. Prospektus adalah setiap informasi tertulis yang berkaitan dengan penawaran umum dan bertujuan agar pihak lain membeli efek, prospektus berisikan antara lain: penawaran umum, tujuan penawaran umum, penggunaan dana hasil emisi, informasi tentang perusahaan seperti: sejarah, organisasi dan personalia, kegiatan usaha dan prospeknya, ikhtisar keuangan perusahaan, modal sendiri sebelum dan sesudah penawaran umum, kebijakan deviden, pendapat dari segi hukum, laporan akuntan publik, laporan penilaian harta perusahaan, para penjamin emisi, lembaga penunjang emisi lainnya, perpajakan, anggaran dasar perseroan, persyaratan pemesanan saham, penyebarluasan prospektus dan formulir pesanan saham. Penawaran resmi efek melibatkan 5 tahapan, yaitu:

a. Periode penawaran (offering period) adalah periode (minimal 3 hari kerja) dimulainya penawaran sekuritas.

b. Periode penjatahan (allotment period) adalah periode (maksimal 6 hari kerja) akan dilakukannya pembagian perolehan saham.

c. Periode pengembalian dana (refund period) adalah periode tertentu (maksimal 4 hari kerja) yang telah ditetapkan dan tertera dalam prospektus untuk mengembalikan dana kepada calon investor akibat kelebihan pembayaran oleh calon investor berkaitan dengan penjatahan saham yang dilakukan oleh perusahaan.

d. Periode penyerahan saham (delivery period) adalah 3 hari sebelum saham

itu dicatat atau diperdagangkan di bursa efek, saham tersebut sudah

diterima oleh investor itu sendiri.

(31)

e. Periode pencatatan di bursa efek (listing period) adalah suatu tanggal yang telah ditetapkan terlebih dahulu dan tertera pada halaman depan prospektus yang menunjukkan hari pertama saham itu diperdagangkan di dalam bursa efek indonesia.

Setelah melakukan penjualan saham di pasar perdana, selanjutnya saham tersebut dicatatkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) sampai perdagangan di pasar sekunder dilaksanakan selambat-lambatnya 90 hari sesudah dimulainya masa penawaran umum atau 30 hari sesudah ditutupnya masa penawaran umum tersebut tergantung mana yang lebih dahulu. Di BEI, proses pencatatan efek dimulai dari pengajuan permohonan pencatatan ke bursa oleh emiten tentunya berdasarkan persyaratan pencatatan efek yang berlaku di BEI.

Persyaratan untuk tiap efek berbeda, tetapi persyaratan pertama yang harus dipenuhi terlebih dahulu antara lain mendapat pernyataan efektif dari BAPEPAM atas pernyataan pendaftaran emisi emiten.

4. Kewajiban Emiten Setelah Go Public

Pemegang saham mayoritas atau pemilik lama sebagai pemegang saham pendiri (founding stakeholder) harus menjaga kepercayaan yang sudah diberikan oleh pemegang saham minoritas atau masyarakat dengan cara:

a. Tidak melakukan tindakan yang menjatuhkan harga saham di pasar.

b. Selalu memberi informasi secepat mungkin kepada investor.

c. Tidak melakukan penipuan harga dalam transaksi internal yang

mengandung conflict of interest, misalnya transfer pricing dan pinjaman

tanpa bunga.

(32)

d. Menyampaikan laporan keuangan yang sudah diaudit (short from report) langsung ke alamat pemegang saham

e. Menyampaikan laporan berkala yang sudah diwajibkan oleh BAPEPAM.

f. Menyampaikan laporan insidentil atas suatu peristiwa yang terjadi yang dapat mempengaruhi harga saham di pasar.

2.1.2 Underpricing

Underpricng adalah suatu keadaan dimana harga saham pada saat penawaran perdana lebih rendah dibandingkan ketika diperdagangkan di pasar sekunder. Penentuan harga saham pada saat penawaran umum ke publik, dilakukan berdasarkan kesepakatan antara perusahaan emiten dan underwriter.

Sedangkan harga saham yang terjadi di pasar sekunder merupakan hasil mekanisme pasar yaitu hasil dari mekanisme penawaran dan permintaan.

