• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ)

Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) adalah sistem silvikultur yang digulirkan sebagai alternatif pembangunan hutan tanaman industri (HTI). HTI menggunakan sistem tebang habis sementara TPTJ menyisakan hutan alam diantara jalur-jalur tanam. Penerapan sistem silvikultur TPTJ dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas hutan dengan cara membangun hutan tanaman yang produktif. Kegiatan pembinaan hutan dalam sistem TPTJ meliputi pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan dan perlindungan yang dilakukan secara berkesinambungan (Suparna & Purnomo 2004).

Selanjutnya Suparna dan Purnomo (2004) menyatakan bahwa melalui penerapan sistem TPTJ ada beberapa hal penting yang dapat dicapai, antara lain: 1. Peningkatan produktivitas dalam pengertian bahwa dengan penurunan batas

diameter tebang ≥ 40 cm maka produksi kayu per hektar yang akan diperoleh menjadi lebih besar. Melalui sistem TPTJ, areal bekas tebangan TPTI dapat dibudidayakan tanpa harus menunggu selama 35 tahun dan untuk tebangan berikutnya produksi kayu dapat diperoleh baik dari hasil tanaman dalam jalur tanam maupun dari jalur antara.

2. Penurunan limit diameter tebangan menghasilkan ruang tumbuh yang memungkinkan bagi penanaman jenis meranti di dalam jalur.

3. Melalui penanaman dalam jalur, kegiatan pemeriksaan tanaman di lapangan akan lebih efisien, murah, dan mudah.

4. Meningkatnya penerapan tenaga kerja sekitar hutan melalui program penanaman dan pemeliharaan yang dilakukan secara intensif.

5. Pengamanan areal hutan alam bekas tebangan dari perladangan berpindah dan perambahan karena secara umum adat ada penghormatan terhadap areal yang sudah ada kegiatan penanamannya.

6. Menggunakan bibit dari jenis terpilih sehingga produktivitasnya meningkat.\ 7. Keanekaragaman hayati tetap terjaga dengan adanya jalur antara.

(2)

Sistem silvikultur TPTJ didefinisikan sebagai sistem silvikultur hutan alam yang mengharuskan adanya penanaman pada hutan pasca penebangan secara jalur, yaitu 20 m antar jalur dan jarak tanam 2.5 m dalam jalur serta jalur tanam dibuat selebar 3 m yang merupakan jalur bebas naungan dan harus bersih dari pohon-pohon yang menaungi dan pada jalur tanam tidak boleh dilewati alat berat, kecuali pada pinggir jalur sebelum ada tanaman, sedangkan jalur antara selebar 17 m yang merupakan tegakan alam. Tanpa memperhatikan cukup tidaknya anakan alam yang tersedia dalam tegakan tinggal, sebanyak 80 anakan/hektar harus ditanam untuk menjamin kelestarian produksi pada rotasi berikutnya. Pada sistem silvikultur TPTJ pohon-pohon yang ditebang adalah pohon-pohon komersil yang berdiameter ≥ 40 cm ke atas (Suparna & Purnomo 2004).

Gambar 1 Skema pelaksanaan TPTJ PT. Sarpatim ( = titik tanaman, jarak tanaman dalam jalur 2,5 m dan jarak antar jalur 20 m; a-b = jalur bersih dan bebas naungan (jalur tanam) dengan lebar 3 m; c-d = jalur antara dengan lebar 17 m; e-f = jarak tanam 2,5 m)

2.2 Shorea leporsula Miq

S. leprosula adalah salah satu jenis asli Kalimantan yang dikenal dengan

nama meranti merah (Red meranti). Tanaman ini termasuk kedalam famili Dipterocarpaceae yang bersinonim dengan Hopea maranti Miq., S. maranti Burck, S. astrostricta Scort. Ex Foxw., S. leprosula memiliki berbagai nama lokal diantara meranti tembaga (Indonesia), kontoi bayor, lempong, kumbang, abang, awang, engkabang (Kalimantan), meranti, banio, ketuko, markuyungm sirantih (Sumatera), kayu bapa, sehu (Maluku).

Tanaman ini menyebar secara alami mulai Semenanjung Thailand dan Malaysia, Sumatera sampai Kalimantan Utara. Biasanya dijumpai di hutan

(3)

dipterokarpa dataran rendah dibawah 700 m menempati ruang terbuka di hutan yang mengalami gangguan. Tumbuh pada berbagai jenis tanah tetapi tidak toleran terhadap genangan. Curah hujan 1500‒3500 mm pertahun, dan musim kemarau pendek perlu untuk pertumbuhan dan regenerasi. Jarang ditemukan di punggung bukit, dari percobaan penanaman menunjukkan pertumbuhan di kaki bukit lebih baik dibanding puncak bukit. Meranti merah merupakan tanaman yang cepat pertumbuhannya sampai umur 20 tahun tetapi selanjutnya terkejar oleh meranti lain.

S. lepsrosula dapat mencapai tinggi 60 m, bebas cabang 35 m, dan

diameter 1 m, serta memilikbanir menonjol tetapi tidak terlalu besar. Tajuk lebar, berbentuk payung dengan ciri berwarna coklat kekuning-kuningan. Kulit berwarna coklat keabu-abuan, alur dangkal, kayu gubal pucat, dan kayu teras merah tua. Selain itu, bentuk daun lonjong sampai bulat telur, panjang 8‒14 cm, lebar 3.5‒4.5 cm. Permukaan daun bagian bawah bersisik seperti krim, tangkai utama urat daun dikelilingi domatia terutama pada pohon muda, sedang urat daun tersier rapat seperti tangga. Bunga kecil dengan mahkota kuning pucat, helai mahkota sempit dan melengkung ke dalam seperti tangan menggenggam, fruiting

calix dengan tiga sayap yang lebih panjang dan dua sayap lebih pendek.

Kayu S. leprosula mempunyai kerapatan 300‒865 kg/m3 pada kadar kelembaban 15% (Soerianegara dan Lemmens 1994). S. leprosula termasuk kelas awet III‒IV dan kelas kuat II‒IV, mudah dikerjakan, tidak mudah pecah atau mengkerut. Kayunya terutama dipakai untuk vinir dan kayu lapis, di samping itu dapat juga dipakai untuk bangunan perumahan dan dapat juga dipakai sebagai kayu perkapalan, peti pengepak, peti mati, dan alat musik (Martawijaya et al. 1981).

2.3 Pertumbuhan Tanaman

Menurut Suharlan et al. (1997) dalam Arim (1995), pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran (dimensi) pohon atau tegakan sepanjang umurnya, sedangkan riap adalah pertambahan ukuran (dimensi) pohon atau tegakan dalam jangka waktu tertentu. Kedua istilah ini mempunyai hubungan yang erat dengan faktor umur dan memegang peranan penting dalam penentuan

(4)

Umur Daur Optimal Level Peertumbuhan Umur MAI CAI (a) (b)

kebijaksanaan operasional di bidang kehutanan, terutama dalam hal pemeliharaaan atau penjarangan, dan pemungutan hasil, khususnya bagi hutan tanaman.

2.4 Perttumbuhan Tegakan dan Hasil Tegakan

Pertumbuhan tegakan dapat digambarkan dalam bentuk kurva pertumbuhan. Kurva pertumbuhan adalah kurva yang menghubungkan antara ukuran suatu organisme seperti volume, berat, diameter, atau tinggi dengan umurnya. Bentuk kurva pertumbuhan organisme yang ideal akan menyerupai huruf S atau berbentuk kurva sigmoid. Kurva ini menunjukkan akumulasi ukuran pada setiap tingkat umur, sehingga kurva ini disebut sebagi kurva pertumbuhan kumulatif (Gambar 2). Kurva ini dapat diturunkan untuk mengetahui laju pertumbuhan atau dikenal dengan riap (Husch 1963). Selanjutnya Prodan (1968) dalam Latifah (2004) membedakan riap ke dalam riap tahunan berjalan (Current Annual Increament (CAI)) dan riap rata-rata tahunan (Mean Annual Increament, (MAI)). CAI adalah riap dalam satu tahun berjalan sedangkan MAI adalah riap rata-rata (per tahun) yang terjadi sampai periode waktu tertentu. Daur optimal suatu tegakan diperoleh pada saat terjadi perpotongan antara kurva CAI dan MAI, yaitu pada saat MAI mencapai titik maksimum.