Menurut Hanafi (2004), underpricing merupakan fenomena yang sering dijumpai dalam IPO. Ada kecenderungan bahwa harga penawaran di pasar perdana selalu lebih rendah dibandingkan dengan harga penutupan pada hari pertama diperdagangkan di pasar sekunder. Sedangkan overpricing yang disebut juga underpricing negatif merupakan kondisi dimana harga penawaran perdana lebih tinggi daripada harga penutupan hari pertama di pasar sekunder

Perbedaan kepentingan yang terjadi, dimana emiten menginginkan dana

yang lebih besar dan investor menginginkan return akan mengakibatkan

terjadinya underpricing. Selisih dari harga penawaran perdana dengan harga

saham di pasar sekunder dinamakan initial return. Underpricing menggambarkan

biaya bagi pemilik saat ini karena investor baru diizinkan membeli saham

(33)

perusahaan pada harga yang menguntungkan (Brealey, et al, 2007).

Sebagai pihak yang membutuhkan dana, emiten menginginkan harga perdana yang tinggi di lain pihak, underwriter sebagai penjamin emisi menginginkan harga yang rendah demi meminimalkan risiko yang ditanggungnya.

Pihak underwriter kemungkinan mempunyai informasi lebih banyak dibandingkan pihak emiten. Kondisi asimetris informasi inilah yang menyebabkan terjadinya underpricing. Underwriter menggunakan ketidaktahuan emiten mengenai pasar modal untuk mengurangi risiko yang harus ditanggungnya apabila saham yang dijamin di pasar perdana tidak laku terjual dan harus membeli saham yang tidak laku terual tersebut (Safitri, 2001).

2.1.3 Return on Asset (ROA)

ROA merupakan salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat profitabilitas suatu perusahaan. Menurut Hanafi (2003), Return on Assets (ROA) merupakan rasio keuangan perusahaan yang berhubungan dengan profitabilitas mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan atau laba pada tingkat pendapatan, aset dan modal saham tertentu. Dengan mengetahui ROA, kita dapat menilai apakah perusahaan telah efisien dalam menggunakan aktivanya dalam kegiatan operasi untuk menghasilkan keuntungan.

ROA diperoleh dengan cara membandingkan antara laba sebelum pajak

/earning before interest tax (EBIT) terhadap total assets. EBIT merupakan

pendapatan bersih sebelum bunga dan pajak. Total assets merupakan keseluruhan

aset perusahaan dari awal tahun dan akhir tahun. Total asset yang lazim

digunakan untuk mengukur ROA sebuah bank adalah jumlah dari aset-aset

(34)

produktif yang terdiri dari penempatan surat-surat berharga. ROA dapat dirumuskan sebagai berikut (Pandia, 2012):

2.1.4 Debt to Equity Ratio (DER)

DER menggambarkan sampai sejauh mana modal pemilik dapat menutupi hutang-hutang kepada pihak luar dan merupakan rasio yang mengukur hingga sejauh mana perusahaan dibiayai dari hutang. Menurut Harahap (2010) semakin kecil rasio hutang modal maka semakin baik dan untuk keamanan pihak luar rasio terbaik jika jumlah modal lebih besar dari jumlah utang atau minimal sama.

DER juga digunakan untuk mengukur seberapa jauh sebuah perusahaan menggunakan pendanaan melalui utang. Total utang meliputi kewajiban lancar dan utang jangka panjang. Kreditor lebih menyukai rasio utang yang lebih rendah karena semakin rendah angka rasionya, maka semakin besar perlindungan dari kerugian yang dialami kreditor jika terjadi likuidasi. Di sisi lain, pemegang saham mungkin menginginkan lebih banyak leverage karena akan memperbesar ekspektasi keuntungan (Brigham, 2006).