Gambar 2 Kurva Pertumbuhan: (a) MAI dan CAI (b) (Loetsch & Haller 1973; Avery & Burkhart 1994)

2.6 Tegakan dan Struktur Hutan

Berdasarkan komposisi kelas umurnya, tegakan diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu tegakan seumur dan tidak seumur. Tegakan seumur merupakan tegakan yang dibangun dalam waktu bersamaan pada luasan tertentu, kelas

Dimensi

(5)

diameter pada tegakan seumur cenderung seragam dalam masa waktu penanaman sehingga jumlah kelas diameter dapat dibedakan menurut jumlah tahun tanamnya. Bentuk sebaran tegakan seumur akan menyerupai lonceng telungkup, yaitu mendekati sebaran normal yang dapat miring ke arah diameter yang lebih kecil untuk jenis toleran dan diameter yang besar untuk jenis intoleran.

Tegakan tidak seumur mempunyai paling sedikit tiga kelas umur yang berbeda dan mempunyai kesenjangan dalam distribusi kelas umur. Jumlah pohon yang tersebar dalam kelas diameter terkecil dan jumlahnya menurun seiring dengan bertambahnya ukuran, sehingga hanya tersisa sedikit pohon-pohon yang berdiameter besar. Pada tegakan tidak seumur, distribusi frekuensi jumlah pohon menurut kelas diameter membentuk kurva J terbalik. Struktur tegakan hutan pada hutan tanaman merupakan sebaran jumlah pohon per hektar pada berbagai kelas umur. Bentuk sebaran ini akan menyerupai lonceng telungkup yaitu mendekati sebaran normal (Daniel et al. 1987).

Diameter pohon merupakan salah satu dimensi pohon yang penting untuk menentukan secara langsung volume pohon.Menurut Bruce et al.(2008) menyatakan bahwa pola sebaran diameter pada hutan tanaman cenderung menyebar normal atau sedikit menceng yaitu mayoritas jumlah pohon mengumpul disekitar nilai tengah dan menurun pada diameter yang lebih besar dan lebih kecil.

Referensi

Dokumen terkait

Semua kembali seperti hanya sedikit yang tersisa Baris dan bait hanya sejenak mengisi kembara Menari indah dalam tanya mana mimpi dan mana nyata Jka terbangun dari mimpi

Berbeda dengan turbin angin sumbu horizontal, untuk mendapatkan putaran yang efektif turbin harusdiarahkan pada posisi berlawanan dengan arah angin, ketika kondisi

Jika tungku diberi beban dimana bagian panas total tersedia yang akan diambil oleh beban ternyata lebih kecil maka akan menghasilkan efisiensi yang rendah. Pembebanan berlebih dapat

Pindad (Persero) dalam menyelesaikan permasalahan keseimbangan lintasan pada perakitan towing winch, perlu adanya penyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada

Bu kabul göz önüne alınarak herhangi bir i noktasına etkiyecek statikçe eşdeğer tekil yük aşağıda verilen ifade ile hesaplanır. noktalara etkiyecek

Sebuah kumpulan dari para keluarga dan individu-individu dalam suatu kawasan Sebuah kumpulan dari para keluarga dan individu-individu dalam suatu kawasan geografi

Sistem relasi yang digunakan pada setiap lembaga dapat dilihat pada aspek pengunaan sistem kewenangan pada rezim Kasultanan terhadap pengelolaan tanah SG dan PAG

Hal ini tertuang dalam Peraturan Gereja Pasal II tahun 1961 yang menyatakan, “Iman dan hidup Gereja Kristen Indonesia Jawa Barat berasaskan Firman Allah, yakni Perjanjian Lama dan