Menurut Harahap (2010) rasio ini menggambarkan sampai sejauh mana

modal pemilik dapat menutupi utang-utang kepada pihak luar, semakin kecil rasio

ini semakin baik. Rasio ini disebut juga rasio leverage untuk keamanan pihak luar

rasio terbaik jika modal lebih besar dari jumlah utang atau minimal sama. Namun

bagi pemegang saham atau manajemen rasio leverage ini sebaiknya besar. Rasio

ini dapat dihitung secara matematis atau dengan menggunakan rumus, menurut

(35)

Harahap (2010) yaitu:

2.1.5 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan adalah suatu skala, dimana dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi menjadi 3 kategori yang didasarkan kepada total aset perusahaan yaitu:

perusahaan besar, perusahaan menengah, dan perusahaan kecil.

Menurut Sawir (2004) ukuran perusahaan dinyatakan sebagai determinan dari struktur keuangan dalam hampir setiap studi untuk alasan yang berbeda:

1. Ukuran perusahaan dapat menentukan tingkat kemudahan perusahaan memperoleh dana dari pasar modal. Perusahaan kecil umumnya kekurangan akses ke pasar modal yang terorganisir, baik untuk obligasi maupun saham.

Meskipun mereka memiliki akses, biaya peluncuran dari penjualan sejumlah kecil sekuritas dapat menjadi penghambat. Jika penerbitan sekuritas dapat dilakukan, sekuritas perusahaan kecil mungkin kurang dapat dipasarkan sehingga membutuhkan penentuan harga sedemikian rupa agar investor mendapatkan hasil yang memberikan return lebih tinggi secara signifikan.

2. Ukuran perusahaan menentukan kekuatan tawar-menawar dalam kontrak

keuangan. Perusahaan besar biasanya dapat memilih pendanaan dari berbagai

bentuk hutang, termasuk penawaran spesial yang lebih menguntungkan

dibandingkan yang ditawarkan perusahaan kecil. Semakin besar jumlah uang

(36)

yang digunakan, semakin besar kemungkinan-kemungkinan pembuatan kontrak yang dirancang sesuai dengan preferensi kedua pihak sebagai ganti dari penggunaan kontrak standar hutang.

3. Ada kemungkinan pengaruh skala dalam biaya dan return membuat perusahaan yang lebih besar dapat memperoleh lebih banyak laba. Pada akhirnya, ukuran perusahaan diikuti oleh karakteristik lain yang mempengaruhi struktur keuangan. Karakteristik lain tersebut seperti perusahaan sering tidak mempunyai staf khusus, tidak menggunakan rencana keuangan dan tidak mengembangkan sistem akuntansi mereka menjadi suatu sistem manajemen.

Variabel ukuran perusahaan (size) diukur dengan logaritma natural (Ln) total aset. Hal ini dikarenakan besarnya total aset masing-masing perusahaan berbeda bahkan mempunyai selisih yang besar, sehingga dapat menyebabkan nilai yang ekstrim. Untuk menghindari adanya data yang tidak normal tersebut maka data total aset perlu di Ln kan. Ukuran perusahaan diproksikan sebagai berikut:

2.1.6 Reputasi Underwriter

Menurut Syahyunan (2013) underwriter (penjamin emisi) adalah perusahaan swasta atau BUMN yang menjadi penanggung jawab atas terjualnya efek emiten kepada investor. Sebelum pernyataan pendaftaran diajukan ke Bapepam-LK, emiten harus menunjuk penjamin emisi. Sebenarnya, penjamin emisilah yang menjual efek, sedangkan emiten hanya menerbitkannya.

Mekanismenya, setelah emiten menerbitkan saham maka emiten menawarkannya

(37)

kepada penjamin emisi untuk menjual efek tersebut. Selanjutnya penjamin emisi akan melayani pembelian oleh para perusahaan pialang yang mewakili investor atau untuk portofolionya sendiri. Dengan demikian, penjamin emisi lebih banyak membantu kepentingan emiten dibandingkan kepentingan investor.

Dalam dua mekanisme penentuan harga (penawaran dan permintaan) sering terjadi perbedaan harga terhadap saham yang sama antara di pasar perdana dan di pasar sekunder. Emiten dan underwriter bersama-sama dalam penentuan harga perdana saham namun sebenarnya masing-masing pihak mempunyai kepentingan yang berbeda. Emiten dalam hal ini menginginkan harga perdana yang tinggi karena dengan harga yang tinggi maka semakin tinggi pula emiten dapat merealisasikan proyek yang akan dilakukan. Sedangkan bagi underwriter sebagai penjamin emisi menginginkan harga yang rendah untuk meminimalkan resiko yang ditanggung oleh underwriter.

Karena dalam hal ini apabila harga saham yang ditawarkan tinggi maka akan adanya kecenderungan sisa saham, sedangkan underwriter bertanggung jawab atas terjualnya saham, apabila saham masih tersisa maka underwriter berkewajiban untuk membelinya. Namun dalam hal ini underwriter yang memiliki reputasi yang tinggi akan berani untuk menjual saham dengan harga yang tinggi sebagai konsekuensi dari kualitas penjaminannya.

Sebagai penjamin emisi, underwriter lebih sering berhubungan dengan

pasar dibandingkan dengan emiten. Emiten merupakan pendatang baru yang

belum mengetahui bagaimana keadaan pasar yang sebenarnya sedangkan

underwriter merupakan pihak yang memiliki kelebihan informasi dimana

(38)

mendapatkan kesepakatan optimal dari emiten dengan memperkecil resiko keharusan membeli saham yang tidak laku terjual dengan harga murah, oleh karena itu emiten harus menerima harga yang murah untuk penawaran saham perdananya. Dengan demikian akan terjadi underpricing, yang berarti bahwa penentuan harga saham di pasar perdana lebih rendah dibanding harga saham di pasar sekunder pada saham yang sama (Sebeni, 2002).

Menurut Rusdin (2008) terdapat empat jenis kontrak penjaminan emisi berdasarkan tipe kesanggupan penjaminan yaitu:

1. Kesanggupan Penuh (Full Firm Commitment) Penjaminan model ini mengambil risiko penuh. Penjamin emisi menyatakan kesanggupan penuh (full commitment). Dalam hal saham/obligasi terjual sebagian maupun seluruhnya, penjamin emisi akan membeli seluruh saham/obligasi yang tidak laku itu dengan harga yang sama dengan harga penawaran kepada pemodal secara umum. Penjaminan full commitment seperti itu berlaku urutan

“menjual dan membeli” (sell and purchase) karena bila tidak laku baru dibeli.

2. Kesanggupan Terbaik (Best Efforts Commitment) Kesanggupan model ini hanya menuntut penjaminan emisi agar berusaha sebaik mungkin menjual saham/obligasi emiten supaya banyak atau semuanya laku. Bila pada akhir masa penjualan masih ada saham/obligasi yang tidak laku, saham/obligasi itu akan dikembalikan kepada emiten. Tidak ada kewajiban bagi penjamin emisi untuk membeli saham-saham yang tidak laku itu.

3. Kesanggupan Siaga (Standby Commitment) Menurut kesanggupan siaga ini,

bila ada saham/obligasi yang tidak laku sampai batas waktu penjualan yang

(39)

telah ditentukan, penjamin emisi akan bersedia pula membeli saham/obligasi yang tidak laku itu. Hanya saja harga pembelian oleh penjamin emisi itu tidak sama dengan harga penawaran umum.

4. Kesanggupan Semua atau Tidak Sama Sekali (All of None Commitment) Penjamin emisi akan berusaha menjual saham/obligasi emiten sampai laku semua. Bila saham/obligasi yang ditawarkan itu tidak laku semua, maka saham/obligasi yang telah dipesan oleh pemodal transaksinya dibatalkan. Jadi semua saham/obligasi tidak jadi dijual, dikembalikan kepada emiten dan tidak akan mendapat sedikit danapun. Komitmen ini timbul dengan latar belakang bahwa perusahaan membutuhkan modal dalam skala tertentu. Bila jumlah itu tidak tercapai berarti investasi perusahaan kurang bermanfaat oleh karena itu lebih baik tidak jadi atau transaksinya dibatalkan.

2.1.7 Jenis Industri

Setiap jenis industri memiliki risiko atau tingkat ketidakpastian yang

berbeda-beda satu dengan yang lainnya hal ini dikarenakan adanya perbedaan

karakteristik masing-masing industri, perusahaan memilih untuk tidak memiliki

jenis usaha yang sama atau yang sudah ada sehingga mempengaruhi investor

dalam keputusan berinvestasi. Perbedaan risiko ini menyebabkan tingkat return

yang diharapkan para investor juga berbeda untuk setiap sektor sehingga tingkat

underpricing saham di pasar perdana juga dapat berbeda tergantung jenis

industrinya. Menurut Yolana (2005) variabel jenis industri mungkin saja

mempengaruhi underpricing karena tiap industri memiliki risiko dan tingkat

ketidakpastian yang berbeda sehingga dapat mempengaruhi investor dalam

(40)

mengambil keputusan untuk berinvestasi.

2.1.8 Umur Perusahaan

Umur perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam bertahan dan banyaknya informasi yang diserap oleh publik. Semakin panjang umur perusahaan maka semakin banyak informasi yang bisa diserap masyarakat.

Ghozali dan Mansur (2002) menjelaskan bahwa perusahaan yang telah lama berdiri akan mempunyai publikasi perusahaan lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan yang masih baru. Dengan demikian akan mengurangi ketidakpastian dimasa mendatang. Jadi perusahaan yang telah lama berdiri mempunyai tingkat underpriced yang lebih rendah daripada perusahaan yang masih baru atau belum lama berdiri.

2.2 Penelitian Terdahulu

Yolana (2005) melakukan penelitian dengan judul “Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing Pada Penawaran Saham Perdana di BEJ Tahun 1994-2001”. Variabel yang digunakan adalah Reputasi Underwriter, Rata-Rata Kurs, Ukuran Perusahaan, ROE, dan Jenis Industri. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian ini adalah secara simultan terdapat pengaruh yang signifikan. Secara parsial variabel Rata- Rata Kurs, Ukuran Perusahaan, ROE, dan Jenis Industri menunjukkan adanya pengaruh signifikan terhadap underpricing.

Kurniawati (2008) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor -

Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Pada Perusahaan Go Public Yang

(41)

Melakukan IPO Di Bursa Efek Indonesia”. Variabel Penelitian yang digunakan adalah Reputasi Auditor, Ukuran Perusahaan, Financial Leverage, ROA dan Tingkat Inflasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi berganda.

Hasil penelitian ini adalah adanya pengaruh signifikan Reputasi Auditor, Ukuran Perusahaan, Financial Leverage, ROA dan Tingkat Inflasi terhadap underpricing.

Puspita (2014) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Pada Saat Initial Public Offering (IPO) Di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2012. Variabel yang digunakan dalam penelitian adalah Umur Perusahaan, Persentase Penawaran, Jangka Waktu Penawaran, Financial Leverage, dan Pertumbuhan Total Aset. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian ini adalah Umur Perusahaan, Persentase Penawaran dan Financial Leverage tidak berpengaruh terhadap Underpricing sedangkan Jangka Waktu Penawaran dan Pertumbuhan Total Aset terbukti berpengaruh terhadap tingkat Underpricing saham pada saat Initial Public Offering.

Setiawan (2015) melakukan penelitian sebelumnya dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing Saham Pada Penawaran Saham Perdana Di Bursa Efek Indonesia”. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Reputasi Underwriter, Reputasi Auditor, Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, ROA dan Struktur Kepemilikan Institusional.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah analisis regresi

berganda. Hasil penelitian ini adalah Reputasi Auditor dan Ukuran Perusahaan

berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap Underpricing sedangkan

(42)

Umur Perusahaan, ROA, Struktur Kepemilikan Intitusional dan Ukuran Perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap underpricing.

Guandinata (2016) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Saham Pada Perusahaan Yang Melakukan Initial Public Offering (IPO) Di Bursa Efek Indonesia ”. Variabel yang digunakan adalah Return on Asset (ROA), Debt to Equty Ratio (DER), Ukuran Perusahaan, Reputasi Underwriter dan Jenis Industri. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian ini adalah secara serempak terdapat pengaruh signifikan terhadap Underpricing sedangkan secara parsial atau terpisah memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap underpricing itu sendiri.

Penelitian terdahulu yang menjadi rujukan dan referensi dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Peneliti

(tahun) Judul penelitian Variabel Penelitian

Metode

Analisis Hasil penelitian 1 Guandinata

(2016)

Analisis Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Saham Pada Perusahaan Yang Melakukan Initial Public Offering (IPO) Di Bursa Efek Indonesia

Independen:

Return on Assets (ROA), Debt to Equity Ratio (DER), Ukuran Perusahaan, Reputasi Underwriter, Jenis Industri Dependen:

Underpricing

Regresi Linear Berganda &

Deskriptif

Secara serempak ROA, DER, Ukuran

Perusahaan, Reputasi Underwriter dan Jenis Industri berpengaruh signifikan terhadap Underpricing namun secara parsial

berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Underpricing.

2 Setiawan (2015)

Analisis Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing Saham Pada Penawaran Saham Perdana Di Bursa

Independen:

Reputasi Underwriter, Reputasi Auditor, Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, ROA, Struktur

Regresi Berganda

Reputasi Auditor dan Ukuran Perusahaan berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap tingkat

Underpricing Sedangkan

Umur Perusahaan, ROA,

Ukuran Perusahaan, dan

Struktur Kepemilikan

(43)

Efek Indonesia Kepemilikan Institusional Dependen:

Underpricing

Institusional tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat Underpricing.

Lanjutan Tabel 2.1

No Peneliti

(tahun) Judul penelitian Variabel Penelitian

Metode

Analisis Hasil penelitian 3 Puspita

(2014)

Analisis Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Pada Saat Initial Public Offering (IPO) Di Bursa Efek Indonesia Pada Periode 2010-2012

Independen:

Umur Perusahaan, Persentase Penawaran, Jangka Waktu Penawaran, Financial Leverage, Pertumbuhan Total Aset Dependen:

Underpricing

Regresi Linear Berganda

Umur Perusahaan, Persentase Penawaran dan Leverage tidak berpengaruh terhadap tingkat Underpricing Sedangkan Jangka Waktu Penawaran &

Pertumbuhan Total Aset terbukti berpengaruh terhadap Underpricing.

4 Kurniawati (2008)

Analisis Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Pada Perusahaan Go Public Yang Melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia

Independen : Reputasi Auditor, Ukuran Perusahaan, Financial Leverage, ROA, Tingkat Inflasi Dependen : Underpricing

Regresi Berganda

Adanya pengaruh signifikan variabel Reputasi Auditor, Ukuran Perusahaan, Financial Leverage, ROA, dan Tingkat Inflasi Terhadap Underpricing.

5 Yolana (2005)

Variabel-Variabel Yang

Mempengaruhi Fenomena Underpricing Pada Penawaran Saham Perdana di BEJ Tahun 1994-2001

Independen : Reputasi Underwriter, Rata-Rata Kurs, Ukuran Perusahaan, ROE dan Jenis Industri Dependen:

Underpricing

Regresi Linear Berganda

Secara simultan terdapat pengaruh yang signifikan.

Secara parsial variabel Rata-Rata Kurs, Ukuran Perusahaan, ROE dan Jenis Industri menunjukkan adanya pengaruh signifikan terhadap underpricing.

2.3 Kerangka Konseptual

Return on Asset (ROA) merupakan suatu rasio penting yang dapat

dipergunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba dengan

aset yang dimilikinya. Investor yang hendak menanamkan modalnya dapat

mempergunakan rasio ini sebagai bahan pertimbangan apakah emiten dalam

(44)

operasinya nanti dapat memperoleh laba. Dengan kemampuan emiten yang tinggi untuk menghasilkan laba atas asetnya maka akan terlihat bahwa risiko yang akan dihadapi investor akan kecil. Ini berarti bahwa perusahaan dapat menentukan harga perdana lebih tinggi sehingga tingkat underpricing yang diharapkan akan rendah. ROA berpengaruh negatif terhadap underpricing, dimana semakin tinggi ROA perusahaan akan semakin rendah tingkat underpricing karena investor akan menilai kinerja perusahaan lebih baik dan bersedia membeli saham perdananya dengan harga lebih tinggi.

Penelitian yang dilakukan Ghozali (2002) menemukan bahwa variabel ROA berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat underpricing dan ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Setiawan (2015) bahwa probabilitas ROA tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap underpricing.

Berdasarkan pembahasan dan penelitian terdahulu tersebut, peneliti mengajukan hipotesis dengan hubungan arah negatif karena perusahaan yang memiliki tingkat pengembalian yang lebih tinggi akan dinilai lebih menarik oleh investor. Oleh karena itu underwriter bersama-sama dengan emiten akan percaya diri untuk menentukan harga awal yang lebih rendah. Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut:

H 1 : Return on Asset berpengaruh negatif dan signifikan terhadap underpricing.

Debt to Equity Ratio (DER) menunjukkan perbandingan antara jumlah

utang dengan jumlah modal sendiri yang dimiliki perusahaan. DER yang tinggi

mencerminkan risiko kegagalan yang tinggi karena jumlah modal sendiri tidak

mampu menutupi jumlah utang perusahaan. Para calon investor cenderung akan

(45)

menghindari menanamkan modalnya di perusahaan dengan risiko kegagalan yang tinggi sehingga atas kompensasi risiko yang tinggi tersebut maka emiten akan menetapkan harga IPO di bawah harga wajar dan akibatnya meningkatkan tingkat underpricing. Semakin besar nilai DER menandakan struktur permodalan usaha lebih banyak memanfaatkan hutang-hutang relatif terhadap ekuitas. Dengan demikian semakin tinggi DER maka semakin besar pula tingkat underpricingnya (Daljono, 2000). Adapun terdapat hasil yang berbeda pada penelitian yang dilakukan Guandinata (2016), dimana variabel DER berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap underpricing.

Berdasarkan pembahasan dan penelitian terdahulu tersebut, peneliti mengajukan hipotesis dengan arah hubungan positif antara DER dengan underpricing, didasari pada pemahaman bahwa semakin besar DER mencerminkan resiko perusahaan yang relatif tinggi. Dengan demikian semakin tinggi DER maka semakin besar pula tingkat underpring, berdasarkan teori dan penelitian terdahulu maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut:

H 2 : Debt to Equity Ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap underpricing.

Ukuran Perusahaan dalam hal ini berskala besar umunya lebih dikenal

masyarakat daripada perusahaan berskala kecil. Karena lebih dikenal, maka

informasi tentang perusahaan besar tersedia lebih banyak dan lebih mudah didapat

dibandingkan perusahaan berskala kecil. Bila informasi yang diterima banyak,

maka akan mengurangi asimetris informasi pada perusahaan berskala besar,

sehingga menekan tingkat underpricing. Ukuran perusahaan juga diukur dari total

Referensi

Dokumen terkait

Sementara itu, pada aplikasi Flow yang dimiliki oleh Amazon, aplikasi Augmented Reality yang dikembangkan juga dapat menampilkan informasi harga barang, ketersediaan

Evaluasi teknis dilakukan tehadap peserta yang memenuhi persyaratan administrasi. Unsur-unsur yang dievaluasi sesuai dengan yang ditetapkan dalam dokumen pengadaan..

Karakteristik yang mempengaruhi pengukur- an kekasaran dengan metode pengenalan obyek pada machine vision ini adalah capture image ( set-up external terhadap kualitas

Gejala fisik, yaitu sakit kepala, sakit nyeri lambung, mudah kaget, banyak berkeringat, gangguan pola tidur, lesu, kaku pada leher belakang sampai punggung, dada terasa

Penyebab kekurangan produk anggrek tersebut adalah permintaan yang terus meningkat dan tidak disertai dengan penyediaan produk anggrek ini, dapat dikatakan

• Untuk sistem pembayaran user yang tidak mempunyai kartu kredit maka pada check out dari session shopping cart, user tersebut dapat memilih metode pemba- yaran transfer rekening

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tidak ada responden yang merasakan kelelahan tingkat ringan, sedang, dan tinggi dengan gejala stress kerja sangat tinggi dan

Persentase morfologi spermatozoa itik lokal dalam 15 perlakuan yang digunakan dalam medium Tris, PBS, Ringer laktat yang dikombinasikan dengan kuning telur